• Tidak ada hasil yang ditemukan

REKLAMASI LAHAN GALIAN PASIR DENGAN BUDI DAYA BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DI DESA CIBEREUM WETAN KECAMATAN CIMALAKA KABUPATEN SUMEDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "REKLAMASI LAHAN GALIAN PASIR DENGAN BUDI DAYA BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DI DESA CIBEREUM WETAN KECAMATAN CIMALAKA KABUPATEN SUMEDANG"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

REKLAMASI LAHAN GALIAN PASIR DENGAN BUDI DAYA BUAH NAGA ( Hylocereus polyrhizus) DI DESA CIBEREUM WETAN

KECAMATAN CIMALAKA KABUPATEN SUMEDANG

Oleh :

F. Aulia, Darsiharjo*),Jupri*)

Departemen Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia

Email :

fen.putri@student.upi.edu , darsiharjo@upi.edu , jupri@upi.edu

ABSTRAK

Selain memperbaiki nilai guna lahan pasca penggalian, usaha reklamasi akan berfungsi ganda ketika diikuti dengan usaha budidaya sebagai peningkat penghasilan. Penelitian ini bertujuan untuk 1) Menganalisis kondisi lahan bekas galian C di Desa Cibeureum Wetan, 2) Mengidentifikasi tekhnik budidaya buah naga sebagai upaya kegiatan reklamasi lahan bekas galian C di Desa Cibeureum Wetan, 3) Menganalisis pengaruh kegiatan reklamasi terhadap kondisi lahan bekas galian C di Desa Cibeureum Wetan. Motode penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif dengan cara survei, bertujuan untuk mejelaskan suatu analisis permasalahan dengan cara mengamati langsung di lapangan guna memahami permasalahan secara langsung. Hasil dari penelitian menunjukan kondisi lahan bekas galian pasir mengalami perubahan pada sifat tanah, diantaranya dengan bertambahnya kandungan pasir dalam tekstur tanah, sehingga menyebabkan meningkatnya kandungan P-potensial dan nilai pH karena pemadatan tanah. Sedangkan kandungan C-organik, K, N, dan KTK menurun dari kondisi awal lahan, disebabkan tanah yang tidak bisa mengikat unsur hara. Tekhnik budidaya buah naga pada lahan bekas galian pasir lebih sederhana dilakukan, dengan dibantu oleh pupuk organik dalam kesuburan tanah, sehinggga memiliki daya dukung tumbuh yang baik. Keuntungan budidaya terbukti dengan nilai R/C

>1 dalam kurun 5 tahun pada analisi usaha tani. Kondisi sifat tanah semakin membaik dengan diadakan reklamasi dengan perbaikan sifat kimia dan sifat fisik tanah, kandungan mikroorganismepun meningkat.

Kata Kunci : Reklamasi, Budidaya, Buah naga, Perubahan kondisi lahan

Abstract

In addition to improving the post-mining land use, reclamation efforts will result doubles when followed by farming as earnings enhancer. This reaserch aims to 1) analyze the condition of the land in the former mining of Cibereum Wetan village , 2) identify dragon fruit cultivation techniques that made the reclamation of land in the former mining of Cibereum Wetan village, 3) analyze the effects of reclamation activities on land conditions excavated C mining in Cibereum Wetan village. The methods of research is descriptive method by survey, aimed to identify a problem analysis by observing directly in the field in order to understand the problems directly. Results of the reaserch showed the land excavated sand had some changes in soil properties, such as the increase in-sand content in the soil, it is leading to increased of P-potential and pH value due to soil compaction. While C-organic content, K, N, and CEC decreased from the initial condition of the land, because the land can not bind nutrients.

(2)

Cibereumn Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang

Dragon fruit cultivation techniques on land excavated sand was more modest, with the assistance of organic fertilizers in the soil, so as to h;ave the capacity to grow well. Profit cultivation proved with the R/C value is > 1 over 5 years on the analysis of farming. Soil conditions improved with the reclamation of the repair chemical and physical properties of soil, and also content of microorganisms increased.

Keywords: Reclamation, Cultivation, dragon fruit, Change the land

*) Penulis Penanggung Jawab

(3)

PENDAHULUAN

Tidak bisa dipungkiri, Indonesia sebagai salah satu negara penyumbang barang tambang yang penting di Dunia memunculkan banyaknya industri pertambangan di Indonesia,dan menjadi industri penunjang perekonomian negara.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS, 2012), sektor Pertambangan dan Penggalian tumbuh 1,4 persen selama pada tahun 2011 dan juga terjadi peningkatan Peranan Sektor Pertambangan dan Penggalian terhadap PBD (Produk Domestik Bruto) yaitu naik dari 11,1 persen menjadi 11,9. Namun kondisi negara kita yang masih berkembang dikatakan belum memiliki kemampuan yang cukup dalam mengatasi permasalahan lingkungan yang timbul pasca eksploitasi pertambangan.Hal tersebut telah mengurangi fungsi lahan khususnya dalam bidang pertanian, padahal Indonesia dikatakan sebagai negara agraris yang beriklm tropis dapat menghasilkan banyak manfaat dari hasil pertanian yang diusahakan. Menurut Rukmana (2003:1) lahan pertanian di Indonesia yang dapat digunakan untuk mengembangkan tanaman buah-buahan sekitar 33,3 juta hektar, antara lain lahan kering (tegalan) seluas 16,59 juta kektar dan lahan pekarangan seluas 4,9 juta hektar. Meskipun hampir semua jenis buah-buahan dapat dihasilkan di

Indonesia, namun produktivitas hasil buah-buahan nasional masih rendah rata- rata 7,5 ton/ha.

