• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang

Menurut BP Statistical Review 2011, sejak tahun 2003 untuk pertama kalinya Indonesia mengalami defisit minyak dimana tingkat konsumsi lebih tinggi dibanding tingkat produksi. Pada tahun 2010 produksi minyak Indonesia hanya 986 kbpd sementara tingkat konsumsi melonjak hingga menembus angka 1.304 kbpd atau defisit 318 kbpd. Tingkat konsumsi akan semakin meningkat dengan adanya pertumbuhan populasi dan meningkatnya ekonomi. Data KESDM (2011) menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 23 tahun diprediksi cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dengan asumsi tidak ada penemuan cadangan baru. Rendahnya kemampuan produksi minyak bumi Indonesia disebabkan karena lapangan minyak Indonesia yang berjumlah sekitar 14.000 buah (dimana satu lapangan minyak memiliki sekitar 100-200 sumur minyak) pada umumnya sudah merupakan sumur-sumur tua (mature fields), sehingga produksi minyaknya rendah dengan water cut tinggi mencapai 98-99%. Sumur-sumur tua tersebut pada umumnya telah melewati masa puncak produksi. Berdasarkan data Dirjen Migas (2007), hingga tahun 2007 total original oil in place (OOIP) Indonesia mencapai 64.211 BSTB (Billion Stock-Tank Barrels), dimana 31,80% berhasil diproduksikan secara kumulatif, dan diperkirakan remaining reserves hanya sebesar 5,72%, sedangkan sisanya sebesar 62,49% merupakan minyak sisa (residual oil) yang merupakan target enhanced oil recovery (EOR).

(2)

EOR yang digunakan yaitu injeksi kimia menggunakan surfaktan. Injeksi surfaktan merupakan salah satu cara untuk mengurangi sisa minyak yang masih tertinggal di dalam reservoir dengan cara menginjeksikan suatu zat aktif permukaan ke dalam reservoir sehingga tegangan antarmuka minyak-air dapat diturunkan. Dengan turunnya tegangan antarmuka maka tekanan kapiler pada daerah penyempitan pori-pori batuan reservoir dapat dikurangi sehingga minyak yang terperangkap dalam pori-pori dapat didesak dan dialirkan ke sumur produksi. Agar dapat menguras minyak yang masih tersisa secara optimal maka diperlukan jenis surfaktan yang sesuai dengan kondisi air formasi dan reservoir tersebut.

Selama ini surfaktan yang umum digunakan pada industri perminyakan merupakan surfaktan berbasis petroleum yang diimpor dengan harga USD 2500 – 4000 per ton. Salah satu surfaktan berbasis petroleum yang banyak digunakan adalah petroleum sulfonat. Sifat beberapa surfaktan berbasis petroleum adalah tidak tahan pada air formasi dengan tingkat kesadahan, salinitas dan suhu tinggi, sehingga surfaktan jenis ini mengalami kendala (menggumpal) saat diaplikasikan pada sumur-sumur minyak Indonesia yang sebagian besar memiliki karakteristik salinitas 5.000 – 40.000 ppm dan kesadahan (> 500 ppm) yang tinggi sehingga dikhawatirkan akan merusak batuan formasi. Selain itu surfaktan petroleum sulfonat sifat deterjensinya akan menurun secara drastis pada air sadah. Menurut Carrero et al. (2006), chemical flooding dengan memanfaatkan surfaktan dapat meningkatkan sekitar 30-55% dari 60-70% OOIP. Hingga saat ini aplikasi surfaktan untuk EOR yang telah dilakukan pada industri perminyakan di Indonesia masih pada tahap ujicoba skala pilot seperti yang dilakukan Chevron di Minas dan Medco di Kaji Semoga, belum sampai pada tahap full scale di lapangan.

(3)

CBS/CBE, creaming fats, vegetable ghee, fatty alcohol, fatty acid dan biodiesel, maka potensi minyak sawit Indonesia perlu ditingkatkan dengan mengembangkan produk hilirnya yang bernilai tambah lebih tinggi, yaitu surfaktan.

Salah satu jenis surfaktan yang potensial untuk dikembangkan yaitu surfaktan metil ester sulfonat (MES). Pemanfaatan minyak sawit menjadi surfaktan MES dapat dilakukan mengingat kandungan asam lemak C16 dan C18

(asam palmitat, asam stearat, dan asam oleat) mempunyai sifat deterjensi yang sangat baik. Surfaktan MES ini telah dimanfaatkan pada industri pembersih, sabun, dan deterjen untuk menghasilkan produk yang lebih ramah lingkungan karena sifat surfaktan MES yang biodegradable. Aplikasi surfaktan MES memungkinkan untuk dilakukan pada industri perminyakan mengingat surfaktan MES memiliki kelebihan dibandingkan surfaktan berbasis petrokimia, diantaranya : bersifat terbarukan, mudah didegradasi (good biodegradability), biaya produksi lebih rendah (sekitar 57%) dari biaya produksi surfaktan dari petrokimia (linier alkilbenzen sulfonat, LAS), karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, pada konsentrasi MES yang lebih rendah daya deterjensinya sama dengan petroleum sulfonat, dapat mempertahankan aktivitas enzim yang lebih baik pada formula deterjen, dan memiliki toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium (Watkins, 2001).

