• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN YURIDIS URGENSI PENJAMINAN DANA NASABAH UANG ELEKTRONIK OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) S K R I P S I. Oleh:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN YURIDIS URGENSI PENJAMINAN DANA NASABAH UANG ELEKTRONIK OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) S K R I P S I. Oleh:"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN YURIDIS URGENSI PENJAMINAN DANA NASABAH UANG ELEKTRONIK OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

SumateraUtara

Oleh:

ANISAH ZHAFIRAH SIREGAR NIM : 150200126

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Anisah Zhafirah Siregar

Nim : 150200126

Departemen : Hukum Ekonomi

Judul Skripsi : Kajian Yuridis Urgensi Penjaminan Dana Nasabah Uang Elektronik Oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak merupakanjiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, 06 Januari 2020

Anisah Zhafirah Siregar NIM: 150200126

(4)

ABSTRAK

Anisah Zhafirah Bismar Nasution

Detania Sukarja

Alat pembayaran berupa uang tunai dalam bentuk uang logam maupun uang kertas konvensional, kini berkembang dalam bentuk pembayaran yang dilakukan melalui sistem elektronik (e-paymentsystem). Salah satu alat pembayaran elektronik atau non tunai yaitu dengan menggunakan kartu uang elektronik (e-money). Nilai uang disimpan secara elektronik yang diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor pemegang kepada penerbit. Akan tetapi uang elektronik belum dijamin oleh lembaga penjamin simpanan (LPS), hal ini dikarenakan tidak diatur didalam UU LPS, padahal dengan perkembangan uang elektronik yang sangat pesat sudah seharusnya ada lembaga yang menjamin konsumen pengguna uang elektronik, agar dapat mengklaim dana yang tersimpan apabila terjadi suatu permasalahan nantinya. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang kajian yuridis penjaminan dana nasabah uang elektronik oleh lembaga penjamin simpanan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pada penelitian normatif data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tirtier. Metode pengumpulan data yang dipakai adalah studi kepustakaan, yaitu menelaah bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan kajian yuridis penjaminan dana nasabah uang elektronik oleh lembaga penjamin simpanan.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan terhadap permasalahan tersebut, tugas, fungsi dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yaitu, merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan, melaksanakan penjaminan simpanan, merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan, mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk RUPS; menguasai, mengelola, dan menjual / mengalihkan aset bank; melakukan penyertaan modal sementara (PMS); serta mengalihkan manajemen pada pihak lain. Aspek hukum Penerbit uang elektronik dalam sistem penyelenggaraan uang elektronik dapat dikatakan sebagai pelaku usaha yang menawarkan sebuah barang, dalam hal ini uang elektronik. Urgensi terhadap penjaminan dana nasabah pengguna uang elektronik oleh lembaga penjamin dana nasabah (LPS) saat ini belum sampai titik dimana sangat membutuhkan. Karena saat ini peraturan yang sudah ada mengenai uang elektronik baik yang diatur oleh Peraturan Bank Indonesia, maupun Peraturan Otoritas Jasa Keuangan masih mampu melindungi hak-hak dari pada nasabah pengguna uang elektronik.

Kata Kunci : Uang Elektronik, Lembaga Penjamin Simpanan, Urgensi

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

 Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

 Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan akan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan kasih-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun Skripsi ini berjudul: “Kajian Yuridis Urgensi Penjaminan Dana Nasabah Uang Elektronik Oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)”. Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam pengerjaan skripsi dan masih jauh dari kata sempurna.

Melalui kesempatan ini juga, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, yaitu:

1. Prof. Budiman Ginting., S.H.,M.Hum Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr,OK Saidin,S.H.,M.,Hum Selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan,S.H.,M.Hum Selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Jelly Leviza.S.H .,M.Hum Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.,MH, Selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara;

(6)

6. Ibu Tri Murti Lubis, SH, MH Selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara;

7. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.,MH., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan dan arahan-arahan kepada Penulis pada saat penulisan skripsi ini;

8. Ibu Dr. Detania Sukarja, SH., LLM., Selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan dan arahan-arahan kepada Penulis pada saat penulisan skripsi ini;

9. Bapak Armansyah, SH., M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik;

10. Seluruh Dosen dan Staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

11. Teristimewa Kepada Kedua Orangtua Penulis Alm. Milhan Siregar, S.H dan Nisma Hanum Hasibuan, S.H. yang telah memberi dukungan, semangat, doa yang selalu mereka panjatkan demi kelancaran kuliah saya sampai dengan hari ini;

12. Terima Kasih Kepada Adikku Syifa Syafira Siregar yang telah memberikan dukungan,semangat serta doa dalam penyelesaian skripsi ini;

13. Terima Kasih Kepada sahabat “d’VENEMOND++++” yang kenal dari awal SMP Maya Kumala Sari, Cut Nurliza, Anisa Permata Dewi, Nirma Juli Saputri, Dwi Oktavianty, Dessy Alfiani, Yuasnita Fatnur dan juga Rizki Maharani Marbun yang selalu mendukung, menyemangati penulis dalam pengerjaan skripsi ini;

(7)

14. Terima Kasih Kepada Teman Seperjuangan Skripsi Baiturrahmi Graha Kartika, Fariz Putra Lubis, Frans Tigor Simanjuntak, Ririn Apriliani Tarigan, Aulia Utari Silalahi yang tidak putus-putus memberi semangat dan dukungan;

15. Terima Kasih kepada Teman-teman Stambuk 2015 Khususnya Grup D;

16. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan namany satu persatu dan berjasa dalam penulisan skripsi ini dan dalam hidup penulis;

Akhir kata semoga skripsi ini membawa manfaat yang sangat besar bagi pembaca dan perkembangan Hukum di Indonesia.Terima Kasih.

Medan, Januari 2020 Penulis,

Anisah Zhafirah Siregar

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II FUNGSI, TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) DI INDONESIA ... 19

A. Sejarah Lembaga Penjamin Simpanan ... 19

B. Pengaturan Lembaga Penjamin Simpanan Di Indonesia ... 25

C. Status Badan Hukum dan Organisasi Lembaga Penjamin Simpanan ... 29

D. Fungsi, Tugas dan Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan ... 41

BAB III ASPEK HUKUM KEDUDUKAN PENERBIT UANG ELEKTRONIK DALAM SISTEM PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK ... 49

A. Pengertian dan Dasar Hukum Sistem Penyelenggaraan Uang Elektronik ... 49

1. Pengertian Uang Elektronik ... 49

2. Pengertian Penyelenggaraan Uang Elektronik ... 57

3. Dasar Hukum Penyelenggaraan Uang Elektronik ... 62

B. Sistem Penyelenggaraan Uang Elektronik ... 65

1. Perkembangan Alat Pembayaran ... 65

2. Para Pihak Dalam Penyelenggaraan Uang Elektronik ... 70

3. Mekanisme Sistem Penyelenggaraan Uang Elektronik ... 75

C. Aspek Hukum Kedudukan Penerbit Uang Elektronik ... 77

(9)

BAB IV URGENSI PERLINDUNGAN HUKUM PENJAMINAN DANA NASABAH UANG ELEKTRONIK OLEH LEMBAGA PENJAMIN

SIMPANAN JIKA DIKAJI DARI UNDANG-UNDANG ... 85

A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pemegang Uang Elektronik ... 85

1. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pemegang Uang Elektronik Dikaji Dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ... 85

2. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pemegang Uang Elektronik Dikaji Dari Peraturan Bank Indonesia No.11/12 Tahun 2009 Tentang Uang Elektronik ... 92

3. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pemegang Uang Elektronik Dikaji Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan... 97

B. Urgensi Perlu adanya Penjaminan Dana Nasabah Uang Elektronik Oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ... 104

BAB V PENUTUP ... 112

A. Kesimpulan ... 112

B. Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 116

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan), menyebutkan bahwa Bank adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat”.1 Dengan demikian, setiap bank harus dikelola dengan baik karena stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan. Industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Dewasa ini perkembangan teknologi sangatlah pesat dalam mempengaruhi ekonomi dunia khususnya perekonomian di Indonesia. Terutama yang berkaitan dengan internet, dengan memanfaatkan internet dalam berbagai aktivitas kehidupan masyarakat ternyata bisa memberikan dampak yang besar terhadap perubahan bisnis sehingga memunculkan berbagai macam inovasi-inovasi yang dapat menunjang perkembangan ekonomi. Perkembangan yang terjadi di Indonesia saat ini salah satunya yang sedang Trend adalah e-Commerce atau Electronic Commerce, itu merupakan transaksi perdagangan yang melibatkan individu ataupun juga organisasi, berdasarkan pada proses dan transaksi data digital, termasuk teks, suara atau jaringan tertutup seperti

1 Indonesia , (Perbankan) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Jo. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 , Pasal 1 Angka 1.

(11)

America On Line (AOL) yang mempunyai jalur ke jaringan terbuka. E-Commerce ini merupakan bentuk penemuan baru dalam bentuk perdagangan yang dinilai lebih dari pada bentuk perdagangan pada umumnya.2

Indonesia sendiri terkait dengan perkembangan e-Commerce sudah cukup berkembang di mana sekarang kegiatan e-Commerce merambah di berbagai jenis kegiatan bisnis dari industri kecil sampai kepada industri yang besar. Pemanfaatan e- Commerce ini bagi perusahaan kecil dapat memberikan fleksibilitas dalam produksi, sehingga memungkin pengiriman kepada pelanggan secara lebih cepat serta juga menerima penawaran secara cepat dan hemat yang mana tujuannya adalah untuk mendukung transaksi cepat tanpa kertas.3

Semakin banyaknya transaksi e-Commerce, maka memicu semakin banyaknya pembayaran menggunakan uang elektronik , untuk melindungi hal tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait penggunaan uang elektronik atau dikenal dengan e- Money yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/17/PBI/2016 tentang Perubagan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12PBI/2009 tentang Uang Elektronik. Sebelum itu kita harus mengetahui terlebih dahulu definisi dari e-Money sendiri itu yang mana definisi e-Money adalah alat pembayaran yang menggunakan media elektronik, yaitu jaringan komputer dan juga internet.Nilai uang dari nasabah tersimpan dalam media elektronik tertentu. e-Moneysering pula disebut

2 Abdul Hakim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-Commerce Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia, Ctk.Kedua, (Yogyakarta :Pustaka Pelajar, 2006), hal. 2

3 Ridwan Kurnia, Pengaruh Sosial Media Terhadap E-Commerce di Indonesia, terdapat dalam http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/n!%40file_skripsi/files632040207684.pdf, diakses pada tanggal 30 September 2019, pukul 15.30 WIB

(12)

dengan Electronic Cash, Digital Money, Digital Cash, Electronic Currency ataupun Digital Currency.4

E-Money sangat aman untuk digunakan bahkan ilmu kriptografi menyatakan bahwa uang elektronik tersebut sangat sulit untuk diretas atau dibajak.5Tujuan dari adanya pembayaran non-tunai ini yaitu untuk memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi. Penggunaan kartu elektronik merupakan pilihan bagi masyarakat, untuk menilai sebuah tawaran gaya hidup, menerima atau menolak sesuai dengan kebutuhannya.Meskipun begitu pada dasarnya e-Money tidak bertujuan untuk mengganti fungsi uang tunai secara total. Bagi pemegang kartue-Money diharapkan sebaiknya memilih kartu e-Money sesuai dengan kebutuhan mereka hal ini karena banyak kartu e-Money yang beredar dipasaran menawarkan fasilitas pembayaran yang tidak sama.

Berbeda dengan kartu debit atau kartu kredit, kartu e-Money tidak memerlukan konfirmasi data atau otoritas Personal Idetification Number (PIN) ketika akan digunakan sebagai alat pembayaran dan tidak terikat langsung dengan rekening nasabah di bank. Hal ini karena e-moneymerupakan produk stored value dimana sejumlah nilai monetary value telah terekam dalam alat pembayaran yang digunakan. Contoh Produk e-Money yang sudah ada telah dikeluarkan oleh penerbit yang kemudian disahkan oleh Bank Indonesia diantaranya adalah kartu Flazz (BCA), kartu e-Money dari Bank

4Prasetyo Budi Widagdo, Perkembangan Electronic Comerrce (E-Commerce) di Indonesia,terdapatdalamhttps://www.researchgate.net/publication/311650384_Perkembangan_Electronic _Commerce_E-Commerce_di_Indonesia, diakses pada tanggal 1 Oktober 2019 pukul 17.00 WIB

5 Ibid.

(13)

Mandiri (E-Toll), kemudian juga kartu e-Money dari Bank Mega, kartu Brizzi dari Bank BRI.6

Kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan saat ini perlu diperkuat.

Karena saat ini kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sangatlah menurun. Saat ini diperlukan Keberadaan suatu sistem penjaminan simpanan yang diatur secara tegas dan disusun secara lengkap, dengan adanya suatu penjaminan simpanan dapat meningkatkan kepercayaan dan pada akhirnya memperkuat sistem perbankan. Untuk meningkatkan kepercayaan tersebut, banyak negara memberikan perlindungan kepada nasabah dengan menerapkan suatu sistem penjaminan simpanan (deposit protection system) dalam bentuk sistem penjaminan nasabah yang ditentukan secara eksplisit.7di Indonesia sendiri sistem penjaminan simpanan diatur oleh lembaga penjamin simpanan ( yang selanjutnya di sebut LPS).

Sesuai dengan prinsip yang berlaku secara universal, setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Sejalan dengan prinsip dasar tersebut, dalam ketentuan Pasal 37 poin b menegaskan bahwa untuk menjamin simpanan masyarakat yang ada di bank, akan dibentuk LPS.

