PENGUJIAN MUTU DARI MINYAK CENDANA (Santalum album L.) SESUAI DENGAN PARAMETER YANG BERLAKU
TUGAS AKHIR
Oleh:
VINSENSIA HOTMAULI PURBA NIM 162410025
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
PENGUJIAN MUTU DARI MINYAK CENDANA (Santalum album L.) SESUAI DENGAN PARAMETER YANG BERLAKU
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Oleh:
VINSENSIA HOTMAULI PURBA NIM 162410025
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa, Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Pengujian Mutu dari Minyak Cendana (Santalum album L.) Sesuai dengan Parameter yang Berlaku”.
Tujuan penyusunan Tugas Akhir ini sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Unit Pelayanan Terpadu Pengujian Sertifikasi Mutu Barang (UPT. PSMB) Medan.
Selama penulisan Tugas Akhir ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa jika tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, penulis megucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, yaitu kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Popi Patilaya, S.Si,. M.Sc. Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Imam Bagus Sumantri, S.Farm., M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan nasihat dan bimbingan hingga Tugas Akhir ini selesai.
5. Ibu Helmawati, seluruh staf dan pegawai Unit Pelayanan Terpadu Pengujian Sertifikasi Mutu Barang (UPT. PSMB) Medan.
6. Teristimewa kepada orang-orang terkasih yang selalu menjadi bagian inspirasi : Ayahanda Mangapul Purba dan Ibunda Dermawan Tamba, serta kepada saudara kandung penulis, Angelita Maria Florensia Purba dan Benedictus Herdyawan Purba yang senantiasa mendoakan, memberi semangat dan mendukung penulis dalam keadaan apapun.
7. Sahabat-sahabat penulis.
8. Teman-teman mahasiswa D3 Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2016 untuk kebersamaan, kerjasama dan kenangan selama 3 tahun masa perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini kurang dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Medan, 2019 Penulis,
Vinsensia Hotmauli Purba NIM 162410025
Pengujian Mutu dari Minyak Cendana (Santalum Album L.) Sesuai dengan Parameter yang Berlaku
Abstrak
Latar Belakang : Minyak cendana merupakan hasil dari penyulingan akar dan kayu. Minyak cendana pada mulanya digunakan sebagai bahan untuk pembuatan parfum, digunakan untuk keperluan upacara keagamaan dan kadang-kadang kayunya digunakan juga sebagai bahan untuk bangunan kuburan.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu dari minyak cendana (Santalum album L.) yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan atau tidak yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).
Metode : Sampel yang digunakan adalah minyak cendana yang dibeli dari Toko Sari Jaya yang beralamat di Jalan Bandung no. 109, Medan. Pengujian mutu minyak cendana pada penelitian ini dilakukan menurut SNI 06-0009-1987.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak cendana memiliki warna kuning pucat, bobot jenis dengan nilai 0,9656, indeks bias dengan nilai 1,505, putaran optik dengan nilai -1°, bilangan asam dengan nilai 1,3494, bilangan ester dengan nilai 0,55, dan kelarutan dalam etanol 70% dengan nilai 1 : 5 jernih.
Persyaratan yang di tentukan SNI 06-0009-1987 adalah memiliki warna kuning pucat, bobot jenis dengan nilai 0,965 - 0,977; indeks bias dengan nilai 1,500 - 1,510; putaran optik dengan nilai (-15) - (-20), bilangan asam dengan nilai 0,5 - 8,4, bilangan ester dengan nilai 3,0 - 17,0, kelarutan dalam etanol 70% dengan nilai 1 : 5 jernih.
Kesimpulan : Minyak cendana pada penelitian ini menunjukkan pengujian mutu yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam SNI 06-0009-1987 yaitu warna, bobot jenis, indeks bias, bilangan ester dan kelarutan dalam etanol sedangkan yang tidak memenuhi persyaratan yaitu putaran optik dan bilangan asam.
Kata kunci : Minyak cendana, pengujian mutu minyak cendana
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Uraian Tumbuhan... 3
2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 3
2.1.2 Nama daerah ... 3
2.1.3 Deskripsi ... 4
2.1.4 Syarat tumbuh ... 5
2.2 Minyak Atsiri ... 6
2.3 Minyak Cendana ... 9
2.4 Strandar Mutu Minyak Cendana ... 15
2.4.1 Keadaan (warna) ... 16
2.4.2 Bobot jenis ... 16
2.4.3 Indeks bias ... 17
2.4.4 Kelarutan dalam etanol ... 17
BAB III METODE ... 19
3.1 Tempat dan Waktu ... 19
3.2 Pengambilan Sampel ... 19
3.3 Alat ... 19
3.4 Bahan ... 20
3.5 Prosedur ... 21
3.5.1 Bobot Jenis Sesuai SNI 06-0009-1987 ... 21
3.5.2 Indeks Bias Sesuai SNI 06-0009-1987 ... 22
3.5.3 Putaran Optik Sesuai SNI 06-0009-1987 ... 22
3.5.4 Bilangan Asam Sesuai SNI 06-0009-1987 ... 23
3.5.5 Bilangan Ester Sesuai SNI 06-0009-1987 ... 23
3.5.6 Kelarutan Dalam Etanol Sesuai SNI 06-0009-1987 ... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
4.1 Hasil ... 25
4.1.1 Hasil Keadaan (warna) ... 25
4.1.2 Hasil Penentuan Bobot Jenis ... 25
4.1.3 Hasil Penentuan Indeks Bias ... 25
4.1.4 Hasil Penentuan Putaran Optik ... 26
4.1.5 Hasil Penentuan Bilangan Asam ... 26
4.1.6 Hasil Penentuan Bilangan Ester ... 26
4.2 Pembahasan ... 27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
5.1 Kesimpulan ... 31
5.2 Saran ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 32
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1 Parameter Syarat Mutu Minyak Cendana SNI 06-0009-1987... 15
4.1 Data Pengamatan Keadaan Minyak Cendana... 25
4.2 Data Penentuan Bobot Jenis Minyak Cendana... 25
4.3 Data Penentuan Indeks Bias Minyak Cendana... 25
4.4 Data Penentuan Putaran Optik Minyak Cendana... 26
4.5 Data Penentuan Bilangan Asam Minyak Cendana... 26
4.6 Data Penentuan Bilangan Ester Minyak Cendana... 26
4.7 Data Penentuan Kelarutan Dalam Etanol Minyak Cendana... 26
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Pengujian Bobot Jenis Minyak Cendana... 34
2. Pengujian Bilangan Asam Minyak Cendana... 35
3. Pengujian Bilangan Ester Minyak Cendana ... 36
4. Pengujian Bobot Jenis ... 36
5. Pengujian Indeks Bias ... 38
6. Pengujian Putaran Optik ... 39
7. Pengujian Bilangan Asam... 40
8. Pengujian Bilangan Ester... 41
9. Pengujian Kelarutan Dalam Etanol ... 42
10. Gambar ... 43
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak atsiri dalam Bahasa Inggris disebut sebagai essential oils, etherial oils dan volatile oils. Dalam Bahasa Indonesia ada yang menyebutnya sebagai
minyak terbang, bahkan ada pula yang menyebutnya sebagai minyak kabur karena minyak atsiri mudah menguap dalam keadaan terbuka (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, buah atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya dan umumnya larut dalam pelarut organik (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Kebanyakan minyak atsiri memiliki aroma sangat spesifik. Hal ini tidak lain karena setiap minyak atsiri memiliki komponen kimia yang berbeda.
