• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG USAHA DIVERSIFIKASI PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG USAHA DIVERSIFIKASI PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

www.sulsel.litbang.deptan.go.id

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG USAHA DIVERSIFIKASI

PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG

Rakhmat, dkk

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ketahanan pangan (food security) menjadi focus perhatian pemerintah saat ini. Berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan disebutkan bahwa “ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau”. Atas dasar hal itu, maka terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga merupakan tujuan sekaligus sebagai sasaran dari ketahanan pangan di Indonesia (Saliem, 2011).

Presiden RI pada acara Konferensi Dewan Ketahanan Pangan bulan Oktober 2010 di Jakarta juga mengemukakan bahwa ketahanan dan kemandirian pangan nasional harus dimulai dari rumah tangga. Terkait dengan hal tersebut, pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembangan pangan rumah tangga merupakan salah satu alternatif untuk mewujudkan kemandirian pangan rumah tangga.

Luas lahan pekarangan secara nasional sekitar 10,3 juta ha atau 14% dari keseluruhan luas lahan pertanian. Lahan pekarangan tersebut merupakan sumber potensial penyedia berbagai jenis bahan (diversifikasi) pangan yang bernilai gizi dan memiliki nilai ekonomi tinggi jika dikelola dengan inovatif. Lahan tersebut sebagian besar masih belum dimanfaatkan sebagai areal pertanaman aneka komoditas pertanian, khususnya komoditas pangan. Perhatian masyarakat terhadap pemanfaatan lahan pekarangan relatif masih kurang, sehingga pengembangan berbagai inovasi yang terkait dengan lahan pekarangan belum banyak dilakukan.

Di Sulawesi Selatan, pemanfatan lahan pekarangan masih didominansi tanaman hias, terutama di daerah perkotaan yang sudah mengerti nilai estetika.

(2)

1 Dengan inovasi kreatifitas, lahan pekarangan dapat ditata sedemikian rupa sehingga jenis tanaman apapun bisa memiliki nilai estetika sama dengan tanaman hias dan memiliki multi fungsi sebagai bahan pemenuhan kebutuhan gizi serta sumber pendapatan keluarga. Pemanfaatan lahan pekarangan dengan jenis tanaman: pangan, hortikultura, obat-obatan, ternak, ikan dan lainnya, selain dapat memenuhi kebutuhan keluarga sendiri, juga berpeluang memperbanyak sumber penghasilan rumah tangga, apabila dirancang dan direncanakan dengan baik.

Kementerian Pertanian telah menyusun suatu konsep yang disebut dengan “Kawasan Rumah Pangan Lestari” (KRPL), yang dibangun dari kumpulan Rumah Pangan Lestari (RPL). Masing-masing RPL diharapkan memenuhi prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, menghemat pengeluaran, dan meningkatkan pendapatan, serta pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan melalui partisipasi masyarakat.

Dalam kontek substansi di atas, Badan Litbang Pertanian melalui 65 Unit Kerja (UK) dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia siap mendukung upaya optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan melalui dukungan inovasi teknologi dan bimbingan teknis. Komitmen pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam mewujudkan kemandirian pangan tersebut perlu diaktualisasikan dalam bentuk menggerakkan lagi budaya menanam di lahan pekarangan, baik di perkotaan maupun di perdesaan.

BPTP Sulawesi Selatan sebagai Unit Kerja Badan Litbang Pertanian telah dan siap berperan aktif dalam pengembangan KRPL di wilayah Sulawesi Selatan.

Bentuk dukungan yang akan dilakukan antara lain: (a) Penyusunan Juklak dan Juknis KRPL; (b) Koordinasi dan sosialisasi kegiatan KRPL; (c) Pelaksanaan kegiatan KRPL yang akan berlangsung di 15 kabupaten, dan (d) Upaya pengembangan KRPL di lokasi Lain.

1.2. Tujuan

Pengembangan Model KRPL bertujuan:

1. Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari;

(3)

2 2. Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran, dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos;

3. Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfatan pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan; dan

4. Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkat kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri.

1.3. Keluaran

1. Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari;

2. Meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran, dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos;

3. Berkembangnya sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan dan terlaksananya pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan; dan

4. Berkembangnya kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkat kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri.

