i
KECAMATAN WONOSEGORO
KABUPATEN BOYOLALI
TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
DEWI SETIYAWATI
NIM: 115-13-074
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
iii
KECAMATAN WONOSEGORO
KABUPATEN BOYOLALI
TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
DEWI SETIYAWATI
NIM: 115-13-074
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
vii
(MARIO TEGUH)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta (Bapak Mokan dan Ibu Pasmi) yang selalu
mendoakan, mendukung, dan memberikan kasih sayangnya yang tak
terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini,
mudah-mudahan Bapak dan Ibuku senantiasa diberikan nikmat umur panjang,
sehat, dan rezeqi yang berkah;
2. Adikku (Muhammad Wijiyanto) tersayang yang selalu memberikan
semangat, mudah-mudahan adikku senantiasa diberi nikmat umur
viii
Puji syukur senantiasa penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul
Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Pesawat Sederhana Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Pada Siswa Kelas
V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Tahun
2017 bisa selesai. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan
kita, Nabi Agung Muhammad SAW semoga beliau selalu dirahmati Allah.
Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa motivasi, bimbingan, dan
bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini selesai. Oleh karena itu, penulis
sampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga;
2. Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga;
3. Peni Susapti, M.Si. selaku Ketua Jurusan PGMI IAIN Salatiga;
4. Dr. Maslikhah, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing, memberikan saran, motivasi, arahan, dan meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini;
5. Rasimin, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingannya;
6. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh staf karyawan IAIN Salatiga yang telah
x
Head Together (NHT) Pada Siswa Kelas V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Tahun 2017. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing Dr. Maslikhah, M.Si.
Kata Kunci: Hasil Belajar IPA, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)
Pembelajaran IPA di SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali belum menggunakan berbagai model pembelajaran aktif dan masih bersifat konvensional. Hal ini menyebabkan siswa cenderung pasif dan kurangnya perhatian siswa terhadap materi yang disampaikan oleh guru terutama materi pesawat sederhana. Terbukti dari rendahnya hasil belajar siswa yang belum mencapai KKM 65. Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi pesawat sederhana pada siswa kelas V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali tahun 2017?. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPA materi pesawat sederhana melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa kelas V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali tahun 2017.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus yang masing-masing siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali yang berjumlah 15 siswa meliputi 8 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan. Instrumen penelitian meliputi RPP, lembar observasi guru, lembar observasi siswa, dan tes evaluasi. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi, dokumentasi, dan tes. Data dianalisis secara statistik menggunakan rumus persentase, apabila ≥ 85% siswa tuntas belajar maka siklus dihentikan.
xi
Lembar Berlogo ... ii
Halaman Judul ... iii
Persetujuan Pembimbing ... iv
Pengesahan Kelulusan ... v
Pernyataan Keaslian Tulisan dan Kesediaan Publikasi ... vi
xii
3. Materi Pesawat Sederhana ... 34
C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT 1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 41
2. Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 43
3. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 43
4. Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 44
5. Cara Menyiasati Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 44
6. Penelitian yang Relevan ... 44
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN A. Gambaran Umum SD N 2 Kalinanas ... 48
B. Pelaksanaan Penelitian 1. Deskripsi Siklus I ... 51
2. Deskripsi Siklus II ... 58
3. Deskripsi Siklus III ... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Paparan Siklus 1. Deskripsi Data Siklus I ... 70
2. Deskripsi Data Siklus II ... 72
xiii
B. Saran ... 78
xiv
Tabel 3.2. Daftar Guru SDN 2 Kalinanas ... 49
Tabel 3.3. Daftar Jumlah Siswa SDN 2 Kalinanas ... 49
Tabel 3.4. Daftar Siswa Kelas V SDN 2 Kalinanas ... 50
Tabel 3.5. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 51
Tabel 4.1. Daftar Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 70
Tabel 4.2. Daftar Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 72
Tabel 4.3. Daftar Hasil Belajar Siswa Siklus III ... 74
xv
Gambar 2.1. Bagian-bagian Pengungkit ... 35
Gambar 2.2. Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 1 ... 35
Gambar 2.3. Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 2 ... 36
Gambar 2.4. Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 3 ... 36
Gambar 2.5. Katrol Tetap ... 37
Gambar 2.6. Katrol Bebas ... 38
Gambar 2.7. Katrol Majemuk ... 39
Gambar 2.8. Alat-alat Menggunakan Prinsip Bidang Miring ... 40
Gambar 2.9. Roda Berporos ... 40
xvi
Lampiran 12. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 109
Lampiran 13. Lembar Kerja Siswa Kelompok Siklus II ... 116
Lampiran 14. Soal Evaluasi Siklus II ... 117
Lampiran 15. Catatan Lapangan Pelaksanaan Siklus II ... 119
Lampiran 16. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III ... 123
Lampiran 17. Lembar Kerja Siswa Kelompok Siklus III ... 130
Lampiran 18. Soal Evaluasi Siklus III ... 131
Lampiran 19. Catatan Lapangan Pelaksanaan Siklus III ... 133
Lampiran 20. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian ... 137
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang menentukan
tingkat kemampuan manusia dalam menghadapi kehidupan. Pendidikan
dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk menjamin
keberlangsungan pembangunan bangsa terutama pada pendidikan dasar.
Pendidikan dasar merupakan landasan bagi pendidikan selanjutnya. Mutu
pendidikan yang baik di sekolah dasar akan menentukan mutu yang baik
pula pada pendidikan tingkat selanjutnya.
Bagian terpenting dari pendidikan adalah adanya kegiatan
pembelajaran. Pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas yaitu
belajar dan mengajar. Belajar menurut Susanto (2013: 4) adalah suatu
aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar
untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru
sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang
relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak.
Sedangkan mengajar menurut Howard (dalam Susanto, 2013: 20) adalah
suatu aktivitas membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah
atau mengembangkan keterampilan, sikap, cita-cita, pengetahuan, dan
penghargaan.
