• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN ANALISA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "4. HASIL DAN ANALISA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

4. HASIL DAN ANALISA

4.1 Analisa Material

Material yang digunakan dalam penelitian ini perlu dianalisa untuk mengetahui bagaimana karakteristik dari setiap material yang digunakan. Pada OPC, analisa yang dilakukan adalah pengujian Specific Gravity dan Particle Size Analysis (PSA). Untuk calcined clay, analisa yang dilakukan adalah pengujian Particle Size Analysis (PSA), analisa ayakan dan Specific Gravity. Analisa yang dilakukan pada kalsium karbonat adalah pengujian Particle Size Analysis (PSA) dan Spesific Gravity. Pada pasir silika analisa yang dilakukan adalah pengujian analisa ayakan.

4.1.1 Pengujian Specific Gravity

Pengujian specific gravity dilakukan untuk menentukan berat jenis dari OPC, kalsium karbonat dan calcined clay dengan lama penggilingan 1, 2 dan 4 jam yang digunakan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan piknometer 250ml dan solar dengan specific gravity 0.843 g/cm³. Penggunaan solar dalam pengujian bertujuan untuk menghindari material bereaksi dengan cairan yang digunakan. Dari pengujian ini, didapatkan nilai specific gravity dari setiap material yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Specific Gravity Material

Material GS

Calcined clay (1 jam) 2,44 Calcined clay (2 jam) 2,48 Calcined clay (4 jam) 2,55

OPC 2,92

Kalsium Karbonat 2,69

4.1.2 Pengujian Analisa Ayakan dan Particle Size Analysis (PSA)

Pengujian analisa ayakan dan PSA dilakukan untuk mengevaluasi ukuran partikel dari material yang digunakan, dimana pengujian analisa ayakan dilakukan pada material pasir silika dan calcined clay yang digiling selama 0,5, 1, 2 dan 4

(2)

jam. Pengujian analisa ayakan pasir silika dilakukan berdasarkan ASTM C 778 - 06 (2007). Pengujian analisa ayakan pada material calcined clay dilakukan dengan mengayak calcined clay yang telah digiling menggunakan ayakan No. Mesh 200, 325 dan 400. Hasil analisa ayakan material pasir silika dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan untuk material calcined clay dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Gambar 4.1 Hasil Analisa Ayakan Pasir Silika

Tabel 4.2 Hasil Analisa Ayakan Calcined Clay

No. Lama

Penggilingan

% Tertahan

No. 200 No. 325 No. 400 Dasar

1 0,5 29% 26% 44% 2%

2 1 13% 23% 59% 5%

3 2 1% 14% 75% 10%

4 4 4% 13% 36% 47%

Dari hasil analisa ayakan pasir silika pada Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa pasir silika yang digunakan tidak memenuhi standar ASTM C 778-06. Dan dari hasil analisa ayakaN calcined clay pada Tabel 4.2 diketahui bahwa untuk setiap penambahan waktu penggilingan menghasilkan calcined clay dengan tingkat kehalusan ukuran partikel yang semakin meningkat. Pada saat calcined clay giling selama 0,5 jam, besar pesentase lolos ayakan No. 200 adalah 71%, sedangkan pada calcined clay yang digiling selama 1 jam besar persentase lolos ayakan No. 200 meningkat menjadi 87%. Untuk calcined clay yang digiling selama 2 jam persentase lolos ayakan No. 200 meningkat menjadi 99%. Dan pada saat waktu

0

0,1 1

Passing Kumulatif (%)

Ukuran Ayakan (mm) Range ASTM C778

Gradasi Pasir Silika 100

(3)

penggilingan calcined clay ditingkatkan menjadi 4 jam persentase calcined clay yang lolos ayakan No. 200 berkurang menjadi 96%. Namun hal bukan berarti calcined clay yang digiling selama 4 jam memiliki tingkat kehalusan ukuran partikel yang lebih rendah dibandingkan dengan calcined clay yang digiling selama 2 jam. Dikarenakan pada perbedaan persentase lolos ayakan baik pada No. 200 dan No. 325 hanya sebesar 3% dan 2% saja, sedangkan pada saat diayak dengan ayakan No. 400 persentase lolos ayakan dari calcined clay yang digiling selama 4 jam memiliki pesentase lolos ayakan sebesar 47% sedangkan calcined clay yang digiling selama 2 jam hanya memiliki persentase lolos ayakan sebesar 10 %.

