• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Perilaku Pencarian Penanganan terhadap Jerawat pada Remaja di SMA di Kecamatan Medan Denai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Perilaku Pencarian Penanganan terhadap Jerawat pada Remaja di SMA di Kecamatan Medan Denai"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PERILAKU PENCARIAN PENANGANAN TERHADAP JERAWAT PADA REMAJA DI SMA DI KECAMATAN MEDAN DENAI

Oleh:

Toghur Arifani Lubis 110100008

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

Toghur Arifani Lubis 110100008

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Gambaran Perilaku Pencarian Penanganan terhadap Jerawat pada Remaja di SMA di Kecamatan Medan Denai.

Nama : Toghur Arifani Lubis NIM : 110100008

Pembimbing Penguji I

Dr. Aryati Yosi, Mked (KK), SpKK dr. Zaldi, SpM NIP. NIP.

Penguji II

dr. Khairani Sukatendel, SpOG NIP.

Medan, 29 November 2010 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Jerawat menjadi masalah pada remaja. Angka kejadian yang tinggi memiliki dampak yang besar dalam mempengaruhi kepercayaan diri dan kepuasan terhadap penampilan wajah. Penanganan dan perbaikan dari keluhan jerawat mempengaruhi peningkatan kualitas hidup penderita.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku pencarian penanganan terhadap jerawat pada remaja di SMA di Kecamatan Medan Denai. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan studi cross-sectional yang dilakukan di 5 sekolah menengah atas sederajat di Medan Denai, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Sekolah yang diteliti ditentukan berdasarkan randomisasi sedangkan subjek ditentukan berdasarkan nonprobability sampling.

Subjek berjumlah 100 orang berjerawat. Kelompok subjek terbanyak adalah umur 17 tahun sebesar 32%, perempuan sebesar 55%, derajat sedang sebesar 59%. Sebesar 50% subjek memperoleh informasi melalui internet, 44% dari teman, 37% dari televisi, dan 33% dari keluarga. Tindakan pencarian penanganan saat ini terbanyak adalah menangani sendiri sebesar 52% dan terendah dengan mencari penanganan sebesar 7%. Tindakan pencarian penanganan sebelumnya terbanyak dengan menangani sendiri sebesar 90%. Menangani sendiri terbanyak dengan rajin mencuci muka sebesar 69%. Mencari penanganan terbanyak dengan pergi ke salon sebesar 36%. Cara pakai obat terbanyak dengan topikal sebesar 80%. Prioritas subjek terbanyak adalah memperhatikan khasiat penanganannya sebesar 84%. Sebesar 52% subjek merasa tidak puas dengan hasil penanganan yang telah dilakukan.

Disimpulkan bahwa remaja memiliki perilaku pencarian penanganan terhadap jerawat terutama menangani sendiri dengan mencuci muka. Remaja lebih banyak pergi mencari penanganan ke salon dan menggunakan obat cara pakai topikal, memperoleh informasi terutama dari internet dan memprioritaskan khasiat penanganan namun masih banyak yang tidak puas dengan hasil penanganannya.

(5)

Abstract

Acne vulgaris becomes a problem on all teenagers. Although it didn’t result in death, high of insidence rate have a large impact in affecting the confidence and satisfaction of the appearance. Early treatment and improvement of acne can have a positive impact in quality of life.

This research has to find an image of treatment seeking behavior of acne on teenagers in senior high school in Medan Denai as purpose. This is a descriptive research using a cross sectional study approach. The research was carried out in 5 senior high schools in Medan Denai, Medan city, North Sumatera province. That 5 schools investigation determined based on randomization while the subject is determined based on nonprobability sampling.

There are 100 subject of acne patiens with demographic characteristic of subject’s group most is seventeen years old amounted 33% and woman 55%, moderate acne 59%, 50% subject have an information about acne and treatment via internet, friends 44%, television 37%, and families 33%. The treatment seeking currently carried out most of the subject is to handle its own 52%, and the lowest is by looking for handling of 7%. By 90% the subject stated ever to handle their acne before. Self treatment by wash the face amounted 69% while the action by looking for handling by going to salon 36%. Amounted to 80% subject means of topical use. Effectivness is the most priority 84%, 52% subject feel dissatisfaction with the result of their treatment.

Based on result concluded that teenagers have their treatment seeking behavior the most is self treatment by wash the face, most of who looking for handling going to salon, means of topical use. Get an information via internet, effectivenes is a priority but still feel dissatisfaction with their treatment.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan kemudahan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Gambaran Perilaku Pencarian Penanganan terhadap Jerawat pada Remaja di SMA di Kecamatan Medan Denai“.

Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat strata 1 kedokteran umum di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan

.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar, meningkatkan ilmu pengetahuan dan keahlian.

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan keahlian.

3. dr. Ariyati Yosi, Mked(kk) SpKK selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan dan dengan sabar membantu pelaksanaan penelitian ini.

4. dr. Rina Amalia, MARS selaku dosen pembimbing statistik yang senantiasa memberikan bimbingan mengenai penelitian.

5. dr. Zaldi, SpM dan dr. Khairani Sukatendel, SpOG selaku penguji yang telah berkenan memberikan masukan-masukan berharga demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

(7)

7. Seluruh keluarga yang senantiasa memberikan dukungan serta doa hingga peneliti tetap bersemangat dan pantang menyerah dalam pelaksanaan dan penyelesaian penelitian ini.

8. Sahabat penulis yaitu Fenti Novita Sari, Mutia Fri Fahrunnisa, Ayu Mahfuza, Winda Wijayanti, Tengku Nurhasanah, Atika Najlah, Widya

Manja Putri dan Anika Restu Pradini yang senantiasa senantiasa memberikan dukungan serta doa hingga peneliti tetap bersemangat dan pantang menyerah dalam pelaksanaan dan penyelesaian penelitian ini. 9. Teman satu kelompok yaitu Maghfiratur Rahma Zega dan Vishnu yang

selalu memberikan semangat dan masukan kepada penulis dalam menyempurnakan karya tulis ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini banyak kekurangan, mengharapkan saran serta kritik demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak Amin.

Medan, 17 Mei 2014

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.4.Mamfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1.Kulit ... 6

2.1.1.Definisi ... 6

2.1.2.Struktur Kulit ... 6

2.1.3.Pelengkap Kulit ... 7

2.2. Akne . ... 8

2.2.1.Definisi ... 8

2.2.2.Epidemiologi ... 8

2.2.3.Etiologi ... 9

2.2.4.Patogenesis ... 11

2.2.5.Gejala klinis ... 14

2.2.6.Klasifikasi ... 15

(9)

2.2.8.Diagnosa Banding ... 17

2.2.9.Penatalaksanaan ... 17

2.3. Perilaku ... 21

2.3.1.Defenisi Perilaku ... 21

2.3.2.Perilaku Kesehatan ... 22

2.3.3.Perilaku Pencarian Penanganan/Penyembuhan ... 22

2.3.4.Sumber Informasi ... 24

2.3.5.Prioritas ... 24

2.3.6.Derajat Keparahan ... 25

2.3.7.Kepuasan ... 25

2.3.8.Pengukuran Perilaku ... 25

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI PERASIONAL ... 26

3.1.Kerangka Konsep Penelitian ... 26

3.2.Definisi Operasional ... 26

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 29

4.1.Jenis Penelitian ... 29

4.2.Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

4.2.1.Lokasi Penelitian ... 29

4.2.2.Waktu Penelitian ... 29

4.3. Populasi dan Sampel ... 30

4.3.1.Populasi Target ... 30

4.3.2.Populasi Terjangkau ... 30

4.3.3.Sampel ... 30

4.3.4.Kriteria Inklusi ... 31

4.3.5.Kriteria Ekslusi ... 31

4.4.Teknik Pengumpulan Data ... 32

(10)

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

5.1. Hasil Penelitian ... 33

5.1.1.Deskripsi Lokasi Penelitian ... 33

5.1.2.Deskripsi Karakteristik Subjek ... 34

5.1.3. Tindakan Pencarian Penanganan terhadap Jerawat ... 37

5.1.4. Sumber Informasi ... 39

5.1.5.Prioritas Subjek dalam Pencarian Penanganan terhadap Jerawat ... 40

5.1.6.Motivasi dan Kepuasan terhadap Tindakan Penanganan 41 5.2.Pembahasan ... 41

5.2.1. kelompok jenis kelamin subjek ... 41

5.2.2. kelompok umur subjek ... 42

5.2.3. Derajat keparahan jerawat kelompok subjek ... 42

5.2.4. Lokalisasi Jerawat ... 43

5.2.5. Kondisi Jerawat ... 43

5.2.6. Tindakan Pencarian Penanganan tersering/saat ini terhadap Jerawat ... 44

5.2.7. Tindakan Pencarian Penanganan yang Pernah Dilakukan terhadap Jerawat ... 45

5.2.8. Tindakan Menangani Sendiri Jerawat ... 45

5.2.9. Tindakan dengan Mencari Penanganan Jerawat ... 45

5.2.10. Cara Pakai Obat ... 46

5.2.11. Sumber Informasi subjek ... 46

5.2.12. Prioritas Pencarian Penanganan terhadap Jerawat ... 46

5.2.13. Motivasi dan Kepuasan terhadap Tindakan ... 46

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

6.1. Kesimpulan ... 48

6.2. Saran ... 49

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Histology epidermis menunjukkan struktur 6 kulit tipis dan kulit tebal.

