• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan

SKRIPSI

Oleh:

Abdul Hadi R Dlt

111101124

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan

SKRIPSI

Oleh:

Abdul Hadi R Dlt

111101124

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil'alamin, segala puji syukur penulis panjatkan kepada

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Gambaran Konsep Diri

Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta

Medan”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menghadapi berbagai

hambatan dan kesulitan. Namun, berkat ada bantuan, bimbingan dan arahan dari

berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang

telah ditetapkan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Keperawatan Sumatera Utara.

4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu

Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Medan dan

jajarannya yang telah memberikan izin pengumpulan data dalam

penelitian ini.

(6)

6. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing

yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan

skripsi ini.

7. Ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji I dan

Bapak Achmad Fathi, S.Kep , Ns, MNS selaku dosen penguji II dalam

sidang skripsi penelitian ini.

8. Para staf pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

9. Ayahanda Darwin Dalimunthe dan Ibunda Dahliana Harahap yang

terus mendukung dan selalu mendo'akan saya sehingga saya punya

semangat lebih dalam pengerjaan skripsi ini.

10.Teman-teman mahasiswa S1 2011 Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara, khususnya untuk 11 orang sahabat yang telah

memberi semangat dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan,

oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan

kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya kepada Allah SWT penulis

berserah diri semoga kita selalu dalam lindungan serta limpahan rahmat-Nya.

Medan, Juli 2015

(7)

DAFTAR ISI

2.1.2.Jenis-jenis konsep diri ... 8

2.1.3.Komponen konsep diri ... 9

2.1.4.Konsep diri narapidana remaja ... 14

2.2.Remaja... 15

2.2.1.Penegertian remaja ... 15

2.2.2. Batasan karakteristik remaja ... 16

2.2.3.Ciri-ciri umum masa remaja ... 17

Bab 3. Kerangka penelitian ... 21

4.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling... 24

4.2.1. Populasi ... 24

4.2.2. Sampel ... 24

4.3. Lokasi dan waktu penelitian... 25

4.4. Pertimbangan etik... 25

4.5. Instrumen penelitian ... 26

4.6.Uji Validitas dan Reabilitas ... 28

4.7.Pengumpulan data ... 28

4.8. Analisa data ... 30

Bab 5. Hasil dan Pembahasan ... 32

(8)

5.1.1 Data demografi ... 32

Lampiran 2 Lembar persetujuan menjadi responden ... 57

Lampiran 3 Instrumen penelitian ... 58

Lampiran 4 Etical clearence ... 61

Lampiran 5Surat izin reliabilitas ... 62

Lampiran 6 Surat izin pengambilan data ... 64

Lampiran 7 Surat telah menyelesaikan penelitian ... 66

lampiran 8 Surat telah melakukan validitas ... 67

lampiran 9 Hasil uji reliabilitas ... 69

lampiran 10 Master tabel ... 73

lampiran 11 Hasil penelitian ... 85

Lampiran 12 Jadwal penelitian ... 90

Lampiran 13 Taksasi dana ... 92

Lampiran 14 Lembar bukti bimbingan ... 93

Lampiran 15 Surat terjemahan abstrak ... 95

(9)

DAFTAR SKEMA

Halaman

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.2. Definisi operasional ...22

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi demografi...33

Tabel 5.2. Disribusi frekuensi konsep diri...34

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi tingkatan gambaran diri...35

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi gambaran diri...36

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi tingkatan ideal diri...36

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi ideal diri...37

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi tingkatan harga diri...38

Tabel 5.8 Distribusi frekuensi harga diri...39

Tabel 5.9. Distribusi frekuensi tingkatan peran...39

Tabel 6.0. Distribusi frekuensi peran...40

Tabel 6.1. Distribusi frekuensi tingkatan identitas diri...41

(11)

Judul : Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan

Nama : Abdul Hadi R Dlt

NIM : 111101124

Fakultas : Keperawatan USU

Abstrak

Konsep diri merupakan salah satu masalah yang dihadapi narapidana remaja, keberadaan mereka di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak membuat mereka harus terpisah dari orang tua dan hidup bersama narapidana lain. Hal ini akan berdampak negatif terhadap persepsi mereka terhadap dirinya sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran konsep diri dan

mengetahui komponen konsep diri narapidana remaja di Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan. Sampel berjumlah 76 responden dengan menggunakan teknik random sampling. Hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden memiliki konsep diri yang positif sebanyak 73 responden (96,1%), untuk komponen konsep diri diperoleh mayoritas responden memiliki gambaran diri yang positif sebanyak 60 responden (96,1%), ideal diri yang realistis sebanyak 72 responden (94,7%), harga diri yang rendah sebanyak 39 responden (51,3%), kepuasan peran sebanyak 72 responden (94,7%), dan kejelasan identitas sebanyak 75 responden (98,7%). Lembaga Pemasyarakatan dapat mempertahankan dan meningkatkan kegiatan pembinaan dan konseling sehingga konsep diri positif pada remaja dapat dipertahankan dan ditingkatkan.

(12)
(13)

Judul : Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan

Nama : Abdul Hadi R Dlt

NIM : 111101124

Fakultas : Keperawatan USU

Abstrak

Konsep diri merupakan salah satu masalah yang dihadapi narapidana remaja, keberadaan mereka di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak membuat mereka harus terpisah dari orang tua dan hidup bersama narapidana lain. Hal ini akan berdampak negatif terhadap persepsi mereka terhadap dirinya sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran konsep diri dan

mengetahui komponen konsep diri narapidana remaja di Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan. Sampel berjumlah 76 responden dengan menggunakan teknik random sampling. Hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden memiliki konsep diri yang positif sebanyak 73 responden (96,1%), untuk komponen konsep diri diperoleh mayoritas responden memiliki gambaran diri yang positif sebanyak 60 responden (96,1%), ideal diri yang realistis sebanyak 72 responden (94,7%), harga diri yang rendah sebanyak 39 responden (51,3%), kepuasan peran sebanyak 72 responden (94,7%), dan kejelasan identitas sebanyak 75 responden (98,7%). Lembaga Pemasyarakatan dapat mempertahankan dan meningkatkan kegiatan pembinaan dan konseling sehingga konsep diri positif pada remaja dapat dipertahankan dan ditingkatkan.

(14)
(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

UU no. 12 tahun 1995 menjelaskan bahwa Lembaga Pemasyarakatan yang

selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan

Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Sebutan untuk penghuni atau

tahanan di lembaga pemasyarakatan sendiri adalah narapidana. Narapidana adalah

terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS.

Masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Masa ini

merupakan masa-masa yang amat sulit bagi remaja dan orangtua. Terdapat bukti

bahwa bagi minoritas remaja, masa remaja dapat sangat bermasalah. Meski

demikian, penting untuk mengetahui bahwa anak–anak yang mengalami masalah

emosional dimana remaja biasanya memiliki masalah emosional yang sudah

terjadi sebelumnya (Upton, 2012).

Salah satu bentuk penyimpangan pada remaja adalah kasus kriminal yang

dilakukan oleh remaja. Kasus kriminal yang sering dilakukan oleh remaja adalah

melanggar ketertiban, kejahatan asusila, penganiayaan, pencurian, perampokan,

dan penyalahgunaan narkoba. Kasus-kasus tersebut membawa remaja berurusan

dengan lembaga hukum dan beberapa remaja yang divonis bersalah kemudian

menjalani masa-masa berada di rumah tahanan sebagai narapidana.