1.4. Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai dari Model KRPL ini adalah berkembangnya kemampuan keluarga dan masyarakat secara ekonomi dan sosial dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari, menuju keluarga dan masyarakat yang sejahtera (Kementerian Pertanian, 2011).

(4)

3 1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak

Manfaat

- Termanfaatkannya lahan pekarangan untuk budidaya tanaman pangan, hortikultura, toga, pemeliharaan ternak, ikan, dan berkembangnya usaha pengolahan hasil dan pengolahan limbah tanaman dan limbah rumah tangga menjadi kompos skala rumah tangga, sebagai sumber pendapatan keluarga.

- Terciptanya lingkungan hijau dan bersih secara berkelanjutan.

Dampak

Usaha pertanian tanpa limbah, pengelolaan dan pemeliharaan sumberdaya genetik/plasma nutfah lokal oleh masyarakat setempat (bermacam- macam ubi, talas, buah langka, sayuran indigenous, kacang-kacangan, tanaman obat, dll).

(5)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

Ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu global selama dua dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang No 7 tahun 1996 tentang Pangan disebutkan bahwa “ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau”. Berdasar definisi tersebut, terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga merupakan tujuan sekaligus sebagai sasaran dari ketahanan pangan di Indonesia. Oleh karenanya pemantapan ketahanan pangan dapat dilakukan melalui pemantapan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga.

Namun demikian, disadari bahwa perwujudan ketahanan pangan perlu memperhatikan sistem hierarki mulai dari tingkat global, nasional, regional, wilayah, rumah tangga dan individu (Simatupang, 2006). Lebih jauh, Rachman dan Ariani (2007) menyebutkan bahwa tersedianya pangan yang cukup secara nasional maupun wilayah merupakan syarat keharusan dari terwujudnya ketahanan pangan nasional, namun itu saja tidak cukup, syarat kecukupan yang harus dipenuhi adalah terpenuhinya kebutuhan pangan di tingkat rumah tangga/individu. Berdasar pemikiran tersebut, adalah penting untuk mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga.

Pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami tanaman kebutuhan keluarga sudah dilakukan masyarakat sejak lama dan terus berlangsung hingga sekarang namun belum dirancang dengan baik dan sistematis pengembangannya terutama dalam menjaga kelestarian sumberdaya. Oleh karena itu, komitmen pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam mewujudkan kemandirian pangan melalui diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, dan konservasi tanaman pangan untuk masa depan perlu diaktualisasikan dalam menggerakkan kembali budaya menanam di lahan pekarangan, baik di perkotaan maupun di perdesaan.

Diversifikasi pangan sangat penting perannya dalam mewujudkan ketahanan pangan karena kualitas konsumsi pangan dilihat dari indikator skor

(6)

5 Pola Pangan Harapan (PPH) nasional masih rendah. Pada tahun 2009 baru mencapai 75,7 dan harus ditingkatkan terus untuk mencapai sasaran tahun 2014 PPH sebesar 95. Agar mampu menjaga keberlanjutannya, maka perludilakukan pembaruan rancangan pemanfaatan pekarangan dengan memperhatikan berbagai program yang telah berjalan seperti Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP), dan Gerakan Perempuan Optimalisasi Pekarangan (GPOP).

Kementerian Pertanian menginisiasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Rumah Pangan Lestari (RPL). RPL adalah rumah penduduk yang mengusahakan pekarangan secara intensif untuk dimanfaatkan dengan berbagai sumberdaya lokal secara bijaksana yang menjamin kesinambungan penyediaan bahan pangan rumah tangga yang berkualitas dan beragam. Apabila RPL dikembangkan dalam skala luas, berbasis dusun (kampung), desa, atau wilayah lain yang memungkinkan, penerapan prinsip Rumah Pangan Lestari (RPL) disebut Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Selain itu, KRPL juga mencakup upaya intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dan lainnya), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil. Untuk menjaga keberlanjutannya, pemanfaatan pekarangan dalam konsep Model KRPL dilengkapi dengan kelembagaan Kebun Bibit Desa, unit pengolahan serta pemasaran untuk penyelamatan hasil yang melimpah (Kementerian Pertanian, 2011).