Pengujian PSA dilakukan pada material OPC, CaCO₃ dan calcined clay yang digiling selama 1, 2 dan 4 jam. Pengujian PSA dilakukan di UPT Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Universitas Brawijaya Malang. Hasil dari pengujian PSA dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.2.

Tabel 4.3 Hasil Particle Size Analysis Material

Material d (10) d (50) d (90) SSA

µm µm µm cm²/g

Clay 1 Jam 1,19 29,11 91,17 12873,3 Clay 2 Jam 1,21 17,41 47,01 9578,7 Clay 4 Jam 1,91 34,99 121,53 5749,4

OPC 0,98 19,85 40,95 13231,2

CaCO₃ 1,09 14,72 103,35 8596,3

Gambar 4.2 Hasil Particle Size Analysis Material 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,10 1,00 10,00 100,00

Cumulative Passing (%)

Particle Diameter ( µm ) Clay 1 Jam

Clay 2 Jam Clay 4 Jam OPC CaCo3

500,00

(4)

Jika hasil PSA yang dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.2 dibandingkan dengan hasil analisa ayakan pada Tabel 4.2 maka diketahui bahwa kedua hasil analisa menunjukkan kemiripan. Dimana tingkat kehalusan ukuran partikel dari calcined clay mengalami peningkatan searah dengan meningkatnya lama penggilingan. Penurunan tingkat kehalusan ukuran partikel dari calcined clay yang digiling selama 4 jam pada hasil PSA disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara partikel calcined clay yang timbul akibat lamanya penggilingan dan menyebabkan partikel dari clacicne clay menggumpal. Calcined clay yang digiling selama 2 jam memilki ukuran partikel yang kurang lebih sama dengan OPC.

4.1.3 Pengujian X-ray Diffraction

Pengujian XRD dilakukan pada calcined clay dan gypsum dengan tujuan untuk mengetahui jumlah dari “amorphous glassy phase” dan senyawa-senyawa apa saja yang terkandung di dalam material tersebut. Hasil dari pengujian XRD dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.3.

Tabel 4.4 Senyawa dari Material Gypsum dan Calcined Clay

No. Material Senyawa Persentase

1 Gypsum Calcium Sulfate Hydrate 94%

Calcium Sulfate 6%

2 Calcined clay

Calcium Sodium Aluminum Silicate 87%

Potassium Sodium Aluminum Silicate 13%

Gambar 4.3 Hasil XRD dari Gypsum dan Calcined Clay

0 20 40 60 80

Relative Intensity

Angle 2θ

Calcined clay Gypsum

(5)

Dari hasil pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa gypsum yang berasal dari gypsum board memiliki kandungan Calcium Sulfate Hydrate sebesar 94%.

Sedangkan calcined clay memiliki kandungan Calcium Sodium Aluminum Silicate sebesar 87% dan 13% Potassium Sodium Aluminum Silicate. Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa “amorphous glassy phase” lebih dominan pada calcined clay dan pada gypsum lebih dominan “crystals phase”.

4.2 Pengaruh Variasi Ukuran Partikel Calcined clay dan Penggantian Semen Dengan Kalsium Hidroksida Terhadap Kuat Tekan Mortar Pengujian kuat tekan sampel mortar dilakukan berdasarkan ASTM C 109 / C 109M – 07 dan dilaksanakan pada saat mortar berumur 1, 3, 7 dan 28 hari.

Pengujian kuat tekan mortar dilakukan di Laboratorium Beton dan Konstruksi Universitas Kristen Petra. Hasil pengujian kuat tekan mortar LC3 dengan variasi kehalusan partikel calcined clay dan penggantian sebagian semen dengan kalsium hidroksida (mortar sampel) dan mortar kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.4 sampai dengan Gambar 4.7.