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Pengertian atau karakteristik gejala-gejala pada akne. 15

Tabel 2.2. Gradasi Akne vulgaris 16

Tabel 2.3. Persentase pola perilaku masyarakat pada waktu sakit, 23 2006.

Tabel 2.4. Persentase perilaku penduduk yang mengobati sendiri, 23 pedesaan dan perkotaan, tahun 2006.

Tabel 2.5. Persentase perilaku pencarian pengobatan perkotaan dan 24 pedesaan, 2007.

Tabel 5.1. Deskripsi lokasi penelitian 33

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi subjek penelitian 34 Tabel 5.3. Distribusi frekuensi derajat keparahan jerawat subjek

penelitian 34

Tabel 5.3.1. Distribusi frekuensi lokasi timbulnya jerawat yang dirasa

pernah dialami subjek penelitian 35

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi waktu timbulnya jerawat subjek

penelitian 35

Tabel 5.4.1. Waktu-waktu tertentu timbulnya jerawat 36 Tabel 5.5. Anggapan terhadap keseriusan jerawat 36 Tabel 5.6. Tindakan pencarian penanganan terhadap jerawat saat ini 37 Tabel 5.6.1. Tindakan pencarian penanganan terhadap jerawat yang

dilakukan sebelumnya 37

Tabel 5.6.1.1. Alasan menangani sendiri atau tidak menangani jerawat 38

Tabel 5.6.1.2. Tindakan penanganan sendiri terhadap jerawat 38 Tabel 5.6.1.3. Tindakan dengan mencari penanganan 39

(13)

Tabel 5.6.2. Sumber informasi 40 Tabel 5.6.3. Prioritas subjek dalam pencarian penanganan terhadap 40

jerawat

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Daftar riwayat hidup

Lampiran 2 Lembar penjelasan.

Lampiran 3 Informed consent.

Lampiran 4 Kuesioner

Lampiran 5 Data induk

Lampiran 6 Pernyataan validitas isi kuesioner. Lampiran 7 Ethical clearance

(15)

ABSTRAK

Jerawat menjadi masalah pada remaja. Angka kejadian yang tinggi memiliki dampak yang besar dalam mempengaruhi kepercayaan diri dan kepuasan terhadap penampilan wajah. Penanganan dan perbaikan dari keluhan jerawat mempengaruhi peningkatan kualitas hidup penderita.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku pencarian penanganan terhadap jerawat pada remaja di SMA di Kecamatan Medan Denai. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan studi cross-sectional yang dilakukan di 5 sekolah menengah atas sederajat di Medan Denai, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Sekolah yang diteliti ditentukan berdasarkan randomisasi sedangkan subjek ditentukan berdasarkan nonprobability sampling.

Subjek berjumlah 100 orang berjerawat. Kelompok subjek terbanyak adalah umur 17 tahun sebesar 32%, perempuan sebesar 55%, derajat sedang sebesar 59%. Sebesar 50% subjek memperoleh informasi melalui internet, 44% dari teman, 37% dari televisi, dan 33% dari keluarga. Tindakan pencarian penanganan saat ini terbanyak adalah menangani sendiri sebesar 52% dan terendah dengan mencari penanganan sebesar 7%. Tindakan pencarian penanganan sebelumnya terbanyak dengan menangani sendiri sebesar 90%. Menangani sendiri terbanyak dengan rajin mencuci muka sebesar 69%. Mencari penanganan terbanyak dengan pergi ke salon sebesar 36%. Cara pakai obat terbanyak dengan topikal sebesar 80%. Prioritas subjek terbanyak adalah memperhatikan khasiat penanganannya sebesar 84%. Sebesar 52% subjek merasa tidak puas dengan hasil penanganan yang telah dilakukan.

Disimpulkan bahwa remaja memiliki perilaku pencarian penanganan terhadap jerawat terutama menangani sendiri dengan mencuci muka. Remaja lebih banyak pergi mencari penanganan ke salon dan menggunakan obat cara pakai topikal, memperoleh informasi terutama dari internet dan memprioritaskan khasiat penanganan namun masih banyak yang tidak puas dengan hasil penanganannya.

(16)

Abstract

Acne vulgaris becomes a problem on all teenagers. Although it didn’t result in death, high of insidence rate have a large impact in affecting the confidence and satisfaction of the appearance. Early treatment and improvement of acne can have a positive impact in quality of life.

This research has to find an image of treatment seeking behavior of acne on teenagers in senior high school in Medan Denai as purpose. This is a descriptive research using a cross sectional study approach. The research was carried out in 5 senior high schools in Medan Denai, Medan city, North Sumatera province. That 5 schools investigation determined based on randomization while the subject is determined based on nonprobability sampling.

There are 100 subject of acne patiens with demographic characteristic of subject’s group most is seventeen years old amounted 33% and woman 55%, moderate acne 59%, 50% subject have an information about acne and treatment via internet, friends 44%, television 37%, and families 33%. The treatment seeking currently carried out most of the subject is to handle its own 52%, and the lowest is by looking for handling of 7%. By 90% the subject stated ever to handle their acne before. Self treatment by wash the face amounted 69% while the action by looking for handling by going to salon 36%. Amounted to 80% subject means of topical use. Effectivness is the most priority 84%, 52% subject feel dissatisfaction with the result of their treatment.

Based on result concluded that teenagers have their treatment seeking behavior the most is self treatment by wash the face, most of who looking for handling going to salon, means of topical use. Get an information via internet, effectivenes is a priority but still feel dissatisfaction with their treatment.

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Akne vulgaris (AV) atau yang biasa disebut jerawat adalah suatu penyakit pada folikel rambut dan jaringan sebasea yang pada umumnya dapat sembuh sendiri, biasanya mengenai remaja dan dewasa muda (Fulton, 2009). Bentuk lesi akne yang biasa berada di wajah, dada, dan punggung adalah polimorf. Lesi yang khas adalah komedo. Apabila terjadi peradangan akan terbentuk papula, pustula, nodul, dan kista (Widjaja, 2013).

Akne vulgaris menjadi masalah pada semua remaja (Widjaja, 2013).. Berdasarkan studi komunitas pada remaja SMA di Tehran, Iran, yang dilakukan oleh Ghodsi et.al(2009) didapatkan prevalensi akne pada remaja sebesar 93%. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Yiwei et.al (2012) di Cina menyatakan

terdapat 10,4% (820 orang) remaja pria dan 6,1% (579 orang) remaja wanita menderita akne dengan tingkat keparahan 68,4% derajat ringan (63% pria, 76% wanita), 26% derajat sedang (29,9% pria, 20,6% wanita), dan 5,6% derajat berat (7,1% pria, 3,4% wanita). Walaupun penyakit ini umum terjadi di usia remaja sekitar 15-19 tahun (38%) namun, dari 74,3% yang pernah mengalami akne saat remaja 25,7% menderita akne saat dewasa dan 81,7% mengalami persistent acne (jerawat yang menetap).Untuk data di Indonesia berdasarkan studi data kosmetik Indonesia dalam Purwaningdyah (2013) melaporkan terdapat sebanyak 60% penderita akne pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007.

(18)

Seseorang percaya melakukan suatu tindakan untuk kesehatannya dapat didasarkan karena mereka memiliki pengetahuan terhadap hal tersebut, dapat pula dikarenakan kebutuhan atau kepentingan (Notoatmodjo, 2010). Khalid dan Iqbal (2010) menunjukkan dari 150 responden dengan usia 13-30 tahun diperoleh bahwa 77% (115 orang) melakukan penanganan sendiri terhadap jerawatnya.

Delapan puluh enam persen dari yang melakukan penanganan sendiri adalah responden yang pernah menduduki pendidikan formal selama 1-10 tahun, angka ini lebih besar di bandingkan dengan responden yang tidak pernah memiliki pendidikan formal dan yang pernah menduduki pendidikan formal lebih dari 10 tahun yaitu sebesar 79% dan 69%. Tingginya tindakan penanganan sendiri yang dilakukan masyarakat dikarenakan pasien memiliki kepercayaan diri mengenai pengetahuannya terhadap akne dan cara mengatasinya.

Purwaningdyah (2009) melaporkan bahwa sebagian besar dari remaja SMA yang ditelitinya tidak melakukan pengobatan khusus sebesar 39%, melakukan penanganan sendiri sebesar 26% dan hanya 25% dari mereka yang meminta pertolongan ke dokter. Namun Dae et.al(2008) menunjukkan dari hasil penelitiannya bahwa perilaku menangani sendiri jerawat seperti dengan mencuci muka dan meminum air yang banyak ternyata lebih jarang dilakukan, kebanyakan dari responden pergi mencaripenanganan dibandingkan menangani sendiri jerawat namun, masyarakat lebih condong mencari ke klinik herbal atau penanganan tradisional dan ke salon atau klinik kecantikan dibandingkan pergi ke dokter.

perilaku pencarian penyembuhan adalah perilaku orang atau masyarakat yang sedang mengalami sakit atau masalah kesehatan, untuk memperoleh pengobatan sehingga sembuh atau teratasi masalah kesehatannya.Penelitian mengenai perilaku atau tindakan masyarakat pada waktu sakit secara komprehensif, baik tidak berbuat apa-apa, mengobatai sendiri, atau mencari pertolongan baik tradisional

(19)

Kecamatan Medan Denai termasuk daerah pinggiran dari Kota Medandimana sebagian dari wilayahnyasecara langsung berbatas dengan Kabupaten Deli Serdang, Medan Denaijugaberbatasan dengan Kecamatan Medan Area yang dekat dengan pusat kota, berbatasan juga dengan Kecamatan Medan Amplas dan Medan Tembung, (Tim ICT Dinas Kominfo Kota Medan, n.d.). Tidaksepertipusatkota,

dengan jumlah total penduduk Medan Denai sebanyak 142.001 jiwa (penduduk berusia 5-14 tahun sebanyak 26.484 jiwa dan usia 15-44 tahun sebanyak 74.915 jiwa.) namun pelayanan kesehatan yang ada masih belum tersebar merata di keenam kelurahan. Kelurahan Tegal Sari Mandala II merupakan kelurahan yang tidak memiliki satupun tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau puskesmas.Namun terdapat beberapa salon kecantikan dan apotek ditiap kelurahan, sertaada mall di kecamatan ini (koordinator statistik Kecamatan Medan Denai, 2013).

