• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG MEREK TERKENAL. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016) SKRIPSI OLEH: VICARIA LIM NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG MEREK TERKENAL. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016) SKRIPSI OLEH: VICARIA LIM NIM:"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG MEREK TERKENAL (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

VICARIA LIM NIM: 140200369

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

2

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG MEREK TERKENAL (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

VICARIA LIM NIM: 140200369

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum NIP.196602021991032002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. OK. Saidin, SH., M. Hum Dr. Edy Ikhsan, SH., MA.

NIP. 196202131990031002 NIP. 196302161988031002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)

3

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA : VICARIA LIM

NIM : 140200369

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN: PERDATA BW

JUDUL SKRIPSI : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG MEREK

TERKENAL (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016)

Dengan ini menyatakan:

1. Skripsi yang saya tulis adalah benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah jipakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

3. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, November 2017

Vicaria Lim

(4)

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur terhadap kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG MEREK TERKENAL (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 968 K/Pdt.Sus- HKI/2016)”.

Adapun penulisan skripsi ini merupakan sebuah tugas wajib bagi mahasiswa dalam rangka melengkapi tugas – tugas serta memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini, Penulis sadar bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat berbagai kekurangan sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun akan diterima oleh Penulis agar dapat memperbaiki kekurangan dalam skripsi ini.

Pada kesempatan ini, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan motivasi selama proses penulisan skrisi ini, yaitu kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M. Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(5)

2

3. Prof. Dr. OK. Saidin, SH., M. Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I, yang telah menyediakan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan, dan juga arahan kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M. Hum., selaku Wakil Dekan II Fakuktas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M. Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M. Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH., MA., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah menyediakan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan, dan juga arahan kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini.

8. Ibu Maria SH., M.Hum., selaku Dosen Penasihat Akademik;

9. Seluruh Dosen dan Staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik serta membimbing penulis selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

10. Ibu, yang sangat penulis cintai, yang selalu berada di sisi penulis serta memberikan segala dukungan kepada penulis dan Alm. Ayah yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk merasakan kehidupan ini.

(6)

3

11. Sahabat – sahabat yang sangat penulis sayangi yang telah menemani penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama ini, terutama segala bantuan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Terima kasih atas semua dukungan dan bantuan yang telah diberikan kepada Penulis. Semoga Tuhan senantiasa memberikan berkat serta perlindungan- Nya kepada kita semua. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat, terutama bagi kemajuan ilmu hukum.

Medan, November 2017 Hormat Penulis,

Vicaria Lim NIM: 140200369

(7)

4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………i

DAFTAR ISI ………... iv

ABSTRAK ………..……. vi

BAB I PENDAHULUAN ………..………...1

A. Latar Belakang ………..………..1

B. Permasalahan ……….………..10

C. Tujuan Penelitian ……….……….10

D. Manfaat Penelitian ……….………...10

E. Keaslian Penulisan ……….………..11

F. Metode Penulisan ………..………11

G. Sistematika Penulisan ……….………..14

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEREK DAN MEREK TERKENAL ………...………...16

A. Pengertian Merek ………..………16

B. Fungsi Merek ………...20

C. Sejarah Hukum Merek ……….……….22

D. Jenis - Jenis Merek ……….………...26

E. Sistem Pendaftaran Merek ……….………...27

F. Jangka Waktu Perlindungan Merek Terdaftar …….……….31

G. Pengertian Merek Terkenal ………..……….32

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM MEREK TERKENAL………….….34

A. Pengertian Perlindungan Hukum ………..………34

B. Perbuatan Pelanggaran Merek………...………35

C. Pengaturan Hukum Atas Merek Terkenal……….…37

(8)

5

D. Perlindungan Hukum Atas Merek Terkenal Dikaitkan Dengan Itikad

Tidak Baik ………...…….40

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM MEREK TERKENAL DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN NOMOR 968 K/Pdt.Sus- HKI/2016) …….………...…….43

A. Kasus Posisi ……….……….43

B. Pertimbangan Hukum ……….………..59

C. Amar Putusan ……….……..62

D. Analisa Yuridis Terhadap Putusan Nomor 968 K /Pdt.Sus-HKI/2016 ………64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………..73

A. Kesimpulan ……….………….73

B. Saran ……….…………74

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

6

ABSTRAK

“Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Merek Terkenal (Studi Kasus Putusan Nomor 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016)”

Vicaria Lim1 OK. Saidin**

Edy Ikhsan***

Merek memiliki fungsi yang sangat penting, terutama dalam dunia perdagangan, sehingga diperlukan perlindungan hukum bagi merek, terutama merek – merek terkenal. Di Indonesia sendiri, perlindungan hukum bagi merek terkenal sedikit berbeda dengan merek pada umumnya dimana perlindungan merek pada umumnya adalah berdasarkan merek yang didaftarkan terlebih dahulu. Perbedaan tersebut merupakan sebuah pengecualian hukum yang harus diikuti dengan pembuktian keterkenalan merek terkenal tersebut serta pembuktian adanya unsur itikad tidak baik.

Adapun dalam skripsi ini akan dibahas tentang bagaimana pengaturan mengenai merek terkenal di Indonesia, apakah hubungan antara itikad baik dengan pelanggaran merek terkenal, dan bagaimana perlindungan hukum merek terkenal yang diterapkan di Indonesia dalam putusan Nomor 968 K/Pdt.Sus- HKI/2016.

Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dimana bahan hukum primer yang digunakan meliputi Putusan Mahkamah Agung Nomor 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016 serta Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Berdasarkan penelitian hukum yang telah dilakukan terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016 mengenai kasus J. Casanova, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan perlindungan hukum bagi merek terkenal di Indonesia sudah sesuai dengan hukum yang berlaku dan unsur keterkenalan merek J. Casanova serta unsur itikad tidak baik dapat dibuktikan sesuai dengan peraturan perundang – undangan.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Merek Terkenal, Itikad Tidak Baik

*Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

** Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

*** Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

(10)

7

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam skripsi ini, penulis akan meneliti kasus penggunaan Merek Terkenal J.

Casanova, dimana diketahui bahwa J. Casanova merupakan sebuah perusahaan yang berasal dari Prancis, yang bergerak di bidang penjualan, eksport, dan juga import untuk produk – produk berupa baju, parfume, dan juga kosmetik dengan merek J. Casanova. Dengan ketenaran yang telah dimiliki oleh Merek J. Casanova, dimana ketenarannya tersebut dapat dibuktikan dengan telah terdaftarnya Merek tersebut pada World Intellectual Property Organization (WIPO) dan juga pada 12 negara di dunia beserta pengetahuan masyarakat akan

Merek tersebut, maka terdapat kemungkinan adanya pihak yang dengan sengaja menggunakan Merek yang mirip dengan Merek aslinya dengan maksud untuk membonceng keterkenalan Merek tersebut.