Penentuan komponen penyusun dan komposisi masing-masing komponen tersebut di dalam minyak atsiri merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kegunaan, kualitas maupun mutu dari suatu minyak atsiri (Agusta, 2000).
Cendana termasuk jenis tanaman kekayaan Indonesia yang bernilai ekonomi tinggi sehingga tidak mengherankan kalau kehadirannya mampu memberikan
keuntungan yang besar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga masyarakat setempat, khususunya untuk NTT (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Minyak cendana berasal hasil penyulingan akar dan kayu. Minyak cendana oleh orang-orang Hindus dan Parsi pada mulanya dipakai sebagai bahan parfum, untuk keperluan upacara keagamaan dan kadang-kadang kayunya digunakan sebagai bahan bangunan kuburan (Ketaren, 1985).
Penentuan mutu minyak cendana yang memberikan dampak bagi produk industri antara lain nilai bobot jenis, indeks bias, putaran optik, bilangan asam, bilangan ester dan kelarutan dalam etanol. Maka dari itu, penulis membuat Tugas Akhir dengan judul “Pengujian Mutu dari Minyak Cendana (Santalum album L.) Sesuai dengan Parameter yang Berlaku”.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui mutu dari minyak cendana (Santalum album L.) sesuai dengan parameter yang berlaku.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari pengujian ini yaitu diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang minyak cendana dan menginformasikan kepada masyarakat bahwa minyak cendana dari salah satu toko di kota Medan ada yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan SNI dan ada yang tidak memenuhi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Divisi : Spermatophyta Anak divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Monochlamideae Suku/famili : Santalaceae
Marga/genus : Santalum L.
Jenis/spesies : Santalum album L.
2.1.2 Nama Daerah
Cendana (Bali, minangkabau, Sunda), cendani (Jawa) canghanalekek
(Madura), tindana (Katingan), sindana (Tidung), sundana (Sangir), ai nitu (Sumba), kayu ata (Flores), ayu luhi (Gorontalo) domedolu (Buol), kai sarune (Nusa Laut), kasalume (Buru), sandalwood (Santalum album). Tumbuh liar di hutan serta tempat lain yang bertanah kering mengandung kapur, sampai pada ketinggian 1.200 meter. Jantung kayu berwarna kuning, berbau wangi. Kulit kayu tipis, kasar, berwarna kelabu (Harris, 1987).
2.1.3 Deskripsi
Sosok tanaman cendana berupa pohon, tetapi dapat juga tumbuh sebagai semak belukar. meskipun tinggi tanaman cendana dapat mencapai 15 meter dengan diamater batang antara 20-35 cm, tetapi pada umumnya batang pohon berukuran pendek. Perawakan tanaman ini kurang menarik dan tajuk pohonnya tidak terkesan rimbun karena pertumbuhan daunnya memang termasuk jarang (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Kulit kayu cendana tampak tipis, kasar, dan berwarna kelabu. Jantung kayunya berwarna kuning dengan bau atau aroma yang wangi. Daunnya merupakan daun tunggal dengan bentuk bulat memanjang dan kecil serta berwarna hijau. Buahnya berukuran kecil. Dari buah inilah dapat diperoleh biji yang kemudian dapat dipergunakan sebagai bahan untuk perbanyakan atau pembiakan (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Pohon cendana mempunyai ciri-ciri arsitektur tanaman berupa batang monopodial (percabangan dengan satu sumbu utama yang tumbuh terus di ujung dan pada arah yang tetap sama, sedangkan cabang-cabangnya dibentuk satu per satu dari bawah ke atas berselang-seling), mengarah ke atas, pertumbuhan kontinyu. Bunga tumbuh di ujung dan atau ti ketiak daun. Bentuk bunga seperti payung menggarpu atau malai, dengan hiasan bunga seperti tabung, berbentuk lonceng dan panjangnya ± 1 mm, yang pada awalnya berwarna kuning kemudian berubah menjadi merah gelap kecoklat-coklatan (Ariyanti, 2018).
Inti kayu (empulur) cendan keras, serat-seratnya rapat, berwarna cokelat kekuning-kuningan. Gubalnya berwarna putih dan tidak memiliki bau yang khas.
Pembentukan kayu terasnya dimulai pada umur 4-6 tahun dan berbentuk sempurna pada umur setelah 30-80 tahun. Teras kayu cendana ada yang berwarna gelap dan ada pula yang berawarna terang. Teras cendana yang berwarna terang mengandung minyak lebih banyak daripada yang berawarna gelap. Pertumbuhan lingkar batangnya agak lambat yaitu sekitar 1 cm per tahunnya dan pembentukan teras mencapai 1-2 kg per tahunnya (Ariyanti, 2018).
Bentuk buah cendana merupakan buah batu (drupe), jorong, kecil, berwarna merahkihitam-hitaman dengan diameter ± 0,75cm. Pada waktu masak daging kulit buah berwarna hitam, mempunyai lapisan eksocarp (lapisan terluar), mesocarp (lapisan tengah) berdaging, endocarp (lapisan dalam) keras. Buah terletak di ujung ranting berjumlah 4-10 buah. Pohon cendana mulai berbunga dan juga berbuah pada umur 5 tahun serta dan dalam 1 tahun berbuah sebanyak 2 kali (Ariyanti, 2018).
2.1.4 Syarat Tumbuh
Cendana dapat tumbuh pada tanah berketinggian antara 50-1.200 meter diatas permukaan laut. Namun, pertumbuhan yang optimal terjadi pada ketinggian 400-800 meter. Tanaman ini membutuhkan intensitas penyinaran matahari cukup banyak dengan kondisi curah hujan berkisar dengan 1000-2000 mm setiap tahun.
Kondisi tanah yang paling disukai yaitu tanah yang mengandung kapur. Makin kering iklim tempat tumbuhnya, maka mutu kayu cendana yang dihasilkan semakin baik (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Perbanyakan tanaman cendana selain dapat dilakukan melalui biji juga dengan menggunakan stump yang berasal dari tunas akar. Untuk dapat diambil
hasilnya, ternyata tanaman penghasil minyak atsiri ini membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni antara 40-50 tahun. Faktor ini pula yang selama ini menjadi kendala dalam perkembangan tanaman cendana di kalangan masyarakat. Namun demikian, secara spesifik dari aspek komersial, faktor tersebut seharusnyalah dijadikan sebagai tantangan dalam rangka pengembangannya (Lutony dan Rahmayati, 2002).