Berkaitan dengan ke dua hal tersebut, perlu adanya pengkajian tentang pemulihan kondisi lahan pascca pertambangan , atau yang di sebut dengan Reklamasi. Kegiatan reklamasi yang diikuti dengan usaha pertanian suatu komoditas tanaman tertentu dengan syarat tumbuh yang baik pada lahan bekas pertambangan, selain akan memperbaiki kondsi ekologias, dapat pula menjadi sumber pendapatan masyarakat yang baik. Usaha tersebut telah dilakukan oleh kelompok tani Simpay Tampomas. Diatas lahan bekas pertambangan pasir, mereka mengusahakan penanaman varietas buah naga merah, yang memiliki kemampuan hidup yang baik pada lahan bekas pertambangan pasir tersebut. Sehingga pentingnya memahami tentang kemampuan buah naga terhadap kondisi lahan perambang pasir, dan peranannya dalam perbaikan kondisi lahan bekas galian pasir tersebut juga perekonomian para petani buah naga. Disamping itu, dengan mengetahui tekhnik pembudidayaan, hal tersebut akan menjadi alternatif pemanfaatan lahan pasca pertambangan pasir, dibeberapa wilayah pertambangan pasir di Indonesia.

(4)

Cibereumn Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang METODE

Motode penelitian yang dilakukan adalah metode kuantitatif deskriptif dengan cara survei. Metode ini bertujuan untuk mejelaskan suatu analisis permasalahan dengan cara mengamati langsung di lapangan untuk memahami permasalahan secara langsung. Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk memperoleh data sifat tanah dalam mendeskripsikan lahan bekas pertambangan pasir yang dimanfaatkan oleh masyarakat melalui kegiatan budidaya buah naga serta untuk mendapatkan data sosial masyarakat.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil

a. Profil Petani Buah Naga

Hasil penelitian terhadap kondisi petani buah naga di Desa Cibereum Wetan menunjukan sebagian besar petani berusia

>65 tahun dengan pendidikan setengahnya merupakan lulusan SD. Lahan buah naga yang mengalami pengurangan luas, dan bersisa hanya 3 Ha saja disebabkan oleh peraturan pertambangan yang belum tegas.

Pengalaman bertani pada umumnya telah mencapai 6-10 tahun. Karena umur petani yang sudah kurang produktif, perlunya pengadaan penyuluhan bagi para pemuda sebagai penerus bangsa terhadap usaha reklamasi guna memperbaiki dan

menambah nilai guna lahan pasca pertambangan pasir.

b. Kesesuaian Lahan Budidaya Buah Naga

Selanjutnya, hasil dari observasi lapangan dan pembelajaran literatur, kemampuan buah naga terhadap lahan bekas pertambangan memang dapat dikatakan baik, dengan beberapa tekhnik pengelolaan lahan, seperti pemberian pupuk organik, tanaman buah naga dapat tumbuh pada kondisi lahan bekas galian pasir tersebut. Mrengingat tanaman buah naga termasuk ke dalam keluarga kaktus, kemampuan hidup di tanah yang panas dan kurang air menjadi hal pendukung tanaman tersebut dapat tumbuh di atas lahan bekas pertambangan. Daya dukung lahan terhadap syarat tumbuh buah nagan dapat dilihat pada tabel 1.1.

Beberapa kondisi lahan yang tercipta akibat kegiatan pertambangan, seperti kondisi iklim mikro yang mengubah kondisi suhu rata-rata di sekitar daerah pertambangan menjadi salah satu daya dukung kegiatan pembudidayaan buah naga, mengingat buah naga merupakan tanaman kaktus yang lebih menyukai kondisi lahan dengan suhu tinggi. Selain itu kondisi lahan yang didominasi pasir merupakan daya dukung lain dalam pemenuhan syarat media tanam buah naga.

(5)

Tabel 1.1 Daya dukung daerah penelitian terhadap syarat tumbuh buah naga

Kriteria Syarat tumbuh

Kondisi daerah penelitian

Ket

Iklim;

-Curah hujan -Suhu -Kelembapan

-780-1800 mm/thn -25º-36ºC -70%-90%

-2000-2500 mm/thn -23º-29ºC -80% - 82%,

-Tanaman bisa tumbuh jika tidak tergenang air/pengairan tidak berlebihan -Cocok -Cocok Kriteria Syarat

tumbuh

Kondisi daerah penelitian

Ket

Tanah pH 5-7.5 dan kondisi tanah yang bersifat porous

pH 7.5, media pasir membantu tanah semakin porous

Cocok dapat tumbuh, asalkan tetap diberi bantuan pupuk organik pengganti liat Ketinggian

tempat

0-350mdpl 750-800mdpl Kurang cocok, namun suhu di daerah penelitian mendukung syarat tumbuh

Sumber : Hasil penelitian 2015

Selanjutnya, kondisi lahan seperti kelembapan udara dan pH tanah memenuhi syarat tumbuh buah naga. Tekhnologi yang semakin maju diharapkan dapat merekayasa lebih baik kondisi lahan yang kurang dalam peruntukannya di dunia pertanian.