Salah satu pembelajaran yang terjadi di Sekolah Dasar (SD) adalah
merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang gejala dan
perubahan-perubahan alam. Perubahan-perubahan-perubahan alam tersebut merupakan
tanda-tanda kekuasaan Allah SWT yang dapat kita renungkan dan dapat kita
jadikan pelajaran yang sangat berharga untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan. Allah SWT telah menjanjikan akan meninggikan derajat
orang yang mempelajari ilmu pengetahuan sebagaimana firman Allah
SWT dalam Qur’an Surat Al-Mujaadilah ayat 11 (Depag, 2002: 793):
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu ilmu yang banyak
memerlukan pemahaman mengenai konsep-konsep, teori-teori, dan
hukum-hukum, bukan hanya sekadar hafalan saja. Maka dari itu, dalam
melaksanakan pembelajaran IPA harus secara aktif dan kreatif dalam
melibatkan siswa untuk dapat berpikir kritis dalam memecahkan masalah
terutama yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Keberhasilan pembelajaran IPA tergantung pada kreativitas guru
Menurut Suprijono (2011: 46), model pembelajaran adalah pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas
maupun tutorial. Model pembelajaran juga dapat didefinisikan sebagai
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Melalui model pembelajaran guru dapat membantu siswa mendapatkan
informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide.
Model pembelajaran dapat digunakan para guru untuk merencanakan
aktivitas pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran IPA adalah model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Head Together (NHT).
Berdasarkan hasil wawancara pada hari Sabtu tanggal 18 Maret 2017
dengan guru mata pelajaran IPA kelas V SD Negeri 2 Kalinanas
Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali (Handono, S.Pd.), dalam
melaksanakan pembelajaran IPA belum menggunakan berbagai model
pembelajaran aktif dan masih bersifat konvensional. Biasanya dalam
melaksanakan pembelajaran, guru hanya menggunakan metode ceramah,
tanya jawab, dan penugasan saja. Guru lebih banyak menerangkan,
sedangkan siswa hanya menyimak melalui buku pegangannya. Setelah
selesai penyampaian materi, guru langsung memberikan tugas kepada
siswa untuk mengerjakan soal-soal latihan yang ada di lembar kerja siswa.
Guru tidak pernah meminta siswa untuk aktif berdiskusi maupun
hanya sebagai objek penerima materi dari guru tanpa dilatih untuk
bertukar pikiran dalam menyelesaikan pokok permasalahan. Kondisi
tersebut menyebabkan siswa pasif, ada yang merasa jenuh, bosan, dan ada
yang berbicara sendiri dengan teman sebelahnya sehingga siswa kurang
perhatian terhadap materi yang disampaikan oleh guru. Menurut guru
tersebut, materi yang dianggap sulit para siswa pada semester ini adalah
materi tentang pesawat sederhana. Hal ini diakui oleh guru tersebut bahwa
dengan cara yang diterapkannya ini masih banyak siswa yang kurang
menguasai materi terutama pada materi pesawat sederhana. Terbukti dari
hasil belajar siswa pada materi pesawat sederhana masih banyak di bawah
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu dari 15 siswa hanya 4 siswa
yang dapat mencapai KKM, sedangkan 11 siswa masih di bawah KKM.
Nilai KKM mata pelajaran IPA di SD ini adalah 65.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka untuk menciptakan
pembelajaran yang lebih bermakna adalah dengan mencoba menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Numbered Head Together
adalah salah satu tipe pembelajaran yang dilakukan dengan cara setiap
siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak,
guru memanggil nomor dari siswa (Hamdani, 2011: 89). Kelebihan dari
model pembelajaran ini adalah dapat membuat siswa lebih aktif terlibat
dalam proses pembelajaran. Selain itu, siswa juga dilatih untuk saling
tukar pikiran dan melatih keberaniannya untuk mempresentasikan hasil
diterapkan salah satunya dalam mata pelajaran IPA kelas V materi pesawat
sederhana. Pemilihan kelas dan materi ini dianggap sangat tepat untuk
menerapkan model pembelajaran NHT. Kelas V merupakan kelas
persiapan masuk ke kelas VI jadi siswa harus benar-benar dilatih rasa
tanggung jawab, kemampuan bertukar pikir dalam menyelesaikan
permasalahan, dan keaktifannya dalam kegiatan belajar sehingga siswa
dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Materi pesawat sederhana
adalah materi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yang
digunakan untuk memudahkan pekerjaan manusia. Maka dalam mengikuti
pelajaran materi ini sangat diperlukan konsentrasi supaya siswa dapat
memahami, membedakan, dan menggolongkan macam-macam pesawat
sederhana sesuai dangan ciri-cirinya supaya siswa dapat menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari dengan benar. Model pembelajaran ini, siswa
dilatih berdiskusi dengan teman-temannya untuk memecahkan masalah
yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, dengan
diberikannya nomor kepada setiap siswa dan secara acak guru memanggil
nomor siswa, akan menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa dalam
mempelajari materi dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Oleh
karena itu, diharapkan siswa dapat memahami materi dengan baik.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar IPA
Numbered Head Together (NHT) Pada Siswa Kelas V SD Negeri 2
Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Tahun 2017.”
B. Rumusan Masalah
Apakah model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat
meningkatkan hasil belajar IPA materi pesawat sederhana pada siswa kelas
V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali
tahun 2017?.
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui peningkatan hasil belajar IPA materi pesawat sederhana
melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa kelas V SD
Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali tahun
2017.
D. Hipotesis Tindakan dan Indikator Keberhasilan
1. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan merupakan jawaban sementara terhadap
masalah yang dihadapi sebagai alternatif tindakan yang dipandang
paling tepat untuk memecahkan masalah yang telah dipilih untuk
diteliti melalui Penelitian Tindakan Kelas (Mulyasa, 2011: 105).
Hipotesis dari rumusan masalah ini adalah: jika model
pembelajaran kooperatif tipe NHT diterapkan dengan baik, dapat
kelas V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten
Boyolali tahun 2017.
2. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan merupakan tolok ukur tingkat
ketercapaian dari tindakan yang diberikan (Daryanto, 2011: 83).
