• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of DAMPAK PSIKOLOGIS BAGI ANAK PIDANA YANG DITEMPATKAN DI LAPAS DEWASA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of DAMPAK PSIKOLOGIS BAGI ANAK PIDANA YANG DITEMPATKAN DI LAPAS DEWASA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

P-ISSN: 2356-4164, E-ISSN: 2407-4276

Open Access at : https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jkh

Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

1036

DAMPAK PSIKOLOGIS BAGI ANAK PIDANA YANG DITEMPATKAN DI LAPAS DEWASA

Natasya Monica Paskah, Mitro Subroto Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

E-mail: [email protected] Info Artikel Abstract Masuk: 1 Desember 2022

Diterima: 15 Januari 2023 Terbit: 1 Februari 2023 Keywords:

Prisoners, Prison

Penitentiary is a place for convicts who break the law to be fostered with the aim that they are aware of their mistakes so that they do not repeat their crimes, and can be accepted by society again. Anyone who commits a crime under the applicable provisions and regulations will be subject to imprisonment for men, women, adults and children, but the placement is carried out separately. In this case Law no. 22 of 2022 concerning Corrections has regulated the placement of convicts according to their categories, but there are still criminal children who are not placed according to the rules, for example in the Class I Detention Center in Depok which is supposed to be for Adult Prisoners but there are still 3 criminal children who are placed there, of course this will psychological impact on children, because they should be placed in LPKA.

Abstrak Kata kunci:

Anak Pidana, Lapas Corresponding Author:

Natasya Monica Paskah, e-mail :

Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat bagi narapidana yang melanggar hukum untuk dibina dengan tujuan agar mereka sadar dengan kesalahannya sehingga tidak mengulangi tindak pidana, serta dapat kembali diterima masyarakat. Setiap orang yang melakukan tindak pidana dengan ketentuan dan aturan yang berlaku akan dikenakan sanksi pidana penjara baik itu laki-laki, perempuan, dewasa maupun anak- anak, namun penempatannya dilakukan secara terpisah. Dalam hal ini UU No. 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan telah mengatur tentang penempatan narapidana sesuai kategorinya, namun masih ada saja anak pidana yang ditempatkan tidak sesuai aturan, misalnya di Rutan Kelas I Depok yang seharusnya untuk Tahanan Dewasa namun masih ada 3 orang anak

(2)

1037 pidana yang dititipkan disana hal ini tentunya akan berdampak bagi psikologis anak, karena seharusnya mereka ditempatkan di LPKA.

@Copyright 2023.

PENDAHULUAN

Pada umumnya aturan tentang anak telah dicantumkan secara jelas dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28B Ayat (2) disebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Bersamaan dengan aturan terdahulu yaitu Konvensi Hak Anak dalam Pasal 2 Ayat (1) disebutkan bahwa setiap anak berhak hidup sejahtera dan wajib dijamin negara hidupnya. KHA ini telah diratifikasi Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak- Hak Anak).

Dalam Sistem Peradilan Pidana anak yang diatur dalam Undang-Undang No.

11 Tahun 2012, Anak adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi sanksi pidana dan anak yang menjadi korban tindak pidana. Sedangkan anak yang berkonflik dengan hukum dan diduga melakukan tindak pidana sudah berusia 12 tahun dan belum berumur 18 tahun. Menurut Undang- Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, Anak yang berkonflik dengan hukum dan telah dijatuhi pidana akan ditempatkan dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).

Pada kenyataanya masih ada anak pidana yang ditempatkan di tempat orang dewasa baik itu Rutan maupun Lapas. Tindak pidana yang terjadi dikalangan anak biasanya disebabkan oleh berbagai faktor dari dampak negatif pergaulan, perkembangan zaman dan teknologi yang semakin pesat hingga pola asuh yang keliru.

Pada permasalahan ini jika anak yang berkonflik ditempatkan dalam Rutan atau Lapas dewasa maka seharusnya ada perlakuan khusus untuk anak agar mereka dapat dibina dengan baik sesuai dengan kaidah-kaidah dan tidak menjadi korban kekerasan ataupun pembulian di dalam Lembaga Pemasyarakatan tempat orang dewasa, dikhawatirkan jika ini terjadi maka akan berdampak pada Psikologis dan psikis anak yang mengakibatkan mereka terinternalisasi hal negatif sehingga menjadi lebih buruk dan memperparah kondisi karena dipengaruhi oleh banyak pikiran-pikiran jahat narapidana dewasa, karena pada hakikatnya setiap anak masih polos dan mudah terpengaruhi. Dimasa yang akan datang setelah bebas mereka dikhawatirkan akan menjadi lebih jahat setelah masuk ke penjara orang dewasa yang memang bukan tempat seharusnya mereka dibina. Selain itu, fasilitas yang dibutuhkan anak di lapas dewasa belum tentu sesuai, karena anak perlu diberikan dan diikutsertakan dalam kegiatan belajar, rekreasi, olahraga namun sarana dan prasaranya tidak memadai.