Prinsip dasar KRPL adalah: (i) pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk ketahanan dan kemandirian pangan, (ii) diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, (iii) konservasi sumberdaya genetik pangan (tanaman, ternak, ikan), dan (iv) menjaga kelestariannya melalui kebun bibit desa menuju (v) peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Beberapa faktor lain yang mendukung keberlanjutan KRPL adalah ketersediaan benih/bibit, penanganan pascapanen dan pengolahan, dan pasar bagi produk yang dihasilkan. Untuk itu diperlukan penumbuhan dan penguatan kelembagaan KBD, pengolahan hasil, dan pemasaran. Selanjutnya, untuk mewujudkan kemandiriankawasan, maka dilakukan pengaturan pola dan rotasi tanaman termasuk sistem integrasi tanaman-ternak.

(7)

6 Untuk memenuhi Pola Pangan Harapan, diperlukan model diversifikasi yang dapat memenuhi kebutuhan kelompok pangan (padi-padian, aneka umbi, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan lainnya) bagi keluarga. Model ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi pendapatan dan kesejahteraan keluarga.

(8)

7 III. METODOLOGI

Lokasi, Koordinat dan Waktu

Kegiatan MKRPL di Sulawesi Selatan akan dilaksanakan di Desa Gattareng Kecamatan Mariorilau Kabupaten Soppeng. Waktu pelaksanaan mulai bulan Januari hingga Desember 2012.

Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

Untuk merencanakan dan melaksanakan pengembangan Model KRPL, dibutuhkan 9 (sembilan) tahapan kegiatan seperti telah dituangkan dalam Pedoman Umum Model KRLPL (Kementerian Pertanian, 2011), yaitu:

a. Persiapan

(1) Pengumpulan informasi awal tentang potensi kelompok sasaran, (2) pertemuan dengan dinas terkait untuk mencari kesepakatan dalam penentuan calon kelompok sasaran dan lokasi, (3) koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Dinas Terkait lainnya di Kabupaten Luwu Timur, dan (4) memilih pendamping yang menguasai teknik pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

b. Pembentukan Kelompok

Kelompok sasaran adalah rumahtangga atau kelompok rumahtangga (25 rumah tangga) dalam satu Rukun Tetangga, Rukun Warga atau satu dusun/kampung. Pendekatan yang digunakan adalah partisipatif, dengan melibatkan kelompok sasaran, tokoh masyarakat, dan perangkat desa. Kelompok dibentuk dari, oleh, dan untuk kepentingan para anggota kelompok itu sendiri.

Dengan cara berkelompok akan tumbuh kekuatan gerak dari para anggota dengan prinsip keserasian, kebersamaan dan kepemimpinan dari mereka sendiri.

c. Sosialisasi

Menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan dan membuat kesepakatan awal untuk rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. Kegiatan sosialisasi

(9)

8 dilakukan terhadap kelompok sasaran dan pemuka masyarakat serta petugas pelaksana instansi terkait.

d. Penguatan Kelembagaan Kelompok

Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kelompok yakni:

(1) mampu mengambil keputusan bersama melalui musyawarah; (2) mampu menaati keputusan yang telah ditetapkan bersama; (3) mampu memperoleh dan memanfaatkan informasi; (4) mampu untuk bekerjasama dalam kelompok (sifat kegotong-royongan); dan (5) mampu untuk bekerjasama dengan aparat maupun dengan kelompok masyarakat lainnya.

e. Perencanaan Kegiatan

Melakukan perencanaan/rancang bangun pemanfaatan lahan pekarangan dengan menanam berbagai tanaman pangan, sayuran, buah dan obat keluarga (toga), ikan dan ternak, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian tanaman pangan untuk masa depan, kebun bibit desa (KBD), serta pengelolaan limbah rumah tangga. Selain itu dilakukan penyusunan rencana kerja untuk satu tahun. Kegiatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan kelompok dan dinas instansi terkait.

f. Pelatihan

Pelatihan dilakukan sebelum pelaksanaan di lapang. Jenis pelatihan yang dilakukan diantaranya: teknik budidaya tanaman pangan, buah, sayuran, dan toga, teknik budidaya ikan dan ternak, perbenihan dan pembibitan, pengolahan hasil dan pemasaran serta teknologi pengelolaan limbah rumah tangga. Jenis pelatihan lainnya adalah tentang penguatan kelembagaan.

g. Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh kelompok dengan pengawalan teknologi oleh Peneliti dan Penyuluh. Secara bertahap, dalam pelaksanaanya menuju pada pencapaian kemadirian pangan rumah tangga, diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, konservasi tanaman pangan untuk masa depan, pengelolaan kebun bibit desa, dan peningkatan kesejahteraan.

h. Pembiayaan

(10)

9 Bersumber dari APBN 2012 serta partisipasi masyarakat dan dukungan pemerintah daerah.

i. Monitoring dan Evaluasi

Dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan, dan menilai kesesuaian kegiatan yang telah dilaksanakan dengan perencanaan.

