• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KOMODITAS BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING KOMODITAS TERIGU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROFIL KOMODITAS BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING KOMODITAS TERIGU"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KOMODITAS

BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING

KOMODITAS TERIGU

DIREKTORAT BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN PERDAGANGAN RI

(2)

PROFIL KOMODITAS BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING

KOMODITAS TEPUNG TERIGU

CETAKAN 2016

(3)

Penasihat

Oke Nurwan, Dipl., Ing, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Pengarah

Indrasari Wisnu Wardhana, S. Kom, M.Si, Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Penanggung jawab

Tirta Karma Senjaya S.Si, M.SE, Kasubdit Barang Kebutuhan Pokok Hasil Pertanian dan Peternakan Penulis

Astri Ridha Yanuarti SP Mudya Dewi Afsari SE Narasumber

Dr. Ronnie S Natawidjaja PhD Bobby Rachmat Saepudin S.Si, MP Fitri Awaliyah SP, M. EP

Haris F. Harahap SP.,MP.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya buku “Profil Komoditas Terigu” dapat disusun dan disajikan sebagai dokumen yang diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak terkait.

Buku ini merupakan satu dari delapan belas buku profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (Beras, Kedelai, Bawang merah, Cabai, Gula, Minyak Goreng, Tepung Terigu, Daging Sapi, Daging ayam, Telur, Ikan, Pupuk, Benih, Semen, Triplek, Besi beton, Gas 3 kilogram, dan Baja ringan). Dalam buku ini dimuat informasi tentang perkembangan produksi, distribusi, dan permintaan komoditas Terigu baik nasional dan dunia, serta analisis Neraca komoditas (produksi, konsumsi, ekspor dan impor) Terigu untuk memberi penjelasan kondisi ketersediaaan dan permintaan dengan harapan mampu memberi gambaran lebih mendalam mengenai profil komoditas terigu saat ini dan ramalan tahun depan (2017).

Buku profil komoditas bahan pokok dan penting bertujuan untuk menyediakan informasi yang akurat dan reliabel tentang keragaan komoditas Terigu terkini yang mampu memberikan edukasi kepada masyarakat, serta menjadi salah satu referensi kepada Pimpinan Kementerian Perdagangan RI maupun stakeholders dalam analisis dan pengembangan kebijakan yang dianggap perlu untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan Terigu pada tingkat yang wajar.

Terima kasih kami sampaikan kepada para nara sumber serta pihak terkait lainnya, atas sumbangsih ide dan kontribusi pemikirannya selama proses penyusunan buku ini.

Jakarta, 2016

TIM PENYUSUN

(5)
(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI...

DAFTAR TABEL...

DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR LAMPIRAN...

I PENDAHULUAN...

II KERAGAAN PASAR KOMODITAS TEPUNG TERIGU NASIONAL...

2.1 Perkembangan Produksi Komoditas Tepung Terigu...

2.2 Perkembangan dan Proyeksi Harga Komoditas Tepung Terigu...

2.2.1 Perkembangan Harga Komoditas Tepung Terigu...

2.2.2 Proyeksi Harga Tepung Terigu Tahun 2017...

2.3 Kondisi Disparitas Harga Tepung Terigu...

2.3.1 Kondisi Disparitas Harga Antar Waktu Tepung Terigu...

2.3.2 Kondisi Disparitas Harga Antar Provinsi Tepung Terigu...

2.4 Perkembangan Distribusi Komoditas Tepung Terigu...

2.5 Perkembangan Konsumsi Komoditas Tepung Terigu...

2.6 Perkembangan Ekspor-Impor Tepung Terigu...

2.7 Analisa Kebijakan dan Regulasi Tepung Terigu...

2.8 Proyeksi Penawaran dan Permintaan Tepung Terigu...

2.8.1 Proyeksi Produksi Tepung Terigu...

2.8.2 Proyeksi Kebutuhan Tepung Terigu...

2.8.3 Surplus Defisit Tepung Terigu...

III KERAGAAN PASAR TEPUNG TERIGU INTERNASIONAL...

3.1 Perkembangan Produksi Komoditas Tepung Terigu...

3.2 Perkembangan Harga Komoditas Tepung Terigu...

3.3 Perkembangan Konsumsi Tepung Terigu...

3.4 Perkembangan Ekspor-Impor Tepung Terigu...

IV KESIMPULAN DAN SARAN...

4.1 Kesimpulan...

4.2 Saran...

DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN...

ii iv v v vi 2

4 4 7 7 9 11 11 12 14 17 20 22 23 23 24 26

28 28 31 33 35

38 38 39 40 43

(7)

5 5 6 6 18 23 25 26 29 35 Tabel 1. Perkembangan Pabrik Tepung Terigu Nasional Hingga Tahun 2000...

Tabel 2. Kapasitas Produksi Pabrik Tepung Terigu Indonesia...

Tabel 3. Pertumbuhan Industri Tepung Terigu Nasional (Pre dan Pasca Deregulasi)...

Tabel 4. Kapasitas Produksi 10 Produsen Tepung Terigu Terbesar Dunia...

Tabel 5. Perkembangan Konsumsi Tepung terigu dalam Bentuk Produk Turunan...

Tabel 6. Ketersediaan Tepung terigu di Indonesia...

Tabel 7. Kebutuhan Tepung terigu di Indonesia...

Tabel 8. Kebutuhan Tepung terigu di Indonesia...

Tabel 9. Negara produsen Gandum Utama Dunia...

Tabel 10. Negara-negara Eksportir Gandum Terbesar...

Gambar 1. Perkembangan Harga Tepung terigu Nasional...

Gambar 2. Pola Pergerakan Harga Tepung terigu Nasional Tahun 2010-2016...

Gambar 3. Proyeksi Harga Tepung Terigu Tahun 2017...

Gambar 4. Disparitas Harga Antar Waktu Tepung terigu Nasional Per Tiga Bulan...

Gambar 5. Disparitas Harga Tepung terigu Antar Provinsi Nasional Tahun 2015 dan 2016...

Gambar 6. Disparitas Harga Tepung terigu Tahun 2015 dan 2016...

Gambar 7. Pola Distirbusi Perdagangan Tepung terigu di Indonesia...

Gambar 8. Perkembangan Konsumsi Tepung Terigu Per Kapita Per Kg Per Tahun...

Gambar 9. Perkembangan Konsumsi Tepung Terigu Nasional...

Gambar 10. Ekspor Tepung Terigu Indonesia...

Gambar 11. Impor Tepung Terigu Indonesia...

Gambar 12. Perkembangan Volume Impor Gandum Indonesia...

Gambar 13. Perkembangan Harga Tepung Terigu Dunia...

Gambar 14. 10 Negara Konsumen Tepung terigu Terbesar Dunia...

Gambar 15. Perkembangan dan Proyeksi Ketersediaan Tepung terigu di Indonesia...

Gambar 16. Perkembangan dan Proyeksi Kebutuhan Tepung terigu di Indonesia...

Daftar Tabel

Daftar Gambar

7 9 10 11 12 13 14 19 19 20 21 22 24 25 32 33

(8)

Lampiran 1. Perkembangan Konsumsi Tepung Terigu Per kapita dan Nasional...

Lampiran 2. Perkembangan Harga Tepung Terigu Indonesia (Rp/kg)...

Lampiran 3. Perkembangan Ekspor Tepung Terigu Indonesia...

Lampiran 4. Perkembangan Impor Tepung Terigu Indonesia...

Lampiran 5. Perkembangan Harga Gandum Dunia...

Lampiran 6. Eksportir Gandum Dunia...

Daftar Lampiran

44 44 44 45 45 45

(9)
(10)

PENDAHULUAN

I

Tepung terigu sebenarnya bukan merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia, namun selama beberapa tahun terakhir perannya semakin penting. Masyarakat Indonesia tidak menanam bahan baku tepung terigu yaitu gandum, karena kondisi fisik di Indonesia memang tidak cocok untuk tanaman subtropis tersebut. Perkembangan kebutuhan tepung terigu nasional telah memberikan perubahan peran dari berbagai kebijakan pemerintah sehingga lambat laun mempengaruhi terhadap industri tepung terigu itu sendiri.

Komoditas tepung gandum/terigu merupakan komoditas utama yang semakin bersifat strategis dari tahun ke tahun di Indonesia, dan selama ini industri dalam negeri telah berhasil berperan penting dalam rangka penyediaan pasokan dalam jumlah yang aman dan bermutu secara berkelanjutan, pada tingkat harga yang wajar/terjangkau, dan tentunya diharapkan di masa mendatang industri dalam negeri tetap dapat menjalankan fungsi tersebut. Dalam kenyataannya, industri dalam negeri telah melakukan investasi dalam jumlah yang sangat besar, terutama untuk keperluan mengelola fluktuasi harga domestik tepung gandum dari tahun ke tahun, oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa industri dalam negeri memiliki fungsi yang sangat penting bagi kesinambungan produksi dan perdagangan tepung gandum/terigu di Indonesia.

Konsumsi tepung terigu di Indonesia terus meningkat sejalan dengan tumbuhnya konsumsi mie instan, roti, biskuit dan cookies. Hampir 95% makanan berbahan baku tepung terigu sebenarnya adalah jenis makanan “introduksi”, bukan makanan asli Indonesia. Pola makan bangsa Indonesia yang terkait dengan terigu (gandum), nampaknya dibentuk oleh kampanye lewat iklan yang sangat gencar dan oleh penyediaan produk “siap saji secara mudah” di seluruh pelosok negara. Gandum atau terigu, yang masuk ke Indonesia pada tahun 1950-an sebagai bantuan pangan secara gratis lewat program bantuan PL-480, kini telah berubah menjadi kebutuhan pokok “wajib” yang harus diimpor dari pasar internasional dengan harga mahal.

