BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Teori Utama
II.1.1. Desain Komunikasi Visual
Desain komunikasi visual adalah suatu disiplin ilmu yang bertujuan mempelajari konsep-konsep komunikasi serta ungkapan kreatif melalui berbagai media untuk menyampaikan pesan dan gagasan secara visual dengan mengelola elemen-elemen grafis yang berupa bentuk dan gambar, tatanan huruf, serta komposisi warna serta layout (tata letak atau perwajahan). Dengan demikian, gagasan bisa diterima oleh orang atau kelompok yang menjadi sasaran penerima pesan (Kusrianto, 2007: 2).
Berikut ini adalah empat fungsi desain komunikasi visual (Safanayong, 2006: 3):
- Untuk memberitahu atau memberi informasi (to inform), mencakup: menjelaskan, menerangkan, dan mengenalkan.
- Untuk memberi penerangan (to enlighten), mencakup:
membuka pikiran, menguraikan.
- Untuk membujuk (to persuade), mencakup: menganjurkan (umumnya dalam periklanan), kompoen-komponennya termasuk kepercayaan, logika, dan daya tarik.
- Untuk melindungi (to protect), fungsi khusus untuk desain
kemasan dan kantong belanja.
II.1.2. Gestalt dan Persepsi Visual
Gerakan Gestalt dimulai tahun 1920-an di Jerman dan selama kurang lebih 25 tahun diadakan eksperimen yang mendalam. Teori Gestalt melibatkan masalah atau isu tentang persepsi visual, memori dan asosiasi pikiran dan pengetahuan, psikologi sosial dan psikologi seni.
Gestalt adalah sebuah kata dari bahasa Jerman berarti “bentuk”, tak dapat diterjemahkan ke bahasa Inggris, tetapi secara bebas artinya “utuh” (whole),
“konfigurasi” atau “bentuk”. Dasar pemikiran utama dalam teori Gestalt adalah bahwa eksperimen persepsi visual dan penelitian perlu mempertimbangkan lebih dari sekedar unsur yang terpisah yang menjadikan suatu pengalaman, oleh karena efek total suatu pengalaman visual berbeda dengan efek penghimpunan atau pengumpulan dari bagian-bagian yang terpisah.
Dengan memahami cara orang melihat dan interpretasi informasi visual, desainer dapat mencapai hasil yang lebih dalam memberi makna pada komposisi dan bentuk. Studi tentang prinsip-prinsip persepsi yang telah ditetapkan melalui uji tanggapan pelihat, membuktikan bahwa kecenderungan manusiaadalah melihat dan mengingat stimulus visual dalam bentuk yang paling sederhana. Ketika mata dan otak mengalami suatu obyek atau lingkungan, mereka dapat mengingat kesan (image) dengan pengelompokan informasi visual secara mental menurut karakteristik-karakteristik tertentu dikenal sebagai aturan pengelompokan (grouping laws) Gestalt (Safanayong, 2006: 43-45).
Berikut aturan-aturan dasar mengenai komposisi seni visual, 1-4 sebagai
aturan pengelompokan (grouping laws):
1. Kemiripan (similarity)
Obyek yang mirip satu sama lain cenderung dilihat sebagai kesatuan bentuk.
2. Kedekatan (proximity)
Obyek yang ditempatkan secara berdekatan akan membentuk suatu bentuk.
3. Penutupan (closure)
Suatu bentuk memperlihatkan closure apabila unsur-unsur yang terpisah ditempatkan sebagai suatu kesatuan daripada bagian-bagian yang berlainan.
4. Kontinuitas (continuity)
Kontinuitas terjadi apabila sebagian dari bentuk saling tumpang-tindih atau dalam bentuk bersentuhan. Mata kita mengikuti bentuk yang dominan melintasi bentuk lainnya tanpa terputus.
5. Figur-latar (figure-ground)
Ada kecenderungan untuk menginterpretasi data visual sebagai obyek dengan latar belakang atau lebih tepat figur dengan latar.
II.1.3. Semiotik
Kata semiotik berasal dari kata semeion (bahasa Yunani), yang berarti
tanda, maka semiotika berarti ilmu tanda. Semiotika adalah cabang ilmu yang
berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda
(menciptakan dan menyampaikan makna melalui tanda, berkenaan dengan komunikasi).
Seluruh teori yang berhubungan dengan semiotika atau semiologi mempertegas cara menata susunan tanda dan bagaimana orang menciptakan makna dari susunan tanda. Seluruh tanda adalah sesuatu yang diambil dari kaidah sosial untuk mewakili sesuatu yang berbeda. (Gambar seekor ikan di papan tulis) ini bukan seekor ikan, tetapi sebuah tanda yang melambangkan seekor ikan.
Tanda ---> Arti/Makna
Sekarang coba tutup mata Anda dan bayangkan ikan kemudian tulis atau gambar ikan yang Anda lihat ketika mata anda tertutup (bandingkan, masing-masing pasti berbeda). Selalu ada beragam makna untuk satu tanda. Komunikasi selalu melibatkan penafsiran. Semiotik adalah suatu cara atau teknik untuk mengetahui kemungkinan bagaimana tanda atau lambang ditafsirkan. Jika cabang semiotik lain mempelajari ilmu bahasa atau kata, kita menggunakan semiotik untuk memahami makna dalam komunikasi visual (Safanayong, 2006: 46,48).