2.2 Minyak Atsiri
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut minyak atsiri. Misalnya dalam bahasa inggris disebut esensial oils, etherial oils, dan volatile oils. Dalam bahasa indonesia disebut minyak terbang atau minyak kabur karena minyak atsiri mudah menguap dalam keadaan terbuka (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, buah dan biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai aroma tanaman yang menghasilkannya, dan umumnya larut dalam pelarut organik (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Hampir seluruh tanaman penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh di wilayah Indonesia sudah dikenal oleh sebagian masyarakat. Bahkan beberapa jenis tanaman minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, buah atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya, dan umumnya larut dalam pelarut organik (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Berbicara mengenai minyak atsiri, kita tidak lepas dari membahas masalah bau dan aroma, karena fungsi minyak atsiri yang paling luas dan paling umum diminati adalah sebagai pengharum, baik itu sebagai parfum untuk tubuh, kosmetik, pengharum ruangan, pengharum sabun, pasta gigi, pemberi cita rasa pda makanan maupun produk rumah tangga lainnya. Tidak begitu banyak atau hanya beberapa jenis minyak atsiri yang populer digunakan sebagai bahan terapi aroma (Agusta, 2000).
Namun, sifat fisik terpenting minyak atsiri adalah sangat mudah menguap pada suhu kamar sehingga sangat berpengaruh dalam menentukan metode analisis yang digunakan untuk menentukan komponen kimia dan komposisinya dalam minyak asal. Harus digunakan metode analisis yang dapat meminimalkan hilangnya sebagian komponen selama proses analisis berlangsung (Agusta, 2000).
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut minyak atsiri. Misalnya dalam bahasa inggris yaitu essential oils, etherial oils dan volatile oils. Dalam bahasa Indonesia ada yang menyebutnya minyak terbang, bahkan adapula yang menyebut minyak kabur. Mengapa minyak atsiri dikatakan sebagai minyak terbang atau minyak kabur? Tiada lain karena minyak atsiri mudah menguap
apabila dibiarkan begitu saja dalam keadaan terbuka (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Dari sekitar 70 jenis minyak atisiri yang selama ini diperdagangkan dipasar dunia, ternyata 40 jenis diantaranya dapat diproduksi oleh Indonesia.
Namun kenyataannya, sampai dengan tahun 1993 barulah tercatat sekitar 14 jenis minyak atsiri produksi Indonesia yang cukup nyata peranannya sebagai komoditas ekspor. Hal ini tentunya merupakan tantangan karena potensi Indonesia untuk mengembangkan minyak atsiri sebenarnya luar biasa. Peluang pemasaran minyak atsiri juga tidak hanya terbuka untuk pasar luar negeri, melainkan sangat dibutuhkan di dalam negeri (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Di dalam perdagangan internasional masing-masing minyak atsiri memiliki nama dagang tersendiri. Hal ini bergantung pada jenis tanaman yang menghasilkannya. Misalnya, minyak atsiri yang berasal dari tanaman alpukat bernama dagang avocado oil, minyak jahe (ginger oil), minyak akar wangi (vetiver oil), minyak cengkih (clove oil), minyak adas (fennel oil) dan sebagainya
(Lutony dan Rahmayati, 2002).
Apabila dikelompokkan lebih spesifik lagi, karena myak atsiri mempunyai nama dagang yang berbeda-beda sesuai dengan bagian tanaman yang menghasilkannya. Misalnya minyak atsiri pada cengkih dapat diperoleh dari bagian kuntum bunga, tangkai bunga, dan daun. Nama dagang untuk minyak atsiri yang berasal dari kuntum bunga cengkih disebut clove oil, minyak tangkai bunga cengkih clove stem oil, dan minyak daun cengkih clove leaf oil. Demikian pula dengan minyak dari tanaman lain (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Kegunaan minyak atsiri sangat luas dan spesifik, khususnya dalam berbagai bidang industri. Banyak contoh kegunaan minyak atsiri, antara lain dalam industri kosmetik (sabun, pasta gigi, sampo dan losion). Dalam industri makanan digunakan sebagai bahan penyedap atau penambah cita rasa, dalam industri parfum sebagai pewangi dalam produk minyak wangi, dalam industrifarmasi atau obat-obatan (anti nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri), dalam industri bahan pengawet, bahkan digunakan pula sebagai insektisida. Oleh karena itu, tidak heran jika minyak atsiri banyak diburu di berbagai negara-negara lain (Lutony dan Rahmayati, 2002).
2.3 Minyak Cendana
Berdasarkan manuskrip sanskerta dan cina kuno, cendana (Santalum album L.) telah digunakan semenjak 4000 tahun yang lalu. Minyak atsiri yang
diperoleh dari kayu cendana dianggap sebagai barang suci dan selalu digunakan dalam ritual kegamaan. Bangsa mesir kuno telah mengimpor cendana sejak lama untuk digunakan sebagai obat-obatan, pembalseman, dan upacara pembakaran cendana untuk bergabung dengan "Tuhan". Dalam ajaran budha, cendana dianjurkan untuk digunakan saat berhubungan dengan sang budha. Dipercaya bahwa minyak cendana dapat membantu aktivitas spiritual dan menciptakan kedamaian dan kerapkali digunakan dalam upacara kematian untuk membantu menenangkan jiwa yang sedang dilanda kesedihan (Agusta dan Jamal, 2001).
Minyak cendana beraroma sangat wangi terutama dihasilkan dari daun serta batang melalui proses penyulingan. Apabila bahan yang akan disuling
berasal dari batang maka yang dipergunakan berupa serbuk atau irisan jantung kayunya. Rendemen minyak atsiri yang bisa dihasilkan berkisar antara 3-5% dari bahan baku. Minyak cendana berpotensi digunakan untuk industri kosmetika dan obat tradisional kecuali digunakan untuk bahan minyak wangi tersendiri, minyak cendana juga bisa dan sering dipakai sebagai bahan pengikat minyak wangi lain yang berharga mahal seperti violet, cassie, rosse, reseda, dan ambrette (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Meski minyak atsiri yang terkandung pada tanaman cendana terletak di bagian daun dan kayu, tetapi yang dianggap paling baik mutunya dan juga mempunyai rendemen yang relatif tinggi yaitu pada bagian jantung kayunya.
