• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANAK DIBAWAH UMUR MENJADI PEKERJA SEKS DI KAMPUNG KUBUR KELURAHAN PETISAH TENGAH KECAMATAN MEDAN PETISAH SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANAK DIBAWAH UMUR MENJADI PEKERJA SEKS DI KAMPUNG KUBUR KELURAHAN PETISAH TENGAH KECAMATAN MEDAN PETISAH SKRIPSI"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANAK DIBAWAH UMUR MENJADI PEKERJA SEKS DI KAMPUNG

KUBUR KELURAHAN PETISAH TENGAH KECAMATAN MEDAN PETISAH

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Sosial Universitas Sumatera Utara

Disusun oleh:

DEBBY RIZKI ANANDA 120902039

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Debby Rizki Ananda

NIM : 120902039

Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anak Dibawah Umur Menjadi Pekerja Seks Komersial di Kampung Kubur Kelurahan Petisah Tengah Kecamatan Medan Petisah

Medan, Juli 2016

DOSEN PEMBIMBING

Dra. Tuti Atika, M.S.P.

NIP : 19630117 1988032 001

KETUA DEPARTEMEN

Hairani Siregar, S.Sos, M.SP NIP : 19710927 1998101 20 001

DEKAN FISIP USU

Dr. Muriyanto Amin, S.Sos, M.Si NIP : 19680525 199203 1 002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Debby Rizki Ananda

NIM : 120902039

ABSTRAK

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anak dibawah Umur Menjadi Pekerja Seks komersial di Kampung Kubur Kelurahan Petisah Tengah Kecamatan

Medan Petisah

Prostitusi anak dibawah umur sudah semakin memprihatinkan, banyaknya kasus eksploitasi anak baik atas kemauan anak itu sendiri maupun tanpa sadar sudah membuat masyarakat tercengang. Memang segalanya bisa terjadi, apalagi di zaman modern sekarang ini, segala sesuatu bisa dilakukan siapa saja. Terlebih karena tuntutan ekonomi hingga kurangnya pengawasan dari orang tua bisa membuat anak nekat melakukan sesuatu yang sangat berbahaya. Bukan tak mungkin kegiatan prostitusi pun akan dilakukan oleh anak-anak dibawah umur. Namun, seiring dengan berjalannya perkembangan zaman, faktor yang paling dominan seorang anak menjadi PSK bukanlah kemiskinan melainkan tuntutan gaya hidup.

Penelitian ini bertipe studi kasus, dan dianalisis dengan teknik analisis data kualitatif. Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan maka diperoleh faktor- faktor yang mempengaruhi anak dibawah umur menjadi pekerja seks komersial.

Adapun factor-faktor tersebut adalah factor internal dan eksternal.

Faktor internal yang mempenhgaruhi anak dibawah umur menjadi PSK adalah gangguan kepribadian, pengaruh usia, pandangan atau keyakinan yang keliru dan religiutas yang rendah. Sedangkan faktor eksternal seorang anak menjadi PSK adalah faktor ekonomi, gaya hidup, keluarga yang tidak mampu, factor lingkungan dan teman sebaya.

Kata Kunci: Faktor-faktor, Anak, Pekerja Seks Komersial

(4)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCES DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Debby Rizki Ananda NIM : 120902039

ABSTRACT

Factors That Affecting Children under Age Being a commercial sex worker in Kampung Kubur Kelurahan Petisah Tengah Kecamatan Medan Petisah

Prostitution of minors has been increasingly concerned, a good number of cases of child exploitation on their children themselves or unknowingly already made public stunned. Indeed, anything can happen, especially in this modern era, everything can be done by anyone. Moreover, because the demands of the economy to the lack of supervision of a parent can make a child desperate to do something very dangerous. It is quite possible prostitution activities will be carried out by children under age. However, over the times, the most dominant factor of a child into prostitution is not poverty but a lifestyle demands.

This research type of case studies, and analyzed using qualitative data analysis techniques. Based on research that has been conducted of the obtained factors influencing minors to sex work. As these factors are internal and external factors.

Internal factors which mempenhgaruhi minors into prostitution is a personality disorder, the effect of age, outlook or false beliefs and religiutas low.

While external factors of a child into prostitution are economic factors, lifestyle, families who can not afford, environmental factors and peers.

Keyword: Factors, Children, Commercial sex worker

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

ABSTRAK……….. i

ABSTRACT ……….. ii

DAFTAR ISI ……… iii

DAFTAR TABEL ……… v

DAFTAR BAGAN ……….. vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah…………... 8

1.2 Perumusan Masalah……….………...…………. 19

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian………..………… 20

1.3.2 Manfaat Penelitian………..……….. 20

1.4 Sistematika Penulisan……….. 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pekerja Seks Komersial 2.1.1 Pengertian Pekerja seks komersial………22

2.1.2 Eksploitasi Kekerasan Seksual Anak………25

2.1.3 Klasifikasi Pekerja Seks Komersial………..29

2.1.4 Akibat-Akibat Pekerja Seks Komersial………33

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anak dibawah Umur Menjadi Pekerja Seks Komersial 2.2.1 Faktor Internal………..……… 19

2.2.2 Faktor Eksternal.………..……… 20

2.3 Perilaku Menyimpang dan Masalah Sosial 2.3.1 Pengertian Perilaku Menyimpang dan Masalah Sosial………….. 2.3.2 Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang……….. 31

2.3.3 Sifat-Sifat Perilaku Menyimpang………. 2.3.4 Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Menyimpang………. 2.4 Kerangka Pemikiran………40

2.5 Definisi Konsep………...………..……… 43

(6)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian………. 45

3.2 Lokasi Penelitian……….. 45

3.3 Informan 3.3.1 Informan Kunci………. 46

3.3.2 Informan Tambahan……… 46

3.4 Teknik Pengumpulan Data………... 47

3.5 Teknik Analisis Data……… 49

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian………. 4.2 Sejarah Kampung Kubur...56

4.3 Luas Wilayah……….. 4.4 Kependudukan 4.4.1 Penduduk Berdasarkan Agama………. 4.4.2 Penduduk Berdasarkan Mata pencaharian……….. 4.4.3 Fasilitas Sarana dan Prasarana……….. 4.4.4 Organisasi Sosial dan Budaya………... 4.4.5 Struktur Pemerintahan Kampung Kubur……….. 4.4.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa, Pendidikan, Usia dan Jenis Kelamin……….. BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar... 73

5.2 Hasil Temuan 5.2.1 Informan I... 75

5.2.2 Informan II... 79

5.2.3 Informan III... 83

5.2.4 Informan Tambahan... 89

5.3 Analisis Data... 98

5.3.1 Faktor Internal………... 99

5.3.2 Faktor Eksternal... 102

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan... 109

6.2 Saran... 110

(7)

DAFTAR PUSTAKA

(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Semakin majunya zaman yang disebut sebagai hasil dari pembangunan telah menyisakan berbagai perubahan gaya hidup dan memunculkan banyak masalah sosial dalam masyarakat. (Kartono,2001:206) menyampaikan, berlangsungnya perubahan- perubahan yang serba cepat dan perkembangan yang tidak sama dalam kebudayaan menyebabkan adaptasi atau penyesuaian diri menjadi hal yang tidak mudah, sehingga berakibat pada ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri. Kesulitan melakukan penyesuaian diri menyebabkan kebingungan, kecemasan dan konflik-konflik, baik yang terbuka dan eksternal sifatnya maupun yang tersembunyi dan internal batin sendiri sehingga banyak orang mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma- norma umum atau berbuat semau sendiri demi kepentingan sendiri, mengganggu dan merugikan orang lain.

Perilaku menyimpang disebut sebagai salah satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial. Penyakit sosial atau penyakit masyarakat adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum. Disebut sebagai penyakit masyarakat karena gejala sosialnya yang terjadi ditengah masyarakat itu meletus menjadi

“penyakit”. Dapat disebut pula sebagai struktur sosial yang terganggu fungsinya (Soerjono Soekanto 1990:235). Salah satu penyakit sosial yang sedang marak terjadi ditengah-tengah masyarakat umum adalah Pekerja Seks Komersial Anak. Hal ini menjadi fenomena dikalangan masyarakat dikarenakan anak yang terlibat di dunia prostitusi ini adalah anak dibawah umur yang masih berstatus siswa-siswi SMP dan SMA.

(9)

pengawasan dari orang tua bisa membuat anak nekat melakukan sesuatu yang sangat berbahaya. Bukan tak mungkin kegiatan prostitusi pun akan dilakukan oleh anak-anak dibawah umur.

Prostitusi atau pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua kehidupan manusia itu sendiri. Pelacuran berasal dari bahasa latin pro-stituere atau pro- stauree, yang membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan pergendakan. Pelacuran atau prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikan.