Fenomena peningkatan kejahatan remaja yang terjadi di Indonesia terlihat

(16)

2007 tercatat sekitar 3.100 orang pelaku tindak pidana adalah remaja yang berusia

18 tahun. Jumlah tersebut bertambah pada tahun 2008 dan 2009 masing–masing

meningkat menjadi sekitar 3.300 dan 4.200 remaja.

Data yang diambil dari Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Ditjenpas, 2014)

terdapat 3.093 tahanan di LAPAS Anak. Data Direktorat Jendral Pemasyarakatan

di kantor wilayah Sumatera Utara pada bulan September tahun 2013 menunjukkan

bahwa saat ini terdapat 336 narapidana remaja. Ini menunjukkan bahwa kejahatan

yang dilakukan para remaja secara tidak langsung sudah terjerumus ke dunia

kriminalitas, sehingga kriminalitas di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh orang

dewasa, tetapi banyak juga dilakukan oleh para remaja. Data tersebut

menunjukkan bahwa penghuni lembaga pemasyarakatan semakin banyak dihuni

oleh para remaja.

Remaja yang tinggal di LAPAS dapat tejadi perubahan konsep diri. Konsep

diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana

mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya

Potter & Perry (2005). Konsep diri pada narapidana tebentuk melalui proses

belajar dalam interaksinya dengan lingkungan di LAPAS. Kurang adanya

kesempatan mengembangkan diri dan menyesuaikan diri seperti individu pada

umumnya mengakibatkan narapidana merasa ditolak oleh lingkungannya

sehingga narapidana mempertahankan diri dengan cara yang menyimpang,

mempertahankan gambaran diri yang palsu, dan mengakibatkan narapidana

mengembangkan konsep diri secara negatif (Wulandari, 2012). Adapun faktor

(17)

kondisi dimasa yang akan datang yang belum jelas dan belum pasti, sehingga

menimbulkan kekhawatiran dan kegelisan apakah masa sulit tersebut akan

terlewati dengan aman atau merupakan ancaman seperti yang dikhawatirkan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andriawati (2012) menyatakan

semakin positif konsep diri narapidana maka akan semakin rendah tingkat

kecemasan menghadapi masa depan, dan sebaliknya semakin negatif konsep diri

narapidana maka semakin tinggi tingkat kecemasan menghadapi masa depan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Armeliza (2012) tentang

gambaran konsep diri remaja yang dilakukan terhadap 60 orang responden di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Pekanbaru menunjukkan bahwa konsep diri

remaja yang berada di Lapas Kelas II B Pekanbaru yang telah melewati 3 bulan

masa tahanan, sebagian besar memiliki konsep diri yang cendrung negatif, yaitu

berjumlah 31 orang (51,7%), sedangkan yang positif sebanyak 28 orang (48,3%).

Hasil penelitian yang dilakukan Rafiyah (2009) gambaran konsep diri pada

warga binaan remaja di Rumah Tahanan Negara Klas I Bandung menunjukkan

bahwa 16 responden memiliki konsep diri yang positif dengan presentase sebesar

57.14% dan 12 responden memiliki konsep diri negatif dengan presentase sebesar

42.86%. Hampir setengah warga binaan remaja di Rutan Klas 1 Bandung

memiliki konsep diri negatif. Hal ini terjadi karena beberapa warga binaan terlihat

belum dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan Rumah Tahanan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan lima orang

(18)

remaja di LAPAS mengatakan bahwa dia merasa dikucilkan oleh keluarga

sehingga tidak pernah dikunjungi keluarganya selama di LAPAS, dan sedangkan

4 orang narapidana remaja lainnya mengatakan pernah dikunjungi keluarganya.

Dari 5 narapidana remaja yang diwawancarai mengatakan bahwa mereka tidak

bebas berekspresi, dan mereka juga mengatakan bahwa mereka malu apabila

setelah keluar dari LAPAS dan bergaul dengan masyarakat.

Pada saat diwawancarai 1 orang narapidana mengatakan malas untuk

mengikuti kegiatan harian yang dilakukan di dalam LAPAS dia menganggap

kegiatan tersebut tidak ada gunanya untuk kehidupannya selanjutnya dan

beranggapan tidak akan ada potongan hukuman jika ikut serta dalam kegiatan

harian tersebut. Sedangkan 4 orang narapidana lainnya mengatakan ikut serta

dalam berbagai kegiatan-kegiatan yang ada di dalam LAPAS.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka peneliti berasumsi bahwa konsep

diri merupakan hal yang penting dalam kehidupan remaja karena konsep diri akan

menentukan bagaimana seseorang berperilaku. Oleh karena itu peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang gambaran konsep diri narapidana remaja di

Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran konsep diri narapidana remaja di lembaga

(19)

1.3. Tujuan Penelitian

3.1 Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran konsep

diri narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung

Gusta Medan.

3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui bagaimana gambaran diri narapidana remaja di Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

2. Mengetahui bagaimana gambaran ideal diri narapidana remaja di Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

3. Mengetahui bagaimana gambaran harga diri narapidana remaja di

Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

4. Mengetahui bagaimana gambaran peran narapidana remaja di Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

5. Mengetahui bagaimana gambaran identitas diri narapidana remaja di

Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian, diharapkan mampu untuk memberikan pengetahuan dan

(20)

4.1. Praktek Keperawatan

Dapat digunakan sebagai informasi tambahan kepada perawat dalam

pemberian asuhan keperawatan tentang masalah konsep diri remaja.

4.2. Pendidikan Keperawatan

Menjadi bahan untuk memperluas wawasan dan memperdalam kajian

tentang konsep diri remaja dan pemberdayaan narapidana remaja.

4.3. Penelitian Keperawatan

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan hasilnya dapat digunakan

sebagai data awal untuk penelitian yang terkait dengan konsep diri narapidana

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep diri

2.1.1. Pengertian Konsep diri

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang

diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam

berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry

(2005) menyatakan bahwa konsep diri adalah citra mental seseorang terhadap

dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan

kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

Keliat (1992) menguraikan bahwa konsep diri merupakan aspek

kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang

positif dapat berfungsi lebih elektif yang terlihat dari kemampuan

interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep

diri negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladaptif.

Dari pengertian konsep diri menurut teori yang dipaparkan di atas maka

penulis menarik kesimpulan, konsep diri adalah pola pikir individu terhadap

diri sendiri yang didapatkan berdasarkan pengalaman pribadi dan interaksi

(22)

2.1.2 Jenis – jenis konsep diri

Dalami (2009) menyatakan bahwa dalam perkembangan konsep diri terbagi

dua, yaitu konsep diri yang adaptif dan konsep diri mal-adaptif :

1. Respon adaptif adalah respon yang dihadapi klien bila klien menghadapi

suatu masalah dapat menyelesaikannya secara baik antara lain:

a) Aktualisasi diri berdasarkan konservasi mandiri termasuk persepsi

masa lalu akan diri dan perasaannya.

b) Konsep diri positif menunjukan individu akan sukses dalam

menghadapi masalah.

2. Respon mal-adaptif adalah respon individu dalam menghadapi masalah

dimana individu tidak mampu memecahkan masalah tersebut. Respon

mal-adaptif gangguan konsep diri adalah:

a) Gangguan harga diri

Transisi antara respon konsep diri positif dan mal-adaptif kekacauan

identitas.

b) Identitas diri

Kacau atau tidak jelas sehingga tidak memeberikan kehidupan dalam

mencapai tujuan.

c) Tidak mengenal diri

Tidak mengenal diri yaitu mempunyai kepribadian yang kurang sehat,

(23)

rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan

orang lain.