Profil Komoditas Tepung terigu ini bertujuan untuk memberikan ulasan mengenai keragaan pasar komoditas tepung terigu nasional diantaranya perkembangan produksi komoditas tepung terigu, perkembangan harga komoditas tepung terigu, kondisi disparitas tepung terigu, perkembangan distribusi komoditas tepung terigu, perkembangan konsumsi komoditas tepung terigu, perkembangan ekspor-impor tepung terigu, analisis kebijakan dan regulasi tepung terigu nasional, serta proyeksi penawaran dan permintaan tepung terigu yangterdiri dari proyeksi produksii tepungterigu, proyeksi kebutuhan tepung, dan surplus defisit tepung terigu. Selain itu, keragaan pasar tepung terigu dunia juga menjadi salah satu topik yang akan dibahas diantaranya perkembangan produksi komoditas tepung terigu dunia, perkembangan harga komoditas tepung terigu dunia, perkembangan konsumsi tepung terigu dunia, perkembangan ekspor-impor tepung terigu dunia.

(11)
(12)

KERAGAAN PASAR KOMODITAS TEPUNG TERIGU NASIONAL

II

2.1 Perkembangan Produksi Komoditas Tepung Terigu

Tepung gandum/terigu adalah tepung atau bubuk halus yang dihasilkan dari proses penggilingan biji gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti serta bahan makanan lainnya. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis, trigo, yang berarti

“gandum”. Jenis tepung gandum/terigu yang telah di fortifikasi, adalah tepung gandum/terigu yang telah ditambahkan dengan berbagai mineral dan vitamin tertentu yang dibutuhkan bagi kesehatan tubuh manusia, dan lazimnya diperuntukkan bagi konsumsi manusia. Jenis tepung gandum/terigu ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Tepung berprotein tinggi (bread flour): tepung gandum/terigu yang mengandung kadar protein tinggi, antara 11%-13%, untuk digunakan sebagai bahan pembuat roti, mie, pasta, dan donat.

2. Tepung berprotein sedang/serbaguna (all purpose flour): tepung gandum/terigu yang mengandung kadar protein sedang, sekitar 8%-10%, untuk digunakan sebagai bahan pembuat kue cake.

3. Tepung berprotein rendah (pastry flour): mengandung protein sekitar 6%-8%, untuk digunakan untuk membuat kue yang renyah, seperti biskuit, roti goreng, atau kulit gorengan ataupun keripik.

Sebelum industri tepung gandum/terigu nasional terbentuk, Indonesia telah melakukan importasi tepung gandum/terigu secara langsung guna memenuhi kebutuhan domestik bagi pembuatan roti, pasta dan mie. Selama periode 1968/1969 sampai dengan 1972/1973, total importasi tepung gandum/

terigu mencapai 3,3 juta ton, atau ekuivalen dengan 61% pangsa pasar domestik.

Secara historis, industri tepung gandum/terigu di Indonesia diawali dan ditandai dengan didirikannya Bogasari Flour Mills pada tahun 1971 dengan peresmian pabrik yang pertama di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Setahun kemudian, pada tanggal 10 Juli 1972, pabrik yang kedua di Tanjung Perak, Surabaya telah dioperasikan. Dalam perjalanannya, pembangunan industri tepung gandum/terigu nasional memperoleh dukungan dan menerima manfaat dari hasil campur tangan Pemerintah Indonesia, terutama berupa kolaborasi antara Pemerintah Indonesia c.q BULOG dengan pihak swasta dibidang produksi dan perdagangan tepung gandum/terigu di Indonesia.

Perubahan fundamental terjadi pada sektor tata niaga pangan pokok tertentu yang sebelumnya dilaksanakan oleh BULOG, yang diawali dengan penerbitan Keppres RI No. 45 Tahun 1997, dan memuat pengaturan kembali tentang tugas pokok dan fungsi BULOG, sehingga hanya mengelola tata niaga komoditi beras dan gula pasir. Selanjutnya, berdasarkan Keppres RI No. 19 tahun 1998, BULOG hanya melaksanakan tata niaga bagi komoditi beras saja. Sejak saat itu, industri nasional tepung gandum/terigu sepenuhnya diselenggarakan oleh sektor swasta, dan dalam keadaan yang normal dan wajar, kebutuhan konsumsi nasional akan tepung gandum/terigu sebagian dipenuhi melalui importasi tepung gandum/terigu ke wilayah Indonesia, tanpa intervensi pemerintah seperti sebelumnya.

Setelah permasalahan importasi gandum diserahkan sepenuhnya kepada pihak swasta, maka industri penggilingan gandum nasional berkembang pesat. Perkembangan industri tepung terigu Indonesia sendiri dipicu karena beberapa faktor antara lain: 1) Peningkatan kesadaran bahwa tepung adalah makanan yang sehat dan bergizi, 2) Peningkatan konsumsi makanan berbasis terigu,

(13)

3) Alternatif diversifikasi pangan, dan 4) Kesadaran bahwa lebih baik memproduksi sendiri tepung terigu di Indonesia untuk menjaga kualitas dan kandungan gizi tepung terigunya. Hingga tahun 2000 di Indonesia masih terdapat 5 pabrik besar terigu, yaitu Bogasari pabrik Jakarta, Bogasari pabrik Surabaya, PT Berdikari Sari Utama Flour Mills, PT Sriboga Ratu Raya dan PT Panganmas Inti Persada. Berikut perkembangan pendirian pabrik tepung terigu Indonesia, kapasitas dan fasilitas hingga tahun 2000.

Tabel 1. Perkembangan Pabrik Tepung Terigu Nasional Hingga Tahun 2000 Perkembangan Bogasari

Jakarta Bogasari Surabaya

Berdikari Sari Utama Flour

Mills

Sriboga

Raturaya Panganmas Inti Persada

Didirikan (thn) 1971 1972 1982 1994 1997

Luas Tanah (ha) 29 13 4 2,6 6

Panjang Dermaga (m) 185+200 187 150 180 120

Bongkar Gandum (unit) 3 + 2 3 3 1 1

Kapasitas Bongkar (mt/jam) 1.800 + 2.000 18.000 500 300 400

Kapasitas Giling (mt/jam) 10.000 5.900 2.900 1.500 1.000

Kapasitas Silo (mt) 404.000 216.000 118.000 66.000 75.000

Sumber : APTINDO, 2000.

Setelah itu, industri tepung terigu nasional mengalami perkembangan terus menerus baik dari segi penambahan pabrik, fasilitas ataupun dari segi kapasitas produksi. Kapasitas produksi pabrik terigu nasional pada tahun 2007 adalah 15.762 Mton/hari, dengan perincian sebagai berikut: kapasitas produksi terpasang Bogasari Flour Mills sebesar 11.766 Mton/hari, Berdikari sebesar 2.146 Mton/

hari, Sriboga sebesar 1.110 Mton/hari dan Panganmas sebesar 740 Mton/hari, seperti tertera dalam tabel 2 :

Tabel 2. Kapasitas Produksi Pabrik Tepung Terigu Indonesia

No. Nama Perusahaan Kapasitas Produksi mt/hari Persentase (%) 1.

2.3.

4.

Bogasari Flour Mills Eastern Pearl Flour Mills Sriboga Raturaya Panganmas Inti Persada

11.766 2.146 1.110 740

74,60 13,70 7,00 4,70

TOTAL 15.762 100

Sumber : Bogasari Flour Mills, 2007

Asosiasi Pengusaha Terigu Indonesia (Aptindo) mencatat ada tambahan 5 pabrik terigu baru yang mulai berproduksi di tahun 2014. Pabrik baru tersebut akan menambah kapasitas produksi sekaligus meningkatkan impor gandum sebagai bahan baku terigu. Pada tahun 2014 produksi terigu di dalam negeri mencapai 5,4 juta ton per tahun atau setara 7 juta ton gandum per tahun.

Dengan ditambahnya investasi lima perusahaan itu, maka impor gandum akan bertambah menjadi 9,7 juta ton gandum per tahun atau meningkat 38%. Pertumbuhan industri tepung terigu tahun ini diperkirakan mencapai 6%, dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu pemain industri tepung terigu di Asia (Finance Detik, 2014).

(14)

Pada tahun 2015 kebutuhan konsumsi nasional akan dipenuhi oleh 29 Flour Mills, dengan perincian sebanyak 25 Flour Mills berada di Pulau Jawa, dan sisanya 4 Flour Mills berada di luar Pulau Jawa. Total kapasitas giling gandum sebesar ke 29 Flour Mills tersebut ± 10,3 juta mt/thn, dengan kapasitas produksi tersebut, pada dasarnya industri tepung gandum/terigu di Indonesia mampu menyediakan pasokan tepung gandum/terigu yang cukup dalam rangka pemenuhan konsumsi nasional yang semakin meningkat, dengan kualitas tepung gandum/terigu yang bervariasi serta pada tingkat harga wajar yang terjangkau oleh konsumen dalam negeri. Bahkan dalam tahun-tahun terakhir, industri tepung gandum/terigu nasional sudah mampu melakukan eksportasi ke beberapa negara di kawasan Asia. Pada tahun 2015, ke- 29 Flour Mills tersebut diatas yang juga merupakan sentra-sentra produksi, distribusi dan pasokan tepung gandum/terigu di berbagai wilayah dalam kerangka nusantara masih terpusat di Pulau Jawa.