2. Pembahasan

a. Kondisi Lahan Bekas Pertambangan Pasir

Kondisi Lahan Bekas Pertambangan Pasir di Desa Cibereum Wetan menggunakan tekhnik open pit meaning, artinya pertambangan dilakukan dengan membuka lapisan atas tanah atau topsoil, untuk mendapatkan bahan galian. Vegetasi yang ada ditebang atau dihilangkan bersama-sama saat dilakukan pengupasan lapisan top soil dengan alat berat (traktor).

Kondisi lahan bekas pertambangan menunjukan kondisi kemiringan lereng yang terganggu akibat kegiatan pertambangan.

Kondisi tanah yang berperan sebagai media tanam pun mengalami perubahan kandungan akibat kegiatan pertambangan tersebut. Dari sempel tanah yang diambil berdasarkan satuan lahan bekas pertambangan pasir, dengan kondisi tanah yang seragam, berjenis tanah regosol dengna kemiringan 8-15%.

Lahan bekas penggalian pasir di daerah Desa Cibereum Wetan termasuk ke dalam jenis lahan pasir dan pasir-batu. Ciri lahan tersebut bertekstur kasar/pasir hingga berbatu, tidak mempunyai kemampuan menahan air dan mengikat unsur hara atau mempunyai kemampuan kecil; struktur lepas sehingga sangat peka terhadap erosi (syekhfani 1993:2).

Maka kendala yang dihadapi bila lahan bekas penggalian pasir akan dijadikan lahan pertanian adalah daya pegang air rendah, miskin unsur hara dan mudah mengalami erosi. Reklamasi lahan meliputi perbaikan sifat tanah agar tata air dan udara tanah menjadi baik serta konsistensi lebih mantap, kapasitas penahanan ion lebih besar, dan sifat kimia berupa penambahan unsur-unsur hara secara alami maupun masukan pupuk yang seimbang. Perubahan kondisi tanah tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perubahan kondisi tanah bekas pertambangan pasir

(6)

Cibereumn Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang

Sample

Reterensi

hara Kandungan hara pH KTK C

% P N % K %

Lahan sebelum di tambang

7,31 11,82 1,61 65,1 0,17 110,1

Lahan bekas galian C

7,54 11,75 0,57 71,5 0,02 44,7

Sumber : Hasil Penelitian, 2015

Tabel 2.1 menunjukan berkurangnya sebagian besar unsur hara tanah yang disebabkan kegiatan pembukaan lahan dan penggalian pasir/kegiatan pertambangan.

Kondisi tanah yang tidak bisa mengikat unsur hara, mempengaruhi berkurangnya kandungan unsur C%, KTK, N%, dan K%.

Sedangkan kandungan P pada tanah pasca tambang atau pada tanah bertekstur pasir lebih tinggi dari pada tanah bertekstur halus, hal tersebut diperkuat oleh pendapat Olsen dan Watanabe (1963, dalam Utami 2009), dikarenakan kondisi tektur dan kandungan air yang sedikit, pospor yang pada umumnya dalam keadaan tidak larut, tidak memungkinkan untuk masuk ke dalam sel-sel akar. Selain kandungan P, kandungan pH pun mengalami kenaikan, diduga penambahan nilai pH disebabkan oleh pemadatan tanah, tanah di lokasi, paska penambangan pasir tergolong alkalis atau pun cukup netral, Purwowidodo (2005).

Daerah penelitian yang berupa lahan bekas pertambangan memiliki kondisi

lahan yang sudah tidak memiliki topsoil, dan didominasi pasir-bebatuan, sehingga lahan sangat tidak cocok bagi pertumbuhan tanaman. Lahan yang terbengkalai lama hanya ditumbuhi oleh alang-alang dan rerumputan liar. Pada gambar 2.1 kawasan usaha pertambangan sebenarnya telah melanggar aturan persebaran lahan pertambangan yang telah ditentukan, kawasan tersebut yang berpotensi menjadi lahan buah naga. Kawasan tersebut memiliki kemiringan yang relatif rendah hingga sedang, dengan jenis tanah regosol dan jenis iklim tipe C, menurut Schimdt Ferguson.

Gambar 2.1 Peta Kawasan Tambang Desa Cibereum Wetan

(7)

b. Tekhnik Pembudidayaan Buah Naga pada lahan bekas pertambangan pasir

Umumnya proses pembudidayaaan buah naga pada laan bekas pertambangan sama seperti proses budidaya yang lain, namun yang membedakan adalah pada proses persiapan lahan, penanaman, dan pemiliharaan.