2.1.3. Komponen konsep diri

a. Gambaran diri

Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan

tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran,

bentuk, fungsi penampilan, dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang

berkesinambungan di modifikasi dengan pengalaman baru setiap individu

(Stuart and Sundeen, 1998).

Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara

internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang

ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan

perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti

pertumbuhan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada

tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. Sikap dan nilai

kultural serta sosial juga mempengaruhi citra tubuh (Perry & Potter, 2005).

Beberapa gangguan pada citra tubuh dapat menunjukan tanda dan gejala,

seperti syok psikologis yang merupakan reaksi emosional terhadap dampak

perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan, menarik diri dimana

klien ingin lari dari kenyataan, tetapi karena tidak mungkin maka klien lari

atau menghindar secara emosional sehingga klien menjadi pasif, tergantung,

(24)

Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau

berduka akan muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi

dengan citra tubuh yang baru. Tanda dan gejala dari gangguan citra tubuh

tersebut adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tanda-tanda

berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga

terjadi gangguan citra tubuh, tanda dan gejalanya berupa menolak untuk

melihat dan menyentuh bagian yang berubah, tidak dapat menerima

perubahan struktur dan fungsi tubuh, mengurangi kontak sosial sehingga

terjadi menarik diri, perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh,

preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang,

mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan ditolak,

depersonalisasi, dan menolak penjelasan tentang perubahan tubuh (Stuart &

Sundeen, 1998).

b. Ideal Diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia harus

berperilaku sesuai dengan standar perilaku (Stuart and Sundeen, 1998).

Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diingingkannya atau

sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan

mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial

(keluarga, budaya) dan kepada siapa ia ingin dilakukan.

Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan, nilai dan standar perilaku yang di

anggap ideal dan di upayakan untuk dicapai diri ideal berawal dalam tahun

(25)

norma masyarakat dan harapan serta tuntutan dari orang tua dan orang

terdekat (Potter & Perry, 2005).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri diri (Keliat, 1992) :

1. Kecenderungan individu menetapkan ideal diri pada batas

kemampuannya.

2. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri.

Kemudian standar ini dibandingkan dengan standar kelompok

teman.

3. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil; kebutuhan yang

realistis; keinginan untuik menghindari kegagalan; perasaan cemas

dan rendah diri.

c. Harga diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai

dengan menganalisa seberap jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart &

Sundeen, 1998). Harga diri berasal dari dua sumber, yaitu diri sendiri dan

orang lain, harga diri bergantung pada kasih sayang dan penerimaan.

Harga diri mencakup penerimaan diri sendiri karena nilai dasar, meski

lemah dan terbatas seseorang yang menghargai dirinya yang tinggi.

Seseorang yang merasa tidak berharga dan menerima sedikit respek dari

orang lain biasanya mempunyai harga diri yang rendah (Potter & Perry,

(26)

d. Peran

Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan secara

sosial berhubungan dengan fungsi individu pada berbagai kelompok sosial

(Stuart & Sundeen, 1998). Sebagian besar individu mempunyai lebih dari

satu peran. Peran yang umum termasuk peran sebagai ibu atau ayah, istri

atau suami, anak perempuan atau anak laki-laki, pekerja atau majikan,

saudara perempuan atau laki-laki dan teman.

Setiap peran mencakup Draft Only pemenuhan harapan tertentu

dari orang lain. Pemenuhan harapan ini mengarah pada penghargaan

ketidakberhasilan untuk memenuhi harapan ini menyebabkan penurunan

harga diri atau terganggunya konsep diri seseorang (Potter & Perry, 2005).

Banyak faktor yang mempengaruhi peran dalam menyesuaikan diri dengan

peran yang harus dilakukan (Stuart & Sundeen, 1998) :

1. Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran.

2. Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan.

3. Kesesuaian dan keseimbangan antar peran yang diemban.

4. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.

5. Pemisahaan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku

(27)

e. Identitas diri

Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber

diri observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek

konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Stuart & Sundeen, 1998).

Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan

memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada

duannya. Identitas juga mencakup rasa internal tentang individualitas,

keutuhan dan konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai

situasi (Potter & Perry, 2005).

Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa seseorang belajar

tentang nilai, perilaku dan peran sesuai dengan kultur, untuk dapat

membentuk identitas seseorang harus mampu membawa semua perilaku

yang dipelajari ke dalam keutuhan yang koheren, konsisten dan unik.

Perasaan dan prilaku yang kuat akan indentitas diri individu dapat ditandai

dengan memandang dirinya secara unik, merasakan dirinya berbeda

dengan orang lain, merasakan otonomi, menghargai diri, percaya diri,

mampu diri, menerima diri, dapat mengontrol diri, mempunyai persepsi

tentang gambaran diri, peran dan konsep diri.

Stuart & Sundeen (1998) mengidentifikasi 6 ciri identitas ego :

1. Mengenal diri sendiri sebagai organisme yang utuh dan terpisah dri

oranglain.

(28)

3. Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan.

4. Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat.

5. Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang.

6. Mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat direalisasikan.

2.1.4. Konsep diri narapidana remaja

Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak

dan dewasa yang pada umunya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir

pada usia belasan tahun atau awal dua puluh tahun (Papila dan Olds, 2011).

Remaja yang kehilangan keluarga dan orang tua akan mengalami gangguan dalam

proses pembentukan konsep dirinya. Pada remaja yang tinggal di Lapas dapat

terjadi perubahan konsep diri. Konsep diri bukanlah bawaan lahir, melainkan hasil

belajar. Konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan

dengan oranglain (Riyaldi, 2009).

Konsep diri melalui proses dalam interaksinya dengan lingkungan

LAPAS. Kurang adanya kesempatan mengembangkan diri dan menyesuaikan diri

seperti individu pada umunya mengakibatkan narapidana merasa ditolak oleh

lingkuannya sehingga narapidana mempertahankan diri dengan cara menyimpang,

mempertahankan gambaran diri yang palsu dan mengakibatkan narapidana

mengembangkan konsep diri secara negatif (Wulandari, 2012).

Hal itulah yang terjadi pada remaja yang direhabilitasi di LAPAS.

(29)

direhabilitasi di LAPAS dan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pembinaan

yang dilakukan di Lapas belum sesuai dengan teori-teori perkembangan remaja,

sering terjadi perilaku kekerasan fisik, pola pembinaan yang dilakukan masih

sama dengan narapidana dewasa, waktu petugas untuk mendengarkan keluhan

remaja juga terbatas, kemampuan petugas memahami persoalan masih rendah, dan

seringkali remaja masih terlantar banyaknya waktu luang yang tidak di isi dengan

kegiatan berarti.

2.2 Remaja

2.2.1 Pengertian Remaja

Istilah adolescense atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata

bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “ tumbuh” atau “ tumbuh

menjadi dewasa” (Al-Mighwar, 2011). Masa remaja adalah masa transisi dari

kanak-kanak ke dewasa, masa ini hampir selalu merupkan masa-masa sulit bagi

remaja maupun orang tuanya (Jahja, 2011).

2.2 Batasan karakteristik remaja

Batasan karakteristik remaja menurut Agustiani (2006) yaitu :

a. Remaja awal: 12 – 15 tahun

Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan

berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak

(30)

bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman

sebaya.

b. Remaja madya: 15 – 18 tahun

Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru.

Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah

lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self-direced). Pada masa ini remaja

mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan

impusivitas dan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain ini penerimaan

dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

c. Remaja akhir: 18 – 22 tahun

Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang

dewasa. Selama periode ini remaja beusaha memantapkan tujuan vokasional

dan mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk

menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang

dewasa juga menjadi ciri dari tahap ini.

2.3 Ciri – ciri umum masa remaja

Setiap periode penting selama rentang kehidupan memiliki ciri-ciri terentu

yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya.

Menurut Al-Mighwar (2011) menyatakan ciri – ciri umum masa remaja sebagai

(31)

a. Masa penting

Semua periode dalam rentang kehidupan memeang penting, teapi ada

perbedaan dalam tingkat kepentingannya. Adanya akibat yang langsung

terhadap sikap dan tingkah laku serta akibat–akibat jangka panjangnya

menjadikan perioda remaja lebih penting daripada periode lainnya.

b. Masa transisi

Transisi merupakan tahap peralihan dari suatu tahap perkembangan ke

tahap berikutnya. Maksudnya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan

membekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Jika

seseorang anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dia harus

meninggalkan segala hal yang bersifat kekanak-kanakan dan mempelajari pola

tingkah laku dan sikap baru.

c. Masa perubahan

Perubahan yang terjadi pada masa remaja memang beragam, tetapi ada

empat perubahan yang terjadi pada semua remaja:

1) Emosi yang tinggi. Intensitas emosi bergantung pada tingkat perubahan

fisik dan psikologis yang terjadi, sebab pada awal masa remaja, perubahan

emosi terjadi lebih cepat.

2) Perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial

(32)

sebelumnya, remaja muda, tampaknya mengalami masalah yang lebih

banyak dan sulit diselasaikan.

3) Perubahan nilai-nilai sebagai konsekuensi perubahan minat dan pola

tingkah laku. Setelah hampir dewasa, remaja tidak lagi menganggap

penting segala apa yang dianggap penting pada masa anak-anak.

4) Bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Remaja menghendaki dan

menuntut kebebasan, tetapi sering takut bertanggung jawab akan risikonya

dan meragukan kemampuannya untuk mengatasinya.

d. Masa bermasalah

Meskipun setiap periode mengalami masalah sendiri, masalah masa

remaja termasuk masalah yang sulit diatasi, baik oleh anak laki-laki maupun

perempuan. Alasannya, pertama, sebagian masalah yang terjadi selama masa

kanak-kanak diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga mayoritas

remaja tidak berpengalaman dalam mengatasinya. Kedua, sebagian remaja

sudah merasa mandiri sehingga menolak bantuan orangtua dan guru-guru. Dia

ingin mengatasi masalahnya sendiri.

e. Masa pencarian identitas

Penyesuaian diri dengan standar kelompok dianggap jauh lebih penting

bagi remaja daripada individualitas. Contohnya, dalam hal pakaian, berbicara,

dan tingkah laku, remaja ingin seperti teman-teman gengnya. Apabila tidak

(33)

f. Masa munculnya ketakutan

Majeres berpendapat, “ Banyak yang berangggapan bahwa popularitas

mempunyai arti yang bernilai dan sayangnya, banyak diantaranya yang

bersifat negaif. Persepsi negatif terhadap remaja seperti tidak percaya,

cenderung merusak dan berperilaku merusak, mengindikasikan pentingnya

bimbingan dan pengawasan orang dewasa. Demikian pula, terhadap

kehidupan remaja muda yang cenderung tidak simpatik dan takut bertanggung

jawab.

g. Masa yang tidak realistik

Pandangan subjektif cenderung mewarnai remaja. Mereka memandangi

diri sendiri dan oranglain berdasarkan keinginannya, dan bukan berdasarkan

kenyataan yang sebenarnya, apalagi dalam cita-cita. Tidak hanya berakibat

bagi dirinya sendiri, bahkan bagi keluarga dan teman-temannya, cita-cita yang

realistik ini berakibat pada tingginya emosi yang merupakan ciri awal masa

remaja.

h. Masa menuju dewasa

Masa menuju dewasa dimana kematangan kian dekat, para remaja merasa

gelisah stereotip usia belasan tahun yang indah di satu sisi, dan harus

bersiap-siap menuju usia dewasa di sisi lainnya. Kegelisahan itu timbul akibat

kebimbangan tentang bagaimana meninggalkan masa remaja dan bagaimana

(34)

Mereka mencari-cari sikap yang dipandangnya pantas untuk itu. Bila

kurang arahan atau bimbingan, tingkah laku mereka akan ganjil, seperti

berpakaian dan bertingkah laku meniru-niru orang dewasa, merokok,

(35)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Penelitian

Berdasarkan uraian pada bab 2, maka dapat digambarkan kerangka konsep

penelitian sebagai berikut:

Komponen konsep diri

narapidana remaja :

1. Gambaran diri

2. Ideal diri

3. Harga diri

4. Peran

5. Identitas Diri

Skema 3.1. Kerangka Penelitian

Kerangka konsep diatas menunjukkan bahwa gambaran diri, ideal diri,

harga diri, identitas diri, dan peran merupakan komponen konsep diri yang

mempengaruhi konsep diri narapidana remaja. Jika nilai dari komponen konsep

diri bernilai baik maka kategori konsep diri remaja tersebut adalah positif. Begitu

pula sebaliknya bila nilai komponen konsep diri bernilai kurang maka kategori

konsep diri remaja tersebut bernilai negatif.

Positif

(36)

3.2. Definisi Konseptual

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang

diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam

berhubungan dengan orang lain ( Stuart & Sundeen, 1998).

3..2. Definisi Operasional

Untuk lebih mudah memahami pengertian dari variabel yang akan diteliti,

maka dapat diperhatikan pada tabel definisi operasional berikut ini:

Variabel

dirinya sendiri secara

keseluruhan baik

mengenai perubahan

yang terjadi pada

fisiknya dan psikisnya

yang dapat

Sikap tahanan remaja

tentang keadaan

fisiknya baik bentuk tubuh, dan penampilan

dan potensi yang

Ideal diri Persepsi tahanan remaja terhadap dirinya sendiri

yang berhubungan

dengan cita-cita, nilai

(37)

yang ingin dicapai, harapan pribadi yang dilakukan dimasyarakat

- Negatif Jika skor

0-2

Harga diri Penilian pribadi tahanan remaja terhadap hasil yang sesuai apa yang diharapkan oleh diri sendiri dan orang lain tentang posisinya dan perannya dikeluarga keunikan diri sendiri

(38)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Desain ini digunakan

untuk mengidentifikasi gambaran konsep diri narapidana remaja di lembaga

pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian

4.2.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh narapidana remaja yang

berjenis kelamin laki-laki di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta

Medan yang berjumlah 313 orang.

4.2.2. Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

simple random sampling karena setiap anggota populasi memiliki kesempatan

untuk menjadi narapidana. Jumlah sampel dalam peneltian ini adalah

sebanyak 76 orang yang diperoleh dari rumus Slovin (Nursalam, 2011):

n = N

1 + N(d)2 Keterangan:

(39)

N= Jumlah populasi

d = Derajat akurasi yang diinginkan (10% = 0,1)

n = N

1+ N(d)2 n = 313

1+313(0,1)2 n = 313

4,13

n = 75,78 dibulatkan menjadi 76 narapidana

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2015 di Lembaga

Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan Provinsi Sumatera Utara. Adapun

pertimbangan mengambil lokasi tersebut karena LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan

merupakan LAPAS Anak satu-satunya yang ada di Sumatera Utara dan merupakan

Lembaga Pemasyarakatan narapidana remaja yang berjenis kelamin laki-laki.

