xv
xvi
LAMPIRAN B: KUESIONER PERSEPSI KONSUMEN
TERHADAP JAMU IBOE
xix 1: Sangat tidak setuju
xxi
TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN PERRY
ANGGLISHARTONO
Penulis: Selamat pagi, saya Lauren mahasiswa dari DKV UMN. Saya menginformasikan jika wawancara ini saya rekam via Zoom. Boleh saya mulai wawancaranya?
Narsum: Ya, selamat pagi. Silahkan.
Penulis: Ada beberapa hal yang ingin saya tanya. Inti pertanyaannya seputar STP perusahaan, apa yang menajdi target perusahaan kedepannya, dan keunggulan produk dari kompetitor. Nantinya mungkin akan ada pertanyaan yang berkembang dari pertanyaan-pertanyaan tadi. Boleh disebutkan dulu untuk STP perusahaan? Narsum: Ya, untuk STP biasanya diterapkan di produk. Tapi kalau kamu bertanya STP perusahaan tergantung dari benchmark karena per kategori produk berbeda-beda. Karena ada produk yang tradisional, modern, dan untuk anak muda. Kalau berdasarkan STP perusahaan kita menyasar kalangan 15 tahun keatas, SES A-C, dan SMA keatas karena kita mau orang yang menjadi target kita lebih punya edukasi. Kalau untuk pekerjaan, karyawan atau wiraswasta yang tidak asing dengan jamu. Jadi bukan orang yang tidak tahu sama sekali tentang jamu. Mungkin saja dia tahu tapi belum tentu dia mengkonsumsi. Orang yang memilih produk herbal atau jamu untuk menjaga kesehatan dirinya dan keluarga. Positioningnya, kita ingin dipersepsi oleh konsumen bahwa kita adalah produsen jamu yang berkualitas dan berpengalaman lebih dari 1 abad. Positioning itu kita perkuat dengan tagline “Pilihan Tepat untuk Sehat sejak 1910”.
Penulis: Baik, pertanyaan berikutnya adalah apa yang menjadi target perusahaan kedepannya? Misalkan ingin memfokuskan segmentasi di kalangan anak muda atau memperbesar pendistribusian produk mungkin.
Narsum: Beberapa tahun ini kita mempunyai projek besar yakni regenerasi konsumen. Untuk regenerasi konsumen berarti kita harus mempunyai produk yang sesuai dengan target konsumen yang baru yakni anak muda. Kita juga
xxii
mengubah cara berkomunikasi dan tempat penjualan. Tapi, bukan berarti kita meninggalkan produk-produk lama. Jamu tradisional masih ada dan kontribusinya masih cukup besar. Jadi kita juga punya kategori jamu modern. Produk yang modern itu adalah kapsul ekstrak dalam botol; outletnya adalah apotek, toko obat, chain store, outlet yang lebih modern lah pokoknya. Lalu mengenai regenerasi konsumen, kami mulai berpikir bahwa jamu ini dipersepsi sebagai produk yang “lebih serius”. Jika hanya orang yang mau menjaga kesehatan atau sudah punya penyakit baru minum jamu, maka jamu pasarnya tidak akan besar. Jika segmentasinya hanya gen x dan baby boomers maka pasarnya tidak akan besar. Makanya kita mencoba untuk meregenerasi konsumen supaya bisa masuk ke generasi yang lebih muda, generasi milenial. Kita punya produk yang bernama Iboe Natural Drinks. Dengan launching produk baru kita bisa masuk ke supermarket dan minimarket menjadi seperti produk consumer goods. Tapi kita menggunakan izin dari BPOM sehingga kita bisa mengklaim khasiat dari minuman ini. Itu adalah upaya kita untuk meregenerasi konsumen supaya konsumen bisa menerima jamu sebagai gaya hidup sehat. Selain produk kita juga membuat café Iboe Griya Herbal dan booth kecil bernama Iboe Herbal Bar biasa ada di mall. Mungkin di Jakarta masih agak jarang tapi di Surabaya dan Medan sudah bisa pesan lewat aplikasi.
Penulis: Berarti bisa dibilang pasar di Jakarta dibawah Surabaya?
Narsum: Jauh. Kontribusi Jawa Timur masih paling besar. Setelah itu baru Jawa Tengah dan Jakarta. Jadi memang bisnis jamu ini ada uniknya karena dia ada unsur localize. Jadi jamu-jamu Jawa Tengah juga akan kesulitan masuk ke Jawa Timur dan sebaliknya karena masalah taste. Jadi jamu dari Jawa Timur cenderung lebih pahit dibandingkan jamu dari Jawa Tengah.
Penulis: Jadi salah satu tantangannya itu susah masuk ke daerah lain ya, pak? Karena jamu itu masih sangat bersifat kedaerahan?
Narsum: Untuk jamu tradisional. Makanya kenapa kita membuat jamu yang modern sehingga bisa diterima di apotek dan diterima di mana saja. Karena
xxiii
setelah menjadi kapsul tidak ada rasanya. Tapi memang kita masih prioritas di Jawa kalau untuk produk-produk modern. Kita belum merambah ke luar pulau. Luar pulau hanya lewat agen saja.
Penulis: Berarti distribusi produknya masih sebatas mana saja?
Narsum: Jawa, Bali, Madura. Selain itu masih sebatas agen distributor saja.
Penulis: Tadi bapak sempat menyebut kalau akan regenerasi konsumen. Sejauh ini upaya apa saja yang telah dilakukan? Selain membuat produk baru.