(4)

dengan air formasi dan kestabilan terhadap temperatur, kesadahan dan salinitas, (c) memiliki mobility control dan (d) kelayakan ekonomis proses (Pithapurwala et al., 1986). Bila surfaktan mempunyai ultralow interfacial tension (di bawah 10-2 dyne/cm) dapat diduga mampu meningkatkan recovery sekitar 10-20% (Aczo Surfactant, 2006). Selama ini surfaktan golongan sulfonat yang telah dimanfaatkan untuk proses enhanced oil recovery diantaranya adalah petroleum sulfonat (Smith et al., 2005), olefin sulfonat (Hutchison et al., 2010), lignosulfonat (Kalfoglou, 1982).

Penelitian pemanfaatan surfaktan MES untuk EOR telah dilakukan oleh Hambali et al. (2009) pada aplikasi batuan pasir. Pemanfaatan surfaktan MES untuk oil well stimulation agent telah dilakukan oleh Hambali et al. (2008) dengan menggunakan surfaktan MES yang terbuat dari metil ester C12 dari PKO

dan reaktan yang digunakan NaHSO3. Pemakaian C12 sebagai bahan baku

surfaktan MES akan mendorong terbentuknya busa dalam jumlah besar pada saat aplikasi, kondisi ini tidak diinginkan oleh industri perminyakan sehingga sebagai alternatif lain dapat digunakan asam lemak C16 dan C18 yang banyak terdapat pada

olein sawit. Selain itu pada proses produksi menggunakan reaktan NaHSO3

dihasilkan sludge dalam jumlah besar. Karenanya pada penelitian ini akan dikembangkan surfaktan MES dengan menggunakan reaktan gas SO3 sehingga

selain dihasilkan surfaktan MES dengan karakteristik sifat antarmuka yang diinginkan, juga pada proses produksinya tidak dihasilkan limbah sludge. Proses produksi dilakukan menggunakan reaktor sulfonasi bertabung tunggal yang disebut Singletube Film Sulfonation Reactor (STFR) yang dikembangkan oleh Hambali et al. (2009). Teknologi sulfonasi yang dibuat oleh provider teknologi luar negeri pada prinsipnya menggunakan falling film, misalnya Chemithon menggunakan reaktor tabung tunggal yang disebut annular falling film (MacArthur et al., 2002), sementara Ballestra menggunakan banyak tabung yang disebut Multitube Film Sulfonation Reactor (MTFR) (Roberts et al., 2008).

(5)

memberikan kinerja terbaik untuk diaplikasikan pada industri perminyakan. Formula yang dihasilkan akan diujicobakan pada fluida formasi dan core standar skala laboratorium untuk melihat kinerja formula surfaktan ini pada skala laboratorium sebelum dikembangkan lebih lanjut untuk aplikasi pada skala pilot dan lapangan. Dalam praktek di lapangan, jenis minyak yang ada di reservoir tidak mudah diubah karakteristiknya, demikian juga kondisi reservoirnya berbeda-beda antara satu lapangan dengan lapangan yang lain, sehingga yang dapat dilakukan adalah mendapatkan jenis surfaktan yang sesuai untuk jenis minyak dan kondisi reservoir tertentu. Seringkali terjadi kegagalan dalam injeksi surfaktan karena tidak mengetahui jenis surfaktan yang sesuai dalam mengurangi tegangan antarmuka sehingga tidak mampu menarik minyak dari pori-pori, bahkan dapat menyebabkan rusaknya reservoir. Untuk itu perlu dicari kombinasi formula yang sesuai dengan mempertimbangkan faktor besaran tegangan antarmuka, densitas, viskositas, ketahanan pada salinitas, dan kompatibiliti terhadap fluida formasi dan core standar agar diperoleh formula surfaktan MES terbaik yang dapat memberikan laju peningkatan recovery minyak terbesar pada proses injeksi skala laboratorium.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan surfaktan MES dan formula surfaktan berbasis MES dari olein sawit untuk aplikasi pada proses peningkatan perolehan minyak bumi menggunakan fluida dari formasi karbonat.

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kajian proses produksi surfaktan metil ester sulfonat berbasis olein sawit menggunakan reaktor Singletube Film Sulfonation Reactor (STFR).

2. Formulasi surfaktan MES meliputi penentuan konsentrasi surfaktan MES, penentuan salinitas optimum, pemilihan aditif dan co-surfaktan.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan analisis jalur dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional dan organizational citizenship

Didalam instalasi listrik dikenal beberapa macam klem yang bentuknya disesuaikan dengan kebutuhannya misalnya Berdasarkan pengunaan dan pemasangan dalam instalasi penerangan ,

mengatur medan listrik E dapat dihasilkan gaya listrik F= E.q yang tepat sama dengan berat tetes minyak m.g maka dalam keadaan ini, tetes minyak akan diam... 3 ( ) rho r g d q V AB

Pada aspek sosial, terdapat 16 indikator yang memiliki definisi yang hampir sama atau berulang dengan indikator lainnya sehingga indikator tersebut dieliminasi.. Misalnya,

ALAT INI MERUPAKAN SADURAN DARI MOONEY PROBLEM CHECKLIST YANG DISUSUN ROSS L.. MEMILIKI

 Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, logis dan sistematis, dalam karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan

Pengukuran opini masyarakat Surabaya tentang berita pembongkaran tembok pembatas Tugu Pahlawan di media massa surat kabar dapat ditunjukkan melalui total skor dari keseluruhan