Tabel 3. Pertumbuhan Industri Tepung Terigu Nasional (Pre dan Pasca Deregulasi) Subject

Pre Deregulasi (Era

BULOG) Pasca Deregulasi

Total 1970-1998 1998-2008 2008-2013 2014-2015

Total 5 5+6 = 11 11+12=23 23+6 =29

Lokasi Jakarta (1) Surabaya (1) Makasar (1) Semarang (1) Cilacap (1)

Gresik (1) Tangerang (1) Sidoarjo (3) Medan (1)

Cilegon (3) Tangerang (1) Medan (2) Bekasi (3) Gresik (1) Sidoarjo (1) Mojokerto (1)

Tangerang (1) Cilegon (2) Gresik (2) Jakarta (2)

Jawa :25 Luar Jawa : 4 (terpusat di Pulau Jawa)

Sumber : Overview Terigu Nasiona, Industri Tepung Terigu Nasional, APTINDO.

Berdasarkan data dari APTINDO produsen tepung terigu Indonesia khususnya penggabungan dua pabrik Bogasari Flour Mill yang ada di Jakarta dan Surabaya merupakan produsen yang memiliki kapasitas produksi terbesar di dunia. Daya giling gandum menjadi tepung terigu yang dimiliki oleh dua pabrik milik Bogasari tersebut sebesar 11.766 mt/hari, jauh di atas kemampuan rata-rata kapasitas produksi 10 produsen terbesar di dunia sebesar 2.426 mt/hari, berikut tabel kapasitas 10 produsen tepung terigu terbesar dunia.

Tabel 4. Kapasitas Produksi 10 Produsen Tepung Terigu Terbesar Dunia

No. Nama Perusahaan Lokasi/Negara Kapasitas Produksi

1.

2.3.

4.5.

6.7.

8.9.

10.

Bogasari Flour Mills Bogasari Flour Mills Prima Flour Mills Eatstern Pearl Flour Mills Nabisco Brand, Inc Con Agra Flour Mills General Mills, Inc ADM Millling, Corp Sriboga Raturaya FM General Milling, Corp

Jakarta/Indonesia Surabaya/Indonesia Trinocomalee/Srilangka Makasar/Indonesia Ohio/USA New York/USA Kansas/USA Montreal PQ/Canada Semarang/Indonesia Cebu/Philipines

7.400 Mton/hari 4.366 Mton/hari 3.400 Mton/hari 2.146 Mton/hari 1.600 Mton/hari 1.450 Mton/hari 1.300 Mton/hari 1.200 Mton/hari 1.110 Mton/hari 1.100 Mton/hari Sumber : World Grain 2002 & APTINDO 2007.

(15)

2.2 Perkembangan dan Proyeksi Harga Komoditas Tepung Terigu 2.2.1 Perkembangan Harga Komoditas Tepung Terigu

Perkembangan harga tepung terigu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu : faktor perubahan harga gandum internasional, karena bahan baku tepung terigu/gandum sebagian besar di impor maka harga tepung terigu sangat dipengaruhi oleh harga gandum internasional, tidak hanya itu karena dominasi gandum impor tersebut, maka faktor nilai tukar Rupiah terhadap Dollar menentukan harga tepung terigu domestik. Faktor yang ketiga adalah naik dan turunnya volume permintaan tepung terigu dari konsumen. Faktor keempat adalah tarif bongkar muat di pelabuhan dan biaya transportasi, dimana biaya-biaya tersebut jika ada perubahan sangat mempengaruhi perubahan harga dari tepung terigu itu sendiri.

Perkembangan harga tepung terigu nasional dari tahun 2010 hingga tahun 2016 memperlihatkan kondisi yang cenderung naik (Gambar 1). Dari tahun 2010 hingga tahun 2016 tercatat harganya naik sebesar 16,2% atau setara dengan mengalami kenaikan sebesar Rp 1.248/kg, dengan rata-rata kenaikan harga 2,7% per tahun. Pada awal tahun 2010 harga tepung terigu masih berkisar pada harga Rp 7.691/kg dan pada tahun 2016 harga tepung terigu menjadi Rp 8.939/kg.

Perkembangan harga tepung terigu dari tahun 2010 - 2016 cenderung terus meningkat. Harga rata- rata tepung terigu pada tahun 2010 berada pada harga Rp 7.564/kg. Pada tahun 2011 harga rata-rata tepung terigu berkisar Rp 7.590/kg dengan laju peningkatan sebesar 0,4%. Pada tahun 2012 harga rata-rata tepung terigu berada pada harga Rp 7.641/kg dengan laju peningkatan sebesar 0,7%. Pada tahun 2013 harga rata-rata tepung terigu berada pada harga Rp 8.037/kg dengan laju peningkatan sebesar 5,2%. Pada tahun 2014 harga rata-rata tepung terigu berada pada harga Rp 8.732/kg dengan laju peningkatan sebesar 8,7%. Pada tahun 2015 harga rata-rata tepung terigu berada pada harga Rp 8.922/kg dengan laju peningkatan sebesar 2,2%. Pada tahun 2016 harga rata-rata tepung terigu berada pada harga Rp 9.033/kg dengan laju peningkatan sebesar 1,2%.

Sumber : SP2KP Kemendag (diolah)

Gambar 1. Perkembangan Harga Tepung terigu Nasional 10,000

9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0

5.0%

4.0%

3.0%

2.0%

1.0%

0.0%

-1.0%

-2.0%

Jan-10 May-10 Sep-10 Jan-11 May-11 Sep-11 Jan-12 May-12 Sep-12 Jan-13 May-13 Sep-13 Jan-14 May-14 Sep-14 Jan-15 May-15 Sep-15 Jan-16 May-16 Sep-16

(16)

Selama tahun 2010 harga tepung terigu turun tipis sebesar -1,3% atau setara dengan penurunan harga sebesar Rp 99/kg, rata-rata penurunan harga tepung terigu selama tahun 2010 mencapai -0,1% per bulan. Pada tahun 2010 harga tepung terigu mengalami kenaikan tertinggi pada bulan Desember sebesar 0,7% dan mengalami penurunan terendah pada Bulan Mei sebesar -1,2%. Pada tahun 2010 ini harga gandum internasional faktanya menurun, tetapi harga ini hanya memberikan dampak kestabilan harga tepung terigu domestik, tidak sampai mempengaruhi penurunan harga yang signifikan di dalam negeri, hal ini dikarenakan biaya angkut impor gandum yang naik, yaitu dengan naiknya harga bahan bakar di dalam negeri sebesar 12,2% (Tempo, 2010).

Selama tahun 2011 harga tepung terigu naik tipis sebesar 0,7% atau setara dengan kenaikan harga sebesar Rp 50/kg, dengan rata-rata kenaikan harga 0,03% per bulan. Pada tahun 2011 harga tepung terigu mengalami kenaikan tertinggi pada Bulan Desember sebesar 0,4%, dan mengalami penurunan harga terendah pada Bulan April sebesar -0,4%. Fluktuasi yang dialami pada tahun 2011 ini cukup rendah, atau bisa dikatakan pergerakan harga tepung terigu selama tahun 2011 cukup stabil. Pada tahun 2011 ini, harga gandum dunia berada pada titik stabil sehingga berkontribusi pada kestabilan harga tepung terigu di dalam negeri (Industri Kontan, 2011).

Selama tahun 2012 harga tepung terigu mengalami kenaikan cukup tinggi dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu naik sebesar 3% atau setara dengan kenaikan harga sebesar Rp 231/kg. Pada tahun 2012 kenaikan harga tepung terigu tertinggi terjadi pada Bulan Desember sebesar 1,5%.

Hal ini terjadi karena pada akhir tahun 2012 beberapa produsen gandum dunia seperti Australia, Rusia, Argentina dan Kazakhstan sedang mengalami gagal panen karena cuaca yang buruk, sehingga berimbas pada turunnya produksi gandum dunia yang menyebabkan harga gandum internasional naik, keadaan tersebut tidak dapat dihindari akan mempengaruhi harga tepung terigu domestik (Bisnis Liputan 6, 2012). Tidak hanya itu, harga tepung terigu naik di akhir tahun karena bersamaan dengan saat menghadapi Natal dan Tahun Baru. Sedangkan penurunan terendah terjadi pada Bulan Oktober sebesar 0,7%.

Selama tahun 2013 harga tepung terigu mengalami kenaikan cukup signifikan, dimana harganya mengalami kenaikan sebesar 4,8% atau setara dengan kenaikan harga sebesar Rp 381/kg. Pada tahun 2013 kenaikan harga tepung terigu tertinggi terjadi pada Bulan Juli sebesar 2,6%. Hal ini terjadi karena pada saat tahun 2013, pemerintah memberlakukan bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS) untuk tepung terigu sebesar 20%, yang berlaku pada 5 Desember 2012, sehingga impor tepung terigu sangat sedikit masuk pasar Indonesia, akibatnya harga tepung terigu lokal naik (Kontan, 2013). Sedangkan penurunan harga terendah terjadi pada Bulan Maret sebesar -1,3%.