1) Tahap persiapan

Tahan persiapan lahan dimulai dengan kegiatan perataan lahan bekas pertambangan menggunakan Excavator/

alat perata tanah, penggunaan alat ini dapat mempercepat waktu perataan pada proses persiapan lahan.

Umumnya kondisi lahan bekas pertambangan diatur dengan membuat teras atau jenjang menggunakan back hoe.

Dalam proses terasering dilakukan pengerukan pada lereng bagian atas dan samping, hasil penggerukan digunakan untuk menimbun lubang bekas tambang.

Pengerukan dilakukan pada lereng bagian atas dan samping. Hasil pengerukan digunakan untuk menimbun lubang bekas tambang dan pembuatan jenjang/teras pada lahan. Skema bentuk teras dalam penggarapan kebun reklamasi dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Illusi Skema Bentuk Teras Kebun Reklamasi

Sumber : Hasil analisis 2015 diolah (KPP Konservasi, 2006)

Keterangan :

A : Bentuk lereng asli B : Solokan teras

C : Lahan untuk tanaman D : Urugan tanah

E : Tanaman penutup F : Tanah galian

Namun, berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan, persiapan lahan buah naga tidak semua menggunakan tekhnik terrasering, artinya dalam perataan lahan dengan kondisi kemiringan yang rendah dapat langsung dikelola untuk persiapan penanaman. Kemiringan lereng

lahan buah naga pada daerah penelitian tidak begitu beragam, kemiringannya berkisar 5%-10%, atau masuk ke dalam jenis kemiringan rendah. Dalam persiapan lahan buah naga pada lokasi penelitian tidak dibuat parit, karena kondisi lahan yang memiliki drainase yang sangat baik, dengan kandungan pasir yang banyak

(8)

Cibereumn Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang dapat meloloskan air dengan sangat baik

sehingga tanah tidak dapat menyimpan air dalam kandungan yang besar. Kondisi ini mendukung kegiatan reklamasi yang lebih ekonomis dalam persiapan lahan. Perataan lahan untuk budidaya buah naga dapat dilihat pada gambar 2.3, dan Gambar 2.4 menunjukan kondisi lahan budidaya buah naga pada lahan reklamasi.

Gambar 2.3 Illusi Bentuk Lahan Budidaya Buah Naga

Sumber : Hasil analisis 2015

Keterangan :

A : Bentuk lereng asli

B : Barisan tanaman buah naga C : Tanaman Gamal

D : Lahan 1 E : Lahan 2 F : Lahan 3

Gambar 2.4 Kondisi Lahan Budidaya Buah Naga

Sumber :Dokumentasi penelitian

Penanaman yang nanti akan dilakukan diikuti dengan penanaman tanaman penutup tanah yang berfungsi sebagai tanaman konservasi. Tanaman tersebut berfungsi penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologis tanah, juga dapat mengurangi erosi.Tanaman yang digunakan dalam lahan budidaya adalah Tanaman Gamal (Gliricidia sepium), atau dalam bahasa daerah disebut

tanaman Cembreng. Karena kepentingannya sebagai pakan ternak juga pelindung tanah, tanaman ini sangat cocok dipadukan dengan tanaman buah naga dalam suatu lahan bekas galian C. Gambar 2.5 merupakan gambar tanaman gamal pada lahan budidaya buah naga.

Gambar 2.5 Tanaman Gamala Sumber :Dokumentasi penelitian

2) Tahap penanaman

Perakaran buah naga memerlukan tanah yang gembur karena perakaran merayap di permukaan tanah, sehingga tanah yang digunakan tidak memiliki kandungan liat yang tinggi. Pemanfaatan lahan bekas pertambang C yang merupakan pasir adalah salah satu syarat persiapan media tanam buah Naga, dimana dalam pengelolaannya ditambah oleh pupuk kambing Etawa sebanyak 30 Kg untuk setiap alur sepanjang 4 m. Uniknya dalam persiapan media tanam buah naga ini tidak mengunakan penambahan media tanah, melainkan memperbanyak komposisi pupuk organik/pupuk kambing

(9)

Etawa dalam proses persiapan tanamnya.

Pada proses pemupukan ini pun tidak diberikan pupuk buatan, semakin banyak pupuk yang diberikan, semakin bagus pertumbuhan buah naga.

Dikarenakan komoditas kambing peranakan etawa merupakan komoditas awal yang dilakukan oleh kelompok tani Simpay Tampomas, mengelolahan lahan kembali menjadi sangat ekonomis.

Mengingat penambahan tanah liat yang merupakan cara ideal mengubah tekstur kasar menjadi lebih halus, masih dinilai kurang ekonomis karena lokasi tanah liat jauh dari lokasi tanah pasir. Penggunaan pupuk organik adalah salah satu rekomendasi ekonomis dalam perbaikan kondisi fisik tanah, karena seperti halnya liat, bahan organik dapat meningkatkan daya pegang air (water holding capacity) maupun daya ikat hara (cation exchange capacity), Syekhfani (1993). Pemupukan

biasanya dilakukan dua kali dalam setahun pada awal dan akhir musm hujan sebanyak 5-10 kg.