Selanjutnya, dalam Pasal 37 B tersebut juga diatur bahwa LPS akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.8

Jenis simpanan yang dijamin oleh LPS ditegaskan dalam Pasal 10 dan Pasal 96 ayat 1 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan

6 Muhammad Sofyan Abidin, Dampak Kebijakan E-Money di Indonesia Sebagai Alat Sistem Pembayaran Baru, terdapat dalam https://www.google.com/url?Fejournal.unesa.ac.id, diakses pada tanggal 1 Oktober 2019 pukul 20.12 WIB

7 Zulkarnain Sitompul, Lembaga Penjamin Simpanan Substansi dan Permasalahan,(Bandung : BooksTerrace & Library, 2007), hal. 121

8Kusumaningtuti SS, Peranan Hukum Dalam Penyelesaian Krisis Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal. 64

(14)

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (yang selanjutnya disebut sebagai UU LPS). Dalam Pasal 10 UU LPS ditegaskan bahwa Lembaga Penjamin Simpanan menjamin simpanan nasabah bank yang berbentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Sementara dalam Pasal 96 ayat 1 UU LPS juga menegaskan bahwa Lembaga Penjamin Simpanan melaksanakan fungsi penjaminan simpanan bagi bank berdasarkan prinsip syariah.9

Program penjaminan simpanan nasabah berlaku juga pada bank berdasarkan prinsip syariah. Program penjaminan simpanan nasabah bank berdasarkan prinsip syariah ini lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2005 Tentang Penjaminan Simpanan Nasabah Bank Berdasarkan Prinsip Syariah (LN Tahun 2005 Nomor 96, TLN Republik Nomor 4542; untuk selanjutnya disebut PP Nomor 39 Tahun 2005).10 Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2005, LPS menjamin simpanan nasabah dari bank berdasarkan prinsip syariah, baik Bank Umum dan Bank Prekreditan Rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, maupun Unit Usaha Syariah dari bank konvensional, sesuai dengan ketentuan dalam UU LPS.11

Dengan demikian, jelas bahwa uang elektronik tidak termasuk sebagai simpanan menurut UU Perbankan, berhubung nilai uang yang disetor oleh pemegang uang elektronik kepada penerbitnya tidak ditempatkan pada rekening bank. Simpanan itu pada hakikatnya merupakan dana masyarakat yang ditempatkan pada rekening bank.

Karena bukan simpanan, calon pemegang dan pemegang uang elektronik tidak harus

9 Indonesia (Lembaga Penjamin Simpanan), Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 Jo.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2009, Pasal 10 dan Pasal 96 Ayat 1

10 Indonesia (Penjaminan Simpanan Nasabah Bank Berdasarkan Prinsip Syariah), PP Nomor 39 Tahun 2005

11 Indonesia (Penjaminan Simpanan Nasabah Bank Berdasarkan Prinsip Syariah)

(15)

membuka rekening bank sebagaimana halnya pemilik kartu ATM kartu debet, yang terlebih dahulu harus membuka rekening bank.12

Pada saat ini perlindungan hukum terhadap nasabah pengguna uang elektronik sangatlah berbelit-belit dengan terlalu banyak peraturan yang mengatur, dan cenderung merugikan nasabah selaku konsumen. Sebagai contoh, bilamana penerbit uang elektronik dicabut izin usahanya sebagai bank, berarti nilai uang elektronik yang tersimpan pada kartu uang elektronik tidak termasuk dalam program penjaminan dana dari LPS. Karena juga bukan merupakan simpanan, saldo yang mengendap pada kartu uang elektronik tidak diberikan bunga. Agar sisa saldo yang terekam pada kartu uang elektronik terlindungi, maka sudah seharusnya perlu adanya jaminan perlindungan hukum terhadap dana yang tersimpan dalam uang elektronik dengan menempatkannya sebagai piutang yang diistimewakan, karena pada saat ini perputaran uang pada uang elektronik sangatlah besar, sehingga sangatlah perlu adanya penjaminan terhadap dana nasabah. Sehingga, Selama dalam kartu uang elektronik tersebut terdapat sisa nilai elektronik, penerbit uang elektronik berkewajiban untuk mengembalikannya kepada pemegang uang elektronik.13

Melihat perkembangan pengguna uang elektronik yang sangat pesat dan peredaran uang yang sangat besar, maka tentunya LPS bisa hadir sebagai lembaga penjamin tentunya dengan peraturan yang telah diperbaharui. Dan pada saat ini LPS juga sedang mengkaji dengan OJK tentang perlukah LPS hadir sebagai penjamin dana nasabah uang elektronik.

12 Prasetyo Budi Widagdo, Loc.Cit,

13 Muhammad Sofyan Abidin, Loc.Cit,

(16)

Berdasarkan uraian di atas mendorong penulis untuk mengkaji dan meneliti lebih lanjut tentang “Kajian Yuridis Urgensi Penjaminan Dana Nasabah Uang Elektronik Oleh Lembaga Penjamin Simpanan”.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian uraian diatas maka dapat diambil suatu rumusan masalah pokok sebagai berikut:

1. Bagaimana fungsi, tugas dan wewenang lembaga penjamin simpanan (LPS) di Indonesia?

2. Bagaimana aspek hukum kedudukan penerbit uang elektronik dalam sistem penyelenggaraan uang elektronik ?

3. Bagaimana urgensi perlindungan hukum penjaminan dana nasabah uang elektronik oleh lembaga penjamin simpanan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan uraian diatas, maka penelitian ini di tunjukan untuk mendapatkan data dan informasi atau keterangan guna :

a. Untuk mengetahui bagaimana fungsi, tugas dan wewenang lembaga penjamin simpanan (LPS) di Indonesia.

b. Untuk mengetahui bagaimana aspek hukum kedudukan penerbit uang elektronik dalam sistem penyelenggaraan uang elektronik.

(17)

c. Bagaimana urgensi perlindungan hukum penjaminan dana nasabah uang elektronik oleh lembaga penjamin simpanan.

2. Manfaat Penulisan

a. Sebagai kontribusi pemikiran tentang permasalahan urgensi penjaminan dana nasabah uang elektronik oleh lembaga penjamin simpanan. dan diharapkan bisa menjadi masukan serta pengembangan ilmu dalam penelitian-penelitian berikutnya.

b. Karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta pemahaman intelektualitas tentang Kajian yuridis penjaminan dana nasabah uang elektronik oleh lembaga penjamin simpanan.

c. Menambah wawasan mengenai uang elektronik (e-money), dan lembaga penjamin simpanan, yang dalam karya ilmiah ini dibahas kemungkinan LPS menjamin dana nasabah uang elektronik.

D. Keaslian Penulisan

Dalam pengerjaan penulisan skripsi ini, penulis terlebih dahulu melakukan pencarian atau penelusuran terhadap judul skripsi yang terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan dinyatakan bahwa tidak ada judul yang sama pada arsip Perpustakaan Universitas Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi “Kajian Yuridis Urgensi Penjaminan Dana Nasabah Uang Elektronik Oleh Lembaga Penjamin Simpanan”, adalah hasil dari pemikiran dan ide serta gagasan dari penulis sendiri dan dikembangkan pemaparan dengan arahan Dosen Pembimbing. Keaslian dari penulisan skripsi ini terjamin benar adanya. Jikalau ada

(18)

terdapat judul yang menyerupai dan terdaftar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum / Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara seperti judul penulis di atas, tentunya di luar sepengetahuan penulis dan pasti substansi di dalam skripsi tersebut berbeda dengan substansi di dalam skripsi penulis ini. Namun demikian adanya, di dalam penulisan skripsi ini terdapat kutipan-kutipan atau pendapat orang lain yang dilakukan sebagai referensi untuk mendukung fakta-fakta dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga melihat beberapa judul skripsi yang berkaitan dengan Penjaminan yang dilakukan LPS dan mengenai peran uang elektronik terhadap perekonomian Indonesia. Yang dalam hal ini berbeda substansi dan lokasi penelitiannya dengan penulis.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan Nasabah Penyimpan melalui skim asuransi, dana penyangga, atau skim lainnya. Berdasarkan UU LPS disebutkan bahwa Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga yang independen, transparan dan akuntabel, melaksanakan tugas dan wewenangnya bertanggung jawab kepada Presiden. LPS didefinisikan sebagai lembaga yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenagannya.14

14Indonesia , (Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan), Pasal 1 Angka 24.