Tabel 4.5 Kuat Tekan Mortar Sampel dan Kontrol

No. Kode Kuat Tekan (MPa)

Keterangan 1 Hari 3 Hari 7 Hari 28 Hari

1 J1C7,5 3,73 15,47 22,27 28,93

Sampel 2 J1C10 3,47 16,13 22,40 27,73

3 J1C15 2,27 14,53 20,80 27,87 4 J2C7,5 8,13 19,60 25,73 33,07 5 J2C10 7,07 18,13 24,27 30,27 6 J2C15 6,40 18,67 23,60 29,60 7 J4C7,5 6,40 18,80 25,07 31,33 8 J4C10 6,27 17,73 24,13 30,13 9 J4C15 4,40 16,67 23,73 30,00

10 LC3 4,40 17,20 24,00 30,00

Kontrol 11 OPC 15,47 27,20 32,67 43,87

12 42,5% OPC 1,33 6,93 9,87 12,53

(6)

Gambar 4.4 Kuat Tekan Mortar Sampel dengan Lama Penggilingan Calcined Clay Selama 1 Jam

Gambar 4.5 Kuat Tekan Mortar Sampel dengan Lama Penggilingan Calcined Clay Selama 2 Jam

0 10 20 30 40 50

J1C7,5 J1C10 J1C15

Kuat Tekan ( MPa )

Kode Mix

1 Hari

3 Hari

7 Hari

28 Hari

0 10 20 30 40 50

J2C7,5 J2C10 J2C15

Kuat Tekan ( MPa )

Kode Mix

1 Hari

3 Hari

7 Hari

28 Hari

(7)

Gambar 4.6 Kuat Tekan Mortar Sampel dengan Lama Penggilingan Calcined Clay Selama 4 Jam

Gambar 4.7 Kuat Tekan Mortar Kontrol

Dari Tabel 4.5 dan Gambar 4.4 sampai dengan Gambar 4.7 didapatkan kuat tekan pada umur 28 hari tertinggi dihasilkan oleh mortar sampel J2C7,5 yaitu 33 MPa, yang lebih tinggi dibandingkan dengan mortar kontrol LC3 yang

0 10 20 30 40 50

J4C7,5 J4C10 J4C15

Kuat Tekan ( MPa )

Kode Mix

1 Hari

3 Hari

7 Hari

28 Hari

0 10 20 30 40 50

LC3 OPC 42,5% OPC

Kuat Tekan ( MPa )

Kode Mix

1 Hari

3 Hari

7 Hari

28 Hari

(8)

menghasilkan kuat tekan sebesar 30 MPa maupun mortar kontrol 42,5% OPC yang menghasilkan kuat tekan sebesar 12 MPa. Mortar yang menggunakan calcined clay yang digiling selama 1 jam menunjukan kuat tekan yang lebih rendah dibandingkan dengan mortar kontrol LC3. Kuat tekan tertinggi adalah 29 MPa yang dihasilkan oleh mortar sampel dengan kode J1C7,5. Sedangkan untuk mortar dengan calcined clay yang digiling selama 4 jam, kuat tekan yang yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan mortar kontrol LC3 untuk mortar dengan kode J4C7,5.

Dari hasil test kuat tekan mortar yang didapat diketahui ukuran partikel calcined clay yang digunakan mempengaruhi kuat tekan mortar sampel yang dihasilkan dan penggantian sebagian semen dengan kalsium hidroksida dapat megahasilkan kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mortar kontrol LC3. Pengaruh ukuran partikel terhadap kuat tekan menunjukkan bahwa semakin halus ukuran partikel calcined clay yang digunakan akan menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi.

Gambar 4.8 Kuat Tekan Mortar Pada Umur 28 Hari

Kuat tekan mortar tertinggi pada umur 28 hari yang ditunjukkan oleh Gambar 4.8 dihasilkan oleh mortar sampel J2C7,5 sebesar 33 MPa dimana calcined clay yang digunakan digiling selama 2 jam, sedangkan mortar sampel J1C7,5 yang menggunakan calcined clay yang digiling selama 1 jam menghasilkan kuat tekan 29 MPa dan mortar sampel J4C7,5 menghasilkan kuat tekan 31 MPa dimana mortar

25,00 26,00 27,00 28,00 29,00 30,00 31,00 32,00 33,00 34,00

J1C7,5 J1C10 J1C15 J2C7,5 J2C10 J2C15 J4C7,5 J4C10 J4C15

Kuat Tekan ( MPa)

Kode Mix

(9)

ini menggunakan calcined clay yang digiling selama 4 jam. Namun dari Gambar 4.8 diketahui bahwa mortar sampel dengan calcined clay yang digiling selama 2 jam mengalami penurunan kuat tekan yang lebih besar dibandingkan dengan mortar yang menggunakan calcined clay yang digiling selama 4 jam. Penurunan yang dialami oleh mortar sampel J2C7,5 ke J2C15 adalah 3,5 MPa sedangkan mortar sampel J4C7,5 ke J4C15 mengalami penurunan kuat tekan sebesar 1,3 MPa.