Pekerja seks komersial (PSK) adalah bagian dari dunia pelacuran yang termasuk dengan istilah WTS atau wanita tunasusila. Pekerja seks komersial merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran (Kartono, 2013:207- 208).

Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacur dianggap negatif dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sampah masyarakat karena sudah melanggar etika dan norma-norma yang berlaku. Adapula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, cenderung jahat, namun tetap dibutuhkan. Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadirian pelacur bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkan (biasanya kaum lelaki) tanpa penyaluran itu dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa kaum perempuan yang baik-baik.

Pada saat ini, pekerja seks komersial bukan hanya dari kalangan perempuan yang sudah dewasa saja, melainkan sudah rata-rata berasal dari kalangan Anak usia muda yang berada pada umur 14-18 tahun yang menjadi daya tarik tersendiri dalam dunia prostitusi.

Sebagian besar anak dibawah umur ini memulai dunia prostitusi di bangku SMP.

(10)

Prostitusi menjadi profesi yang dilaknat sekaligus banyak peminat. Di pelbagai Negara sejagat pelacuran sudah menjadi salah satu bagian masyarakat. Bahkan ada beberapa pelacuran yang sudah dihalalkan dan dilindungi hukum. Setiap tahun pekerja seks komersial atau PSK kian bertambah jumlahnya. Dengan berbagai alasan terutama materi, mereka penjaja cinta semakin tak terbendung dalam kuantitas. Bahkan lebih parah, pelacuran ini melibatkan anak-anak. Mereka yang masih dibawah umur malah menjadi daya tarik tersendiri bagi lelaki pemburu syahwat. Dilansir dari harian internasional business times, setidaknya ada lima Negara dengan tingkat pelacur anak dibawah umur paling tinggi dan terbesar di dunia.

1. Sri Lanka

Tercatat Negara ini mempunyai 40 ribu pelacur di bawah umur bahkan 6,4 persen diantaranya dipaksa melayani seks hingga hamil. Mereka dieksploitasi secara seksual dalam industri syahwat illegal. Saking tersohornya pelacur anak bahkan sering mengundang wisatawan asing ikut mencicipi mereka. Tak tanggung-tanggung, bukan hanya bocah perempuan menjadi pelampiasan nafsu bejat turis asing ini namun juga anak lelaki.

2. Thailand

Pada tahun 2004 Thailand tercatat mempunyai sekitar 800 ribu prlacur anak di bawah usia 16 tahun. Ini menjadi rekor prostitusi paling besar melibatkan bocah sepanjang sejarah. Namun seiring berjalannya waktu jumlah ini berkurang hingga mencapai angka 40 ribu.

3. Brazil

Brazil merupakan tempat berlangsungnya piala dunia 2014 yang lalu juga menjadi Negara yang paling banyak prostitusi anak. Sekitar 500 ribu mereka dibawah umur diketahui menjadi pekerja seks komersial, bahkan didukung oleh lingkaran keluarga.

(11)

4. Amerika Serikat

Sebagai Negara terkuat sejagat Amerika Serikat masih memiliki masalah pelacuran anak dibawah umur. Sekitar 600 ribu bocah dan remaja diketahui telah menjual tubuh mereka secara sadar maupun terjerat oleh kelompok perdagangan manusia.

5. Kanada

Di Kanada bayi dan anak-anak suku Eskimo sengaja dijual oleh orang tua mereka pada pasangan di Kanada demi mendapatkan uang. Namun yang terjadi bukan pasangan baik yang mengambil mereka melainkan sindikat perdagangan manusia yang memaksa mereka menjadi pelajur. Pada 2009 pemerintah Kanada mencatat setidaknya ada 9.000 laporan eksploitasi seksual pada anak-anak dan banyak diantaranya warga Amborigin, suku Australia asli.

Berkembangnya industri seks di beberapa negara, termasuk Indonesia meningkatkan permintaan pasar terhadap anak-anak, sehingga anak-anak banyak yang dipaksa menjadi pekerja seks komersial (PSK). Sekitar 40.000 hingga 70.000 anak usia muda di Indonesia menjadi korban dalam prostitusi. Praktik-praktik tersebut berlangsung di pusat-pusat prostitusi, tempat hiburan, karaoke, panti pijat, pusat perbelanjaan, dan lain-lain (Harian Kompas, 2008) di Semarang, Jogjakarta, dan Surabaya terdapat sekitar 5.000 anak korban pelacuran baik di lokalisasi, jalanan, tempat-tempat hiburan dan panti pijat (ILO-IPEC, 2004).

Medan sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia dan ibu kota Provinsi Sumatera Utara sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam penelitian Pusat Kajian Perlindungan Anak yang dipublikasikan pada tahun 1999 menyebutkan pelacuran sudah dikenal di Kota Medan secara luas sejak dekade 1970-an. Memasuki sepuluh tahun terakhir, pelacuran anak secara terselubung kian marak, bahkan sampai merambah ke sekolah-sekolah yang melibatkan

(12)

siswa-siswi yang masih di bawah umur. Sebutan untuk PSK anak di Medan adalah Boncil.

Para Boncil biasanya menjajakan diri secara vulgar dan terang-terangan. Ada yang pemain tunggal, tapi lebih banyak yang dikelola jaringan prostitusi professional. Biasanya dikelola mucikari seorang waria. Berikut merupakan tempat-tempat para Boncil mangkal di Kota Medan :

1. Jalan Brigjen Katamso

Diantara tempat mangkal para Boncil di Medan adalah Jalan Brigjen Katamso, Kecamatan Medan Maimun. Biasanya selepas maghrib, mereka berkumpul di depan sejumlah gang di jalan itu. Mulai Gang K, Gang P, Gang B hingga ke arah Informa di perempatan Jalan Brigjen Katamso-Jalan Ir H Juanda Baru. Bagi yang belum pernah berburu Boncil di kawasan ini, cukup menghentikan mobil dan sepeda motor di dekat mulut gang. Tunggu sekira 10 menit, pasti ada mucikari atau bahkan Boncil yang langsung bertanya maksud dan tujuan Anda berhenti. Mereka tak segan-segan menawarkan diri. Bila tarif telah disepakati, bisa langsung „diangkut‟. Soal tempat eksekusi, para Boncil akan menunjuk nama hotel kelas melati tertentu, bila Anda bingung memilih lokasi eksekusi.

Meski masih berusia di bawah 17 tahun, sebagian dari para Boncil di kawasan ini telah memiliki satu hingga dua anak. Pengakuan mereka, itu akibat karena belum tahu cara safety saat baru terjun ke dunia bisnis birahi tersebut.

2. Jajaran Kafe Jalan Ir H Juanda Baru

Lokasinya tak jauh dari Jalan Brigjen Katamso. Di tempat ini biasanya para boncil dikelola oleh mucikari. Para Boncil biasanya „dipajang‟ di sudut temaram lampu kafe.

Pemburu Boncil cukup datang dan memesan menu. Tak perlu waktu lama, akan ada mucikari yang menawarkan „dagangannya‟. Para Boncil di lokasi ini sebagian besar merupakan Boncil yang „belum laku‟ di Jalan Brigjen Katamso. Setelah pukul 21.00 WIB,

(13)

untuk menunggu „klien‟. Sama seperti Boncil di tempat lainnya, sebagian besar mereka masih berusia SMP dan SMA. Soal lokasi eksekusi ada banyak hotel kelas melati di kawasan Medan Kota.

3. Diskotek NZ Jalan Wajir

Hampir semua tempat hiburan malam di Medan jadi tempat mangkal para Boncil.

Namun di antara semua tempat hiburan malam, Diskotek NZ yang paling ramai para Boncil.

Biasanya mereka berkumpul di depan pintu masuk atau halaman diskotek.

4. Parkir Eks Bandara Polonia

Sejak di pindah ke Kualanamu, lokasi parkir kendaraan yang luas di eks Bandara Polonia dijadikan sebagai pusat jajanan malam. Sayang, lama-kelamaan banyak Boncil yang mangkal di tempat ini. Para Boncil ini merupakan pindahan dari Warkop Harapan yang digusur pemko Medan. Sama seperti di tempat lain, berburu Boncil di tempat ini juga sangat mudah.

5. Kos-kosan Jalan PWS, Jalan Ayahanda dan Sekitarnya

Lokasinya berada di pusat kota, dekat dengan sejumlah mal besar di Medan, di antaranya Plaza Medan Fair. Dikawasan ini banyak kos-kosan yang membebaskan penghuninya untuk melakukan „apa saja‟, asal tak berisik dan mengganggu ketenangan warga. Boncil yang mangkal di sini adalah penghuni kos, umumnya masih berstatus siswi SMA. Berburu Boncil di kawasan ini agak sulit, Anda harus mendapat rekomendasi dari pria hidung belang lain, atau langsung menghubungi mucikarinya.

