• Tidak ada hasil yang ditemukan

Judul : Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Pesawat Sederhana Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Pada Siswa Kelas V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Tahun 2017. Skripsi. Jurusan Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Judul : Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Pesawat Sederhana Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Pada Siswa Kelas V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Tahun 2017. Skripsi. Jurusan Pendidikan"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

i

KECAMATAN WONOSEGORO

KABUPATEN BOYOLALI

TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

DEWI SETIYAWATI

NIM: 115-13-074

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

iii

KECAMATAN WONOSEGORO

KABUPATEN BOYOLALI

TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

DEWI SETIYAWATI

NIM: 115-13-074

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

(MARIO TEGUH)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Kedua orang tuaku tercinta (Bapak Mokan dan Ibu Pasmi) yang selalu

mendoakan, mendukung, dan memberikan kasih sayangnya yang tak

terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini,

mudah-mudahan Bapak dan Ibuku senantiasa diberikan nikmat umur panjang,

sehat, dan rezeqi yang berkah;

2. Adikku (Muhammad Wijiyanto) tersayang yang selalu memberikan

semangat, mudah-mudahan adikku senantiasa diberi nikmat umur

(8)

viii

Puji syukur senantiasa penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul

Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Pesawat Sederhana Melalui Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Pada Siswa Kelas

V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Tahun

2017 bisa selesai. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan

kita, Nabi Agung Muhammad SAW semoga beliau selalu dirahmati Allah.

Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa motivasi, bimbingan, dan

bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini selesai. Oleh karena itu, penulis

sampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga;

2. Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga;

3. Peni Susapti, M.Si. selaku Ketua Jurusan PGMI IAIN Salatiga;

4. Dr. Maslikhah, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

membimbing, memberikan saran, motivasi, arahan, dan meluangkan

waktunya untuk memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini;

5. Rasimin, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan bimbingannya;

6. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh staf karyawan IAIN Salatiga yang telah

(9)
(10)

x

Head Together (NHT) Pada Siswa Kelas V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Tahun 2017. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing Dr. Maslikhah, M.Si.

Kata Kunci: Hasil Belajar IPA, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)

Pembelajaran IPA di SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali belum menggunakan berbagai model pembelajaran aktif dan masih bersifat konvensional. Hal ini menyebabkan siswa cenderung pasif dan kurangnya perhatian siswa terhadap materi yang disampaikan oleh guru terutama materi pesawat sederhana. Terbukti dari rendahnya hasil belajar siswa yang belum mencapai KKM 65. Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi pesawat sederhana pada siswa kelas V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali tahun 2017?. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPA materi pesawat sederhana melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa kelas V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali tahun 2017.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus yang masing-masing siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali yang berjumlah 15 siswa meliputi 8 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan. Instrumen penelitian meliputi RPP, lembar observasi guru, lembar observasi siswa, dan tes evaluasi. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi, dokumentasi, dan tes. Data dianalisis secara statistik menggunakan rumus persentase, apabila ≥ 85% siswa tuntas belajar maka siklus dihentikan.

(11)

xi

Lembar Berlogo ... ii

Halaman Judul ... iii

Persetujuan Pembimbing ... iv

Pengesahan Kelulusan ... v

Pernyataan Keaslian Tulisan dan Kesediaan Publikasi ... vi

(12)

xii

3. Materi Pesawat Sederhana ... 34

C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT 1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 41

2. Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 43

3. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 43

4. Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 44

5. Cara Menyiasati Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 44

6. Penelitian yang Relevan ... 44

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN A. Gambaran Umum SD N 2 Kalinanas ... 48

B. Pelaksanaan Penelitian 1. Deskripsi Siklus I ... 51

2. Deskripsi Siklus II ... 58

3. Deskripsi Siklus III ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Paparan Siklus 1. Deskripsi Data Siklus I ... 70

2. Deskripsi Data Siklus II ... 72

(13)

xiii

B. Saran ... 78

(14)

xiv

Tabel 3.2. Daftar Guru SDN 2 Kalinanas ... 49

Tabel 3.3. Daftar Jumlah Siswa SDN 2 Kalinanas ... 49

Tabel 3.4. Daftar Siswa Kelas V SDN 2 Kalinanas ... 50

Tabel 3.5. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 51

Tabel 4.1. Daftar Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 70

Tabel 4.2. Daftar Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 72

Tabel 4.3. Daftar Hasil Belajar Siswa Siklus III ... 74

(15)

xv

Gambar 2.1. Bagian-bagian Pengungkit ... 35

Gambar 2.2. Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 1 ... 35

Gambar 2.3. Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 2 ... 36

Gambar 2.4. Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 3 ... 36

Gambar 2.5. Katrol Tetap ... 37

Gambar 2.6. Katrol Bebas ... 38

Gambar 2.7. Katrol Majemuk ... 39

Gambar 2.8. Alat-alat Menggunakan Prinsip Bidang Miring ... 40

Gambar 2.9. Roda Berporos ... 40

(16)

xvi

Lampiran 12. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 109

Lampiran 13. Lembar Kerja Siswa Kelompok Siklus II ... 116

Lampiran 14. Soal Evaluasi Siklus II ... 117

Lampiran 15. Catatan Lapangan Pelaksanaan Siklus II ... 119

Lampiran 16. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III ... 123

Lampiran 17. Lembar Kerja Siswa Kelompok Siklus III ... 130

Lampiran 18. Soal Evaluasi Siklus III ... 131

Lampiran 19. Catatan Lapangan Pelaksanaan Siklus III ... 133

Lampiran 20. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian ... 137

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang menentukan

tingkat kemampuan manusia dalam menghadapi kehidupan. Pendidikan

dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk menjamin

keberlangsungan pembangunan bangsa terutama pada pendidikan dasar.

Pendidikan dasar merupakan landasan bagi pendidikan selanjutnya. Mutu

pendidikan yang baik di sekolah dasar akan menentukan mutu yang baik

pula pada pendidikan tingkat selanjutnya.

Bagian terpenting dari pendidikan adalah adanya kegiatan

pembelajaran. Pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas yaitu

belajar dan mengajar. Belajar menurut Susanto (2013: 4) adalah suatu

aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar

untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru

sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang

relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak.

Sedangkan mengajar menurut Howard (dalam Susanto, 2013: 20) adalah

suatu aktivitas membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah

atau mengembangkan keterampilan, sikap, cita-cita, pengetahuan, dan

penghargaan.