4.4. Pertimbangan Etik

Terlebih dahulu peneliti mendapatkan izin dari komite etik Fakultas Keperawatan

USU. Kemudian peneliti meminta surat izin ke Kanwil Kementerian Hukum dan

HAM Sumatera Utara. Setelah keluar surat izin penelitian, kemudian meminta data

ke Lembaga pemasyarakatan anak Tanjung Gusta Medan. Penelitian ini menyertakan

sebuah lembar persetujuan peneliti berdasarkan prinsip etik yaitu Informed consent

(40)

mengetahui maksud peneliti. Jika para narapidana bersedia, maka harus

menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Peneliti tidak akan memaksa

dan tetap menghormati hak narapidana, dan Anonimity yaitu, peneliti tidak

mencantumkan nama narapidana pada lembar pengumpulan data, tetapi akan

memberikan kode pada masing-masing lembar persetujuan tersebut.

Confidentiality yaitu, penelitian menjamin kerahasiaan informasi narapidana dan

kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. Beneficience, selalu

berupaya bahwa kegiatan yang diberikan kepada narapidana mengandung prinsip

kebaikan bagi narapidana guna mendapatkan suatu metode atau konsep baru untuk

kebaikan narapidana.

Nonmalaficience yaitu, penelitian yang digunakan tidak mengandung unsur

bahaya atau merugikan apabila sampai mengancam jiwa bagi narapidana. Veracity

yaitu, penelitian yang dilakukan harus dijelaskan secara jujur tentang manfaat, efek

dan apa yang didapat jika narapidana terlibat di dalam penelitian tersebut. Justice

yaitu penelitian harus berusaha semaksimal mungkin untuk tetap melaksanakan

prinsip justice (keadilan) pada saat melakukan penelitian (Hidayat, 2007).

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen baku

dimodifikasi yang dibuat oleh Siregar (2008) untuk penelitian Gambaran Konsep

Diri Narapidana Remaja Putri di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta

Medan. Instrumen ini dibuat dalam bentuk kuesioner. Instrumen penelitian berisi

(41)

berapa lama di Lapas, tindakan kriminal yang dilakukan, kegiatan yang dilakukan

selama di Lapas. Kuesioner gambaran konsep diri pada remaja terdiri 25 pernyataan

tertutup. Pernyataan positif berjumlah 14 (2,3,5,8,9,10,13,16,18,19,21,23,24,25).

Pernyataan negatif berjumlah 11 (1,4,6,7,11,12,14,15,17,20,22). Pernyataaan

mengenai gambaran diri terdiri dari 5 pernyataan, 3 pernyataan positif (2,3,5) dan 2

pernyataan negatif (1,4); mengenai ideal diri terdiri dari 5 pernyataan, 3 pernyataan

positif (8,9,10) dan 2 pernyataan negatif (6,7); mengenai harga diri terdiri dari 5

pernyataan, 1 pernyataan positif (13) dan 4 pernyataan negatif (11,12,14,15);

mengenai peran terdiri dari 5 pernyataaan, 3 pernyataan positif (16,18,19) dan 2

pernyataan negatif (17,20); mengenai identitas diri terdiri dari 5 pernyataan, 4

pernyataan positif (21,23,24,25); dan 1 pernyataan negatif (22).

Kuesioner ini menggunakan skala guttman dimana pernyataan positif dijawab

“ya bernilai “1” dan pernyataan positif dijawab “tidak” bernilai “0”, sedangkan

pernyataan negatif dijawab “ya” bernilai “0” dan pernyataan negatif dijawab “tidak”

bernilai “1”. Nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 0 dan nilai tertinggi adalah

25. Untuk menentukan kategori gambaran konsep diri digunakan rumus panjang

kelas (Sudjana, 2002) yaitu :

Panjang kelas (P) = Rentang kelas

Banyak kelas

Maka dapat dikategorikan tingkat konsep diri sebagai berikut:

Positif : Bernilai antara 13-25

(42)

4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas

4.6.1. Uji Validitas

Validitas instrumen bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrumen

untuk mengukur apa uang diukur. Suatu instrumen yang valid atau sahih

mempunyai validitas yang tinggi dan sebaliknya instrumen yang kurang valid

berarti memiliki validitas rendah (Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini uji

validitas kuesioner di uji oleh dosen Keperawatan Jiwa. Hasil uji valid yang

di dapatkan bernilai 1.

4.6.2. Uji Reliabilitas

Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen dilakukan uji

reliabilitas instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya

dalam ruang lingkup yang sama. Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui

seberapa besar derajat atau alat ukur untuk mengukur secara konsisten

sasaran yang akan diukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang

memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada sekelompok

sampel. Dan instrumen dikatakan reliable jika reliabilitasnya 0,70 (Arikunto,

2010). Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan KR-20 dengan hasil

0,737 ( r produk = 0,708).

4.7. Proses Pengumpulan Data

Persiapan pengumpulan data dilakukan melalui prosedur administrasi

(43)

Sumatera Utara. Kemudian meminta surat izin ke Kanwil Kementerian Hukum

dan HAM Sumatera Utara. Setelah mendapatkan izin penelitian, kemudian

meminta data ke Lembaga pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. Setelah

data narapidana didapatkan, maka peneliti akan mengundi seluruh populasi yang

akan dijadikan sampel dengan cara menggulung kertas dengan nomor urut data

narapidana lalu dimasukkan ke dalam kotak dan kemudian peneliti mengambil

beberapa gulungan sebanyak sample yang dibutuhkan.

Selanjutnya peneliti dibantu oleh petugas LAPAS untuk mengumpulkan

sample penelitian dengan memanggil nama narapidana sesuai hasil undian

tersebut dengan menggunakan alat bantu pengeras suara dan mengarahkan mereka

agar masuk ke dalam ruang kelas. Setelah semua narapiana berkumpul di ruang

kelas peneliti terlebih dahulu menjelaskan tujuan kepada narapidana, apabila

narapidana menyetujui menjadi responden dalam penelitian maka peneliti

menganjurkan narapidana untuk menandatangani lembar persetujuan (informed

consent) yang telah disediakan dan kemudian peniliti menjelaskan tata cara

pengisian kuesioner.

Narapidana diminta untuk mengisi kuesioner, dan diberi kesempatan

bertanya apabila ada yang tidak dimengerti. Setelah kuisioner selesai di isi,

peneliti memeriksa semua kuisioner sebelum dikumpulkan diteliti dulu

kelengkapannya terlebih dahulu. Setelah semua selesai, kemudian peneliti

mengadakan terminasi dengan mengucapkan terima kasih secara lisan kepada

narapidana atas kesediannya menjadi responden dalam penelitian ini. Setelah

(44)

bagian tata usaha LAPAS Tanjung Gusta Anak Medan bahwa penelitiannya sudah

selesai dilakukan.

4.8. Analisa Data

Setelah data di dapatkan maka peneliti melakukan pengolahan data dengan

lengkah-langkah sebagai berikut (Notoadmojdo, 2010):

1. Editing adalah kegiatan yang dilakukan untuk memeriksa kembali

kesalahan atau kekurangan dalam pengisian atau pengambilan identitas

narapidana , mengecek kelengkapan data. Pada tahap ini data yang telah

dikumpulkan dilakukan pengecekan identitas narapidana, mengecek

kelengkapan data dengan memeriksa isi instrumen pengumpulan data dari

setiap variabel dan subvariabel sehingga terisi semuanya.