Dari hasil yang ditunjukkan oleh Gambar 4.9 diketahui bahwa penggantian sebagian semen dengan kalsium hidroksida dapat menghasilkan kuat tekan yang sama atau lebih tinggi dibanding dengan mortar kontrol LC3. Peningkatan kuat tekan ataupun kuat tekan mortar yang sama dengan mortar kontrol LC3 dihasilkan oleh mortar yang menggunakan calcined clay yang digiling selama 2 dan 4 jam pada setiap umur mortar. Sedangkan mortar yang menggunakan calcined clay yang digiling selama 1 jam menghasilkan kuat tekan yang lebih rendah dibandingkan dengan mortar kontrol LC3.

Gambar 4.9 Perbandingan Kuat Tekan Mortar Sampel Dengan Mortar Kontrol LC3 Pada Umur 28 Hari

Pada umur 28 hari mortar sampel J2C7,5 menghasilkan mortar dengan kuat tekan 10% lebih tinggi dibanding mortar sampel LC3, sedangkan pada mortar kontrol J4C7,5 peningkatan kuat tekan dari mortar sedikit menurun dibandingkan mortar sampel J2C7,5 yaitu 4% lebih tinggi dibandingkan dengan mortar kontrol

80 85 90 95 100 105 110 115

J1C7,5 J1C10 J1C15 J2C7,5 J2C10 J2C15 J4C7,5 J4C10 J4C15 LC3

Kuat Tekan Mortar (%)

Kode Mix

(10)

LC3. Persentase pengantian semen dengan kalsium hidroksida pada ketiga mortar tersebut adalah 7,5%. Pada mortar yang 10% semennya digantikan dengan kalsium hidroksida, mortar sampel J2C10 dan J4C10 dapat menghasilkan kuat tekan yang sama dengan mortar kontrol LC3. Saat persentase penggantian semen ditingkatkan menjadi 15%, mortar sampel J4C15 dapat menghasilkan kuat tekan yang sama dengan mortar kontrol LC3 dimana pada mortar sampel J2C15 mengalami penurunan kuat tekan sebesar 1% dibandingkan dengan mortar kontrol LC3.

Pada Gambar 4.10 hasil kuat tekan dari mortar campuran dibandingkan dengan mortar kontrol 42,5% OPC dan didapat bahwa mortar sampel yang dibuat menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi dibanding mortar kontrol 42,5% OPC.

Hal ini menunjukan bahwa penggunaan calcined clay dan kalsium hidroksida tidak hanya berperan sebagai filler tetapi ikut berperan aktif dalam reaksi hidrasi dari mortar. Mortar sampel yang dibuat rata-rata menghasilkan kuat tekan dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan mortar kontrol 42,5% OPC pada umur 28 hari, dimana mortar sampel J2C7,5 memiliki kuat tekan 2,64 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tekan mortar kontrol 42,5% OPC

Gambar 4.10 Perbandingan Kuat Tekan Mortar Sampel Dengan Mortar Kontrol 42,5% OPC Pada Umur 28 Hari

Pada Gambar 4.11, kuat tekan mortar J2C7,5 dapat mencapai 75% dari kuat tekan mortar kontrol 100% OPC pada umur 28 hari, dimana pada penelitian antoni

0 50 100 150 200 250 300

J1C7,5 J1C10 J1C15 J2C7,5 J2C10 J2C15 J4C7,5 J4C10 J4C15 42,5%

OPC

Kuat Tekan Mortar (%)

Kode Mix

(11)

et al (2012) dan Ferreiro et al (2019) mortar LC3 dapat mencapai kuat tekan mortar 100% OPC. Kuat tekan dari mortar sampel masih dapat ditingkatkan dengan menggunakan tanah liat dengan ukuran yang lebih halus. Dimana penelitian yang dilakukan oleh Ferreiro et al (2019) menunjukkan semakin kecil ukuran dari tanah liat pada saat pembakaran, calcined clay yang dihasilkan akan semakin reaktif dan mortar yang dihasilkan dapat memiliki kuat tekan yang lebih tinggi.