6. Kawasan Yuki Simpang Raya

Kawasan ini berlokasi sangat strategis, persis di tengah Kota Medan. Selain mall Yuki Simpang Raya, ada banyak hotel berbintang hingga hotel kelas melati di kawasan ini.

Para Boncil itu biasanya mangkal di sejumlah warung yang ada di pinggir Jalan Nusantara,

(14)

Jalan Amaliun, Jalan Utama dan lainnya.

Mencari Boncil di tempat ini sangat mudah, cukup bertanya kepada pemilik atau pengunjung warung. Atau mendatangi langsung para Boncil, karena biasanya telah ada tanda khusus. Bahkan, jika Anda terlihat sedang „mencari‟, mereka akan langsung mendatangi Anda. Sebenarnya sangat miris bila kawasan ini dijadikan tempat mangkal para Boncil. Pasalnya tak jauh dari kawasan ini berdiri megah Masjid Raya Almashun Medan.

Karenanya sangat diherankan, mengapa Pemko Medan jarang menjaring para Boncil dari tempat ini.

7. Jalan Aksara

Jalan Aksara ini terdapat mall Ramayana Plaza. Biasanya para Boncil mangkal di restoran cepat saji, atau di depan pusat perbelanjaan ini. Saat malam, ada ruko yang dikamuflasekan sebagai kafe di depan Ramayana Plaza, untuk tempat para Boncil berkumpul. Di tempat ini para Boncil atau mucikarinya sangat vulgar menawarkan diri.

Anda baru duduk dan belum memesan menu, langsung ditawari menu „begituan‟. Bisa langsung menuju lokasi eksekusi, atau kencan dulu di tempat hiburan malam yang ada di lantai atas Ramayana Plaza.

(http://medansatu.com/berita//tag/pelajar/url/inilah-boncil-psk-abg-dari-medan)

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan memaparkan data-data hasil razia gelandangan, pengemis, PSK, dan pasangan di luar nikah rentang 2012 hingga 2014. Dari data tersebut pada tahun 2012 ada sebanyak 70 orang Pekerja Seks Komersial (PSK) dan pasangan diluar nikah yang di razia, dan 35 orang diantaranya berusia di bawah 17 tahun.

Pada tahun 2013, ada sebanyak 64 orang PSK dan pasangan di luar nikah yang di razia, dan 24 orang diantaranya berusia dibawah 17 tahun. Sementara itu pada tahun 2014, ada sebanyak 56 orang PSK dan pasangan di luar nikah yang di razia, dan 16 orang diantaranya

(15)

berusia dibawah 17 tahun (Pemerintah Kota Medan, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, Januari 2015).

Razia Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan dilakukan di beberapa tempat hiburan dan taman di Kota Medan. Menurut Ahmad Sofian, di Kota Medan tempat bermain billiard, pusat-pusat perbelanjaan, hotel-hotel kelas melati, diskotik, kafetaria, kos-kosan, warkop (sejenis kafe pinggir jalan) dan taman di Kota Medan adalah tempat transaksi pelacuran anak (Ahmad Sofian, 2008: 14). Melalui razia-razia yang dilakukan oleh dinas- dinas terkait, PSK yang ditangkap akan diberikan pengarahan, dan pelaku dilepaskan.

Untuk PSK d ibawah umur dalam hal ini disebut anak akan memanggil orang tua. Apabila tidak ada tanggapan, anak anak diserahkan ke Panti Parawangsa. (Pemerintah Kota Medan, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, 2015). Selain Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, razia juga dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Badan Narkotika Nasional, dan beberapa lembaga negara lainnya.

PSK dapat dikatakan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk melakukan perbuatan seksual dengan mendapatkan uang. Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi PSK adalah kemiskinan, nafsu seks yang abnormal atau kebutuhan badaniah, penipuan, ambisi untuk mendapatkan status sosial ekonomi tinggi.

Faktor paling dominan adalah faktor kemiskinan.

Namun dalam prakteknya masalah pekerja seks komersial bukan hanya masalah kemiskinan melainkan faktor keluarga dengan masa lalu yang buruk serta teknologi yang semakin lama semakin canggih melelalui media massa. Pengamat Sosiologi dari Universitas Gadjah Mada, Sunyoto Usman menjelaskan bahwa masalah ekonomi bukan satu-satunya penyebab anak menjadi PSK, melainkan kebutuhan yang belum terpenuhi yaitu faktor gaya hidup. Dimana kebutuhan seorang anak tidak sesuai dengan penghasilan orang tua yang

(16)

membuat seorang anak nekat terjun ke dunia prostitusi agar memenuhi kebutuhan gaya hidupnya seperti, membeli gadget, membeli pakaian yang modis, barang-barah mewah, nongkrong di mall dan membeli kebutuhan lainnya.

Begitu halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr Nusa Putra, S.Fil.

M.Pd bersama beberapa mahasiswanya dengan melakukan observasi ke Mall. Terbukti lebih dari 90% dari sekitar 80 orang yang berhasil diwawancara adalah pelajar dan mahasiswi. Jumlah yang paling banyak adalah para pelajar SMP dan SMA. Usia mereka saat memulai melakukan kegiatan prostitusi antara 14-18 tahun. Hanya ada dua siswi yang menjadi pekerja seks dengan alasan kemiskinan. Mereka melakukan itu dengan alasan agar tetap bersekolah. Selebihnya alasan menjadi pekerja seks komersial untuk menopang gaya hidup perkotaan yang membutuhkan biaya besar memnui kebutuhan mereka seperti baju dan barang mewah, Gadget, dan teknologi canggih yang terbaru untuk dipamerkan dengan teman sebaya mereka.

(http://paknusa.blogspot.co.id/2014/03/pelacur-anak.html)

Prostitusi anak di bawah umur sudah semakin memprihatinkan, banyaknya kasus eksploitasi anak baik atas kemauan anak itu sendiri maupun tanpa sadar sudah membuat masyarakat tercengang. Apalagi baru-baru ini terdapat kasus anak SMP yang menjual temannya sendiri kepada lelaki hidung belang demi memenuhi gaya hidup. Siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Medan yang berinisial AS, 15, harus berurusan dengan polisi.

Pasalnya, ia tertangkap tangan menjual temannya TP, 15 yang masih perawan seharga Rp.7 juta. Penangkapan kasus perdagangan orang ini diawali adanya informasi yang diperoleh petugas subdit IV/Remaja anak dan wanita (Renakta) Direktorat Kriminal Umum Polda Sumut. Penyelidikan terhadap informasi adanya penjualan anak dibawah umur pun dilakukan. Mereka kemudian melakukan penyamaran dan mencoba mengontak AS pada

(17)

Rabu, 27 januari sore. Menurut keterangan dari korban TB, alasan dia rela menjual dirinya adalah untuk membeli gadget, rebonding dan keperluan pribadi lainnya. Kejadian ini harus menjadi perhatian keluarga. Anak-anak perlu diarahkan dan mendapat pengawasan , terutama dalam bergaul.

Di sisi lain, seorang anak menjadi pekerja seks komersial karena adanya dukungan orangtua atau keluarga yang menggunakan anak perempuan mereka sebagai sarana untuk mencapai aspirasi mereka akan materi. Jika sebuah lingkungan yang permisif memiliki kontrol yang lemah dalam komunitasnya maka pelacuran akan berkembang di dalam komunitas tersebut. Selain karena alasan di atas, terdapat juga orang yang memilih menjadi pekerja seks komersial karena faktor ekonomi, yang memiliki kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya untuk mempertahankan kelangsungan hidup.

Lingkungan sosial anak umumnya berada pada kelompok teman sebaya dimana anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu dengan kelompok teman sebaya daripada dengan keluarganya. Hal ini dikarenakan anak-anak lebih banyak melakukan kegiatan diluar rumah dengan teman sebaya. Dengan demikian, teman sebaya memberikan pengaruh yang kuat pada diri anak seperti sikap, pembicaraan, minat, dan perilaku.

Kelompok teman sebaya tidak menjadi hal yang berbahaya, jika anak dapat mengarahkannya. Dengan adanya kelompok teman sebaya, anak merasa kebutuhannya dipenuhi, seperti kebutuhan akan pengalaman baru, kebutuhan berprestasi, kebutuhan diperhatikan, kebutuhan harga diri dan kebutuhan rasa aman yang belum tentu diperoleh anak di rumah maupun di sekolah. Namun kelompok teman sebaya dapat memberikan pengaruh yang tidak baik pada anak seperti meminum minuman keras, merokok maupun melakukan seks bebas (Hurlock, 2004:203). Hal ini disebabkan karena kelompok teman

(18)

sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seseorang dalam berperilaku.