Tim Monitoring dibentuk dari Tim Intern BPTP Sulawesi Selatan.

Model KRPL dilaksanakan dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan instansi terkait di daerah, yang masing-masing bertanggungjawab terhadap sasaran atau keberhasilan kegiatan. Secara rinci, peran setiap elemen tersebut dapat disimak pada Tabel 1.

Tabel 1. Peran masing-masing pelaku dalam pelaksanaan Model KRPL Luwu Timur

No. Pelaksana Tugas/peran dalam kegiatan

1. Masyarakat

- Kelompok sasaran - Pamong Desa (RT, RW,

Kadus) dan Tokoh Masyarakat

- Pelaku utama - Pendamping

- Monitoring dan Evaluasi

2. Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Luwu Timur, Kantor

Kecamatan Mangkutana, Kantor Kelurahan Margolembo dan lembaga

terkait lainnya)

- Pembinaan dan pendampingan kegiatan oleh petugas lapang - Penanggung jawab keberlanjutan

kegiatan

- Replikasi kegiatan ke lokasi lainnya

3. - Pokja 3, PKK

- Kantor Ketahanan Pangan

- Koordinator lapangan

4. BPTP Sulawesi Selatan Badan Litbang Pertanian

- Membangun model KRPL

- Narasumber dan pengawalan inovasi teknologi dan kelembagaan

j. Temu Lapang

(11)

10 Temu lapang dilakukan untuk mengetahui masalah dan hambatan- hambatan pelaksanaan kegiatan MKRPL di lapangan.

k. Pelaporan dan Seminar

Pelaporan merupakan penyampaian data dan informasi dari seluruh aktivitas kegiatan dilengkapi dengan dokumentasi seluruh rangkaian kegiatan lapangan, dan seminar dilakukan untuk menerima umpan balik dan tindak lanjut dari kegiatan ini. Selanjutnya laporan akhir akan digandakan untuk disebarluaskan kepada pengguna sebagai bahan informasi maupun bahan kebijakan dalam pembangunan pertanian

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Profil Kelompok Wanita Tani

Kelompok tani pelaksanaan KRPL di Desa Gattareng Kecamatan Mariorilau Kabupaten Soppeng adalah Kelompok Tani Wanita (KWT) Coppo Awii.

Kelompok ini dibentuk tahun 2008. KWT ini beulm pernah menerima pembinaan terutama dari Pemerintah Daerah (Badan Ketahanan Pangan) Kabupaten Soppeng dalam rangka meningkatkan pemanfaatan lahan pekarangan mendukung program ketahanan pangan. Pada TA 2012, oleh BPTP Sulawesi Selatan mulai melakukan pendampingan guna lebih mempercepat penerapan inovasi teknologi guna meningkatkan produktivitas lahan pekarangan dalam rangkah lebih memperkuat ketahanan pangan masyarakat pedesaan.

Umumnya, rata-rata keluarga memiliki pekarangan seluas 250-400 m2, yang isinya tanaman buah-buahan, perkebunan, sayur-sayuran, ternak, dan lain sebagainya. Keluarga juga umumnya memiliki sawah sebagai sumber utama mata pencahariannya.

Kelompok ini masih tetap mempertahankan jenis pekerjaan sebagai buruh tani khususnya pada kegiatan penanaman dan panen padi (bekerja berkelompok yang sifatnya borongan, terkoordinir). Jumlah Kepala Keluarga (KK) yang ada dalam KWT Coppo Awi sebanyak 37 KK, tapi yang aktif mengikuti pertemuan sebanyak 20 KK yang merupakan keluarga yang potensial mengikuti program KRPL. Anggota yang ikut KRPL hingga kegiatan ini berakhir,

(12)

11 berkembang, tetap 27 KK. Namun demikian beberapa keluarga berminat untuk ikut berkembang.

2. Penguatan Kelembagaan Kelompok

Kelompok Wanita Tani Coppo Awi potensial untuk dikembangkan. Para anggota cukup kompak, memiliki semangat tinggi untuk maju, dan inovatif.