(19)

Lembaga Penjamin Simpanan merupakan penyempurnaan dari program penjaminan pemerintah terhadap seluruh kewajiban bank (blanket guarantee) yang berlaku di masa lalu (tahun 1998 sampai dengan 2005). Kebijakan blanket guarantee di satu sisi dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, namun di sisi lain kebijakan tersebut telah membebani keuangan negara dan dapat menimbulkan moral hazard bagi pelaku perbankan dan nasabah.15

Sebelum perbankan Indonesia dilanda krisis, beberapa negara lainpun mengalaminya. Namun demikian, terdapat kesamaan diantara berbagai negara dalam menghadapi krisis keuangan, yakni munculnya dorongan pembentukan lembaga penjamin simpanan yang dapat memenuhi kewajiban bank terhadap segenap stakeholders jika bank dilikuidasi guna menjaga kepercayaan masyarakat. Dewasa ini telah terbentuk asosiasi dari lembaga-lembaga penjamin simpanan nasabah perbankan dari berbagai negara, yang diberi nama The International Association of Deposit Insurers (IADI). Asosiasi ini dibentuk pada bulan Mei 2002 dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas sistem penjamin simpanan dengan cara menerbitkan petunjuk- petunjuk dan meningkatkan kerja sama internasional.16

2. Pelaku Usaha

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (yang disebut sebagai UU Perlindungan Konsumen) yang mana dalam Pasal 1 Angka 3 UU Perlindungan Konsumen memberikan definisi Pelaku Usaha yaitu:17

“Setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di wilayah

15 Zulkarnain Sitompul, Op.Cit, hal,63

16 Wikipedia, Internasional Association of Deposit Insurers, dalam http://en.m.wikipedia.org, diakses pada tanggal 20 Desember Pukul 17.30 WIB

17 Indonesia (Perlindungan Konsumen) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

(20)

hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”

Penjelasan Pasal 1 Angka 3 UU Perlindungan Konsumen, Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, koperasi, BUMN, korporasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.18

Sedangkan menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 1 / POJK.

07/2013 (yang selanjutnya disebut POJK) tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Pelaku Usaha Jasa Keuangan adalah Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, Bank Kustodian, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Gadai, dan Perusahaan Penjaminan, baik yangmelaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah. Sehingga dalam hal ini bank sebagai pelaku usaha yang menerbitkan kartu tersebut dapat dikategorikan sebagai pelaku usaha karena mereka adalah pihak yang menerbitkan kartu e-Money.19

3. Uang Elektronik (E- Money)

Pengertian uang elektronik menurut Bank for International Settlement(BIS) dalam Kajian Uang Elektronik (e-Money) oleh R. Serfianto, dkk, yaitu sebagai berikut :

“Stored-value or prepaid products in which a record of the funds or value available to a consumer is stored on an electronic device in the consumer‟s

18 Kurniawan, Hukum Perlindungan Konsumen (Problematika Kedudukan Dan Kekuatan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), ctk. Pertama, UB Press, Mataram, 2011, hal.

43

19 Indonesia, (Otoritas Jasa Keuangan) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor :1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

(21)

possesion” (produk stored-value atau prepaid dimana sejumlah uang disimpan dalam suatu media elektronis yang dimiliki seseorang).20

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 16/8/PBI/2014 uang elektronik (electronic money) adalah nilai uang yang disimpan secara elektronik pada suatu media server atau chip yang dapat dipindahkan untuk kepentingan transkasi pembayaran dan/atau transfer dana. Unsur-Unsur Uang Elektronik antara lain :

a. Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit.

b. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip.

c. Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut.

d. Uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.21

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Pengelompokkan jenis-jenis penelitian tergantung pada pedoman dari sudut pandang mana pengelompokkan itu ditinjau.Ditinjau dari jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu penelitian yang langsung bertujuan untuk memberikan data

20 R. Serfianto, dkk, Untung Dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-Debit, & Uang Elektronik, Visi Media, Jakarta, 2012, hal.56

21 Matias Sumolang, Analisis Permintaan Uang Elektronik (E-Money) di Indonesia, terdapat dalam https://core.ac.uk/download/pdf/77625488.pdf, diakses pada tanggal 2 Oktober 2019, jam 10.00 WIB

(22)

seteliti mungkin tentang Kajian Yuridis Penjaminan Dana Nasabah Uang Elektronik Oleh Lembaga Penjamin Simpanan.22

2. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Dalam perspektif yuridis dimaksudkan untuk menjelaskan dan memahami makna dan legalitas peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kajian Yuridis Urgensi Penjaminan Dana Nasabah Uang Elektronik Oleh Lembaga Penjamin Simpanan.23

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, antara lain sebagai berikut:

a. Data primer merupakan bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan atau berbagai perangkat hukum, seperti Kitab Undang-undang Hukum Perdata,Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, Peraturan Bank Indonesia (PBI), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) dan Peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini

b. Data sekunder merupakan data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya,

22 Jhonny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, ctk. Kedua, Bayumedia Publishing, Malang, 2006, hal. 49

23 Ibid, hal.52

(23)

melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan penelitian ini

5. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara Studi kepustakaan (library research) yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal, artikel dan sumber lainnya yang berkaitan tentang Kajian Yuridis Penjaminan Dana Nasabah Uang Elektronik Oleh Lembaga Penjamin Simpanan.24

6. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan oleh penulis adalah analisis data kualitatif, dimana keseluruhan data baik primer maupun sekunder akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis, dikategorisasikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data yang lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, serta dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data.25

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan secara sistematis sangat diperlukan dalam penulisan karya tulis ilmiah. Untuk memudahkan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang dibagi dalam beberapa bab yang saling berhubungan satu sama lain.

Adapun sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut:

24 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2005, hal.

135.

25 Ibid, hal.139

(24)

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar dari pembahasan selanjutnya yang terdiri dari 7 (tujuh) sub bab yaitu: Latar Belakang , Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II FUNGSI, TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) DI INDONESIA

Pada bab ini berisikan 4 (empat) uraian sub bab yaitu yang pertama menjelaskan tentang Pengaturan Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, yang kedua membahas tentang Pengaturan Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, ketiga membahas tentang Status Badan Hukum dan Organisasi Lembaga Penjamin Simpanan dan yang terakhir yang keempat membahas tentang Fungsi, Tugas, dan Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan

\

BAB III ASPEK HUKUM KEDUDUKAN PENERBIT UANG ELEKTRONIK DALAM SISTEM PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK Pada Bab ini berisikan uraian 3 (tiga) sub bab yang pertama menjelaskan tentang Pengertian dan Dasar Hukum Sistem Penyelenggaraan Uang Elektronik, yang memiliki beberapa poin, yang pertama menjelaskan tentang Pengertian Uang Elektronik, kedua menjelaskan tentang pengertian Penyelenggaraan Uang Elektronik, ketiga menjelaskan tentang Dasar Hukum Penyelenggaraan Uang Elektronik, selanjutnya sub bab kedua menjelaskan tentang sistemp penyelenggaraan uang elektronik yang terbagi kedalam beberapa poin yang pertama menjelaskan tentang perkembangan alat pembayaran,

(25)

kedua menjelaskan tentang Para Pihak Dalam Sistem Penyelenggaraan Uang Elektronik dan yang ketiga menjelaskan tentang Mekanisme Sistem Penyelenggaraan Uang Elektronik, selanjutnya sub bab yang terakhir yaitu yang ketiga menjelaskan tentang aspek hukum Kedudukan Penerbit Uang Elektronik.