Selama tahun 2014 harga tepung terigu mengalami kenaikan yang cukup signifikan kembali, dimana harganya naik sebesar 2,6% atau setara dengan kenaikan harga sebesar Rp 227/kg. Pada tahun 2014, harga tepung terigu mengalami kenaikan harga tertinggi pada Bulan Januari sebesar 4,4%.

Kenaikan harga tepung terigu pada saat awal tahun ini dipicu karena nilai tukar Rupiah terhadap Dollar menguat, mengingat bahan baku terigu yaitu gandum merupakan barang impor, maka nilai tukar menjadi salah satu penentu harganya (Republika, 2014). Sedangkan penurunan terendah terjadi pada Bulan April sebesar -1%.

(17)

Selama tahun 2015 harga tepung terigu naik signifikan pula sebesar 2,4% atau setara dengan kenaikan harga sebesar Rp 213/kg. Rata-rata kenaikan harga tepung terigu tahun 2015 sebesar 0,2% per bulan. Pada tahun 2015 harga tepung terigu mengalami kenaikan tertinggi pada Bulan Juli sebesar 0,9%. Sedangkan penurunan terendah terjadi pada Bulan Februari sebesar -0,4%. Selama tahun 2016 harga tepung terigu mulai turun kembali sebesar 1,5% atau setara dengan penurunan harga sebesar Rp136/kg. Rata-rata penurunan harga tepung terigu sebesar -0,1% per bulan. Pada tahun 2016 harga tepung terigu mengalami kenaikan tertinggi pada Bulan Juli sebesar 0,5%, dan mengalami penurunan terendah pada Bulan April sebesar -0,7%.

Sumber : SP2KP Kemendag (diolah)

Gambar 2. Pola Pergerakan Harga Tepung terigu Nasional Tahun 2010-2016

Sedangkan jika melihat pola pergerakan harga tepung terigu setiap tahunnya dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok yang unik. Pola pertama adalah pola pergerakan harga tepung terigu tahun 2010 dan 2012 dimana terbentuk pola hampir selalu stabil hanya mengalami kenaikan tipis pada akhir tahun. Pola kedua adalah pergerakan harga tahun 2013 yang mengalami kenaikan tertinggi sepanjang tahun 2010 hingga tahun 2016. Pola ketiga adalah pola pergerakan harga tepung terigu tahun 2014 dan 2016 di mana pola harganya cenderung naik pada Bulan Maret, Juni, Juli dan akhir tahun. Perbedaan ini terlihat jelas, pada tahun 2010 hingga 2012 harga tepung terigu tidak dipengaruhi oleh keadaan tertentu termasuk keadaan akan menghadapi Hari Besar Keagamaan Nasional. Pada saat tahun 2013 harganya naik karena dipengaruhi kondisi harga internasional.

Dan setelah itu tahun 2014 hingga 2016 pola harganya mengikuti kondisi peristiwa Hari Besar Keagamaan Nasional meskipun pasar merespon dengan kenaikan harga yang hanya sedikit.

2.2.2 Proyeksi Harga Tepung Terigu Tahun 2017

Proyeksi adalah istilah lain dari peramalan (forecasting). Istilah proyeksi lebih sering digunakan dalam kegiatan perencanaan. Dalam hal ini harga tepung terigu diproyeksikan untuk menjadi bahan pertimbangan dan perencanaan para stakeholder dan konsumen untuk memberikan gambaran dalam mengambil keputusan setelah harga diproyeksikan. Dari hasil analisis proyeksi yang dilakukan, harga tepung terigu akan mengalami perkembangan harga yang cukup stabil sepanjang tahun 2017. Selama tahun 2017 secara keseluruhan harga tepung terigu diproyeksikan akan turun tipis sebesar Rp 115/kg (-1,3%). Keadaan ini hampir sama dari tahun 2016 dimana harga tepung terigu turun sebesar Rp 136/kg (-1,5%). Angka penurunan harga tepung terigu selama tahun 2016

9,500 9,000

8,500 8,000 7,500

7,000

6,500

Jan Feb

Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov

Des

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

(18)

lebih rendah dari angka penurunan harga proyeksi selama tahun 2017.

Selama tahun 2017 diproyeksikan secara rata-rata harga tepung terigu akan mengalami penurunan sebesar -0,02% per bulan atau setara dengan rata-rata penurunan harga sebesar Rp 2/kg per bulan.

Sedangkan selama tahun 2016 rata-rata penurunan harganya mencapai -0,10% per bulan atau setara dengan rata-rata penurunan harga sebesar Rp 9/kg per bulan.

Sumber : SP2KP Kemendag (diolah)

Gambar 3. Proyeksi Harga Tepung Terigu Tahun 2017

Proyeksi perkembangan harga tepung terigu pada tahun 2017 memperlihatkan pola perkembangan yang cukup stabil. Dimana pada bulan Januari harga tepung terigu akan berada pada tingkat harga Rp 9.029/kg, harga ini mengalami kenaikan tipis dari bulan sebelumnya sebesar Rp 90/kg (1,0%).

Kenaikan harga pada Bulan Januari ini akan menjadi kenaikan harga tertinggi selama tahun 2017. Kemudian pada Bulan Februari harga tepung terigu akan naik tipis sebesar Rp 1/kg (0,02%) sehingga harga tepung terigu menjadi Rp 9.031/kg. Beranjak ke Bulan Maret, harga tepung terigu diproyeksikan akan turun sebanyak Rp 18/kg (-0,2%) sehingga harganya menjadi Rp 9.013/kg. Pada Bulan April harga tepung terigu akan turun kembali sebesar Rp 57/kg (-0,6%).

Kemudian pada Bulan Mei harga tepung terigu akan turun sebesar Rp 37/kg (0,4%). Setelah itu pada Bulan Juni harga akan turun kembali sebesar Rp 6/kg (0,1%). Setelah itu pada Bulan Juli hingga Agustus harga tepung terigu akan mengalami kenaikan mulai dari Rp 37/kg (0,4%) hingga Rp 21/kg (0,2%). Kemudian pada Bulan September hingga November harga tepung terigu akan mengalami penurunan berturut-turut dengan tingkat penurunan berkisar -0,2% hingga -0,5% setiap bulannya, dan harga ini akan naik kembali pada Bulan Desember sebesar 0,4% dari bulan sebelumnya.

12-2014

-3%

-1%

1%

3%

Perbedaan (%)

4%

Aktual Jenis Data:

8.6

8.4 8.8 9.0

Harga (Ribu Rp.)

Pergerakan Harga Tepung Terigu Dengan Perbedaan Antar Bulan

9.2 9.4

03-2015 06-2015 09-2015 12-2015 03-2016 06-2016 09-2016 12-2016 Bulan-Tahun

03-2017 06-2017 09-2017 12-2017 2%

0%

12-2016

Lower Peramalan Upper

-4%

-2%

8,837 8,847 8,964 9,081

9,496

9,416 9,388 9,393 9,379 9,317

9,240 9,205 9,202 9,218 9,194 9,146 9,0299,031 9,013

8,868 8,808

8,711 8,634

8,588 8,5838,563

8,492 8,919 8,950

8,9718,943 8,895 8,880

8,915 8,914

8,343 8,401 8,956

8,913 9,137

9,020 8,939 8,903

(19)

2.3 Kondisi Disparitas Harga Tepung Terigu

Disparitas harga tepung terigu terbagi menjadi dua, yaitu disparitas harga antar waktu dan disparitas harga antar wilayah (provinsi) yang ada di Indonesia. Disparitas harga ini menggambarkan perbedaan harga setiap bulan dalam satu tahun dan perbedaan harga antar wilayah atau provinsi di Indonesia. Banyak hal yang bisa mempengaruhi disparitas harga, disparitas harga antar waktu sangat tergantung dari perkembangan ketersediaan dan permintaan dari komoditas tepung terigu itu sendiri, sedangkan disparitas harga antar provinsi sangat dipengaruhi oleh biaya logistik dan jarak provinsi tersebut dengan sentra produksi komoditas tepung terigu nasional.

2.3.1 Kondisi Disparitas Harga Antar Waktu Tepung Terigu

Disparitas harga antar waktu merupakan perbedaan harga tepung terigu yang terjadi setiap bulan dalam satu tahun. Disparitas harga tepung terigu antar waktu pada tahun 2015 dan 2016 mempunyai pola/trend yang relatif berbeda namun keduanya tergolong kecil yang mengindikasikan bahwa harga tepung terigu cukup stabil dalam 2 tahun terakhir. Selama triwulan pertama (Januari-Maret) tahun 2015 dan 2016 tergolong kecil dengan nilai koefisien keragaman masing-masing sebesar 0,24 dan 0,19. Kemudian, pada triwulan kedua (April-Juni) disparitas harga tahun 2015 dan 2016 sama- sama meningkat tipis dari triwulan sebelumnya masing-masing menjadi 0,42 dan 0,19.