Peneliti melakukan penelitian di Kampung Kubur. Kampung kubur merupakan lokasi sarang narkoba, judi dan prostitusi. Kampong kubur merupakan wilayah dengan perekonomian yang rendah sehingga sebagian besar warganya menjadi bandar narkoba dan pekerja seks. Peneliti fokus terhadap masalah prostitusi yang terjadi di kampung kubur, diantara pekerja seks terdapat anak dibawah umur yang juga terjun ke dunia prostitusi dengan berbagai alasan, yang memicu kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Budi Waseso atau yang akrab disapa Buwas menginginkan dalam waktu dekat Kampung Kubur bisa bersih dari prostitusi. (http://www.jurnalasia.com/medan/kepala-bnn- tinjau-kampung-kubur-buwas-kampung-ini-harus-berubah/)

Semakin banyaknya kasus anak dibawah umur terutama pelajar SMP dan SMA yang terjun ke dunia prostitusi semakin membuat berbagai kalangan khawatir akan nasib masa depan bangsa. Diharapkan anak menjadi penerus untuk memajukan bangsa dengan berpendidikan dan kreatifitas yang dimiliki seorang anak. Semakin banyaknya kasus prostitusi anak membuat kita sadar bahwa kasus seperti ini akan terus terjadi apabila tidak adanya perhatian dari berbagai kalangan pihak. Pihak keluarga sangat berpengaruh besar dalam pembentukan karakter anak.

Beranjak dari apa yang sudah dipaparkan sebelumnya, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam lagi untuk mengidentifikasi dan menganalisis apa saja faktor- faktor yang memengaruhi Anak dibawah umur menjadi pekerja seks komersial. Untuk itu peneliti membuatnya dalam suatu karya tulis yaitu skripsi untuk bisa mengetahui dengan lebih jelas lagi. Penelitian skripsi ini berjudul “Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Anak

(19)

dibawah Umur Menjadi Pekerja Seks Komersial di Kampung Kubur Kelurahan Petisah Tengah Kecamatan Medan Petisah”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan oleh penulis pada latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan: Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi Anak dibawah umur menjadi pekerja seks komersial?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi anak dibawah umur menjadi pekerja seks komersial.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat menyadarkan masyarakat luas akan fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat bahwa banyaknya anak dibawah umur yang terjun ke dunia prostitusi sehingga dapat dilakukan langkah-langkah preventif di keluarga, lingkungan tempat tinggal, sekolah, bahkan di tengah-tengah masyarakat luas itu sendiri.

2. Sebagai sumber informasi bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian penelitian lanjutan mengenai Anak, terutama yang berkaitan dengan Pekerja Seks Komersial Anak dibawah umur.

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

(20)

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang sejarah berdirinya Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Provinsi Sumatera Utara, dan gambaran lokasi penelitian secara umum.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pekerja Seks Komersial

2.1.1 Pengertian Pekerja Seks Komersial

Kartono (2009:60) berpendapat bahwa pekerja seks komersial merupakan peristiwa penjualan diri baik perempuan maupun laki-laki dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran. Hal ini didukung oleh Mudjiono (2005:54), yang berpendapat bahwa pekerja seks komersial adalah wanita yang pekerjaan utamanya sehari-hari memuaskan nafsu seksual laki-laki atau siapa saja yang sanggup memberikan imbalan tertentu yang biasa berupa uang atau benda berharga lainnya..

PSK juga bisa diartikan sebagai seorang yang pekerjaannya menjual diri kepada banyak laki-laki yang membutuhkan pemuasan nafsu seksual, dan seseorang tersebut mendapat sejumlah uang sebagai imbalan, serta dilakukan di luar pernikahan. PSK bekerja

(22)

di tempat hiburan malam, jam kerja PSK pada malam hari membuat PSK melakukan kebiasaan merokok dan minum-minuman keras yang dipersepsikan dapat menghangatkan tubuh dan menambah gairah (Rohim, 2010: 103). Pekerja seks komersial (PSK) adalah seseorang yang menjual dirinya dengan melakukan hubungan seks untuk tujuan ekonomi (http://subadra.wordpress.com, diakses 20 Oktober 2015 pukul 15.11 WIB).

Pekerja seks komersial adalah wanita yang kelakuannya tidak pantas dan bisa mendatangkan mala/celaka dan penyakit, baik kepada diri sendiri ataupun orang lain yang bergaul dengan dirinya, maupun kepada dirinya sendiri. Pekerja seks komersial merupakan profesi yang berupa tingkah laku bebas lepas tanpa kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan (Kartono, 2009:105).

Menurut Cullah (dalam Koentjoro, 2004:22) pekerja seks komersial adalah seseorang yang menggunakan tubuhnya sebagai komoditas untuk menjual seks dalam satuan harga tertentu. Mukherji dan Hantrakul (dalam Koentjoro 2004:34) mendefinisikan pekerja seks komerisial sebagai seorang perempuan yang menjual dirinya untuk kepentingan seks pada beberapa pria berturut-turut yang dirinya sendiri tidak memiliki kesempatan untuk memilih pria mana yang menjadi langganannya. Definisi tersebut sejalan dengan Koentjoro (2004:57) yang menyatakan bahwa pekerja seks komersial merupakan bagian dari kegiatan seks di luar nikah yang ditandai oleh kepuasan dari bermacam-macam orang yang melibatkan beberapa pria dilakukan demi uang dan dijadikan sebagai sumber pendapatan.

Sebelum adanya istilah pekerja seks komersial, istilah lain yang juga mengacu pada pelayanan seks komersial adalah pelacur, prostitusi, wanita tuna susila (WTS). Pelacuran atau prostitusi adalah penjualan jasa seksual. Pelacuran merupakan profesi yang menjual

(23)

jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan, biasanya pelayanan ini dalam bentuk penyerahan tubuhnya.

Profesi PSK tidak dapat dilakukan dengan terang-terangan, karena dalam lingkungan tidak mendapatkan pengakuan yang layak, baik masyarakat umum maupun keluarga. Di Indonesia pelacur (pekerja seks komersial) sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal. Ini menunjukkan bahwa perilaku perempuan sundal itu sangat buruk, hina dan menjadi musuh masyarakat. Mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak ketertiban. Mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum. Pekerjaan melacur sudah dikenal di masyarakat sejak abad lampau. Ini terbukti dengan banyaknya catatan yang tercecer seputar mereka dari masa ke masa. Sundal selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku seks bebas tanpa pengaman bernama kondom.

Kata pekerja sudah bisa dipastikan ada hubungannya dengan lapangan pekerjaan serta orang atau badan hukum yang mempekerjakan dengan standar upah yang dibayarkan.

Kemudian, lapangan pekerjaan yang diperbolehkan harus memenuhi syarat-syarat kerja secara normatif yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, termasuk sistem pengupahan dan keselamatan kesehatan kerja. Untuk selanjutnya, jenis pekerjaan tidak boleh bertentangan dengan moralitas bangsa atau agama yang diakui oleh pemerintah. Seks tidak termasuk kelompok suatu jenis jabatan maupun pekerjaan. Jadi, tidak tepat kalau istilah pekerja seks komersial itu ditujukan bagi para pekerja seks komersial atau pelacur.

Istilah pekerja seks sepertinya merupakan sebuah pemolesan bahasa yang dapat berakibat kepada pembenaran terhadap perbuatan amoral tersebut.

(24)

Secara struktural kinerja germo, mucikari, calo, pekerja keamanan, hingga pekerja seks itu sendiri mempunyai batas-batas kerja yang jelas dan profesional. Jika melihat latar belakang kultural dan tempat transaksi ekonomi Indonesia yang beragam maka transakasi seksualitas tak hanya ada lima kategori di atas. Banyak juga pekerja seks yang bekerja di mall sebagai pegawai mall dan merangkap pekerja seks untuk mencari uang tambahan.

Pekerja seks sekaligus mahasiswi, akrab disebut ayam kampus, pekeja seks yang merangkap sebagai para pekerja atau pelayan di tempat-tempat hiburan malam yang ada didaerah perkotaan dan di kantor-kantor sebagai sekertaris, yang harga tubuh mereka cukup tinggi dan transaksi terkadang melalui kartu kredit. Berdasarkan uraian yang telah disajikan kita dapat memahami bahwa pekerja seks sebagai bagian dari prasyarat kinerja dan transaksi dagang yang tidak selalu lepas dari ramainya pusat-pusat ekonomi yang strategis. Sistem pekerja seks cenderung mempunyai hubungan yang bersifat temporer insidental. Strategi tersebut tampak pada mekanisme kerja mereka mengenai istilah short time dan long time booking yang semuanya hanya terjadi dalam waktu tertentu.