Semiotik terdiri atas dua aliran utama:
1. Yang bergabung denga Peirce dan tidak mengambil contoh dari ilmu bahasa.
2. Yang bergabung dengan Saussure dan menganggap ilmu bahasa sebagai pemandu, guru/pengajar.
Tokoh-tokoh semiotika:
1. Ferdinand de Saussure
Seorang Swiss, sebagai peletak dasar ilmu bahasa. Bahasa sebagai gejala,
menurutnya dapat dijadikan objek studi, Saussure memulai dengan studi ini – awal ilmu bahasa. Salah satu titik tolak Saussure adalah bahwa bahasa harus dipelajari sebagai suatu sistem tanda, ilmu bahasa yang dianggap sebagai studi mengenai jenis tanda tertentu mestinya mendapatkan tempat didalam ilmu tanda, ia menyebutnya semiologi. (Kata semiologi atau semiotika sebagai istilah, keduanya mengandung pengertian yang sama).
Bahasa dapat dipahami sebagai suatu sistem signs. Sign adalah bagian interaksi sosial kita sehari-hari. Saussure mengemukakan bahwa unit dasar dari bahasa apa saja adalah sebuah sign atau phoneme. Sebuah sign tersusun dari sebuah signifier (ekspresi suatu gambar, suara atau kata) dan signified (ide dan pemaknaan). Hubungan antara signifier dan signified adalah berubah-ubah.
Saussure lebih memperhatikan struktur (langue) daripada penggunaan bahasa (parole).
2. Charles William Morris
Seorang pragmatis Amerika yang berakar dari Peirce. Tiga dimensi / bagian semiotika Morris yang dominan digunakan dalam komunikasi visual:
- Sintaktik : sign-sign dan hubungan formal dengan sign lainnya, berkenaan dengan keseragaman, keterpaduan sistem/struktur, disiplin, hubungan unsur-unsur, kontiniuitas.
- Semantik : sign dan hubungannya dengan obyek yang dipresentasikan,
berkenaan dengan makna, arti suatu citra visual dan informasi diungkapkan atau diekspresikan.
- Pragmatik : sign dan hubungannya dengan penterjemah, berkenaan
dengan teknis dan praktis, seperti ukuran, material, warna dengan pertimbangan kegunaan, kemudahan, keamanan, kenyamanan.
II.1.4. Grid Systems
Sebuah grid diciptakan sebagai solusi terhadap permasalahan penataan elemen-elemen visual dalam sebuah ruang. Grid systems digunakan sebagai perangkat untuk mempermudah menciptakan sebuah komposisi visual. Melalui grid systems seorang perancang grafis dapat membuat sebuah sistematika guna menjaga konsistensi dalam melakukan repetisi dari sebuah komposisi yang sudah diciptakan, Tujuan utama dari penggunaan grid systems dalam desain grafis adalah untuk menciptakan suatu rancangan yang komunikatif dan memuaskan secara estetik.
Walaupun tidak ada aturan-aturan yang baku mengenai penentuan besarnya margin, namun, pemanfaatan ukuran margin yang tepat dapat memberikan dampak visual terhadap keseluruhan rancangan. Margin yang sama besar akan lebih cepat membosankan, sedangkan ukuran margin yang tidak sama besar dapat menciptakan ruang asimetris yang lebih dinamis.
Sebagai catatan, grid systems sangat diperlukan sebagai dasar pola dalam menyusun huruf dan gambar dalam jumlah yang banyak, seperti buku, brosur, katalog, surat kabar, dan majalah. Untuk rancangan yang berjumlah satu halaman atau sedikit, penerapan grid systems kadang sering diabaikan.
Grid systems dalam sebuah rancangan grafis digunakan sesuai dengan
kebutuhan komposisi, ada yang hanya menggunakan satu buah kolom vertikal
hingga multi kolom yang menggunakan dua titik koordinat X dan Y (horisontal- vertikal). Sebagai catatan, penggunaan grid systems jangan dijadikan sebagai sebuah limitasi dalam menerapkan sebuah komposisi, melainkan difungsikan sebagai perangkat bantu dalam memonitor setiap penempatan elemen-elemen visual pada sebuah bidang rancangan (Sihombing, 2001: 87,89-90).
II.1.5. Komposisi
Untuk menghasilkan sebuah karya desain grafis yang bagus, perlu diperhatikan masalah komposisi. Komposisi adalah pengorganisasian unsur-unsur rupa yang disusun dalam karya desain grafis secara harmonis antara bagian dengan bagian, maupun antara bagian dengan keseluruhan. Komposisi yang harmonis dapat diperoleh dengan mengikuti kaidah atau prinsip-prinsip komposisi yang meliputi kesatuan (unity), keseimbangan (balance), irama (ritme), kontras, fokus (pusat perhatian), serta proporsi (Kusrianto, 2007: 34-35,38,41-43).
II.1.5.1. Prinsip Komposisi 1. Kesatuan
Kesatuan atau unity merupakan salah satu prinsip yang menekankan pada keselarasan dari unsur-unsur yang disusun, baik dalam wujudnya maupun kaitannya dengan ide yang melandasinya.
Kesatuan diperlukan dalam suatu karya grafis yang mungkin
terdiri dari beberapa elemen di dalamnya. Dengan adanya
kesatuan itulah, elemen-elemen yang ada saling mendukung sehingga diperoleh fokus yang dituju.
2. Keseimbangan
Keseimbangan atau balance merupakan prinsip dalam komposisi yang menghindari kesan berat sebelah atas suatu bidang atau ruang yang diisi dengan unsur-unsur rupa.
Keseimbangan dapat dibagi menjadi dua yaitu, simetris- asimetris dan memusat-menyebar.
