• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mendengar : 1. Tanggapan para peserta 2. Penjelasan : a. Pemakalah. b. Nara Sumber. Menimbang :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mendengar : 1. Tanggapan para peserta 2. Penjelasan : a. Pemakalah. b. Nara Sumber. Menimbang :"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

RUMUSAN HASIL DISKUSI KOMISI III BIDANG

PERADILAN MILITER TENTANG

PENINGKATAN KEMAMPUAN TEKNIS HAKIM MILITER DALAM RANGKA MENINGKATKAN KUALITAS PUTUSAN

Pada hari ini Rabu tanggal 13 Oktober 2010 dalam Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Jajaran Pengadilan Tingkat Banding dari 4 (empat) Lingkungan Peradilan seluruh Indonesia di Balikpapan, dengan tema “Dengan Semangat Perubahan Memperkokoh Landasan Menuju Lembaga Peradilan Yang Agung”.

Memperhatikan : 1. Pengarahan Ketua Mahkamah Agung RI.

2. Pengarahan Wa kil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Yudisial.

3. Pengarahan Wa kil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Non Yudisial.

4. Pengarahan Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Militer Mahkamah Agung RI.

5. Pengarahan Kepala Pengadilan Militer Utama.

Membaca : 1. Paparan makalah yang disampaikan oleh Tuada Uldilmil MARI (H.M. Imron Anwari, SH.,Sp,N.MH) tentang Peningkatan Kemampuan Tehnis Hakim Militer dalam rangka meningkatkan kualitas putusan.

2. Paparan makalah yang disampaikan oleh Kepala Pengadilan Militer Utama (Mayjen TNI Drs Burhan Dahlan SH,MH) tentang Tehnis Penyelesaian perkara oleh Kadilmiltama .

(2)

Mendengar : 1. Tanggapan para peserta 2. Penjelasan :

a. Pemakalah.

b. Nara Sumber.

Menimbang :

1. Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 41 ayat (1) huruf a 1) Kompetensi Pengadilan Militer Tinggi pada tingkat pertama berwenang memeriksa dan memutus perkara terhadap prajurit yang berpangkat Mayor ke atas, sedangkan saat ini kepangkatan Hakim Militer Tinggi berpangkat Kolonel, dan sesuai ketentuan Undang – undang Nomor : 34 tahun 2004 tentang TNI terhadap Hakim Militer Tinggi hanya diberikan kenaikan pangkat lokal satu tinggkat lebih tinggi, sehingga hal ini akan menimbulkan kesulitan apabila mengadili terdakwa yang berpangkat Pati Bintang 2 keatas.

2. Bahwa sesuai ketentuan pasal 103 ayat 1) Undang – undang Nomor : 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan / atau perawatan melalui Rehabilisasi.

Penerapan ketentuan ini di Lingkungan Peradilan Militer belum dapat

dilaksanakan mengingat sampai saat ini belum ada lembaga Rehabilitasi

yang di miliki TNI, oleh sebab itu diperlukan jalan keluar yang tepat untuk

dapat menyelesaikan permasalahan tersebut apabila putusan Hakim Militer

memerintahkan terdakwa menjalani pengobatan atau perawatan Rehabilitas.

(3)

3. Bahwa sesuai ketentuan pasal 47 Undang – undang RI Nomor : 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menyatakan pengajuan gugatan dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara apabila yang digugat adalah badan Publik Negara. Berdasakan ketentuan tersebut Lembaga Peradilan Militer termasuk juga Badan Publik yang dapat digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Permaslahan yang ditimbulkan bahwa ketentuan pasal 2f Undang – undang Nomor : 51 tahun 2009 yang tidak termasuk obyek TUN adalah putusan pejabat Tata Usaha Militer, oleh sebab itu apakah ketentuan pasal tersebut dapat diterapkan dan apakah menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Milieter atau Pengadilan Tata Usaha Negara.

4. Bahwa berdasarkan Surat Panglima TNI kepada Ketua Mahkamah Agung Nomor : B/3464-17/05/01/pusbintal tanggal 20 September 2010, tentang pelaksanaan Peceraian bagi Perjurit dan Pns TNI, harus mendapatkan ijin / persetujuan tertulis dari Pimpinan di satuan masing – masing, hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 10 ayat 1 Peratuaran Panglima TNI Nomor : Perpang/11/VII/2007 tentang tata cara pernikahan perceraian dan rujuk bagi Prajurit. Berdasarkan ketentuan tersebut setiap Prajurit TNI yang akan mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama harus mendapat ijin dari pejabat yang berwenang sebelum perkaranya diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Agama.