Salah satu pembelajaran yang terjadi di Sekolah Dasar (SD) adalah

(18)

merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang gejala dan

perubahan-perubahan alam. Perubahan-perubahan-perubahan alam tersebut merupakan

tanda-tanda kekuasaan Allah SWT yang dapat kita renungkan dan dapat kita

jadikan pelajaran yang sangat berharga untuk meningkatkan ilmu

pengetahuan. Allah SWT telah menjanjikan akan meninggikan derajat

orang yang mempelajari ilmu pengetahuan sebagaimana firman Allah

SWT dalam Qur’an Surat Al-Mujaadilah ayat 11 (Depag, 2002: 793):

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu ilmu yang banyak

memerlukan pemahaman mengenai konsep-konsep, teori-teori, dan

hukum-hukum, bukan hanya sekadar hafalan saja. Maka dari itu, dalam

melaksanakan pembelajaran IPA harus secara aktif dan kreatif dalam

melibatkan siswa untuk dapat berpikir kritis dalam memecahkan masalah

terutama yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Keberhasilan pembelajaran IPA tergantung pada kreativitas guru

(19)

Menurut Suprijono (2011: 46), model pembelajaran adalah pola yang

digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas

maupun tutorial. Model pembelajaran juga dapat didefinisikan sebagai

kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Melalui model pembelajaran guru dapat membantu siswa mendapatkan

informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide.

Model pembelajaran dapat digunakan para guru untuk merencanakan

aktivitas pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat

diterapkan dalam pembelajaran IPA adalah model pembelajaran kooperatif

tipe Numbered Head Together (NHT).

Berdasarkan hasil wawancara pada hari Sabtu tanggal 18 Maret 2017

dengan guru mata pelajaran IPA kelas V SD Negeri 2 Kalinanas

Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali (Handono, S.Pd.), dalam

melaksanakan pembelajaran IPA belum menggunakan berbagai model

pembelajaran aktif dan masih bersifat konvensional. Biasanya dalam

melaksanakan pembelajaran, guru hanya menggunakan metode ceramah,

tanya jawab, dan penugasan saja. Guru lebih banyak menerangkan,

sedangkan siswa hanya menyimak melalui buku pegangannya. Setelah

selesai penyampaian materi, guru langsung memberikan tugas kepada

siswa untuk mengerjakan soal-soal latihan yang ada di lembar kerja siswa.

Guru tidak pernah meminta siswa untuk aktif berdiskusi maupun

(20)

hanya sebagai objek penerima materi dari guru tanpa dilatih untuk

bertukar pikiran dalam menyelesaikan pokok permasalahan. Kondisi

tersebut menyebabkan siswa pasif, ada yang merasa jenuh, bosan, dan ada

yang berbicara sendiri dengan teman sebelahnya sehingga siswa kurang

perhatian terhadap materi yang disampaikan oleh guru. Menurut guru

tersebut, materi yang dianggap sulit para siswa pada semester ini adalah

materi tentang pesawat sederhana. Hal ini diakui oleh guru tersebut bahwa

dengan cara yang diterapkannya ini masih banyak siswa yang kurang

menguasai materi terutama pada materi pesawat sederhana. Terbukti dari

hasil belajar siswa pada materi pesawat sederhana masih banyak di bawah

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu dari 15 siswa hanya 4 siswa

yang dapat mencapai KKM, sedangkan 11 siswa masih di bawah KKM.

Nilai KKM mata pelajaran IPA di SD ini adalah 65.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka untuk menciptakan

pembelajaran yang lebih bermakna adalah dengan mencoba menerapkan

model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Numbered Head Together

adalah salah satu tipe pembelajaran yang dilakukan dengan cara setiap

siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak,

guru memanggil nomor dari siswa (Hamdani, 2011: 89). Kelebihan dari

model pembelajaran ini adalah dapat membuat siswa lebih aktif terlibat

dalam proses pembelajaran. Selain itu, siswa juga dilatih untuk saling

tukar pikiran dan melatih keberaniannya untuk mempresentasikan hasil

(21)

diterapkan salah satunya dalam mata pelajaran IPA kelas V materi pesawat

sederhana. Pemilihan kelas dan materi ini dianggap sangat tepat untuk

menerapkan model pembelajaran NHT. Kelas V merupakan kelas

persiapan masuk ke kelas VI jadi siswa harus benar-benar dilatih rasa

tanggung jawab, kemampuan bertukar pikir dalam menyelesaikan

permasalahan, dan keaktifannya dalam kegiatan belajar sehingga siswa

dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Materi pesawat sederhana

adalah materi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yang

digunakan untuk memudahkan pekerjaan manusia. Maka dalam mengikuti

pelajaran materi ini sangat diperlukan konsentrasi supaya siswa dapat

memahami, membedakan, dan menggolongkan macam-macam pesawat

sederhana sesuai dangan ciri-cirinya supaya siswa dapat menerapkannya

dalam kehidupan sehari-hari dengan benar. Model pembelajaran ini, siswa

dilatih berdiskusi dengan teman-temannya untuk memecahkan masalah

yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, dengan

diberikannya nomor kepada setiap siswa dan secara acak guru memanggil

nomor siswa, akan menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa dalam

mempelajari materi dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Oleh

karena itu, diharapkan siswa dapat memahami materi dengan baik.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar IPA

(22)

Numbered Head Together (NHT) Pada Siswa Kelas V SD Negeri 2

Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Tahun 2017.”

B. Rumusan Masalah

Apakah model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat

meningkatkan hasil belajar IPA materi pesawat sederhana pada siswa kelas

V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali

tahun 2017?.

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui peningkatan hasil belajar IPA materi pesawat sederhana

melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa kelas V SD

Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali tahun

2017.

D. Hipotesis Tindakan dan Indikator Keberhasilan

1. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan merupakan jawaban sementara terhadap

masalah yang dihadapi sebagai alternatif tindakan yang dipandang

paling tepat untuk memecahkan masalah yang telah dipilih untuk

diteliti melalui Penelitian Tindakan Kelas (Mulyasa, 2011: 105).

Hipotesis dari rumusan masalah ini adalah: jika model

pembelajaran kooperatif tipe NHT diterapkan dengan baik, dapat

(23)

kelas V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten

Boyolali tahun 2017.

2. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan merupakan tolok ukur tingkat

ketercapaian dari tindakan yang diberikan (Daryanto, 2011: 83).