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini dikatakan
efektif apabila indikator yang diharapkan tercapai. Indikator
ketuntasan siswa adalah sebagai berikut:
a. Secara Individu
Siswa dapat mencapai skor ≥ 65 pada materi pesawat sederhana.
b. Secara Klasikal
Siklus akan berhenti apabila ≥ 85% dari total siswa dalam satu
kelas mendapat nilai ≥ 65.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang ilmiah
bagi pengembangan IPA;
b. Memberi masukan dalam khasanah keilmuan untuk perkembangan
kemajuan dalam bidang pendidikan;
c. Menambah wawasan dalam bidang penelitian dan pembuatan
karya ilmiah, serta memberikan sumbangan pikiran bagi lembaga
2. Manfaat Praksis
a. Bagi Siswa
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengalaman
yang baru serta suasana belajar yang aktif sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pesawat sederhana
melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada proses
pembelajaran IPA di SD/MI.
b. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada proses
pembelajaran IPA di SD/MI.
c. Bagi Sekolah
Mengangkat nama baik sekolah karena dapat
mengembangkan dan menggunakan model pembelajaran yang
tepat sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
F. Definisi Operasional
Penjelasan dari judul peningkatan hasil belajar IPA materi pesawat
sederhana melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa
kelas V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten
1. Hasil Belajar
Hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri
siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
sebagai hasil dari kegiatan belajar. Guru menetapkan tujuan belajar
dalam kegiatan pembelajaran. Anak yang berhasil dalam belajar adalah
yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran (Susanto, 2013: 5).
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang
dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki
tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik (Fathurrohman,
2012: 97). Numbered Head Together dilakukan dengan cara setiap
siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak,
guru memanggil nomor dari siswa (Hamdani, 2011: 89).
G. Metode Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Istilah dalam bahasa Inggris adalah Classroom Action
Research (CAR). berdasarkan namanya sudah menunjukkan isi yang
terkandung di dalamnya, yaitu sebuah kegiatan penelitian yang
dilakukan di dalam kelas. Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu
sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama
(Arikunto, 2014: 2-3).
Alasan peneliti menggunakan jenis PTK adalah untuk
memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran yang dilakukan
oleh guru di dalam kelas dengan cara menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat
terutama pada mata pelajaran IPA materi pesawat sederhana.
Penelitian Tindakan Kelas yang digunakan adalah jenis kolaboratif,
dimana peneliti bertindak sebagai pengamat.
Arikunto, dkk (2014: 16) mengemukakan empat tahapan dalam
pelaksanaan PTK, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)
pengamatan, dan (4) refleksi. Tahapan tersebut dapat ditampilkan pada
gambar 1.1.
Gambar 1.1. Bagan Rancangan PTK (Sumber: Arikunto, dkk, 2014: 16)
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 2
Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali pada mata
pelajaran IPA materi pesawat sederhana. Jumlah siswa kelas V ada 15
siswa meliputi 8 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan dengan
kolaboratornya guru kelas V yaitu bapak Handono. Peneliti dapat
berkolaborasi dengan guru (Handono, S.Pd.) sehingga model
pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pelajaran IPA.
3. Langkah-langkah Penelitian
a. Perencanaan
Tahap perencanaan menjelaskan tentang apa, mengapa,
kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut
dilakukan. Penelitian yang ideal sebetulnya dilakukan secara
berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang
mengamati proses jalannya tindakan. Istilah untuk cara ini adalah
penelitian kolaborasi. Cara ini dikatakan ideal karena adanya upaya
untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu
kecermatan amatan yang dilakukan (Arikunto, dkk, 2014: 17).
Tahapan dalam perencanaan ini terdiri dari:
1) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT;
2) Menyiapkan sarana pendukung yang diperlukan saat proses
3) Menyiapkan lembar observasi guru dan siswa untuk
mengetahui kondisi saat proses pembelajaran berlangsung;
4) Perencanaan tindakan pembelajaran menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT;
5) Melakukan evaluasi terhadap pembelajaran menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
b. Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap implementasi atau
penerapan isi rancangan yaitu mengenakan tindakan di kelas. Hal
yang perlu diingat pada tahap ini adalah bahwa pelaksana guru
harus ingat dan berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan
dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat
(Arikunto, dkk, 2014: 18). Implementasi tindakan pada prinsipnya
merupakan realisasi dari suatu tindakan yang sudah direncanakan
sebelumnya. Strategi apa yang digunakan, materi apa yang akan
diajarkan atau dibahas dan sebagainya (Kusumah, 2010: 39).
Pelaksanaan tindakan pada penelitian ini akan diterapkan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai alat bantu dalam
menyampaikan materi.
c. Pengamatan
Tahap pengamatan sebenarnya berjalan bersamaan dengan
tahap pelaksanaan tindakan. Pengamat melakukan pengamatan dan
pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini
dilakukan dengan menggunakan lembar observasi atau evaluasi
yang telah disusun. Data yang dikumpulkan dapat berupa data
kuantitatif (hasil tes, ulangan harian, presentasi, dll) dan data
kualitatif yang menggambarkan keaktifan siswa, partisipasi siswa
dalam pembelajaran, dan lain-lain (Daryanto, 2011: 27).
d. Refleksi
Tahap refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan
kembali apa yang sudah dilakukan. Istilah refleksi berasal dari kata
bahasa Inggris reflection, yang artinya pemantulan. Kegiatan
refleksi sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah selesai
melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk
mendiskusikan implementasi rancangan tindakan (Arikunto, 2014:
19-20). Tahap refleksi ini dilakukan analisis data mengenai proses,
masalah, hambatan yang dijumpai, dan dilanjutkan dengan refleksi
terhadap dampak pelaksanaan tindakan yang dilaksanakan (Aqib,
2008: 32). Apabila indikator belum tercapai, maka PTK akan
dilanjutkan siklus berikutnya pada waktu dan materi yang berbeda
melalui tahap sama dengan siklus sebelumnya.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang digunakan oleh guru atau observer
untuk mengukur dan mengambil data yang akan dimanfaatkan untuk
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT;
b. Lembar tes evaluasi mata pelajaran IPA materi pesawat sederhana;
c. Lembar observasi guru pada saat menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT;
d. Lembar observasi siswa pada saat proses pembelajaran model
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
5. Pengumpulan Data
Data merupakan informasi-informasi tentang objek penelitian.