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah Pengadilan Militer Tinggi memiliki kompetensi untuk mengadili terdakwa yang berpangkat Perwira Tinggi Bintang 2 keatas ?.

(4)

2. Apakah putusan Rehabilitasi medis bagi Prajurit TNI pecandu Narkotika sudah dapat diterapkan ?.

3. Apakah Pengadilan Militer selaku badan publik Negara dapat digugat terhadap pelanggaran keterbukaan Informasi Publik ?.

4. Apakah Prajurit TNI yang mengajukan gugatan perceraian dapat diperiksa dan diputus Pengadilan Agama tanpa adanya Surat ijin dari pejabat yang berwenang ?.

PEMBAHASAN :

1. Apakah Pengadilan Militer Tinggi memiliki kompetensi untuk mengadili terdakwa yang berpangkat Perwira Tinggi Bintang 2 keatas ?.

Kewenangan Pengadilan Militer Tinggi sesuai ketentuan pasal 41 ayat (1) a 1) UU RI Nomor 31 Tahun 1997 menyatakan : “ Pengadilan Militer Tinggi pada tingkat pertama berwenang memeriksa dan memutus perkara pidana yang Terdakwanya adalah Prajurit berpangkat Mayor ke atas”. Penerapan lebih lanjut diatur dalam ketentuan pasal 16 ayat (5) yang menyatakan : “Dalam hal terdakwanya berpangkat Kolonel, Hakim Anggota, dan Oditur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling rendah berpangkat setingkat dengan pangkat Terdakwa dan dalam hal Terdakwanya perwira tinggi Hakim Ketua. Hakim Anggota dan Oditur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling rendah berpangkat setingkat dengan pangkat Terdakwa”.

Bahwa berdasakan ketentuan tersebut diatas terhadap Hakim Militer

Tinggi akan menimbulkan pemasalahan apabila terdakwanya berpangkat

Perwira tinggi Bintang 2 Keatas, hal ini disebabkan sesuai ketentuan

yang berlaku hanya dikenal kenaikan pangkat lokal satu tingkat lebih

tinggi dari pangkat semula, sedangkan kepangkatan di lingkungan Hakim

(5)

Militer Tinggi paling tinggi berpangkat Kolonel sehingga tidak dimungkinkan untuk memeriksa dan mengadili terdakwanya berpangkat Perwira Tinggi Bintang dua keatas. Bahwa untuk mengisi kekosongan Hukum (empties of the law) sejalan dengan azas justice delayed is justice denied maka diperlukan suatu terobosan yang berkaitan dengan kewenangan mengadili tersebut dengan cara memberikan kewenangan kepada Pengadilan Militer Utama untuk memeriksa dan mengadili Perwira Tinggi berpangkat Bintang dua keatas.

Bahwa kewenangan yang diberikan Pengadilan Militer Utama didasarkan pada alasan Hakim Militer Utama berpangkat paling rendah Perwira tinggi bintang satu, sehingga apabila ketentuan pemberian pangkat lokal setingkat lebih tinggi diterapkan tidak menimbulkan pemasalahan dari aspek administratif.

Bahwa proses hukum acara yang berkaitan dengan upaya Hukum apabila Pengadilan Militer Utama diberikan kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara yang terdakwanya berpangkat Perwira Tinggi Bintang dua keatas, maka upaya Hukum terakhir hanya dapat diberikan upaya Hukum Kasasi tanpa melalui upaya Hukum Banding.

Bahwa terhadap kewenangan yang diberikan kepada Pengadilan Militer Utama sebagaimana tersebut diatas dan upaya Hukum Kasasi yang diberikan perlu ada fatwa dari Mahkamah Agung RI.

2. Apakah putusan Rehabilitasi medis bagi Prajurit TNI pecandu Narkotika sudah dapat diterapkan ?.

(6)

Bahwa masalah yang berkaitan dengan perawatan Rehabilitasi Medis terhadap terpidana diatur dalam pasal 103 UU RI Nomor : 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menyatakan : Hakim yang memeriksa perkara Narkotika dapat memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan atau perawataan melalui rehabilisasi jika pecandu tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.

Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut belum dapat diterapkan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI, hal ini disebabkan dilingkungan TNI belum terdapat lembaga perawatan rehabilitasi medis bagi anggota TNI. Saat ini lembaga pemasyarakatan TNI maupun Staltahmil tidak memiliki lembaga rehabilitasi medis terhadap korban pecandu narkotika, sehingga akan menimbulkan kesulitan dalam hal putusan Hakim menyatakan memerintahkan terdakwa untuk melaksanakan perawatan rehabilitasi medis.