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini dikatakan

efektif apabila indikator yang diharapkan tercapai. Indikator

ketuntasan siswa adalah sebagai berikut:

a. Secara Individu

Siswa dapat mencapai skor ≥ 65 pada materi pesawat sederhana.

b. Secara Klasikal

Siklus akan berhenti apabila ≥ 85% dari total siswa dalam satu

kelas mendapat nilai ≥ 65.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang ilmiah

bagi pengembangan IPA;

b. Memberi masukan dalam khasanah keilmuan untuk perkembangan

kemajuan dalam bidang pendidikan;

c. Menambah wawasan dalam bidang penelitian dan pembuatan

karya ilmiah, serta memberikan sumbangan pikiran bagi lembaga

(24)

2. Manfaat Praksis

a. Bagi Siswa

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengalaman

yang baru serta suasana belajar yang aktif sehingga dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pesawat sederhana

melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada proses

pembelajaran IPA di SD/MI.

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada proses

pembelajaran IPA di SD/MI.

c. Bagi Sekolah

Mengangkat nama baik sekolah karena dapat

mengembangkan dan menggunakan model pembelajaran yang

tepat sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.

F. Definisi Operasional

Penjelasan dari judul peningkatan hasil belajar IPA materi pesawat

sederhana melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa

kelas V SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten

(25)

1. Hasil Belajar

Hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri

siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor

sebagai hasil dari kegiatan belajar. Guru menetapkan tujuan belajar

dalam kegiatan pembelajaran. Anak yang berhasil dalam belajar adalah

yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran (Susanto, 2013: 5).

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang

dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki

tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik (Fathurrohman,

2012: 97). Numbered Head Together dilakukan dengan cara setiap

siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak,

guru memanggil nomor dari siswa (Hamdani, 2011: 89).

G. Metode Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas

(PTK). Istilah dalam bahasa Inggris adalah Classroom Action

Research (CAR). berdasarkan namanya sudah menunjukkan isi yang

terkandung di dalamnya, yaitu sebuah kegiatan penelitian yang

dilakukan di dalam kelas. Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu

(26)

sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama

(Arikunto, 2014: 2-3).

Alasan peneliti menggunakan jenis PTK adalah untuk

memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran yang dilakukan

oleh guru di dalam kelas dengan cara menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat

terutama pada mata pelajaran IPA materi pesawat sederhana.

Penelitian Tindakan Kelas yang digunakan adalah jenis kolaboratif,

dimana peneliti bertindak sebagai pengamat.

Arikunto, dkk (2014: 16) mengemukakan empat tahapan dalam

pelaksanaan PTK, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)

pengamatan, dan (4) refleksi. Tahapan tersebut dapat ditampilkan pada

gambar 1.1.

Gambar 1.1. Bagan Rancangan PTK (Sumber: Arikunto, dkk, 2014: 16)

(27)

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 2

Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali pada mata

pelajaran IPA materi pesawat sederhana. Jumlah siswa kelas V ada 15

siswa meliputi 8 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan dengan

kolaboratornya guru kelas V yaitu bapak Handono. Peneliti dapat

berkolaborasi dengan guru (Handono, S.Pd.) sehingga model

pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pelajaran IPA.

3. Langkah-langkah Penelitian

a. Perencanaan

Tahap perencanaan menjelaskan tentang apa, mengapa,

kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut

dilakukan. Penelitian yang ideal sebetulnya dilakukan secara

berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang

mengamati proses jalannya tindakan. Istilah untuk cara ini adalah

penelitian kolaborasi. Cara ini dikatakan ideal karena adanya upaya

untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu

kecermatan amatan yang dilakukan (Arikunto, dkk, 2014: 17).

Tahapan dalam perencanaan ini terdiri dari:

1) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe NHT;

2) Menyiapkan sarana pendukung yang diperlukan saat proses

(28)

3) Menyiapkan lembar observasi guru dan siswa untuk

mengetahui kondisi saat proses pembelajaran berlangsung;

4) Perencanaan tindakan pembelajaran menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT;

5) Melakukan evaluasi terhadap pembelajaran menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

b. Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan merupakan tahap implementasi atau

penerapan isi rancangan yaitu mengenakan tindakan di kelas. Hal

yang perlu diingat pada tahap ini adalah bahwa pelaksana guru

harus ingat dan berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan

dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat

(Arikunto, dkk, 2014: 18). Implementasi tindakan pada prinsipnya

merupakan realisasi dari suatu tindakan yang sudah direncanakan

sebelumnya. Strategi apa yang digunakan, materi apa yang akan

diajarkan atau dibahas dan sebagainya (Kusumah, 2010: 39).

Pelaksanaan tindakan pada penelitian ini akan diterapkan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai alat bantu dalam

menyampaikan materi.

c. Pengamatan

Tahap pengamatan sebenarnya berjalan bersamaan dengan

tahap pelaksanaan tindakan. Pengamat melakukan pengamatan dan

(29)

pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini

dilakukan dengan menggunakan lembar observasi atau evaluasi

yang telah disusun. Data yang dikumpulkan dapat berupa data

kuantitatif (hasil tes, ulangan harian, presentasi, dll) dan data

kualitatif yang menggambarkan keaktifan siswa, partisipasi siswa

dalam pembelajaran, dan lain-lain (Daryanto, 2011: 27).

d. Refleksi

Tahap refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan

kembali apa yang sudah dilakukan. Istilah refleksi berasal dari kata

bahasa Inggris reflection, yang artinya pemantulan. Kegiatan

refleksi sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah selesai

melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk

mendiskusikan implementasi rancangan tindakan (Arikunto, 2014:

19-20). Tahap refleksi ini dilakukan analisis data mengenai proses,

masalah, hambatan yang dijumpai, dan dilanjutkan dengan refleksi

terhadap dampak pelaksanaan tindakan yang dilaksanakan (Aqib,

2008: 32). Apabila indikator belum tercapai, maka PTK akan

dilanjutkan siklus berikutnya pada waktu dan materi yang berbeda

melalui tahap sama dengan siklus sebelumnya.

4. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang digunakan oleh guru atau observer

untuk mengukur dan mengambil data yang akan dimanfaatkan untuk

(30)

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe NHT;

b. Lembar tes evaluasi mata pelajaran IPA materi pesawat sederhana;

c. Lembar observasi guru pada saat menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT;

d. Lembar observasi siswa pada saat proses pembelajaran model

pembelajaran kooperatif tipe NHT.