Dalam kasus ini, pihak yang dimaksud tersebut merupakan Warga Negara Indonesia dengan nama Irawan Gunawan yang mendaftarkan Mereknya yang memiliki kemiripan dengan Merek Terkenal J. Casanova, yaitu Merek Casanova. Merek Casanova tersebut bergerak dalam bidang yang juga mirip dengan J. Casanova, yaitu kosmetika, sediaan – sediaan untuk menghitamkan dan menumbuhkan rambut, barang – barang toilet, wangi – wangian, shampoo, hair rince, deodorant stick, deodorant spray, kutek, eye shadow, minyak rambut, sabun dental cream, tapal gigi, dan shaving cream.

Setelah pihak J. Casanova mengetahui adanya merek Casanova tersebut, maka pihak J.

Casanova pertama sekali mengusahakan penyelesaian permasalahan tersebut dengan upaya damai, namun upaya damai tersebut tidak memberikan hasil yang positif, sehingga pihak J.

Casanova pun mengajukan gugatan terhadap pihak Casanova dengan Irawan Gunawan

(12)

sebagai pihak tergugat dan juga Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia cq Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Direktorat Merek) cq Direktur Merek sebagai turut tergugat. Namun, gugatan pada tingkat pertama tersebut memberikan hasil yang kurang memuaskan bagi pihak J. Casanova sehingga pihak J. Casanova mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung sehingga dikeluarkanlah putusan Mahkamah Agung Nomor 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016. Putusan tersebut memberikan hasil yang memuaskan bagi pihak J. Casanova dimana permohonan kasasi pihak J. Casanova tersebut diterima oleh Mahkamah Agung dan membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 11/Pdt.Sus-Merek/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Berdasarkan kasus tersebut, maka dalam skripsi ini akan dibahas mengenai pengaturan Merek Terkenal di Indonesia. Adapun pengaturan mengenai Merek Terkenal di Indonesia merupakan salah satu unsur penting yang berkaitan dengan kasus tersebut. Selanjutnya, dalam skripsi ini juga akan dibahas mengenai hubungan antara Itikad Baik dengan pelanggaran Merek Terkenal. Unsur Itikad Baik merupakan salah satu unsur yang penting untuk diperhatikan dalam lingkup pendaftaran Merek sehingga adanya unsur itikad tidak baik dapat dijadikan sebagai unsur yang menandakan adanya pelanggaran Merek Terkenal dalam kasus tersebut. Lalu, dalam skripsi ini juga akan dibahas mengenai perlindungan hukum Merek Terkenal yang diterapkan di Indonesia sebagaimana yang diterapkan dalam putusan Nomor 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016.

Kasus ini menarik dan penting untuk dibahas karena melibatkan peranan Merek Terkenal yang merupakan salah satu bagian menarik dari lingkup Hak Kekayaan Intelektual, dimana pengaturan Merek Terkenal belum memadai dalam sistem hukum di Indonesia.

Adapun dalam era globalisasi ini, segala kegiatan manusia sangat erat kaitannya dengan Hak Kekayaan Intelektual, terutama dalam hal pembangunan nasional. Menurut Hery Firmansyah,

(13)

hak Kekayaan Intelektual timbul dari kemampuan intelektual manusia.2 Adapun definisi dari Hak Kekayaan Intelektual yaitu suatu cara melindungi kekayaan intelektual dengan menggunakan instrumen-instrumen hukum yang ada, yaitu Hak Cipta, Paten, Merek dan Indikasi Geografis, Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Varietas Tanaman.3

Dengan pengaruh globalisasi yang mengakibatkan terdorongnya laju perkembangan perekonomian masyarakat, secara langsung juga menghasilkan arus perdagangan barang dan jasa yang meningkat. Berkaitan dengan hal tersebut, Merek merupakan salah satu bagian penting dari Hak Kekayaan Intelektual yang memegang peranan penting dalam kegiatan ekonomi dan perdagangan. Merek adalah sesuatu (gambar atau nama) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu produk atau perusahaan di pasaran.4 Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dapat dilihat bahwa:

“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”

Hak merek merupakan hak khusus yang diberikan pemerintah kepada pemilik merek, untuk menggunakan merek tersebut atau memberikan izin untuk menggunakannya kepada orang lain. Berbeda dengan hak cipta, Merek harus didaftarkan terlebih dahulu di dalam

2 Hery Firmansyah, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Penerbit Pustaka, Yogyakarta, 2011, hal.1.

3 Krisnani Setyowati dkk., Hak Kekayaan Intelektual dan Tantangan Impelentasinya di Perguruan Tinggi, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2005, hal.1.

4 Tim Lindsey dkk., Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, Penerbit P.T. Alumni, Bandung, 2011,

(14)

Daftar Umum Merek.5 Dalam Pasal 1 Angka 5 Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dinyatakan bahwa “Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.”

Menurut Rahayu Hartini, merek memiliki fungsi yang sangat penting dan strategis di dalam perdagangan, karena tidak hanya berfungsi untuk membedakan suatu produk dengan produk lainnya, melainkan juga berfungsi sebagai aset perusahaan yang tidak ternilai, terutama untuk merek-merek yang berpredikat terkenal (Well-Known Marks).6 Selain itu, Merek juga sangat penting dalam dunia periklanan dan pemasaran karena publik sering mengaitkan suatu image, kualitas atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu sehingga sebuah Merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial. Bagi konsumen, jika sebuah perusahaan menggunakan merek perusahaan lain, para konsumen mungkin merasa tertipu karena telah membeli produk dengan kualitas yang lebih rendah.7 Dengan pentingnya fungsi Merek tersebut, maka dibutuhkan suatu pengaturan yang memadai sehingga dapat memberikan suatu kepastian dan perlindungan hukum yang kuat bagi para pihak yang terkait. Oleh karena itu, penulis memilih untuk meneliti salah satu kasus yang berkaitan dengan Merek Terkenal, yaitu kasus J. Casanova.