Untuk berbagai pertimbangan, pemakaian pupuk organik sangatlah penting pada lahan reklamasi karena selain sebagai pengganti liat, juga merupakan sumber unsur hara tambahan untuk kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman.

Pada penanaman sistem tiang panjatan kelompok dilakukan dengan jarak tanam

10 cm dari tiang panjatan. Keempat stek ditanam mengelilingi tiang panjatan.

Keempat bibit tersebut diikat pada tiang panjatan menggunakan tali yang lunak agar bibit tidak mudah jatuh. Pengikatan dilakukan dengan hati-hati tidak boleh terlalu kuat agar batang tanaman tidak terluka. Batang tanaman yang terluka akan mudah terserang penyakit, terutama pembusukan batang. Lakukan penyiraman awal setelah penanaman selesai.

Pohon buah naga dapat bertumbuh pesat dalam beberapa bulan. Kecepatan pertumbuhan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas pemupukan dan jumlah pupuk organik yang diberikan. Ketika pohon mencapai ketinggian yang sejajar dengan tiang, ujung tanaman perlu dipotong agar terbentuk agar terbentuk percabangan baru. Cabang yang terbentuk harus terdiri dari 4-6 cabang saja. Jika cabang terlalu banyak, dapat mengakibatkan penurunan produksi buah.

Pada tahun pertama biasanya ditemukan tiang beton yang tidak kuat menompang tanaman karena lahan tanam yang kurang padat, sehingga petani buah naga biasanya menambahkan tiang beton sisa untuk menompan tanaman buah naga di ke empat sisi tiang panjatan utama.

Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.6.

(10)

Cibereumn Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang Gambar 2.6 Penambahan Tiang

Penyangga pada Kondisi Tiang Penyangga Utama yang Tidak Stabil Sumber :Dokumentasi penelitian

3) Tahap Pemeliharaan

Tanaman buah naga yang termasuk ke dalam keluarga kaktus tidak memerlukan banyak air sehingga tidak perlu sering disiram, dengan kondisi curah hujan yang sedang pada daerah penelitian penyiraman mengandalkan sistem tadah hujan. Lahan yang ditanami buah naga sulit menahan air karena didominasi oleh batuan dan pasir, ditanggulangi dengan pemanfaatan mulsa pada areal pertanaman. Mulsa tersebut berasal dari limbah pertanian dan limbah perternakan.

Lama kelamaan mulsa itu akan membusuk sehingga berperan sebagai pupuk dan mampu memperlambat air meresap ke tanah, dan menghambat penguapan.

Keuntunggan selanjutnya dari pemilihan buah naga sebagai komoditas budidaya di atas lahan bekas galian pasir, adalah pertahanan dari hama penyakit. Buah naga yang dirawat dengan baik pada lahan bekas pertambangan

sangat kuat akan hama penyakit, gangguan tanaman biasanya terjadi pada musim kemarau berupa bekicot. Namun penanganan hama ini dapat diatasi dengan baik karena adanya perternak bebek yang memerlukan bekicot tersebut untuk pakan bebek. Sehingga petani buah naga tidak harus mengeluarkan biaya dalam pembersihan hama bekicot tersebut.

c. Analisis Usaha Tani Buah Naga pada Lahan Bekas Pertambangan

Buah naga merah (hylocereus polyrhizus) harganya lebih mahal dibandingkan jenis buah naga lainnya, karena buah naga merah lebih manis dibandingkan dengan buah naga lainnya. Harga yang diterapkan di tingat petani adalah harga borongan, yakni Rp.

25.000. Petani mitra merasa keberatan jika menggunakan sistem grade atau kelas buah naga, karena hampir sebagian besar atau sebesar 60% buah naga yang dihasilkan pada daerah penelitian termasuk ke dalam grade/kelas C. Tingkatan kelas buah naga ditentukan menurut berat buah, ukuran buah ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pengelolaan tanam yang baik.

Kelompok tani Simpay Tampomas menjual hasil panen buah naga dalam bentuk buah segar dan hasil olahan. Untuk buah segar dalam skala kecil biasanya dijual ke pedagang buah keliling atau ke pasar di sekitar Kabupaten Sumedang, Bandung, dan

(11)

Indramayu. Sedangkan dalam jumlah besar biasanya dikirim ke luar kota seperti Jakarta, Bogor, Kalimantan, dan lain-lain. Buah naga dari Desa Cibeureum Wetan ini juga telah diekspor untuk memenuhi permintaan pasar negara-negara Eropa dan Timur Tengah.Buah naga segar dijual seharga Rp 25.000,00/kg secara borongan, dan Rp 30.000,00-Rp 35.000,00/kg secara eceran. Tabel 2.2 Menunjukan hasil dari analisis buah naga seluas 1 Ha selama 6 tahun terakhir dari awal produksi.