Data digunakan untuk menjawab masalah-masalah yang telah
dirumuskan dan untuk menguji hipotesis. Pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan metode:
a. Wawancara
Wawancara adalah komunikasi secara langsung antara yang
mewawancarai dengan yang diwawancarai (Djamarah, 2000: 220).
Wawancara digunakan untuk mendapatkan data tentang materi
pokok khususnya pada mata pelajaran IPA yang kurang memenuhi
KKM dan untuk mendapatkan informasi mengenai metode yang
sering digunakan guru dalam pembelajaran sebelum menerapkan
b. Observasi
Observasi digunakan untuk memperoleh informasi yang
berhubungan dengan kegiatan siswa selama proses pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Hasil pengamatan dituliskan dalam catatan lapangan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan salah satu alat untuk
mengumpulkan data. Dokumentasi digunakan untuk memotret
kegiatan yang berlangsung saat pembelajaran dan untuk
menemukan gambaran tentang SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan
Wonosegoro kabupaten Boyolali.
d. Tes
Tes digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang
mencakup pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil kegiatan
belajar mengajar (Djamarah, 2000: 218). Tes digunakan untuk
mengetahui hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Kalinanas
pada mata pelajaran IPA materi pesawat sederhana dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
6. Analisis Data
Analisis data adalah analisis data yang telah terkumpul guna
mengetahui seberapa besar keberhasilan tindakan dalam penelitian
untuk perbaikan belajar siswa (Suyadi, 2010: 85). Analisis data
formatif pada setiap akhir pelaksanaan pembelajaran. Data yang
terkumpul dianalisis per siklus untuk mengetahui peningkatan hasil
belajar yang dicapai siswa. Hal ini untuk membuktikan hipotesis
tindakan maka hasil penelitian dianalisis menggunakan statistik untuk
menghitung ketuntasan klasikal. Apabila hasil belajar siswa secara
klasikal mencapai ≥ 85% maka siklus dihentikan. Rumus untuk
menghitung persentase ketuntasan klasikal adalah sebagai berikut:
× 100% (Daryanto, 2011: 192)
H. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan. Bab ini memuat tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis tindakan dan
indikator keberhasilan, manfaat penelitian, definisi oprasional, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Kajian Pustaka. Bab ini memuat tentang hakikat hasil
belajar, hakikat IPA, model pembelajaran kooperatif tipe NHT, dan
penelitian yang relevan.
BAB III Pelaksanaan Penelitian. Bab ini memuat tentang gambaran
umum SD Negeri 2 Kalinanas dan pelaksanaan penelitian.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini memuat tentang
deskripsi hasil penelitian per siklus dan pembahasan.
17
Belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam
Baharuddin, 2008: 13), secara etimologis belajar memiliki arti
berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi ini memiliki
pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai
kepandaian atau ilmu.
Belajar merupakan aktivitas yang sangat penting bagi
perkembangan individu. Belajar akan terjadi setiap saat dalam diri
seseorang, dimanapun dan kapanpun proses belajar dapat terjadi.
Belajar tidak hanya terjadi di bangku sekolah, tidak hanya terjadi
ketika siswa berinteraksi dengan guru, tidak hanya terjadi ketika
seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung (Sriyanti,
2013: 15).
Masalah pengertian belajar ini, para ahli psikologi dan
pendidikan mengemukakan rumusan yang berlainan sesuai dengan
bidang keahlian masing-masing. James O. Whittaker (dalam
Djamarah, 2011: 12) merumuskan belajar sebagai proses di mana
tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
bahwa learning is shown by change in behavior as a result of
experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Howard L.
Kingskey (dalam Djamarah, 2011: 13) mengemukakan bahwa
learning is the process by which behavior (in the broader sense) is
originated or changed through practice or training. Belajar adalah
proses di mana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau
diubah melalui praktik atau latihan.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian belajar di
atas dapat dipahami bahwa belajar adalah proses untuk
memperoleh ilmu atau perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman yang terjadi pada setiap diri seseorang kapanpun dan
di manapun ia berada.
b. Tujuan Belajar
Sardiman (2009: 26-28) berpendapat tentang tujuan belajar
yang terdiri dari tiga jenis yaitu mendapatkan pengetahuan,
penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap.
1) Mendapatkan Pengetahuan
Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pemilikan
pengetahuan dan kemampuan berpikir sebagai yang tidak dapat
dipisahkan. Hal ini berarti tidak dapat mengembangkan
kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya
2) Penanaman Konsep dan Keterampilan
Penanaman konsep atau merumuskan konsep juga
memerlukan suatu keterampilan. Jadi soal keterampilan yang
bersifat jasmani maupun rohani. Keterampilan jasmaniah
adalah ketrampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati,
sehingga akan menitikberatkan pada keterampilan gerak atau
penampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar.
Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu
berurusan dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat
dilihat bagaimana ujung pangkalnya, tetapi lebih abstrak,
menyangkut persoalan-persoalan penghayatan, dan
keterampilan berpikir serta kreativitas untuk menyelesaikan
dan merumuskan suatu masalah atau konsep;
3) Pembentukan Sikap
Upaya untuk menumbuhkan sikap mental, perilaku dan
pribadi anak didik, guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam
pendekatannya. Maka dari itu, dibutuhkan kecakapan dalam
mengarahkan motivasi dan berpikir dengan tidak lupa
menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh.
Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik, tidak
akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai. Oleh karena itu,
guru tidak sekadar pengajar, tetapi betul-betul sebagai pendidik
c. Ciri-ciri Belajar
Baharuddin dan Wahyuni (2008: 15-16) mengemukakan
beberapa ciri belajar, yaitu:
1) Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku. Ini
berarti, bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari
tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak
tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. Tanpa
mengamati tingkah laku hasil belajar, kita tidak akan dapat
mengetahui ada tidaknya hasil belajar;
2) Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa
perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu
tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah. Tetapi, perubahan
tingkah laku tersebut tidak akan terpancang seumur hidup;
3) Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada
saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan tingkah laku
tersebut bersifat potensial;
4) Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau
pengalaman;
5) Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Sesuatu
yang memperkuat itu akan memberikan semangat atau
d. Prinsip-prinsip Belajar
Hosnan (2014: 8-9) berpendapat bahwa prinsip-prinsip
belajar terdiri dari perhatian dan motivasi siswa, keaktifan,
keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan, balikan dan
penguatan, serta perbedaan individual. Masing-masing prinsip
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Perhatian dan motivasi siswa
Seorang guru dalam merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran dituntut untuk dapat menimbulkan perhatian dan
motivasi belajar siswa.
2) Keaktifan
Proses pembelajaran yang dilaksanakan haruslah
terhindar dari dominasi guru yang cenderung menimbulkan
sikap pasif anak didik;
3) Keterlibatan langsung
Guru perlu mengupayakan agar siswa terlibat langsung
secara aktif dalam pembelajaran, baik individual maupun
kelompok.
4) Pengulangan
Guru perlu menekankan pentingnya pengulangan untuk
melatih berbagai daya yang ada pada diri siswa, yakni daya
mengingat, mengamati, menanggapi, merasakan, berpikir, dan
5) Tantangan
Guru perlu berupaya memberikan bahan belajar atau
materi pelajaran yang dapat menantang dan menimbulkan
gairah belajar siswa.
6) Balikan dan penguatan
Melalui prinsip balikan dan penguatan diupayakan siswa
belajar dengan sungguh-sungguh agar mendapatkan nilai yang
baik dalam ulangan, dan nilai yang baik itu akan mendorong
anak untuk belajar lebih giat lagi.
7) Perbedaan individual
Siswa harus dipandang sebagai individual yang unik dan
berbeda satu sama lain. Perbedaan itu dengan sendirinya
berpengaruh terhadap cara dan hasil belajar siswa, sehingga
proses pembelajaran yang bersifat klasikal perlu
memperhatikan perbedaan ini, antara lain dengan penggunaan
metode atau strategi belajar mengajar yang bervariasi.
2. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah
melalui kegiatan belajar. Kegiatan belajar yang terprogram dan
terkontrol yang disebut kegiatan pembelajaran atau kegiatan
guru, anak yang berhasil dalam belajar adalah anak yang berhasil
mencapai tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional.
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku baik
peningkatan pengetahuan, perbaikan sikap, maupun peningkatan
keterampilan yang dialami siswa setelah menyelesaikan kegiatan
pembelajaran. Hasil belajar sering disebut juga dengan prestasi
belajar tidak dapat dipisahkan dari perbuatan belajar, karena belajar
merupakan suatu perubahan sikap dan tingkah laku seseorang
berdasarkan pengalamannya (Hosnan, 2014: 158).
Hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada
diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Pengertian tentang
hasil belajar sebagaimana diuraikan tersebut dipertegas lagi oleh K.
Brahim (dalam Susanto, 2013: 5) yang menyatakan bahwa hasil
belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam
mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam
skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi
pelajaran tertentu.
Hosnan (2014: 159-160) mengemukakan bahwa hasil belajar
secara keseluruhan biasanya akan tampak berupa berikut ini:
1) Terciptanya berpikir rasional dan kritis, yakni menggunakan
prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab
2) Terciptanya keterampilan, seperti menulis dan berolahraga
yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu
memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang
tinggi;
3) Adanya proses pengamatan, yakni proses menerima,
menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui
indera-indera secara objektif sehingga peserta didik mampu
mencapai pengertian yang benar.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa baik
peningkatan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya
sebagai hasil dari kegiatan belajar.
b. Macam-macam Hasil Belajar
Susanto (2013: 6-11) berpendapat bahwa hasil belajar
meliputi pemahaman konsep (aspek kognitif), keterampilan proses
(aspek psikomotor), dan sikap siswa (aspek afektif). Berikut
penjelasan macam-macam hasil belajar:
1) Pemahaman Konsep
Pemahaman menurut Bloom (dalam Susanto, 2013: 6)
diartikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi
atau bahan yang dipelajari. Pemahaman menurut Bloom ini
adalah seberapa besar siswa mampu menerima, menyerap, dan
atau sejauh mana siswa dapat memahami serta mengerti apa
yang ia baca, yang dilihat, yang dialami, atau yang ia rasakan
berupa hasil observasi langsung yang ia lakukan;
2) Keterampilan Proses
Usman dan Setiawati (dalam Susanto, 2013: 9)
mengemukakan bahwa keterampilan proses merupakan
keterampilan yang mengarah kepada pembangunan
kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai
penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu
siswa. Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran,
nalar, dan perbuatan secara efektif dan efisien untuk mencapai
suatu hasil tertentu, termasuk krativitasnya;
3) Sikap
Sardiman (dalam Susanto, 2013: 11) mengemukakan
bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk melakukan
sesuatu dengan cara, metode, pola, dan teknik tertentu terhadap
dunia sekitarnya baik berupa individu-individu maupun
objek-objek tertentu. Sikap merujuk pada perbuatan, perilaku, atau
tindakan seseorang.
Hubungannya dengan hasil belajar siswa, sikap ini lebih
diarahkan pada pengertian pemahaman konsep. Pemahaman
konsep berarti domain yang sangat berperan adalah domain
c. Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar
Baharuddin dan Wahyuni (2008: 24-28) berpendapat tentang
faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar dibedakan menjadi
dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1) Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari
dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar
individu. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan
psikologis.
a) Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang
berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini
dibedakan menjadi dua macam, yaitu keadaan tonus
jasmani dan keadaan fungsi jasmani atau fisiologi.
Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani
pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar
seseorang. Keadaan fisik yang sehat dan bugar akan
memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar
individu. Kondisi fisik yang lemah atau sakit akan
menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.