Pada fenomena pekerja seks, terdapat beberapa unsur transaksi yang merupakan unsur dari mekanisme kerja, dimana sang subjek menggunakan tubuh sebagai komoditas untuk dijual dalam satuan harga yang telah dibuat dan disepakati bersama oleh kedua belah pihak tanpa ada yang merasa dirugikan dan kedua belah pihak merasa puas. Uang atau barang tertentu menjadi elemen utama perantara kedua subjek yang tengah melakukan kesepakatan. Karena mudah, menjadi elemen yang dapat digerakkan kembali, maka pekerjaan menjual tubuh juga merupakan bagian dari mata pencaharian, dimana mereka menumpukan sandaran pada kerja tersebut.

2.1.2 Eksploitasi Seksual Komersial Anak

(25)

Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) merupakan istilah umum yang mencakup berbagai tingkah laku yang berbahaya dan salah secara seksual. Ruang lingkup ESKA adalah semua bentuk penyalahgunaan seksual, kekerasan seksual, pornografi, pelacuran, trafficking untuk tujuan seksual, pariwisata seks, kawin paksa dan pernikahan dini serta perbudakan.

Hal yang penting diingat adalah bahwa wujud kekerasan seksual dan kekerasan seksual tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Eksploitasi seksual komersial sering dilakukan oleh seseorang yang di kenal oleh anak. Kadang kadang dilakukan oleh salah seorang anggota keluarga, bahkan orang tua kandung (Delaney, 2006: 9). Anak tidak pernah memberi izin terhadap semua bentuk kekerasan seksual dan eksploitasi seksual terhadap mereka. Tidak ada seorang anak pun yang pernah memberi izin untuk menjadi korban kekerasan. Anak mungkin dibohongi, ditipu, atau dipaksa oleh situasi-situasi yang berada di luar kendali mereka seperti kemiskinan atau akibat-akibat dari kondisi masyarakat, termasuk teman-teman sebaya (peer groups) yang dapat memaksa anak secara tidak terlihat tetapi bagaimanapun anak-anak tersebut tetap merupakan korban penderaan.

Anak-anak berhak atas perlindungan dan membutuhkan perlindungan dan merupakan tanggung jawab orang dewasa untuk menjamin agar anak-anak tidak menjadi korban ESKA.

Dalam (Delaney, 2006:9) gambaran ilustrasi eksploitasi seksual menurut anak-anak adalah:

“Ketika laki-laki dewasa bercinta dengan anak perempuan yang masih kecil untuk mendapatkan uang. Laki-laki dewasa tersebut dapat bercinta dengan anak-anak perempuan yang masih kecil. Mereka bisa memanggil anak perempuan tersebut ketika dia sedang berjalan di sepanjang jalan, dan kemudian anak perempuan tersebut pergi dan mereka

(26)

masuk kedalam rumah dan mengunci pintunya. Ketika laki-laki yang sudah dewasa tersebut sudah menyelesaikan urusannya, maka dia akan memberi uang atau hadiah kepada anak perempuan tersebut.”

Kekerasan seksual meliputi pemaksaan dan bujukan kepada seorang anak untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas seksual terlepas dari apakah anak tersebut sadar atau tidak dengan apa yang sedang terjadi. Kekerasan seksual didefenisikan sebagai serangkaian hubungan atau interaksi antara seorang anak dengan seseorang yang lebih tua atau anak yang lebih berpengetahuan atau orang dewasa (orang asing, saudara kandung atau orang yang memiliki tanggung jawab untuk memelihara anak tersebut seperti orang tua atau pengasuh) dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual mereka. „Kebutuhan seksual‟ yang tidak terkendali dan tidak dapat dikendalikan sering digunakan sebagai alasan untuk melakukan kekerasan seksual.

Aktivitas-aktivitas tersebut dapat berupa kontak fisik, termasuk seks penetratif (seperti pemerkosaan) atau perbuatan non-penetratif dan bisa berupa aktivitas-aktivitas non- kontak seperti melibatkan anak-anak untuk melihat atau melibatkan anak dalam pembuatan bahan-nahan pornografi, menonton aktivitas aktivitas seksual atau menyuruh anak bertingkah laku yang tidak wajar secara seksual. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual dalam kekerasan tersebut merahasiakannya.

Eksploitasi seksual komersial dapat didefenisikan sebagai kekerasan seksual terhadap anak untuk mendapatkan bayaran atau kebaikan. Bayaran ini bisa berupa uang, kebaikan atau keuntungan-keuntungan lain seperti makanan, perlindungan atau tempat tinggal. Ada tiga bentuk dasar ESKA yang saling berkaitan antara yang satu dengan lainnya, yaitu: pelacuran, pornografi dan perdagangan anak untuk tujuan seksual.

(27)

Pelacuran anak terjadi ketika seseorang mengambil keuntungan dari sebuah transaksi komersial dimana seorang anak dipergunakan untuk tujuan-tujuan seksual.

Beberapa orang yang mendapat keuntungan dari transaksi komersial tersebut adalah mucikari atau germo, perantara atau agen, orang tua dan sektor-sektor bisnis terkait seperti hotel, kafe, dan tempat hiburan lainnya. Anak-anak tersebut juga dilibatkan dalam pelacuran ketika mereka melakukan hubungan seks dengan imbalan kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal atau keamanan atau bantuan untuk mendapatkan nilai yang tinggi di sekolah atau uang saku ekstra untuk membeli barang-barang konsumtif. Khusus dalam situasi gawat darurat, anak-anak dilacurkan oleh orang-orang dewasa yang tak bermoral demi mendapatkan kebutuhan-kebutuhan dasar atau uang untuk membeli kebutuhan-kebutuhan tersebut atau agar mereka dapat melewati daerah perbatasan atau masuk ke dalam daerah-daerah yang aman atau daerah-daerah terlarang.

Pornografi anak berarti pertunjukan apapun atau dengan cara apa saja yang melibatkan anak di dalam aktivitas seksual yang nyata atau eksplisit atau yang menampilkan bagian tubuh anak demi tujuan-tujuan seksual. Ciri-ciri utama pornografi anak adalah bahwa pornografi anak dibuat untuk mendapatkan kepuasan seksual. Yang termasuk pornografi anak adalah foto, negatif film, slide, majalah, buku, gambar, rekaman, film, kaset video, USB atau file komputer dan foto-foto atau video yang disimpan dalam telepon genggam.

Trafficking adalah perekrutan, pemindahan, pengiriman, atau penerimaan anak- anak (dan orang dewasa) untuk tujuan eksploitasi. Anak-anak yang diperdagangkan dengan izin dari keluarga mereka dan kadang-kadang mereka ditipu, dipaksa atau diculik. Tapi sama dengan semua bentuk kekerasan seksual dan eksploitasi seksual, persoalan tentang pemberian izin dari anak merupakan sesuatu yang tidak relevan.

(28)

Pariwisata Seks Anak (PSA) merupakan ESKA yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan yang melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, baik di negara lain maupun di dalam wilayah yang berbeda di negaranya sendiri, dan di tempat tersebut mereka melakukan hubungan seks dengan anak-anak. Para wisatawan seks anak secara khusus memiliki pilihan untuk menjadikan anak-anak sebagai pasangan seks mereka atau mereka mungkin hanya sekedar memanfaatkan sebuah situasi dimana seorang anak memang tersedia untuk mereka untuk melakukan eksploitasi seksual.

2.1.3 Klasifikasi Pekerja Seks Komersial

Berdasarkan modus operasinya, pekerja seks komersial dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Terorganisasi

Mereka yang terorganisasi dengan adanya pimpinan, pengelola atau mucikari, dan para pekerjanya mengikuti aturan yang mereka tetapkan. Dalam kelompok ini adalah mereka yang bekerja di lokalisasi, panti pijat, salon kecantikan.

b. Tidak Terorganisasi

Mereka yang beroperasi secara tidak tetap, serta tidak terorganisasi secara jelas.

Misalnya pekerja seks di jalanan, kelab malam, diskotik (Subadara, 2007:135).

Tingkatan-tingkatan pada kalangan PSK dalam operasionalnya:

a. Segmen kelas rendah

Dimana PSK tidak terorganisir, tarif pelayanan seks terendah yang ditawarkan, dan biaya beroperasi di kawasan kumuh seperti halnya pasar, kuburan, taman- taman kota dan tempat lain yang sulit dijangkau, bahkan kadang-kadang berbahaya untuk dapat berhubungan dengan para PSK tersebut.

(29)

b. Segmen kelas menengah

Dimana dalam hal tarif sudah lebih tinggi dan beberapa menetapkan tariff harga pelayanan yang berlipat ganda jika dibawa keluar untuk di booking semalaman.

c. Segmen kelas atas

Pelanggan ini kebanyakan dari masyarakat dengan penghasilan yang relatif tingggi yang menggunakan night club sebagai ajang pertama untuk mengencani wanita panggilan atau menggunakan kontak khusus hanya untuk menerima pelanggan tersebut.

d. Segmen kelas tertinggi

Kebanyakan mereka dari kalangan artis televisi dan film serta wanita model.