Tabel 2. 2 Penerimaan, keuntungan usaha tani dan analisis R/C buah naga

Tahun Hasil

Panen Penerimaan Biaya

produksi Keuntungan R/C

1 0 0 198.335.000 -198.335.000

0 2 4000 100.000.000 23.369.000 76.631.000

4,3 3 6000 150.000.000 23.369.000 126.631.000 6,4 4 9000 225.000.000 23.369.000 201.631.000

9,6 5 12.500 312.500.000 23.369.000 289.131.000

13,4 6 18.750 468.750.000 23.465.000 445.285.000

19,9 Jumlah 50.250 1.256.250.000 315.276.000 940.974.000

Sumber : Hasil Penelitian, 2015

Dari analisis yang telah dilakukan, dapat dilihat keuntunggan yang diterima dalam waktu kurun 6 tahun pembudidayaan, dengan hasil panen meningkat hampir 50% setiap tahunnya.

Pada tahun pertama baru dilakukan

kegiatan pengelolaan lahan dan penanaman bibit, sehingga nilai R/C ratio = 0, artinya setiap penambahan biaya Rp. 1,- tidak akan mendapatkan penambahan penerimaan.

Sedangkan di tahun berikutnya, nilai R/C ratio menunjukan kenaikan >1, artinya setiap penambahan biaya Rp.1,- akan mendapatkan menerimaan tambahan sebanyak Rp.4,3 dan seterusnya. Dapat dilihat pada tabel 4.13 , nilai R/C tahun selanjutnya selalu menunjukan >1, artinya usaha tani buah naga efisien atau layak untuk diusahakan.

Perhitungan R/C ratio dan data biaya

Parameter Lahan bekas galian C Lahan budi daya

Iklim - -

Kemiringan

lereng 8%-60% ≤10%

Fisik tanah Tekstur

Pasir 61 10

Debu 27 52

Liat 12 38

Kelas tekstur Lempung berpasir/sandy loam

Lempung liat berdebu/silty clay loam

Struktur stuktur tunggal Glanular

Kimia tanah

pH 7,54 5,73

KTK 11,75 12,37

C % 0,57 1,49

N 0,02 1,892

P bray 1 (ppm) 71,54 75,86

K mg/100g 44,7 71,4

Biologis tanah mikroorganisme

( x 106 spk/g) 26,0 74,0

(12)

Cibereumn Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang pengeluaran, pemasukan, dan penerimaan

dapat dilihat pada lembar lampiran.

c. Perubahan Lahan Pasca Reklamasi Sistem pertanian terpadu lebih mempengaruhi terhadap kondisi tanah pada lahan budidaya, diantaranya sifat fisik tanah, kimia tanah, dan biologis tanah. Perubahan yang terjadi disebabkan oleh pengelolaan da penataan lahan yang baik dan penanaman tanaman konservasi yang dilakukan juga dalam perbaikan lahan pada kegiatan reklamasi di Desa Cibereum Wetan.

Perubahan kondisi tanah pada daerah penelitian dapat dilihat pada table 2.3.

Tabel 2.3 Perubahan Kondisi Lahan pada Lahan Bekas Galian C dengan Lahan Budidaya Buah Naga

Sumber : Hasil Penelitian, 2015

Dari faktor fisik yang ada, kondisi iklim tidak mengalami perubahan, karena buah naga meruakan tanaman gurun yang tidak banya memiliki daun, sehingga produksi oksigen atau pengaruh terhadap suhu tidak begitu besar. Selain itu adalah kondisi kemiringan lereng, jika mengacau pada peta kemiringan lereng, kondisi kemirigan lereng pada lahan bekas pertambangan memiliki kemiringan yang beragam dari sedang hingga terjal, tergantung pada lamanya lahan ditambang.

Sedangan kemiringan lereng pada lahan reklamasi, sudah dilakukan perataan lahan, dan beberapa lahan diberi tanah liat tambahan sehingga kemiringan lereng dkatakan rendah.

Pada lahan budidaya buah naga, kemiringan lereng <8%. Perubahan kondisi kemiringan lereng dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Perbandingan Kondisi Kemiringan Lereng pada Lahan Bekas Pertambangan dan Lahan Budidaya Sumber: Dokumentasi penelitian

Selanjutnya, perubahan kondisi lahan, terjadi pula terhadap sifat tanah, diantaranya;

1) Sifat Fisik Tanah

Proses reklamasi yang telah dilakukan telah mengubah sifat fisik tanah, pada saat tanah terbengkalai sebagai lahan bekas galian C, kandungan pasir menunjukan jumlah yang tinggi sebanyak 61%, debu 27%, dan liat terkandung sebagian kecil sebanyak 12%, hal tersebut merupakan penyebab tingginya daya serap air, dan tanah yang cepat mengering