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan pada remaja di SMA Swasta Annizam ditemukan sebesar 80% siswa berjerawat, dengan rata-rata siswa berjerawat dari tiap kelas sebesar 60%, sehingga peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang mengarah pada perilaku pencarian penanganan sebagai bagian dari perilaku sakit yang akan menanyakan mengenai tindakan pencarian penanganan,sumber informasi responden, prioritas dalam menentukan penanganan, dan kepuasan terhadap hasil penanganan yang dilakukan. Peneliti menuangkannya dalam penelitian yang berjudul “Gambaran Perilaku Pencarian Penanganan terhadap Jerawat pada Remaja di SMA di Kecamatan Medan Denai”.

1.2.Rumusan Masalah

(20)

yaitu penelitian di Korea maka, dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :

Bagaimanakah gambaran perilaku pencarian penanganan terhadap jerawat pada remaja di SMA di Kecamatan Medan Denai.

1.3. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Yang menjadi tujuan umum dalam penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui gambaran perilaku pencarian penanganan terhadap jerawat pada remaja di SMA di Kecamatan Medan Denai.

1.4.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1) Untuk mengetahui gambaran karakteristik subjek penelitian

2) Untuk mengetahui gambaran tindakan pencarian penanganan yang dilakukan remaja saat berjerawat.

3) Untuk mengetahui gambaran sumber informasi subjek mengenai keluhan jerawatnya dan tindakan pencarian penanganan terhadap jerawat yang dilakukan.

4) Untuk mengetahui gambaran prioritas subjek dalam memilihtindakan pencarian penanganan terhadap jerawat.

5) Untuk mengetahui gambaran kepuasan subjek terhadap hasil penanganan jerawatnya.

1.4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Bagi peneliti

(21)

- Menambah wawasan peneliti terhadap hal yang berkaitan dengan penelitian ini

2. Bagi sekolah atau petugas pelayanan kesehatan masyarakat terkait

- Agar menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan pendidikan mengenai kebersihan pribadi dan alur mencari penanganan kesehatan

yang benarpada saat melakukan penyuluhan. 3. mahasiswa

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kult

2.1.1. Defenisi kulit

Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15% dari berat tubuh dan luas 1,50-1,75 m² (Widjaja, 2013).

2.1.2. Struktur kulit

Secara garis besar kulit tersusun atas 3 lapisan (Junqueira, 2007) : a. Lapisan epidermis

Lapisan epidermis yaitu lapisan epitel yang berasal dari ektoderm. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk dan memiliki tiga jenis sel yaitu melanosit, sel langerhans, dan sel merkel. Berdasarkan ketebalan, epidermis dapat dibedakan menjadi kulit tebal (licin dan tidak berambut) dan kulit tipis (berambut).

(23)

Turunan epidermis meliputi rambut, kuku, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Lapisan epidermis terdiri dari lapisan stratum korneum, stratu lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale.

b. Lapisan dermis

Lapisan dermis yaitu suatu lapisan jaringan ikat yang berasal dari mesoderm, terletak di bawah lapisan epidermis dan jauh lebih tebal dari epidermis. Lapisan ini terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar, lapisan dermis dibagi menjadi dua bagian yaitu pars papilare dan pars retikulare. Pada lapisan ini terdapat sel-sel saraf dan pembuluh darah.

c. Lapisan subkutis

Lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengikat kulit secara longgar pada organ-organ di bawahnya, yang memungkinkan kulit di bagian atas bergeser. Lapisan ini mengandung sel-sel lemak. Lapisan ini juga disebut sebagai fasia superfisial dan jika cukup tebal, disebut panikulus adiposus.

2.1.3. Pelengkap kulit

Organ-organ yang melengkapi kulit adalah rambut, kuku, kelenjar keringat, dan kelenjar minyak. Namun yang akan dibicarakan adalah kelenjar minyak atau kelenjar sebasea.

Kelenjar sebasea terbenam dalam dermis pada sebagian besar permukaan tubuh. Terdapat sekitar 100 kelenjar per sentimeter persegi pada sebagian besar tubuh, namun jumlah ini bertambah mencapai 400-900/cm² pada bagian muka, dahi, dan kulit kepala. Kelenjar sebasea

(24)

Kelenjar ini mulai berfungsi pada saat pubertas yang diatur oleh testosteron pada pria, pada wanita diatur oleh androgen ovarium dan androgen adrenal. Aliran sebum bersifat kontinu, dan gangguan dalam aliran sebum yang normal adalah salah satu penyebab timbulnya jerawat.

Gambar 2.2 Histologi Kelenjar keringat (Basic Histology Text and Atlas Junquera ed. 11)

2.2. Akne vulgaris 2.2.1. Defenisi

Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista pada daerah-daerah predileksi, seperti muka, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada, dan punggung (Widjaja, 2013).

2.2.2. Epidemiologi

Akne vulgaris menjadi masalah pada semua remaja. Akne minor adalah suatu bentuk akne ringan, dan dialami oleh 85% para remaja. Gangguan ini masih dapat dianggap sebagai proses fisiologik. Sedangkan 15% remaja lainnya menderita akne major sehingga mendorong mereka untuk berobat ke dokter (Widjaja, 2013).

(25)

tahun (Widjaja, 2013). Yiwei et.al (2012) menyatakan 10,4% (820 orang) remaja pria dan 6,1% (579 orang) remaja wanita menderita akne vulgaris dengan tingkat keparahan 68,4% derajat ringan (63% pria, 76% wanita), 26% derajat sedang (29,9% pria, 20,6% wanita), dan 5,6% derajat berat (7,1% pria, 3,4% wanita). Walaupun penyakit ini umum terjadi di usia sekitar 15-19

tahun (38%) namun, dari 74,3% yang pernah mengalami akne saat remaja, 25,7% menderita akne saat dewasa dan 81,7% mengalami persistent acne

(jerawat yang menetap).

2.2.3. Etiologi

Penyebab pasti akne masih belum diketahui, namun banyak faktor yang berpengaruh sebagai berikut:

1. Sebum

Sebum yang dihasilkan kelenjar palit merupakan faktor penting terjadinya akne (Siregar, 2005).

2. Bakteri

Mikroba yang diketahui terlibat pada terbentuknya akne adalah Corynebacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, dan Ptyrosporum

ovale (Widjaja, 2013).

3. Herediter

Faktor herediter sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar palit. Apabila kedua orangtua mempunyai parut bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne (Widjaja, 2013).

4. Hormon

• Hormon androgen : androgen telah diketahui sebagai perangsang

sekresi sebum, dan estrogen mengurangi produksi sebum (Stawiski, 2012). Hormon ini memegang peran yang penting karena kelenjar palit sangat sensitif terhadap hormon ini dan menyebabkan kelenjar palit bertambah besar sehingga produksi sebum meningkat (Widjaja, 2013).

o Hormon estrogen : pada keadaan fisiologis, estrogen tidak berpengaruh

(26)

gonadotropin yang berasal dari kelenjar hipofisis dimana gonadotropin memiliki efek menurunkan produksi sebum (Widjaja, 2013).

o Hormon progesteron : progesteron dalam jumlah fisiologik tak

mempunyai efek terhadap aktivitas kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus menstruasi, akan tetapi kadang-kadang progesteron dapat

menyebabkan akne premenstrual (Widjaja, 2013).

o Hormon kelenjar hipofisis : penelitian yang dilakukan pada tikus

menunjukkanbahwa hormon tirotropin, gonadotropin, dan kortikotropin dari kelenjar hipofisis diperlukan untuk aktivitas kelenjar palit. Pada kegagalan kelenjar hipofisis, sekresi sebum lebih rendah dibandingkan orang normal (Widjaja, 2013).

5. Diet

Siregar (2005) menyatakan bahwa makanan yang banyak mengandung lemak seperti es krim, kacang-kacangam, coklat, dan gorengan mempermudah timbulnya akne. Namun Widjaja (2013) mengatakan bahwa diet sedikit atau tidak berpengaruh terhadap akne.

6. Iklim

Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne akan bertambah hebat pada musim dingin dan membaik pada musim panas. Hal ini dikarenakan sinar ultraviolet mempunyai efek membunuh bakteri pada permukaan kulit. Selain itu sinar ini juga dapat menembus epidermis hingga bagian bawah dan dermis bagian atas sehingga berpengaruh pada bakteri yang berada di bagian dalam kelenjar palit. Sinar ultraviolet juga dapat mengadakan pengelupasan kulit sehingga menghilangkan sumbatan saluran pilosebasea (Widjaja, 2013).