2. Coding adalah memberi kode tertentu secara berurutan dalam kategori

yang sama pada masing-masing lembaran yang diberikan pada narapidana

sehingga memiliki arti tertentu ketika di analisis.

3. Transferring adalah data yang diberi kode disusun secara berurutan mulai

dari narapidana pertama hingga narapidana yang terakhir untuk

dimasukkan kedalam tabel.

4. Tabulating adalah bagian terakhir dari pengolahan data dengan

mengelompokkan jawaban yang serupa dengan teliti dan teratur kemudian

dihitung berapa banyak item yang termasuk dalam kategori yang sama.

Kemudian data dimasukkan kedalam program komputer, data yang

(45)

konsep diri akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan

(46)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai

Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja yang dilakukan pada tanggal 7 Juni

sampai 21 Juni 2015 di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta

Medan. Penyajian data meliputi distribusi frekuensi dan persentase karakteristik

narapidana, serta deskripsi dan persentase konsep diri remaja di Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan.

5.1.1. Data Demografi

Responden pada penelitian ini adalah narapidana remaja dengan umur

12-22 tahun, dan berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan.

Jumlah seluruh narapidana dalam penelitian ini adalah 76 orang.

Berdasarkan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas

narapidana remaja berumur 19-22 tahun yaitu sebanyak 53 narapidana (69,7%),

pendidikan sebagian besar narapidana remaja yaitu SMA sebanyak 29 narapidana

(38,2%), berdasarkan karakteristik agama mayoritas narapidana remaja beragama

Islam yaitu 56 narapidana (73,7%), sebagian besar narapidana remaja adalah suku

batak yaitu 28 respponden (36,8%). Berdasarkan lama di LAPAS sebanyak 36

narapidana (48,0%) menyatakan mereka sudah berada di LAPAS selama 0-12

bulan, tindakan kriminal yang dilakukan mayoritas remaja adalah 25 narapidana

(47)

(50,0%) melakukan kegiatan olahraga. Hasil karakteristik narapidana dapat dilihat

pada tabel 5.1 dibawah ini.

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik narapidana remaja di

LAPAS Anak di Tanjung Gusta Medan (n=76)

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

(48)

Tabel 5.1. (sambungan)

Kararkteristik Frekuensi Persentase (%)

Tindakan Kriminal

Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Meda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas narapidana dengan

konsep diri positif yaitu 73 narapidana (96,1%). Hasil tingkatan konsep diri

narapidana dapat dilihat pada tabel 5.2 dibawah ini.

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi dan persentase tingkatan konsep diri narapidana

remaja di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

Gambaran Konsep Diri Frekuensi Persentase (%)

(49)

5.1.3. Gambaran Diri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas narapidana dengan gambaran

diri positif yaitu 60 narapidana (78,9%). Hasil tingkatan gambaran diri narapidana

dapat dilihat pada tabel 5.3 dibawah ini.

5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkatan Gambaran Diri

Narapidana Remaja di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

Pernyataan Frekuensi Persentase %

Gambaran Diri Positif Negatif

60 16

78,9 21,1

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 39 narapidana (51,2%)

menyatakan mereka malu dengan kondisi tubuhnya saat ini ketika berjumpa

dengan orang lain, 49 narapidana (64,5%) menyatakan mereka menyukai bentuk

tubuhnya saaat ini, 68 narapidana (89%) menyatakan mereka mampu melakukan

sesuatu dengan baik dengan keadaan tubuhnya saat ini, 39 narapidana (51,3%)

menyatakan mereka bosan dengan penampilan berpakaiannya saat ini, 74

narapidana menyatakan mereka menerima setiap bagian tubuhnya ini sebagai

anugrah dari Tuhan, yang harus dijaga dan dipergunakan dengan baik. Hasil

(50)

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi dan persentase gambaran diri narapidana remaja

di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

No Pernyataan Ya

n(%)

Tidak

n(%)

1 Saya malu dengan kondisi tubuh saya saat ini ketika berjumpa dengan orang lain

39(51,2) 37(48,7)

2 Saya menyukai bentuk tubuh saya saat ini 49(64,5) 27(35,5)

3 Saya mampu melakukan sesuatu dengan baik dengan keadaan tubuh saya saat ini

68(89,5) 8(10,5)

4 Saya bosan dengan penampilan berpakaian saya saat ini

39(51,3) 37(48,7)

5 Saya menerima setiap bagian tubuh saya ini sebagai anugrah dari Tuhan, yang harus dijaga dan dipergunakan dengan baik

74(97,4) 2(2,6)

5.1.4. Ideal Diri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas narapidana dengan ideal

diri realistis yaitu 72 narapidana (94,7%). Hasil tingkatan ideal diri narapidana

dapat dilihat pada tabel 5.5 dibawah ini.

5.5 Distribusi frekuensi dan persentase tingkatan gambaran diri narapidana remaja

di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

Pernyataan Frekuensi Persentase (%)

(51)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 38 narapidana (50,0%)

menyatakan mereka peduli dengan masa depannya, 47 narapidana (61,8%)

menyatakan mereka peduli bertentangan perbuatan yang mereka lakukan sesuai

norma masyarakat, 76 narapidana (100%) menyatakan mereka berharap dapat

menjaga sikap selama menghuni LAPAS ini, 74 narapidana (97,4%) menyatakan

mereka berharap ini terakhir kalinya dihukum di LAPAS, 69 narapidana (90,8%)

menyatakan mereka berharap diterima oleh masyarakat dilingkungannya setelah

keluar dari LAPAS. Hasil pernyataan Ideal Diri narapidana dapat dilihat pada tabel 5.6 dibawah ini

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi dan persentase ideal diri narapidana remaja di

LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

No Pernyataan Ya

Saya acuh dengan masa depan saya

Saya tidak peduli bertentangan perbuatan yang

saya lakukan sesuai norma masyarakat

Saya berharap dapat menjaga sikap selama

menghuni LAPAS

Saya berharap ini terakhir kali saya dihukum di

LAPAS

Saya berharap diterima oleh masyarakat di

lingkungan saya setelah keluar dari LAPAS

(52)

5.1.5. Harga Diri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa mayoritas narapidana dengan

harga diri tinggi yaitu 37 narapidana (48,7%). Hasil Tingkatan Harga Diri

narapidana dapat dilihat pada tabel 5.7 dibawah ini.

5.7. Distribusi frekuensi dan persentase tingkatan harga diri narapidana

remaja di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

Pernyataan Frekuensi Persentase %

Harga Diri Tinggi Rendah

37 39

48,7 51,3

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 62 narapidana (81,6%)

menyatakan mereka merasa hidup ini penuh dengan kesalahan, 55 narapidana

(72,4%) menyatakan mereka malu kalau orang lain mengetahuinya berada di

LAPAS, 68 narapidana (81,6%) menyatakan mereka mempunyai banyak teman di

LAPAS yang dapat dijadikan sahabat, baik dalam suka maupun duka, 45

narapidana (59,2%) mereka menyatakan keluarganya enggan datang

mengunjunginya di LAPAS, 56 narapidana (73,7%) menyatakan mereka merasa

hidup ini tidak berguna lagi. Hasil pernyataan harga diri narapidana dapat dilihat

(53)

Tabel 5.8. Distribusi frekuensi dan persentase harga diri narapidana remaja di

LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

No Pernyataan Ya

n(%)

Tidak

n(%)

1 Saya merasa hidup ini penuh dengan kesalahan 62(81,6) 14(18,4)

2 Saya malu kalau orang lain mengetahui saya berada di LAPAS

55(72,4) 21(27,6)

3 Saya mempunyai banyak teman di LAPAS yang

dapat dijadikan sahabat, baik dalam keadaan suka maupun duka

68(89,5) 8(10,5)

4 Keluarga saya enggan datang mengunjungi saya di LAPAS

45(59,2) 31(40,8)

5 Saya merasa hidup ini tidak berguna lagi 56(73,7) 20(26,3)

5.1.6. Peran

Hasil penelitian penelitian menunjukkan bahwa mayoritas narapidana

dengan kepuasan peran yaitu 72 narapidana (94,7%). Hasil Tingkatan Peran

narapidana dapat dilihat pada tabel 5.9 dibawah ini.