5. Pengumpulan Data

Data merupakan informasi-informasi tentang objek penelitian.

Data digunakan untuk menjawab masalah-masalah yang telah

dirumuskan dan untuk menguji hipotesis. Pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan metode:

a. Wawancara

Wawancara adalah komunikasi secara langsung antara yang

mewawancarai dengan yang diwawancarai (Djamarah, 2000: 220).

Wawancara digunakan untuk mendapatkan data tentang materi

pokok khususnya pada mata pelajaran IPA yang kurang memenuhi

KKM dan untuk mendapatkan informasi mengenai metode yang

sering digunakan guru dalam pembelajaran sebelum menerapkan

(31)

b. Observasi

Observasi digunakan untuk memperoleh informasi yang

berhubungan dengan kegiatan siswa selama proses pembelajaran

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Hasil pengamatan dituliskan dalam catatan lapangan.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan salah satu alat untuk

mengumpulkan data. Dokumentasi digunakan untuk memotret

kegiatan yang berlangsung saat pembelajaran dan untuk

menemukan gambaran tentang SD Negeri 2 Kalinanas Kecamatan

Wonosegoro kabupaten Boyolali.

d. Tes

Tes digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang

mencakup pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil kegiatan

belajar mengajar (Djamarah, 2000: 218). Tes digunakan untuk

mengetahui hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Kalinanas

pada mata pelajaran IPA materi pesawat sederhana dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

6. Analisis Data

Analisis data adalah analisis data yang telah terkumpul guna

mengetahui seberapa besar keberhasilan tindakan dalam penelitian

untuk perbaikan belajar siswa (Suyadi, 2010: 85). Analisis data

(32)

formatif pada setiap akhir pelaksanaan pembelajaran. Data yang

terkumpul dianalisis per siklus untuk mengetahui peningkatan hasil

belajar yang dicapai siswa. Hal ini untuk membuktikan hipotesis

tindakan maka hasil penelitian dianalisis menggunakan statistik untuk

menghitung ketuntasan klasikal. Apabila hasil belajar siswa secara

klasikal mencapai ≥ 85% maka siklus dihentikan. Rumus untuk

menghitung persentase ketuntasan klasikal adalah sebagai berikut:

× 100% (Daryanto, 2011: 192)

H. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan. Bab ini memuat tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis tindakan dan

indikator keberhasilan, manfaat penelitian, definisi oprasional, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Kajian Pustaka. Bab ini memuat tentang hakikat hasil

belajar, hakikat IPA, model pembelajaran kooperatif tipe NHT, dan

penelitian yang relevan.

BAB III Pelaksanaan Penelitian. Bab ini memuat tentang gambaran

umum SD Negeri 2 Kalinanas dan pelaksanaan penelitian.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini memuat tentang

deskripsi hasil penelitian per siklus dan pembahasan.

(33)

17

Belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam

Baharuddin, 2008: 13), secara etimologis belajar memiliki arti

berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi ini memiliki

pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai

kepandaian atau ilmu.

Belajar merupakan aktivitas yang sangat penting bagi

perkembangan individu. Belajar akan terjadi setiap saat dalam diri

seseorang, dimanapun dan kapanpun proses belajar dapat terjadi.

Belajar tidak hanya terjadi di bangku sekolah, tidak hanya terjadi

ketika siswa berinteraksi dengan guru, tidak hanya terjadi ketika

seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung (Sriyanti,

2013: 15).

Masalah pengertian belajar ini, para ahli psikologi dan

pendidikan mengemukakan rumusan yang berlainan sesuai dengan

bidang keahlian masing-masing. James O. Whittaker (dalam

Djamarah, 2011: 12) merumuskan belajar sebagai proses di mana

tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau

(34)

bahwa learning is shown by change in behavior as a result of

experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Howard L.

Kingskey (dalam Djamarah, 2011: 13) mengemukakan bahwa

learning is the process by which behavior (in the broader sense) is

originated or changed through practice or training. Belajar adalah

proses di mana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau

diubah melalui praktik atau latihan.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian belajar di

atas dapat dipahami bahwa belajar adalah proses untuk

memperoleh ilmu atau perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman yang terjadi pada setiap diri seseorang kapanpun dan

di manapun ia berada.

b. Tujuan Belajar

Sardiman (2009: 26-28) berpendapat tentang tujuan belajar

yang terdiri dari tiga jenis yaitu mendapatkan pengetahuan,

penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap.

1) Mendapatkan Pengetahuan

Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pemilikan

pengetahuan dan kemampuan berpikir sebagai yang tidak dapat

dipisahkan. Hal ini berarti tidak dapat mengembangkan

kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya

(35)

2) Penanaman Konsep dan Keterampilan

Penanaman konsep atau merumuskan konsep juga

memerlukan suatu keterampilan. Jadi soal keterampilan yang

bersifat jasmani maupun rohani. Keterampilan jasmaniah

adalah ketrampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati,

sehingga akan menitikberatkan pada keterampilan gerak atau

penampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar.

Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu

berurusan dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat

dilihat bagaimana ujung pangkalnya, tetapi lebih abstrak,

menyangkut persoalan-persoalan penghayatan, dan

keterampilan berpikir serta kreativitas untuk menyelesaikan

dan merumuskan suatu masalah atau konsep;

3) Pembentukan Sikap

Upaya untuk menumbuhkan sikap mental, perilaku dan

pribadi anak didik, guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam

pendekatannya. Maka dari itu, dibutuhkan kecakapan dalam

mengarahkan motivasi dan berpikir dengan tidak lupa

menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh.

Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik, tidak

akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai. Oleh karena itu,

guru tidak sekadar pengajar, tetapi betul-betul sebagai pendidik

(36)

c. Ciri-ciri Belajar

Baharuddin dan Wahyuni (2008: 15-16) mengemukakan

beberapa ciri belajar, yaitu:

1) Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku. Ini

berarti, bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari

tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak

tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. Tanpa

mengamati tingkah laku hasil belajar, kita tidak akan dapat

mengetahui ada tidaknya hasil belajar;

2) Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa

perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu

tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah. Tetapi, perubahan

tingkah laku tersebut tidak akan terpancang seumur hidup;

3) Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada

saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan tingkah laku

tersebut bersifat potensial;

4) Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau

pengalaman;

5) Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Sesuatu

yang memperkuat itu akan memberikan semangat atau

(37)

d. Prinsip-prinsip Belajar

Hosnan (2014: 8-9) berpendapat bahwa prinsip-prinsip

belajar terdiri dari perhatian dan motivasi siswa, keaktifan,

keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan, balikan dan

penguatan, serta perbedaan individual. Masing-masing prinsip

tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Perhatian dan motivasi siswa

Seorang guru dalam merencanakan dan melaksanakan

pembelajaran dituntut untuk dapat menimbulkan perhatian dan

motivasi belajar siswa.