7. Psikis

Pada beberapa penderita, stres dan gangguan emosi dapat

(27)

8. Kosmetik

Pemakaian bahan-bahan kosmetik tertentu, secara terus menerus dalam waktu yang lama, dapt menyebabkan terbentuknya akne. Akne yang terbentuk umumnya ringan yang terutama terdiri dari komedo tertutup dengan beberapa lesi papulopustular pada pipi dan dagu. Bahan yang

sering menyebabkan akne ini terdapat pada berbagai krem muka yang mengandung bahan-bahan seperti lanolin, petrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan dan bahan-bahan kimia murni (butil asetat, lauril alkohol, bahan pewarna merah D & C dan asam oleik) (Widjaja, 2013). Akne pada perempuan usia 20-an, 30-an, dan 40-an sering dikarenakan pemakaian kosmetik dan pelembab yang berbahan dasar minyak (Stawiski, 2012). 9. Bahan-bahan kimia

Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan erupsi yang mirip dengan akne. Bahan-bahan tersebut ialah yodida, kortikosteroid, isoniazid, fenobarbital, tetrasiklin, dan vitamin B12 (Widjaja, 2013). Pemakaian kortikosteroid oral kronik dapat menimbulkan pustula di permukaan kulit wajah, dada, dan punggung (Stawiski, 2012).

10.Reaktivitas

Selain faktor-faktor diatas masih ada faktor “X” pada kulit yang merupakan faktor penting dalam timbulnya akne (Widjaja, 2013)..

2.2.4. Patogenesis

Widjaja (2013) menyebutkan ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yaitu:

a. Kenaikan ekskresi sebum

Akne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu kelenjar palit membesar dan mengeluarkan sebum lebih banyak. Pertumbuhan kelenjar palit

(28)

dihidrotestosteron). Hormon ini mengikat reseptor androgen di sitoplasma dan akhirnya menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum.

Meningkatnya produksi sebum pada penderita akne disebabkan oleh respon organ akhir yang berlebih pada kelenjar palit terhadap kadar normal androgen dalam darah. Terbukti bahwa pada kebanyakan penderita, lesi akne

hanya ditemukan di beberapa tempat yang kaya akan kelenjar palit.

Akne juga mungkin berhubungan dengan perubahan komposisi lemak. Sebum yang bersifat komedogenik tersusun dari campuran skualen, wax, ester dari sterol, kolestrol, lipid polar, dan trigliserida. Pada penderita akne, cendrung mempunyai kadar skualen dan wax yang tinggi, sedangkan kadar asam lemak rendah.

b. Adanya keratinisasi folikel

Keratinisasi pada saluran polisebasea disebabkan oleh adanya penumpukan korneosit dalam saluran polisebasea. Hal ini dapat disebabkan oleh:

• Bertambahnya produksi keratinosit pada saluran polisebasea. • Pelepasan korneosit yang tidak adekuat.

• Kombinasi kedua faktor diatas.

Bertambahnya produksi korneosit dari sel keratinosit merupakan salah satu sifat komedo. Terdapat hubungan terbalik antara sekresi sebum dan konsentrasi asam linoleik dalam sebum. Menurut Downing dalam Widjaja (2013), akibat dari meningkatnya sebum pada penderita akne, terjadi penurunan konsentrasi asam linoleik. Hal ini dapat menyebabkan defisiensi asam linoleik setempat pada asam epitel folikel yang akan menimbulkan hiperkeratosis folikuler dan penurunan fungsi barier dari epitel. Dinding komedo lebih mudah ditembus bahan-bahan yang dapat menimbulkan peradangan. Walaupun asam linoleik merupakan unsur penting dalam seramaid-1, lemak lain mungkin juga berpengaruh pada patogenesis akne.

(29)

adhesi korneosit pada akroinfundibulum bertambah dan terjadi retensi hiperkeratosis folikel.

c. Bakteri

Tiga macam mikroba yang terlibat pada patogenesis akne adalah

Corynebacterium acnes (Proprionibacterium acnes), Staphylococcus

epidermidis dan Pityrosporum ovale (Malassezia furfur). Adanya sebore pada

pubertas biasanya disertai dengan kenaikan jumlah Corynebacterium acnes, tetapi tidak ada hubungan antara jumlah bakteri pada permukaan kulit atau dalam saluran-saluran pilosebasea dengan derajat akne. Tampaknya ketiga macam bakteri ini bukanlah penyebab primer pada proses patologis akne. Beberapa lesi mungkin timbul tanpa ada mikroorganisme yang hidup, sedangkan pada lesi yang lain mikroorganisme mungkin memegang peranan penting. Bakteri mungkin berperan pada lamanya lesi. Lingkungan mikro dalam folikel berpengaruh pada apakah bakteri yang berdiam di dalam folikel (resident bacteria) akan mengadakan eksaserbasi. Menurut hipotesis Saint-Leger, skualen yang dihasilkan oleh kelenjar palit dioksidasi di dalam folikel dan hasil oksidasi ini menjadi penyebab terjadinya komedo. Kadar oksigen dalam folikel berkurang dan akhirnya terjadi kolonisasi Corynebacterium acnes. Bakteri ini memproduksi porfirin, yang bila dilepaskan dalam folikel

akan menjadi katalisator untuk terjadinya oksidasi skualen, sehingga oksigen dalam folikel tambah berkurang lagi. Penurunan tekanan oksigen dan tingginya jumlah bakteri ini dapat menyebabkan peradangan folikel. Hipotesis ini dapat menerangkan mengapa akne hanya dapat terjadi pada beberapa folikel, sedangkan folikel yang lain tetap normal.

d. Inflamasi

(30)

protease, lesitinase, dan neuramidase, memegang peranan penting pada proses peradangan.

Faktor kemotaktik yang berberat molekul rendah (tidak memerlukan komplemen untuk bekerja aktif), bila keluar dari folikel, dapat menarik lekosit nukleus polimorfi dan limfosit. Bila masuk ke dalam folikel, nukleus polimorfi dapat mencerna Corynebacterium acnes dan mengeluarkan enzim

hidrolitik yang bisa menyebabkan kerusakan dari folikel pilosebasea. Limfosit dapat merupakan pencetus terbentuknya sitokin.

Bahan keratin yang sukar larut, yang terdapat di dalam sel tanduk, serta lemak dari kelenjar palit dapat menyebabkan reaksi non spesifik, yang disertai oleh makrofag dan sel-sel raksasa.

Pada fase permulaan peradangan yang ditimbulkan Corynebacterium acnes, juga terjadi aktivasi jalur komplemen klasik dan alternatif (classical and alternative complement pathways). Respon pejamu terhadap mediator

juga amat penting. Selain itu antibodi terhadap Corynebacterium acnes juga meningkat pada penderita akne hebat.

2.2.5. Gejala klinik

(31)

Tabel 2.1 Pengertian atau karakteristik gejala-gejala pada akne (Siregar, 2005)

No Pengertian

1 Komedo = black head, merupakan ruam kulit berupa bintik-bintik hitam yang timbul akibat proses oksidasi udara terhasap sekresi kelenjar sebasea di permukaan kulit.

2 Papula Penonjolan padat di atas permukaan kulit, berbatas tegas, berukuran kurang dari 1 cm.

3 Pustula Vesikel (gelembung berisi cairan serosa berdiameter kurang dari 1 cm) yang berisi nanah .

4 Nodul Sama seperti papula tetapi berdiameter lebih dari 1 cm.

5 Kista Penonjolan diatas permukaan kulit berupa kantong yang berisi cairan serosa atau padat atau setengah padat.

6 Eritema Makula(perubahan warna kulit tanpa perubahan bentuk) yang berwarna merah.

7 Hiperpigmentasi Penimbunan pigmen berlebih sehingga kulit tampak lebi hitam dai sekitarnya

8 Sikatrik = parut, merupakan jaringan kulit yang menggantikan epidermis yang sudah hilang. Jaringan ikat ini dapat lebih cekung dari kulit sekitarnya, dapat lebih menonjol, dan dapat normal. Sikatrik tampak licin, garis kulit dan kelenjar hilang.

2.2.6. Klasifikasi akne

(32)

Kligman, Witkowski, Simons, Cook, dan berdasarkan American of Dermatology Concensus Conference on Acne Clasification (Widjaja, 2013).

[image:32.595.135.513.216.598.2]

Gradasi akne ada pula yang berdasarkan klasifikasi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai berikut :

Tabel 2.2 Gradasi akne vulgaris (Wasitaatmadja, 2002)

Derajat Keterangan Catatan

Ringan a. Terdapat 5-10 lesi tidak beradang pada satu predileksi.

b. Terdapat < 5 lesi tidak beradang di beberapa

tempat.

c. Terdapat < 5 lesi beradang pada satu predileksi.

Lesi tidak beradang : -komedo -papul. Lesi beradang : -pustul -nodul -kista. Sedang a. Terdapat > 10 lesi tidak beradang pada satu

predileksi.

b. Terdapat 5-10 lesi tidak beradang di beberapa tempat.

c. Terdapat 5-10 lesi beradang pada satu predileksi.

d. Terdapat < 5 lesi beradang pada lebih dari satu predileksi.