(13)

karena tidak bisa menyimpan air. Dalam kondisi demikian tidak ada tanaman pangan yang dapat tumbuh, sehingga produktivitas lahan tidak maksimal. Perubahan tekstur terlihat jelas ketika reklamasi dilakukan, penambahan pupuk organik, penanaman tanaman konservasi, dan dipadukan dengan budidaya buah naga yang dapat hidup pada kondisi lahan pasca galian pasir, telah meningkatkan sifat tanah berupa penurunan kandungan pasir menjadi 10%, dan penigkatan kandungan lainya yaitu debu 52%

dan liat 38% . Hal tersebut menunjukan tekstur tanah yang lebih halus karena memiliki persentase debu dan liat yang lebih tinggi, artinya kemampuan tanah menahan air lebih tinggi dari pada kondisi tanah sebelumnya. Gambar 2.8 merupakan diagram yang menunjukan perbandingan perubahan kandungan tekstur pada lahan bekas pertambangan dan lahan rekalamasi

Gambar 2.8 perbandingan perubahan kandungan tekstur pada lahan bekas pertambangan dan lahan rekalamasi Sumber: : Hasil penelitian 2015

Kegiatan penggalian pasir telah mengubah stuktur awal tanah, menghilangkan lapisan top soil, dan menyisakan bekas-bekas galian berupa pasir dan batuan-batuan. Kondisi tersebut menghancurkan stuktur tanah menjadi pertikel-pertikel tanah yang lepas/tidak terikat satu sama lainnya.

Penggunaan pupuk organik sebagai pengganti liat pada daerah penelitian mengubah secara sifat fisik tanah, sehingga struktur tanah lebih memiliki daya porositas dan kerapatan limbak/bulk desinty dan permeabilitas yang baik untuk pertumbuhan tanaman buah naga.

2) Sifat Kimia Tanah

Terpilihnya buah naga sebagai komoditas budidaya pada kegiatan reklamasi di daerah penelitian, telah mengubah nilai pH yang awalnya bernilai 7,54 (agak basa) menjadi 5,73 (agak masam). Perubahan dratis tersebut dipengaruhi oleh penambahan pupuk organik berupa pupuk kambing etawa yang berperan seperti sulfur, disamping dapat meningkatkan

0 10 20 30 40 50 60 70

Pasir Debu Liat 61

27 10 12

52

38 Persentase perubahan kandungan tekstur

Lahan bekas galian C Lahan budi daya

(14)

Cibereumn Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang kesuburan tanah, juga dapat menurunkan nilai

pH tanah (Buckman dan Brady, 1982) , jika diberikan pada tanah dengan jumlah yang banyak. Sedangkan hasil dari uji KTK pada kedua daerah penelitian, dimana lahan budidaya yang memiliki kandungan liat dan bahan organik yang lebih tinggi memiliki KTK yang jauh lebih tinggi senilai 12,37%

dibandingkan dengan kandungan KTK pada lahan bekas galian C senilai 11,75% yang memiliki banyak kandungan pasir.

Kondisi unsur hara dalam bentuk C Organik, P-potensial. N dan K juga mengalami perubahan akibat aktifitas reklamasi. Penambahan pupuk organik dan bertambahnya aktifitas biologis menjadi alasan utama dalam bertambahnya kandungan unsur hara yang ada di dalam tanah. Gambar 2.5 merupakan diagram perubahan sifat kimia tanah dari lahan bekas pertambangan pasir dengan kondisi sifat kimia tanah pada lahan reklamasi.

Gambar 2.5 Perubahan sifat kimia tanah pada lahan bekas pertambangan dan lahan reklamasi

Sumber : Hasil penelitian 2015

3) Sifat Biologi Tanah

Kandungan mikroorganisme pada tanah sangat penting karena selain sebagai perombak dan pembentuk tanah, mikroorganisme juga berfungsi dalam penyediaan unsur hara bagi tanaman.

Persentase perubahan kandungan mikroorganisme tanah dapat dilihat pada gambar 4.31.

Pada gambar 4.31, terlihat perubahan nyata perubahan persentase kandungan mikroorganisme pada tanah bekas galian C senilai 26% menjadi 74% pada tanah budi daya. Kondisi lahan bekas tambang yang tidak ditumbuhi banyak vegetasi menjadi penyebab kurangnya kandungan mikroorganisme pada tanah, sehingga menyebabkan kurangnya unsur hara yang terkandung dalam, maka dapat dikatakan bahwa kandungan mikroorganisme yang

7.54 11.75

0.57 0.02

71.54

44.7

5.73 12.37

1.49 1.892

75.86

71.4

0 10 20 30 40 50 60 70 80

pH KTK C % N P bray 1

(ppm)

K mg/100g Perubahan sifat kimia tanah

Lahan bekas galian C Lahan budi daya

(15)

tinggi menunjukan kondisi lahan yang subur.

Gambar 2.5. Perubahan kandungan mikroorganisme tanah

Sumber : Hasil penelitian 2015

Kandungan mikroorganisme pada tanah budidaya tersebut dihasilkan dari kegiatan penanaman tanaman konservasi dan pemupukan pada lahan budidaya.

KESIMPULAN

Kegiatan pertambangan yang telah menghilangkan lapisan atas tanah (topsoil) dan kondisi lahan yang umumnya tidak ditumbuhi tanaman, menjadikan tanah memiliki sedikit unsur hara, dimana kandungan C-organik, N, dan K menurun Sedangkan kandungan P tersedia meningkat disebabkan oleh kondisi tekstur yang sabagian besar adalah pasir yang tidak bisa menahan air, selain itu pemadatan tanah akibat kegiatan penambangan menjadikan nilai pH bertambah, sehingga menyebabkan nilai KTK tanah berkurang dari kondisi awal.