Dalam Pasal 2 Ayat 2 Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahtraan Anak yaitu “Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian

(3)

1038 bangsa, untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna.” Tak terkecuali anak binaan yang telah menjalani masa pidana. Untuk itu kesejahteraan anak harus terpenuhi karena anak merupakan generasi penerus bangsa yang nantinya akan memimpin dan menggantikan sesepuh di masa yang akan datang, seharusnya mereka bisa mendapatkan haknya serta dapat dibina dan dididik dengan baik.

Dalam membina anak yang ditempatkan di tempat orang dewasa maka harus ada strategi, walaupun sarana dan prasarana serta fasilitasnya terbatas, minimal ada bahan bacaan atau pojok baca bagi anak- anak agar mereka tetap bisa belajar walupun dalam keterbatasan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik mengumpulkan data dengan cara wawancara kepada 3 responden yaitu anak pidana yang ditempatkan dalam Rutan Kelas I Depok dengan karakteristik sebagai berikut . Usia anak yang melakukan tindak pidana mulai dari diatas 12 tahun sampai 18 tahun dan anak telah menjalani pidana di rutan atau lapas dewasa, bukan LPKA.

Teknik Analisa yang digunakan yaitu Analisa data kualitatif melalui wawancara mendalam yang bertujuan untuk menggali informasi selengkap-lengkapnya tentang apa yang terjadi pada sebuah permasalahan yang sedang dibahas. Analisis data dilakukan dengan tahap menggali informasi dan mencari data, memahami data, menyusun kode, mengelompokan hasil wawancara, menentukan tema lalu yang terakhir menggunakan metode triangulasi yaitu membandingkan data yang telah di dapatkan baik melalui responden utama, pendukung, data primer dan data sekunder.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menjadikan aturan sebagai acuan dalam pemenuhan haka nak yang berdasarkan pada peraturan konstitusional Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Hak Anak, UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Hak Anak, serta Konvensi tentang Hak Anak Tahun 1989. Undang Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa Perlindungan Anak adalah segala kegiatan yang menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya, agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlidungan dari kekerasan dan diskriminasi. Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Di dalam undang-undang SPPA yang berbunyi "bahwa setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak dipisahkan dari orang dewasa". Beberapa ketidaksesuaian unit pelaksana yang tidak melaksanakan system pemasyarakatan yang tidak sesuai kadang kala mencampurkan anak binaan ke dalam lingkungan narapidana dewasa, hal inilah yang menyebabkan timbulnya beberapa dampak seperti psikologis, sosial, serta fisik bagi anak. Berdasarkan teori, perkembangan anak dipengaruhi factor internal dan factor eksternal. Faktor eksternal yang

(4)

1039 dimaksud yakni factor lingkungan sekitar anak tersebut. Apabila anak menjalani masa pidana ditempatkan dimana tempat sesungguhnya para terpidana dihukum akan menyebabkan dampak negative yang berkepanjangan mengenai psikologis anak tersebut. Berdasarkan dampak sosial, hal ini bisa saja terjadi mengingat narapidana anak bercampur dengan narapidana dewasa di dalam satu lingkungan.

Narapidana dewasa akan mempengaruhi narapidana anak untuk berbuat hal yang tidak semestinya. Anak-anak merupakan usia dimana factor luar akan sangat mudah masuk ke dalam diri mereka, lingkungan lapas yang dihuni oleh para pelaku tindak pidana menjadi ancaman anak-anak terpengaruh ilmu kejahatan yang belum pernah mereka ketahui. Selain itu, ketika anak tersebut bebas dari lingkungan Lapas nantinya akan menimbulkan anggapan dari masyarakat sekitar terhadap diri mereka sebagai orang jahat, hal tersebut terjadi karena pandangan masyarakat terhadap lingkungan yang dihuni anak tersebut sebelumnya merupakan tempat para penjahat yang dihukum. Masyarakat akan terus menganggap anak tersebut sebagai penjahat dan tidak akan mudah diterima oleh kalangan umum sehingga mendorong anak tersebut untuk mengulangi kejahatan yang pernah dilakukan sebelumnya karena mendapatkan tekanan dari lingkungan sekitarnya. Hal inilah yang menjadi hambatan bagi anak apabila keluar dari lingkungan lembaga pemasyarakatan. Selain dampak psikologis dan sosial, dampak fisik juga akan dirasakan oleh anak yang ditempatkan di lingkungan Lembaga pemasyarakatan.

