• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Termal Green Roof sebagai Pendingin Pasif di Iklim Tropis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kinerja Termal Green Roof sebagai Pendingin Pasif di Iklim Tropis."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

Pr oceeding

Semi nar Nasi onal Ther mofl uid VI Yogyakar t a, 29 Apr il 2014

Jur usan Teknik Mesin dan I ndust r i

Fakultas Tekni k UGM ISSN 2355 – 6927

Kinerja Termal Green Roof sebagai Pendingin Pasif di Iklim Tropis

(Investigation of Thermal Performance of Green Roof as Passive Cooling in Tropical

Climate)

Nandy Putra, Wayan Nata Septiadi, Bambang Ariantara, Retsa Anugrah Menteng

Departemen Teknik Mesin FTUI, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI – Depok 16424 Indonesia nandyputra@eng.ui.ac.id

Abstract

Urban heat island refers to a condition where the temperature of urban atmosphere is higher than the temperature of countryside atmosphere due to the reduction of green land and the increase of the solar radiation absorbent material such as asphalt and concrete. Urban heat island led to the increasing use of energy in urban areas with respect to increasing energy consumption for air conditioners. The use of green roof not only replace the green land, but also can reduce energy use due to excessive use of air conditioners. The objective of this study was to determine the thermal performance of green roof as a passive cooling in tropical buildings. This study was conducted in Indonesia with tropical climate and high humidity using a variation of 7 types of green roof. Small-scale models of the type of extensive green roof consisting of vegetation layer, growing medium layer, drainage layer and waterproof layer have been constructed for use in this study. Plants used as vegetation layer are Arachis Pintoi, Chlorophytum sp.,

Carex Morrowii, Ipomoea Batatas, Portulaca Grandiflora, Althenantera Ficoidea and Pennisetum Purpureum Schamah. The best result is obtained from the green roof model with Pennisetum Purpureum Schamah as vegetation layer that can reduce surface temperatures by 13°C compared to without the use of

a green roof. In addition, the green roof are also capable of delaying the achievement of the maximum surface temperature from around 13:30 (without green roof) to around 16:30 (with green roof).

Keywords: urban heat island, green roof, thermal performance, tropical climate.

1. Pendahuluan

Urban heat island adalah sebuah istilah yang

mengacu pada suatu keadaan di mana tingkat kehangatan atmosfer dan permukaan suatu perkotaan yang lebih panas dibandingkan dengan tingkat kehangatan atmosfer dan permukaan daerah di luar kota [1]. Penyebab utama terjadinya urban heat island ini adalah hilangnya atau berkurangnya lahan hijau dan lahan dingin di perkotaan dan semakin banyaknya penggunaan material yang mampu menyerap dan menyimpan kalor seperti aspal dan beton sehingga radiasi matahari tersimpan di dalamnya [2]. Peningkatan temperatur lingkungan di perkotaan ini menyebabkan peningkatan penggunaan alat penyejuk ruangan untuk mendapatkan temperatur ideal baik di perkantoran dan bangunan-bangunan publik maupun di tempat tinggal. Sementara itu, penggunaan alat penyejuk ruangan secara berlebihan dapat menyebabkan pemborosan energi. Sehubungan dengan

urban heat island ini dibutuhkan suatu teknologi yang

dapat menanggulangi masalah lingkungan dan juga masalah penurunan konsumsi energi di perkotaan. Gambar 1 (a) memperlihatkan urban heat island yang terjadi di Atlanta, Amerika Serikat yang diambil menggunakan dengan menggunakan foto termal satelit.

Salah satu teknologi yang beberapa tahun terakhir semakin banyak diteliti adalah green roof. Green roof merupakan sebuah lapisan struktur konstruksi hijau yang berada di atas sebuah bangunan. Green roof

terdiri dari lapisan vegetasi, media tumbuh, lapisan drainase, lapisan anti air, dan lapisan beton yang menjadi dasar atap bangunan [3].