Narsum: Yang pertama membuat produk, yang kedua kita punya counter yang tempat anak muda sering berkumpul. Seperti mall dan café, nah kita buka booth disitu. Namanya Iboe Herbal Bar, sekarang kita punya 30 sekian outlet. Kita juga aktif di media sosial Instagram, Facebook, TikTok, kita juga membuat challenge di sana. Kita juga aktif diundang sebagai pembicara kampus Surabaya-Malang biasanya. Kita bicara tentang regenerasi konsumen, family business, dari produk kolonial menjadi produk milenial. Kita juga menjadi pemateri untuk duta-duta wisata.
Penulis: Lanjut ke pertanyaan berikutnya, apakah ada kompetitor jamu lainnya yang dikagumi?
Narsum: Pasti ada, Sidomuncul yang terbesar di Indonesia. Mereka juga berhasil menembus pasar internasional. Dia juga salah satu produsen jamu yang sudah Tbk. Menurut saya itu adalah sesuatu yang menarik. Kalau tidak salah sekarang sudah generasi ke-3.
Penulis: Berarti lebih tua Jamu Iboe daripada Sidomuncul?
Narsum: Iya. Jamu yang sudah berusia 100 tahun di Indonesia ini tidak banyak. Kalau dulu ada 3 sekarang tinggal 2. Kalau kamu tahu dulu tahun 2017 sempet ada berita Nyonya Meneer pailit. Itu sayang sekali karena itu merupakan sebuah pukulan untuk industri jamu. Tantangan untuk jamu sendiri di Indonesia itu ada 4. Yang pertama adalah persepsi, kedua adalah regenerasi, sosialisasi, dan regulasi.
xxiv Penulis: boleh dijelaskan lebih lanjut pak?
Narsum: Jadi seperti yang saya tadi bilang, jamu itu masih dipersepsi di kalangan milenial sebagai jamu yang pahit, kuno, produk nenek moyang, dan sebagainya. Karena persepsi yang cenderung negatif, akhirnya regenerasi tidak berjalan. Jadi regenerasi dari konsumen, outlet yang menjual, maupun regenerasi dari industri jamu itu sendiri. Banyak pabrik jamu besar yang sudah beralih kepemilikan atau sudah tutup. Kalau regenerasi konsumen tidak berjalan akhirnya outlet juga malas menjual karena tidak ada yang membeli. Tidak ada pembeli, industri pun juga enggan meneruskan. Untuk sosialisasi akhir-akhir ini sudah bagus karena pemerintah juga ikut membantu. Bahkan di-endorse sendiri oleh Pak Jokowi kalau dia minum jamu.
Menurut saya di masa pandemi ini tantangan sosialisasi sudah tidak ada. Dan ini juga mulai memperbaiki persepsi milenial terhadap jamu. Saat ini minuman Iboe Natural Drinks mengalami peningkatan yang luar biasa terutama di online dan kebanyakan yang beli anak muda. Regulasi juga menjadi lebih ringan di masa pandemi karena dari BPOM sendiri ada kebijakan tertentu untuk prduk-produk yang klaimnya tentang daya tahan tubuh. Jadi ada kemudahan-kemudahan yang diberikan. Sebelumnya kalau kita mau membuat produk jamu, kita harus mendaftarkannya ke BPOM dan tiap 5 tahun sekali diperbaharui. Akan di cek klaimnya sesuai atau tidak. Lalu ada kata-kata yang bombastis atau tidak. Itu nggak boleh. Kita juga tidak menggangap kompetitor sebagai pesaing melainkan sesama pejuang jamu.
Penulis: Baik pak, untuk pertanyaan lainnya sebagai sebuah brand maka ada satu hal yang “diimani” oleh seluruh karyawan dalam perusahaan tersebut. Apakah hal itu?
Narsum: Kita selalu menekankan bahwa bisnis kita ini adalah bisnis menolong orang. Itu dimulai dari founder dan dipelihara hingga sekarang. Jadi memang harus berbuat yang terbaik baik dari sisi produk maupun komunikasi. Jadi kita tidak bisa bohong, misalkan dari sisi komunikasi. Kita tidak membuat
klaim-xxv
klaim yang bombastis melainkan lebih edukatif. Terutama di masa pandemi ini komunikasi kita lebih kearah empati.
Penulis: Jika bapak bisa menggambarkan perusahaan bapak dalam single message, maka apa kalimatnya?
Narsum: Jadi kita coba kembali ke filosofi dari founder brand sebenarnya. Mengapa perusahaan ini diberi nama “Jamu Iboe” karena filosofi dari ibu itu sendiri. Ibu sebagai simbol penerus generasi. Lalu ibu itu selalu memperhatikan, menjaga kesehatan keluarga. Dan memang foundernya ada dua orang ibu, yang satunya ibu dan satunya anaknya. Tapi keduanya sudah sama-sama jadi ibu-ibu. Penulis: Tadi bapak menyebutkan target regenerasi konsumen adalah usia milenial, sedangkan usia milenial itu rentang usianya cukup jauh. Target milenial usia berapa yang lebih spesifiknya?
Narsum: Yang pasti kita maunya menjangkau semua milenial, tapi kita tidak mungkin bisa menyasar milenial yang usianya dibawah 20 tahun. Tapi itu sebenarnya juga mulai masuk ke sana karena kita juga mulai masuk di kampus. Booth kita, Herbal Bar itu masuk di beberapa kampus di Surabaya. Lalu kita juga masuk di tempat wisata. Kita ingin jamu bisa masuk ke lifestyle. Salah satu analoginya adalah kopi. Kalau saya minum kopi waktu saya masih muda saya tidak bisa diterima. Tapi kalau anak muda sekarang minum kopi itu keren karena kopi sudah bisa masuk ke lifestyle.
Penulis: Baik pak terimakasih banyak atas jawabannya yang lengkap. Saat ini saya akan meng-screenshot videonya agar menjadi bukti.
Narsum: Ya silahkan.
xxvi