Gambar 4.11 Perbandingan Kuat Tekan Mortar Sampel Dengan Mortar Kontrol 100% OPC Pada Umur 28 Hari

4.3 Pengaruh Variasi Ukuran Partikel Calcined clay dan Penggantian Semen Dengan Kalsium Hidroksida Terhadap Initial Setting Time Pengujian Initial Setting Time mortar dilakukan berdasarkan ASTM C 403 / C 403M – 16 dan dilakukan di Laboratorium Beton dan Konstruksi Universitas Kristen Petra. Hasil pengujian initial setting time dari mortar sampel dan mortar kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.12. Dari Tabel 4.7 dan Gambar 4.12 dapat dilihat bahwa initial setting time untuk semua campuran menunjukkan waktu 120 ± 10 menit, kecuali campuran dengan kode J1C7,5 yang menunjukkan waktu initial setting time 180 menit. Sedangkan untuk mortar kontrol dengan kode LC3 menunjukkan waktu initial setting time 220 menit dan mortar kontrol dengan kode OPC menunjukkan waktu initial setting time 190 menit.

0 20 40 60 80 100 120

J1C7,5 J1C10 J1C15 J2C7,5 J2C10 J2C15 J4C7,5 J4C10 J4C15 OPC

Kuat Tekan Mortar (%)

Kode Mix

(12)

Tabel 4.6 Initial Setting Time Mortar Campuran No. Kode Setting Time (menit)

1 J1C7,5 180

2 J1C10 120

3 J1C15 120

4 J2C7,5 120

5 J2C10 115

6 J2C15 110

7 J4C7,5 120

8 J4C10 130

9 J4C15 120

10 LC3 220

11 OPC 190

12 42,5% OPC 225

Gambar 4.12 Initial Setting Time Mortar Campuran dan Mortar Kontrol

Berdasarkan hasil setting time dari Gambar 4.12 penggunaan campuran LC3 dan 42.5% OPC menyebabkan initial setting time dari mortar lebih lama dibandingkan dengan mortar 100% OPC. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit penggunaan OPC dalam campuran maka waktu initial setting time dari mortar segar semakin lama. Dari 9 campuran yang diteliti dalam penelitian ini menunjukkan waktu initial setting time yang kurang lebih sama dan lebih cepat dibandingkan dengan 3 campuran kontrol. Dari hasil tersebut diketahui bahwa kehalusan dari calcined clay maupun penggunaan kalsium hidroksida sebagai

0 50 100 150 200 250

J1C7,5 J1C10 J1C15 J2C7,5 J2C10 J2C15 J4C7,5 J4C10 J4C15 LC3 OPC 42,5%

OPC

Waktu ( menit )

Kode Mix

(13)

pengganti sebagian semen tidak mempengaruhi initial setting time dari mortar segar. Hal yang menyebabkan waktu initial setting time dari mortar sampel menjadi lebih cepat dibanding mortar kontrol adalah suhu campuran larutan kalsium hidroksida yang dikunci pada suhu 50°C. Dimana dengan mencampurkan larutan kalsium hidroksida pada suhu 50°C akan meningkatan suhu dari campuran mortar segar sehingga mempercepat reaksih hidrasi dari OPC dan mempercepat waktu dari initial setting time dari mortar.

4.4 Pengaruh Variasi Ukuran Partikel Calcined clay dan Penggantian Semen dengan Kalsium Hidroksida Terhadap Slump Flow dan Kebutuhan SP

Pada pengujian slump flow mortar segar pada setiap campuran dimana jika nilai slump flow campuran tidak memenuhi batas minimum yaitu 15 cm, maka akan ditambahkan SP untuk meningkatkan nilai slump flow menjadi 15 cm. Nilai slump flow dari setiap campuran dan penambahan SP untuk mencapai nilai slump flow minimum dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.7 Nilai Slump Flow dan Penambahan SP No. Kode Slump flow (cm) SP (%)

1 J1C7,5 16,5 -

2 J1C10 15,5 -

3 J1C15 15,5 0,133

4 J2C7,5 16 -

5 J2C10 15 -

6 J2C15 15 0,796

7 J4C7,5 17 -

8 J4C10 15,5 -

9 J4C15 15 0,208

10 LC3 20 -

11 OPC 23,5 -

12 42,5% OPC 20,5 -

Dapat dilihat pada Tabel 4.8 penggantian sebagian semen dengan kalsium hidroksida menyebabkan turunnya nilai slump flow yang dihasilkan. Semakin tinggi persentase penggantian semen dengan kalsium hidroksida nilai slump flow yang

(14)

dihasilkan semakin menurun. Pada saat penggantian semen sebesar 15%, diperlukan penambahan SP pada campuran untuk menghasilkan campuran dengan nilai diameter slump flow minimal 15 cm.