Teknologi green roof sebenarnya bukan merupakan konsep baru. Teknologi ini memiliki sejarah panjang yang berawal dari abad ke-7 di Babylon atau yang sekarang dikenal dengan Iran, yang dibuat oleh Raja Nebukadnezar II yang biasa disebut Taman Gantung Babylonia. Kemudian pada tahun 1960 beberapa negara di Eropa seperti Negara-negara Scandinavia dan Jerman mulai mengembangkan teknologi ini. Jerman merupakan negara di Eropa yang perkembangan teknologi green roof–nya paling cepat dan industrinya dilaporkan bernilai mencapai $77 juta tahun 2008 [4] . Kemudian teknologi ini mulai populer di Amerika Serikat. Saat ini Chicago merupakan kota di Amerika Serikat yang banyak menggunakan green

roof dengan total luas sekitar 5,5 juta kaki persegi pada

tahun 2010 [5]. Green roof diharapkan dapat mengurangi pemanasan bangunan akibat radiasi matahari dan menurunkan konsumsi energi sehubungan dengan penggunaan penyejuk ruangan.

Konsumsi energi perkotaan, terutama di Inggris dan negara-negara berkembang lainnya, sebagian besar digunakan untuk operasional gedung dan berkontribusi terhadap peningkatan emisi CO2 [6]. Sebagian besar

dari konsumsi energi tersebut digunakan untuk penyejuk atau penghangat ruangan. Saat musim panas, temperatur di area black roof yang terpapar sinar matahari secara langsung dapat mencapai 80°C,

(5)

Pr oceeding

Semi nar Nasi onal Ther mofl uid VI Yogyakar t a, 29 Apr il 2014

Jur usan Teknik Mesin dan I ndust r i

Fakultas Tekni k UGM ISSN 2355 – 6927

sedangkan dengan green roof dapat ditekan hingga 27°C [7]. Green roof mendinginkan melalui latent

heat serta peningkatan pemantulan radiasi sinar

matahari.

Wong et al [10] membandingkan efek insulasi dari setiap tanaman yang digunakan sebagai green roof. Mereka memodelkan atap dengan insulasi dan tanpa insulasi dan memperkirakan efek dari setiap tanaman pada setiap atap.

Nichaou, et al. [11] meneliti kinerja green roof pada dua gedung di Athena dan mendapatkan bahwa green

roof mampu menghemat konsumsi energi tahunan

hingga 40-45% untuk pemanasan, 22-45% untuk pendinginan, dan total 31-44%.

Parizotto et al [12] membuat penelitian di Brasil bagian selatan dengan membandingkan 3 atap yaitu atap keramik, atap metalik, dan green roof. Pada musim panas, green roof menunjukkan suhu yang paling rendah pada sekitar jam 14.00 saat suhu lingkungan tertinggi. Pada atap keramik temperatur maksimumnya adalah 57,5°C, pada atap metalik adalah 51,7°C, dan pada green roof temperatur maksimumnya hanya 39,4°C. Sedangkan pada malam hari temperatur eksternal green roof terlihat lebih tinggi dibandingkan atap yang lain. Temperatur terendah pada atap keramik dan atap metalik adalah 20°C dan 19,8°C, dan untuk green roof adalah 21,7°C.

Gambar 1. (a) Foto termal satelit pinggir kota (atas) dan perkotaan (bawah) di Atlanta [13], (b) Green roof

di Perpustakaan Universitas Indonesia [14]

Green roof di daerah tropis khususnya di Indonesia

sendiri masih jarang digunakan dan diteliti. Selain karena kurangnya tenaga ahli green roof di Indonesia, kondisi iklim yang berbeda dengan kondisi iklim kebanyakan green roof digunakan dan diteliti

(subtropis) menjadi kendala yang cukup besar dalam mengembangkan green roof di Indonesia. Meskipun demikian, ada beberapa gedung di Indonesia yang sudah menggunakan green roof sebagai atap. Salah satu contohnya adalah Perpustakaan Universitas Indonesia di Depok yang dapat dilihat pada Gambar 1 (b). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kinerja termal beberapa jenis green roof sebagai pendingin pasif di iklim tropis.