Tidak berbeda dengan minyak atsiri yang lain, cara untuk memperoleh minyak cendana pun dapat dilakukan melalui proses destilasi atau ekstraksi. Proses ini kan menghasilkan cairan minyak yang mengandung senyawa kimia berupa santalol serta seskuiterpen alkohol yang berwarna kuning pucat sampai kuning dan terasa agak lengket (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Di dalam dunia perdagangan, minyak cendana dikenal dengan istilah sandalwood oil. Minyak cendana yang bisa diterima di dalam perniagaan
internasional adalah memiliki kandungan santalol yang lebih besar dari 90%
(Lutony dan Rahmayati, 2002).
Minyak cendana diperoleh dengan cara menyuling serbuk atau irisan jantung kayu. Jauh sebelum saat penyulingan, pohon-pohon cendana yang telah mati dikumpulkan, dibersihkan kulitnya, dibiarkan tergoler di tanah selama beberapa bulan. Kayu bagian luar pohon-pohonnya akan habis dimakan ngengat,
tinggal jantung kayunya yang masih utuh. Jantung kayu itu dijadikan serbuk atau irisan kecil untuk disuling. Karena minyak cendana memiliki titik didih tinggi penyulingan berlasung lama. Rendemen minyak sekitar 3-5% (Harris, 1987).
Spesies cendana (Santalum album Linn) termasuk ke dalam family Santalaceae dikenal sebagai East Indian Sandalwood, merupakan salah satu jenis yang paling tinggi nilai kayu teras dan minyak esensialnya. Selain itu sebagai bahan baku utama pembuatan parfum, minyak cendana dapat digunakan untuk bahan kosmetik, obat-obatan dan aroma terapi. Kayu terasnya banyak digunakan untuk kerajinan seperti patung, ukiran, kipas, tasbih dan rosario (Harris, 1987).
Kualitas minyak cendana ditentukan oleh kandungan α-santalol dan β- santalol merupakan senyawa organik golongan sesquiterpene yang beraroma
khas. Bagian kayu dan akar cendana adalah yang paling potensial sebagai sumber minyak atsiri dengan kandungan 10%. Bagian kayu (teras) batangnya mengandung 4-8%, sedangkan ranting utamanya mengandung minyak atsiri 2- 4%. Tetapi pada cendana yang tumbuh di bagian iklim subtropis, bagian batang adalah yang memiliki kandungan minyak tertinggi, diikuti oleh bagian akar dan ranting. Bagian daun dan pucuk dilaporkan mengandung sekitar 4% minyak atsiri, sedangkan kulit dan batang belum pernah dilaporkan mengandung minyak atsiri.
Buah cendana memiliki kandungan minyak yang jauh berbeda dengan minyak yang berasal dari akar, batang maupun rantingnya. Minyak yang berasal dari buah cendana di dominasi oleh minyak lemak, dan belum pernah dilaporkan mengandung senyawa santalol (Agusta dan Jamal, 2001).
Pada batang atau ranting cendana kandungan minyak atsirinya juga bervariasi. Bagian tengah dari batang cendana (heartwood) adalah yang paling tinggi kandungan minyaknya. Kandungan minyak akan turun secara linier sejalan dengan makin jauhnya jarak dari pusat lingkaran batang. Bagian kayunya yang terluar dari batang (sapwood) memiliki kandungan minyak 70% lebih rendah dibandingkan dengan kayu yang berada pada daerah tengah lingkaran batang (teras). Begitu juga halnya dengan komposisi kimia minyak atsiri yang dihasilkan;
minyak atsiri yang diperoleh dari kayu bagian terluar memiliki kandungan komponen teroksigen (santalol, santalil asetat) 3 %dan hidrokarbon (santalena) 50% lebih rendah dari minyak yang dihasilkan teras batang (Agusta dan Jamal, 2001).
Minyak cendana memiliki kandungan seskiterpena di atas 90% dengan santalol (α- dan β- santalol) sebagai komponen utama. α dan β-santalol merupakan komponen karakteristik yang dijadikan sebagai tolok ukur dari kualitas minyak cendana. Minyak cendana kualitas tinggi disyaratkan harus mengandung senyawa santalol diatas 90% dari total minyak dengan komposisi 45-47% α-santalol dan 20-30% β-santalol (Agusta dan Jamal, 2001).
Santalol adalah komponen karakteristik dari minyak cendana dan telah digunakan sebagai tolok ukur utama untuk menetapkan kualitas minyak atsiri pada cendana. Seperti telah disebutkan diatas bahwa minyak atsiri yang dihasilkan oleh cendana memiliki kandungan senyawa santalol yang bervariasi. Kandungan minyak atsiri dan komposisi α dan β-santalolnya dalam kayu cendana sangat dipengaruhi oleh umur tanaman. Selain faktor umur tanaman, pemilihan bagian
tanaman yang akan diambil minyaknya juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap mutu minyak (Agusta dan Jamal, 2001).
Uniknya, untuk meningkatkan kadar santalol dalam minyak yang telah disuling dapat dilakukan dengan menyimpan minyak tersebut minimal selama 6 bulan. Jika sudah disimpan selama 6 bulan maka akan menunjukkan perubahan warna dari kuning pucat menjadi kuning emas,dan kandungan santalolnya juga mengalami kenaikan, sedangkan kandungan santalil asetat dan santalena mengalami penurunan. Perubahan komposisi selama penyimpanan ini kemungkinan besar disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi pada santalena dan reduksi asetat menjadi turunan alkoholnya sehingga membentuk santalol (Agusta dan Jamal, 2001).
Kualitas minyak cendana ditentukan oleh kandungan α-santalol dan β- santalol. Senyawa α-santalol dan β-santalol merupakan senyawa organik
golongan sesquiterpene yang beraroma khas. Penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa kandungan α-santalol, β-santalol,α-trans-bergametenol, cis- lanceol dan bycyclogermacrene terdapat pada cendana umur 6 tahun di China
selatan (Haryjanto, 2017).
Dalam perdagangan minyak atsiri secara global dikenal beberapa jenis minyak atsiri alami dengan embel-embel sandalwood, yaitu red sandalwood (Pterocarpus santalinus), australian sandalwood (Santalum spicatum) dan west indies sandalwood (Amyris balsamifera). Minyak atsiri yang berasal dari S. album dikenal dengan nama East Indies sandalwood, true sandalwood atau white
sandalwood. Walaupun minyak atsiri tersebut di atas sering digunakan untuk
tujuan yang sama, namun secara kimia berbeda sekali (Agusta dan Jamal, 2001).
Minyak cendana dapat digunakan untuk mengatasi penyakit kencing nanah atau gonorrhea. Penggunaan minyak cendana untuk mengatasi kencing nanah didukung oleh hasil penelitian Okazi dan Oshima (1953) yang menyatakan bahwa minyak cendana memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Selain sebagai antibakteri, minyak cendana juga potensial sebagai antikanker, terutama kanker kulit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwivedi dan Abu-Ghazaleh (1997) (Agusta dan Jamal, 2001).