Dalam hal perlindungan hukum terhadap Merek Terkenal tersebut, menurut Soedjono Dirdjosisworo, hal tersebut berkaitan erat dengan prinsip “itikad baik”, yang antara lain berbunyi “Siapa yang telah berhak atas sesuatu merek, yaitu seseorang yang telah mendaftarkannya di Indonesia, tetapi dengan iktikad baik. Jika pendaftaran ini telah dilakukan dengan itikad buruk, maka tidak akan diberi perlindungan”. Hal ini menandakan

5 Tim Lindsey dkk, op.cit., hal.131

6 Rahayu Hartini, Hukum Komersial, Penerbit Universitas Muhamadiyah, Malang, 2006, hal.336.

7 Tim Lindsey dkk, op.cit., hal.131-132.

(15)

bahwa apabila pemakaian suatu Merek tersebut memiliki iktikad buruk, maka dapat diadakan permintaan pembatalan.8

Di Indonesia sendiri, pengaturan mengenai Merek telah ada sejak zaman Kolonial.

Setelah merdeka, lahirlah Undang – Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Lalu, Undang – Undang ini diganti dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek dan selanjutnya diubah dengan Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 1992.

Kemudian, pada tahun 2001, dikeluarkan Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Untuk menyempurnakan dan menyesuaikan pengaturan tentang Merek berdasarkan perkembangan zaman, maka Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tersebut diganti lagi dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Berbagai perubahan ini menandakan bahwa hukum Indonesia senantiasa berkembang sesuai dengan globalisasi yang terjadi.

Di dalam ruang lingkup Merek tersebut, terdapat pengaturan yang bersifat khusus, yaitu mengenai Merek Terkenal. Perlindungan Merek Terkenal merupakan salah satu aspek penting dari hukum Merek. Kepentingan ekonomi dari merek – merek terkenal diakui dalam perjanjian internasional WIPO (BAB XX). Selain itu, merek – merek terkenal juga diakui di berbagai negara, termasuk Indonesia. Adapun perlindungan hukum terhadap Merek Terkenal diberikan dalam hubungan pemakaian secara umum dan tidak hanya berhubungan dengan jenis barang – barang dimana Merek tersebut didaftarkan.9

8 Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual (Hak Cipta, Hak Paten, Hak Merek), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal 222.

(16)

Di dalam Pasal 21 Ayat (1) Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dinyatakan bahwa:

“Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:

a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

b. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

c. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau

d. Indikasi Geografis terdaftar.”

Berdasarkan Pasal tersebut, dapat dilihat bahwa adanya perlindungan hukum bagi Merek Terkenal di Indonesia, yaitu pada Pasal 21 Ayat (1) huruf b dan c Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Namun, pendaftaran tetap menjadi permasalahan utama dalam pelanggaran terhadap Merek Terkenal di Indonesia. Kerap terjadi, manakala Merek Terkenal lalai atau belum didaftarkan oleh pemiliknya, Merek bersangkutan telah didaftarkan terlebih dahulu oleh pihak lain sehingga pihak lain tersebut memperoleh hak atas Merek. Pendaftaran suatu Merek dapat diterima, karena hasil dari pemeriksaan substantif yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) tidak menunjukkan Merek yang akan didaftarkan memiliki persamaan dengan Merek lain. Namun sebaliknya, ketika terjadi sengketa di Pengadilan, ternyata diketahui bahwa Merek yang didaftarkan tersebut mempunyai persamaan dengan Merek lain, sehingga pendaftaran terhadap Merek

(17)

bersangkutan dibatalkan.10 Hal ini dapat terjadi karena belum memadainya pengaturan mengenai Merek Terkenal tersebut. Tidak terdapat ketentuan Pasal – Pasal dalam Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang secara khusus dan jelas mengatur tentang Merek Terkenal. Adapun Pasal 21 Ayat (1) huruf b dan c Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis tersebut hanya mengatur bahwa permohonan terhadap Merek harus ditolak apabila memiliki persamaan pada pokok atau keseluruhannya dengan Merek Terkenal sementara kriteria – kriteria mengenai Merek Terkenal tidak dicantumkan dengan jelas baik dalam Pasal tersebut maupun dalam Penjelasan dari Pasal tersebut.

Dengan adanya Merek, maka persaingan usaha yang tidak sehat seharusnya dapat dicegah. Hal ini dikarenakan dengan Merek, produk barang atau jasa yang sejenis dapat dibedakan asal mulanya, kualitasnya, serta keterjaminan bahwa produk itu original. Era perdagangan global hanya dapat dipertahankan apabila terdapat iklim persaingan usaha yang sehat.11 Namun, hal ini justru cenderung dimanfaatkan oleh para pihak yang ingin memperoleh keuntungan dari Merek yang sudah terkenal, sehingga dalam prakteknya sering terjadi penggunaan Merek Terkenal tanpa izin dari pemilik Merek tersebut sehingga terjadi pelanggaran Merek. Hal ini sangat merugikan konsumen dimana konsumen tidak mendapatkan produk dengan kualitas yang seharusnya dan juga sangat merugikan pemegang Merek Terkenal tersebut karena reputasinya yang menurun akibat kekecewaan konsumen.

Dalam hal ini, perlindungan hukum bagi Merek Terkenal sangat dibutuhkan.

10Gatot Supramono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hal.48.

11H. OK. Saidin, Aspek Hukum Intelektual, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal.330.

(18)

Oleh karena itu, penulis ingin meninjau kasus pelanggaran Merek yang terjadi, dimana terjadi penggunaan Merek yang mengandung kemiripan dengan Merek Terkenal. Kasus yang dipilih oleh penulis yaitu kasus J. Casanova, sehingga skripsi ini berjudul

“PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG MEREK TERKENAL (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016)”.

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada ilmu hukum keperdataan, dengan memberikan hasil penelitian mengenai perlindungan hukum terhadap Merek Terkenal pada prakteknya dan mengaitkannya dengan sistem hukum yang telah ada.

Dengan hasil penelitian ini, diharapkan agar perlindungan hukum bagi Hak Kekayaan Intelektual, khususnya Merek Terkenal, dapat ditingkatkan sehingga kepentingan para pihak yang terkait dapat dipertahankan. Bagi pemegang Merek Terkenal, reputasi serta keuntungan yang didapatkan dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan kembali. Bagi pelaku usaha, daya kompetisi usaha yang sehat dapat dibangun. Bagi masyarakat luas, dapat memperoleh produk yang lebih berkualitas dan lebih kompetitif.12 Bagi pemerintah, dapat memberikan perlindungan hukum yang lebih jelas dan pasti bagi masyarakat dunia sehingga kerja sama internasional dapat ditingkatkan.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan mengenai Merek Terkenal di Indonesia?