2. Metode

Pada penelitian ini digunakan 7 buah model green roof menggunakan tanaman Arachis Pintoi (kacang pinto), Chlorophytum sp.(lili paris), Carex Morrowii (kucai Jepang), Ipomoea Batatas (ubi jalar), Portulaca

Grandiflora (sutra Bombay), Althenantera Ficoidea

(bayam merah) dan Pennisetum Purpureum Schamah (rumput gajah mini). Kemudian sebagai acuan digunakan sebuah model berupa permukaan tanah tanpa tanaman dan sebuah model berupa wadah kosong tanpa tanah. Pertimbangan yang mendasari pemilihan ini adalah bahwa jenis tanaman tersebut mudah ditemui di Indonesia, tanaman tumbuh menjalar ke samping atau ke atas dengan pertumbuhan yang tidak lebih dari 30 cm, dan tanaman tersebut mampu hidup tanpa perawatan secara teratur sehingga memenuhi syarat sebagai tanaman untuk tipe green

roof ekstensif. Pada Gambar 2. diperlihatkan jenis

tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini.

Gambar 2. Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai lapsan vegetasi model green roof (a) Arachis Pintoi, (b)

Chlorophytum sp, (c) Carex Morrowii, (d) Ipomoea Batatas,

(e) Portulaca Grandiflora, (f) Althenantera Ficoidea, (g) Pennisetum Purpureum Schamah.

Arachis pintoi, ipomoea batatas, dan pennisetum purpureum schamach tumbuh menjalar. Chlorophytum sp., dan carex morrowii tumbuh mirip dengan pennisetum purpureum schamach namun daunnya

tidak menyentuh dan menutupi tanah. Sedangkan

portulaca grandiflora dan althenantera ficoidea tidak

tumbuh menjalar melainkan tumbuh ke atas dan mempunyai daun yang cukup lebat pada setiap

(6)

Pr oceeding

Semi nar Nasi onal Ther mofl uid VI Yogyakar t a, 29 Apr il 2014

Jur usan Teknik Mesin dan I ndust r i

Fakultas Tekni k UGM ISSN 2355 – 6927

batangnya. Kedua tumbuhan ini juga mempunyai maksimum ketinggian tumbuh yang tidak sampai 20-30 cm tiap batangnya.

Model green roof dibuat dari wadah plastik berukuran panjang40 cm, lebar 30 cm dan tinggi14 cm. Setiap model green roof memiliki empat lapisan, yaitu lapisan vegetasi berupa tumbuhan, lapisan media tumbuh berupa lapisan tanah setebal 9 cm, lapisan drainase berupa batu kerikil setebal 4 cm dan lapisan dasar berupa dinding bawah wadah plastik. Lapisan tumbuhan memiliki ketinggian maksimum 30 cm, dan tidak tumbuh melewati lebar wadah yang ada.

Pada setiap model green roof dipasang 3 buah termokopel tipe-K untuk mengukur temperatur lapisan tanah, temperatur drainase dan temperatur permukaan dasar, yang dihubungkan dengan c-DAQ 9172 dan NI 9213 yang di olah dengan menggunakan software Labview. Adapun setup pengujian diperlihatkan pada Gambar 3.

Pengukuran radiasi sinar matahari, kecepatan angin, dan kelembaban udara menggunakan instrumen cuaca dari Davis Instrument, dengan tipe Wireless Vantage Pro 2. Perangkat lunak yang digunakan untuk instrument cuaca ini adalah WeatherLink.

Gambar 3. Skematik pengujian

3. Hasil dan pembahasan

Pada penelitian ini pengujian seluruh model green roof beserta model acuannya yang berupa sebuah model green roof tanpa lapisan tumbuhan dan sebuah wadah kosong dilakukan secara serentak. Pengujian ini dilakukan pada siang hari selama dua hari berturut-turut dari pukul 11.30 hingga pukul 04.30. Kondisi cuaca dan lingkungan pada waktu pengambilan data cukup cerah, meskipun pada pukul 13.00 dan pada pukul 14.00 sampai pukul 15.00 sedikit berawan. Kecepatan angin pada saat itu tidak terlalu tinggi dengan rata-rata 1,17 m/s dengan kecepatan maksimum 4,34 m/s. Kecepatan angin pada siang hari cukup fluktuatif, sedangkan pada malam hari udara cukup tenang di bawah 1 m/s. Kelembaban udara pada saat pengujian alat cukup tinggi, dengan rata-rata 75%, dengan kelembaban maksimum 90% pada pukul 3.00 pagi.