Super germo yang mengorganisasikan perdagangan wanita kelas atas ini (Bachtiar, 2008:89). Pekerja seks komersial di Indonesia paling mudah terlihat di kompleks rumah bordil resmi (lokalisasi). Kendati demikian, manifestasi kerja seks komersial ini tidak hanya dapat ditemui di tempat ini, karena industri seks juga beroperasi di sejumlah lokasi dan konstelasi yang jumlahnya terus bertambah, yaitu rumah bordil, hotel, bar, rumah makan, gerai kudapan, bar karaoke, escort services, dan panti pijat. Lebih lanjut, aktivitas sektor seks termasuk semua jasa seksual yang ditawarkan secara komersial, bahkan ketika hal itu terjadi di lokasi yang tidak dirancang sebagai tempat untuk melakukan transaksi seks (Sulistyaningsih, 2002: 24). Karena itu berbagai pekerja seks tak langsung atau bahkan paruh waktu juga harus dimasukkan.

Berikut ini adalah uraian sekilas mengenai tipe kerja seks:

a. Kompleks rumah bordil resmi (lokalisasi): Tempat ini merupakan manifestasi yang paling formal dan sah menurut hukum di dalam sektor seks, yang terdiri dari sekumpulan tempat yang dikelola oleh pemilik atau manajer dan diawasi oleh

(30)

pemerintah. Lokalisasi ini berbeda dengan rumah bordil yang cenderung bertempat di luar lokalisasi dan tidak diatur oleh pemerintah.

b. Kompleks hiburan: Ini adalah lokasi di mana layanan seks sering kali tersedia selain bentuk-bentuk hiburan lain. Dalam beberapa kasus, PSK beroperasi secara independen sementara dalam situasi lain layanan seksual tersedia melalui pihak manajemen tempat tersebut.

c. Wanita jalanan: Mereka ini adalah PSK yang menjajakan layanan seks di jalan atau di tempat terbuka, misalnya taman, stasiun kereta api, ddan sebagainya.

d. Penjual teh botol dan minuman ringan: Para gadis yang bekerja di kios makanan kecil sering kali juga masuk ke dalam sektor seks, meski dengan cara yang tidak terlalu terang-teranga n. Penghasilan dari kios minuman ini biasanya tidak cukup untuk membuat mereka dapat bertahan hidup, sehingga banyak yang memberikan layanan seks untuk memperoleh penghasilan tambahan. Layanan ini mulai dari memperbolehkan pelanggan meraba-raba dan mencium mereka sampai hubungan seksual yang penetrative. Dalam banyak kasus, penjual teh botol di bawah umur terikat dengan agen karena utang yang dibuat oleh orang tuanya dan mereka tidak akan mampu melunasi utang tanpa juga melakukan kerja seks.

e. Pelayan di tempat perhentian truk dan warung: Ada beberapa lokasi seperti kios yang menjajakan minuman keras atau warung di pinggir jalan, yang melayani sopir truk antarkota di mana mungkin tersedia perempuan dan gadis muda yang dapat dipandangi, diraba-raba dan diajak melakukan hubungan seks. Layanan in ditawarkan sebagai sampingan dari lain pekerjaan mereka sebagai pelayan.

f. Perempuan yang bekerja di perusahaan (yaitu staf bidang hubungan masyarakat atau Humas): Diduga bahwa dalam konteks transaksi bisnis tertentu di Indonesia, staf perempuan mungkin diminta atau didorong untuk memberikan layanan seks sebagai

(31)

bagian dari, atau untuk memuluskan jalan bagi penandatanganan kontrak dalam perusahaan komersial yang legal. Contohnya, menurut sebuah sumber, seorang agen properti atau real estate mungkin akan berusaha melicinkan penjualan atau penyewaan sebuah properti dengan menawarkan layanan seks karena sang agen perempuan ini akan memperoleh komisi dari transaksi penjualan/penyewaan ini. Sumber lain juga mengungkapkan bahwa staf pemasaran dalam sektor jasa menggunakan teknik serupa dalam rangka menutup suatu transkasi bisnis. Sekali lagi, keuntungan diraih melalui perolehan komisi dari transaksi bisnis tersebut.

g. Sekretaris plus: Ini adalah layanan untuk eksekutif asing yang bekerja di Jakarta. Jasa yang diberikan seorang sekretaris profesional adalah penanganan urusan administrasi juga pemberian layanan seks kepada sang klien. Bayaran untuk pengaturan semacam ini adalah 3 juta rupiah per hari untuk minimum satu minggu dengan 60% bayaran masuk ke kantong karyawan bersangkutan. Syaratnya, perempuan tersebut harus fasih berbahasa Inggris, bergelar sarjana dan mempunyai penampilan fisik yang menarik.

h. Istri kontrakan: Perempuan setempat tidak jarang hidup dengan, dan menikmati dukungan finansial lelaki asing yang dikontrak untuk bekerja dalam jangka pendek di Indonesia. Biasanya kontrak tersebut berlaku hingga tiga tahun lamanya.

i. Panti pijat: Layanan pijat dapat juga menyediakan berbagai layanan seks. Praktik ini merupakan sesuatu yang lazim dan ditemukan di begitu banyak tempat di seluruh Indonesia, termasuk hotel dan spa kelas atas.

j. Model dan aktris film: Beberapa model dan aktris menambah penghasilan mereka dengan jalan juga bekerja sebagai gadis panggilan. Acap bertiup rumor bahwa di kalangan model dan aktris top Indonesia hal ini sudah biasa dilakukan, meski sulit dikatakan sampai sejauh mana kebenarannya.

(32)

k. Resepsionis hotel: NGO Hotline Surabaya memberitahu tentang beberapa hotel dimana perempuan yang bekerja di meja penerimaan tamu (front desk reception) dapat memberikan layanan seks jika ada tamu yang meminta.

l. Anak jalanan, pedagang keliling dan pedagang kaki lima: Menurut sebuah survei mengenai perilaku yang berisiko PMS/HIV yang dilaksanakan di Kuta, Bali, ada sejumlah anak lelaki dan perempuan (umur 12-17 tahun) yang bekerja sebagai pekerja seks tidak resmi. Mereka melayanani berbagai macam klien, termasuk wisatawan dalam negeri dan asing yang mengunjungi pulau itu. Selain itu, sebagian anak jalanan lebih muda yang bekerja sebagai pengemis, penjual gelang dan pencopet ditekan untuk berhubungan seks dengan lelaki asing (Sulistyaningsih, 2002: 39).

Pekerja seks di lokalisasi/rumah pelacuran (brothel). Sistem kerja ini merupakan area yang paling mudah diamati karena berbagai hal. Ia merupakan pekerjaan yang diakui oleh negara/pemerintah setempat karena dikenakan pajak atau retribusi daerah. Pekerja seks legal ini berada di bawah pengawasan dan aturan dinas sosial. Secara tempat, kawasan ini selalu dipisahkan dengan bentuk pembatasan yang jelas seperti tembok, pagar kawat, bahkan dipisahkan dari perkampungan masyarakat. Sistem kerja mereka pun sangat tertata dimana secara rutin tim kesehatan akan datang seminggu sekali, misalnya ke area lokalisasi untuk mengecek kesehatan para pekerja. Bentuk program kerja yang dijalankan oleh dinas sosial dan kesehatan dalam bentuk pemberian kondom cuma-cuma, pembuatan jadwal olahraga pagi dan sejenisnya.

2.1.4 Akibat-Akibat Pekerjaan Seks Komersial

Kartono (2009: 249) berpendapat mengenai akibat-akibat dari pekerjaan seks

(33)

a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit.

b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga.

c. Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan adoselensi.

d. Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika (ganja, morfin, heroin dan lain-lain).

e. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum, dan agama.

f. Adanya pengeksploitasian manusia satu oleh manusia lainnya.

g. Bisa menyebabkan disfungsi seksual, misalnya: impotensi, anorgasme, satiriasi, dan lain-lain.

Dengan kalimat yang sedikit berbeda Kumar (Koentjoro, 2004:41) menjelaskan bahwa persoalan yang memojokkan pelacur adalah bahwa pelacur seringkali dianggap membahayakan kepribadian seseorang, memperburuk kehidupan keluarga dan pernikahan, menyebarkan penyakit, dan mengakibatkan disorganisasi sosial. Parker (dalam Koentjoro, 2004: 42) mengemukakan pelacur acapkali disalahkan karena dianggap sebagai biang keretakan keluarga. Pelacur juga dimusuhi kaum agamawan dan dokter karena peran mereka dalam menurunkan derajat moral dan fisik kaum pria serta menjadi bibit perpecahan anak-anak dari keluarganya.