Dibandingkan orang dewasa, anak-anak belum memiliki fisik yang kuat dan stabil.

Saat ini sering sekali ditemui kekerasan yang dilakukan orang dewasa terhadap anak-anak, terutama orang tua. Sebagai orang tua sudah seharusnya bertanggungjawab dalam memberikan perlindungan dan kasih sayang. Sangat disayangkan apabila orang tua yang merupakan darah daging mereka sendiri diperlakukan tidak semestinya, apalagi orang lain. Maka dari itu, Lembaga pemasyarakatan bukanlah tempat yang sesuai bagi anak yang sedang menjalani hukuman pidana. Di dalam lapas, anak bisa saja dijadikan korban pelampiasan bagi narapidana dewasa baik itu dalam bentuk fisik maupun seksual.Kemudian, dalam Konvensi tentang Hak Anak Tahun 1989 disebutkan hak-hak anak yang harus dipenuhi yakni: (1) hak untuk bertahan hidup dan berkembang: berupa hak untuk mendapatkan makanan, minuman dan tempat tingal, (2) hak untuk mendapatkan perlindungan: berupa hak untuk terhindar dari kekerasan, dan (3) hak untuk berpartisipasi: berupa hak untuk ikut serta dalam kegiatan tertentu dan menyalurkan potensi yang dimiliki anak. Berdasarkan uraian di atas, hasil wawancara dengan ketiga responden yang telah diwawancarai akan dibahas secara teoritis melalui literatur yang mendukung, berfokus pada 3 hal berikut yaitu hak untuk bertahan hidup dan berkembang, hak untuk mendapatkan perlindungan, dan hak untuk berpartisipasi di tempat dimana anak pernah mendapatkan pembinaan.

Dalam mengurangi dampak negative yang akan terjadi akibat ditempatkannya anak di lingkungan lapas dewasa, maka harus dilakukannya beberapa upaya. Upaya yang dapat dilakukan yaitu salah satunya dengan meningkatkan system keamanan, adanya kekerasan fisik dan seksual pada anak banyak disebabkan karena adanya interaksi antara anak binaan dan narapidana dewasa di satu lingkungan Lembaga pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan memiliki peran penting dalam pengawasan interaksi anak binaan dan narapidana

(5)

1040 dewasa agar meminimalisir adanya tindak kekerasan. Apabila tidak ada lpka ataupun lpas, Lembaga pemasyarakatan bisa menjadi pilihan terakhir hanya saja syarat yang harus dilakukan yaitu menempatkan anak binaan di dalam blok khusus anak. Penempatan blok khusus anak harus jauh dari jangkauan narapidana dewasa, contohnya seperti di dekat pos jaga petugas dan juga terpisah oleh pintu. Upaya tersebut dilakukan untuk mengurangi interaksi antara anak binaan dan narapidana dewasa. Selain penempatan blok yang harus dekat dengan pos jaga petugas, blok anak juga seharusnya dijaga terus oleh petugas yang memiliki bidang khusus dalam membina anak-anak. Selain meningkatkan keamanan, anak binaan di lapas juga harus diberikan kegiatan pembinaan seperti kegiatan belajar, keagamaan, olahraga, dan sebagainya dengan selalu dipantau petugas karena setiap kegiatan mereka pasti melewati blok narapidana dewasa. Upaya selanjutnya yakni dengan meningkatkan pembinaan terhadap anak. Memberikan pembinaan kepada anak binaan merupakan suatu kewajiban bagi Lembaga pemasyarakatan.

Pembinaan dilakukan sebagai upaya yang berperan penting dalam mencegah dampak negative yang muncul akibat penempatan anak di Lapas. Adapun pembinaan yang dapat dilakukan yaitu pembinaan kepribadian, keterampilan dan kemandirian, serta pembinaan intelektual. Pembinaan kepribadian dapat berupa keagamaan, kesadaran hukum, jasmani, serta kesadaran berbangsa dan bernegara.