3. Irama
Irama atau ritme adalah penyusunan unsur-unsur dengan mengikuti suatu pola penataan tertentu secara teratur agar didapatkan kesan yang menarik. Penataannya dapat dilaksanakan dengan mengadakan pengulangan maupun pergantian secara teratur.
4. Kontras
Kontras di dalam suatu komposisi diperlukan sebagai vitalitas agar tidak terkesan monoton. Tentu saja, kontras ditampilkan secukupnya saja karena bila terlalu berlebihan, akan muncul ketidakteraturan dan kontradiksi yang jauh dari kesan harmonis.
5. Fokus
Fokus atau pusat perhatian selalu diperlukan dalam suatu
komposisi untuk menunjukkan bagian yang dianggap penting
dan diharapkan menjadi perhatian utama. Penjagaan keharmonisan dalam membuat suatu fokus dilakukan dengan menjadikan segala sesuatu yang berada di sekitar fokus mendukung fokus yang telah ditentukan.
6. Proporsi
Proporsi adalah perbandingan ukuran antara bagian dengan bagian dan antara bagian dengan keseluruhan. Prinsip komposisi tersebut menekankan pada ukuran dari suatu unsur yang akan disusun dan sejauh mana ukuran itu menunjang keharmonisan tampilan suatu desain.
II.1.5.2. Hierarki
Ketika diperlihatkan suatu desain, kesan pertama yang terlihat secara keseluruhan adalah sesuatu yang banyak sekali. Gambar bergabung dengan tipografi membentuk suatu layout pada suatu halaman. Kita cenderung melihat unsur-unsur dalam hal foreground-background atau ruang positif-negatif. Ketika terbentuk foreground, middle ground, dan background maka pembaca mulai untuk masuk ke dalam bagian dengan mengartikan informasi yang ditampilkan. Seorang desainer harus memberikan petunjuk kemana arah pertama kali melihat.
Desain grafis adalah suatu tindakan menyeimbangkan. Dengan
menggabungkan dua elemen utama, tipografi dan gambar, desainer dapat
mengontrol bagaimana informasi yang ingin disampaikan. Dalam sampul
buku, judul berperan paling penting dan menonjol. Namun pada buku nonfiksi, judul tidak terlalu berperan penting karena subjudul dapat menjelaskan, warna dari subjudul dapat lebih terlihat.
Cara untuk menciptakan kontras adalah dengan ukuran dan skala, warna, harmoni dan tekanan, kejelasan dan konsistensi, letak, bentuk, dan tingkatan. Salah satu cara untuk menciptakan hirarki dengan penggunaan skala. Objek yang lebih besar adalah yang objek pertama yang terlihat dalam suatu komposisi. Hal tersebut dapat digantikan dengan faktor lain, objek yang lebih kecil dengan warna lebih terang atau diletakkan di tempat yang ganjil dapat menarik perhatian kita.
Bentuk yang tak berbentuk juga dapat menarik perhatian ketika diletakkan terhadap bentuk geometris. Ukuran yang sangat besar atau sangat kecil, gelap atau terang juga berpengaruh. Arah diagonal, yang tidak tegak lurus atau mendatar dalam bidang memandu and memberi petunjuk seperti panah.
Warna yang kontras berperan sangat penting, warna putih dengan ukuran kecil yang berada di bidang warna hitam dapat menuntun.
Ketidaknormalan di dalam suatu pengulangan juga akan membuat sesuatu menonjol. (Landa, 2007: 178-181)
II.1.6. Tipografi
Legibility berhubungan dengan kemudahan mengenali dan membedakan
masing-masing huruf/karakter. Legibility menyangkut desain/bentuk huruf yang
digunakan. Suatu jenis huruf dikatakan legible apabila masing-masing huruf/karakter- karakternya mudah dikenali dan dibedakan dengan jelas satu sama lain (Rustan, 2011:74).
Readibility berkaitan dengan tingkat keterbacaan suatu teks. Teks yang readible berarti keseluruhannya mudah dibaca. Apabila legibility lebih membahas kejelasan karakter satu-persatu, readibility tidak menyangkut huruf/karakter satu persatu, melainkan keseluruhan teks yang disusun dalam suatu komposisi (Rustan, 2011:74).
II.1.6.1. Pengukuran Ruang Tipografi
Istilah spasi sering digunakan dalam pekerjaan pengetikan naskah.
Pengertian istilah ini sebenarnya adalah berupa interval antarelemen tipografi yang mencakup (Sihombing, 2001: 24-25):
1. Jarak Antarkata
Teknik tradisional yang digunakan untuk pengukuran ruang jarak antarkata adalah penyisipan potongan metal yang diletakkan di antara huruf yang satu dan yang lain. Potongan metal ini disebut quad. Sebuah quad berbentuk persegi empat yang merupakan kotak sebesar ukuran huruf. Quad memiliki satuan yang disebut em. Ukuran setengah dari em adalah en. Apabila huruf dengan ukuran 10 pt maka em-quad-nya berukuran 10 pt x 10 pt.
2. Jarak Antarhuruf
Pengukuran jarak antarhuruf (kerning) dalam phototypesetting
dan digital composition dihitung dengan sistem unit. Sistem ini tidak memiliki acuan pengukuran yang tetap, dalam pengertian bahwa unit memiliki nilai yang berbeda-beda tergantung kepada sistem yang digunakan. Em merupakan kotak seukuran besarnya huruf, kemudian bila kotak ini dibagi menjadi beberapa segmen yang sama besar, maka setiap segmen ini disebut unit. Sebuah huruf ‘U’ dapat memiliki lebar 12 unit, sementara huruf ‘t’ dapat memiliki lebar 6 unit.