Kontribusi kegiatan budidaya buah naga dalam kegiatan reklamasi bekas galian C

merupakan tindakan yang cerdas, tekhnik pembudidayaan menjadi lebih sederhana karena kondisi lahan pada dasarnya mendukung syarat tumbuh buah naga, dan kegiatan pertanian lainnya seperti peternakan kambing etawa menjadikan budidaya buah naga di atas lahan bekas pertambangan lebih ekonomis, disamping nilai R/C pada analisis budidaya >1 dalam 6 tahun terakhir dengan penerimaan yang bertambah 50% tiap tahunnya. Kegiatan reklamasi yang telah dilakukan telah mengubah nilai kesuburan tanah, diantaranya perubahan kondisi tekstur, ynag telah menurunkan kandungan pasir dari 60% hingga 10%, dan menigkatkan kandungan lainnnya, sehingga mengubah kelas tekstur tanah dari lempung berpasir menjadi lempung liat berdebu. Stuktur tanahpun berubah menjadi pengikat air yang baik, dan dapat menyimpan unsur hara. Reterensi hara berupa pH mengalami penurunan menjadi lebih masam senilai 5,73%, penurunan itu disebabkan oleh penggunaan pupuk organik yang berfungsi pula sebagai sulfur, sehingga mengurangi nilai pH tanah. Dengan penurunan nilai pH kenaikan nilai KTK pun terjadi pada lahan reklamasi. Selanjutnya kegiatan pemupukan dan aktivitas vegetasi yang ada mengubah kandungan unsur hara diantaranya niali C-organik , P-potensial, N, K, dan kandungan biologis tanah berupa kandungan mikroorganisme. Kandungan

10 30 50 70

mikroorganisme ( x 106 spk/g) 26

74

Persentase perubahan kandungan mikroorganisme

Lahan bekas galian C Lahan budi daya

(16)

Cibereumn Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang tersebut merupakan unsur penting dalam

pertumbuhan buah naga dan kesuburan tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Hardjadinata, Sinatra. 2011. Budidaya Buah Naga Super Red Secara Organik. Penebar swadaya. Bogor Hardjowigeno, Sarwono. 2010. Klasifikasi

Tanah dan Pedogenesis. Akapres.

Bandung.

Kartasapoetra, G. Dkk. 2010. Tekhnologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Putra. Jakarta

Purwowidodo. 2005. Mengenal Tanah.

Bogor: Laboratorium Pengaruh Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor.

Rivai, Bahtiar. 1980. Ilmu Usahatani.

Erlangga: Jakarta.

Buckman, H.O and N.C Brady. 1989.Ilmu Tanah. Terjemahan Soegiman. Bhatara Karya Aksara, Jakarta

Sumber Dokumen

Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 1997. Pedoman Reklamasi Lahan Tambang. Jakarta : Dephut

KPP Konservasi, 2006. Ensiklopedi Bahan Galian Indonesia, Seri Batugamping, Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.

Jamulya dan Sunarto.1991. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Supendi, Pepen. 2012. Reklamasi Lahan Bekas Penambangan Pasir Darat Di Desa Cibereum Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang. [Kertas Keja

Wajib]. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Pendidikan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral PTK AKAMIGAS-STEM.

Syehfani. 1993. Peruntukan lahan wilayah pertambangan bahan galian golongan c (sedimen lepas). Lokakarya petunjuk reklamasi lahan bekas penambangan bahan galian c. Bapeldada Jatim.

Malang 28-30 Oktober 1993.

Utami, Nur.2009. Kajian Sifat Fisik, Sifat Kimia Dan Sifat Biologi Tanah Paska Tambang Galian C Pada Tiga Penutup Lahan.[Artikel Skripsi] pda Departemen Silvikultur. Bogor: IPB.

Sumber Internet

Arief sujendro, Ganda.2013. Reklamasi dan revegetasi tanaman pada lahan bekas tambang di Sulawesi selatan.

Tersedia di http://gandaa.blogspot.com.

diakses pada 29 Oktober 2014.

Suprapto, Sabtanto. Tinjauan Reklamasi Lahan Bekas Tambang Dan Aspek Konservasi Bahan Galian, Pusat Sumber Daya Geologi. Tersedia di http://psdg.bgl.esdm.go.id/index.php?o ption=com_content&view=article&id=

609&It. Diakses pada 23 Oktober 2014.

Gambar

Gambar  2.1  Peta  Kawasan  Tambang  Desa Cibereum Wetan
Gambar 2.2 Illusi Skema Bentuk Teras  Kebun Reklamasi
Gambar  2.3  Illusi  Bentuk  Lahan  Budidaya Buah Naga
Tabel 2. 2 Penerimaan,  keuntungan usaha  tani dan analisis R/C buah naga
+5

Referensi

Dokumen terkait