Pembinaan keterampilan dan kemandirian ditujukan agar anak binaan dapat mengeluarkan kemampuan khusus terbaik mereka sesuai dengan bakat dan minat yang dapat menunjang potensinya seperti di bidang pertanian, peternakan, kesenian, dan pelatihan lainnya sehingga ketika keluar dari Lembaga pemasyarakatan depat bermanfaat dan dapat digunakan di dunia kerja nantinya.

Pembinaan intelektual dimaksudnya untuk membentuk jiwa spiritual, etika, disiplin, sosial, aktif, serta menjadikan mereka pribadi yang bermoral. Pembinaan intelektual dilakukan untuk menjauhkan mereka dari segala bentuk penyimpangan yang mereka perbuat dahulu untuk diperbaiki dan mencegah mereka mengulangi tindakan tersebut. Oleh karena itu, pihak Lembaga pemasyarakatan harus selalu memperhatikan segala bentuk mulai dari kualitas sdm petugas maupun fasilitas yang dimiliki oleh Lembaga pemasyarakatan tersebut. Fasilitas seperti buku paket, buku tulis, alat seni, perlengkapan olahraga serta fasilitas penunjang kegiatan pembinaan lainnya haruslah memadai sehingga pembinaan yang dilakukan dapat berjalan semestinya.

PENUTUP Kesimpulan

Dalam hal ini dapat kita simpulkan bahwa terdapat dampak psikologis bagi anak pidana yang di tempatkan pada lapas dewasa, tentunya hal ini akan berpengaruh pada proses tumbuh kembang anak, baik itu secara psikologis, psikis dan mental anak. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat anak pidana berinteraksi dengan narapidana dewasa, perlu diawasi secara ketat agar mereka tidak terdampak prisonisasi, selain itu sarana prasarana penunjang pembinaan anak sangat dibutuhkan agar anak bisa menjalani pembinaan dengan optimal sehingga setelah bebas anak dapat berbaur dengan lingkungannya dan bisa menyesuaikan diri dengan keadaan.

(6)

1041 Saran

Perlunya menambah fasilitas sebagai sarana dan prasarana anak dalam menunjang pendidikannya, oleh sebab itu maka perlu literasi bacaan yang bisa memberi pengetahuan bagi anak dengan cara menambah dan memperbaharui buku bacaan melalui Kerjasama dengan perpustakaan wilayah setempat. Selain itu, pengawasan interaksi anak pidana dengan narapidana dewasa harus diperhatikan, bahkan anak sebaiknya diberikan mentor khusus dari petugas pemasyarakatan agar pembinaan mereka berjalan optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3142

Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak)

Waluyo, B. (2000). Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Setyobudi (2012), Pembinaan Anak Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan Anak

Tangerang, Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Suartha, I. D. M. (2013). Laporan Akhir Pengkajian Hukum Lembaga Penempatan Anak Sementara. Pusat Penelitian Dan Pengembagan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan itu bagi anak yang tidak memiliki hambatan dengan imitasi pada orang dewasa secara alami, tetapi bagi anak yang memiliki hambatan perlu intervensi khusus dan

1) Pelaksanaan asimilasi bagi anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Blitar adalah mengikuti kegiatan ibadah di luar LAPAS, kerja sosial dan kerja bakti di

Pelaksanaan pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum di LPKA Klas IIB Karangasem, mengacu pada Proses Bisnis Pemasyarakatan Khusus Anak yang dijadikan dasar

Perlakuan tindakan kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang dewasa, yang seharusnya menjaga dan melindungi keamanan dan kesejahteraanya disebut child

Memperhatikan dan menimbang kondisi kelompok anak binaan Lapas Kelas IIB Klaten seperti tergambarkan pada permasalahan di atas, maka perlu adanya keterlibatan dari

pendampingan dan rehabilitasi sosial kepada anak yang berkonflik dengan hukum. Berdasarkan isu permasalahan yang terjadi pada anak yang berkonflik dengan hukum yang

Kelima literatur merupakan studi kuantitatif dan kualitatif, menggunakan Bahasa Indonesia dan Inggris, dipublikasikan pada tahun 2013-2023, memiliki partisipan dari kelompok usia dewasa

Keterlambatan dalam pembangunan fasilitas khusus untuk narapidana lansia dapat menyebabkan mereka terpaksa tinggal di sel yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka, yang mungkin tidak