Kedua, keadaan fungsi jasmani. Selama proses belajar
berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia
b) Faktor Psikologis
Faktor psikologis adalah keadaan psikologis
seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar.
Beberapa faktor psikologis diantaranya adalah sebagai
berikut:
(1) Kecerdasan atau Inteligensi Siswa
Kecerdasan diartikan sebagai kemampuan
psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan
diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling
penting dalam proses belajar siswa, karena itu
menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi
tingkat inteligensi seorang individu, semakin besar
peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar.
Semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin
sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar;
(2) Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang
memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa
(Baharuddin dan Wahyuni, 2008: 19-22). Motivasi
belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong
terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri
tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan
belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi
rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa
perlu diperkuat terus menerus. Agar siswa memiliki
motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya diciptakana
suasana belajar yang menggembirakan (Dimyati dan
Mudjiono, 2002: 239);
(3) Minat
Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi,
karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar;
(4) Sikap
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh
perasaan senang atau tidak senang pada performan
guru, pelajaran, atau lingkungan sekitar;
(5) Bakat
Bakat adalah kemampuan seseorang yang menjadi
salah satu komponen yang diperlukan dalam proses
belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai
dengan bidang yang sedang dipelajari, maka bakat itu
kemungkinan besar ia akan berhasil (Baharuddin dan
Wahyuni, 2008: 24-25).
2) Faktor Eksternal
Baharuddin dan Wahyuni (2008: 25) menjelaskan bahwa
faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri
individu. Faktor tersebut meliputi lingkungan sosial dan
lingkungan non sosial.
1) Lingkungan Sosial
a) Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi,
dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses
belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara
ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk
belajar lebih baik di sekolah;
b) Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan
masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi
belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak
pengangguran, dan anak terlantar juga dapat
memengaruhi aktivitas belajar siswa;
c) Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat
memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga,
sifat-sifat orang tua, letak rumah, pengelolaan keluarga,
semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas
tua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan
membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan
baik.
2) Lingkungan Non Sosial
a) Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar,
tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu
silau atau kuat, atau tidak terlalu lemah atau gelap,
suasana yang sejuk dan tenang. Apabila kondisi
lingkungan alam tidak mendukung maka proses belajar
siswa akan terhambat;
b) Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat
digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti
gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar,
lapangan olahraga dan lain sebagainya. Kedua,
software, seperti kurikulum sekolah,
peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, dan silabi.
c) Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa).
Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia
perkembangan siswa, begitu juga dengan metode
mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi
perkembangan siswa. Oleh karena itu, agar guru dapat
memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas
pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat
diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
B. Hakikat IPA
1. Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari tentang
kenyataan alam semesta, mulai dari hukum fisika dasar, sistem, dan
mekanisme biologi makhluk hidup sampai perubahan-perubahan reaksi
kimia yang terjadi di dalamnya. Jenjang pendidikan yang masih
menggunakan istilah IPA adalah jenjang Sekolah Dasar (Arifin, 2012:
52-53).
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan rumpun ilmu, memiliki
karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam yang faktual
(factual), baik berupa kenyataan atau kejadian dan sebab-akibatnya.
Cabang ilmu yang termasuk anggota rumpun IPA saat ini antara lain
Biologi, Fisika, IPA, Astronomi atau Astrofisika, dan Geologi.
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang pada awalnya
diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan, namun pada
perkembangan selanjutnya IPA juga diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan teori (Wisudawati, 2014: 22). Menurut Susanto (2013:
168-169) ada tiga hal yang berkaitan dengan IPA, yaitu IPA sebagai
produk (berupa fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori IPA), IPA
menyimpulkan), dan IPA sebagai sikap (sikap ingin tahu, sikap kerja
sama, bertanggung jawab, berpikir bebas, dan kedisiplinan diri).
Ilmu Pengetahuan Alam terdiri dari tiga kata yaitu “ilmu”,
“pengetahuan”, dan “alam”. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang
diketahui manusia. Banyak sekali pengetahuan yang dimiliki dalam
kehidupan manusia. Pengetahuan tentang agama, pendidikan,
kesehatan, ekonomi, politik, sosial, dan alam sekitar adalah contoh
pengetahuan yang dimiliki manusia. Pengetahuan alam berarti
pengetahuan tentang alam semesta beserta isinya. Ilmu adalah
pengetahuan yang ilmiah. Pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah
artinya diperoleh dengan metode ilmiah. Dua sifat utama ilmu adalah
rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal, logis, atau dapat
diterima akal sehat. Sedangkan objektif artinya sesuai dengan
objeknya, sesuai dengan kenyataannya, atau sesuai dengan kenyataan
(Wisudawati, 2014: 23).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang fakta-fakta
yang ada di alam semesta berdasarkan pengamatan dan percobaan.
2. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Pembelajaran sains di sekolah dasar dikenal dengan
pembelajaran IPA. Konsep IPA di sekolah dasar merupakan konsep
yang masih terpadu, karena belum dipisahkan secara tersendiri, seperti
Tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar menurut Badan
Standar Nasional Pendidikan (dalam Susanto, 2013: 171-172),
dimaksudkan untuk:
a. Siswa memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang
Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan
alam ciptaan-Nya;
b. Siswa mengembangkan pengetahuan dan pemahaman
konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari;
c. Siswa mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan
kesadaran tentang adanya hubungan yang saling memengaruhi
antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat;
d. Siswa mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki
alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan;
e. Siswa meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam
memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam;
f. Siswa meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;
g. Siswa memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan
3. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Materi Pesawat Sederhana
Pesawat sederhana merupakan salah satu materi pelajaran IPA
yang terdapat pada kelas V Sekolah Dasar. Uraian materi tentang
pesawat sederhana adalah sebagai berikut:
Pesawat Sederhana
Semua jenis alat yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan
manusia disebut pesawat. Kesederhanaan dalam penggunaannya
menyebabkan alat-alat tersebut dikenal dengan sebutan pesawat
sederhana (Sulistyanto dan Wiyono, 2008: 109). Pesawat sederhana
dapat membantu pekerjaan dengan mengurangi gaya yang diperlukan
untuk memindahkan benda. Alat ini mengurangi gaya yang diperlukan
dengan menambah jarak dari benda yang digerakkan. Misalnya,
sebuah meja ingin diangkat ke atas truk yang tingginya satu meter.