3. Jarak Antarbaris
Pengukuran jarak antarbaris (leading) dihitung dengan menggunakan satuan point. Teknik tradisional memakai lembaran metal yang disisipkan diantara baris. Lembaran metal ini memiliki ketebalan yang beragam.
II.1.6.2. Keluarga Huruf
Menurut Danton Sihombing (2001: 28-32) perbedaan tampilan yang pokok dalam keluarga huruf dibagi menjadi tiga bentuk pengembangan, yaitu:
a. Berat
Perubahan berat dan struktur bentuk dasar huruf terletak pada
perbandingan antara tinggi dari huruf yang tercetak dengan lebar
stroke. Bila ditinjau dari berat huruf, maka anggota dari
keluarga huruf ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok pokok,
yaitu: light, reguler, dan bold. Setiap anggota keluarga huruf
baik light, reguler, dan bold memiliki kesamaan ciri fisik, namun dengan tampilnya perbedaan berat dapat memberikan dampak visual yang berbeda.
b. Proporsi
Perbandingan antara tinggi huruf yang tercetak dengan lebar dari huruf itu sendiri dapat dibagi menjadi tiga kelompok bila ditinjau dari perbandingan proporsi bila ditinjau dari perbandingan proporsi terhadap bentuk dasar huruf tersebut.
Pembagiannya adalah condensed, reguler, dan extended.
Kelompok huruf-huruf condensed dapat terakomodasi lebih banyak dalam sebuah bidang atau ruang. Namun, huruf-huruf ini apabila dicetak untuk keperluan naskah dalam jumlah yang panjang akan dapat melelahkan mata.
c. Kemiringan/Italic
Huruf yang tercetak miring dalam terminologi tipografi disebut italic. Huruf italic ini biasanya digunakan untuk memberikan penekanan pada sebuah kata. Disamping itu, huruf-huruf ini juga dipakai untuk menunjukan istilah atau kata yang berasal dari bahasa asing. Umumnya, huruf italic digunakan untuk teks dalam jumlah yang tidak terlalu panjang, seperti untuk keterangan gambar (caption), highlight dari naskah (copyblurb) serta kadang juga digunakan sebagai headline atau sub-head.
Sudut kemiringan terbaik adalah 12 derajat. Mata akan sukar
mengidentifikasikan huruf italic apabila sudut kemiringan lebih kecil dari 12 derajat. Sebaliknya, apabila sudut kemiringan lebih besar dari 12 derajat, akan mempengaruhi keseimbangan bentuk huruf.
II.1.6.3. Klasifikasi Huruf
Alexander Lawson memperkenalkan klasifikasi huruf yang di- kelompokkan berdasarkan sejarah dan bentuk huruf (Rustan, 2011: 46-50):
1. Black Letter
Desain karakter Black Letter dibuat berdasarkan bentuk huruf dari tulisan tangan yang populer pada masanya (abad pertengahan) di Jerman (gaya Gothic) dan Irlandia (gaya Celtic).
Ditulis menggunakan pena berujung lebar sehingga menghasilkan kontras tebal-tipis yang kuat. Untuk menghemat media (kertas/kulit), karakter ditulis berdempet-dempetan, sehingga hasil keseluruhannya berkesan gelap, berat dan hitam.
Inilah awal mula istilah Black Letter.
2. Humanist
Di Italia, orang tidak menggunakan typeface bergaya Black
Letter, melainkan Roman/Romawi kuno yang negative space-
nya cukup banyak sehingga tulisan tampak lebih terang dan
ringan, karenanya gaya Humanist mendapat julukan White
Letter. Humanist mulai muncul tahun 1469, kelompok typeface
ini diberi nama demikian karena memiliki goresan lembut dan organic seperti tulisan tangan. Disebut juga Venetian karena jenis huruf Humanist pertama dibuat di Venisia, Italia.
3. Old Style
Kemahiran dan tingkat akurasi para pembuat huruf makin lama makin meningkat, buku cetakan makin banyak, kebutuhan akan bentuk huruf yang mirip tulisan tangan makin berkurang.
Faktor- faktor itu mendorong munculnya gaya baru di abad 15:
Old Style. Karakter-karakter pada kelompok typeface ini presisi, lebih lancip, lebih kontras dan berkesan lebih ringan, menjauhi bentuk-bentuk kaligrafis/ tulisan tangan. Gaya Old Style mendominasi industri percetakan selama kurang lebih 200 tahun.
4. Transitional
Pada abad 17 muncul kelompok typeface dengan gaya baru yang dibuat berdasarkan perhitungan secara ilmiah dan prinsip- prinsip matematika, makin menjauh dari sifat kaligrafis/tulisan tangan. Gaya Transitional pertama diciptakan sekitar tahun 1692 oleh Philip Grandjean, dinamakan Roman du Roi, atau typeface Raja, karena dibuat atas perintah Raja Louis XIV.
Kelompok ini disebut Transitional karena berada antara Old
Style dan Modern.
5. Modern
Dinamakan modern karena kemunculan typeface ini pada akhir abad 17, menuju era yang disebut Modern Age, sehingga diberi nama Modern. Ciri-cirinya hampir lepas sama sekali dari sifat kaligrafis typeface pendahulunya.
6. Slab Serif
Muncul sekitar abad 19, kelompok bergaya Slab Serif awalnya digunakan sebagai display type untuk menarik perhatian pembaca poster iklan dan flier. Disebut juga Egyptian karena bentuknya yang berkesan berat dan horisontal, mirip dengan gaya seni dan arsitektur Mesir Kuno.