2) Keaktifan

Proses pembelajaran yang dilaksanakan haruslah

terhindar dari dominasi guru yang cenderung menimbulkan

sikap pasif anak didik;

3) Keterlibatan langsung

Guru perlu mengupayakan agar siswa terlibat langsung

secara aktif dalam pembelajaran, baik individual maupun

kelompok.

4) Pengulangan

Guru perlu menekankan pentingnya pengulangan untuk

melatih berbagai daya yang ada pada diri siswa, yakni daya

mengingat, mengamati, menanggapi, merasakan, berpikir, dan

(38)

5) Tantangan

Guru perlu berupaya memberikan bahan belajar atau

materi pelajaran yang dapat menantang dan menimbulkan

gairah belajar siswa.

6) Balikan dan penguatan

Melalui prinsip balikan dan penguatan diupayakan siswa

belajar dengan sungguh-sungguh agar mendapatkan nilai yang

baik dalam ulangan, dan nilai yang baik itu akan mendorong

anak untuk belajar lebih giat lagi.

7) Perbedaan individual

Siswa harus dipandang sebagai individual yang unik dan

berbeda satu sama lain. Perbedaan itu dengan sendirinya

berpengaruh terhadap cara dan hasil belajar siswa, sehingga

proses pembelajaran yang bersifat klasikal perlu

memperhatikan perbedaan ini, antara lain dengan penggunaan

metode atau strategi belajar mengajar yang bervariasi.

2. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah

melalui kegiatan belajar. Kegiatan belajar yang terprogram dan

terkontrol yang disebut kegiatan pembelajaran atau kegiatan

(39)

guru, anak yang berhasil dalam belajar adalah anak yang berhasil

mencapai tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional.

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku baik

peningkatan pengetahuan, perbaikan sikap, maupun peningkatan

keterampilan yang dialami siswa setelah menyelesaikan kegiatan

pembelajaran. Hasil belajar sering disebut juga dengan prestasi

belajar tidak dapat dipisahkan dari perbuatan belajar, karena belajar

merupakan suatu perubahan sikap dan tingkah laku seseorang

berdasarkan pengalamannya (Hosnan, 2014: 158).

Hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada

diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Pengertian tentang

hasil belajar sebagaimana diuraikan tersebut dipertegas lagi oleh K.

Brahim (dalam Susanto, 2013: 5) yang menyatakan bahwa hasil

belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam

mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam

skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi

pelajaran tertentu.

Hosnan (2014: 159-160) mengemukakan bahwa hasil belajar

secara keseluruhan biasanya akan tampak berupa berikut ini:

1) Terciptanya berpikir rasional dan kritis, yakni menggunakan

prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab

(40)

2) Terciptanya keterampilan, seperti menulis dan berolahraga

yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu

memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang

tinggi;

3) Adanya proses pengamatan, yakni proses menerima,

menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui

indera-indera secara objektif sehingga peserta didik mampu

mencapai pengertian yang benar.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa baik

peningkatan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya

sebagai hasil dari kegiatan belajar.

b. Macam-macam Hasil Belajar

Susanto (2013: 6-11) berpendapat bahwa hasil belajar

meliputi pemahaman konsep (aspek kognitif), keterampilan proses

(aspek psikomotor), dan sikap siswa (aspek afektif). Berikut

penjelasan macam-macam hasil belajar:

1) Pemahaman Konsep

Pemahaman menurut Bloom (dalam Susanto, 2013: 6)

diartikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi

atau bahan yang dipelajari. Pemahaman menurut Bloom ini

adalah seberapa besar siswa mampu menerima, menyerap, dan

(41)

atau sejauh mana siswa dapat memahami serta mengerti apa

yang ia baca, yang dilihat, yang dialami, atau yang ia rasakan

berupa hasil observasi langsung yang ia lakukan;

2) Keterampilan Proses

Usman dan Setiawati (dalam Susanto, 2013: 9)

mengemukakan bahwa keterampilan proses merupakan

keterampilan yang mengarah kepada pembangunan

kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai

penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu

siswa. Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran,

nalar, dan perbuatan secara efektif dan efisien untuk mencapai

suatu hasil tertentu, termasuk krativitasnya;

3) Sikap

Sardiman (dalam Susanto, 2013: 11) mengemukakan

bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk melakukan

sesuatu dengan cara, metode, pola, dan teknik tertentu terhadap

dunia sekitarnya baik berupa individu-individu maupun

objek-objek tertentu. Sikap merujuk pada perbuatan, perilaku, atau

tindakan seseorang.

Hubungannya dengan hasil belajar siswa, sikap ini lebih

diarahkan pada pengertian pemahaman konsep. Pemahaman

konsep berarti domain yang sangat berperan adalah domain

(42)

c. Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar

Baharuddin dan Wahyuni (2008: 24-28) berpendapat tentang

faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar dibedakan menjadi

dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1) Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari

dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar

individu. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan

psikologis.

a) Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang

berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini

dibedakan menjadi dua macam, yaitu keadaan tonus

jasmani dan keadaan fungsi jasmani atau fisiologi.

Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani

pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar

seseorang. Keadaan fisik yang sehat dan bugar akan

memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar

individu. Kondisi fisik yang lemah atau sakit akan

menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.

Kedua, keadaan fungsi jasmani. Selama proses belajar

berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia

(43)

b) Faktor Psikologis

Faktor psikologis adalah keadaan psikologis

seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar.

Beberapa faktor psikologis diantaranya adalah sebagai

berikut:

(1) Kecerdasan atau Inteligensi Siswa

Kecerdasan diartikan sebagai kemampuan

psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan

diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat.

Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling

penting dalam proses belajar siswa, karena itu

menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi

tingkat inteligensi seorang individu, semakin besar

peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar.

Semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin

sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar;

(2) Motivasi

Motivasi adalah salah satu faktor yang

memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa

(Baharuddin dan Wahyuni, 2008: 19-22). Motivasi

belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong

terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri

(44)

tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan

belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi

rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa

perlu diperkuat terus menerus. Agar siswa memiliki

motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya diciptakana

suasana belajar yang menggembirakan (Dimyati dan

Mudjiono, 2002: 239);

(3) Minat

Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang

tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

Minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi,

karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar;

(4) Sikap

Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh

perasaan senang atau tidak senang pada performan

guru, pelajaran, atau lingkungan sekitar;

(5) Bakat

Bakat adalah kemampuan seseorang yang menjadi

salah satu komponen yang diperlukan dalam proses

belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai

dengan bidang yang sedang dipelajari, maka bakat itu

(45)

kemungkinan besar ia akan berhasil (Baharuddin dan

Wahyuni, 2008: 24-25).

2) Faktor Eksternal

Baharuddin dan Wahyuni (2008: 25) menjelaskan bahwa

faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri

individu. Faktor tersebut meliputi lingkungan sosial dan

lingkungan non sosial.

1) Lingkungan Sosial

a) Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi,

dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses

belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara

ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk

belajar lebih baik di sekolah;

b) Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan

masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi

belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak

pengangguran, dan anak terlantar juga dapat

memengaruhi aktivitas belajar siswa;

c) Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat

memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga,

sifat-sifat orang tua, letak rumah, pengelolaan keluarga,

semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas

(46)

tua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan

membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan

baik.

2) Lingkungan Non Sosial

a) Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar,

tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu

silau atau kuat, atau tidak terlalu lemah atau gelap,

suasana yang sejuk dan tenang. Apabila kondisi

lingkungan alam tidak mendukung maka proses belajar

siswa akan terhambat;

b) Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat

digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti

gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar,

lapangan olahraga dan lain sebagainya. Kedua,

software, seperti kurikulum sekolah,

peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, dan silabi.

c) Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa).

Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia

perkembangan siswa, begitu juga dengan metode

mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi

perkembangan siswa. Oleh karena itu, agar guru dapat

memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas

(47)

pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat

diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.

B. Hakikat IPA

1. Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari tentang

kenyataan alam semesta, mulai dari hukum fisika dasar, sistem, dan

mekanisme biologi makhluk hidup sampai perubahan-perubahan reaksi

kimia yang terjadi di dalamnya. Jenjang pendidikan yang masih

menggunakan istilah IPA adalah jenjang Sekolah Dasar (Arifin, 2012:

52-53).

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan rumpun ilmu, memiliki

karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam yang faktual

(factual), baik berupa kenyataan atau kejadian dan sebab-akibatnya.

Cabang ilmu yang termasuk anggota rumpun IPA saat ini antara lain

Biologi, Fisika, IPA, Astronomi atau Astrofisika, dan Geologi.

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang pada awalnya

diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan, namun pada

perkembangan selanjutnya IPA juga diperoleh dan dikembangkan

berdasarkan teori (Wisudawati, 2014: 22). Menurut Susanto (2013:

168-169) ada tiga hal yang berkaitan dengan IPA, yaitu IPA sebagai

produk (berupa fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori IPA), IPA

(48)

menyimpulkan), dan IPA sebagai sikap (sikap ingin tahu, sikap kerja

sama, bertanggung jawab, berpikir bebas, dan kedisiplinan diri).

Ilmu Pengetahuan Alam terdiri dari tiga kata yaitu “ilmu”,

“pengetahuan”, dan “alam”. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang

diketahui manusia. Banyak sekali pengetahuan yang dimiliki dalam

kehidupan manusia. Pengetahuan tentang agama, pendidikan,

kesehatan, ekonomi, politik, sosial, dan alam sekitar adalah contoh

pengetahuan yang dimiliki manusia. Pengetahuan alam berarti

pengetahuan tentang alam semesta beserta isinya. Ilmu adalah

pengetahuan yang ilmiah. Pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah

artinya diperoleh dengan metode ilmiah. Dua sifat utama ilmu adalah

rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal, logis, atau dapat

diterima akal sehat. Sedangkan objektif artinya sesuai dengan

objeknya, sesuai dengan kenyataannya, atau sesuai dengan kenyataan

(Wisudawati, 2014: 23).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan

bahwa IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang fakta-fakta

yang ada di alam semesta berdasarkan pengamatan dan percobaan.

2. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Pembelajaran sains di sekolah dasar dikenal dengan

pembelajaran IPA. Konsep IPA di sekolah dasar merupakan konsep

yang masih terpadu, karena belum dipisahkan secara tersendiri, seperti

(49)

Tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar menurut Badan

Standar Nasional Pendidikan (dalam Susanto, 2013: 171-172),

dimaksudkan untuk:

a. Siswa memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang

Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan

alam ciptaan-Nya;

b. Siswa mengembangkan pengetahuan dan pemahaman

konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari;

c. Siswa mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan

kesadaran tentang adanya hubungan yang saling memengaruhi

antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat;

d. Siswa mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki

alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan;

e. Siswa meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam

memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam;

f. Siswa meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;

g. Siswa memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan

(50)

3. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Materi Pesawat Sederhana

Pesawat sederhana merupakan salah satu materi pelajaran IPA

yang terdapat pada kelas V Sekolah Dasar. Uraian materi tentang

pesawat sederhana adalah sebagai berikut:

Pesawat Sederhana

Semua jenis alat yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan

manusia disebut pesawat. Kesederhanaan dalam penggunaannya

menyebabkan alat-alat tersebut dikenal dengan sebutan pesawat

sederhana (Sulistyanto dan Wiyono, 2008: 109). Pesawat sederhana

dapat membantu pekerjaan dengan mengurangi gaya yang diperlukan

untuk memindahkan benda. Alat ini mengurangi gaya yang diperlukan

dengan menambah jarak dari benda yang digerakkan. Misalnya,

sebuah meja ingin diangkat ke atas truk yang tingginya satu meter.

Sebenarnya, meja hanya perlu digerakkan sejauh satu meter ke atas.

Agar mudah melakukannya, meja didorong melalui bidang miring

yang jaraknya lebih jauh (Kusnin, 2007: 112).

Pesawat sederhana dibagi menjadi empat macam, yaitu

pengungkit, bidang miring, katrol, dan roda berporos.

a. Pengungkit atau Tuas

Pengungkit atau tuas merupakan alat untuk mengangkat atau

mengungkit benda. Misalnya saat kita ingin memindahkan batu

yang besar, kita memerlukan sebatang kayu atau besi. Kayu atau

(51)

tersebut bertumpu pada suatu tempat yang disebut titik tumpu.