2. Apakah hubungan antara Itikad Tidak Baik dengan pelanggaran Merek Terkenal?

12 Helianti Hilman, Manfaat Perlindungan Terhadap Karya Intelektual Pada Sistem HaKI, Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, 2005, hlm.5

(19)

3. Bagaimana perlindungan hukum Merek Terkenal yang diterapkan di Indonesia dalam putusan Nomor 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai Merek Terkenal di Indonesia.

2. Untuk mengetahui hubungan antara Itikad Tidak Baik dengan pelanggaran Merek Terkenal.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum Merek Terkenal yang diterapkan di Indonesia dalam putusan Nomor 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai kerangka acuan dalam hal pembelajaran yang berkaitan dengan Merek, khususnya Merek Terkenal. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Hukum khususnya Hukum Hak Kekayaan Intelektual.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai jawaban terhadap berbagai persoalan dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual, khususnya Merek.

E. Keaslian Penelitian

Adapun tulisan ini dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG MEREK TERKENAL (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 968

(20)

K/Pdt.Sus-HKI/2016)” sampai sejauh ini belum ditemukan adanya judul yang sama seperti judul tersebut diatas pada Arsip Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum USU/Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU diatas atas uji bersih yang dilakukan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum USU sehingga tulisan ini adalah asli.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum normatif. Adapun penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai suatu sistem norma.13 Dalam hal ini, penulis akan menganalisis mengenai penyelesaian sengketa merek terkenal dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini yaitu data – data sekunder.

Adapun data – data sekunder yang digunakan tersebut terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016 serta Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Grup, 2005, hal.35.

(21)

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat menjelaskan bahan hukum primer. Dalam penelitian ini, bahan hukum sekunder yang digunakan meliputi buku – buku, pendapat para ahli hukum, serta hasil – hasil penelitian yang berhubungan dengan Merek serta pembahasan yang terdapat dalam skripsi ini.

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan juga sekunder sehingga bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Kamus Besar Bahasa Indonesia serta kamus – kamus hukum.

Data – data sekunder tersebut akan dikumpulkan dengan menggunakan cara studi dokumen atau pustaka yang dilaksanakan dengan cara mengumpulkan, membaca, dan menelusuri sejumlah buku – buku maupun dokumen – dokumen seperti putusan Mahkamah Agung, peraturan perundangan – undangan, karya ilmiah, serta literatur – literatur lainnya yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

3. Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan, yang meliputi bahan hukum primer yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016 serta Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, bahan hukum sekunder yaitu buku – buku, pendapat para ahli hukum, serta hasil – hasil penelitian yang berhubungan dengan Merek serta pembahasan yang terdapat dalam skripsi ini, dan bahan hukum tersier yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia serta kamus – kamus hukum tersebut akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah – milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

(22)

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan pokok pikiran, dan memutuskan apa yang akan diceritakan kepada orang lain14. Adapun analisis data tersebut akan disajikan dengan cara deskriptif, yaitu dengan cara menggambarkan, menguraikan, serta menjelaskan hal – hal yang erat kaitannya dengan pembahasan dalam skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini mencakup keseluruhan isi dalam skripsi ini, yang disusun secara bertahap dalam rangkaian bab demi bab sehingga dapat memudahkan pemahaman atas tulisan ini serta dapat tercapainya tujuan penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini yaitu:

BAB I: PENDAHULUAN

Dalam bab ini, penulis menguraikan mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penulisan, metode penelitian, serta sistematika penulisan skripsi ini.

BAB II: TINJAUAN UMUM MENGENAI MEREK DAN MEREK TERKENAL Dalam bab ini, penulis menguraikan tinjauan – tinjauan umum mengenai Merek, yang meliputi pengertian merek, fungsi merek, sejarah hukum merek, jenis – jenis merek, sistem pendaftaran merek, jangka waktu perlindungan merek terdaftar serta pengertian Merek Terkenal.

BAB III: PERLINDUNGAN HUKUM MEREK TERKENAL

Dalam bab ini, penulis menguraikan mengenai perlindungan hukum bagi merek terkenal, yang meliputi pengertian perlindungan hukum, perbuatan pelanggaran merek, pengaturan hukum atas merek terkenal, serta perlindungan hukum atas merek terkenal.

14 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kuaitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, hal.248.

(23)

BAB IV: PERLINDUNGAN HUKUM MEREK TERKENAL DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN NOMOR 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016)

Dalam bab ini, penulis menguraikan analisa penulis terhadap putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 968 K/Pdt.Sus-HKI/2016 yang meliputi kasus posisi, pertimbangan hukum, amar putusan, serta analisa yuridis terhadap putusan tersebut.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir dalam skripsi ini yang berisikan kesimpulan atas isi skripsi ini serta saran yang diberikan oleh Penulis.

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI MEREK DAN MEREK TERKENAL

A. Pengertian Merek

Merek dapat mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Hal ini dikarenakan dengan merek, maka produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya, serta keterjaminan bahwa produk tersebut adalah produk asli (original).

Kadangkala, hal yang membuat harga suatu produk menjadi mahal bukanlah produknya, melainkan mereknya. Merek mungkin hanya menimbulkan kepuasan saja bagi pembeli, namun benda materilnyalah yang sebenarnya dapat dinikmati. Merek itu sendiri ternyata hanyalah suatu benda immateril yang tidak dapat memberikan apapun secara fisik sehingga

(24)

Merek dapat dikatakan sebagai hak kekayaan immateril. Jadi, Merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada satu produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri.15

Hal yang perlu dipahami dalam menempatkan hak atas merek dalam kerangka hak atas kekayaan intelektual adalah bahwa kelahiran hak atas merek itu diawali dari temuan – temuan dalam bidang hak atas kekayaan intelektual lainnya. Pada merek tersebut sendiri, terdapat adanya unsur ciptaan seperti desain logo ataupun desain huruf. Di lain hal, terdapat juga hak cipta dalam bidang seni. Oleh karena itu, dalam hak merek, bukanlah hak cipta dalam bidang seni tersebut yang dilindungi melainkan mereknya itu sendiri, sebagai sebuah tanda pembeda. Selain itu, hak merek juga terbatas hanya pada penggunaan atau pemakaiannya pada produk – produk yang dipasarkan dan mengandung nilai ekonomis.16

Hak merek merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual, sama halnya dengan hak cipta, paten, dan juga hak atas kekayaan intelektual lainnya.17 Adapun dalam Pasal 1 Angka 1 Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dapat dilihat bahwa:

“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”

15 H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal.329-330.

16 Ibid., hal. 330.

17 Ibid., hal. 329

(25)

Lalu, dalam Pasal 1 Angka 2 Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dapat dilihat bahwa:

“Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama – sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya.”