Selanjutnya, disparitas harga tepung terigu antar waktu pada triwulan ketiga di tahun 2015 dan 2016 mengalami perbedaan, dimana pada tahun 2015 angka koefisen variasinya turun menjadi 0,17 sedangkan pada tahun 2016 koefisien variasinya naik menjadi 0,56. Angka koefisien variasi ini merupakan angka tertinggi sepanjang tahun 2015 dan 2016. Kemudian, disparitas harga tepung terigu antar waktu pada triwulan keempat di tahun 2015 dan 2016 juga mengalami perbedaan, dimana pada tahun 2015 angka koefisen variasinya naik menjadi 0,48, sedangkan pada tahun 2016 koefisien variasinya menurun menjadi hanya sebesar 0,003. Kecilnya disparitas harga tepung terigu pada triwulan keempat tahun 2016 disumbang oleh harga rata-rata tepung terigu yang mengalami penurunan dari bulan Oktober, November dan Desember 2016 masing-masing sebesar Rp 8.997/kg, Rp 8.970/kg dan Rp8.939/kg. Sedangkan disparitas harga tepung terigu pada triwulan keempat tahun 2015 disumbang oleh harga rata-rata tepung terigu yang mengalami penurunan dari bulan Oktober, November dan Desember 2015 masing-masing sebesar Rp 8.969/kg, Rp 8.982/kg dan Rp9.050/kg.

Sumber : SP2KP Kemendag (diolah)

Gambar 4. Disparitas Harga Antar Waktu Tepung terigu Nasional Per Tiga Bulan 0.6

0.5 0.4 0.3 0.2 0.1

0 Triwulan I

Koef. Variasi (%)

Triwulan II Triwulan III Triwulan IV

2015 2016

(20)

2.3.2 Kondisi Disparitas Harga Antar Provinsi Tepung Terigu

Kondisi disparitas harga tepung terigu antar provinsi di Indonesia ini bisa dijelaskan dengan adanya nilai koefisien variasi dari harga tepung terigu yang terjadi pada Bulan Januari hingga Desember tahun 2015 dan 2016 yang terjadi di beberapa Provinsi di Indonesia. Nilai koefisien variasi harga tepung terigu yang terjadi di beberapa provinsi dikatakan lebih homogen atau tidak berbeda jauh antara harga satu provinsi dengan provinsi lainnya apabila nilai koefisien variasinya rendah.

Sebaliknya jika perbedaan harga tepung terigu di suatu provinsi dengan provinsi lainnya lebih banyak berbeda atau lebih heterogen maka nilai koefisien variasinya akan tinggi.

Hasil pengolahan data dari data harga harian tepung terigu di 34 provinsi menunjukkan bahwa disparitas antar provinsi yang tertinggi selama tahun 2015 terjadi pada bulan Mei dengan angka koefisien variasi sebesar 14,35. Selama bulan Mei 2015 tersebut, harga tepung terigu terendah terjadi di Kota Mamuju dengan harga Rp 7.000/kg dan harga tepung terigu tertinggi terjadi di Kota Bulungan dengan harga Rp 12.000/kg. Kemudian, selama tahun 2016 disparitas antar provinsi yang tertinggi terjadi pada bulan Juli dengan angka koefisien variasi sebesar 15,15. Selama Bulan Juli 2016 tersebut, harga tepung terigu terendah masih terjadi di Kota Mamuju dengan harga Rp 7.000/kg dan harga tepung terigu tertinggi juga masih terjadi di Kota Bulungan dengan harga Rp 12.000/kg. Perbedaan rentang harga tepung terigu antar provinsi yang sangat kentara dan heterogen memunculkan nilai koefisien variasi yang tinggi pada bulan-bulan tersebut.

Sumber : SP2KP Kemendag (diolah 2016)

Gambar 5. Disparitas Harga Tepung terigu Antar Provinsi Nasional Tahun 2015 dan 2016 Sementara itu, disparitas antar provinsi yang terendah selama tahun 2015 terjadi pada bulan Desember dengan angka koefisien variasi sebesar 13,44. Selama bulan Desember 2015 tersebut, harga tepung terigu terendah terjadi di kota Bandung dengan harga Rp 7.400/kg dan harga tepung terigu tertinggi terjadi di kota Bulungan dengan harga Rp 2.000/kg. Kemudian, selama tahun 2016 disparitas antar provinsi yang tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan angka koefisien variasi sebesar 13,34. Selama bulan Februari 2016 tersebut, harga tepung terigu terendah terjadi di Kota Bandung dengan harga Rp 7.455/kg dan harga tepung terigu tertinggi terjadi di Kota Bulungan dengan harga Rp12.000/kg. Koefisien variasi pada bulan-bulan tersebut yang terbilang rendah ini disebabkan harga tepung terigu di sejumlah provinsi relatif lebih homogen sehingga meminimalisasi perbedaan harga tepung terigu yang mencolok antar provinsi di Indonesia (Gambar 6).

15.50 15.00 14.50 14.00 13.50 13.00 12.50 12.00

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Koef. Variasi (%)

2015 2016

(21)

Sumber : SP2KP Kemendag (diolah)

Gambar 6. Disparitas Harga Tepung terigu Tahun 2015 dan 2016 Kota Jayapura

Manokwari Kota Ternate Kota Ambon Mamuju Kota Gorontalo Kota Kendari Kota Makassar Kota Palu Kota Manado Bulungan Kota Samarinda Kota Banjarmasin Kota Palangka Raya

Kota Kupang

Kota Denpasar

Kota Surabaya

Kota Semarang

DKI Jakarta

Kota Pangkal Pinang

Kota Bengkulu

Kota Jambi

Kota Padang

Kota Banda Aceh

Disparitas Harga Tepung Terigu Tahun 2015

Manokwari

Kota Ambon

Kota Gorontalo

Kota Makassar

Kota Manado

Kota Samarinda

Kota Palangka Raya

Kota Kupang

Kota Denpasar

Kota Surabaya

Kota Semarang

DKI Jakarta

Kota Pangkal Pinang

Kota Bengkulu

Kota Jambi

Kota Padang

Kota Banda Aceh

Disparitas Harga Tepung Terigu Tahun 2016

Jan-15 Feb-15 Mar-15 Apr-15 May-15 Jun-15 Jul-15 Aug-15 Sep-15 Oct-15 Nov-15 Dec-15

Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16 Oct-16 Nov-16 Dec-16

- 100,000 200,000 0 50000 100000 150000

(22)

2.4 Perkembangan Distribusi Komoditas Tepung Terigu

Secara umum distribusi tepung terigu sebagai barang konsumsi melibatkan produsen, pedagang besar, pengecer, dan konsumen akhir dalam saluran distribusinya. Penjualannya menggunakan seluruh kelembagaan dalam perdagangan, hal ini menunjukkan agar pasokan tepung terigu selalu tersedia dimanapun dan kapanpun dibutuhkan. Para pedagang besar seperti distributor, sub distributor, agen, dan grosir mendapatkan pasokan sebagian besar dari produsen, sesama distributor, importir.

Produsen tepung terigu mendapat pasokan bahan baku gandum dari beberapa negara penghasil gandum seperti Australia, Canada, Amerika Serikat, India, dan Rusia. Komoditas tepung terigu ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap industri makanan seperti mie, biskuit, serta kegiatan usaha lainnya yang berbasis tepung terigu. Pola distribusi perdagangan tepung terigu di Indonesia menggunakan hampir seluruh kelembagaan dalam saluran pemasarannya. Pola distribusi perdagangan terpung terigu Indonesia disajikan pada Gambar 7.

Berdasarkan hasil survei BPS tahun 2014 mengenai Distribusi Perdagangan Komoditas Tepung terigu Indonesia memperlihatkan bahwa, dari segi peta distribusi nasional, di beberapa provinsi tertentu, komoditas tepung terigu terdistribusi sampai ke luar provinsi, yang menunjukkan bahwa

Sumber : BPS (diolah)

Gambar 7. Pola Distribusi Perdagangan Tepung Terigu di Indonesia

Importir Produsen

Industri Pengolahan

Kegiatan Usaha Lainnya

Pemerintah dan Lembaga

Nirlaba

Rumah Tangga Distributor

15,94%

8,63%

0,28%

0,18%

0,05%

12,95%

3,50%

67,43%

47,82%

DistributorSub-

Agen

Sub-Agen

Pedagang Grosir

Supermarket/

Swalayan Pedagang

Eceran 18,16%

7,98%

4,11%

1,94%

0,33%

3,37%

4,51%

10,25%

1,09% 2,20% 4,29%

0,07%

4,46%

Konsumen Akhir

0,70%

0,10%

0,36%

1,17% 19,57%

4,11%8,95%

38,12%

13,84%

52,08%

0,01%

0,07%

5,95%

0,14%

0,71%

14,93%

72,23%

0,11%

71,75%

67,41%

0,02%

7,98%

0,17%

0,74%

2,10%

(23)

kebutuhan tepung terigu di dalam provinsi belum tercukupi hingga para pedagang melakukan impor dari provinsi lain.

Di Pulau Sumatera, yaitu dimulai di Provinsi Aceh diketahui bahwa pasokan tepung terigu sebagian besar berasal dari Sumatera Utara sebesar 67,52%, sisanya diperoleh dari dalam provinsi sebesar 32,48%. Tepung terigu tersebut selanjutnya dijual seluruhnya ke dalam provinsi Aceh sendiri. Di Sumatera Utara, mendapatkan pasokan tepung terigu dari dalam provinsi, dan kemudian dijual di dalam provinsi. Di Sumatera Barat pedagang tepung terigu mendapatkan pasokan tepung terigu sebesar 75% dari dalam provinsi dan sisanya berasal dari Jawa Tengah sebesar 14,20% serta dari DKI Jakarta sebesar 10%. Tepung terigu tersebut sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan di Provinsi Sumatera Barat. Di Riau, pasokan tepung terigu diperoleh dari Provinsi Riau sendiri sebesar 68%, sisanya berasal dari Jambi, DKI Jakarta dan Sumatera Utara. Tepung terigu tersebut seluruhnya dijual di dalam Provinsi Riau. Provinsi Jambi mendapatkan pasokan tepung terigu dalam provinsi sendiri dan menjualnya untuk kebutuhan di dalam Provinsi Jambi.