Tetapi pada cendana yang tumbuh pada iklim subtropis, bagian batang adalah yang memiliki kandungan minyak tertinggi, diikuti oleh bagian akar dan ranting. Bagian daun dan pucuk dilaporkan mengandung minyak atsiri. Buah cendana memiliki kandungan minyak yang jauh berbeda dengan minyak yang berasal dari akar, batang maupun rantingnya. minyak yang berasal dari buah cendana lebih didominasi oleh minyak lemak, dan belum pernah dilaporkan mengandung senyawa santalol (Agusta dan Jamal, 2001).
Minyak cendana digolongkan sebagai salah satu jenis minyak atsiri yang aman untuk digunakan, baik untuk penggunaan secara eksternal maupun internal.
Pernyataan ini didukung juga oleh hasil penelitian Benecia dan Courreges (1999) yang menyatakan bahwa minyak cendana tidak mempunyai sifat yang sitotoksik.
Sitotoksik adalah kualitas menjadi racun bagi sel. Namun Federal Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, merekomendasikan penggunaan minyak cendana dalam makanan maupun dalam minuman tidak boleh lebih dari 0,001%.
Hanya pada beberapa kasus minyak cendana dapat menimbulkan iritasi ringan pada kulit seperti bintik-bintik merah dan iritasi ini tidak berkepanjangan (Agusta dan Jamal, 2001).
Minyak cendana adalah salah satu minyak atsiri yang memiliki sifat sedatif. Sedatif merupakan zat alami atau zat sintetis yang dapat meredakan keaktifan. Dalam kamus kesehatan sedatif adalah zat-zat dalam dosis terapi yang rendah dapat menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Alpha santalol (α-santalol) dan beta santalol (β- santalol) memperlihatkan aktivitas yang kuat dalam mempengaruhi sistem syaraf pusat (Agusta dan Jamal, 2001).
2.4 Standar Mutu Minyak Cendana
Tabel 2.1 Parameter Syarat Mutu Minyak Cendana oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 06-0009-1987 yaitu :
NO Jenis uji Satuan Persayaratan
1 Warna - Kuning pucat
2 Bobot jenis 20°C/ 20°C - 0,965 - 0,977
3 Indeks bias - 1,500 - 1,510
4 Putaran optik 20°C Derajat (-15) - (-20)
5 Bilangan asam - 0,5 - 8,4
6 Bilangan ester - 3,0 - 17,0
7 Kelarutan dalam etanol - 1:5 jernih, seterusnya jernih
2.4.1 Keadaan (warna dan bau)
Manusia menilai segala sesuatu yang ada di sekelilingnya dengan menggunakan panca indera. Metode penilaian suatu komoditas yang menggunakan panca indera disebut penilaian organoleptik uji sensori. Penilaian dengan indera, banyak digunakan untuk menilai mutu komoditas hasil pertanian dan atau pun bahan pangan. Data hasil uji organoleptik ini dianalisis secara statistik dengan menggunakan metode uji kualitatif. Hasil uji yang diperoleh menunjukkan perbedaan pengaruh yang diberikan oleh masing-masing perlakuan (Soekarto, 1981).
2.4.2 Bobot jenis
Bobot jenis atau berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan dari suatu zat terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu ditentukan pada temperatur yang sama. Istilah bobot jenis, dilihat dari definisinya, sangat lemah;
akan lebih cocok apabila dikatakan sebagai kerapatan relatif. Sifat ini merupakan salah satu sifat fisika yang paling sederhana dan sekaligus merupakan salah satu sifat fisika yang paling definitive, dengan demikian dapat digunakan untuk menentukan kemurnian suatu zat. Bobot jenis sering dihubungkan dengan berat komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, semakin pula nilai densitasnya. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri.
Dari seluruh sifat fisika-kimia, nilai bobot jenis sudah sering dicantumkan dalam pustaka (Guenther, 1990).
Bobot jenis dapat ditetapkan menggunakan piknometer. Piknometer adalah wadah yang terbuat dari gelas umumnya berkapasitas 10-100 ml, bersumbat kaca asah dilengkapi dengan termometer, terdapat pipa dengan sisi bertanda yang bertutup kaca asah (Depkes RI, 1980).
2.4.3 Indeks bias
Indeks bias suatu zat (n) adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam hampa udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Harga indeks bias berubah-ubah tergantung dari panjang gelombang cahaya yang digunakan dalam pengukuran. Indeks bias dapat pula didefenisikan sebagai perbandingan sinus sudut datang dengan sinus sudut bias (Depkes RI, 1980).
Alat yang digunakan untuk menentukan indeks bias minyak adalah refrakfotmeter. Penentuan indeks bias minyak pada suhu 25oC, sedangkan untuk lemak pada suhu 40OC. Kecuali dinyatakan lain, indeks bias dinyatakan dengan menggunakan sinar natrium dengan panjang gelombang 589,3 nm pada suhu 20o (Depkes RI, 1979).
Penentuan indeks bias minyak dapat menentukan tingkat kemurnian suatu minyak. Nilai indeks bias minyak akan meningkat pada minyak yang mempunyai rantai karbon panjang dan terdapat sejumlah ikatan rangkap (Sudarmadji, 1989).
2.4.4 Kelarutan dalam etanol
Kelarutan digunakan untuk menyatakan kelarutan zat kimia. Istilah kelarutan dalam pengertian umum kadang-kadang digunakan, tanpa mengindahkan perubahan kimia yang mungkin terjadi pada pelarut tersebut.
Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelatut adalah 20oC, kecuali
dinyatakan lain bahwa 1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut atau berari bahwa 1 g zat padat atau 1 ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut (Depkes RI, 1979).
Karena banyak minyak atsiri larut dalam alkohol dan jarang yang larut dalam air, maka kelarutannya dapat dengan mudah diketahui dengan menggunakan alkohol pada berbagai tingkat konsentrasi. Menentukan kelarutan minyak, tergantung juga pada kecepatan daya larut dan kualitas minyak. Selain itu proses polimerisasi menurunkan daya kelarutan, sehingga untuk melarutkannya diperlukan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi (Guenther, 1990).
BAB III
METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar, Unit Pelayanan Terpadu Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (UPT.
PSMB) Medan yang bertempat di Jalan STM Nomor 17 Kampung Baru, Medan pada tanggal 01 Februari 2019 sampai 01 Maret 2019.
3.2 Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan dalam pengujian ini adalah minyak cendana dari salah satu toko di kota Medan.
3.3 Alat
3.3.1 Bobot Jenis
Neraca Analitik, penangas air yang dilengkapi dengan thermostat, piknometer berkapasitas 5 ml.
3.3.2 Indeks Bias
Cahaya natrium/lampu, refraktometer, water bath.
3.3.3 Putaran Optik
Polarimeter, tabung polarimeter.