Sebenarnya, meja hanya perlu digerakkan sejauh satu meter ke atas.
Agar mudah melakukannya, meja didorong melalui bidang miring
yang jaraknya lebih jauh (Kusnin, 2007: 112).
Pesawat sederhana dibagi menjadi empat macam, yaitu
pengungkit, bidang miring, katrol, dan roda berporos.
a. Pengungkit atau Tuas
Pengungkit atau tuas merupakan alat untuk mengangkat atau
mengungkit benda. Misalnya saat kita ingin memindahkan batu
yang besar, kita memerlukan sebatang kayu atau besi. Kayu atau
tersebut bertumpu pada suatu tempat yang disebut titik tumpu.
Tempat gaya yang bekerja disebut titik kuasa. Tempat beban
berada disebut titik beban. Jarak antara titik tumpu dan titik kuasa
disebut lengan kuasa, sedangkan jarak antara titik beban dengan
titik tumpu disebut lengan beban (Kholil dan Dini, 2009: 129).
Gambar tentang bagian-bagian pengungkit ditampilkan pada
gambar 2.1.
Gambar 2.1. Bagian-bagian Pengungkit (Sumber: Maryanto dan Purwanto, 2009: 108)
Pengungkit atau tuas digolongkan menjadi tiga golongan.
Penggolongan itu berdasarkan posisi kuasa, beban, dan titik tumpu.
1) Pengungkit golongan pertama, yaitu pengungkit yang
penumpunya antara beban dan kuasa. Contohnya: pencabut
paku, jungkat-jungkit, gunting, dan linggis. Gambar prinsip
kerja penggungkit golongan 1 ditampilkan pada gambar 2.2.
2) Pengungkit golongan kedua, yaitu pengungkit di mana titik
beban terletak antara penumpu dan kuasa. Contohnya: pemecah
kemiri, pembuka tutup botol, dan gerobak dorong. Gambar
prinsip kerja penggungkit golongan 2 ditampilkan pada gambar
2.3.
Gambar 2.3. Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 2 (Sumber: Azmiyawati, dkk, 2008: 99)
3) Pengungkit golongan ketiga, yaitu pengungkit yang letak
kuasanya diantara titik tumpu dan beban. Contohnya: alat
pancing, sekop, stapler, dan pinset (Sulistyowati dan Sukarno,
2009: 86-87). Gambar prinsip kerja penggungkit golongan 3
ditampilkan pada gambar 2.3.
Gambar 2.4. Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 3 (Sumber: Azmiyawati, dkk, 2008: 100)
b. Katrol
Katrol merupakan roda yang berputar pada porosnya.
Katrol dapat mengubah arah gaya yang digunakan untuk menarik
atau mengangkat benda. Berdasarkan prinsipnya katrol sama
dengan tuas, karena mempunyai titik tumpu, beban, dan kuasa
(Kholil dan Dini, 2009: 135).
Katrol digolongkan menjadi tiga, yaitu katrol tetap, katrol
bebas, dan katrol majemuk.
1) Katrol Tetap
Katrol tetap merupakan katrol yang posisinya tidak
berubah. Katrol jenis ini dipasang di tempat yang tetap dan
kukuh. Contoh katrol tetap yang mudah ditemui adalah katrol
pada sumur timba. Cara yang dilakukan adalah dengan menarik
ujung tali yang tidak terikat pada beban, maka beban akan
terangkat, kuasa yang dibutuhkan sama dengan berat beban itu
sendiri. Menarik beban ke atas dengan menggunakan katrol
lebih mudah daripada mengangkat beban secara langsung.
Gambar katrol tetap ditampilkan pada gambar 2.5.
Gambar 2.5. Katrol Tetap
2) Katrol Bebas
Katrol bebas merupakan katrol yang posisinya selalu
berubah. Katrol bebas dapat bergerak dan tidak dipasang pada
tempat tertentu. Katrol bebas beban yang diangkat digantung
pada katrol. Salah satu ujung tali diikatkan pada tempat yang
tetap dan ujung tali yang lain ditarik ke atas. Katika tali ditarik,
katrol dan beban akan naik. Keuntungan menggunakan katrol
bebas adalah gaya yang diperlukan untuk menarik benda lebih
kecil daripada jika menggunakan katrol tetap. Katrol bebas
ditampilkan pada gambar gambar 2.6.
Gambar 2.6. Katrol Bebas
(Sumber: Sulistyanto dan Wiyono, 2008: 118)
3) Katrol Majemuk
Katrol majemuk merupakan perpaduan antara katrol
bebas dengan katrol tetap yang dihubungkan dengan tali.
Biasanya, beban dikaitkan pada katrol bebas, salah satu ujung
tali diikatkan pada katrol tetap dan ujung tali yang lain ditarik.
atas. Makin banyak jumlah katrol, maka gaya yang diperlukan
makin kecil (Kholil dan Dini, 2009: 135-136). Gambar katrol
majemuk ditampilkan pada gambar 2.7.
Gambar 2.7. Katrol Majemuk
(Sumber: Sulistyanto dan Wiyono, 2008: 118)
c. Bidang Miring
Bidang miring adalah suatu permukaan yang miring dan ini
termasuk pesawat sederhana. Bidang miring bermanfaat untuk
mengurangi gaya yang diperlukan saat memindahkan benda.
Semakin landai bidang miring, gaya yang diperlukan semakin
kecil. Namun demikian, lintasan beban yang digerakkan semakin
jauh (Kusnin, 2007: 114).
Contoh bidang miring menurut Sulistyowati dan Sukarno
(2009: 85) adalah:
1) Tangga untuk naik ke tempat yang lebih tinggi;
2) Papan yang dimiringkan untuk memudahkan pekerjaan;
3) Jalan di pegunungan yang dibuat berkelok-kelok;
4) Sekrup merupakan bidang miring yang melingkar;
Contoh alat-alat yang menggunakan prinsip bidang miring
ditampilkan pada gambar 2.8.