Pertemuan-pertemuan baik rutin maupun insidentil dilakukan guna membicarakan rencana-rencana dan membahas persoalan-persoalan untuk membangun organisasi dan kelompok yang lebih sejaterah. Dengan usia yang masih sangat muda, KWT ini masih memerlukan bantuan dalam bentuk binaan, modal dan fasilitas lainnya guna meningkatkan kemampuan kelompok. Dlam rangka penguatan kelompok ini, BPTP membantu menyiapkan sarana, prasarana berupa bibit sayuran, buah-buahan, pupuk organik, tanah humus, pot, alsintan, polybag, bambu dan lain-lain. Disamping itu juga dibangun KBD (Kebun Bibit Desa), dan penataan kebun bibit desa. Peningkatan kemampuan kelompok dilakukan pula melalui pelatihan inovasi teknologi dan diskusi umpan balik melalui temu lapang.

Pelatihan inovasi teknologi dimaksudkan untuk memperkaya pengetahuan dan skill peserta, dan mendorong agar penerapannya lebih cepat. Materi yang diajarkan adalah pembuatan pupuk organik (kompos) dari jerami padi dan kotoran hewan (kambing dan sapi) dengan menggunakan Promi sebagai sebagai dekomposer dan biopestisida, serta budidaya tanaman sayuran. Respon KWT terhadap pelatihan sangat baik, mereka mengharapkan tambahan-tambahan pengetahuan lewat pelatihan-pelatihan berikutnya teristimewa untuk materi budidaya dan pasca panen (kol, sawi, Lombok besar, dll).

Temu lapang dilakukan guna memperoleh umpan balik dari peserta terhadap kegiatan ini. Peserta merespon baik kegiatan ini dan mengharapkan dukungan dan bimbingan pemerintah berkelanjutan. Masalah yang mereka alami adalah adalah penyakit tanaman dan air. Pemasaran hasil tidak menjadi masalah karena lokasi KRPL terdapat pasar tradisionil 2 kali seminggu. Selain itu berjejer kios-kios penghasil buah pisang, mangga, sayur-sayuran dan telur asing yang menjadi tempat persinggahan mobil perbadi membeli untuk dibawah pulang.

Kios ini juga dijadikan sebagai tempat memasarkan hasil pekarangan.

(13)

12 3. Sistem Agribisnis

Budidaya Tanaman

Budidaya tanaman yang dilakukan oleh KWT Coppo Awi di di Desa Gattareng yaitu penanaman di lahan pekarangan yang ditata dalam petakan- petakan kecil, pot yang terbuat dari sabuk kelapa kemudian digantung dsb.

Sayuran yang umum diusahakan adalah sawi, kacang panjang, bayam, kangkung, terong, ketelah pohon, tomat, cabe, ketimun, dan kacang tanah.

Dalam setahun ditanam 3 – 4 kali. Masing-masing anggota mengelolah lahan sendiri. Kebun bibit desa dikelola secara bersama (gotong royong).

Pemasaran

Pemasaran hasil produk KWT sangat memuaskan karena adanya kios yang berbaris dipinggir jalan poros Soppeng – Makassar. Harga penjualan sangat memuaskan namun belum bisa kontinyu tiap hari karena produksinya belum maksimal. Tapi dengan pemasaran yang mudah ini memberi motivasi KWT untuk lebih mengembangkan karena sudah nyata hasilnya.

Pola Pangan Harapan (PPH)

Data Konsumsi Energi Aktual, PPH, Pengeluaran Konsumsi Pangan Keluarga, dan Pemenuhan Kebutuhan dari KRPLdisajikan pada Tabel 1. Data menunjukkan bahwa rata-rata KEA tiap insani adalah 2.400 (lebih tinggi sari rata- rata Nasional, 2000). Sebagian besar (80%) mengkonsumsi energi > 2000 kkal/orang/hari. Rata-rata skor PPH yang dicapai sekitar 75. Sebagian besar (70%) keluarga mencapai skor PPH >74. Sementara itu rata-rata pengeluaran konsumsi pangan keluarga tercatat Rp. 30.000/hr. Umumnya (>90%) pengeluaran konsumsi pangan keluarga antara Rp 25.000 – Rp. 30.000/hr.