3.3.4 Bilangan Asam
Buret, gelas ukur, labu safonifikasi.
3.3.5 Bilangan Ester
Buret, gelas ukur, pipet volum, refluks, water bath.
3.3.6 Kelarutan dalam Etanol
Buret, gelas ukur, tabung reaksi.
3.4 Bahan
3.4.1 Bobot Jenis
Alkohol 70%, akuades, dan minyak cendana.
3.4.2 Indeks Bias
Aseton dan minyak cendana.
3.4.3 Putaran Optik
Larutan sukrosa anhidrat dan minyak cendana.
3.4.4 Bilangan Asam
Etanol 95%, kalium hidroksida, larutan fenol merah dan minyak cendana.
3.4.5 Bilangan Ester
Larutan asam khlorida 0.5 N, larutan etanol 95% yang dinetralkan dengan larutan alkali (kalium hidroksida) dengan menggunakan fenol merah sebagai indikator, larutan fenol merah dalam alkohol (0.4 g fenol merah dalam 100 ml larutan etanol 20%), larutan kalium hidroksida 0.5 N dalam etanol 95% dan minyak cendana.
3.4.6 Kelarutan dalam Etanol
Etanol 70%, larutan pembanding dan minyak cendana.
3.5 Prosedur
3.5.1 Bobot Jenis Sesuai SNI 06-0009-1987
Dicuci dan bersihkan piknometer, kemudian basuh berturut-turut dengan etanol dan dietil eter, dikeringkan bagian dalam piknometer tersebut dengan arus udara kering dan sisipkan tutupnya, dibiarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m), diisi piknometer dengan air suling sambil menghindari adanya gelembung-gelembung udara, dicelupkan piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20oC ± 0.20C selama 30 menit, disisipkan penutupnya dan keringkan piknometernya, dibiarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit, kemudian timbang dengan isinya (m1), dikosongkan piknometer tersebut, cuci dengan etanol dan dietil eter, kemudian keringkan dengan arus udara kering, diisi piknometer dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembung-gelembung udara, dicelupkan kembali piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20oC ± 0.20C selama 30 menit, disisipkan tutupnya dan keringkan piknometer tersebut, dibiarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m2)
Contoh perhitungan :
Bobot jenis
Keterangan :
m = massa piknometer kosong (g)
m1 = massa piknometer berisi air pada 20oC (g)
m2 = massa piknometer berisi contoh pada 20oC (g)
3.5.2 Indeks Bias Sesuai SNI 06-0009-1987
Dialirkan air melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu dimana pembacaan akan dilakukan, dipertahankan suhu dengan toleransi ±20°C, ditaruh di dalam alat minyak tersebut dan harus ada pada suhu yang sama dimana pengukuran akan dilakukan, dilakukan pembacaan jika suhu sudah stabil.
Contoh perhitungan :
Indeks bias ntd = ntd + 0.0003 (t1 - t)
Keterangan :
ntd = Pembacaan yang dilakukan pada suhu pengerjaan t1
0.0003 = Faktor koreksi
3.5.3 Putaran Optik Sesuai SNI 06-0009-1987
Dinyalakan sumber cahaya dan tunggu sampai diperoleh kilauan yang penuh, diisi tabung polarimeter dengan contoh minyak yang sebelumnya telah ditentukan. Usahakan agar tidak terdapat gelembung-gelembung udara di dalam tabung, ditaruh tabung di dalam polarimeter, baca putaran optik dekstro (+) atau levo (-) dari minyak pada skala yang terdapat pada alat, disisipkan pada lubang tengah-tengah, periksalah bahwa suhu minyak dalam tabung adalah 20° ± 1°C.
3.5.4 Bilangan Asam Sesuai SNI 06-0009-1987
Ditimbang 4 g minyak larutkan dalam 5 ml etanol netral ke dalam labu saponifikasi, ditambahkan 5 tetes larutan fenol merah sebagai indikartor, dititrasi larutan dengan kalium hidroksida 0.1 N sampai warna merah muda
Contoh perhitungan :
Bilangan Asam =
Keterangan :
56.1 = Bobot jenis KOH
V = Volume (ml) larutan KOH yang diperlukan
N = Normalitas larutan KOH m = Massa (g) contoh yang diuji
3.5.5 Bilangan Ester Sesuai SNI 06-0009-1987
Ditimbang 4 g ± 0.05 g contoh, masukkan ke dalam erlenmeyer, dilarutkan dengan 5 ml etanol dan tambahan indikator fenol merah, dititrasi larutan tersebut degan KOH 0.1 N sampai warna merah muda, ditambahkan 25 ml larutan KOH 0.5 N dalam alkohol, direfluks selama satu jam di atas penangas air, didiamkan larutan menjadi dingin dan lepaskan kondensor refluks, ditambahkan 5 tetes larutan fenol merah dan netralkan dengan HCl 0.5 N
Contoh perhitungan :
Bilangan ester = x N
Keterangan :
56.1 = Bobot setara HCl
V0 =Volume (ml) larutan HCL yang diperlukan untuk blanko V1 = Volume (ml) larutan HCL yang diperlukan untuk contoh
N = Normalitas HCL
m = massa (g) contoh yang diuji
3.5.6 Kelarutan dalam Etanol Sesuai SNI 06-0009-1987
Ditempatkan 1 ml contoh minyak di dalam tabung reaksi, ditambahkan setetes demi setetes etanol dari kekuatan yang sesuai untuk minyak yang sedang diuji dan kocoklah sampai diperoleh suatu larutan bening, bila larutan tersebut tidak bening, bandingkan kekeruhan yang terjadi dengan kekeruhan larutan pembanding melalui cairan yang sama tebalnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Keadaan (Warna)
Tabel 4.1 Data Pengamatan Keadaan (Warna) Minyak Cendana
Minyak Hasil Syarat Keterangan
Cendana Kuning pucat Kuning pucat Memenuhi Syarat
4.1.2 Bobot Jenis
Tabel 4.2 Data Pengamatan Bobot Jenis Minyak Cendana
Minyak Hasil Syarat Keterangan
Cendana 0,9656 0,965 - 0,977 Memenuhi syarat
4.1.3 Indeks Bias
Tabel 4.3 Data Pengamatan Indeks Bias Minyak Cendana
Minyak Hasil Syarat Keterangan
Cendana 1,505 1,500 - 1,510 Memenuhi Syarat
4.1.4 Putaran Optik
Tabel 4.4 Data Pengamatan Putaran Optik Minyak Cendana
Minyak Hasil Syarat Keterangan
Cendana -1° (-15)° - (20)° Tidak Memenuhi Syarat
4.1.5 Bilangan Asam
Tabel 4.5 Data Pengamatan Bilangan Asam Minyak Cendana
Minyak Hasil Syarat Keterangan
Cendana 1,3494 0,5 - 8,4 Tidak memenuhi syarat
4.1.6 Bilangan Ester
Tabel 4.6 Data Pengamatan Bilangan Ester Minyak Cendana
Minyak Hasil Syarat Keterangan
Cendana 0,55 3,0 - 17,0 Memenuhi syarat
4.1.7 Kelarutan Dalam Etanol
Tabel 4.7 Data Pengamatan Kelarutan dalam Etanol Minyak Cendana
Minyak Hasil Syarat Keterangan
Cendana 1:5 Jernih 1:5 Jernih Memenuhi syarat
4.2 Pembahasan
4.2.1 Warna
Warna dari minyak cendana adalah kuning pucat. Parameter uji yang dilakukan sesuai dengan SNI 06-0009-1987 untuk pengujian minyak cendana memenuhi syarat yaitu kuning pucat.