Guna mengatasi permasalahan tersebut maka perlu adanya kerja sama antara Mabes TNI dengan lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah, sehingga penerapan ketentuan tersebut dapat dilaksanakan.

Disamping itu, hal yang harus diwaspadai dari aspek pengawasan dan pembinaan perlu diterapkan suatu sistem yang tepat agar setelah Prajurit tersebut selesai menjalani perawatan rehabilitasi medis dapat kembali menjadi prajurit yang baik.

3. Apakah Pengadilan Militer selaku badan publik Negara dapat digugat terhadap pelanggaran keterbukaan Informasi Publik ?.

Bahwa berdasarkan pasal 47 ayat (1) UU RI No. 14 Tahun 2008 yang

menyatakan pengajuan gugatan dilakukan melalui Pengadilan Tata

Usaha Negara apabila yang digugat adalah badan publik Negara.

(7)

Dengan demikian pengadilan Militer sebagai Badan Publik dapat digugat apabila melanggar ketentuan pasal 49 UU RI No. 14 Tahun 2008.

Bahwa yang menjadi persoalan dalam ketentuan pasal 2 f UU No. 5 tahun 1986 jo UU No. 51 tahun 2009 Pengadilan TUN tidak berwenang mengadili keputusan Tata Usaha Militer, sehingga gugatan terhadap Badan Peradilan Militer seharusnya diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Militer, sedangkan sampai saat ini Hukum acara Tata Usaha Militer belum dapat dilaksanakan karena belum ada Peraturan Pemerintah yang memberlakukannya. Guna mengatasi masalah tersebut perlu segera diterbitkan Peraturan Pemerintah untuk memberlakukan hukum acara Tata Usaha Militer.

4. Apakah Prajurit TNI yang mengajukan gugatan perceraian dapat diperiksa dan diputus Pengadilan Agama tanpa adanya Surat ijin dari pejabat yang berwenang?

Bahwa berdasarkan peraturan Panglima TNI No. 11/VII/2007 telah dikeluarkan ketentuan yang mengatur tentang tata cara pernikahan, perceraian dan rujuk bagi Prajurit. Dalam ketentuan pasal 10 ayat (1) menyatakan Prajurit TNI yang akan melaksanakan perceraian harus mendapat ijin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang, sedangkan permohonan gugatan perceraian oleh suami atau isteri yang bukan Prajurit disampaikan langsung oleh yang berkepentingan kepada Pengadilan setelah memberitahukan kepada atasan Prajurit yang bersangkutan (Vide pasal 11 ayat (1).

Bahwa permasalahan yang timbul terkait dengan gugatan perceraian

oleh seorang Prajurit ke Pengadilan Agama sering terjadi surat ijin

perceraian belum dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang tetapi

pemeriksaan terhadap perkara tersebut diperiksa dan diputus, sehingga

(8)

hal tersebut menimbulkan kesulitan bagi kesatuan untuk melakukan pembinaan personil dan administrasi terkait dengan hak-hak yang diberikan kepada keluarga Prajurit. Untuk menghindari perceraian tanpa ijin dari pejabat yang berwenang, maka pengadilan Agama apabila gugatan Perceraian diajukan oleh seorang Prajurit diharuskan untuk melampirkan surat ijin dari pejabat yang berwenang, apabila tidak ada surat ijin maka perkaranya tidak perlu didaftar atau diregister, dalam hal perkara tersebut sudah terlanjur didaftar maka pemeriksaan perkara tersebut dilanjutkan namun baru diputus apabila surat ijin dari pejabat yang berwenang dikeluarkan, apabila dalam waktu 6 bulan surat ijin dari pejabat yang berwenang tidak dikeluarkan maka perkara diputus.

KESIMPULAN :

1.

Kewenangan men

gadili terhadap Perwira Tinggi berpangkat bintang dua ke atas seyogyanya dilaksanakan oleh Pengadilan Militer Utama, dan selanjutnya upaya hukum kasasi tanpa melalui upaya hukum banding.

2. Penjatuhan putusan perawatan rehabilitasi medis terhadap anggota TNI terkait dengan pecandu narkoba sampai saat ini belum dapat dilaksanakan disebabkan belum adanya lembaga perawatan medis di lingkungan TNi terkait dengan hal tersebut. Sehingga untuk mengatasi perlu adanya kerjasama dengan instansi / panti rehabilitasi umum.