Berat a. Terdapat > 10 lesi tidak beradang pada lebih dari satu predileksi.

b. Terdapat > 10 lesi beradang pada satu atau lebih predileksi.

2.2.7. Diagnosis

(33)

mengandung kelenjar palit dan timbul pada muka, leher, bahu, punggung, dan dada (Stawiski, 2012).

2.2.8. Diagnosis banding

a. Erupsi yang menyerupai akne, dikarenakan pemakaian kortikosteroid,

halogen, isoniazid, vitamin B1, vitamin B6, vitaminB12, fenobarbital, dan lain-lain (Widjaja, 2013).

b. Folikulitis (peradagan folikel rambut), biasanya nyeri, dan tidak ada komedo (Siregar, 2005).

c. Rosasea, lebih merah dan khas di daerah hidung dan pipi (Siregar, 2005).

2.2.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada akne memerlukan anamnesis yang cermat. Hal ini untuk menemukan faktor-faktor aknegenik sehingga dapat dihindari atau yang lebih serius menemukan kelainan endokrin (Stawiski, 2012). Sedangkan Widjaja (2013)menuliskan penatalaksanaan akne sebagai berikut :

A.Nasehat umum dan dorongan mental a. Penjelasan

Penderita harus diterangkan bahwa :

- Akne disebabkan oleh tipe kulit dan perubahan hormon pada masa pubertas, yang menyebabkan timbulnya sebore dan bertambahnya produksi bahan tanduk di dalam saluran kelenjar palit karena reaksi kelenjar palit yang berlebihan terhadap kadar hormon seks yang normal. - Sifat akne adalah kumat-kumatan, artinya kita hanya dapat mengurangi danmengontrol aknenya bukan menyembuhkannya.

- Pengobatan akne didasarkan pada tipe, derajat, dan lokalisasi. Pengobatan membutuhkan waktu lama dan kemungkinan disertai dengan

efek samping.

(34)

b. Perawatan

- Perawatan kulit muka: pemakaian sabun bakteriostatik tidak dianjurkan, bahkan pemakaian sabun berlebihan bersifat aknegenik dan dapat menyebabkan akne bertambah berat. Menurut Plewig dan Kligman bahwa kurangnya mencuci muka tidak terbukti akan memperberat akne atau

sebaliknya. Mencuci muka hanya akan menghilangkan lemak di permukaan kulit tetapi, tidak berpengaruh terhadap lemak yang ada di dalam folikel.

- Perawatan kulit kepala dan rambut: walaupun menurut beberapa pengarang bahwa ketombe dan dermatitis seboroik lebih banyak dijumpai pada penderita akne, penyelidikan Plewig dan Kligman gagal membuktikan hal tersebut. Pemakaian shampoo yang mengandung obat untuk penderita akne dengan ketombe, sebaiknya dilarang sebab dapt memperberat akne.

- Kosmetika dan bahan lain: bahan-bahan yang bersifat aknegenik akan membentuk komedo lebih cepat dan lebih banyak pada penderita akne, sehingga sangat dianjurkan kepada pasien untuk menghentikan pemakaian kosmetik tebal dan hanya memakai kosmetik ringan, yang tidak mengandung minyak dan obat.

- Diet: efek makanan terhadap akne masih diragukan oleh banyak penyelidik, diet khusus pun tak dianjurkan.

- Emosi dan faktor psikosomatis: pada orang-orang yang memiliki predisposisi akne, stres dan emosi dapat menyebabkan eksaserbasi akne. Memegang, memijit dan menggosok akne tidak dianjurkan sebab dapat menyebabkan keadaan yang disebut “akne mekanika”.

B. Obat-obatan

Ada tiga hal penting pada pengobatan akne yaitu untuk:

(35)

b. Mempercepat lesi beradang: dapat diberikan iritan fisik seperti CO2 padat, sinar ultra violet atau iritan kimiawi seperti sulfur, resorsinol, asam salisilat dan lain-lain. Hal ini dikarenakan iritan baik fisik maupun kimiawi dapat menambah aliran darah sehingga mempercepat regresi lesi yang beradang, karena dapat mempercepat hilangnya

mediator radang dan bahan toksik.

c. Penanganan akne membutuhkan waktu yang lama. Pada penderita akne ringan cukup dengan obat topikal, namun penderita akne sedang-berat membutuhkan obat topikal dan oral. Penderita juga mungkin membutuhkan antibiotik oral secara berkala selama 6 bulan, sedangkan terapi topikal diperlukan selama perjalanan penyakit.

I. Pengobatan topikal a. Retinoid topikal

Retinoid adalah turunan vitamin A yang terutama digunakan pada penanganan akne.Asam vitamin A lain adalah tretinoin, airol, dan lain-lain. Senyawa ini bekerja menipiskan dan melonggarkan lapisan tanduk sehingga mengikis ringan sel-sel permukaan dan menghambat produksi keratin. Karena keratolisis ini dan kerja mitosis kulit, maka komedo yang terbukaakan didorong keluar dan komedo tertutup jadi terbuka. Obat ini digunakan secara topikal dalam sediaan dengan konsentrasi 0,02-0,1%. Efek samping obat ini berupa tanda-tanda radang (Mutschler, 2010).

b. Benzoil Peroksida

Benzoil peroksida bekerja sebagai anti bakteri, yang terutama mengenai bakteri anaerob termasuk P.acnes. Disamping itu ia juga menimbulkan reaksi radang pada kutis sehingga terjadi perluasan lapisan spinosum

(36)

c. Antibiotik Topikal

Klindamisin, eritromisin, dan tetrasiklin adalah antibiotik yang sering dipakai dalam mengatasi akne dengan lesi papul dan pustul. Biasa digunakan pada pagi hari, atau malam hari dikombinasikan dengan retinoid atau peroksida (Stawiski, 2012).

d. Asam azeleik

Obat ini memiliki efek yang sama dengan benzoil peroksida, eritromisin topikal, asam-asam vitamin A, dan tetrasiklin oral. Memiliki sifat iritasi yang lebih kecil dan dapat ditolerir dengan baik (Widjaja, 2013).

II. Pengobatan oral a. Antibiotik oral

Antibiotik sistemik tetap merupakan terapi utama untuk akne papular dan pustular. Pasien biasanya diberi tetrasiklin, eritromisin, dan minosiklin. Antibiotik bekerja langsung pada P.acnes. Penggunaan tetrasiklin jangka panjang telah dibuktikan cukup aman. Tetrasiklin tidak diberikan pada wanita hamil karena menimbulkan warna kuning yang permanen pada gigi bayi baru lahir. Obat ini juga tidak diberikan pada wanita dengan kontrasepei oral karena akan mengurangi keefektifan obat kontraspsi. Minosiklin merupakan antibiotik paling efektif untuk akne namun, lebih mahal dibanding tetrasiklin dan pada dosis yang lebih tinggi menimbulkan pusing dan menimbulkan perubahan warna kulit menjadi kebiruan. Sedangkan eritromisin kurang efektif dalam mengobati akne (Stawiski, 2012).

b. Hormon

(37)

dapat pula difokuskan dengan menggunakan antiandrogen, estrogen dan pil kontrasepsi (Widjaja, 2013).

c. Isotretinoin

Isotretinoin merupakan metabolit dari vitamin A, obat ini

diindikasikan pada akne yang berat. Walaupun obat ini efektif dalam pengobatan akne namun penggunaannya harus dibatasi karena dapat memberikan efek samping berupa radang bibir yang hampir selalu ada, pengeringan kulit dan mukosa, gatal-gatal, danbersifat teratogenik sehingga tidak baik digunakan pada ibu hamil (Mutschler, 2010). Isotretinoin juga dapat menyebabkan depresi dan yang lebih jarang berupa keinginan untuk bunuh diri. Obat ini harus segera dihentikan bila dijumpai adanya depresi (Stawiski, 2012).

C. Tindakan khusus

a. Ekstraksi komedo

b. Suntikan kortikosteroid intralesi c. Terapi cahaya

2.3.Perilaku 2.3.1. Defenisi perilaku

Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010) merumuskan bahwa perilaku adalah respon seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses :

Stimulus Organisme Respons, sehingga teori ini disebut teori “S-O-R”. Berdasarkan S-O-R tersebut maka perilaku dapat dikelompokkan menjadi dua

yaitu:

(38)

b. perilaku terbuka, apabila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik.

2.3.2.Perilaku kesehatan

Sejalan dengan perilaku menurut Skiner tersebut maka perilaku kesehatan

adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit. Dengan kata lain perilaku kesehatan dapat diartikan sebagai kegiatan atau aktivitas baik yang dapat diamati ataupun tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2010) membedakannya perilaku kesehatan menjadi tiga yakni:

a. perilaku sehat : yaitu perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan atau meningkatkan kesehatan.

b. perilaku sakit : berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit untuk mencari penyembuhan. Ada beberapa tindakan atau perilaku yang muncul yaitu: didiamkan saja, mengobati sendiri, atau mencari penyembuhan.

c. perilaku peran sakit : perilaku ini mencakup hak-hak (contoh: hak untuk memperoleh kesembuhan) dan kewajiban sebagai orang sakit (contoh: kewajiban mematuhi nasihat-nasihat dari dokter).