Dalam Pasal 1 Angka 5 Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa:

“Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.”

Selanjutnya, Merek juga dipandang sebagai intangible asset yang sekaligus menjadi conditional asset dalam kacamata akuntansi dan manajemen keuangan. Merek termasuk

dalam intangible asset karena merupakan sebuah asset yang tidak memiliki wujud fisik.

Adapun Merek dipandang sebagai conditional asset karena dalam rangka menghasilkan manfaat berupa nilai finansial bagi pemiliknya, Merek harus terlebih dahulu diselaraskan dan diaktivasikan bersama dengan asset material lainnya (seperti fasilitas produksi). Hal ini dikarenakan tidak akan ada Merek tanpa produk atau jasa yang menggunakannya. Dengan kata lain, Merek tidak bisa eksis tanpa dukungan produk atau jasa. Pada dasarnya, produk dan jasa yang bersangkutan merupakan pengejawantahan (embodiment) dari sebuah Merek, sehingga mampu membuat sebuah Merek menjadi nyata. Oleh sebab itu, produk dan jasa tersebutlah yang merupakan sumber utama evaluasi Merek. 18

(26)

Dalam perspektif hukum, Merek sebagai salah satu bentuk hak atas kekayaan intelektual juga menekankan karakteristik kondisional pada Merek tersebut. Nama Merek tidak dapat digunakan sebagai sebuah kata benda, namun harus sebagai kata sifat yang melekat pada sebuah nama, seperti mobil Volvo, bukan Volvo. Adapun aspek kunci Merek dalam perspektif hukum adalah bahwa Merek memiliki “hari jadi” (birthday), yaitu tanggal registrasinya. Sejak tanggal registrasi tersebut, maka sebuah Merek menjadi sebuah property, yang perlu dipertahankan dari setiap pembajakan dan pelanggaran. Hak Merek tersebut akan hilang apabila hak Merek tersebut tidak dipertahankan dengan baik, ataupun jika registrasi Merek tersebut tidak diperpanjang.19

Mengenai definisi Merek, terdapat berbagai sarjana yang memberikan pendapatnya mengenai Merek, diantaranya yaitu:

1. Prof. R. Soekardono, SH., menyatakan bahwa:

“Merek adalah sebuah tanda (Jawa: ciri atau tengger) dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang – barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang – orang atau badan – badan perusahaan lain.”20

2. Harsono Adisumarto, SH., MPA, menyatakan bahwa:

“Merek adalah tanda pengenal yang membedakan milik seseorang dengan milik orang lain, seperti pada pemilikan ternak dengan memberi tanda cap pada punggung sapi yang kemudian dilepaskan di tempat penggembalaan bersama yang luas. Cap seperti itu memang merupakan tanda pengenal untuk menunjukkan bahwa hewan yang

19 Ibid., hal.8-9.

20 R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I, Dian Rakyat, Jakarta, 1983, hal.149.

(27)

bersangkutan adalah milik orang tertentu. Biasanya, untuk membedakan tanda atau merek digunakan inisial dari mana pemilik sendiri sebagai tanda pembedaan.”21

3. Prof. Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum, menyatakan bahwa:

“Merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang – barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan barang – barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan batang atau jasa.”22

B. Fungsi Merek

Merek memiliki berbagai fungsi dan manfaat, baik bagi produsen maupun bagi konsumen. Menurut Tjiptono, bagi produsen, Merek memiliki peran signifikan sebagai:

1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan pencatatan akuntansi.

2. Wujud proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik.

3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka dapat dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu.

4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing 5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas

pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.

6. Sumber financial returns, terutama meyangkut pendapatan masa datang dan peluang melakukan ekstensi Merek.23

21 Harsono Adisumarto, Hak Milik Perindustrian, Akademika Pressindo, Jakarta, 1990, hal.44.

22 H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), op.cit., hal. 345

(28)

Adapun menurut Kapferer, bagi konsumen, Merek memiliki berbagai fungsi, antara lain fungsi:

1. Identifikasi

Agar dapat dilihat dengan jelas, dengan cepat dapat mengidentifikasi produk yang dibutuhkan atau dicari, serta menstrukturisasi persepsi terhadap rak pajangan.

2. Praktikalitas

Memfasilitasi penghematan waktu dan energi melalui pembelian ulang identik dan loyalitas.

3. Garansi

Memberikan jaminan bahwa konsumen bisa mendapatkan kualitas yang sama sekalipun pembelian dilakukan pada waktu atau di lokasi yang berbeda.

4. Optimisasi

Memberikan kepastian bahwa konsumen dapat membeli alternative terbaik dalam kategori produk tertentu dan pilihan terbaik untuk tujuan spesifik,

5. Karakterisasi

Mendapatkan konfirmasi mengenai citra diri konsumen atau citra yang ditampilkannya kepada orang lain.

6. Kontinuitas

Kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi dengan Merek yang telah digunakan atau dikonsumsi selama bertahun – tahun.

7. Hedonistik

Persona berkaitan dengan daya tarik Merek, logo, komunikasi, dan imbalan eksperiensal.

8. Etika

(29)

Kepuasan berkaitan dengan perilaku bertanggung jawab Merek bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakat (seperti ekologi, perilaku kewargaan, ketenagakerjaan, serta periklanan tidak kontroversial).24

C. Sejarah Hukum Merek

Secara historis, Merek diciptakan untuk melindungi produsen dari para pencuri. Merek hewan peliharaan (cattle brand) berupa tanda khusus pada masing – masing ternak mengidentifikasikan pemilik dan memudahkan pencarian dan pembuktian apabila ternak tersebut dicuri.25

Di Indonesia, Undang – Undang Merek yang tertua di Indonesia ditetapkan oleh Pemerintahan kolonial Belanda melalui Reglement Industrieele Eigondom Kolonien 1912 (Peraturan Hak Milik Industrial Kolonial 1912). Peraturan ini diberlakukan untuk wilayah – wilayah Indonesia, Suriname, dan Curacao.26 Setelah merdeka, peraturan ini dinyatakan terus berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang – Undang Dasar 1945.