3. Pengajuan gugatan terhadap pelanggaran keterbukaan informasi publik yang dilakukan Pengadilan Militer diajukan di Pengadilan Tata Usaha Militer.

4. Gugatan perceraian yang dilakukan anggota TNI wajib mendapatkan ijin dari pejabat yang berwenang.

(9)

Saran :

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu kami sampaikan rekomendasi kepada Bapak Ketua Mahkamah Agung RI sebagai berikut :

1. Mengeluarkan fatwa untuk mengisi kekosongan hukum yang isinya memberikan kewenangan kepada Pengadilan Militer Utama memeriksa dan mengadili terdakwa pada tingkat pertama perwira Tinggi berpangkat Bintang dua keatas.

2. Mendorong Pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang pemberlakuan Pengadilan Tata Usaha Militer

3.. Menerbitkan Surat Edaran kepada seluruh Pengadilan Umum dan Agama untuk menunda gugatan perceraian yang diajukan oleh anggota TNI sebelum ada ijin dari pejabat yang berwenang.

Balikpapan, 13 Oktober 2010

Team Perumus :

Ketua, Sekretaris,

Anthon R Saragih,SH Sugeng Sutrisno, SH MH Kolonel Chk NRP.31881 Letkol Chk NRP 19100069 41265

Anggota :

1.AAA Putu Oka Dewi Iriani.SH,MH ……… ..

Kolonel Chk (K) NRP32218

2. .Hazarmen.SH . ……… ..

Kolonel Chk NRP32853

3. Tigor Samosir ……… ..

Kolonel Chk NRP33591

(10)

Lampiran

ANGGOTA KOMISI III

NO. N A M A J A B A T A N

1. H. M. Imron Amwari, SH, Sp.N, MH Tuada Uldilmil 2. Timor P. Manurung, SH, MM Hakim Agung

3. Sonson Basar, SH Dirjen Badilmiltun

4. H. Sugioto, SH, CN Ses Ditjen Badilmiltun

5. Kol. Chk Hazarmen, SH Dirbin Ganis Ditjen Badilmiltun 6. Laksma.TNI A.R. Tampubolon, SH, MH Dir Pranata Ditjen Badilmiltun

7. Siti Rafiah, SH. Panmud Mil Mari

8. Mayjen TNI Burhan Dahlan, SH, MH Kadilmiltama 9. Marsma TNI Pudi Astoto, SH Waka Dilmiltama 10. Kol Chk Anthon R. Saragih, SH Kadilmillti-I Medan 11. Kol. Laut (KH). Yuti Subarliani, SH, Kadilmilti-II Jakarta 12. Kol. Chk AAA Putu Oka dewi Iriani,SH,MH Kadilmilti-III Surabaya 13. Kol. Chk Sunardi, SH, Waka Dilmilti-I Medan 14. Kol. Chk Tigor samosir, SH Waka DIlmilti-II Jakarta 15. Kol. Chk Sunarso, SH Waka Dilmilti-III Surabaya

16. Dwitomo, SH,MH Askor

17. Kol. Chk Herry Karya Budi, SH Katera Dilmiltama 18. Letkol Sus Priyo Mustiko S, SH Katera Dilmilti-I Medan

(11)

19. Mayor Chk James F Vendersloot, SH, MH Katera Dilmilti-II Jakarta 20. Letkol Chk Sugeng Sutrisno, SH, MH Katera Dilmilti-III Surabaya

Referensi

Dokumen terkait

Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31 ayat (2) huruf b, Pasal 33 ayat (1) huruf f, dan Pasal 71 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TENTANG RUTE DAN PENYELENGGARA ANGKUTAN UDARA PERINTIS UNTUK PENUMPANG SERTA PENYELENGGARA DAN LOKASI SUBSIDI ANGKUTAN BAHAN

a) Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu citra satelit Pleiades 1A, citra satelit SPOT6, DEM Astrium Terra SAR-X, data titik koordinat GCP dan ICP

tanggapan kepada tamu/Pengunjung/ Pihak yang menyampaikan pengaduan. • Memiliki pemahaman tentang kebijakan dan berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait. • Dapat

Dari hasil penelitian dan penjelasan tentang persepsi mahasiswa Program Studi Akuntansi Perguruan Tinggi Swasta se Kopertis Wilayah IV Jawa Barat Banten mengenai

Kajian yang dilakukan FWI pada tahun 2017 di delapan Provinsi terlihat bahwa sampai dengan tahun 2016 terdapat lebih dari 4,4 juta hektare wilayah moratorium yang telah dibebani