Gambar 4 menunjukkan radiasi matahari dan kelembaban udara saat pengujian dilakukan. Pada pukul 11.40 sampai pukul 12.30 terlihat radiasi cukup besar sampai dengan 943 W/m2. Kemudian besarnya radiasi terus menurun karena pergantian siang ke malam hari. Kelembaban udara saat pengujian dilakukan, terlihat cukup tinggi dengan nilai 71 %.

Kemudian berangsur-angsur turun sampai ke titik minimum 56 % pada pukul 13.40. Dan kemudian kelembaban kembali naik secara perlahan sampai akhir pengujian. Tampak bahwa radiasi matahari dan kelembaban udara mempunyai hubungan yang berbanding terbalik.

Gambar 4 Grafik radiasi dan kelembaban udara

3.1 Profil temperatur

(7)

Pr oceeding

Semi nar Nasi onal Ther mofl uid VI Yogyakar t a, 29 Apr il 2014

Jur usan Teknik Mesin dan I ndust r i

Fakultas Tekni k UGM ISSN 2355 – 6927

Gambar 5 menampilkan profil temperatur pada model tanpa lapisan tanaman. Terlihat data pembanding yaitu temperatur acuan permukaan wadah cukup tinggi dibandingkan dengan temperatur lainnya. Temperatur minimum 23,3°C pada pukul 04.30. Temperatur lapisan tanah pada model atap ini pada siang hari terlihat mempunyai karakteristik yang mirip dengan temperatur lingkungan. Namun pada malam hari terlihat lapisan tanah mempunyai temperatur yang paling rendah di antara lapisan yang lainnya yaitu 22.5°C. Sedangkan temperatur lapisan lainnya terlihat mempunyai temperatur yang sama dengan lingkungan dimulai dari pukul 18.00 sampai 04.30. Pada permukaan dasar wadah temperatur tertinggi 35°C dicapai sekitar pukul 14.00 dan temperatur terrendah yang sama dengan temperatur lingkungan 23,3°C. Tampak bahwa pada model atap tanpa tanaman, selisih temperatur antara permukaan dasar wadah dengan acuan permukaan dasar wadah sekitar 5°C pada siang hari. Lapisan drainase pada siang hari terlihat mempunyai temperatur rata-rata yang lebih rendah dibandingkan temperatur data yang lainnya. Lapisan drainase hanya mencapai temperatur maksimum 34°C pada pukul 16.00. Hal ini terjadi karena dalam pengujian ini lapisan drainase merupakan lapisan yang paling terisolasi dari lingkungan sehingga tidak terpapar oleh radiasi matahari dan radiasi dari rak besi dudukan model green roof. Saat kelembaban udara turun, terlihat temperatur naik. Saat kelembaban udara naik, temperatur semua lapisan terlihat turun.

Gambar 5 Grafik profil temperatur tanah kosong

Pengukuran temperatur pada setiap model green

roof menghasilkan profil temperatur dengan

kecenderungan yang serupa. Di antara semua jenis model green roof yang digunakan pada pengujian ini, yang paling stabil dari sisi fluktuasi temperaturnya adalah model green roof dengan tumbuhan pennisetum purpureum schamach. Hal ini terjadi karena faktor bayangan seperti LAI dengan bentuk daun yang tebal dan menutupi seluruh permukaan tanah sehingga temperatur di bawah tumbuhan tersebut menjadi rendah [15]. Penurunan temperatur permukaan dasar wadah pada semua model green roof terjadi karena

adanya hambatan termal dari lapisan-lapisan yang ada di atasnya. Pada lapisan tumbuhan itu sendiri secara khusus, penurunan temperatur akibat penyerapan panas terjadi karena adanya evapotranspirasi dan adanya pemantulan radiasi cahaya matahari [12]. Menurut Feng, et al. evapotranspirasi berpengaruh sekitar 58,4 % sedangkan pemantulan radiasi cahaya matahari sebesar 30,9 % di China [16]. Sedangkan Schmidt juga mempunyai nilai yang sama di Jerman yaitu 58 % untuk evapotranspirasi dan 39 % untuk pemantulan cahaya matahari [17]. Gambar 6 memperlihatkan profil temperatur pada model green roof dengan lapisan vegetasi pennisetum purpureum schamach.