Ketentuan tersebut terus berlaku hingga akhir tahun 1961. Pada akhir tahun 1961, ketentuan tersebut diganti dengan Undang – Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan yang diundangkan pada tanggal 11 Oktober 1961 dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 290 dan penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2341 yang mulai berlaku pada bulan November 1961. 27

Dalam implementasinya, Undang – Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan ini menggunakan sistem “first to use”, demi kepentingan

24 Ibid., hal. 17

25 Casavera, op.cit., hal.15

26 Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke Masa, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal.7.

(30)

perlindungan konsumen (publik). Namun, pada tahun 1972, Mahkamah Agung menginterpretasikan istilah “pemakai pertama di Indonesia yang beritikad baik”. Interpretasi tersebut menjadi yurisprudensi tetap hingga saat ini, sejak adanya putusan Mahkamah Agung RI Nomor 677/K/Sip/1972 tanggal 13 Desember 1972 yang mengadili kasus PT. Tancho Indonesia Co. Ltd., melawan Wong A Kiong (Ong Sutrisno), yang mendaftarkan merek

“Tancho” atas nama perusahaannya Firma Tokyo Osaka Company di Jakarta. Wong A Kiong telah mendaftarkan Merek Tacho untuk kategori Kosmetik di tahun 1965. Pada tanggal 16 November 1970, PT. Tancho Indonesia Co. Ltd. (perusahaan patungan antara Tancho Kabushiki Kaisha, Jepang dengan NV. The City Factory, Jakarta) mengajukan pendaftaran merek Tancho di Direktorat Paten. Namun walaupun Tancho Kabushiki Kaisha telah memasarkan kosmetik bermerek Tancho di Filipina, Singapura, Hongkong, dan bahkan Indonesia sejak 1961, permohonan registrasi mereka ditolak oleh Direktorat Paten dengan alasan bahwa merek tersebut telah didaftarkan oleh Wong A Kiong. 28

Pada saat perkara tersebut sampai ke tingkat kasasi, Mahkamah Agung menginterpretasikan istilah “pemakai pertama di Indonesia” sebagai “pemakai pertama di Indonesia yang jujur (beritikad baik)”, dengan pertimbangan bahwa hal tersebut adalah sesuai dengan maksud dari Undang – Undang Nomor 21 Tahun 1961 yang bertujuan mengutamakan perlindungan terhadap khalayak ramai. Mahkamah Agung memutuskan bahwa Wong A Kiong tidak beritikad baik, dengan alasan:

1. Kedua merek Tancho mempunyai persamaan dalam keseluruhannya.

28 Casavera, Op.Cit., hal.23-24.

(31)

2. Wong A Kiong secara sengaja mencantumkan kata – kata “Trade Marks Tokyo Osaka Co” sehingga menunjukkan adanya maksud untuk menimbulkan kesan seakan – akan produknya buatan luar negeri, padahal jelas – jelas merupakan buatan Indonesia.29

Setelah 31 tahun berlalu, Undang – Undang ini dicabut dan digantikan oleh Undang – Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 81 dan penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 3490 pada tanggal 28 Agustus 1992 yang berlaku sejak 1 April 1993.30

Adapun yang menjadi alasan dicabutnya Undang – Undang Merek Tahun 1961 tersebut adalah karena Undang – Undang Merek Tahun 1961 dinilai telah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan masyarakat dewasa ini. Apabila dibandingkan dengan Undang – Undang Nomor 21 Tahun 1961, Undang – Undang Nomor 19 Tahun 1992 banyak memuat perubahan – perubahan yang sangat berarti. Diantara Undang – Undang Merek Tahun 1961 dengan Reglement Industrieele Eigondom Kolonien 1912 memiliki banyak kesamaan dan perbedaanya hanya terletak antara lain pada masa berlakunya merek, dan dalam Undang – Undang Merek Tahun 1961 dikenal penggolongan barang – barang dalam 35 kelas. Sementara itu, diantara Undang – Undang Merek Tahun 1961 dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 1992 terdapat banyak perbedaan diantara lain mengenai sistem pendaftaran, lisensi, merek kolektif, dan sebagainya. 31

Selanjutnya, pada tahun 1977, Undang – Undang Merek tahun 1992 tersebut diperbaharui lagi dengan Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1977. Lalu, pada tahun 2001, Undang – Undang Nomor 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang – Undang

29 Ibid., hal. 24.

30 H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), op.cit.,hal.331-332

(32)

Nomor 14 Tahun 1997 tersebut dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengan Undang – Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001. Undang – Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 ini diterbitkan dengan alasan bahwa semakin meluasnya arus globalisasi, baik dalam bidang sosial, ekonomi, budaya, maupun bidang – bidang kehidupan lainnya serta perkembangan teknologi informasi dan transportasi telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia ini sebagai pasar tunggal bersama. Berdasarkan hal tersebut, era perdagangan global hanya dapat dipertahankan apabila terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Disini, Merek memegang peranan yang sangat penting sehingga diperlukan sistem pengaturan yang lebih memadai sehingga perlu dibuat Undang – Undang Merek yang baru dan terbitlah Undang – Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001.32 Selanjutnya, Undang – Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 juga diganti dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

D. Jenis - Jenis Merek

Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Merek meliputi Merek Dagang dan Merek Jasa. Adapun dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyebutkan bahwa:

“Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya.”

Selanjutnya, dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa:

32 Ibid., hal.336.

(33)

“Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya.”

Selain klasifikasi Merek tersebut, terdapat pula beberapa klasifikasi Merek lainnya, antara lain menurut Suryatin, beberapa jenis Merek yaitu:

1. Merek lukisan (beel mark) 2. Merek kata (word mark) 3. Merek bentuk (form mark)

4. Merek bunyi-bunyian (klank mark) 5. Merek judul (title mark)33

E. Sistem Pendaftaran Merek

Sistem pendaftaran Merek menurut Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dapat dilihat dalam Gambar 134.

Adapun dalam Bagian Kesatu dari BAB IV Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, terdapat Merek yang tidak dapat didaftar dan ditolak.

Pasal 20 Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa:

“Merek tidak dapat didaftar jika:

a. bertentangan dengan ideologi negara,peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;

33 Suryatin, Hukum Dagang I dan II, Pradnya Paramita, Jakarta, 1980, hal.87.

34 Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Prosedur/Diagram Alir Permohonan Merek, diakses dari http://www.dgip.go.id/prosedur-diagram-alir-permohonan-merek pada tanggal 17 November 2017 pukul 01.30

(34)

b. sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;

c. memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

d. memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;

e. tidak memiliki daya pembeda; dan/atau

f. merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.”