2.3.3. Perilaku pencarian penanganan/penyembuhan

Notoatmodjo (2010) menyebutkan, perilaku pencarian penyembuhan adalah perilaku orang atau masyarakat yang sedang mengalami sakit atau

masalah kesehatan, untuk memperoleh pengobatan sehingga sembuh atau teratasi masalah kesehatannya.

(39)

a. tidak melakukan tindakan apa-apa b. melakukan pengobatan sendiri

c. mencari pengobatan baik tradisional maupun modern.

Penelitian mengenai perilaku atau tindakan masyarakat pada waktu sakit secara komprehensif, baik tidak berbuat apa-apa, mengobatai sendiri, atau

mencari pertolongan baik tradisional ataupun modern, belum ada.

[image:39.595.131.507.350.483.2]

Dalam profil kesehatan Indonesia tahun 2007 dalam (Notoatmodjo,2010), disajikan pola perilaku pengobatan sendiri dan perilaku pencarian penyembuhan baik ke fasilitas pengobatan tradisional maupun modern sebagai berikut :

Tabel 2.3. Persentase pola perilaku masyarakat pada waktu sakit, 2006 Perilaku

penyembuhan

Perkotaan Pedesaan Perkotaan dan

pedesaan

Mengobati sendiri

63,58 66,03 65,01

Mencari pengobatan

45,93 43,08 44,14

Tabel 2.4.Persentase perilaku penduduk yang mengobati sendiri, pedesaan dan perkotaan, tahun 2006

Jenis obat yang digunakan

Perkotaan Pedesaan Perkotaan dan

pedesaan

Modern 87,87 87,72 88,59

Tradisional 22,82 31,73 28,12

[image:39.595.133.503.554.656.2]
(40)
[image:40.595.124.503.147.320.2]

Tabel 2.5. Persentase perilaku pencarian pengobatan perkotaan dan pedesaan, 2007

2.3.4. Sumber informasi

Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan berpengaruh pada pola perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dae et.al (2008) kebanyakan penderita akne memperoleh informasi dari dokter dan rumah sakit (39.5%), kemudian dari internet (35.9%), televisi/radio (11.8%), majalah (7%), dan dari koran (5.1%).

2.3.5. Prioritas

Kebanyakan pasien menyatakan bahwa efikasi penanganan sebagai faktor dalam pemilihan tindakan penanganan (74%), faktor lain yang ikut berperan adalah harga (8%), kekambuhan penyakit (6%), durasi pengobatan yang lama (4%), lama waktu yang di habiskan (4%), dan efek samping (4%). Ada atau tidak adanya sarana pelayanan kesehatan kulit menjadi penebab utama penderita memutuskan untuk berobat atau tidak berobat ke rumah sakit (40%), diikuti dengan faktor harga (23%), akreditasi rumah sakit (21%), dan televisi/radio (16%) (Dae et.al, 2008).

Tempat pelayanan yang dipilih

Perkotaan Pedesaan Perkotaan dan pedesaan

Rumah sakit 13,39 6,54 9,83

Praktik dokter 33,71 19,08 25,38

Puskesmas 30,81 36,19 33,50

Petugas kesehatan lainnya

15,23 31,82 23,55

(41)

2.3.6. Derajat keparahan

Seperti yang sudah disebutkan dalam teori kepercayaan kesehatan, bahwa keseriusan penyakit yang dirasakan pasien akan mempengaruhi tindakan individu untuk mencari pengobatan penyakitnya (Notoatmodjo, 2010).

2.3.7. Kepuasan

Menurut Notoatmodjo (2010), kepuasan adalah tanggapan seseorang terhadap kebutuhan. Kebutuhan itu sendiri mencerminkan dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak (motivasi). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dae et.al(2008), 77% pasien yang diteliti tidak puas dengan hasil penanganan akne yang dilakukan. Alasan utama adalah karena penanganan tersebut dirasa tidak banyak membantu atau tidak efektif (84%), alasan lain adalah harga (7%), dan efek samping yang didapat (4%).

2.3.8. Pengukuran perilaku

(42)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 kerangka konsep

3.2. Definisi operasional 3.2.1. Jenis kelamin

Defenisi operasionil : Adalah jenis kelamin responden sejak lahir. Cara ukur : kuesioner

Alat ukur : Angket

Kategori : Perempuan/laki-laki

Skala ukur : Nominal

3.2.2. Derajat keparahan

Defenisi operasionil : Tingkat keparahan atau berat-ringannya jerawat yang dialami responden saat dilakukan pengumpulan data.

Cara ukur : Melihat semua tampilan kelainan kulit responden berupa lesi yang tidak beradang seperti komedo dan papul, serta lesi beradang seperti pustul, nodus, dan

Jenis kelamin

Derajat keparahan

Tindakan pencarian penanganan

Sumber informasi

Prioritas pemilihan penanganan

Kepuasan Remaja SMA

(43)

kista. Lalu mengelompokkannya (membaginya sesuai derajat akne).

Alat ukur : Sesuai dengan kriteria gradasi akne berdasarkan klasifikasi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

Kategori : Derajat ringan/sedang/berat. Skala ukur : Ordinal

3.2.3. Tindakan pencarian penanganan

Defenisi operasionil : Tindakan orang atau masyarakat yang sedang mengalami sakit atau masalah kesehatan, untuk memperoleh pengobatan sehingga sembuh atau teratasi masalah kesehatannya.

Cara ukur : Semiwawancara

Alat ukur : Angket

Kategori : Mencari penanganan

: Tidak mencari penanganan/ menanganani sendiri/ tidak menangani jerawatnya.

Skala ukur : Nominal

3.2.4. Sumber informasi

Defenisi operasionil : Darimana responden mendapatkan informasi mengenai keluhannya dan penangannya.

(44)

Alat ukur : Angket

Kategori : Televisi/ Radio/ Internet/ Majalah/ Keluarga/ teman/

Sekolah.

Skala ukur : Nominal

3.2.5. Prioritas penanganan

Defenisi operasionil : Segala sesuatu yang menjadi alasan utama atau faktor pemungkin pasien untuk melakukan penanganan.

Cara ukur : Semiwawancara

Alat ukur : Angket

Kategori : Biaya/ ketersediaan sarana/ keefektifan

Skala ukur : Nominal

3.2.6. Kepuasan

Defenisi operasionil : Adalah perasaan senang atau kecewa seseorang dikarenakan Perbandingan antara kesannya terhadap hasil dan harapan-harapannya.

Cara ukur : Semiwawancara

Alat ukur : Angket

Kategori : Puas/tidak puas

(45)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan studi yang bersifat observasi dengan desain cross-sectional dimana data dikumpulkan pada satu waktu, yang bertujuan untuk

mengetahui perilaku remaja dalam mencari penanganan terhadap keluhan jerawatnya.

4.2 Lokasi dan waktu penelitian 4.2.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di lima sekolah menengah atas (SMA) sederajat di Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan Kecamatan Medan Denai sebagian dari wilayahnya berbatasan dengan Kecamatan Medan Area yang dekat dengan pusat kota, berbatasan juga dengan Kecamatan Medan Amplas dan Medan Tembung, dan secara langsung berbatas dengan Kabupaten Deli Serdang yang termasuk daerah di pinggiran dari Kota Medan (Tim ICT Dinas Kominfo Kota Medan, n.d.).

4.2.2. Waktu penelitian

(46)

4.3 populasi dan sampel 4.3.1. Populasi target

Populasi dalam penelitian ini adalah semua remaja SMA sederajat yang berjerawat di SMA di Kecamatan Medan Denai.

4.3.2. Populasi terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah Remaja SMA berjerawat di lima sekolah di Kecamatan Medan Denai.

4.3.3. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi. Dilakukan randomisasi dalam memilih beberapa sekolah yang menjadi tempat penelitian dengan metode simple random sampling, dimana sekolah dipilih dengan cara diundi dengan cara mengambil lima kertas secara acak dalam satu tempat yang telah ditulis nama sekolah tersebut dan dihasilkanlah 5 sekolah sebagai lokasi penelitian. Sedangkan pengambilan subjek dilakukan menggunakan metode consecutive sampling, dimana subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria dimasukkan sampai jumlah sampel terpenuhi.

Adapun perhitungan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus perhitungan besar sampel penelitian deskriptif kategorik (Dahlan, 2013). Adapun rumus dan hasil perhitungan sebagai berikut :

n = Zα² x P x Q

(47)

d: penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepan yang diinginkan, biasanya 5% atau 10%.

Z: standar deviasi normal sebesar 1.96, sesuai dengan derajat kemaknaan sebesar 95%.

P: proporsi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada populasi.

proporsi remaja menderita akne sebesar 93%. Q: 1.0-P. Maka 1-0,93=0,07

n: besarnya sampel

n = Zα² x P x Q = (1,96)² x 0,93 x 0,07 = 100,04

d² (0,05)²

Dibulatkan menjadi 100 siswa/i yang dibutuhkan untuk menjadi sampel dalam penelitian ini.Pada tiap sekolah diambil 20 orang siswa/i sebagai sampel.