Tabel 5.9. Distribusi frekuensi dan persentase peran narapidana remaja di

LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

Pernyataan Frekuensi Persentase (%)

(54)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 69 narapidana (90,8%)

menyatakan mereka selalu ikut serta dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang di

adakan di LAPAS, 43 narapidana (56,6%) menyatakan mereka dapat

menyesuaikan diri denngan lingkungan LAPAS, 73 narapidana (96,1%)

menyatakan mereka membantu teman-teman yang membutuhkan pertolongannya,

71 narapidana (93,4%) menyatakan mereka patuh terhadap peraturan yang

diterapkan di LAPAS, 44 narapidana (57,9%) menyatakan mereka merasa

terhambat melakukan sesuatu hal selama di dalam LAPAS. Hasil pernyataan

peran narapidana dapat dilihat pada tabel 6.0 dibawah ini.

Tabel 6.0. Distribusi frekuensi dan persentase peran narapidana remaja di

LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

No Pernyataan Ya

n(%)

Tidak

n(%)

1 Saya selalu ikut serta dalam mengikuti kegitan-kegiatan yang di adakan di LAPAS

69(90,8) 7(9,2)

2 Saya sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan LAPAS

33(43,3) 43(56,6)

3

4

5

Saya membantu teman-teman yang membutuhkan pertolongan saya

Saya patuh terhadap peraturan yang diterapkan di LAPAS

(55)

5.1.7. Identitas Diri

Hasil penelitian penelitian menunjukkan bahwa mayoritas narapidana

dengan kejelasan identitas yaitu 75 narapidana (98,7%). Hasil tingkatan harga

diri narapidana dapat dilihat pada tabel 6.1 dibawah ini

Tabel 6.1. Distribusi frekuensi dan persentase peran narapidana remaja di LAPAS

Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

Pernyataan Frekuensi Persentase (%)

Identitas Diri

Kejelasan Identitas

Ketidakjelasan

Identitas

75

1

98,7

1,3

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 53 narapidana (69,7%)

menyatakan mereka mampu hidup mandiri tanpa bergantung kepada keluarga

lagi, 61 narapidana (80,3%) menyatakan mereka merasa terbebani selama berada

di LAPAS, 73 narapidana (96,1%) menyatakan mereka mencoba memperbaiki

perbuatannya menjadi lebih baik lagi, dan 75 narapidana (98,7%) menyatakan

menerima hukuman yang diberikan atas perbuatannya selama di LAPAS. Hasil

(56)

Tabel 6.2. Distribusi frekuensi dan persentase tingkatan identitas diri narapidana

remaja di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan (n=76)

No Pernyataan Ya

Saya mampu hidup mandiri tanpa bergantung kepada keluarga lagi

Saya merasa terbebani selama saya berada di LAPAS

Orangtua saya tetap menganggap saya sebagai anak, walau saya berada di LAPAS

Saya akan mencoba memeperbaiki perbuatan saya menjadi lebih baik

Saya menerima hukuman yang diberikan atas perbuatan saya selama saya di LAPAS

53(69,7)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 73 narapidana (96,1%) gambaran

konsep diri narapidana remaja di LAPAS Anak Tanjung Gusta Medan adalah

Positif. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Iswardani (2006) terhadap 50

orang remaja di LAPAS Anak Tangerang bahwa 88% narapidana remaja yang

berada di LAPAS Anak Tangerang memiliki konsep diri negatif.

Hal ini dikarenakan mayoritas usia narapidana remaja berusia 19-22 tahun

(57)

Iswardani dimana mayoritas usia narapidana remaja yang diteliti dalam kategori

remaja awal. Kartono (1990) menyatakan remaja akhir merupakan masa remaja

yang mantap dan stabil. Sebagian besar narapidana remaja sudah menyesali

perbuataanya dan ingin memperbaiki diri menjadi lebih baik.

Wilujeng (2012) menyatakan bahwa konsep diri yang dimiliki

masing-masing oleh anak yang berkonflik dengan hukum berbeda antara yang satu

dengan yang lain. Berdasarkan hasil penelitian didapakan mayoritas narapidana

melakukan tindak kriminal mencuri. Berberapa narapidana menyesali perbuatan

yang telah mereka perbuat, hal ini sesuai dengan penjelasan salah satu narapidana

yang mengatakan terpaksa melakukan perbuatan mencuri akibat kebutuhan hidup

yang mendesak dan ia tidak mampu memenuhinya dengan penghasilan yang

dimiliki. Perbuatan mencuri dengan alasan terpaksa merupakan citra mental yang

lemah dalam berkepribadian.

Hal ini sesuai dengan teori Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa

konsep diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup

bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek

kepribadiannya.

5.2.2. Gambaran Diri

Berdasarkan hasil penelitian, gambaran diri narapidana remaja di LAPAS

Anak Tanjung Gusta Medan termasuk memiliki gambaran diri yang positif

sebanyak 72 narapidana (94,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah

(58)

narapidana remaja dengan hasil penelitian menunujukkan mayoritas narapidana

memiliki gambaran diri yang positif yaitu sebanyak 24 narapidana (77,4%).

Hal ini dikarenakan mayoritas narapidana pada saat di observasi memiliki

kepedulian terhadap bentuk tubunya, dimana mereka memakai pakaian yang

bersih dan rapi, menjaga tubuh mereka agar tetap sehat seperti mandi dan

olahraga. Hal ini menunjukkan bahwa narapidana memiliki gambaran diri yang

positif. Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan

tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk,

fungsi penampilan, dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang

berkesinambungan di modifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart

and Sundeen, 1998).

Candrasari (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa gambaran diri

dapat bersifat positif maupun negatif. Gambaran diri yang positif terjadi apabila

remaja dapat menerirna penampilan fisiknya sebagaimana adanya. Sebaliknya

gambaran diri yang negatif, membuat remaja kurang menyukai penampilan

fisiknya, sehingga cenderung menarik diri dari lingkungan, menghambat

pergaulan dan menimbulkan perasaan rendah diri atau merasa diri kurang

berharga.

Hal ini sesuai dengan jawaban 49 narapidana (64,5%) menyatakan mereka

menyukai bentuk tubuhnya saat ini dan 74 narapidana menyatakan mereka

(59)

dijaga dan dipergunakan dengan baik. Penerimaan yang baik terhadap bentuk

tubuh merupakan persepi yang baik

Tetapi ada juga yang ditanggapi negatif yaitu 39 narapidana (51,2%)

menyatakan mereka malu dengan kondisi tubuhnya saat ini ketika berjumpa

dengan orang lain. Remaja yang merasa memiliki kekurangan dalam penampilan

fisik atau kesehatannya dapat menurunkan rasa percaya dirinya, menarik diri serta

memunculkan pandangan-pandangan negatif tentang penampilannya.