BAB IV URGENSI PERLINDUNGAN HUKUM PENJAMINAN DANA NASABAH UANG ELEKTRONIK OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN JIKA DIKAJI DARI UNDANG-UNDANG

Pada bab ini terdapat dua sub bab, yang pertama menjelaskan tentanPerlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pemegang Uang Elektronik, yang terbagi dalam beberapa poin yaitu poin pertama menjelaskan tentang Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pemegang Uang Elektronik Dikaji Dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, poin kedua menjelaskan tentang Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pemegang Uang Elektronik Dikaji Dari Peraturan Bank Indonesia No.11/12 Tahun 2009 Tentang Uang Elektronik dan poin ketiga menjelaskan tentang Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pemegang Uang Elektronik Dikaji Dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor:

1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Dan sub bab yang kedua menjelaskan tentang Urgensi Perlu adanya Penjaminan Dana Nasabah Uang Elektronik Oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

BAB V PENUTUP

Berisikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dalam skripsi ini, disertai dengan saran.

(26)

BAB II

FUNGSI, TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) DI INDONESIA

A. Sejarah Lembaga Penjamin Simpanan

Perbankan merupakan bisnis yang penuh resiko, disamping menjanjikan keuntungan yang besar jika dikelola dengan baik. Dikatakan penuh resiko, karena sebagian besar aktivitasnya mengandalkan dana titipan masyarakat, baik dalam bentuk tabungan, giro, ataupun deposito.26 Kepercayaan masyarakat mutlak diperlukan karena bank pada hakikatnya tidak memiliki uang tunai yang cukup untuk membayar kewajiban kepada seluruh nasabahnya sekaligus.

Peran industri perbankan dalam perekonomian suatu negara seringkali diibaratkan sebagai peran jantung dalam sistem tubuh manusia. Membeli dana masyarakat dalam bentuk simpanan serta menjualnya dalam bentuk kredit dalam rangka menggerakkan perekonomian. Agar dapat berfungsi efektif, jantung perekonomian tersebut perlu dijaga agar selalu dalam kondisi sehat, stabil, serta berkembang. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan beberapa prasyarat antara lain kepercayaan masyarakat yang terjaga dan penyelewengan (moral hazard) yang tercegah.27

Untuk menciptakan perbankan sehat harus dilakukan pendekatan yang terdiri dari tiga pilar utama, yaitu pengawasan, internal governance dan disiplin pasar.

Pendekatan ini harus dilakukan karena pengawasan tidak akan mampu berpacu dengan kecepatan liberalisasi, globalisasi dan kemajuan teknologi pada instrumen keuangan.

26 T. Darwini, Urgensi Pengaturan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Pengelolan Bank, Jurnal Equality, Volume 10 No. 2 Agustus 2005

27 Hari Prasetya, “LPS dan Upaya Meningkatkan Disiplin Pasar”, diakses darihttp://lps.go.id/artikel/-/asset_publisher/0S8e/content/lps-dan-upaya-meningkatkan-disiplin-pasar-1, pada Selasa, 29 September 2019 pukul 13.30 WIB

(27)

Dengan demikian pengawasan harus dilengkapi dengan disiplin internal dan eksternal dari perbankan. Dengan melibatkan internal governance, pendekatan pengawasan memasukkan pandangan bahwa perbankan sendiri merupakan tempat terbaik untuk mengatur dan memelihara praktik manajemen yang sehat. Pengikutsertaan disiplin pasar mencerminkan fakta bahwa tanpa pasar yang kompetitif dan punitive atas kegagalan bersaing di pasar maka tidak cukup insentif bagi pemilik bank, pengurus dan nasabah untuk melakukan keputusan keuangan yang tepat. Untuk melaksanakan ketiga pendekatan di atas, maka menurut harus dilakukan penyempurnaan terhadap peraturan perbankan.28

Lembaga perbankan adalah suatu lembaga yang sangat tergantung kepada kepercayaan dari masyarakat. Dengan ditutupnya kegiatan usaha bank telah memberikan dampak kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan.

oleh karena itu, dengan tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat, tentu suatu bank tidak akan mampu menjalankan semua kegiatan usahanya dengan lancar. Maka dari itu tidaklah berlebihan bila dunia perbankan harus selalu bisa menjaga kepercayaan dari masyarakat dengan memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan masyarakat, terutama kepentingan nasabah yang bersangkutan. Dengan kata lain, dalam rangka Bank untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekurang percayaan atau ketidak percayaan masyarakat terhadap dunia perbankan, yang pada saat ini tengah gencar melakukan

28Zulkarnain Sitompul, “Dasar Filosofi Keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan”, diakses dari https://zulsitompul.files.wordpress.com/2007/06/filosofi-perlindungan-dananasabah. pdf, hal. 1, pada Rabu, 30 September 2019 pukul 14.15 WIB

(28)

ekspansi untuk mencari dan menjaring nasabah, maka perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan terhadap kemungkinan terjadinya kerugian sangat diperlukan.29

Pemerintah sendiri telah berupaya untuk tetap mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan, adapun upaya pemerintah untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan di Indonesia yaitu dengan mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberi jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk blanket guarantee (simpanan masyarakat) sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden No. 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat. Namun dalam prakteknya, blanket guarantee ternyata menimbulkan resiko moral (moral hazard) baik dari sisi pengelola bank maupun terhadap industri perbankan.

Moral hazard merupakan permasalahan masyarakat yang sering terjadi dalam dunia perbankan, dimana hilangnya rasa kepercayaan atau antusiasme masyarakat terhadap bank. Hal ini dikarenakan ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas, meskipun memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat dengan menggunakan asimetri informasi yang terjadi sesudah transaksi kredit dilakukan.

Asimetri informasi atau pemberian informasi yang lebih luas dari yang lainnya terjadi jika salah satu pihak dari suatu transaksi memiliki informasi lebih banyak atau lebih baik dibandingkan pihak lainnya. Hal ini memberikan kedudukan kepada pemberi kredit/bank untuk berada dalam posisi penerima resiko dari usaha yang dilakukan pihak peminjam. Permasalahan moral hazard dapat terjadi, karena peminjam memperoleh

29Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 144

(29)

keuntungan untuk mengalihkan proyeknya pada proyek beresiko tinggi, yang tidak dikehendaki oleh pemberi pinjaman. Oleh karena itu, apabila berhasil dapat memberikan keuntungan besar, tetapi apabila mengalami kegagalan akan ditanggung oleh pemberi pinjaman (kredit yang diberikan tidak kembali).30

Sistem blanket guarantee sendiri memiliki tiga permasalahan utama yang akan dihadapi sistem perbankan, adapun permasalahannya yaitu:

1. Ketidak jelasan tentang siapa yang dilindungi, masyarakat deposan ataukah banker.

2. Ketidak profesionalan akan selalu muncul dalam pengelolaan bank, tanggung jawab manajemen bank cenderung rendah, serta

3. Resiko kerugian negara akan cenderung tinggi.31

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah kemudian mulai meninggalkan sistem blanket guarantee ini dan menggantikannya dengan merealisasikan program penjaminan dengan sistem penjaminan yang terbatas, yaitu melalui asuransi deposito yang dalam pengertian UU Perbankan disebut sebagai lembaga penjamin simpanan.

Lembaga ini merupakan suatu badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan nasabah penyimpanan, melalui skim asuransi, dana penyangga, atau skim lainnya. Melihat tujuannya maka lembaga tersebut sangat diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan nasabah, serta usaha untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan.32 Hanya saja, untuk memulihkan dan memelihara kepercayaan masyarakat secara berkesinambungan

30Taswan Ibrahim dan Ragimun, Moral Hazard Dan Pencegahannya Pada Industri Perbankan di Indonesia, Yogyakarta: Jurnal Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal), hal. 16.

31 Adrian Sutedi, Op.Cit., hal. 5

32Drs. Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 137

(30)

tidak cukup dengan pendekatan yang sifatnya darurat, dibutuhkan sistem hukum yang relatif stabil, tidak boleh terlalu sering berubah. Sebab dengan seringnya berubah, maka tidak terdapat kepastian yang pada gilirannya menyulitkan masyarakat untuk menetapkan rencana (planning) baik jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu, pendirian lembaga penjamin simpanan sangat penting dan diperlukan untuk memberikan keamanan bagi masyarakat khususnya nasabah penyimpanan.33

Pada tahun 2004, industri perbankan ditandai dengan mulai dihapuskannya program blanket guarantee dan diganti dengan sistem penjaminan yang lebih permanen.

Sebagai pengganti program blanket guarantee, pemerintah mengajukan kepada DPR Rancangan UU LPS dimana melalui Rancangan Undang-Undang ini akan dibentuk suatu lembaga independen yang disebut Lembaga Penjamin Simpanan. Hal ini juga merupakan kelanjutan dari amanat UU Perbankan.

Pembentukan LPS di Indonesia merupakan pelaksanaan dari Pasal 37 B UU Perbankan, yang secara umum disebutkan bahwa pemerintah akan membentuk LPS berdasarkan pada suatu Peraturan Pemerintah (PP). sebagaimana diketahui, UU Perbankan yang menjadi dasar keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan merupakan penyempurnaan dari UU Perbankan terdahulu. Undang-Undang Perbankan itu sendiri mulai berlaku sejak November 1998, yakni sekitar setahun setelah krisis moneter menerpa kawasan Asia-Pasifik.34

Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan UU LPS. Berdasarkan undang-undang tersebut, Lembaga Penjamin Simpanan

33Zulkarnain Sitompul, Lembaga Penjamin Simpanan Substansi dan Permasalahan, (Bandung:

BooksTerrace & Library, 2007) hal.23

34Yennie Agustin, Peran Lembaga Penjamin Simpanan Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7,No. 3, ISSN 1978-5186, 2013.

(31)

merupakan suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Undang-undang ini berlaku efektif sejak tanggal 22 September 2005, dan sejak tanggal tersebut LPS resmi beroperasi. Terdapat dua perbedaan mendasar antara jaminan yang diberikan oleh program blanket guarantee dan jaminan yang diberikan LPS. Pertama, dalam hal cakupan. Kedua, besarnya jumlah yang dijamin.

Blanket guarantee menjamin hampir seluruh Kewajiban bank dengan jumlah jaminan tanpa batas (the sky is the limits).35

Adapun jaminan yang diberikan LPS hanya mencakup simpanan masyarakat pada bank (deposan) dengan jumlah maksimal tertentu. Secara retorika yang dijamin adalah nasabah kecil dengan alasan memberikan jaminan kepada nasabah kecil dari banker yang tidak bertanggung jawab dipandang merupakan suatu pendekatan yang adil dan tepat.36

B. Pengaturan Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia

LPS adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada 22 September 2004. Undang-Undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga pendirian dan operasional LPS dimulai pada 22 September 2005.37

35 Ibid.

36 Zulkarnain Sitompul, Op.Cit, hal, 31

37Adrian Sutedi, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hal, 3.

(32)

LPS merupakan lembaga baru setelah Indonesia mengalami krisis perbankan.

Kehadiran LPS bertujuan untuk mengantisipasi ketika sebuah bank ditutup dan dilikuidasi tetap dapat mengembalikan dana yang berasal dari simpanan masyarakat.

LPS dapat menjamin pengembalian dana tersebut, karena salah satu peran lembaga ini adalah sebagai asuransi khusus bagi bank. Sebuah bank jika di dalam menjalankan tugasnya terjadi suatu kekeliruan dapat mempengaruhi kesehatan bank dan menurunnya kepercayaan masyarakat sehingga dapat berakibat bank ditutup operasinya. Nasabah akan menagih dana simpanannya secara serentak, sementara itu dana bank belum atau tidak cukup untuk melayaninya.38

Dengan adanya LPS digunakan sebagai salah satu cara untuk menanggulangi resiko bisnis bank. LPS berfungsi untuk menjamin simpanan para nasabah bank.

Dengan jaminan itu LPS akan membayar kepada bank, sehingga risiko yang dihadapi bank dapat diminimalisir. Secara tidak langsung LPS dapat mencegah gejolak negatif masyarakat terutama terhadap nasabah penyimpan.39

Peraturan yang berlaku bagi LPS adalah UU LPS. Dalam UU LPS ini terdiri dari 16 bab dan 103 pasal, Undang-Undang ini memuat diantaranya sebagai berikut:40

1. Bab I mengenai ketentuan umum.

2. Bab II mengenai pembentukan, status, dan tempat kedudukan. Dalam bab ini terdapat 2 pasal yang mengaturnya.

3. Bab III mengenai fungsi, tugas, dan wewenang. Dalam bab ini terdapat 4 pasal yang mengaturnya.

38 Ibid, hal.4

39Gatot Supramono, Hukum Uang di Indonesia, (Bekasi: Gramata Publishing, 2014), hal, 95-96

40 Aminullah, “Peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Dalam Melindungi Dana Nasabah Akibat Bank Gagal”, Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 3.No.1 ISSN:2355-6358, 2016.

(33)

4. Bab IV mengenai penjaminan simpanan nasabah bank. Dalam bab ini terdapat 13 pasal yang mengaturnya.

5. Bab V mengenai penyelesaian dan penanganan bank gagal. Dalam bab ini terdapat 22 pasal yang mengaturnya.

6. Bab VI mengenai likuidasi. Dalam bab ini terdapat 19 pasal yang mengaturnya.

7. Bab VII mengenai organisasi. Dalam bab ini terdapat 19 pasal yang mengaturnya.

8. Bab VIII mengenai kekayaan, pembiayaan, dan pengelolaan. Dalam bab ini terdapat 5 pasal yang mengaturnya.

9. Bab IX mengenai rencana kerja dan anggaran tahunan. Dalam bab ini terdapat 1 pasal yang mengaturnya.

10. Bab X mengenai pelaporan dan akuntabilitas. Dalam bab ini terdapat 3 pasal yang mengaturnya.

11. Bab XI mengenai hubungan dengan lembaga lain. Dalam bab ini terdapat 1 pasal yang mengaturnya.

12. Bab XII mengenai kerahasiaan data. Dalam bab ini terdapat 1 pasal yang mengaturnya.

13. Bab XIII mengenai sanksi administratif dan pidana. Dalam bab ini terdapat 4 pasal yang mengaturnya.

14. Bab XIV mengenai ketentuan lain-lain. Dalam bab ini terdapat 1 pasal yang mengaturnya.

15. Bab XV mengenai ketentuan peralihan. Dalam bab ini terdapat 3 pasal yang mengaturnya.

(34)