Provinsi Sumatera Selatan mendapatkan pasokan tepung terigu dari DKI Jakarta sebesar 68,09%

dan sisanya berasal dari Sumatera Selatan sendiri. Kemudian pasokan tepung terigu tersebut dijual di dalam provinsi Sumatera Selatan sendiri. Di Provinsi Bengkulu, pasokan tepung terigu seluruhnya berasal dari dalam provinsi, kemudian tepung terigu tersebut seluruh pasokannya didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan di Provinsi Bengkulu. Provinsi Lampung mendapatkan pasokan tepung terigu seluruhnya dari dalam Provinsi Lampung sendiri sebesar 62,45%, dan dari DKI Jakarta sebesar 37,55%, kemudian tepung terigu tersebut dijual seluruhnya di dalam Provinsi Lampung sendiri.

Di Provinsi Bangka Belitung, pasokan tepung terigu diperoleh dari DKI Jakarta sebesar 81%, Sumatera Selatan sebesar 10,53% dan sisanya berasal dari dalam Provinsi Bangka Belitung. Tepung terigu tersebut kemudian dijual seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan di dalam Bangka Belitung.

Sedangkan di Kepulauan Riau pasokan tepung terigu diperoleh dari dalam wilayahnya sendiri sebesar 78,59% dan sisanya dipasok dari DKI Jakarta sebesar 21%. Tepung terigu tersebut dijual seluruhnya untuk kebutuhan di dalam Kepulauan Riau sendiri.

Sementara itu di Pulau Jawa, yaitu di DKI Jakarta, pasokan tepung terigu berasal dari wilayah sendiri sebesar 67,58% dan sisanya sebesar 31% berasal dari Banten dan Jawa Barat dan Jawa Timur. Tepung terigu tersebut dipasarkan ke Provinsi DKI Jakarta sebesar 99,74%, dan sisanya ke Provinsi Banten dan Jawa barat. Di Provinsi Jawa Barat produsen tepung terigu memperoleh bahan baku tepung terigu (gandum) dari Negara Australia sebesar 44%, Rusia sebesar 26%, USA sebesar 24% dan sisanya dari Kanada sebesar 6%. Kemudian gandum tersebut diproduksi menjadi tepung terigu untuk memenuhi kebutuhan wilayah DKI Jakarta sebesar 41,82%, Jawa Barat sebesar 27,27%, Banten sebesar 18,18% dan sisanya Lampung sebesar 12,73%. Di Provinsi Jawa Tengah pasokan tepung terigu diperoleh dari wilayah Provinsi Jawa Tengah sendiri sebesar 81,12% dan sisanya dari Jawa Timur, Jawa Barat dan DI Yogyakarta. Kemudian tepung terigu tersebut di jual seluruhnya untuk wilayahnya sendiri. Di Provinsi DI Yogyakarta pasokan tepung terigu diperoleh dari wilayah DI Yogyakarta sendiri sebesar 64,77% dan sisanya dari wilayah Jawa Tengah sebesar 35,23%. Pasokan tepung terigu tersebut dijual seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan di dalam DI Yogyakarta sendiri. Di Jawa Timur, bahan baku tepung terigu (gandum) diperoleh dari Negara

(24)

Australia sebesar 55,13% dan sisanya dari India sebesar 44,87%. Pasokan tepung terigu tersebut sebagian besar dijual di Jawa Timur sendiri sebesar 86,20%, sisanya dijual ke Provinsi Lampung.

Sedangkan di Provinsi Banten, pasokan tepung terigu diperoleh dari DKI Jakarta sebesar 96,31%

dan sisanya sekitar 3% diperoleh dari dalam Provinsi Banten sendiri. Kemudian tepung terigu tersebut dijual seluruhnya untuk kebutuhan di dalam provinsi.

Di Kepulauan Bali, NTB dan NTT, untuk Bali sendiri pasokan tepung terigu diperoleh dari Jawa Timur sebesar 56,68% dan sisanya dari dalam Provinsi Bali sebesar 43,32%. Tepung terigu tersebut dijual ke dalam Provinsi Bali sebesar 94,87% dan sisanya dijual ke Nusa Tenggara Barat. Di NTB pasokan tepung terigu diperoleh dari wilayahnya sendiri kemudian dijual seluruhnya untuk kebutuhan di NTB sendiri. Sedangkan di NTT pasokan tepung terigu seluruhnya diperolah dari NTT sendiri. Selanjutnya pasokan tepung terigu tersebut dijual seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan NTT sendiri.

Di Pulau Kalimantan, di Kalimantan Barat pasokan tepung terigu seluruhanya diperoleh dari DKI Jakarata sebesar 55,53% dan sisanya sebesar 44% berasal dari wilayahnya sendiri, kemudian pasokan tepung terigu tersebut dijual seluruhnya untuk kebutuhan di dalam provinsi sendiri. Di Kalimantan Tengah, pasokan tepung terigu berasal dari wilayah sendiri sebesar 86% dan sisanya dari Kalimantan Selatan dan Jawa Timur sebesar 10,50%, kemudian tepung terigu tersebut seluruhnya dijual untuk kebutuhan Kalimantan Tengah sendiri. Di Kalimantan Selatan pasokan tepung terigu diperoleh dari wilayahnya sendiri sebesar 56,50%, sisanya didatangkan dari Jawa Timur sebesar 23,68% dan dari Sulawesi Selatan sebesar 19,82%. Kemudian pasokan tepung terigu tersebut dijual untuk memenuhi kebutuhan di dalam provinsi sebesar 88,15% dan sisanya dikirim ke Kalimantan Tengah sebanyak 11,85%. Sedangkan di Kalimantan Timur, pasokan tepung terigu diperoleh dari wilayahnya sendiri sebesar 93,41% dan sisanya didatangkan dari DKI Jakarta sebesar 6,59%. Pasokan tepung terigu tersebut dijual untuk kebutuhan di dalam provinsi. Di Kalimantan Utara pasokan tepung terigu diperoleh dari wilayahnya sendiri sebesar 5,57%, dari Sulawesi Selatan sebesar 11,06% dan dari Malaysia sebesar 9,20%. Kemudian dijual untuk memenuhi kebutuhan di dalam provinsi sendiri sebesar 93,20% dan sisanya dipasarkan ke Kalimantan Timur sebesar 6,80%.

Di Pulau Sulawesi, pertama di Provinsi Sulawesi Utara seluruh pasokan tepung terigu diperoleh dari dalam Sulawesi Utara sendiri. Kemudian tepung terigu tersebut dijual seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tepung terigu di dalam Provinsi Sulawesi Utara sendiri. Di Sulawesi Tengah, pasokan tepung terigu diperoleh dari Sulawesi Selatan sebesar 98,65% dan sisanya dari wilayah sendiri. Seluruh pasokan tepung terigu tersebut dijual untuk kebutuhan tepung terigu di dalam Provinsi Sulawesi Tengah. Di Sulawesi Selatan pasokan tepung terigu seluruhnya diperoleh dari dalam provinsi dan dijual seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan di dalam Provinsi Sulawesi Selatan.

Sedangkan di Sulawesi Tenggara pasokan tepung terigu diperoleh dari Jawa Timur sebesar 89,22%

dan sebagian kecil berasal dari wilayahnya sendiri sebesar 9,98%. Kemudian tepung terigu tersebut seluruhnya dijual untuk memenuhi kebutuhan di dalam provinsi sendiri. Di Gorontalo, seluruh pasokan tepung terigu diperoleh dari Jawa Timur sebesar 89,22%, dari Sulawesi Utara sebesar 0,97% dan sisanya diperoleh wilayahnya sendiri. Kemudian seluruh pasokan tepung terigu tersebut didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan Gorontalo sendiri. Sedangkan Provinsi Sulawesi Barat memperoleh sebagian besar pasokan tepung terigu dari wilayah Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 80,96% dan sisanya dipenuhi oleh pasokan tepung terigu dari dalam provinsi sebesar 19,04%.

(25)

Selanjutnya tepung terigu yang ada digunakan sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan lokal Provinsi Sulawesi Barat.

Di Kepulauan Maluku, Provinsi Maluku memperoleh pasokan tepung terigu sebagian besar dari dalam Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 99,64% dan sisanya diperoleh dari dalam wilayah Jawa Timur serta dari wilayahnya sendiri. Kemudian seluruh pasokan tersebut didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan lokal di Provinsi Maluku sendiri. Sementara itu, di Provinsi Maluku Utara memperoleh keseluruhan pasokan tepung terigu dari dalam provinsi sebesar 73,21% dan sisanya dipenuhi oleh pasokan dari Jawa Timur sebesar 26,79%. Tepung terigu tersebut dijual seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam Provinsi Maluku Utara.

Di Pulau Papua, di Provinsi Papua Barat sebagian besar tepung terigu dipasok dari dalam Provinsi Jawa Timur sebesar 62,82%, dari DKI Jakarta sebesar 26,91% dan dari dalam wilayah sendiri sebesar 10,27%. Kemudian seluruh pasokan tepung terigu tersebut dijual untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam Provinsi Papua Barat. Sedangkan di Provinsi Papua sebagian besar pasokan tepung terigu berasal dari Provinsi Jawa Timur sebesar 99,49%, dari sisanya dipenuhi dari dalam provinsi sebesar 0,51%. Selanjutnya tepung terigu tersebut dijual seluruhnya untuk memenuhi konsumsi di dalam Provinsi Papua.