4.3.4. Kriteria inklusi

1. Semua siswa/i yang sedang menderita akne.

2. Semua siswa/i yang bersedia menjadi respondens.

4.3.5. Kkriteria eksklusi

(48)

4.4. Teknik pengumpulan data

Pada penelitian ini data diperoleh melalui data primer, artinya data diperoleh langsung dari responden. Untuk melihat gambaran perilaku pencarian penanganan terhadap jerawat yang dilakukan responden digunakan angket dengan

17 pertanyaan yang berisi pertanyaan mengenai perilaku pencarian penanganan serta faktor yang mendukung perilaku ini. kuesioner yang digunakan hanya sebagai alat bantu peneliti dalam mengumpulkan informasi saat melakukan wawancara terhadap responden yang telah dilakukan validitas isi kuesioner oleh dosen pembimbing. Sedangkan penentuan derajat keparahan jerawat responden, peneliti mengamati atau mengobservasi tampilan lesi akne pada kulit yang tidak tertutup pakaian, sedangkan area yang tertutup pakaian dan memungkinkan timbul akne pada area tersebut maka, peneliti hanya menanyai responden mengenai gejalanya sesuai kriteria Departemen Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.

4.5. Pengolahan dan analisa data

(49)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai gambaran perilaku pencarian penanganan terhadap jerawat pada remaja di SMA di Kecamatan Medan Denai yang telah dilakukan selama Juli–Oktober2014.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kecamatan Medan Denai termasuk daerah di pinggiran dari Kota Medan, dimana sebagian dari wilayahnya berbatasan dengan Kecamatan Medan Area yang dekat dengan pusat kota, berbatasan juga dengan Kecamatan Medan Amplas dan Medan Tembung, dan secara langsung berbatas dengan Kabupaten Deli Serdang (Tim ICT Dinas Kominfo Kota Medan, n.d.).

Penelitian ini telah dilaksanakan pada 5 Sekolah Menengah Atas sederajat yang ada di Kecamatan Medan Denai dengan data nama dan alamat sekolah sebagai berikut:

Tabel 5.1. Deskripsi lokasi penelitian

Nama sekolah Alamat sekolah

SMA Negeri 14 Medan Jl. Pelajar timur ujung SMA Swasta Kebangsaan Jl. Perguruan tinggi swadaya no.3 SMA Swasta Padamu Negeri Jl. Menteng VII no.125

(50)

5.1.2. Karakteristik Subjek

[image:50.595.110.512.228.406.2]

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa/i Sekolah Menengah Atas sederajat. Tabel 5.2 menunjukkan karakteristik subyekberdasarkan jenis kelamindanumur.

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi subjek penelitian

Jenis kelamin n %

Laki-laki 45 45

Perempuan 55 55

Total 100 100

Umur (tahun) n %

14-15 33 33

16-17 63 63

>17 4 4

Total 100 100

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi jenis kelamin subjek penelitian perempuan sebesar 55% dan laki-laki sebesar 45%. Mayoritas umur subjek adalah umur 16-17 tahun sebesar 63% dan minoritas adalah umur > 17 tahun sebesar 4%.

A. Derajat Keparahan Jerawat

[image:50.595.112.515.617.693.2]

Tabel 5.3 menunjukanderajat keparahan jerawatpada subyek penelitianyang dikelompokkan menjadi derajat ringan, sedang, dan berat.

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi derajat keparahan jerawat subjek penelitian

Derajat keparahan jerawat n %

Ringan 26 26

Sedang 59 59

Berat 15 15

(51)

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa mayoritas derajat keparahan jerawat subjek termasuk dalam kelompok derajat sedang sebesar 59% dan minoritas termasuk dalam derajat berat sebesar 15%.

B. Lokasi Timbulnya Jerawat yang Pernah Dialami Subjek

Pada penelitian ini subjek telah ditanyai mengenai lokasi timbulnya jerawat yang dirasa pernah dialami subjek selama berjerawat dan dalam menjawab

[image:51.595.109.511.350.441.2]

pertanyaan subjek diizinkan untuk menjawab lebih dari satu jawaban sehingga pada satu orang dapat memiliki lebih dari satu tempat timbulnya jerawat.

Tabel 5.3.1. Distribusi frekuensi lokasi timbulnya jerawat yang dirasa pernah dialami subjek penelitian

Lokasi n %

Muka 100 100

Leher 5 5

Dada 5 5

Bahu 2 2

Punggung 6 6

Tabel 5.3.1 menunjukkan bahwa lokasi timbulnya jerawat yang dirasa pernah dialami subjek terbanyak adalah di muka sebesar 100% dan terendah pernah mendapati jerawatnya di bahu sebesar 2%.

C. Waktu Timbulnya Jerawat

[image:51.595.110.511.663.737.2]

Tabel 5.4 menunjukan apakah jerawat pada subyek penelitian timbul setiap hari ataupun berkambuh dan bertambah parah pada waktu tertentu.

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi waktu timbulnya jerawat subjek penelitian

Waktu timbulnya jerawat n %

Selalu/setiap hari 58 58

Kadang-kadang 42 42

(52)

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa waktu timbulnya jerawat terbanyak adalah subjek selalu/setiap hari berjerawat sejak jerawat pertama kali muncul sebanyak 58 orang (58%).

Tabel 5.4.1. Waktu timbulnya jerawat

Kadang-kadang n %

Sters 9 21,4

Menstruasi/haid 28 66,6

Make up 2 4,8

Kurang tidur 1 2,4

Makan makanan berminyak 2 4,8

[image:52.595.107.517.261.400.2]

Total 42 100

Tabel 5.4.1 menunjukkkan bahwa sebesar 66,6% (28 orang) subjek mengalami jerawat yang berkaitan dengan siklus haid baik sebelum, sesudah, atau

bersamaan dengan haid.

D. Tanggapan terhadap Keseriusan Jerawat

[image:52.595.105.512.591.672.2]

Tabel 5.5 menunjukkan sikap subjek tanggapan subjek terhadap keseriusan jerawat yang dialami.

Tabel 5.5 Tanggapan terhadap keseriusan jerawat

Tanggapan terhadap keseriusan jerawat

n %

Serius 28 28

Tidak 72 72

Total 100 100

(53)

5.1.3. Tindakan Pencarian Penanganan terhadap Jerawat

Subjek penelitian ini juga ditanyai mengenai tindakan pencarian penanganan terhadap jerawatnya yang meliputi; tindakan pencarian penanganan terhadap jerawat yang tersering dilakukan saat ini, tindakan pencarian penanganan

[image:53.595.113.511.290.364.2]

terhadap jerawat yang pernah dilakukan sebelumnya, tindakan menangani sendiri jerawat, tindakan mencari penanganan terhadap jerawat, dan cara pakai obat yang pernah digunakan.

Tabel 5.6 Tindakan pencarian penanganan terhadap jerawat saat ini Tindakan pencarian penanganan saat ini n %

Tidak ada 40 40

Menangani sendiri 52 52

Mencari penanganan 8 8

Total 100 100

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa tindakan pencarian penanganan terhadap jerawat saat ini dilakukan terbanyak dengan menangani sendiri sebesar 52%, dan terendah dengan mencari penanganan sebesar 8%.

Tabel 5.6.1. Tindakan pencarian penanganan terhadap jerawat yang pernah dilakukan sebelumnya (jawaban lebih dari satu)

Tindakan pencarian penanganan terhadap jerawat yang

pernah dilakukan sebelumnya n %

Tidak ada 68 68

Menangani sendiri 90 90

Mencari penanganan 25 25

(54)
[image:54.595.107.511.144.369.2] [image:54.595.113.510.494.582.2]

Tabel 5.6.1.1. Alasan menangani sendiri atau tidak menangani jerawat

Alasan didiamkan n %

tidak ada biaya 11 16,2

tidak ada tempat pelayanan

kesehatan 6 8,8

jarak pelayanan kesehatan jauh 2 2,9

jerawat belum parah 49 72,1

Total 68 100

alasan ditangani sendiri n %

belum parah 65 72,2

tidak percaya orang lain 23 25,6

jarak pelayanan kesehatan jauh 2 2,2

Total 90 100

Tabel 5.6.1.1 menunjukkan bahwa karena belum parahnya jerawat pun menjadi alasan terbanyak subjek tidak menangani jerawatnya sebesar 72,1% (49 orang) ataupun menangani sendiri jerawatnya sebesar 72,2% (65 orang).

Tabel 5.6.1.2. Tindakan penanganan sendiri terhadap jerawat (jawaban lebih dari satu)

Tindakan penanganan sendiri terhaadap

jerawat n %

Dipencet 48 48

Mencuci muka 69 69

Beli obat di warung/mall 4 4

Beli obat di apotek tanpa resep dokter 6 6

(55)
[image:55.595.107.511.344.412.2]

Tabel 5.6.1.3. Tindakan dengan mencari penanganan

Tindakan dengan mencari penanganan n %

Praktik dokter 7 28

Puskesmas 0 0

Rumah sakit 1 4

Salon 9 36

Klinik herbal 8 32

Total 25 100

Tabel 5.6.1.3 menunjukkan tindakan dengan mencari penanganan terbanyak adalah ke salon sebanyak 9 orang (36%) dan tidak ada satu pun subjek yang pergi mencari penanganan jerawat ke puskesmas (0%).

Tabel 5.6.1.4. Cara pakai obat

Cara pakai obat n %

Diminum 5 20

Pakai luar 20 80

Total 25 100

Tabel 5.6.1.4 menunjukkan cara pakai obat terbanyak adalah dengan pakai obat luar sebesar 80%, hanya sebesar 5% yang pernah menggunakan obat dengan cara diminum.