Selanjutnya sumbangan KRPL untuk pemenuhan kebutuhan pangan keluarga rata-rata Rp. 5.500/hr. Sebagian besar (70%) dapat memenuhi kebutuhan dari KRPL senilai > Rp. 3500/hr.

(14)

13 Tabel 1. Konsumsi Energi Aktual, skor PPH, Pengeluaran Konsumsi Pangan

Keluarga, dan Pemenuhan Kebutuhan dari KRPL, Soppeng 2012

No Uraian Nilai

1 Konsumsi Energi Aktual (kkal/kop/hr) Rata-rata

< 2000 2000 – 3000

> 3000

2.400 25%

62%

13%

2 Skor PPH Rata-rata

< 60 60 – 70 70 – 80

> 80

75 16%

18%

20%

42%

3 Pengeluaran Konsumsi Pangan Keluarga (Rp/hr) Rata-rata

< 20.000

20.000 – 40.000

> 40.000

30.000 10%

60%

40%

4 Pemenuhan Kebutuhan dari KRPL (Rp/hr) Rata-rata

< 2.000 2.000 – 3.000 3.000 – 5.000

> 5.000

5.500 6%

23%

11%

55%

Ket : jumlah sampel 27 orang

(15)

14

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Model KRPL yang ditawarkan mendapat respons yang positif bukan saja dari KWT Coppo Awi tapi juga masyarakat lainnya.

2. Anggota KWT sangat aktif melakukan inovatif sebagai tanda respons terhadap pemamfaatan KRPL.

3. Kelompok wanita tani masih memerlukan pembinaan, dukungan, bantuan guna meningkatkan kemampuan.

4. Konsumsi energi aktual, skor PPH, pengeluaran konsumi pangan keluarga dan sumbangan pemenuhan kebutuhan pangan dari KRPL tercatat berturut-turut 2.400 kkal/kop/hr, 74, Rp. 30.000 / hr, dan Rp.5.500/hr.

Nilai KEA dan skor PPH yang dicapai cukup baik.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Pertanian, 2011. Pedoman umum model kawasan rumah pangan lestari. Jakarta 42 Hlm.

Badan Ketahanan Pangan (BKP). 2010. Perkembangan Situasi Konsumsi Penduduk di Indonesia.

Rachman, Handewi .P.S. dan M. Ariani. 2007. Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Indonesia: Permasalahan dan Implikasi untuk Kebijakan dan Program. Makalah pada “Workshop Koordinasi Kebijakan Solusi Sistemik Masalah Ketahanan Pangan Dalam Upaya Perumusan Kebijakan Pengembangan Penganekaragaman Pangan“, Hotel Bidakara, Jakarta, 28 November 2007. Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.

`

Saliem H.P. 2011. Kawasan rumah pangan lestari (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan. 10 hlm.

Simatupang, P. 2006. Kebijakan dan Strategi Pemantapan Ketahanan Pangan Wilayah. Makalah Pembahas pada Seminar Nasional “Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian Sebagai Penggerak Ketahanan Pangan Nasional” Kerjasama Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB dan Universitas Mataram, Mataram 5 – 6 September 2006.

(16)

15

Gambar

Tabel 1.  Peran masing-masing pelaku dalam pelaksanaan Model KRPL Luwu  Timur

Referensi

Dokumen terkait

Pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembangan pangan rumah tangga merupakan salah satu alternatif untuk mewujudkan kemandirian pangan rumah tangga yang diawali

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) merupakan salah satu konsep pemanfaatan lahan pekarangan baik di pedesaan maupun perkotaan untuk mendukung

Tampak 6 (a- f) dari 6 sampel ikan nila resipien (disuntik pada umur 1-2 hari setelah menetas) yang diperiksa gonadnya melalui PCR memperlihatkan adanya pita DNA penyandi

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) adalah suatu model rumah pangan yang dibangun dalam satu kawasan dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk

• Uang saku (Jika ada alokasi dari instansi pengirim), karena biaya hari libur tidak ditanggung Pusbindiklatren dan alokasi biaya SBM yang dirasakan kecil. • Biaya lain di

Masehi seribu (de)lapan ratus tujuh puluh Sembilan, dapat perintah Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan, yaitu dari Makkah gurunya telah mengatakan,.. supaya pindah ke Gebang Langkat

 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No Per.01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan..  Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa media sudah memenuhi kelayakan yaitu lebih besar atau sama dengan 75. Hasil data uji coba lapangan menunjukkan bahwa media