(35)

(Gambar 1) Selanjutnya Pasal 21 Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa:”

(36)

(1) Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:

a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

b. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

c. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau

d. Indikasi Geografis terdaftar.

(2) Permohonan ditolak jika Merek tersebut:

a. merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;

b. merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau c. merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang

digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

(3) Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penolakan Permohonan Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c diatur dengan Peraturan Menteri.”

Selanjutnya, mengenai pendaftaran Merek diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek.

(37)

F. Jangka Waktu Perlindungan Merek Terdaftar

Jangka waktu perlindungan hukum bagi Merek Terdaftar terdapat dalam Pasal 35 Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang menyatakan bahwa:”

(1) Merek terdaftar mendapat pelindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan.

(2) Jangka waktu pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.

(3) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara elektronik atau nonelektronik dalam bahasa Indonesia oleh pemilik Merek atau Kuasanya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu pelindungan bagi Merek terdaftar tersebut dengan dikenai biaya.

(4) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masih dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah berakhirnya jangka waktu pelindungan Merek terdaftar tersebut dengan dikenai biaya dan denda sebesar biaya perpanjangan.”

G. Pengertian Merek Terkenal

Dalam Penjelasan Pasal 21 ayat (1) huruf b Undang Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dinyatakan bahwa:

“Penolakan Permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan.

(38)

Di samping itu, diperhatikan pula reputasi Merek tersebut yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran Merek dimaksud di beberapa negara.

Jika hal tersebut belum dianggap cukup, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi dasar penolakan.”

Maka, dapat dilihat bahwa penentuan Merek Terkenal dapat dilihat dari segi pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan, reputasi Merek tersebut yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar- besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran Merek dimaksud di beberapa negara, dan/atau dengan dilakukannya survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi dasar penolakan.

Adapun terdapat beberapa kriteria Merek Terkenal yang terdapat dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, diantaranya yaitu:

1. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1486 K/Pdt/1991, tanggal 28 November 1995, yang secara tegas telah memberikan kriteria: “Suatu merek termasuk Well-known Marks pada prinsipnya diartikan bahwa Merek tersebut telah beredar keluar

dari batas – batas regional malahan sampai kepada batas – batas transnasional, karenanya apabila terbukti suatu merek telah didaftar di banyak negara di dunia, maka dikwalifisir sebagai merek terkenal karena telah beredar sampai ke batas – batas di luar negara asalnya.”

(39)

2. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 426 PK/Pdt/1994, tanggal 3 November 1995, yang memberikan kriteria: “Kriteria terkenal atau tidaknya suatu merek yang merupakan masalah hukum dan tunduk pada pemeriksaan kasasi, kiranya telah menjadi Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung, yang didasarkan pada apakah suatu Merek telah menembus batas – batas nasional dan regional sehingga Merek tersebut sudah berwawasan globalisasi dan dapat disebut sebagai merek yang tidak mengenal batas dunia”35

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM MEREK TERKENAL

A. Pengertian Perlindungan Hukum

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata perlindungan berasal dari kata dasar “lindung” yang berarti menempatkan dirinya di bawah (di balik, di belakang) sesuatu supaya tidak terlihat atau tidak kena angin, panas, dsb, ataupun berarti bersembunyi (berada) di tempat yang sama supaya terlindung. Adapun arti dari “perlindungan” yaitu proses, cara, perbuatan melindungi. Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata

“hukum” memiliki arti peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dilakukan oleh penguasa ataupun pemerintah, undang – undang, peraturan, dan sebagainya, untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat, patokan atau kaidah tentang peristiwa alam tertentu, keputusan atau pertimbangan yang ditetapkan oleh hakim dalam pengadilan atau vonis.

Terdapat beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian perlindungan hukum, diantaranya yaitu Satjito Rahardjo. Ia menyatakan bahwa perlindungan hukum merupakan adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara

(40)

mengalokasikan suatu Hak Asasi Manusia kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.36 Selanjutnya, Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa prinsip perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindak pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep mengenai pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia karena menurut sejarahnya di Barat, lahirnya konsep – konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan – pembatasan dan peletakan kewajiban pada masyarakat dan pemerintah.37

B. Perbuatan Pelanggaran Merek

Dalam Undang Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis diatur mengenai Merek yang tidak dapat didaftar dan ditolak, yaitu pada Pasal 20 dan Pasal 21. Adapun Pasal 20 Undang Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa:

“Merek tidak dapat didaftar jika:

a. bertentangan dengan ideologi negara,peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;

b. sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;

c. memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

36 Satjipro Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2003, hal. 121.

37 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Rakyat Bagi Rakyat di Indonesia (sebuah Studi tentang Prinsip- Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara), PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hal. 38.

(41)

d. memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;

e. tidak memiliki daya pembeda; dan/atau

f. merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.”

Selanjutnya, dalam Pasal 21 Undang Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dinyatakan bahwa: “

(1) Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:

a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

b. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

c. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau

d. Indikasi Geografis terdaftar.

(2) Permohonan ditolak jika Merek tersebut:

a. merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;

b. merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau c. merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang

digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

(42)

(3) Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penolakan Permohonan Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c diatur dengan Peraturan Menteri.”

C. Pengaturan Hukum Atas Merek Terkenal

Persoalan – persoalan mengenai Merek selalu melintasi tapal nasional, sehingga sifatnya “internasional”. Barang – barang yang diedarkan di pasaran luar negeri dijualnya adalah berdasarkan Merek. Adapun orang – orang di luar negeri membeli barang – barang tersebut karena mempercayai merek – merek tertentu yang sudah terkenal. Bahkan, dapat dikatakan bahwa pada transaksi – transaksi jual – beli di luar negeri, lebih banyak penjualan – penjualan dari barang – barang dengan Merek terkenal daripada penjualan dari barang – barang domestik. Dalam pasar luar negeri tersebut, Merek sering sekali merupakan satu – satunya cara untuk menciptakan dan mempertahankan “goodwill” dengan konsumen di luar negeri.38

Oleh karena pentingnya Merek Terkenal tersebut, maka masalah – masalah tentang Merek dan perlindungan yang diberikan oleh perundang – undangan nasional kepada Merek Internasional yang sudah terkenal sering memperoleh perhatian dari pihak pengusaha internasional. Hal ini dapat dilihat dari berbagai usaha Organisasi Kamar Dagang Internasional (International Chamber of Commerce) yang berkantor pusat di Paris.