7. Sans Serif
Jenis huruf berciri Sans Serif (yang artinya: tanpa serif) mulai muncul tahun 1816 sebagai display type dan sangat tidak populer di masyarakat karena pada saat itu dianggap tidak trendi sehingga dinamakan Grotesque, yang artinya lucu/aneh.
Contohnya Akzidenz- Grotesk. Sans Serif mulai populer pada awal abad 20, saat para desainer mencari bentuk-bentuk ekspresi baru yang mewakili sikap penolakan terhadap nilai-nilai lama, yaitu pengkotakan masyarakat dalam kelas-kelas tertentu.
Gerakan yang disebut dengan Modern Art Movement ini mulai
menghapus dekorasi dan hiasan berlebihan pada desain, yang
pada saat itu dianggap menyimbolkan golongan kaya dan
penguasa. Sans Serif dibagi lagi menjadi tiga kelompok, yaitu Grotesque, Geometric, Humanist Sans Serif yang muncul sebelum abad 20 masuk dalam golongan Grotesque. Contoh:
Helvetica, Univers, Akzidenz Grotesk. Geometric Sans Serif memiliki bentuk yang geometris mendekati bentuk-bentuk dasar/basic shapes (segi empat, segi tiga, lingkaran).
Mengekspresikan masyarakat industri dan mekanis.
8. Script dan Cursive
Script dan Cursive bentuknya didesain menyerupai tulisan tangan, ada yang seperti goresan kuas atau pena kaligrafi. Kalau Script huruf- huruf kecilnya saling menyambung, sedangkan Cursive tidak. Script maupun Cursive didesain untuk digunakan dalam teks yang memadukan huruf besar-kecil, bukan huruf besar semua.
9. Display
Kelompok bergaya Display pertama muncul sekitar abad 19 dan
semakin banyak karena teknologi pembuatan huruf yang
semakin murah. Saat itu jenis huruf Display sangat dibutuhkan
dunia periklanan untuk menarik perhatian pembaca. Display
type dibuat dalam ukuran besar dan diberi ornamen-ornamen
yang indah. Yang diprioritaskan bukan legibility-nya melainkan
keindahannya. Kelompok Display/Dekoratif ini juga mewakili
segala typeface yang tidak termasuk ke dalam kategori yang
lain, baik itu typeface lama maupun baru.
II.1.7. Warna
Color is a visual sensation that involves three elements: a light source, an object, a viewer (Dameria, 2008: 60). Secara visual, warna memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi citra orang yang melihatnya. Masing-masing warna mampu memberikan respons secara psikologis. Molly E. Holzschlag, seorang pakar tentang warna, dalam tulisannya “Creating Color Scheme” membuat daftar mengenai kemampuan masing-masing warna ketika memberikan respons secara psikologis kepada pemirsanya, sebagai berikut (Kusrianto, 2007: 46-47):
Warna Respons Psikologis yang mampu ditimbulkan
Merah Kekuatan, bertenaga, kehangatan, nafsu, cinta, agresifitas, bahaya.
Biru Kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi,, kebersihan, perintah.
Hijau Alami, kesehatan, pandangan yang enak, kecemburuan, pembaruan.
Kuning Optimis, harapan, filosofi, ketidak jujuran/kecurangan, pengecut, pengkhianatan.
Ungu Spiritual, misteri, keagungan, perubahan bentuk, galak, arogan.
Orange Energi, keseimbangan, kehangatan.
Coklat Bumi, dapat dipercaya, nyaman, bertahan.
Abu-abu Intelek, futuristik, modis, kesenduan, merusak.
Putih Kemurnian/suci, bersih, kecermatan, innocent (tanpa dosa), steril, kematian.
Hitam Kekuatan, seksualitas, kemewahan, kematian, misteri, ketakutan, ketidakbahagiaan, keanggunan.
Menurut Eiseman (2000), orang-orang yang tinggal lebih dekat dengan garis khatulistiwa cenderung digambarkan dalam warna-warna hangat atau cerah.
Warm Colors adalah warna merah, kuning, peralihan warna dari merah ke kuning (oranye, coklat, burgundy, pink) Memiliki kesan yang agresif, energic, bergairah.
Warna ini menarik perhatian mata lebih dari kelompok warna lainnya karena sifatnya yang membangkitkan adrenalin (Chijiiwa,1987).
II.1.7.1. Playful color
As uninhibited as the kids who love them, these extroverted
brights are for the kids within all of us. A mix of vibrant warms and cools
from every color family, their intense vitality expresses movement,
activity, exuberance. and above all, unrestrained joy (Eiseman, 2000: 90).
II.1.7.2. Pencampuran Warna
Dua cara pencampuran warna yang diterapkan dalam berbagai perangkat input dan output, yaitu (Dameria, 2008: 61):
1. Warna Additive
Pencampuran warna additive adalah pencampuran warna primer cahaya yang terdiri atas warna red, green, dan blue dimana pencampuran ketiga warna primer dengan jumlah yang sama akan menghasilkan warna putih. Kombinasi antara dua warna primer
Gambar 2.1. Warna playful
sumber: Pantone – Guide to Communicating with Color
akan menghasilkan warna sekunder. Warna sekunder tersebut yaitu: Cyan (gabungan warna green dan blue), magenta (gabungan warna blue dan red) dan yellow (gabungan warna red dan green). Prinsip pencampuran warna additive diterapkan pada monitor, TV, video, scanner.
2. Warna Subtractive
Warna sekunder dari warna additive, namun secara material warna subtractive berbeda dengan warna additive. Warna additive dibentuk dari cahaya, sedangkan warna subtractive dibentuk dari pigment warna yang bersifat transparan. Tinta cetak adalah contoh dari pencampuran warna subtractive. Warna subtractive terdiri atas Cyan, Magenta, dan Yellow. Secara teori pencampuran ketiga warna subtractive akan menghasilkan warna hitam, tetapi kenyataan di lapangan adalah warna coklat tua (karena keterbatasan pigment tinta cetak), oleh sebab itu ditambahkan warna hitam (black dinyatakan dengan symbol K berasal dari kata Key) untuk menambah kepekatannya. Saat ini warna CMYK menjadi warna standard dalam proses cetak separasi warna di industry grafika.
II.1.7.3. Dimensi Warna
Ada tiga macam dimensi warna (Eiseman, 2000: 10):
1. Hue, memiliki pengertian yang sama dengan warna dan
istilahnya bisa digunakan secara bergantian. Merah, kuning, dan biru merupakan warna primer. Hijau, orange, dan ungu merupakan warna sekunder. Dan warna tersier merupakan hasil pencampuran dari dua warna sekunder.
2. Saturation (chroma) adalah tingkat intensitas dari warna.
Saturation ditentukan oleh seberapa banyak tingkat keabu-abuan sebuah warna. Semakin sedikit tingkat abu-abu sebuah warna, tingkat saturasinya semakin tinggi. Dan warna-warna ini dideskripsikan sebagai warna yang bersih, murni, brilian, cerah, kaya, berani/tegas, hidup/bersemangat, dan warna yang sejati. Warna yang lebih abu-abu atau lebih netral, tingkat saturasinya semakin rendah. Dan warna-warna ini dideskripsikan sebagai warna yang lembut, pucat, halus, berkabut, pudar, dan berdebu.
3. Value merupakan tingkat terang dan gelap sebuah warna. Value yang terang disebut tint, value yang gelap disebut bayangan, dan value yang sedang dideskripsikan sebagai midtone. Variasi pengaturan dari terang ke gelap disebut ”value pattern”.
II.1.7.4. Fungsi Warna
Penerapan warna pada karya memiliki fungsi, menurut Darmaprawira (2002: 120) yaitu:
1. Warna pada karya seni rupa memiliki fungsi:
Estetik, simbolik, ekspresi, ungkapan perasaan, personal expression.
2. Warna pada karya desain memiliki fungsi:
- Praktis; fungsi terlihat yang ditangkap oleh indra penglihatan manusia dari sebuah objek, menghibur dan menggugah.
Contoh:
Secara kasat mata terlihat mencolok, lingkaran warna diatas hitam dengan tipografi yang mempunyai perbedaan ukuran huruf dan warnanya.
- Komunikasi (Estetik, simbolik, personal taste); fungsi tidak kasat mata dari sebuah objek yang memiliki nilai berkenaan dengan visualnya, menyampaikan pesan tersirat.
Contoh:
Lingkaran warna, tipografi menyiratkan isi dari buku yaitu:
berhubungan, penjelasan, psikologis tentang warna.
Gambar 2.2. fungsi praktis
sumber: cover buku teori dan kreativitas penggunanya
Gambar 2.3. fungsi komunikasi
sumber: cover buku teori dan kreativitas penggunanya
II.1.8. Ilustrasi
Ilustrasi adalah unsur penting dalam dimensi visual, karena selain mempunyai kekuatan bercerita, juga menambah unsur estetik dan daya tarik.
Walau input verbal atau teks memang sangat penting, tetapi dengan kekuatan gambar visual, sebuah informasi dapat diperjelas, didramatisir dan atraktif sehingga unsur jenuh dan kaku dapat diminimalisir (Salisbury, 2004).
Ilustrasi digunakan untuk membantu mengkomunikasikan pesan dengan tepat, cepat, serta tegas, dan merupakan terjemahan dari sebuah judul. Ilustrasi tersebut diharapkan bisa membentuk suatu suasana penuh emosi, dan menjadikan gagasan seakan-akan nyata. Ilustrasi sebagai gambaran pesan yang tidak terbaca, namun bisa menguraikan cerita, berupa gambar dan tulisan, yaitu bentuk grafis yang memikat. Dengan ilustrasi maka pesan menjadi lebih berkesan, karena pembaca akan lebih mudah mengingat gambar daripada kata-kata (Artini Kusmiati, 1999: 44).
Hasil penelitian Seth Spaulding (Sudjana, 2001:12) menyimpulkan ilustrasi gambar sebagai berikut:
1. Ilustrasi gambar merupakan perangkat pelajaran yang sangat menarik minat belajar siswa.
2. Ilustrasi gambar membantu siswa membaca dalam penafsiran dan mengingat isi materi teks yang menyertainya.
3. Pada umumnya anak-anak lebih menyukai setengah atau sehalaman penuh bergambar disertai beberapa petunjuk yang jelas.
4. Ilustrasi gambar harus dikaitkan dengan kehidupan yang nyata, agar minat para
siswa menjadi efektif.
5. Ilustrasi gambar hendaknya ditata sedemikian rupa.
II.1.9. Buku
II.1.9.1. Pengertian Buku
Ensiklopedi Indonesia (1980: 538) memberikan pengertian buku secara lebih luas dengan menyebutkan bahwa: buku mencakup semua tulisan dan gambar yang ditulis dan dilukis atas segala macam lembaran papirus, lontar, perkamen dan kertas dengan segala bentuknya: berupa gulungan, dilubangi dan diikat dengan atau dijilid muka belakangnya dengan kulit, kain, karton dan kayu.