Gambar 2.8. Alat-alat menggunakan prinsip bidang miring (Sumber: Sulistyanto dan Wiyono, 2008: 118)
d. Roda Berporos
Roda berporos merupakan pesawat sederhana yang berbentuk
bundar dengan poros di bagian tengahnya. Bagian poros biasanya
dilengkapi dengan bantalan peluru. Penggunaan bantalan peluru
bertujuan untuk mengurangi gesekan antar poros dengan as roda.
Jika ada gaya, roda akan mudah berputar. Contoh peralatan yang
menggunakan roda antara lain, sepeda, gerobak, becak, dan stir
mobil. Penggunaan roda sangat berguna untuk memindahkan
benda. Roda juga digunakan berbagai benda agar mudah
digeser-geser. Misalnya, kursi kantor, alas lemari es, dan meja TV (Kholil
dan Dini, 2009: 137).
C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together
(NHT)
1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan
belajar (Jihad dan Haris, 2013: 30). Pembelajaran kooperatif tidak
sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar
pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran
kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar
pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan
memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif (Rusman,
2011: 203).
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model
pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok.
Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat
kemampuan yang berbeda-beda dan jika memungkinkan anggota
kelompok berasal dari ras, budaya, suku, yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan jender. Proses pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama pada
suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model
pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa
serta pengembangan keterampilan sosial (Daryanto dan Rahardjo,
2012: 241-242).
Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah NHT.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang
dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki
tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik (Fathurrohman,
2012: 97). Pendapat ini dipertegas oleh Trianto (2012: 82) bahwa NHT
atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola
interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas
tradisional. Numbered Head Together pertama kali dikembangkan oleh
Spenser Kagen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah
materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman
mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Numbered Head Together
dilakukan dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu
kelompok, kemudian secara acak, guru memanggil nomor dari siswa
(Hamdani, 2011: 89). Tujuan dari pembelajaran ini adalah memberi
kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat (Huda, 2014: 203).
2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Trianto (2012: 82-83) berpendapat bahwa dalam mengajukan
pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat
fase sebagai sintaks NHT:
a. Fase 1: Penomoran
Guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada
setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5;
b. Fase 2: Mengajukan pertanyaan
Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa;
c. Fase 3: Berpikir bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan dan
meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim;
d. Fase 4: Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang
nomornya sesuai mengangkat tangannya dan mencoba untuk
menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
3. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
a. Setiap siswa menjadi siap semua;
b. Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh;
c. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai
(Hamdani, 2011: 90);
d. Meningkatkan rasa percaya diri siswa;
f. Melatih tanggung jawab siswa;
g. Mampu memperdalam pemahaman siswa (Kurniasih dan Sani,
2016:30).
4. Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Hamdani (2011: 90) mengemukakan kekurangan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai berikut:
a. Kemungkinan nomor yang dipanggil, akan dipanggil lagi oleh
guru;
b. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
5. Cara Menyiasati Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe NHT
Peneliti berpendapat bahwa cara yang dapat dilakukan untuk
menyiasati kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
adalah sebagai berikut:
a. Guru memberikan tanda pada nomor yang telah dipanggil sehingga
tidak dipanggil ulang;
b. Guru mengajukan pertanyaan minimal sesuai jumlah siswa dalam
kelompok.
D. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Dessi, 2015
Judul penelitian tentang “Penerapan Model Pembelajaran
Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Matematika Pokok Bahasan
Hubungan Antar Satuan Kelas III di MI Nurul Huda Raji Demak
Tahun Ajaran 2014/2015”. Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dapat meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran matematika
pokok bahasan hubungan antar satuan kelas III di MI Nurul Huda Raji
Demak tahun ajaran 2014/2015?, sedangkan tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa mata
pelajaran matematika pokok bahasan hubungan antar satuan setelah
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa kelas
III di MI Nurul Huda Raji Demak tahun ajaran 2014/2015. Penelitian
ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam
tiga siklus dengan subjek siswa kelas III MI Nurul Huda Raji Demak
yang berjumlah 25 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat
meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran matematika pokok
bahasan hubungan antar satuan kelas III di MI Nurul Huda Raji
Demak tahun ajaran 2014/2015. Hal ini terbukti dari hasil siklus I
terdapat 8 siswa atau 34,78% siswa yang tuntas belajar dengan nilai
rata-rata 49,13, siklus II jumlah siswa yang tuntas belajar ada 16 siswa
atau 66,7% dengan nilai rata-rata 62,5, dan siklus III terdapat 22 siswa
Penelitian yang dilakukan oleh Dessi ini memiliki kesamaan
dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk meningkatkan hasil
belajar, sedangkan perbedaannya terdapat pada subjek, materi
pelajaran, tempat, dan waktu pelaksanaan penelitian.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Yorisno, 2013
Judul penelitian tentang “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA
dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
(Numbered Heads Together) Siswa Kelas 4 SDN Randuacir 02
Salatiga Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013”. Tujuan penelitian ini
adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada mata pelajaran IPA.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari
dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari empat tahap yaitu:
perencanaa, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian
ini adalah siswa kelas 4 SD Negeri Randuacir 02 Kecamatan
Argomulyo Kota Salatiga dengan jumlah 28 siswa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu pada prasiklus
ketuntasan belajar mencapai 64%, siklus I ketuntasan belajar adalah
82%, dan siklus II ketuntasan belajar adalah 100%.
Penelitian yang dilakukan oleh Yorisno ini memiliki kesamaan
hasil belajar IPA dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT, sedangkan perbedaannya terdapat pada subjek, tempat, dan
waktu penelitian.
Berdasarkan dua hasil penelitian tentang penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT di atas, semua menunjukkan adanya
peningkatan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif
tipe NHT. Sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah
penelitian dengan judul peningkatan hasil belajar IPA materi pesawat
sederhana melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa
kelas V SD N 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali