• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ………. i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ………. ii

ABSTRACT ..………..… iii

ABSTRAK . ...………. iv

RINGKASAN ………. v

HALAMAN PERSETUJUAN ……… viii

TIM PENGUJI ………. ix

RIWAYAT HIDUP ………. x

KATA PENGANTAR ………. xi

DAFTAR ISI ……… xiii

DAFTAR TABEL ……… Xv DAFTAR GAMBAR ………... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xvii

BAB I PENDAHULUAN .……….……… 1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Hipotesis ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 6

2.1 Kubis (Brassica oleracea L) ………. 6

2.2 Hama Krop Kubis (Crocidolomia pavonana F.) .……….. 7

2.3 Biologi Hama ..………... 8

2.3.1. Telur ………. 8

2.3.2 Larva ………. 9

2.3.3 Pupa ……….. 10

2.3.4 Imago ……… 11

2.4 Gejala Serangan ……… 12

2.5 Kirinyuh (Chromolaena odorata (L)) ……… 13

(2)

2.5.1. Kandungan Kimia ……….... 14

2.6 Widelia trilobata (L.) Hitch ………... 15

2.7 Tembelekan (Lantana camara L) ……….. 16

2.7.1. Kandungan Kimia ……… 17

2.8 Pestisida Nabati ………. 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Tempat dan Waktu ... 21

3.2 Bahan dan Alat ………. 21

3.3 Metode Penelitian ………...……….……. 21

3.4 Persiapan Penelitian ……….. 22

3.5 Pelaksanaan Penelitian ……….. 23

3.5.1 Tahapan Pembuatan Ekstrak ……….……….. 23

3.5.2 Persiapan Serangga Uji ………..………. 24

3.5.3 Uji Efektifitas Ekstrak Daun Gulma ... 24

3.6 Pengamatan ………... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 26

4.1 Pengaruh Perkembangan Biologi Ulat Krop Kubis Setelah Aplikasi Ketiga Jenis Ekstrak Daun Gulma………. 26

4.2. Mortalitas Larva Akibat Aplikasi Ketiga Ekstrak Daun Gulma …….. 32

4.3 Uji Efektifitas Ekstrak Daun Terhadap Perkembangan Biologi Larva C. pavonana ………. 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 37

5.1 Kesimpulan ……… 37

5.2 Saran ……….. 37

DAFTAR PUSTAKA ……….. 38

DAFTAR LAMPIRAN ………... 42

(3)

ABSTRAK

Anak Agung Gede Garba Yogantara. Nim 1305105057. Uji Kemampuan Beberapa Jenis Ekstrak Daun Gulma Terhadap Perkembangan Ulat Krop Kubis (Crocidolomia pavonana F.) Di Laboratorium. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, M.S. dan Prof. Dr.

Dra. Made Sritamin, M.S.

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Udayana, sejak bulan Oktober 2016 sampai bulan Februari 2017, untuk menguji tiga jenis ekstrak daun gulma yaitu daun Lantana camara, daun Wedelia trilobata, dan daun Chromolaena odorata bertujuan untuk mengetahui perkembangan biologi ulat Crocidolomia pavonana setelah diaplikasikan ketiga jenis ekstrak daun gulma tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan ekstrak daun pada konsentrasi 50% dan 1 jenis tanpa perlakuan (kontrol), pengulangan masing- masing dilakukan sebanyak 10 kali. Pengamatan dilakukan sampai larva tidak melakukan aktivitas lagi (mati), atau sampai menjadi imago. Pengujian ketiga jenis ekstrak daun gulma menunjukkan hasil sebagai berikut : ekstrak daun L. camara dari 10 kali aplikasi dengan 16 kali pengamatan, larva mengalami kematian sebanyak 30%, ekstrak daun W. trilobata dari 10 kali aplikasi dengan 12 kali pengamatan, larva mengalami kematian 30%, dan ekstrak daun C.

odorata dari 9 kali aplikasi dengan 9 kali pengamatan larva mengalami kematian 100%.

Perkembangan biologi ulat C. pavonana dengan aplikasi ekstrak daun L. camara memberikan pengaruh perkembangan larva menjadi pupa sangat lambat karena membutuhkan waktu 16 hari untuk menjadi pupa, sedangkan ekstrak daun W. trilobata hanya membutuhkan waktu 12 hari menjadi pupa. Akan tetapi dengan ekstrak daun C. odorata larva tidak sampai mengalami fase pupa dan imago karena ekstrak ini mengakibatkan kematian 100% pada fase larva. Pada perlakuan ketiga jenis ekstrak daun gulma ini, larva dapat berkembang melalui 4 instar sebelum menjadi pupa. Perlakuan dengan ekstrak daun gulma yang paling efektif untuk menekan perkembangan biologi ulat C. pavonana adalah ekstrak daun gulma C. odorata.

Kata kunci : Ekstrak daun gulma, kematian, dan perkembangan biologi

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kubis (Brassica oleracea var. capitata L.) merupakan salah satu jenis tanaman dari komuditas hortikultura yang banyak dibudidayakan petani dataran tinggi di Bali (Kumarawati, dkk., 2013). Sampai saat ini, produksi kubis dari tahun 2010 sampai 2013 mengalami penurunan yaitu mulai dari tahun 2010 mencapai 470.768 ton, tahun 2011 menjadi 429.262 ton, 2012 menurun menjadi 401.968 ton, tahun 2013 menjadi 357.808 ton. Namun tahun 2014 dan 2015 produksi kubis mengalami peningkatan yaitu masing-masing 427.946 ton, dan 452.072 ton, peningkatan ini juga belum mencapai tingkatan produksi di tahun 2010 yaitu 470.768 ton, yang diproduksi oleh seluruh daerah pusat pengembangan sayuran di Bali (BPS, 2015). Menurunnya produksi kubis ini disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah adanya gangguan hama dan penyakit.

Salah satu hama utama yang sering ditemukan dan dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar pada tanaman kubis adalah ulat krop kubis Crocidolomia pavonana F. Ulat C.

pavonana menyerang tanaman sejak awal pembentukan krop hingga pembentukan krop, ulat ini juga menyerang tanaman kubis sejak awal penanaman. Akibat kerusakan tersebut kuantitas dan kualitas kubis menurun dan dalam keadaan yang ekstrem kubis tidak dapat dipanen sama sekali.

(5)

Apabila tidak dilakukan pengendalian terhadap hama tersebut maka kerusakan dapat mencapai 100 %. Perkembangan C. pavonana pada saat larva melalui empat instar yang ditandai dengan pergantian kulit sebelum membentuk pupa, rata-rata lama stadium larva 13,8 hari (Sari, 2002).

Hasil penelitian Kumarawati, dkk., (2013) menyebutkan bahwa kelimpahan populasi hama C.

pavonana tertinggi terjadi pada sepuluh minggu setelah tanam, kejadian tersebut disebabkan oleh

fase tanaman yang sudah mulai membentuk krop, karena pada fase ini menjadi habitat yang paling disukai bagi C. pavonana.

Hama ulat krop kubis C. pavonana merupakan salah satu jenis hama utama pada tanaman kubis, karena hama ini selalu ada dan menyebabkan kerugian pada pertanaman kubis.

Apabila tidak dilakukan usaha pengendalian dengan tepat dan benar, maka kerusakan yang disebabkan oleh hama tersebut dapat meningkat serta hasil panen dapat menurun, baik itu kuantitas atau kualitasnya. Maka harus ada upaya pengendalian yang tepat untuk dapat menekan dan mengurangi jumlah kerugian yang ditimbulkan oleh hama tersebut (Alifah, 2012).

Pada usaha pengendalian petani lebih memilih untuk menggunakan pestisida sintetik karena beranggapan bahwa pestisida sintetik dapat mengendalikan dan menurunkan populasi hama dengan cepat serta dapat digunakan secara terus menerus. Memang cara tersebut berhasil mengatasi hama, tetapi keberhasilan tersebut tidak berlangsung lama, bahkan yang dapat terjadi adalah populasi hama akan semakin meningkat karena petani tidak menyadari bahwa bila penggunaan pestisida sintetik secara terus-menerus dapat berdampak negatif bagi lingkungan, kematian musuh alami dan kesehatan manusia, serta dapat menyebabkan resistensi terhadap hama yang mereka kendalikan dengan pestisida sintetik (Ambarawati, 2012). Oleh sebab itu, pengendalian dengan konsep pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk membatasi penggunaan pestisida sintetik. Untuk menunjang

(6)

keberhasilan konsep PHT perlu dicarikan alternatif pengendalian yang lebih bersifat ramah lingkungan dengan menggunakan bahan bioaktif, insektisida nabati dan musuh alami .

Sebagai alternatif, saat ini sedang dikembangkan penggunaan bahan tumbuhan sebagai insektisida nabati. Pestisida nabati diartikan sebagai pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan, karena terbuat dari bahan-bahan alami maka jenis pestisida ini relatif aman, murah, mudah aplikasinya di tingkat petani, selektif, ramah lingkungan, tingkat persistensinya relatif pendek, aman terhadap hewan bukan sasaran, dan mudah terurai di alam, maka pestisida nabati ini relatif aman bagi kesehatan manusia. Pestisida nabati diketahui memiliki beberapa fungsi, antara lain sebagai, repelant: penghusir hama dengan bau yang tidak disukai serangga hama, antifidant: sebagai pencegah serangga hama memakan bagian tanaman yang disemprotkan dengan bahan pestisida nabati tersebut karena memiliki rasa yang tidak disukai serangga hama, atraktan: sebagai perangkap serangga hama (Kadja, 2010).