II.1.9.2. Anatomi Buku
Anatomi dalam sebuah buku antara lain (Iyan Wibowo, 2007):
1. Kover Buku (Sampul Buku)
- Kover depan: Kover sangat mempengaruhi daya tarik sebuah buku, sebab persepsi awal terhadap buku ada di sini.
Kover depan biasanya berisi judul, nama penulis, nama pemberi pengantar atau sambutan, serta logo dan nama penerbit.
- Kover belakang: Biasanya berisi judul buku, sinopsis,
biografi penulis, ISBN (International Standard Book
Number) berserta barcode-nya, dan alamat penerbit
sekaligus logonya.
- Punggung buku: Punggung buku berisi nama pengarang, nama penerbit, dan logo penerbit.
- Endorsement: Semacam dukungan atau pujian terhadap buku dari pembaca atau ahli atau orang terkenal untuk menambah daya pikat buku yang ditulis di kover buku atau kover belakang.
- Lidah kover (jarang ada, buku tertentu saja): Biasanya berisi foto beserta riwayat hidup pengarang dan atau ringkasan buku yang dihadirkan untuk kepentingan estetika dan keeksklusifan buku.
2. Halaman Preliminaries (halaman pendahulu)
- Halaman judul: Halaman ini berada di halaman awal, setelah kita membuka cover buku, antara lain berisi judul, subjudul, nama penulis, nama penerjemah, nama penerbit, dan logo.
- Hak cipta (copyright)
- Halaman tambahan: Halaman ini biasanya berisi motto dan atau ucapan terima kasih dari penulis.
- Sambutan
- Kata pengantar: Kata pengantar berisi sedikit ulasan
atas buku atau ulasan atas penulis, yang ditulis penerbit atau
siapa pun yang berkompeten dan berkaitan dengan isi buku.
- Prakata: Prakata ditulis sendiri oleh penulis sebagai pemandu sebelum pembaca memasuki materi atau isi buku.
Prakata biasanya berisi uraian tentang tujuan serta metode penulisan.
- Daftar isi: Memudahkan pembaca mencari halaman isi yang berkaitan dengan tema tertentu dari materi buku.
3. Halaman Isi Buku
- Judul bab: Biasanya, jenis beserta ukuran font (font size, lebih besar) judul bab dibuat berbeda dengan judul subbab apalagi dengan isinya).
- Penomoran bab
- Alinea
- Penomoran teks - Perincian
- Kutipan
- Ilustrasi
- Tabel: Penempatan tabel harus berdekatan dengan materi yang berkaitan. Jika tidak memungkinkan karena menyesuaikan lay out, sebaiknya diberi nomor.
- Judul lelar: Judul lelar biasanya ditempatkan di atas
atau di bawah teks, kadang diletakkan bersebelahan dengan
nomor halaman buku. Judul lelar biasanya berisi judul buku (pada setiap halaman genap) dan judul bab atau nama pengarang (pada setiap halaman ganjil).
- Inisial: Inisial adalah huruf pertama dalam di awal paragraf setelah judul bab yang dibuat sangat besar melebihi ukuran huruf yang lain.
- Catatan samping: Biasanya berada di akhir kalimat kutipan tidak langsung.
- Catatan kaki: Biasanya berada di baris paling bawan halaman, sebelum Judul lelar.
4. Halaman Postliminary (penyudah)
- Catatan penutup: Semacam catatan kaki yang berada di akhir materi atau setelah bab terakhir.
- Daftar istilah: Biasanya berisi istilah-istilah asing dan penjelasannya yang dipakai dalam materi buku.
- Lampiran: Penjelasan-penjelasan atau data yang berfungsi sebagai pendukung atau penguat materi buku.
- Indeks: Daftar kata atau istilah penting yang dilengkapi
dengan nomor halaman. Indeks disusun secara alfabetis dan
tereletak pada bagian akhir buku. Kita dapat mencari
informasi dari istilah yang terdapat dalam indeks dengan
membuka halaman yang tertera di belakang istilah. Namun,
tidak semua buku menggunakan indeks sebagaimana tidak semua buku memerlukan indeks.
- Daftar pustaka: Berisi daftar buku-buku yang dijadikan referensi dalam menulis materi buku.
- Biografi penulis: Penjelasan tentang latar belakang penulis yang melahirkan buku.
II.1.9.3. Kertas
Jenis kertas terdiri dari beberapa macam jenis tergantung pada penggolongan tertentu (Dameria, 2008: 112-113):
1. Berdasarkan keadaan permukaan a. Kertas tak berlapis (uncoated paper)
Cirinya permukaan yang berpori-pori dan mempunyai daya serap tinta yang tinggi. Contoh: kertas koran, HVS, HHI.
b. Kertas berlapis (coated paper)
Kertas yang pada permukaannya diberikan lapisan.
Karakter permukaannya halus, licin, mengkilat, daya serap tinta yang rendah. Huruf dan image terlihat lebih tajam dan detil karena tinta tidak bleber. Contoh: art paper, matt coated paper.
2. Berdasarkan jenis serat
a. Kertas mengandung kayu, ciri-ciri: tidak tahan disimpan
lama, mudah menguning jika kena sinar matahari, harganya murah. Contoh: kertas koran, HHI, kertas telepon, kertas stensil.
b. Kertas bebas kayu, ciri-ciri: tahan disimpan lama, tidak mudah menguning, harganya lebih mahal dari kertas yang mengandung kayu. Contoh: HVS, HVO, kertas khusus seperti kertas uang, kertas rokok.