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Anak dibawah Umur Menjadi Pekerja Seks Komersial

Ada dua faktor dominan yang menjadi penyebab anak dibawah umur menjadi pekerja seks komersial. Yakni faktor internal (dalam diri anak) dan faktor eksternal (luar diri anak).

(34)

Berikut faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi perkerja seks komersial (Rosenberg,2003:24)

2.2.1 Faktor Internal

Faktor internal adalah datang dari diri anak, yang berkenaan dengan hasrat, rasa frustasi, kualitas konsep diri, dan sebagainya. Kondisi psikologis anak berperan penting yang menyebabkan anak terjebak dalam situasi prostitusi. Kegagalan-kegagalan dalam hidup individu karena tidak terpuaskan secara sosial dapat menimbulkan efek psikologis sehingga mengakibatkan situasi kritis pada diri anak tersebut. Dalam keadaan kritis ini akan timbul konflik batin, yang secara sadar atau tidak sadar anak akan mencari jalan keluar dari kesulitan-kesulitan yang dialaminya.

Dengan keadaan demikian, anak akan mudah terpengaruh apabila dalam keadaan jiwa yang labil, mengingat usia anak masih muda. Berbagai faktor internal secara psikologis yang menyebabkan anak terjebak dalam situasi prostitusi, antara lain moralitas yang tidak berkembang (tidak bisa membedakan baik buruk, benar salah, boleh tidak), kepribadian yang lemah dan mudah terpengaruh, dan tingkat pendidikan anak yang rendah.

Rasa penasaran menjadi pemicu anak terjebak dalam situasi prostitusi. Pada usia anak, keingintahuan anak begitu besar terhadap seks, apalagi jika teman-teman sepergaulannya mengatakan bahwa terasa nikmat, ditambah informasi yang tidak terbatas masuknya, juga iming-iming imbalan. Maka rasa penasaran tersebut mendorong anak untuk lebih jauh lagi melakukan berbagai percobaan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Pelampiasan diri, sebagai runtutan kegagalan psikologis positif yang tidak hanya datang dari dalam diri sendiri. Misalnya karena terlanjur berbuat, seorang remaja

(35)

perempuan biasanya berpendapat sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dari dirinya, maka dalam pikiriannya tersebut ia akan merasa putus asa dan mencari pelampiasan yang akan menjerumuskan anak dalam dunia prostitusi.

1. Gangguan Kepribadian

1.a Gangguan Cara Berpikir

Gangguan cara berpikir ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk, antara lain;

pandangan atau cara berpikir yang keliru atau menyimpang dari pandangan umum yang menjadi norma atau nilai-nilai hakiki dari apa yang dianggap benar oleh komunitasnya.

Membuat alasan-alasan yang dianggap benar menurut penalarannya sendiri guna membenarkan perilakunya yang menyalahi norma-norma yang berlaku. Dapat juga berupa pandangan-pandangan negatif atau selalu berpikir negatif dan pesimis. Dengan cara pandang dan cara berpikirnya yang keliru, biasanya individu yang mengalami cara berpikir distorsi ini akan menghalalkan segala tindakannya dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak wajar. Mengabaikan norma yang ada dan membenarkan dirinya atas perilakunya yang salah itu berlandaskan alasan-alasan yang dibuat-buat sekehendak hatinya. Prinsip asal ada alasan, maka tindakannya dapat dibenarkan.

1.b Gangguan Emosi

Adanya gangguan emosi, antara lain emosi labil, mudah marah, mudah sedih dan sering kali putus asa, ingin menuruti gejolak hati, maka kemampuan pengontrolan atau penguasaan dirinya akan terhambat. Gangguan emosi juga dapat terwujud melalui perasaan rendah diri, tidak mencintai diri sendiri mmaupun orang lain, tidak mengenal cinta kasih dan simpati, tidak dapat berempati, rasa kesepian dan merasa terbuang. Tidak jarang orang

(36)

yang mengalami gangguan emosi menjadi takut kehilangan teman walau tahu temannya memiliki niat jahat.

1.c Gangguan Kehendak dan Perilaku

Kehendak dan perilaku seseorang selain dipengaruhi oleh fungsi fisiologis fisik, juga dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan. Jadi, kalau pikiran dan emosinya sudah mengalami gangguan, maka dapat dipastikan perilaku atau keinginannya juga mengalami dampak dari gangguan pada pikiran dan emosinya, sikap dan perilakunya akan terpengaruhi dan biasanya dapat terjadi kehilangan kontrol, sehingga bertindak tidak terkendali atau bertindak sesuai dengan norma yang ada di dalam lingkungan.

2. Pengaruh Usia

Dengan mencapai usia mendekati masa remaja, maka kelenjar kelamin mulai menghasilkan hormon yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seksual anak yang meningkat pada usia remaja. Dalam akil baliqh ini banyak perubahan yang terjadi. Perubahan secara fisik jelas terlihat dari bertambah tinggi, besar badan, tanda-tanda kelamin sekunder seperti membesarnya payudara pada wanita dan tumbuhnya jakun pada pria. Di ikuti oleh perubahan emosi, minat, sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh perkembangan kejiwaan anak remaja itu. Pada saat-saat ini, remaja mengalami perasaan ketidakpastian, di satu sisi, merasa sudah bukan kanak-kanak lagi, akan tetapi belum mampu menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa karena memang masih sangat muda dan kurang pengalaman. Pada masa ini remaja lebih senang bergaul dengan teman- teman sebayanya, ingin jadi anak gaul yang di terima di dalam lingkungannya dan mulai mencari identitas dirinya. Ingin nge-tren dan mendapat pengakuan dari lingkungannya. Rasa ingin tahu besar, dan suka coba-coba hal baru, kurang mengerti resiko disebabkan

(37)

kurangnya pengalaman dan penalaran. Dalam keadaan demikian, biasanya remaja mudah terjebak ke dalam kenakalan remaja dan dunia prostitusi.

3. Pandangan atau Keyakinan yang Keliru

Banyak remaja yang mempunyai keyakinan yang keliru dan menganggap enteng akan hal-hal yang membahayakan, sehingga mengabaikan pendapat orang lain, mengganggap dirinya pasti dapat mengatasi bahaya itu, atau merasa yakin bahwa pendapatnya sendirilah yang benar, akibatnya mereka dapat terjerumus ke dalam tindakan kenakalan remaja dan dunia prostitusi.

4. Religiusitas yang Rendah

Anak yang bertumbuh dan kembang di dalam keluarga yang religiusitasnya rendah, bahkan tidak pernah mendapat pengajaran dan pengertian mengenai Tuhan-nya secara benar maka biasanya memiliki kecerdasan spiritual yang rendah. Dengan demikian tidak ada patokan akan nilai-nilai yang dianutnya untuk bertindak, sehingga berperilaku sesuka hatinya, tidak tahu masalah yang baik dan buruk dan tidak takut akan berbuat dosa.

2.2.2 Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah penyebab yang datang bukan secara langsung dari dalam diri anak, melainkan karena ada faktor luar yang mempengaruhinya untuk melakukan hal yang demikian. Faktor eksternal ini bisa berbentuk desakan kondisi ekonomi, pendidikan yang rendah, pengaruh lingkungan, kegagalan kehidupan keluarga, dan kegagalan percintaan.

Berikut faktor-faktor eksternal yang menyebabkan anak menjadi pekerja seks komersial:

1. Ekonomi

(38)

Kebutuhan yang semakin lama semakin mendesak bisa saja membuat seseorang melakukan hal yang nekat, oleh sebab itu seorang anak terjebak dalam prostitusi dikarenakan adanya tekanan ekonomi. Yaitu kemiskinan yang dirasakan secara terus menerus dan adanya kesenjangan penumpukan kekayaan pada golongan atas dan terjadinya kemelaratan pada golongan bawah.

Penduduk yang miskin mungkin akan lebih rentan terhadap perdagangan, tidak hanya karena lebih sedikitnya pilihan yang tersedia untuk mencari nafkah, tetapi juga karena memegang kekuasaan sosial yang lebih kecil. Sehingga mereka tidak mempunyai terlalu banyak akses untuk memperoleh bantuan dan ganti rugi.

Sebuah studi mengenai perdagangan manusia di 41 negara menunjukkan bahwa keinginan seseorang untuk memperbaiki status ekonominya dan kurangnya kesempatan untuk mewujudkan hal itu di tempat asalnya merupakan satu dari sejumlah alasan utama mengapa perempuan memilih untuk bermigrasi untuk memperoleh pekerjaan (Wijers dan Lap-Chew, 1999: 61).