Untuk meningkatkan kadar santalol dalam minyak yang telah disuling dapat dilakukan dengan menyimpan minyak tersebut minimal selama 6 bulan.
Minyak cendana yang telah disimpan selama 6 bulan menunjukkan perubahan warna dari kuning pucat menjadi kuning emas dan kandungan santalolnya juga mengalami kenaikan, tetapi sampel yang digunakan tidak mengalami perubahan warna. Lama penyimpanan minyak cendana yang digunakan sebagai sampel pengujian tidak sampai 6 bulan (Agusta dan Jamal, 2001).
4.2.2 Bobot jenis
Bobot jenis dari minyak cendana adalah 0,9656. Parameter uji yang dilakukan sesuai dengan SNI 06-0009-1987 untuk pengujian minyak cendana memenuhi syarat yaitu 0,965-0,977.
Bobot jenis atau berat jenis mempengaruhi komponen-komponen penyusun minyak atsiri. Semakin banyak komponen penyusun minyak atsiri, semakin banyak komponen beranti panjang atau senyawa polimer dalam minyak maka akan meningkatkan densitas minyak. Semakin lama waktu penyulingan akan terjadi peningkatan konsentrasi minyak yang disebabkan oleh semakin
banyaknya akumulasi komponen-komponen kimia penyusun minyak atsiri, baik itu senyawa yang bertitik didih tinggi atau rendah (Sebayang, 2011).
4.2.3 Indeks bias
Indeks bias dari minyak cendana adalah 1,505. Parameter uji yang dilakukan sesuai dengan SNI 06-0009-1987 untuk pengujian minyak cendana memenuhi syarat yaitu 1,500-1,510.
Jika minyak tercampur dengan air, maka indeks biasnya akan menjadi rendah. Jika cahaya melewati media kurang padat (udara) ke media lebih padat (minyak), maka sinar akan membelok atau membias dari garis normal. Semakian banyak kandungan airnya, maka semakin kecil indeks biasnya. ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang, namun sebaliknya jika terdapat campuran bahan-bahan yang memiliki berat molekul tinggi maka semakin tinggi pula indeks biasnya (Dahlian dan Hartoyo, 1998).
4.2.4 Putaran optik
Putaran optik dari minyak cendana adalah -1°. Parameter uji yang dilakukan sesuai dengan SNI 06-0009-1987 untuk pengujian minyak cendana tidak memenuhi syarat yaitu (-15°) - (-20°).
Pengujian putaran optik menggunakan polarimeter dan nilainya ditentukan dengan derajat sudut rotasi. Sudut rotasi tergantung tergantung pada kerapatan minyak atsiri. Jika semakin besar kerapatan minyak maka nilai putaran senyawa penyusunnya semakin tinggi sehingga nilai putaran optik semakin besar (Geunther, 1990).
4.2.5 Bilangan asam
Pengujian bilangan asam dari minyak cendana adalah 1,3494. Parameter uji yang dilakukan sesuai dengan SNI 06-0009-1987 untuk pengujian minyak cendana tidak memenuhi syarat yaitu 3,0-17,0.
Hal ini disebabkan oleh terjadinya reaksi samping/hidrolisa dalam proses penyulingan yang dipengaruhi oleh lama waktu penyulingan sehingga nilai bilangan asam tinggi. Untuk meningkatkan mutu minyak cendana dapat dilakukan dengan cara memperpendek waktu penyulingan (Silitonga, 1988).
4.2.6 Bilangan ester
Pengujian bilangan ester dari minyak cendana adalah 0,55. Parameter uji yang dilakukan sesuai dengan SNI 06-0009-1987 untuk pengujian minyak cendana memenuhi syarat yaitu 0,5 - 8,4.
Semakin lama waktu penyulingan semakin besar jumlah uap air panas yang kontak dengan minyak. Kondisi ini mengakibatkan komponen bobot jenis minyak yang dihasilkan bertambah besar. Bilangan ester mempunyai titik didih yang relatif tinggi. Selain itu proses hidrolisa berlangsung lebih lama dan asam yang terbentuk lebih banyak. Dengan demikian bilangan asam lebih tinggi daripada bilangan ester (Silitonga, 1988).
4.2.7 Kelarutan dalam etanol
Kelarutan dalam etanol dari minyak cendana adalah 1:5 jernih. Parameter uji yang dilakukan sesuai dengan SNI 06-0009-1987 untuk pengujian minyak cendana memenuhi syarat yaitu 1:5 jernih.
Untuk meningkatkan mutu minyak cendana hasil penyulingan tersebut agar memenuhi persyaratan SNI mungkin dapat ditempuh dengan cara memperpendek waktu penyulingan atau dengan cara mencampur minyak cendana yang kualitasnya telah memenuhi persyaratan SNI. Hal ini diduga bahwa memperpendek waktu penyulingan akan menghasilkan minyak cendana yang lebih baik mutunya, walaupun rendemennya menurun sehingga kelarutan dalam etanol memenuhi syarat (Dahlian dan Hartoyo, 1998).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pengujian ini menunjukkan mutu dari minyak cendana (Santalum album L.) dari salah satu toko di kota Medan mempunyai warna kuning pucat; bobot jenis 0,9656; indeks bias 1,505; putaran optik -1°; bilangan asam 1,3493; bilangan ester 0,55; kelarutan dalam etanol 70% 1:5. Hal ini menunjukkan mutu dari minyak cendana (Santalum album L.) yang beredar di pasaran ada memenuhi persyaratan SNI 06-0009-1987 dan ada yang tidak memenuhi persyaratan yaitu putaran optik dan bilangan asam.
5.2 Saran
Sebaiknya penelitian selanjutnya melakukan pengujian terhadap zat asing menurut persyaratan mutu SNI pada minyak cendana yaitu lemak, alkohol tambahan, dan minyak pelikan dan pengujian minyak cendana dibuat triplo (3 kali pengujian) agar hasil lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, A. (2000). Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: ITB.
hlm. 1-2.