16. Bab XVI mengenai ketentuan penutup. Dalam bab ini terdapat 4 pasal yang mengaturnya.

Setelah berjalan lebih kurang 5 (lima) tahun, UU LPS diubah dengan Undang- Undang No. 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang. Sesuai dengan judulnya, lahirnya Undang-Undang No. 7 Tahun 2009 dilatar belakangi dengan Perpu yang isinya tentang perubahan UU LPS, namun perubahan tidak banyak dilakukan karena hanya satu pasal yang diubah yaitu Pasal 11 mengenai nilai simpanan yang dijamin LPS, yang tujuannya untuk mengatasi ancaman krisis yang berpotensi mengakibatkan merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan membahayakan stabilitas sistem keuangan antara lain ditandai dengan adanya beberapa bank dan atau lembaga keuangan bukan bank mengalami kesulitan likuiditas, atau terjadi gejolak yang dapat berdampak negatif kepada stabilitas sistem keuangan nasional.41

Dengan adanya perubahan tersebut dan bukan sebagai pengganti undang- undang, Peraturan LPS yang berlaku sekarang adalah UU LPS yang berlaku sejak tanggal pengundangan yaitu 13 Januari 2009. Pada tanggal 15 April 2016 menjadi babak baru bagi LPS. DPR bersama-sama dengan Presiden mengesahkan Undang- Undang No. 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) yang kemudian membuat kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan semakin luas. Sebagai undang-undang yang menjadi payung regulasi

41 Gatot Supramono, Op.Cit., hal. 96

(35)

pencegahan dan penanganan krisis, UU PPKSK memuat keterkaitan pelaksanaan fungsi dan tugas empat lembaga, yakni Lembaga Penjami Simpanan (LPS), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Kementerian Keuangan (Kemkeu).

Salah satu pengaturan dalam Undang-Undang dimaksud yang menjadi milestone perubahan bagi LPS selaku otoritas resolusi dimuat dalam Pasal 22 UU PPKSK. Pasal 22 UU PPKSK memberikan perluasan metode resolusi bagi Lembaga Penjamin Simpanan, yang sebelumnya hanya terdiri dari Penyertaan Modal Sementara dan Likuidasi (bagi Bank Selain Bank Sistemik), bertambah dengan metode Purchase and Assumptions serta Bridge Bank.42

C. Status Badan Hukum dan Organisasi Lembaga Penjamin Simpanan 1. Status Badan Hukum Lembaga Penjamin Simpanan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimama telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, LPS memiliki status badan hukum terdiri dari :43

a. Berdasarkan undang-undang ini, dibentuk Lembaga Penjamin simpanan, yang selanjutnya disebut LPS.

b. LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan hukum

c. LPS adalah lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

d. LPS bertanggung jawab kepada Presiden

42 Lembaga Penjamin Simpanan, Least Cost Test Model Sebagai Dasar Pemilihan Cara Penyelesaian Bank Selain Bank Sistemik Yang Mengalami Permasalahan Solvabilitas, Op.Cit.,hal. 6

43Indonesia ( Perbankan) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 Jo.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan), Pasal 2

(36)

Sementara itu, pengertian badan hukum bisa bersifat perdata dan bisa bersifat publik. Dalam hukum perdata dilihat dari pendiriannya ada tiga macam badan hukum, yakni :

1) Badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum ( Pemerintah atau Negara ) 2) Badan hukum yang diakui oleh kekuasaan umum; dan

3) Badan hukum yang diperkenankan dan yang didirikan dengan tujuan tertentu yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang atau kesusilaan ( badan hukum dengan konstruksi keperdataan ).

Dengan teori hukum tersebut diatas, LPS merupakan badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum. Karena pendiriannya dilakukan oleh Pemerintah dengan UU LPS, sehingga LPS termasuk dalam badan hukum publik. Kalau berdasarkan teori-teori hukum yang berkembang di kalangan ahli hukum Jerman, suatu badan hukum yang bersifat publik, jika badan hukum itu dianggap mempunyai kekuasaan sebagai penguasa, maka badan hukum tersebut dapat mengambil keputusan-keputusan yang mengikat orang lain yang tidak tergabung dalam badan hukum tersebut (wewenang).

Berdasarkan UU LPS, LPS diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan atau peraturan yang mengikat umum.44

Menurut Soenawar Soekowati, badan hukum yang didirikan dengan konstruksi hukum publik, belum tentu merupakan badan hukum publik dan juga belum tentu mempunyai wewenang publik. Sebaliknya juga, badan hukum yang didirikan oleh orang-orang swasta, dalam stelsel hukum tertentu mempunyai kewenangan publik . Jadi

44 Adrian Sutedi, Op.Cit, hal,67

(37)

untuk dapat memecahkan masalah tersebut, dalam stelsel hukum Indonesia dapat digunakan kriteria,yaitu:45

1) Dilihat dari cara pendiriannya atau terjadinya, artinya badan hukum itu diadakan dengan konstruksi hukum publik yaitu didirikan oleh penguasa dengan Undang- Undang atau Peraturan-Peraturan lainnya, juga meliputi kriteria berikut.

2) Lingkungan kerjanya, yaitu apakah dalam melaksanakan tugasnya badan hukum itu pada umumnya dengan publik atau umum melakukan perbuatan-perbuatan hukum perdata, artinya bertindak dengan kedudukan yang sama dengan publik atau tidak. Jika tidak, maka badan hukum itu merupakan badan hukum publik.

3) Mengenai wewenangnya, yaitu apakah badan hukum yang didirikan oleh penguasa itu diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan atau peraturan yang mengikat umum.

Jika ada wewenang publik, maka ia adalah badan hukum publik. Jika dari kriteria diatas, LPS merupakan Lembaga Politik (pemerintah atau negara) yang berstatus sebagai badan hukum, karena :46

a) LPS adalah badan hukum yang didirikan oleh penguasa dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004;

b) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana yang diatur dalam UU LPS, LPS diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan atau peraturan yang mengikat umum.

Pasal 6 ayat (1) huruf a UU LPS, LPS dalam melaksanakan tugasnya mempunyai wewenang menetapkan dan memungut premi penjaminan. Pasal 1 angka 8

45Soenawar Soekowati, Penjamin Simpanan Nasabah Perbankan, di kutip oleh Jonker Sihombing (Bandung: PT Alumni, 2010), hal.98

46 Adrian Sutedi, Op.Cit, hal, 66.

(38)

UU LPS, Penjaminan Simpanan Nasabah Bank, yang selanjutnya disebut Penjaminan, adalah penjaminan yang dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan atas simpanan nasabah bank. Kewenangan ini hanya dimilki oleh LPS tidak dimiliki oleh badan hukum publik lainnya. Dan penetapan besarnya premi itu sendiri mengikat secara publik. Hal ini semakin membuktikan, LPS adalah Lembaga Pemerintah / Negara yang mempunyai status badan hukum publik. Jadi uang negara yang dipungut LPS adalah Uang Negara. Sehingga termasuk ruang lingkup keuangan negara yang dikelola dan dipertanggungjawabkan kepada negara.