Meskipun demikian, sebuah pengkajian mengenai kondisi ekonomi di Indonesia juga memperlihatkan bahwa meski beberapa massyarakat daerah pengirim terbesar memiliki rata-rata penghasilan yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata nasional, sejumlah masyarakat daerah pengirim besar lainnya memiliki media penghasilan yang relatif tinggi. Sehingga jelas bahwa kemiskinan bukan satu-satunya faktor yang mempunyai andil dalam menciptakan kerentanan terhadap prostitusi.

Tetapi keinginan untuk menikmati penghasilan yang lebih tinggilah yang mendorong orang memasuki siklus migrasi, menghadapi resiko diperdagangkan. Dengan status sosial mereka yang lebih rendah, penduduk miskin juga mempunyai kekuatan yang

(39)

lebih sedikit untuk menyuarakan keluhannya, atau untuk mendapatkan bantuan dari pihak yang berwenang.

2. Gaya Hidup

Gaya hidup adalah cara seseorang dalam menjalani dan melakukan dengan berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pergeseran norma selalu terjadi di mana saja apalagi dalam tatanan masyarakat yang dinamis. Norma kehidupan, norma sosial, bahkan norma hukum seringkali diabaikan demi mencapai sesuatu tujuan (Gunarsa, 2003:20). Kecenderungan melacurkan diri pada banyak anak untuk menghindari kesulitan hidup. Selain itu untuk menambah kesenangan melalui jalan pintas. Menjadi pekerja seks komersial dapat terjadi karena dorongan hebat untuk memiliki sesuatu. Jalan cepat yang selintas terlihat menjanjikan untuk memenuhi sesuatu yang ingin di miliki.

Gaya hidup yang cenderung mewah juga dengan mudah ditemui pada diri pekerja seks. Ada kebanggaan tersendiri ketika menjadi orang kaya, padahal uang tersebut diketahui diperoleh dari mencari penghasilan sebagai seorang pekerja seks. Gaya hidup menyebabkan makin menyusutnya rasa malu dan semakin jauhnya norma-norma dari orang-orang yang terlibat dalam praktek prostitusi. Pergeseran sudut pandang mengenai nilai-nilai budaya yang seharusnya di anut telah membuat gaya hidup mewah dipandang sebagai gaya hidup yang harus dimiliki.

c. Keluarga yang tidak mampu

Keluarga adalah unit sosial paling kecil dalam masyarakat yang peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal perkembangannya yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya. Masalah yang sering terjadi dalam keluarga adalah masalah ekonomi. Dimana ketidak mampuan dalam memenuhi

(40)

kebutuhan didalam keluarga, sehingga kondisi ini memaksa para orang tua dari kelurga miskin memperkerjakan anaknya sebagai pekerja seks. Pada dasarnya tidak ada orang tua yang mau membebani anaknya untuk bekerja namun karena ketidakmampuan dan karena faktor kemiskinan, sehingga tidak ada pilihan lain mempekerjakan anak menjadi pekerja seks, untuk pemenuhan tuntutan kebutuhan sehari-hari yang tidak dapat ditoleransi (Agus, 2005:57).

Pelacuran erat hubungannya dengan masalah sosial. Pasalnya kemiskinan sering memaksa orang bisa berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidup termasuk melacurkan diri ke lingkaran prostitusi. Hal ini biasanya dialami oleh perempuan- perempuan kalangan menengah kebawah.

4. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan semua yang ada di lingkungan dan terlibat dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktifitasnya. Lingkungan tersebut meliputi lingkungan fisik, lingkungan psikososial, lingkungan biologis dan lingkungan budaya. Lingkungan psikososial meliputi keluarga, kelompok, komuniti dan masyarakat. Lingkungan dengan berbagai ciri khusunya memegang peranan besar terhadap munculnya corak dan gambaran kepribadian pada anak. Apalagi kalau tidak didukung oleh kemantapan dari kepribadian dasar yang terbentuk dalam keluarga, sehingga penyimpangan prilaku yang tidak baik dapat terhindari. Dimana salah satu faktor lingkungan adalah :

a. Seks Bebas

Pada dasarnya kebebasan berhubungan seks antara laki-laki dan wanita sudah ada sejak dahulu, bahkan lingkungan tempat tinggal tidak ada aturan yang melarang siapapun untuk berhubungan dengan pasangan yang diinginkannya (Mudjijono, 2005:89). Lingkungan pergaulan adalah sesuatu kebutuhan dalam pengembangan diri

(41)

untuk hidup bermasyarakat, sehingga diharapkan terpengaruh oleh hal-hal yang baik dalam pergaulan sehari-hari. Mode pergaulan diantara laki-laki dengan perempuan yang semakin bebas tidak bisa lagi membedakan antara yang seharusnya boleh dikerjakan dengan yang dilarang. Di beberapa kalangan remaja ada yang beranggapan kebebasan hubungan badan antara laki-laki dan perempuan merupakan sesuatu yang wajar. Beberapa wanita menjadi PSK tidak semata karena tuntutan ekonomi tetapi juga akibat kekecewaan oleh laki-laki. Dimana kesuciannya telah terenggut dan akhirnya merasa kepalang tanggung sudah tidak suci lagi dan akhirnya memutuskan untuk menjadi PSK.

b. Turunan

Turunan adalah generasi penerus atau sesuatu yang turun-temurun. Tidak dapat disangkal bahwa keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar berinteraksi sosial. Melalui keluarga anak belajar berespons terhadap masyarakat dan beradaptasi ditengah kehidupan yang lebih besar kelak. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang mempengaruhi perkembangan orang yang ada didalamnya. Adakalanya melalui tindakan-tindakan, perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya dilakukan. Orang tua atau saudara bersikap atau bertindak sebagai patokan, contoh, model agar ditiru. Berdasarkan hal-hal diatas orang tua jelas berperan besar dalam perkembangan anak, jadi gambaran kepribadian dan prilaku banyak ditentukan oleh keadaan yang ada dan terjadi sebelumnya (Gunarsa, 2000:201). Seorang anak yang setiap saat melihat ibunya melakukan pekerjaan itu, sehingga dengan tidak merasa bersalah itupula akhirnya ia mengikuti jejak ibunya. Ibu merupakan contoh bagi anak.

c. Broken Home

(42)

Keluarga adalah sumber kepribadian seseorang, didalam keluarga dapat ditemukan berbagai elemen dasar yang membentuk kepribadian seseorang. Lingkungan keluarga dan orang tua sangat berperan besar dalam perkembangan kepribadian anak. Orang tua menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang. Lingkungan rumah khususnya orang tua menjadi sangat penting sebagai tempat tumbuh dan kembang lebih lanjut. Perilaku negatif dengan berbagai coraknya adalah akibat dari suasana dan perlakuan negatif yang di alami dalam keluarga. Hubungan antara pribadi dalam keluarga yang meliputi hubungan antar orang tua, saudara menjadi faktor yang penting munculnya prilaku yang tidak baik.

Dari paparan beberapa fakta kasus anak yang menjadi korban perceraian orang tuanya, menjadi anak-anak broken home yang cenderung berprilaku negatif seperti menjadi pecandu narkoba atau terjerumus seks bebas dan menjadi PSK.

Anak yang berasal dari keluarga broken home lebih memilih meninggalkan keluarga dan hidup sendiri sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sering mengambil keputusan untuk berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial, dan banyak juga dari mereka yang nekat menjadi pekerja seks karena frustasi setelah harapannya untuk mendapatkan kasih sayang dikeluarganya tidak terpenuhi.

4. Teman Sebaya

Kelompok bermain atau yang sering disebut teman sebaya (peer groups) memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak. Teman sebaya berfungsi memberikan informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Sebagai contoh, dalam sebuah studi, hubungan teman sebaya yang buruk pada masa kanak- kanak berhubungan dengan di keluarkannya si anak dari sekolah dan perilaku buruk

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Bahasa Inggris dan Bahasa Asing Lainnya 352 B3. Muatan Peminatan

Selamat siang in English is .....

Dengan adanya simulasi pemodelan seperti ini banjir dapat di analisa dan dapat memprediksi banjir tahunan yang sering terjadi akibat curah hujan yang sangat tinggi dan

The English teacher assumed that thematic progression patterns as writing strategy could enhance students’ motivation in hortatory exposition text. It helped students

Selain untuk meningkatkan kapasitas perseroan, dana hasil IPO juga akan digunakan untuk memperkuat modal kerja perseroan dan mendukung kegiatan operasional

Sedianingsih, Mustikawati, Teori dan Praktik Administrasi Kesekretariatan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010. Sukoco, Badri, Munir, Manajemen Administrasi Perkantoran

Tahap kedua, perusahaan akan melakukan pembelian saham dengan cara penjualan, pengalihan dan pemindahtanganan sebagian saham-saham milik para pemegang saham dalam RKI

The aim of this research were to know if peer tutoring strategy effective in teaching writing at the tenth grade of SMAN 1 Lemahabang and if there any positive responses from