Agusta, A. dan Jamal, Y. (2001). Fitokimia dan Farmakologi Cendana. Edisi Khusus Masalah Cendana NTT Berita Biologi. Vol 5(5). hlm. 561, 564.
Ariyanti, M. Y. dan Asbur. (2018). Cendana (Santalum album L.) sebagai Tanaman Penghasil Minyak Atsiri. Jurnal Kultivasi. Vol 17(1). hlm. 558, 561.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). (1987). Standar Mutu Cendana. SNI 06- 0009-1987. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional. hlm.1-12.
Dahlian, E. dan Hartoyo. (1998). Pembuatan Minyak Cendana dengan Cara Penyulingan Uap Langsung. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol 15(6).
hlm. 385-387.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1980). Kodeks Kosmetika Indonesia.Volume I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Guenther, E. (1990). Minyak Atsiri Jilid IV B. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Harris, R. (1987). Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta: PT Penyebar Swadaya.
hlm.31-33.
Haryjanto, L. dkk. (2017). Variasi Kandungan Kimia Minyak Cendanan (Santalum album L.) dari berbagai provenas di Indonesia. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. Vol 11(1). hlm. 77-78.
Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: PN Balai Pustaka. hlm. 381-383.
Lutony, T.L. dan Rahmayati, Y. (1994). Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta : Penebar Swadaya. hlm. 1-3, 62-66.
Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. hal. 1-10, 65-68.
Sebayang, E.P.P. (2011). Minyak sereh wangi (Citronella oil) di UKM Sari Murni. Tugas Akhir. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Silitonga, T. (1988). Percobaan Penyulingan Kayu Cendana (Santalum album L.) dari Kupang. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol 5(2). Hlm 80-83.
Sudarmadji, S. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:
Liberti.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Bobot Jenis
Piknometer nomor 10
Berat piknometer kosong : 29,2616
Berat piknometer berisi air : 39,3635
Berat piknometer berisi minyak : 38,7205 Bobot Jenis = =
=
= = 0,9363 gr
Piknometer nomor 25
Berat piknometer kosong : 31,0407
Berat piknometer berisi air : 56,2500
Berat piknometer berisi minyak : 56,1226 Bobot jenis =
=
= 0,9949 gr
=
= 0,9656 gr
Lampiran 2. Perhitungan Bilangan Asam
Bilangan Asam =
=
= 0,5478
= 0,55 Keterangan :
56,1 = bobot setara KOH
V = volume (ml) laruta KOH yanng diperlukan N = normalitas larutan KOH
m = massa dalam gram contoh yang diuji
Lampiran 3. Perhitungan Bilangan Ester
Berat minyak : 4,0243
HCL 0,5 N untuk blanko (ml) : 21,4 HCL 0,5 N untuk sampel (ml) : 21,2 Normalitas HCL : 0,5022 Bilangan ester = x N
=
x 0,484
= 1, 3494 Keterangan :
56,1 = bobot setara HCl
(ml) larutan HCL yang diperlukan untuk blanko
V1 = volume (ml) larutan HCL yang diperlukan untuk contoh N = Normalitas HCL
m = massa (gram) contoh yang diuji
Lampiran 4. Flowsheet Pengujian Bobot Jenis
Dicuci dan dibersihkan Dibasuh dengan etanol
Dikeringkan bagian dalam piknometer dengan udara
Dibiarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m)
Diisi piknometer dengan air suling yang telah dididihkan terlebih dahulu pada suhu 20°C sambil menghindari adanya gelembung udara
Dicelupkan piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20°C selama 30 menit
Dibiarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m1)
Piknometer
Dikosongkan piknometer dan cuci dengan etanol kemudian keringkan
Diisi piknometer dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembung udara
Dicelupkan kembali piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20°C selama 30 menit
Dibiarkan piknometer didalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m2)
Hasil 0,9656
Lampiran 5. Flowsheet Pengujian Indeks Bias
Dialirkan melalui reftraktometer
Diatur suhu dan harus dipertahankan dengan toleransi ± 0,2°C
Ditaruh minyak cendana di dalam alat, minyak harus berada pada suhu yang sama dimana pengukuran akan dilakukan
Dilakukan pembacaan bila suhu sudah stabil
Air
Hasil 1,505
Lampiran 6. Flowsheet Pengujian Putaran Optik
Diisi tabung polarimeter dan diusahakan agar tidak terdapat gelembung-gelembung udara di dalam tabung
Ditaruh tabung di dalam polarimeter, baca putaran optik dekstro (+) atau levo (-) dari minyak pada skala yang terdapat pada alat
Minyak cendana
Hasil -1°
Lampiran 7. Flowsheet Pengujian Bilangan Asam
Ditimbang lalu dilarutkan dalam 5 ml etanol netral pada labu
saponifikasi
Dititrasi larutan tersebut dengan kalium hidroksida 0,1 N sampai warna merah muda
4 gr minyak cendana
Hasil 1,3494
Lampiran 8. Flowsheet Pengujian Bilangan Ester
Ditimbang dan masukkan ke dalam erlenmeyer
Dilarutkan dengan 5 ml etanol Ditambahkan indikator fenol merah
Dititrasi larutan dengan KOH 0,1N samapi warna merah muda
Ditambahkn 25 ml larutan KOH 0,5 N dalam alkohol
Direfluks selama 1 jam di atas penangas air
Diamkan larutan menjadi dingin dan lepas kondensor refluks
Ditambah 5 tetes larutan fenol merah
Dinetralkan dengan HCL 0,5 N 4 gr Minyak cendana
Hasil 0,55
Lampiran 9. Flowsheet Pengujian Kelarutan Dalam Etanol
Ditempatkan di dalam tabung reaksi Ditambahkan setetes demi setetes etanol
Dikocok sampai diperoleh suatu larutan yang bening
Bila larutan tersebut tidak bening, bandingkan kekeruhan yang terjadi dengan kekeruhan larutan
pembanding melalui cairan yang sama tebalnya
1 ml Minyak cendana
Hasil 1:5 jernih
Lampiran 10. Gambar Alat dan Bahan Pengujian
Gambar 1. Sampel minyak cendana
Gambar 2. Piknometer
Lampiran 10. (Lanjutan)
Gambar 3. Timbangan Analitik
Gambar 4 : Polarimeter
Lampiran 10. (Lanjutan)
Gambar 5 : Corong pisah
Gambar 6 : Gelas ukur berisi sampel dan etanol
Lampiran 10. (lanjutan)
Gambar 7 : Labu tentukur yang berisi HCL 0,5 N
Gambar 8 : Batu didih
Lampiran 10. (Lanjutan)
Gambar 9 : Labu alas bulat
Gambar 10 : Indikator Pp
Lampiran 10. (Lanjutan)
Gambar 11: Desikator
Gambar 12 : Hotplate
Lampiran 10. (Lanjutan)
Gambar 13 : Penangas air
Gambar 14 : Alkohol 70%