4.5 Pengaruh Penggunaan Larutan Kalsium Hidroksida dengan Suhu Larutan 50°C Pada Umur Awal Mortar Sampel

Proses pembuatan larutan kalsium hidroksida dilakukan dengan mencampurkan CaO dengan air. Selain menghasilkan larutan kalsium hidroksida proses ini juga menghasilkan panas. Pada penelitian ini panas dari reaksi terbebut dimanfaatkan dan suhu larutan yang digunakan adalah 50°C yang diukur menggunakan thermogun. Suhu 50°C digunakan karena suhu 50°C merupakan suhu maksimum yang dapat dicapai oleh larutan kalsium hidroksida dari campuran dengan kadar kalsium hidroksida terendah. Penggunaan larutan pada suhu 50°C bertujuan untuk meningkatkan kuat tekan mortar sampel pada umur awal yaitu 1 dan 3 hari. Dan dari hasil pengetesan kuat tekan mortar pada umur awal didapatkan hasil kuat tekan mortar pada umur 1 hari yang dapat dilihat pada Gambar 4.13 dan untuk umur 3 hari dapat dilihat pada Gambar 4.14.

Gambar 4.13 Kuat Tekan Mortar Sampel dan Mortar Kontrol Pada Umur 1 Hari

Dari hasil yang ditampilkan pada Gambar 4.13 dapat dilihat bahwa mortar sampel yang menggunakan calcined clay yang digiling selama 2 dan 4 jam

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

J1C7,5 J1C10 J1C15 J2C7,5 J2C10 J2C15 J4C7,5 J4C10 J4C15 LC3 OPC

Kuat Tekan Mortar (MPa)

Kode Mix

(15)

menghasilkan kuat tekan mortar yang lebih tinggi dibandingkan dengan mortar kontrol LC3 pada umur mortar 1 hari. Pada mortar sampel tersebut kandungan semen yang dimiliki lebih sedikit dibandingkan dengan mortar kontrol LC3, dimana besarnya kuat tekan pada umur awal mortar sangat bergantung pada semen yang dikandung di dalam campuran. Peningkatan kuat tekan mortar sampel dibandingkan dengan mortar kontrol LC3 tertinggi dihasilkan oleh mortar J2C7,5 dengan kuat tekan 1,85 kali kuat tekan mortar kontrol LC3. Hal ini disebabkan karena suhu campuran larutan kalsium hidroksida yang digunakan sehingga meningkatkan suhu campuran saat pengecoran dan hal ini yang mempercepat reaksi hidrasi dari OPC pada campuran. Pada Gambar 4.14 kuat tekan dari mortar sampel dengan calcined clay yang digiling selama 2 dan 4 jam tetap menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mortar kontrol LC3. Tetapi perbedaan kuat tekan pada umur 3 hari tidak seekstrem pada saat mortar berumur 1 hari.

Gambar 4.14 Kuat Tekan Mortar Sampel dan Mortar Kontrol Pada Umur 3 Hari

Dari hasil kuat tekan mortar pada umur 3 hari, penggunaan suhu 50°C pada larutan kalsium hidroksida hanya berpengaruh pada kuat tekan mortar pada umur 1 hari. Namun peningkatan kuat tekan pada umur 1 hari dari mortar sampel masih belum mampu menghasilkan kuat tekan yang sama dengan mortar kontrol OPC.

0 5 10 15 20 25 30

J1C7,5 J1C10 J1C15 J2C7,5 J2C10 J2C15 J4C7,5 J4C10 J4C15 LC3 OPC

Kuat Tekan Mortar (MPa)

Kode Mix

(16)

4.6 Analisa Biaya

Analisa biaya dilakukan untuk mengetahui apakah campuran yang digunakan sudah cukup ekonomis jika dibandingkan dengan penggunaan semen dalam campuran mortar. Harga-harga dari material yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.9. Harga-harga material yang ditampilkan pada Tabel 4.9 didapatkan dari toko bangunan di Surabaya dan dibeli dalam jumlah kecil. Dari Tabel 4.9 didapatkan harga dari masing-masing komposisi campuran yang digunakan dalam penelitian ini. Harga satuan dari setiap komposisi campuran dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.8 Harga Satuan Material