5.1.4. Sumber Informasi Subjek

(56)
[image:56.595.109.512.124.239.2]

Tabel 5.6.2. Sumber informasi

Sumber informasi n %

Televisi 37 37

Radio 1 1

Internet 50 50

Majalah 10 10

Keluarga 33 33

Teman 44 44

Sekolah 3 3

Tabel 5.6.2 menunjukkan bahwa sumber informasi subjek terbanyak adalah melalui internet sebesar 50%, diikuti melalui teman sebesar 44%, televisi sebesar 37%, dan keluarga sebesar 33%, sedangkan hanya sebesar 3% subjek memperoleh informasi dari sekolah dan sebesar 1% dari radio.

[image:56.595.114.507.463.556.2]

5.1.5. Prioritas subjek dalam pencarian penanganan terhadap jerawat Prioritas subjek dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 5.6.3. Prioritas subjek dalam pencarian penanganan terhadap jerawat

Prioritas tindakan n %

Harga 11 11

Khasiat 84 84

Jarak tempuh 3 3

Dll 2 2

Total 100 100

(57)

5.1.6. Motivasi dan kepuasan terhadap hasil penanganan

[image:57.595.111.511.226.288.2]

Motivasi subjek dalam melakukan tindakan pencarian penanganan serta kepuasan terhadap hasil tindakan yang dilakukan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 5.6.4. Motivasi dalam mencari penanganan terhadap jerawat

Motivasi n %

Ingin sembuh 75 75

Ingin cantik/tampan 54 54

Ingin dapat banyak teman 6 6

[image:57.595.109.513.391.458.2]

Tabel 5.6.4 ini menunjukkan bahwa motivasi terbesar subjek adalah karena ingin sembuh sebesar 75% dan terendah karena ingin mendapat teman yang banyak sebesar 6%.

Tabel 5.6.5. Kepuasan subjek terhadap hasil penanganan jerawat

Kepuasan n %

Puas 48 48

Tidak puas 52 52

Total 100 100

Tabel 5.6.5 ini menunjukkan bahwa mayoritas subjek merasa tidak puas dengan hasil tindakannya sebesar 52% dan sebesar 48% merasa puas terhadap hasil tindakan penanganan yang dilakukan.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Kelompok jenis kelamin responden

Pada penelitian ini didapati hasil karakteristik kelompok jenis kelamin terbanyak adalah perempuan sebanyak 55 orang (55%).Sedangkan teori yang ada menyatakan bahwa jerawat pada masa remaja lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada perempuan (Fulton, 2009).

(58)

(33,7%). Purwaningdyah (2013) juga mendapatkan hasil kelompok jenis kelamin laki-laki (58%) lebih banyak daripada perempuan (42%).

5.2.2. Kelompok umur responden

Pada penelitian ini karakteristik kelompok subjek yang dipilih adalah remaja, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yiwei et.al (2012) pada

penelitiannya di 6 kota di Cina dengan rentang umur subjek 1 - >60 tahun mendapatkan bahwa prevalensi jerawat terbanyak berkisar umur 15-19 tahun sebesar 38%, hal ini menguatkan bahwa prevalensi jerawat terbanyak ialah remaja. Jerawat mulai timbul pada masa pubertas akibat pengaruh hormon sehingga menjadi masalah semua remaja dan masih dapat dianggap sebagai proses fisiologik (Widjaja, 2013).

Penelitian ini mendapati bahwa mayoritas umur subjek penelitian adalah umur 16-17 tahun sebanyak 63 orang, dan terendah umur >17 tahun sebanyak 4 orang. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Purwaningdyah (2013) pada penelitiannya mengenai profil akne pada remaja SMA yang memperoleh hasil prevalensi tertinggi penderita jerawat adalah umur 17 tahun sebesar 41%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rahmawati (2012) dengan rentang umur subjek yang diteliti adalah 15-17 tahun didapati frekuensi jerawat terbanyak pada umur 16 tahun sebanyak 33 orang (51,5%) tetapi perbedaan jumlah didapati tidak terlalu jauh dengan kelompok umur 15 tahun ataupun 17 tahun.

5.2.3. Derajat keparahan jerawat kelompok subjek

Pada penelitian ini didapati hasil karakteristik derajat keparahan jerawat yang ada pada kelompok subjek penelitian ini terbanyak pada derajat sedang sebanyak 59 orang (59%), hasil ini sesuai dengan penelitian Khalid dan

(59)

Hasil yang berbeda ditemukan oleh Dae et.al (2008) dan Yiwei et.al (2012) yang mendapatkan prevalensi derajat keparahan terbanyak adalah derajat ringan sebesar 55,9% dan 68,4%. Dalam buku ilmu kulit disebutkan bahwa 80% jerawat pada remaja adalah jerawat ringan (Widjaja, 2013).

5.2.4. Lokasi jerawat

Pada penelitian ini didapatkan lokasi lesi jerawat yang pernah dialami terbanyak adalah di muka sebanyak 100 orang (100%). Purwaningdyah (2013) juga mendapati hal yang serupa dimana muka merupakan predileksi terbanyak timbulnya jerawat (58%).

5.2.5. Kondisi jerawat

Penelitian ini mendapati hasil kondisi timbulnya jerawat adalah sebanyak 58 orang subjek selalu mengalami jerawat sejak pertama kali jerawat muncul, sedangkan 42 orang lainnya merasa jerawatnya timbul atau berkambuh hanya pada saat-saat tertentu terutama pada saat menjelang haid sebanyak 28 orang.

Purwaningdyah (2013) mendapati hasil yang sama dimana 51% subjek merasa selalu mengalami kondisi berjerawat. Teori yang ada menyebutkan bahwa faktor resiko timbulnya jerawat beberapa diantaranya adalah hormon, diet, psikis, dan kosmetik (Widjaja, 2013).

Pengaruh hormon yang berkaitan dengan haid adalah hormon progesteron dimana hormon progesteron dapat menyebabkan akne premenstrual (Widjaja, 2013). Yiwei et,al (2012) mendapati 47,5% subjek penelitiannya mengalami akne premenstrual. Ghodsi et.al (2009) menyimpulkan bahwa premenstruasi dan stres

memiliki pengaruh positif dalam mempengaruhi derajat keparahan jerawat.

(60)

eksaserbasi (bertambah parahnya) jerawat (Widjaja, 2013). Susah tidur juga dapat menyebabkan eksaserbasi jerawat (Siregar, 2005). Purwaningdyah (2013) mendapati bahwa 90% responden menyatakan bahwa psikis adalah penyebab timbulnya atau kambuhnya jerawat diikuti dengan akibat kosmetik sebanyak 18%. Walaupun dari hasil penelitian ini hanya 2 orang yang merasa kosmetik penyebab

kambuhnya jerawat akan tetapi, dikatakan pada bahan-bahan kosmetik tertentu yang dipakai secara terus-menerus dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terbentuknya jerawat (Stawiski, 2012).

5.2.6. Tindakan pencarian penanganan tersering/saat ini terhadap jerawat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan pencarian penanganan saat ini terbanyak adalah dengan menangani sendiri jerawat sebesar 52%, dan terendah adalah dengan mencari penanganan terhadap jerawat sebesar 7%.

Berdasarkan penelitian (Khalid dan Iqbal, 2010) pada 150 orang mantan pasien dari suatu rumah sakit menunjukkan bahwa 77% subjek melakukan tindakan penanganan sendiri terhadap jerawatnya. Dae et al (2008) mendapati apabila jerawat timbul atau sedang meradang tindakan yang biasa dilakukan adalah mencari penanganan ke tempat pengobatan herbal sebanyak 90%. Purwaningdyah (2013) mendapati sebesar 39% subjek tidak melakukan pengobatan khusus.

(61)

5.2.7. Tindakan pencarian penanganan yang pernah dilakukan

Hasil penelitian ini menunjukkan sebesar 90% subjek pernah menangani sendiri jerawatnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dae et al (2008) mendapati sebesar 78,5% pernah melakukan tindakan pencarian

penanganan dengan mencari penangananke dokter spesialis kulit.

Gambar

Gambar 2.1 Epidermis menunjukkan struktur kulit tipis dan kulit tebal (Digital Histologi : An Interactive CD Atlas with Review Text)
Gambar 2.2 Histologi Kelenjar keringat (Basic Histology Text and Atlas Junquera ed. 11)
Tabel 2.2 Gradasi akne vulgaris (Wasitaatmadja, 2002)
Tabel 2.4.Persentase perilaku penduduk yang mengobati sendiri, pedesaan dan perkotaan, tahun 2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menakses website ini, pengunjung dapat menghemat waktu dan biaya jika dibandingkan dengan datang dan berkunjung langsung ke SMA Taman Harapan Bekasi, pihak sekolah pun

Hasil Terlaksananya Pelayanan Administrasi Perkantoran 5,52% Kelompok Sasaran Kegiatan : Aparatur. Rincian Anggaran

Menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat

Daili SF, dkk, Pedoman Tata Laksana Sifilis Untuk Pengendalian Sifilis Di Layanan Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian

Perhatikan

7) Pada wanita hamil dengan sifilis lanjut atau tahap sifilis yang tidak. diketahui, pedoman WHO STI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PASCA SARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI.. (IAIN) TULUNGAGUNG

Figure 4. Percentage distribution of 15-year-old students in the United States and OECD jurisdictions on combined science literacy scale, by profi ciency level: 2006.. exhibit 1