Sedangkan jika dilihat dari Margin Perdagangan dan Pengangkutan menurut hasil survei Distribusi Perdagangan Komoditas Tepung terigu yang dilakukan BPS pada tahun 2014 menunjukkan bahwa, pedagang besar dan pedagang eceran tepung terigu di Indonesia masing-masing mengambil keuntungan rata-rata sebesar 5,84% dan 9,06%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa secara umum, pedagang besar tepung terigu mendapatkan keuntungan sebesar 5,84% dan pedagang kecil mendapatkan keuntungan sebesar 9,06% dari nilai pembeliannya. Ditinjau dari keuntungan pedagang besar, keuntungan yang diperoleh pedagang besar di seluruh provinsi berkisar antara 1,94% – 34,00%. Marjin minimun diperoleh di Provinsi Jawa Barat, sedangkan marjin maksimum diperoleh di Provinsi Papua. Sementara itu keuntungan yang diperoleh pedagang eceran di seluruh provinsi berkisar antara 2,66% – 49,27%. Marjin minimum diperoleh di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sedangkan marjin maksimum diperoleh di Provinsi Sulawesi Selatan.

2.5 Perkembangan Konsumsi Komoditas Tepung Terigu

Besarnya kebutuhan gandum dalam negeri seiring dengan tingginya permintaan tepung terigu, karena meningkatnya konsumsi tepung terigu orang Indonesia dari 9 kg/kapita pada tahun 1990 menjadi 19,72 kg per kapita hingga akhir 2012 lalu. Hal inilah yang membuat industri makanan sebagai pengguna tepung terigu terbanyak mengalami pertumbuhan bisnis yang pesat. Permintaan tertinggi berasal dari industri mie instan disusul industri biskuit, industri bakery dan rumah tangga.

Konsumsi tepung terigu beserta produk turunan dari tepung terigu sendiri, data APTINDO menjelaskan pada tahun 2000, konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu adalah sebanyak 14,6 kg/kapita/tahun. Pada tahun 2001, konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu kembali turun menjadi 14,5 kg/kapita/tahun, artinya terdapat penurunan tingkat konsumsi tepung terigu sebesar -0,7% dibandingkan dengan tahun 2000. Pada tahun 2002, konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu naik menjadi 15,3 kg/kapita/

tahun, artinya terdapat pertumbuhan tingkat konsumsi tepung terigu sebesar 5,5% dibandingkan dengan tahun 2001.

(26)

Tabel 5. Perkembangan Konsumsi Tepung terigu dalam Bentuk Produk Turunan Tahun Konsumsi Per Kapita (Kg/Tahun/Kapita) Pertumbuhan (%)

2000 20012002 20032004 20052006

14,6 14,515,3 14,915,3 15,517,1

-0,75,5 -2,62,6 10,31,3 Sumber : APTINDO, 2007.

Pada tahun 2003, konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu turun menjadi 14,9 kg/kapita/tahun, artinya terdapat penurunan tingkat konsumsi tepung terigu sebesar –2,6%

dibandingkan dengan tahun 2002. Pada tahun 2004, konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu naik menjadi 15,3 kg/kapita/tahun, artinya terdapat pertumbuhan tingkat konsumsi tepung terigu sebesar 2,6% dibandingkan dengan tahun 2003. Pada tahun 2005, konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu naik menjadi 15,5 kg/kapita/tahun, artinya terdapat pertumbuhan tingkat konsumsi tepung terigu sebesar 1,3% dibandingkan dengan tahun 2004. Dan pada tahun 2006, konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu naik secara tajam menjadi 17,1 kg/kapita/tahun, artinya terdapat pertumbuhan tingkat konsumsi tepung terigu sebesar 10,3% dibandingkan dengan tahun 2005.

Menurut survei yang dilakukan CDMI, saat ini kebutuhan tepung terigu di Indonesia, terutama untuk pangan, masih di kisaran 6,25 juta ton, namun pada 2012-2013 naik menjadi 6,95 juta ton.

Pada 2013-2014 naik menjadi 7,16 juta ton, pada 2014-2015 naik menjadi 7,36 juta ton, dan 2015- 2016 akan tembus menjadi 7,95 juta ton, yang dipenuhi oleh sekitar 22 perusahaan tepung terigu di Indonesia, namun hanya 14 perusahaan yang rutin melakukan produksi, diantaranya adalah PT. Bogasari Flour Mills, PT. Eastern Pearl Flour Mills, PT. Sriboga Ratu Raya, PT. Fugui Flour &

Grain Indonesia, PT. Pangan Mas Inti Persada, PT. Purnomo Sejati, PT. Asia Raya, PT. Berkat Indah Gemilang, PT. Jakaranatama, PT. Pakindo Jaya Perkasa, PT. Pundi Kencana, PT. Lumbung Pangan Nasional PT. Cerestas Flour Mills dan PT. Halim Sari Gandum.

Saat ini tepung terigu telah digunakan sebagai bahan baku makanan yang digunakan secara luas baik untuk kepentingan industri dari skala kecil-tradisional, menengah hingga besar-modern, maupun untuk keperluan rumah tangga. Menurut APTINDO, pengguna tepung terigu nasional terdiri dari 3 (tiga) kategori besar yaitu kategori industri besar dan modern, kategori industri kecil dan menengah (UKM) dan rumah tangga (household). Pengguna tepung terigu dari kategori industri besar dan modern terdiri dari 200 perusahaan dengan konsumsi tepung terigu sebesar 32% dari total konsumsi tepung terigu nasional. Sedangkan pengguna tepung terigu kategori kecil dan menengah (UKM) terdiri dari 30.000 UKM dengan konsumsi tepung terigu sebesar 63% dari total konsumsi tepung terigu nasional. Sementara konsumen rumah tangga mengonsumsi tepung terigu sebesar 5% dari total konsumsi tepung terigu nasional. Jenis produk akhir yang menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku adalah mie basah yang menggunakan 30% dari keseluruhan konsumsi tepung terigu nasional, disusul roti 25%, mie instan sebesar 20%, biskuit dan makanan ringan 15%, makanan gorengan 5% dan rumah tangga 5%.

(27)

Sedangkan jika ditinjau dari segi konsumsi tepung terigu dalam bentuk yang belum diolah, menurut hasil survei SUSENAS BPS menunjukkan angka konsumsi yang berfluktuatif setiap tahunnya. Pada tahun 2006 angka konsumsi tepung terigu dalam bentuk tepung adalah sebesar 1,3 kg/kapita/

tahun. Angka konsumsi ini naik sebesar 19% sepanjang 10 tahun, sehingga pada tahun 2015 tingkat konsumsi tepung terigu menjadi 1,5 kg/kapita/tahun. Pertumbuhan angka konsumsi tepung terigu selama 10 tahun dari tahun 2006-2015 mencapai 4% per tahun. Kenaikan angka konsumsi tepung tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan angka kenaikan konsumsi mencapai 44% dari tahun sebelumnya. Konsumsi tepung terigu per kapita ini juga sempat mengalami penurunan terendah, yaitu terjadi pada tahun 2008 dengan penurunan sebesar -25% dari tahun sebelumnya.

Sumber : BPS (diolah)

Gambar 8. Perkembangan Konsumsi Tepung Terigu Per Kapita Per Kg Per Tahun

Di lihat dari konsumsi nasional tepung terigu, pergerakan dan fluktuasinya hampir sama dengan tingkat konsumsi per kapita per tahun, perbedaannya pada angka konsumsi nasional tepung terigu ini banyak dipengaruhi oleh jumlah penduduk Indonesia. Secara keseluruhan angka konsumsi tepung terigu nasional tahun 2006 mencapai 292.330 ton, angka ini naik sebesar 36% sepanjang tahun 2006-2015, sehingga pada tahun 2015 konsumsi tepung terigu nasional menjadi 396.477 ton.

Pada tahun 2007 konsumsi tepung terigu nasional mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 46%. Angka peningkatan konsumsi tepung terigu pada tahun 2007 ini merupakan peningkatan tertinggi sepanjang tahun 2006-2015. Sedangkan penurunan terendah konsumsi tepung terigu nasional terjadi pada tahun 2008, dengan angka penurunan konsumsi mencapai -24%

dari tahun sebelumnya (Gambar 9).

Sumber : BPS (diolah)

Gambar 9. Perkembangan Konsumsi Tepung Terigu Nasional 2

1.9 1.8 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Konsumsi tepung Terigu Kapital/kg/Tahunan

450,000 400,000 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

(Ton)

(28)

2.6 Perkembangan Ekspor-Impor Tepung Terigu

Meskipun Indonesia bukan penghasil gandum, tetapi Indonesia saat ini dalam perdagangan tepung terigu mempunyai 2 peran yang sangat strategis, yaitu dimana Indonesia merupakan importir terbesar kedua gandum dunia, dan Indonesia merupakan pemasok atau eksportir tepung terigu yang cukup besar untuk Asia Timur. Indonesia memasok tepung terigu ke beberapa Negara tetangga seperti Filipina, Singapura, Korea Selatan, Timor Leste dan Papua Nugini. Indonesia pada tahun 2015 mengekspor tepung terigu 79.151 ribu ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 35,29 juta. Dengan jumlah ekspor terbesar ke Filipina sebesar 44.134 ribu ton, Timur Leste 16.307 ribu ton, Korea Selatan 6.282 ribu ton, Papua Nugini 4.456 ribu ton dan Singapura 3.518 ribu ton (Detik Finance, 2015).