Gambar 6. Grafik profil temperatur pennisetum

purpureum schamach

Gambar 7. Grafik perbedaan temperatur setiap permukaan dasar dengan acuan permukaan

Gambar 7 memperlihatkan perbedaan temperatur terendah dengan temperatur acuan permukaan dasar adalah tanah kosong untuk setiap model green roof. Perbedaan temperatur tertinggi sebesar 9,4°C terjadi pada pukul 11.40. Untuk perbedaan temperatur yang tertinggi, terdapat pada model green roof dengan tumbuhan pennisetum purpureum schamach. Perbedaan termperatur terbesar adalah 13°C juga pada pukul 11.40. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya lapisan tumbuhan, hambatan termal menjadi semakin bertambah. Seperti yang sudah dijelaskan

(8)

Pr oceeding

Semi nar Nasi onal Ther mofl uid VI Yogyakar t a, 29 Apr il 2014

Jur usan Teknik Mesin dan I ndust r i

Fakultas Tekni k UGM ISSN 2355 – 6927

sebelumnya, bahwa dengan adanya tumbuhan, maka terdapat perpaduan antara evaporasi dari tanah dan transpirasi dari tumbuhan.

3.2 Hambatan termal tanaman

Hambatan termal lapisan tanah, kerikil dan plastik berturut-turut adalah 0,15 W/m.K, 1,3 W/m.K dan 0,1 W/m.K

[18].

Kemudian didapatkan masing-masing hambatan termalnya untuk tanah, kerikil, dan plastik adalah 0,6 m2K/W, 0,031 m2K/W, dan 0,015 m2K/W. Pada grafik terlihat bahwa pennisetum purpureum schamach mempunyai hambatan termal yang paling tinggi dibandingkan yang lainnya yaitu 0,023 m2K/W. Sedangkan yang terendah adalah chlorophytum sp. dengan besar hambatan termal sebesar 0,24 m2K/W. Dengan demikian, tumbuhan pada green roof menjadi hambatan termal terbesar kedua setelah tanah, terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik hambatan termal tumbuhan

4. Kesimpulan

Kinerja termal beberapa model green roof telah berhasil ditentukan. Berdasarkan hasil pengujian model green roof ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan green roof di Indonesia dengan iklim tropis terbukti efektif dalam mengurangi kalor yang masuk, sehingga temperatur di dasar permukaan wadah menjadi lebih rendah. Beda temperatur yang terjadi dengan menggunakan green roof pada permukaan dasar wadah yang tertinggi adalah 13°C dengan menggunakan tumbuhan pennisetum purpureum schamach.

Green roof dapat menunda kenaikan temperatur

permukaan wadah, di mana tanpa menggunakan green

roof temperatur maksimum terjadi pada pukul 13.30.

Sedangkan saat menggunakan green roof, temperatur maksimum terjadi pada pukul 16.30, di mana kelembaban udara mempunyai peran dalam penurunan profil temperatur green roof. Hubungan antara kelembaban udara dan temperatur adalah berbanding terbalik.

Daftar Pustaka

[1] P. James A. Voogt, 2012. [Online]. Available:

http://www.actionbioscience.org/environment/vo ogt.html#fullbio. [Diakses 8 May 2012].

[2] NASA, August 2003. [Online]. Available: http://www.nasa.gov/centers/marshall/news/news /releases/2003/03-140.html. [Diakses 8 May 2012].

[3] T. Theodosiou, “Green Roofs in Building: Thermal and Environmental Behaviour,” dalam

Advances in Building Energy Research,

Earthscan, 2009, p. 273.

[4] CNN Technology, 28 June 2008. [Online]. Available:

http://edition.cnn.com/2008/TECH/science/06/26 /green.roofs/index.html. [Diakses 1 May 2012]. [5] Chicago Office of Tourism and Culture, May

2010. [Online]. Available:

http://explorechicago.org/city/en/about_the_city/ green_chicago/Green_Roofs_.html. [Diakses 1 May 2012].