Indonesia memiliki beragam jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan dasar pestisida nabati. Bahan dasar pestisida nabati ini dapat ditemui di berbagai jenis tanaman, dimana zat yang terkandung di dalam tanaman tersebut memiliki fungsi berbeda-beda ketika berperan sebagai pestisida nabati. Dalam fisiologi tanaman, terdapat beberapa jenis tanaman yang berpotensi sebagai bahan pestisida nabati (Syakir, 2011). Salah satu jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pestisida nabati yaitu gulma, meskipun disatu sisi gulma merupakan tumbuhan yang tidak diharapkan tumbuh pada tanaman budidaya petani, namun disisi lain gulma mempunyai peluang untuk dijadikan bahan ekstrak sebagai pestisida nabati yang digunakan untuk mengendalikan hama.

Beberapa jenis gulma yang telah diteliti dan mampu mengendalikan hama antara lain yaitu: Lantana camara merupakan salah satu gulma yang dapat menimbulkan kerugian terhadap

(7)

tanaman melalui persaingan, namun gulma ini juga bermanfaat sebagai insektisida. Penelitian yang telah dilakukan oleh Hendrival dan Khaidir (2012) menyatakan toksisitas ekstrak daun L.

camara dapat menyebabkan kematian larva Plutella xylostella dengan sebaran persentase

kematian larva mencapai 15,00−62,50%. L. camara diketahui memiliki sifat insektisidal, anti- ovoposisi, dan penolakan makan. Pengujian juga telah dilakukan terhadap ekstrak daun kirinyuh (Chromolaena odorata) yang efektif mengendalikan ulat grayak dengan mortalitas 80-100%, serta menekan tingkat kerusakan kedelai hingga 55,2%. Pryrrolizidine alkaloids yang terkandung dalam tumbuhan kirinyuh memiliki sifat racun (Thamrin, et al., 2013). Namun belum ada pengujian lebih lanjut pada gulma Wedelia trilobata untuk mengendalikan hama. Maka dari itu diperlukan pengujian lebih lanjut di laboratorium untuk membuktikan bahwa apakah tumbuhan gulma seperti Kirinyuh (C. odorata), tembelekan (L. camara), dan widelia (W.

trilobata) dapat menekan serangan ulat C. pavonana pada tanaman kubis.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut permasalahan yang dapat diangkat untuk diteliti antara lain:

1. Apakah ketiga jenis ekstrak daun gulma tersebut berpotensi untuk menekan perkembangan biologi ulat krop kubis (C. pavonana)?

2. Bagaimana perkembangan biologi ulat krop kubis (C. pavonana) setelah diaplikasikan ketiga jenis ekstrak daun gulma tersebut?

3. Ekstrak daun gulma manakah yang paling efektif menekan perkembangan biologi ulat krop kubis (C. pavonana)?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini

(8)

1. Untuk mengetahui potensi dari ketiga jenis ekstrak daun gulma tersebut dalam menekan perkembangan biologi ulat krop kubis (C. pavonana)

2. Untuk mengetahui perkembangan biologi ulat krop kubis (C. pavonana) akibat aplikasi ketiga jenis ekstrak daun gulma tersebut.

3. Untuk mengetahui jenis ekstrak daun gulma yang paling efektif menekan perkembangan biologi ulat krop kubis (C. pavonana).

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan informasi yang mendasar tentang potensi masing-masing ekstrak daun gulma dengan harapan dapat dijadikan sebagai pengendalian hama secara biologi untuk mengendalikan ulat krop kubis (Crocidolomia pavonana), dengan tujuan untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia sintetis yang berbahaya bagi lingkungan dan untuk menciptakan suatu pengendalian yang ramah lingkungan

1.5 Hipotesis

Aplikasi ekstrak daun gulma C. odorata, L. camara, dan W. trilobata dapat menekan perkembangan biologi ulat krop kubis (Crocidolomia pavonana) dengan potensi yang berbeda, sehingga dapat dijadikan suatu bahan pestisida nabati yang paling efektif.

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 31 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 41 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat

Pemakaian mulsa pada irigasi tetes tidak dapat meningkatkan produksi tembakau secara nyata dibandingkan dengan irigasi tetes tanpa mulsa karena indeks luas daun

Variabel tata niaga sebelum BPPC dan oleh BPPC berpengaruh nyata dengan koefisien regresi yang negatif menunjukkan bahwa harga ekuilibrium cengkeh di tingkat

7) Terlaksananya Tes mutasi PNS yang masuk ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah 7) 250 orang 8) Terlaksananya Pemberkasan Pensiun PNS 8) 6 kegiatan 9) Terlaksanannya koordinasi

Lusi Fausia, M.Ec yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak

Adapun peneliti menjadikan likers di MCI untuk menjadi informan dalam penelitian ini agar peneliti mengetahui bagaimana motif mereka bergabung dalam komunitas dan

Penelitan ini menggunakan pendekatan yuridis empiris dan teknisk analisis kualitatif, sumber data adalah peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah,

VSA memberikan pengereman pada keempat roda secara bergantian sesuai gejala slip yang terjadi, EPS memberikan bantuan tenaga putar roda kemudi ke arah yang berlawanan saat