Organisasi ini dengan seksama mengikuti perkembangan hukum Merek dan secara aktif mempersiapkan “Model Laws” tentang Merek – Merek. Selain hal tersebut, perhatian dari usahawan – usahawan luar negeri dapat dilihat juga dari perkembangan dan yurisprudensi di

38 Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung, 1977, hal.144.

(43)

negeri kita dalam lingkup merek – merek dagang, seperti perkara yang dibahas secara khusus di dalam sirkuler dari CAFI (Commercial Advisory Foundation in Indonesia) di tahun 1975.39

Di dalam sirkuler CAFI tersebut, ditekankan bahwa masalah paten dan trademark di Indonesia memegang peranan yang penting dalam negara ini, terutama berkaitan dengan berkembangnya usaha – usaha industri dalam rangka penanaman modal di Indonesia. Adapun dalam sirkuler tersebut, telah ditarik keputusan dalam perkara mengenai merek “TANCHO”

yang cukup terkenal dan pernah menghebohkan, serta perkara mengenai “Y.K.K.”, yaitu merek terkenal untuk resleting (zippers) dari Jepang. Dalam perkara TANCHO, dapat dilihat bahwa Mahkamah Agung Republik Indonesia membenarkan pihak PT. Tancho Indonesia, yang merupakan suatu Joint Venture yang didirikan antara Tancho Kabushiki Kaisha (Tancho Co. Ltd.) dan N.V. The City Factory Jakarta. Walaupun pihak Wong A Kiong telah mendaftarkan Merek Tancho terlebih dahulu, namun dikarenakan dianggap bahwa pendaftaran Merek ini telah dilakukan oleh pihak Wong A Kiong secara tidak beritikad baik, maka nyatanya pihak PT. Tancho Indonesia yang dipandang sebagai pihak yang berhak atas merek Tancho untuk minyak rambut tersebut. 40

Adapun dalam perkara Y.K.K., dapat dilihat bahwa perusahaan Yoshida Kogyo Kabushiki Kaisha sebagai pemakai pertama dari Merek Y.K.K., yang terkenal untuk zippers, telah menggugat PT. Kuda Mas Jaya, yang merupakan suatu perusahaan yang berkedudukan di Jakarta, karena dianggap pihak PT. Kuda Mas Jaya telah mendaftarkan Merek Y.K.K., yang sesungguhnya merupakan Merek yang dimiliki oleh Yoshida Kogyo Kabushiki Kaisha di Jepang ini. Dalam perkara tersebut, walaupun pihak pemilik Merek luar negeri tersebut meskipun belum mendaftarkan mereknya di Indonesia, tetapi dapat membuktikan telah

39 Ibid., hal. 145

(44)

memakainya terlebih dahulu di Indonesia daripada pihak Indonesia yang telah mendaftarkannya, maka pihak – pihak pemilik Merek dari luar negeri tersebutlah yang dibenarkan. Sehingga, walaupun pihak yang berkedudukan di Indonesia telah berhasil untuk mendaftarkan merek tersebut pada kantor Direktorat Paten dan Hak Cipta di Jakarta, namun ternyata pendaftaran – pendaftaran tersebut dapat dibatalkan.41

Adapun dalam isi dari Paris Union Convention, terdapat catatan penting mengenai Merek Terkenal, yaitu adanya perlindungan khusus bagi merek – merek dagang terkenal.

Merek – merek dagang terkenal dapat didaftar untuk barang – barang yang sama atau serupa oleh pihak lain selain pihak pemegang merek dagang asli. Permohonan pendaftaran tersebut harus ditolak atau dibatalkan oleh negara anggota, baik secara ex officio ataupun atas permohonan pemegang pendaftaran merek dagang asli.42

D. Perlindungan Hukum Atas Merek Terkenal dikaitkan dengan Itikad Tidak Baik Dalam hal pelanggaran Merek Terkenal, erat kaitannya dengan itikad tidak baik dimana pada Pasal 21 ayat (3) Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa: “Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik”. Adapun mengenai penjelasan atas “Pemohon yang beritikad tidak baik” terdapat dalam penjelasan Pasal 21 ayat (3) Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang menyatakan bahwa:

“Yang dimaksud dengan "Pemohon yang beriktikad tidak baik" adalah Pemohon yang patut diduga dalam mendaftarkan Mereknya memiliki niat untuk meniru, menjiplak, atau mengikuti Merek pihak lain demi kepentingan usahanya menimbulkan kondisi persaingan usaha tidak sehat, mengecoh, atau menyesatkan konsumen.

41 Ibid., hal.146-147.

42 H.OK. Saidin, op. cit., hal. 340.

Referensi

Dokumen terkait

oleh orang lain karena pekerjaannya serabutan. Aku ingin suamiku bekerja yang layak misalnya perusahaan atau yang sejenis”. Kemudian konselor melanjutkan konfrontasi agar

Salam Arif, Hak Milik Intelektual dalam Islam , dalam Antologi Hukum Islam , cet.1, (Yogyakarta: Program Studi Hukum Islam UIN SUKA Yogyakarta, 2010), hlm.. Salam Arif,

Untuk meningkatkan loyalitas dan kepuasan pelanggan, perusahaan perlu meningkatkan kualitas produk atau jasa.Upaya yang dilakukan perusahaan adalah dengan

Nilai F tabel yang diperoleh dibanding dengan nilai F hitung apabila F hitung lebih besar dari F tabel, maka ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan

Tujuan dari penelitian ini yaitu 1 Untuk mengetahui tingkat intensitas forgiveness pada remaja di SMA negeri 2 Kota Pasuruan, 2 Untuk mengetahui tingkat intensitas dukungan sosial

36 Perencanaan : proses perbuatan atau cara merencanakan sesuatu, merupakan suatu penyusunan kerangka kerja/gambaran dari apa yang dikerjakan. b) Perancangan

(2004 dalam Larivie`re, Aksoy, Cooil, dan Keiningham, 2011: 47-48) juga mengamati bahwa, "Dibandingkan dengan konsumen yang tidak puas yang bisa beralih dalam

Pada Class Aplikasi terdiri dari beberapa form yang menunjangnya, antara lain Form Utama, Form Pengiriman Baru, Form Notifikasi, Form Admin, Form Tambah Cabang,