Dalam KUH Perdata ada dua macam Subyek Hukum dalam pengertian hukum adalah :

1. Natuurlijke Persoon (natural person) yaitu manusia pribadi 2. Rechtspersoon (legal entitiy) yaitu badan hukum

Menurut Friedrich Carl Von Savigny dengan teori fiksi yang terdapat dalam bukunya System Des Hentigen Romischen Recht mengemukakan bahwa Badan hukum adalah ciptaan fiksi dalam sebuah konstruksi yuridis belaka.47

Menurut Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, badan hukum ialah suatu badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum, mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak, serta kewajiban-kewajiban seperti yang dimiliki oleh orang pribadi.

Pribadi hukum ini memiliki kekayaan tersendiri, mempunyai pengurus atau pengelola dan dapat bertindak sendiri sebagai pihak di dalam suatu perjanjian.48

47Friedrich Carl Von Savigny, System Des Hentigen Romischen Recht ,Toronto : MSN, 1840), hal. 145.

48 Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, sendi-sendi hukum perdata internasional suatu orientasi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), 1997,hal, 112

(39)

Menurut Prof. Meijers Prosedur pendirian badan hukum secara material harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Memiliki harta kekayaan sendiri.

2. Ada tujuan tertentu.

3. Ada kepentingan sendiri.

4. Ada organsasi/ struktur yang teratur.49

Sedangkan pendirian badan hukum secara formal sesuai Pasal 1653 KUH Perdata, yaitu:

1) Badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum (Pemerintah atau Negara).

2) Badan hukum yang diakui oleh kekuasaan umum.

3) Badan hukum yang diperkanankan dan didirikan dengan tujuan tertentu yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang atau kesusilaan (badan hukum dengan konsruksi keperdataan).

Badan hukum dapat dibedakan menjadi Badan Hukum Publik dan Hukum Privat (Perdata), dengan cara :

1. Melihat prosedur pendiriannya, artinya badan hukum publik itu diadakan dengan konstuksi hukum publik yaitu didirikan oleh penguasa dengan Undang-Undang atau Peraturan-Peraturan lainnya.

2. Melihat lingkungan kerjanya, yaitu apakah dalam melaksanakan tugasnya badan hukum itu pada umumnya dengan publik atau melakukan perbuatan-perbuatan hukum perdata, artinya bertindak dengan kedudukan yang sama dengan publik atau tidak. Jika tidak, maka badan hukum itu merupakan badan hukum public.

49Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, Op.Cit, hal.120

(40)

3. Mengenai wewenangnya, yaitu apakah badan hukum yang didirikan oleh penguasa itu diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan atau peraturan yang mengikat umum. Jika ada wewenang publik, maka ia adalah badan hukum publik.

Jenis-jenis badan hukum yang dikenal di Indonesia adalah Yayasan, Perseroan Terbatas, Koperasi, BUMN. Badan Hukum menjelma pula dalam bentuk bank sentral, organisasi profesi, lembaga penelitian, penerbitan, dan badan hukum pendidikan. Salah satu jenis badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan Negara adalah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) UU LPS.

Pengertian badan hukum disini meliputi badan hukum publik dan badan hukum perdata.

Dalam kedudukannya sebagai badan hukum publik, LPS membuat peraturan LPS yang mengikat secara umum sesuai dengan tugas dan wewenangnya pada Pasal 5 dan 6 UU LPS yang diberikan melalui kewenangan delegasi dari Undang-Undang. Lembaga Penjamin Simpanan dapat juga dilihat sebagai badan hukum publik di lihat dari cara pendiriannya yang berasal dari sebuah Kekuasaan Negara melalui Undang-Undang.50

LPS merupakan badan hukum privat, dimana LPS dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam dan di luar pengadilan, hal tersebut sesuai dengan teori organ atau teori realis yang dikemukakan oleh Otto Von Geirke dalam bukunya Das Deutsche Genossnchtsrecht (1873), dimana badan hukum itu bukan khayalan, melainkan

kenyataan yang ada seperti halnya manusia, yang mempunyai perlengkapan, selaras dengan anggota badan manusia, karena badan hukum didalam melakukan perbuatan hukum juga dengan perantaraan alat perlengkapannya, seperti pengurus, komisaris, dan

50 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas (Seri hukum bisnis), (Jakarta : PT.Raja Grafinda Perkasa,2000), hal, 93.

(41)

rapat anggota. Ketentuan LPS untuk dapat bertindak keluar diimplementasikan dalam Pasal 70 UU LPS yang menyebutkan bahwa Dewan Komisioner berwenang mewakili LPS di dalam dan di luar pengadilan.51

LPS dapat juga disebutkan sebagai Badan Hukum Perdata dilihat dari kekayaan pribadi yang dimilikinya. Sesuai dengan Teori harta kekayaan bertujuan oleh A. Brinz dalam bukunya Lehrbuch der Pandecten ( 1883 ) yang mengatakan:52

“only human beings can be considered correctly as „person.‟ The law, however, protects purpose other than those concerning the interest of human beings. The property „owned‟ by corporations does not „belong‟ to anybody. But it may considered as belonging for certain purposes and the device of the corporation is used to protect those purpose”.

Sehingga dapat dijelaskan teori harta kekayaan bertujuan ini melihat bahwa pemisahan kekayaan badan hukum dengan kekayaan anggotanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Harta kekayaan ini menjadi milik dari perkumpulan yang bersangkutan, yang menyebabkan perkumpulan ini menjadi subjek hukum.

Implementasi tentang teori pemisahan harta kekayaan dalam badan hukum ini dasarnya terdapat dalam Pasal 1618,1640,1641 KUH Perdata dan secara tegas dinyatakan dalam Pasal 81 UU LPS.

2. Struktur Organisasi Lembaga Penjamin Simpanan

Berdasarkan UU LPS, LPS memiliki stuktur organisasi kepengurusan yang terdiri dari :53

a. Dewan Komisioner

51 Zulfi Diane Zaini, Aspek hukum dan fungsi lembaga penjamin simpanan, (Jakarta : Keni Media, 2015), hal.86

52 Ibid, hal, 90

53 Indonesia, (Lembaga Penjamin Simpanan), Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Jo.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Untuk poin a yang seharusnya serikat buruh berfungsi sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial, baik Serikat

1) Memberikan pemahaman dan pelatihan kepada masyarakat petani. Dalam memberikan pemahaman, tim AgFor menyampaikan bahwa mereka tidak perlu susah payah mencari dan

Tidak terserapnya lulusan SMK dalam dunia usaha dan industri tersebut, bukan karena kurangnya kebutuhan tenaga kerja, tetapi dimungkinkan terjadinya ketidaksesuaian

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan antara umur (p=0,004) dan efek samping (p=0,000) terhadap kejadian penghentian (drop out) alat

Sony Irianto, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto, yang telah memberikan kesempatan hingga peneliti

Selain itu jika channel yang digunakan kurang dari delapan radio akan ada tiga timeslot yang tidak digunakan untuk masing-masing radio chanel yang tidak digunakan yaitu

Speedy adalah Layanan Access Internet End To End dari PT TELKOM dengan basis teknologi Asymetric Digital Subscriber Line (ADSL), yang dapat menyalurkan data dan

Pendekatan analisis bibliometrika pada penelitian ini juga diharapkan dapat mengetahui jurnal inti (core journal) penelitian AIDS, penyebaran artikel penelitian AIDS pada