Tempat gaya yang bekerja disebut titik kuasa. Tempat beban

berada disebut titik beban. Jarak antara titik tumpu dan titik kuasa

disebut lengan kuasa, sedangkan jarak antara titik beban dengan

titik tumpu disebut lengan beban (Kholil dan Dini, 2009: 129).

Gambar tentang bagian-bagian pengungkit ditampilkan pada

gambar 2.1.

Gambar 2.1. Bagian-bagian Pengungkit (Sumber: Maryanto dan Purwanto, 2009: 108)

Pengungkit atau tuas digolongkan menjadi tiga golongan.

Penggolongan itu berdasarkan posisi kuasa, beban, dan titik tumpu.

1) Pengungkit golongan pertama, yaitu pengungkit yang

penumpunya antara beban dan kuasa. Contohnya: pencabut

paku, jungkat-jungkit, gunting, dan linggis. Gambar prinsip

kerja penggungkit golongan 1 ditampilkan pada gambar 2.2.

(52)

2) Pengungkit golongan kedua, yaitu pengungkit di mana titik

beban terletak antara penumpu dan kuasa. Contohnya: pemecah

kemiri, pembuka tutup botol, dan gerobak dorong. Gambar

prinsip kerja penggungkit golongan 2 ditampilkan pada gambar

2.3.

Gambar 2.3. Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 2 (Sumber: Azmiyawati, dkk, 2008: 99)

3) Pengungkit golongan ketiga, yaitu pengungkit yang letak

kuasanya diantara titik tumpu dan beban. Contohnya: alat

pancing, sekop, stapler, dan pinset (Sulistyowati dan Sukarno,

2009: 86-87). Gambar prinsip kerja penggungkit golongan 3

ditampilkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.4. Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 3 (Sumber: Azmiyawati, dkk, 2008: 100)

b. Katrol

Katrol merupakan roda yang berputar pada porosnya.

(53)

Katrol dapat mengubah arah gaya yang digunakan untuk menarik

atau mengangkat benda. Berdasarkan prinsipnya katrol sama

dengan tuas, karena mempunyai titik tumpu, beban, dan kuasa

(Kholil dan Dini, 2009: 135).

Katrol digolongkan menjadi tiga, yaitu katrol tetap, katrol

bebas, dan katrol majemuk.

1) Katrol Tetap

Katrol tetap merupakan katrol yang posisinya tidak

berubah. Katrol jenis ini dipasang di tempat yang tetap dan

kukuh. Contoh katrol tetap yang mudah ditemui adalah katrol

pada sumur timba. Cara yang dilakukan adalah dengan menarik

ujung tali yang tidak terikat pada beban, maka beban akan

terangkat, kuasa yang dibutuhkan sama dengan berat beban itu

sendiri. Menarik beban ke atas dengan menggunakan katrol

lebih mudah daripada mengangkat beban secara langsung.

Gambar katrol tetap ditampilkan pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Katrol Tetap

(54)

2) Katrol Bebas

Katrol bebas merupakan katrol yang posisinya selalu

berubah. Katrol bebas dapat bergerak dan tidak dipasang pada

tempat tertentu. Katrol bebas beban yang diangkat digantung

pada katrol. Salah satu ujung tali diikatkan pada tempat yang

tetap dan ujung tali yang lain ditarik ke atas. Katika tali ditarik,

katrol dan beban akan naik. Keuntungan menggunakan katrol

bebas adalah gaya yang diperlukan untuk menarik benda lebih

kecil daripada jika menggunakan katrol tetap. Katrol bebas

ditampilkan pada gambar gambar 2.6.

Gambar 2.6. Katrol Bebas

(Sumber: Sulistyanto dan Wiyono, 2008: 118)

3) Katrol Majemuk

Katrol majemuk merupakan perpaduan antara katrol

bebas dengan katrol tetap yang dihubungkan dengan tali.

Biasanya, beban dikaitkan pada katrol bebas, salah satu ujung

tali diikatkan pada katrol tetap dan ujung tali yang lain ditarik.

(55)

atas. Makin banyak jumlah katrol, maka gaya yang diperlukan

makin kecil (Kholil dan Dini, 2009: 135-136). Gambar katrol

majemuk ditampilkan pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Katrol Majemuk

(Sumber: Sulistyanto dan Wiyono, 2008: 118)

c. Bidang Miring

Bidang miring adalah suatu permukaan yang miring dan ini

termasuk pesawat sederhana. Bidang miring bermanfaat untuk

mengurangi gaya yang diperlukan saat memindahkan benda.

Semakin landai bidang miring, gaya yang diperlukan semakin

kecil. Namun demikian, lintasan beban yang digerakkan semakin

jauh (Kusnin, 2007: 114).

Contoh bidang miring menurut Sulistyowati dan Sukarno

(2009: 85) adalah:

1) Tangga untuk naik ke tempat yang lebih tinggi;

2) Papan yang dimiringkan untuk memudahkan pekerjaan;

3) Jalan di pegunungan yang dibuat berkelok-kelok;

4) Sekrup merupakan bidang miring yang melingkar;

(56)

Contoh alat-alat yang menggunakan prinsip bidang miring

ditampilkan pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Alat-alat menggunakan prinsip bidang miring (Sumber: Sulistyanto dan Wiyono, 2008: 118)

d. Roda Berporos

Roda berporos merupakan pesawat sederhana yang berbentuk

bundar dengan poros di bagian tengahnya. Bagian poros biasanya

dilengkapi dengan bantalan peluru. Penggunaan bantalan peluru

bertujuan untuk mengurangi gesekan antar poros dengan as roda.

Jika ada gaya, roda akan mudah berputar. Contoh peralatan yang

menggunakan roda antara lain, sepeda, gerobak, becak, dan stir

mobil. Penggunaan roda sangat berguna untuk memindahkan

benda. Roda juga digunakan berbagai benda agar mudah

digeser-geser. Misalnya, kursi kantor, alas lemari es, dan meja TV (Kholil

dan Dini, 2009: 137).

(57)

C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together

(NHT)

1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang

mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan

belajar (Jihad dan Haris, 2013: 30). Pembelajaran kooperatif tidak

sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar

pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran

kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar

pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan

memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif (Rusman,

2011: 203).

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model

pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok.

Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat

kemampuan yang berbeda-beda dan jika memungkinkan anggota

kelompok berasal dari ras, budaya, suku, yang berbeda serta

memperhatikan kesetaraan jender. Proses pembelajaran dengan model

pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama pada

suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya

untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model

pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa

(58)

serta pengembangan keterampilan sosial (Daryanto dan Rahardjo,

2012: 241-242).

Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah NHT.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang

dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki

tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik (Fathurrohman,

2012: 97). Pendapat ini dipertegas oleh Trianto (2012: 82) bahwa NHT

atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis

pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola

interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas

tradisional. Numbered Head Together pertama kali dikembangkan oleh

Spenser Kagen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah

materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman

mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Numbered Head Together

dilakukan dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu

kelompok, kemudian secara acak, guru memanggil nomor dari siswa

(Hamdani, 2011: 89). Tujuan dari pembelajaran ini adalah memberi

kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan

mempertimbangkan jawaban yang paling tepat (Huda, 2014: 203).

(59)

2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Trianto (2012: 82-83) berpendapat bahwa dalam mengajukan

pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat

fase sebagai sintaks NHT:

a. Fase 1: Penomoran

Guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada

setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5;

b. Fase 2: Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa;

c. Fase 3: Berpikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan dan

meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim;

d. Fase 4: Menjawab

Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang

nomornya sesuai mengangkat tangannya dan mencoba untuk

menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

3. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

a. Setiap siswa menjadi siap semua;

b. Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh;

c. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai

(Hamdani, 2011: 90);

d. Meningkatkan rasa percaya diri siswa;

(60)

f. Melatih tanggung jawab siswa;

g. Mampu memperdalam pemahaman siswa (Kurniasih dan Sani,

2016:30).

4. Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Hamdani (2011: 90) mengemukakan kekurangan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai berikut:

a. Kemungkinan nomor yang dipanggil, akan dipanggil lagi oleh

guru;

b. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

5. Cara Menyiasati Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe NHT

Peneliti berpendapat bahwa cara yang dapat dilakukan untuk

menyiasati kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe NHT

adalah sebagai berikut:

a. Guru memberikan tanda pada nomor yang telah dipanggil sehingga

tidak dipanggil ulang;

b. Guru mengajukan pertanyaan minimal sesuai jumlah siswa dalam

kelompok.

D. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Dessi, 2015

Judul penelitian tentang “Penerapan Model Pembelajaran

(61)

Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Matematika Pokok Bahasan

Hubungan Antar Satuan Kelas III di MI Nurul Huda Raji Demak

Tahun Ajaran 2014/2015”. Rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT

dapat meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran matematika

pokok bahasan hubungan antar satuan kelas III di MI Nurul Huda Raji

Demak tahun ajaran 2014/2015?, sedangkan tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa mata

pelajaran matematika pokok bahasan hubungan antar satuan setelah

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa kelas

III di MI Nurul Huda Raji Demak tahun ajaran 2014/2015. Penelitian

ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam

tiga siklus dengan subjek siswa kelas III MI Nurul Huda Raji Demak

yang berjumlah 25 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat

meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran matematika pokok

bahasan hubungan antar satuan kelas III di MI Nurul Huda Raji

Demak tahun ajaran 2014/2015. Hal ini terbukti dari hasil siklus I

terdapat 8 siswa atau 34,78% siswa yang tuntas belajar dengan nilai

rata-rata 49,13, siklus II jumlah siswa yang tuntas belajar ada 16 siswa

atau 66,7% dengan nilai rata-rata 62,5, dan siklus III terdapat 22 siswa

(62)

Penelitian yang dilakukan oleh Dessi ini memiliki kesamaan

dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu penggunaan

model pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk meningkatkan hasil

belajar, sedangkan perbedaannya terdapat pada subjek, materi

pelajaran, tempat, dan waktu pelaksanaan penelitian.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Yorisno, 2013

Judul penelitian tentang “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA

dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

(Numbered Heads Together) Siswa Kelas 4 SDN Randuacir 02

Salatiga Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013”. Tujuan penelitian ini

adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada mata pelajaran IPA.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari

dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari empat tahap yaitu:

perencanaa, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian

ini adalah siswa kelas 4 SD Negeri Randuacir 02 Kecamatan

Argomulyo Kota Salatiga dengan jumlah 28 siswa. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu pada prasiklus

ketuntasan belajar mencapai 64%, siklus I ketuntasan belajar adalah

82%, dan siklus II ketuntasan belajar adalah 100%.

Penelitian yang dilakukan oleh Yorisno ini memiliki kesamaan

(63)

hasil belajar IPA dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe NHT, sedangkan perbedaannya terdapat pada subjek, tempat, dan

waktu penelitian.

Berdasarkan dua hasil penelitian tentang penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT di atas, semua menunjukkan adanya

peningkatan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif

tipe NHT. Sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah

penelitian dengan judul peningkatan hasil belajar IPA materi pesawat

sederhana melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa

kelas V SD N 2 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali

Gambar

Gambar 1.1. Bagan Rancangan PTK  (Sumber: Arikunto, dkk, 2014: 16)
gambar 2.1.
Gambar 2.4. Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 3  (Sumber: Azmiyawati, dkk, 2008: 100)
Gambar katrol tetap ditampilkan pada gambar 2.5.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti yang dikatakan oleh Bapak Mukri mengenai perilaku remaja dalam pelaksanaan ibadah sholat remaja skitar, yaitu “sudah terihat jelas bagaimana kondisi jama’ah

Analisis data yang digunakan adalah hubungan antara panjang usus dan panjang total tubuh ikan, serta jenis makanan yang ada dalam usus ikan untuk

Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan Riset Kapasitas PEnangkapan Cantrang pada Perikanan Demersal di Laut Jawa Serta Pukat Cincin pada Perikanan Cakalang dan

Pada kondisi yang tidak menentu, saya berani menjalankan usaha ini secara terus

diambil- Selain itu pendanaan yang bersumber dari urang dapat mengurangi konflik antara manajer dengan pemegang saham (Crutchley and Hansen, 1989), hal ini dapat

Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran; Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah

Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk menghitung hasil pengukuran konsentrasi CO dan HC yang diakibatkan kendaraan bermotor dan menganalisis hasil perhitungan

pejabat yang lebih tinggi. Setiap surat order pembelian harus diotorisasi oleh pejabat yang berwenang untuk mengurangi kemungkinan diterimanya barang dan timbulnya kewajiban