No. Bahan Harga/kg

1 OPC Rp 1.280,00 2 Calcined Clay Rp 600,00 3 CaCO₃ Rp 1.650,00 4 Ca(OH)₂ Rp 700,00 5 Gypsum Rp 4.000,00

Tabel 4.9 Harga Satuan Dari Komposisi Campuran Sampel dan Kontrol No. Kode Mix Harga/kg

1 J1C7,5 Rp 1.224,00 2 J1C10 Rp 1.209,50 3 J1C15 Rp 1.180,50 4 J2C7,5 Rp 1.224,00 5 J2C10 Rp 1.209,50 6 J2C15 Rp 1.180,50 7 J4C7,5 Rp 1.224,00 8 J4C10 Rp 1.209,50 9 J4C15 Rp 1.180,50 10 LC3 Rp 1.267,50 11 OPC Rp 1.280,00 12 42,5% OPC Rp 1.492,75

Dapat dilihat pada Tabel 4.10 bahwa harga dari komposisi campuran yang digunakan pada mortar sampel memiliki harga/kg yang lebih rendah dibandingkan dengan harga/kg LC3, OPC dan 42,5% OPC. Komposisi dari cementitious material yang digunakan pada mortar sampel dapat mencapai harga/kg yang lebih rendah

(17)

dibandingkan dengan OPC berasal dari penggunaan calcined clay dan Ca(OH)₂, dimana harga kedua material tersebut lebih rendah dibandingkan dengan OPC.

Dari harga satuan masing-masing komposisi perlu dibandingkan dengan kuat tekan dari mortar yang dihasilkan pada umur 28 hari oleh setiap komposisi untuk mengetahui bagaimana keefektifan dari komposisi campuran yang digunakan dari segi biaya. Hasil dari perbandingan harga satuan setiap komposisi dengan kuat tekan mortar yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.11, dimana campuran J2C7,5 menghasilkan harga/MPa terendah dari 9 komposisi campuran yang diteliti yaitu Rp 37,02/Mpa. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan campuran LC3 kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan campuran J2C7,5 lebih ekonomis dibandingkan dengan campuran LC3 kontrol. Saat dibandingkan dengan harga/MPa dari OPC, harga/MPa dari J2C7,5 memiliki harga yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena hasil kuat tekan dari mortar J2C7,5 baru mampu mencapai 75% dari mortar OPC.

Tabel 4.10 Hasil Perbandingan Harga Dengan Kuat Tekan Mortar No. Kode Mix Harga/MPa

1 J1C7,5 Rp 42,30 2 J1C10 Rp 43,61 3 J1C15 Rp 42,36 4 J2C7,5 Rp 37,02 5 J2C10 Rp 39,96 6 J2C15 Rp 39,88 7 J4C7,5 Rp 39,06 8 J4C10 Rp 40,14 9 J4C15 Rp 39,35 10 LC3 Rp 42,25 11 OPC Rp 29,18 12 42,5% OPC Rp 119,10

Referensi

Dokumen terkait

Metode pengumpulan data yaitu yaitu dengan menggunakan riset lapangan (Field Reasearch) atau peninjauan yang dilakukan secara langsung untuk mendapatkan hasil

Hamba mohon ma’unah dan pertolongan-Mu, atas hajat hamba yang satu ini, saya berniat mengisikan ilmu Alhadiid serta ayat – ayat, do’a – do’a, asma’ – asma’

Berdasarkan analisis data diperoleh 6 siswa (25%) memiliki kategori keterampilan sangat baik dengan mengambil larutan dengan memijit karet penghisap dan ujung

Untuk mengetahui nilai penguatan tersebut perlu dilakukan dengan cara membandingkan daya pancar suatu antena dengan antena referensi, di sini penulis menggunakan

Membicarakan tentang karya tari “Pioneer” adalah aturan gerak dari bidak pion dalam permainan catur yang diwujudkan dengan gerak tubuh penari yang dianalogikan kedalam

Penelitian yang digunakan jenis penelitian kuantitatif yaitu memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh penggantian agregat kasar (kerikil) menggunakan terak dengan

Raya (Gerindra) 7 Partai Demokrat 8 Partai Amanat Nasional (PAN) 9 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 10 Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).. 11 Partai Damai Aceh 12 Partai

COBIT 5 telah menyediakan panduan untuk memetakan dan memilih Domain serta proses supaya penilaian sesuai dengan kebutuhan penelitian yang dilakukan yang tentunya mengacu