Sumber : BPS (diolah)

Gambar 10. Ekspor Tepung Terigu Indonesia

Angka ekspor tepung terigu Indonesia dari tahun 2009 – 2016 menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Tahun 2009 volume ekspor tepung terigu Indonesia masih berkisar 33 ribu ton, angka ekspor tepung terigu ini naik pesat sebesar 12.411%, sehingga pada tahun 2016 volume ekspor tepung terigu menjadi 4,1 juta ton. Volume ekspor tepung terigu mengalami kenaikan tertinggi pada tahun 2012, dimana volume kenaikan ekspor mencapai 18.888% atau setara dengan mengalami kenaikan sebesar 5,9 juta ton dari tahun sebelumnya. Indonesia mampu mengekspor tepung terigu dengan volume yang besar karena harga jual tepung terigu di Indonesia merupakan yang termurah di dunia yaitu dengan harga jual dari pabrik sebesar USD 0,56/kg, Indonesia hanya bersaing ketat dengan Vietnam yang juga memiliki harga jual tepung terigu di kisaran harga yang sama (Tribun News, 2014). Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun Negara Indonesia bukan Negara produsen gandum, namun posisi Indonesia dalam peta persaingan industri tepung terigu maupun industri turunannya sudah sangat diperhitungkan.

Sekalipun kapasitas giling gandum industri nasional lebih dari memadai, namun dalam jumlah tertentu dan dalam situasi-kondisi tertentu, kebutuhan konsumsi nasional hanya dapat atau akan lebih baik apabila dipenuhi melalui importasi tepung gandum/terigu ke wilayah Indonesia.

Melihat sisi impor tepung terigu, perkembangan impor tepung terigu Indonesia dari tahun 2009- 2013 menunjukkan perkembangan yang terus menurun, dimana pada tahun 2009 volume impor tepung terigu berada pada angka 680 ribu ton dengan nilai impor sebesar USD 281.757 ribu, selama

8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 0

(1,000,000) 2009 2010 2012 2013 2014 2015 2016

Data Ekspor Tepung Terigu (ton) 2011

(29)

5 tahun tersebut volume impor tepung terigu menurun drastis sebesar 70%, sehingga pada tahun 2013 volume impor tepung terigu menjadi 205 ribu ton dengan nilai impor sebesar USD 82.074 ribu.

Sumber : BPS (diolah)

Gambar 11. Impor Tepung Terigu Indonesia

Berdasarkan data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) banyak negara–negara produsen tepung terigu dari luar negeri yang masuk ke Indonesia diantaranya adalah Turki, India, Sri Lanka, Ukraina dan lainnya. Tiga negara diantaranya, yakni Turki, Sri Lanka dan India merupakan negara dengan pengekspor tepung terigu terbesar dengan total impor tepung terigu mencapai 86% dari total impor yang terjadi selama tahun 2013. Pada tahun 2013 Turki mempunyai proporsi mengekspor tepung terigu ke Indonesia sebanyak 74%, India mengeskpor tepung terigunya sebanyak 29%, Sri Lanka sebanyak 18% dan sisanya negara lain sebanyak 14%.

Sedangkan untuk impor gandum pada tahun 2016, sebagai bahan baku tepung terigu yang banyak diolah perusahaan penggilingan gandum, menurut data USDA, Indonesia pada tahun 2012 mengimpor gandum sebanyak 6,46 juta ton, angka ini naik 25% sepanjang 4 tahun terakhir, sehingga pada tahun 2016 impor gandum Indonesia menjadi 8,1 juta ton. Yang berasal dari beberapa negara yaitu :

1. Australia 2.066.268 metrik ton senilai US$ 507,77 juta.

2. Argentina 892.418 metrik ton senilai US$ 166,63 juta.

3. Kanada 870.280 metrik ton senilai US$ 232,83 juta.

4. Ukraina 845.579 metrik ton senilai US$ 170,95 juta.

5. Amerika Serikat 405.475 metrik ton senilai US$ 103,64 juta.

6. Perancis 267.773 metrik ton senilai US$ 56,21 juta.

900,000 800,000 700,000 600,000 500,000 400,000 300,000 200,000 100,000 -

300,000 250,000 200,000 150,000 100,000

50,000

2009 2010 2011 2012 2013 -

Nilai Impor (000) USD Volume Impor Tepung Terigu (Ton)

(30)

Sumber : BPS (diolah)

Gambar 12. Perkembangan Volume Impor Gandum Indonesia

Sementara untuk impor gandum juga mengalami kenaikan cukup besar di impor gandum yang berasal dari perusahaan pakan ternak. Dari data Aptindo, impor gandum untuk kebutuhan pakan ternak Januari-Juni 2016 sebesar 1.506.293 ton, atau naik 86.957,4% dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar 1.730 ton. (DetikFinance.com, 2016)

2.7 Analisa Kebijakan dan Regulasi Tepung Terigu

Gandum mulai dikenalkan ke pasar domestik Indonesia sejak diterima dan diberlakukannya program kerjasama ekonomi antara RI dan pemerintah Amerika Serikat dengan nama PL480 pada tahun 1969. PL (public law) 480 adalah kebijakan Amerika untuk memberikan produk pangan kepada negara-negara berkembang lewat berbagai pendekatan: lewat negara (“Government to Government”), bantuan hibah (humanitarian food needs), dan kredit konsesional. Pada awal tahun 1969 skema impor gandum dimulai dengan metode kerjasama antar pemerintah dengan tujuan membantu pembangunan ekonomi jangka panjang. Amerika memanfaatkan kebijakan Indonesia yang saat itu ingin mencari bahan pangan alternatif pengganti beras, yang pada saat itu harganya sedang tinggi di pasaran internasional

Kondisi itu berlangsung terus menerus hingga saat ini dan menciptakan ketergantungan lewat impor besar-besaran karena tidak dibarengi dengan pemberdayaan potensi lokal. Atas kondisi itu, Kementerian Perdagangan telah membatasi izin impor tepung terigu dengan menerapkan sistem kuota. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar industri tepung terigu lokal tidak terganggu dengan serbuan produk impor tepung terigu. Pada tanggal 28 April 2014, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 23/M-DAG/PER/4/2014 tentang Ketentuan Pengenaan Kuota dalam rangka tindakan pengamanan perdagangan terhadap impor tepung terigu. Peraturan tersebut mengacu pada pasal 70 Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan pengamanan Perdagangan, terhadap Barang Impor yang mengalami Lonjakan Jumlah Impor, dapat dikenakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan dan/atau Kuota. Kebijakan tersebut menimbang hasil penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) yang membuktikan adanya kerugian serius yang dialami oleh industri dalam negeri sebagai akibat lonjakan impor gandum dan merekomendasikan untuk dikenakan tindakan pengamanan perdagangan berupa bea masuk tindakan pengamanan atau kuota. Dalam pasal 4 disebutkan bahwa kuota terhadap gandum

8.5 8 7.5 7 6.5 6 5.5 5

2012

Juta Ton

2013 2014 2015 2016

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Pabrik Tepung Terigu Nasional Hingga Tahun 2000 Perkembangan Bogasari  Jakarta Bogasari Surabaya Berdikari Sari Utama Flour  Mills Sriboga  Raturaya Panganmas Inti Persada Didirikan (thn) 1971 1972 1982 1994 1997
Tabel 4. Kapasitas Produksi 10 Produsen Tepung Terigu Terbesar Dunia
Gambar 1. Perkembangan Harga Tepung terigu Nasional10,0009,0008,0007,0006,0005,0004,0003,0002,0001,0000 5.0%4.0%3.0%2.0%1.0%0.0% -1.0%-2.0%
Gambar 2. Pola Pergerakan Harga Tepung terigu Nasional Tahun 2010-2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh pemberian pakan komersial yang difermentasi dengan filtrat kulit nanas (FKN) dan probiotik Lactobacillus

MANFAAT : Obat kuat, ayan, asma dan batuk, batuk rejan, demam, perut kembung, rematik, sariaan, sakit kepala,. memperbanyak

Desain MP3EI bukan hanya melestarikan dan memperluas pemberian lisensi-lisensi skala besar untuk ekstraksi sumber daya alam dan produksi komoditas global tersebut, melainkan juga

Hasil wawancara yang dilakukan dengan pihak badan keuangan daerah Provinsi Jambi didapatkan keterangan bahwa metode penetapan target penerimaan PKB dan BBNKB baik

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berupaya meningkatkan keberaksaraan penduduk dewasa di Indonesia

Efektivitas dapat dijelaskan bahwa efektivitas suatu program dapat dilihat dari aspek-aspek antara lain: (1) Aspek tugas atau fungsi, yaitu lembaga dikatakan

Rentetan-rentetan sejarah kerajaan Sambas yang berawal dari kerajaan yang kejam, kemudian digantikan oleh raja-raja lainnya sampai ke daerah Paloh, tetapi raja Muda

Hal ini juga sangat memungkin untuk terjadi mengingat pada 3 kecamatan tersebut juga banyak aktfitas-aktifitas yang dilakukan oleh para masyarakat pesisir yang dapat meningkatkan