5.2.2. Ideal Diri

Berdasarkan hasil penelitian Ideal diri narapidana remaja di LAPAS Anak

Tanjung Gusta Medan memiliki ideal diri yang realistis sebanyak 72 narapidana

(94,7%). Hal ini sependapat dengan penelitian yang telah dilakukan Armeliza

(2012) terhadap 60 narapidana tentang ideal diri narapidana remaja, mayoritas

remaja memiliki ideal diri yang positif, yaitu sebanyak 42 orang (70%).

Hal ini dikarenakan pendidikan terakhir narapidana remaja mayoritas adalah

SMA sebanyak 29 narapidana (38,2%). Pendidikan sangat berpengaruh terhadap

ideal diri remaja, dimana remaja cenderung memiliki persepsi realistis, dan remaja

yang mengalami perubahan psikis merasa mampu untuk melakukan hal-hal yang

dianggap bisa dilakukan dan mempunyai harapan yang tinggi terhadap dirinya,

tidak merasa cemas dengan kondisi dirinya, serta memiliki ideal diri yang

realistis.

Hal ini sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa

(60)

dibandingkan dengan orang yang berpendidikan menengah dan rendah.

Pendidikan mempunyai peranan penting dalam menentukan kualitas manusia,

dengan pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan dan

informasi, dan semakin tinggi pendidikan seseorang semakin berkualitas

hidupnya. Remaja cenderung memiliki persepsi realistis, dimana remaja yang

mengalami perubahan psikis merasa mampu untuk melakukan hal-hal yang

dianggap bisa dilakukan dan mempunyai harapan yang tinggi terhadap dirinya,

tidak merasa cemas dengan kondisi dirinya, serta memiliki, ideal diri yang

realistis.

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana seharusnya ia berprilaku

sesuai dengan standar perilaku (Stuart &Sudden, 1998). Potter & Perry (2005)

menyatakan bahwa remaja yang memiliki konsep diri positif berarti memiliki

penerimaan diri yang positif. Remaja menganggap dirinya berharga dan

cenderung menerima diri sendiri sebagaimana adanya.

Widiasi (2008) dalam penelitiannya menyatakan narapidana mengungkapkan

bahwa mereka menginginkan kehidupan yang lebih baik, baik dalam hal

pendidikan, pekerjaan, keluarga maupun penerimaan lingkungan terhadap

kehadiran mereka dan membahagiakan orang tua. Mereka ingin sekali cita-cita

mereka dapat terwujud.

Hal ini sesuai dengan jawaban 74 narapidana (97,4%) menyatakan mereka

berharap ini terakhir kalinya dihukum di LAPAS, dan 69 narapidana (90,8%)

(61)

keluar dari LAPAS. Narapidana remaja memiliki harapan atau keinginan yang

ingin dicapai.

Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa yang mempengaruhi ideal diri

seseorang diantaranya seseorang cenderung menetapkan ideal diri sesuai dalam

batas kemampuannya. Seseorang tidak akan mungkin menetapkan suatu ideal atau

tujuan jika sekiranya dirinya tidak mempu mengupayakan diri untuk mencapai

tujuan tersebut atau berada diluar batas kemampuannya.

5.2.3. Harga Diri

Berdasarkan hasil penelitian harga diri narapidana remaja di LAPAS Anak

Tanjung Gusta Medan memiliki harga diri yang rendah sebanyak 39 narapidana

(51,3%). Hal ini sependapat dengan penelitian yang telah dilakukan Armeliza

(2012) terhadap 60 narapidana tentang gambaran konsep diri remaja, didapatkan

hasil bahwa mayoritas narapidana memiliki harga diri negatif yaitu sebanyak 33

narapidana (55%).

Hal ini dikarenakan narapidana yang bebas akan di cap sebagai mantan

narapidana, dimana persepsi masyarakat terhadap mantan narapidana yang

negatif, hal seperti ini akan menggangu kepribadian narapidana sendiri.

Terganggunya kepribadian seseorang terhadap kejahatan yang dilakukan dimasa

lalu akan berdampak terhadap masa depannya. Narapidana cenderung merasa

tidak mampu melakukan segala sesuatu dengan baik, tidak memiliki potensi untuk

dibanggakan, tidak memiliki perasaan berharga. Kondisi seperti ini akan membuat

(62)

Menurut Stuart & Sudden, (1998) remaja yang pernah melakukan kesalahan,

kekalahan, dan kegagalan, tetapi tetap merasa sebagai seseorang yang berharga

merupakan prilaku yang positif. Namun jika harga diri remaja menjadi rendah

biasanya disebabkan karena kehilangan kasih sayang atau cinta kasih dari orang

lain, kehilangan kepercayaan dari orang lain.

Hal ini sesuai dengan jawaban dari 62 narapidana (81,6%) menyatakan

mereka merasa hidup ini penuh dengan kesalahan, 55 narapidana menyatakan

bahwa mereka malu kalau orang lain menegetahuinya berda di LAPAS dan 45

narapidana (59,2) menyatakan bahwa keluarga enggan datang berkungjung di

LAPAS, hal ini dikarenakan masa remaja merupakan masa yang penuh dengan

masalah dimana masa remaja masih memerlukan bimbingan dari orangtua agar

remaja tidak memiliki persespsi yang buruk terhadap kehidupannya. Remaja yang

memiliki harga diri rendah cenderung memiliki penilaian bahwa dirinya

merupakan pribadi yang tidak diterima orang lain (Buwono, 2007).

Tetapi ada juga pertanyaan yang ditanggapi tinggi dari 68 narapidana

menyatakan mereka mempunyai banyak teman di LAPAS yang dapat dijadikan

sahabat, baik dalam suka maupun duka. Hal ini dikarenakan semua narapidana

memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan, sehingga mereka saling peduli

satu sama lain.

Hal ini sesuai dengan teori Felker (1974) ada 3 komponen dalam

pembentukan harga diri, yaitu: feeling of belonging yaitu perasaan bahwa dirinya

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik narapidana remaja di
Tabel 5.1. (sambungan)
Tabel 5.4.   Distribusi frekuensi dan persentase gambaran diri narapidana remaja
Tabel 5.6. Distribusi frekuensi dan persentase ideal diri narapidana remaja di
+7

Referensi

Dokumen terkait

SURAT TUGAS Nomor: 814/IV/SD.05/II/2015 Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala SD Negeri Mancagahar 1 UPTD Pendidikan Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Garut dengan ini menugaskan kepada :

1 shows that performance is (1) a positive function of goal setting for both levels of task interdependence, (2) over trials, performance level increases for reciprocal but is

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI), sebagai salah satu unit utama di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyediakan

Hal ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya Lihan Rini Puspo (2010) yang menyatakan bahwa investor akan menginvestasikan dananya pada perusahaan yang

PrintWriter adalah class turunan dari Writer yang memiliki metode tambahan untuk menulis tipe data Java dalam karakter yang bisa dibaca manusial.. Queue merupakan model

Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi pesawat sederhana pada siswa kelas

Esa yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan secara tepat waktu skripsi dengan judul “Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Kualitas Tidur

cara cara penyampaian penyampaian informasi, fakta, informasi, fakta, pengetahuan atau pengetahuan atau masalah oleh pendidik masalah oleh pendidik kepada peserta