3. Berdasarkan berat / ketebalan a. Kertas : 16 – 120 gr/m2 b. Kertas karton : 140 – 200 gr/m2 c. Karton : 224 – 450 gr/m2 d. Board : >500 gr/m2
II.1.9.4. Finishing
II.1.9.4.1. Sampul Buku
Jenis buku berdasarkan material sampulnya dapat dibedakan menjadi 2 yaitu (Dameria, 2008: 136):
1. Buku soft cover yaitu buku yang sampulnya terbuat dari 1 lembar kertas yang umumnya lebih tebal daripada isi.
Berat kertas sampulnya berkisar antara 180 – 320 g/m2 berbahan art carton atau kertas fancy.
2. Buku hard cover yaitu, buku yang sampulnya terdiri dari
board (karton tebal) yang dilapisi dengan kertas yang
sudah di cetak atau bahan lain seperti kulit imitasi dan kain.
II.1.9.4.2. Penjilidan
Beberapa metode penjilidan yang sering digunakan adalah (Dameria, 2008: 137-140):
1. Saddle Stitching (jahit kawat)
Metode penjilidan yang menggunakan kawat, lebih dikenal dengan jilid kawat.
2. Side Stitching
Penjilidan menggunakan jahit kawat yang distepleskan dari arah samping.
3. Perfect Binding (lem punggung)
Merupakan metode penjilidan yang menggunakan lem pada bagian punggung buku. Metode penjilidan ini cocok untuk pekerjaan dengan halaman lebih dari 60 halaman.
4. Spiral
Jumlah halaman yang digunakan terbatas kurang lebih 100 halaman.
5. Case Binding
6. Screw & Post Binding
Metode ini adalah bentuk dari side stitching tetapi
menggunakan scrup, bukan staples kawat. Kelemahannya
buku tidak benar-benar bisa dibuka sampai datar tetapi scrup dapat dibuka untuk mendapatkan halaman terbuka mendatar.
7. Ring Binding
Metode jilid ring ini memungkinkan untuk membuka buku secara penuh sampai halaman terbuka mendatar.
8. Plastic Comb Binding
Mirip dengan spiral tetapi materialnya menggunakan plastik dan bentuknya lebih lebar daripada kawat.
II.2. Teori Pendukung II.2.1. Komunikasi
Wilbur Schramm menyatakan komunikasi sebagai suatu proses berbagi (sharing process). Schramm menguraikannya demikian :
“Komunikasi berasal dari bahasa Latin communis yang berarti umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonnes) dengan seseorang, yaitu kita berusaha berbagai informasi, ide atau sikap. Seperti dalam uraian ini, misalnya saya sedang berusaha berkomunikasi dengan para pembaca untuk menyampaikan ide bahwa hakikat sebuah komunikasi sebenarnya adalah usaha membuat penerima atau pemberi komunikasi memiliki pengertian (pemahaman) yang sama terhadap pesan tertentu”
(Suprapto, 2009: 4).
II.2.1.1. Tujuan Komunikasi
Tujuan komunikasi dapat dibedakan menurut maksud dan caranya menjadi (Safanayong, 2006: 10): identifikasi, informasi, promosi (provokasi, persuasi, propaganda, dsb), ambience (penggarapan lingkungan).
Dalam semua usaha komunikasi pemasaran, tujuan diarahkan pada pekerjaan satu atau lebih :
1. Membangun keinginan 2. Menciptakan kesadaran
3. Meningkatkan sikap dan mempengaruhi niat 4. Mempermudah pemakaian atau pembelian
II.2.1.2. Proses Komunikasi
Banyak bacaan dan penelitian mengenai bagaimana kita berkomunikasi. Beberapa pelopor dan ahli bidang komunikasi dan teori-teori adalah Wilbur Schramm, Marshall McLuhan, Paul Messaris, Claude Shannon, dan Warren Weaver. Model Shannon – Weaver lebih umum. Bagian-bagian dari proses komunikasi secara umum sebagai berikut (Safanayong, 2006: 12):
1. Pengiriman (encoder / sender) 2. Pesan (message)
3. Medium
4. Penerima (receiver / decoder)
5. Umpanbalik (feedback)
Menghilangkan atau mengabaikan salah satu komponen akan menyebabkan komunikasi tidak dimengerti atau gagal sama sekali. Dalam kegiatan komunikasi, melibatkan unsur-unsur:
1. Sumber komunikasi (source / sender) 2. Pembuatan kode / penyandian (encoding) 3. Pesan (message)
4. Saluran / medium (channel)
5. Penguraian kode / sandi (decoding) 6. Penerima / komunikan (receiver) 7. Rintangan / distorsi (noise) 8. Umpanbalik (feedback)
II.2.2. Informational Books
Genre Essential
Qualities
Organization and Scope
Style Tone Illustrations
Informational Books
Gives information and facts;
relates facts to concept;
stimulates curiosity;
“starter”
not
“stopper”
From simplest to most complex;
from known to unknown;
from familiar to unfamiliar;
from early developments to later;
chronological;
may have slight narrative for younger reader
Imagery, figurative language, all devices;
comparisons extremely useful;
flawed if style is monotonous, repetitious, fragmented in
statements
Wonder, not mystery; respect;
objectivity, occasional humor;
fostering scientific attitude of inquiry.
Flaws:
condescension, anthropomorphism, oversimplification;
facts not separated from opinions
Diagrams and drawings often clearer than photographs
Tabel 2.1. Informational Books
Sumber: A Critical Handbook of Children’s Literature, p.34