[6] T. D. M. Ratcliffe, January 2007. [Online]. Available: http://www.cibse.org/pdfs/. [Diakses 1 May 2012].

[7] FibRE - Findings in Built and Rural Environments, “Can Greenery Make Commercial Buildings More Green?,” 2007.

[8] N.H. Wong, “Investigation of thermal benefits of rooftop garden in the tropical environment,”

Building and Environment, pp. 261-270, February 2003.

[9] J. M. K. Lui, Performance evaluation of an extensive green roof, in: Greening Rooftops for Sustainable Communities, Washington DC, 2005. [10] N.H. Wong, “The effects of rooftop garden on energy consumption of a commercial building in Singapore,” Energy and Buildings, pp. 353-364, April 2003.

[11] A. Niachou, “Analysis of the green roof thermal properties and investigation of its energy performance,” Energy and Buildings, vol. 7, pp. 719-729, 2001.

[12] S. Parizotto, “Investigation of green roof thermal performance in temperate climate: A case study of an experimental building in Florianópolis city, Southern Brazil,” Energy and Buildings, March 2011.

[13] NASA, 15 December 2009. [Online]. Available: http://www.nasa.gov/mission_pages/terra/news/h eat-islands.html. [Diakses 15 May 2012]. [14] Skyscrapercity forum, 8 November 2011.

[Online]. Available:

http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t =1405222&page=27. [Diakses 10 May 2012]. [15] N. H. Wong, “Investigation of thermal bene#ts of

rooftop garden in the tropical environment,”

Building and Environment, vol. 38, pp. 261-270,

(9)

Pr oceeding

Semi nar Nasi onal Ther mofl uid VI Yogyakar t a, 29 Apr il 2014

Jur usan Teknik Mesin dan I ndust r i

Fakultas Tekni k UGM ISSN 2355 – 6927

December 2003.

[16] Q. M. C. Feng, “Theoritical and experimental analysis of the energy balance of extensive green roofs,” Energy and buildings, vol. 42, pp. 959-965, June 2010.

[17] M. Schmidt, “Energy savings through the greening of buildings: the example of the institute of physics the Humoboldt University in Berlin,”

World climater & energy event, vol. 1, December

2003.

[18] ASHRAE, ASHRAE Handbook Fundamental 2009, 2009.

Gambar

Gambar 2. Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai  Clapsan vegetasi model green roof (a) hlorophytum sp, (c) Carex Morrowii, (d) Ipomoea Batatas, (e) Portulaca Grandiflora, (f) Althenantera Ficoidea, (g) Arachis Pintoi, (b) Pennisetum Purpureum Schamah
Gambar 3. Skematik pengujian
Gambar 5 Grafik profil temperatur tanah kosong
Gambar 8. Grafik hambatan termal tumbuhan

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan ini menunjukkan bahwa pertambahan karakter morfometrik pembanding lebih lambat dari pada panjang total, sedangkan pada ikan lais danau betina di Sungai Siak

Dengan mengacu pada karakteristik wisatawan Tiongkok yang dijabarkan di atas, beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pelaku wisata di Indonesia untuk menarik lebih banyak

Keluarga selalu mengingatkan klien untuk meminum obat dengan tepat waktu sehingga orang dengan gangguan jiwa (ODGJ selalu mengingat kapan dan berapa butir obat

Satu kajian telah dilaksanakan terhadap komuniti haiwan primat yang menghuni habitat mengalami tahap gangguan berbeza iaitu dari habitat hutan primer kepada habitat hutan yang

Pengabdian kepada masyarakat dengan melakukan: Penyuluhan Hukum Tentang Bahaya Penyalahgunaan Narkotika Kepada Pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1

Transmisi virus Ebola masuk ke dalam tubuh manusia ialah dengan kontak langsung dari darah, sekret tubuh, organ atau cairan tubuh lainnya dari orang yang

Struktur yang ditinjau dalam tugas akhir ini merupakan struktur Four Legged Steel Jacket Platform dengan konfigurasi struktur yang dimodelkan menyerupai struktur

Dan yang ditanyakan adalah luas  PQR , maka dalam hal ini siswa akan terkecoh dalam menentukan sisi mana yang dipakai sebagai alas segitiga, karena kalau kita lihat