• Tidak ada hasil yang ditemukan

17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Hasil Belajar 1. Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Baharuddin, 2008: 13), secara etimologis belajar memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu.

Belajar merupakan aktivitas yang sangat penting bagi perkembangan individu. Belajar akan terjadi setiap saat dalam diri seseorang, dimanapun dan kapanpun proses belajar dapat terjadi. Belajar tidak hanya terjadi di bangku sekolah, tidak hanya terjadi ketika siswa berinteraksi dengan guru, tidak hanya terjadi ketika seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung (Sriyanti, 2013: 15).

Masalah pengertian belajar ini, para ahli psikologi dan pendidikan mengemukakan rumusan yang berlainan sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. James O. Whittaker (dalam Djamarah, 2011: 12) merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Cronbach (dalam Djamarah, 2011: 13) berpendapat

bahwa learning is shown by change in behavior as a result of experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Howard L. Kingskey (dalam Djamarah, 2011: 13) mengemukakan bahwa learning is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or training. Belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktik atau latihan.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian belajar di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah proses untuk memperoleh ilmu atau perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman yang terjadi pada setiap diri seseorang kapanpun dan di manapun ia berada.

b. Tujuan Belajar

Sardiman (2009: 26-28) berpendapat tentang tujuan belajar yang terdiri dari tiga jenis yaitu mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap.

1) Mendapatkan Pengetahuan

Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berpikir sebagai yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan.

2) Penanaman Konsep dan Keterampilan

Penanaman konsep atau merumuskan konsep juga memerlukan suatu keterampilan. Jadi soal keterampilan yang bersifat jasmani maupun rohani. Keterampilan jasmaniah adalah ketrampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati, sehingga akan menitikberatkan pada keterampilan gerak atau penampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat dilihat bagaimana ujung pangkalnya, tetapi lebih abstrak,

menyangkut persoalan-persoalan penghayatan, dan

keterampilan berpikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep;

3) Pembentukan Sikap

Upaya untuk menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak didik, guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatannya. Maka dari itu, dibutuhkan kecakapan dalam mengarahkan motivasi dan berpikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh.

Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik, tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai. Oleh karena itu, guru tidak sekadar pengajar, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai itu kepada anak didiknya.

c. Ciri-ciri Belajar

Baharuddin dan Wahyuni (2008: 15-16) mengemukakan beberapa ciri belajar, yaitu:

1) Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku. Ini berarti, bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. Tanpa mengamati tingkah laku hasil belajar, kita tidak akan dapat mengetahui ada tidaknya hasil belajar;

2) Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah. Tetapi, perubahan tingkah laku tersebut tidak akan terpancang seumur hidup; 3) Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada

saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan tingkah laku tersebut bersifat potensial;

4) Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau

pengalaman;

5) Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Sesuatu yang memperkuat itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.

d. Prinsip-prinsip Belajar

Hosnan (2014: 8-9) berpendapat bahwa prinsip-prinsip belajar terdiri dari perhatian dan motivasi siswa, keaktifan, keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual. Masing-masing prinsip tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Perhatian dan motivasi siswa

Seorang guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dituntut untuk dapat menimbulkan perhatian dan motivasi belajar siswa.

2) Keaktifan

Proses pembelajaran yang dilaksanakan haruslah terhindar dari dominasi guru yang cenderung menimbulkan sikap pasif anak didik;

3) Keterlibatan langsung

Guru perlu mengupayakan agar siswa terlibat langsung secara aktif dalam pembelajaran, baik individual maupun kelompok.

4) Pengulangan

Guru perlu menekankan pentingnya pengulangan untuk melatih berbagai daya yang ada pada diri siswa, yakni daya mengingat, mengamati, menanggapi, merasakan, berpikir, dan sebagainya.

5) Tantangan

Guru perlu berupaya memberikan bahan belajar atau materi pelajaran yang dapat menantang dan menimbulkan gairah belajar siswa.

6) Balikan dan penguatan

Melalui prinsip balikan dan penguatan diupayakan siswa belajar dengan sungguh-sungguh agar mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan, dan nilai yang baik itu akan mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi.

7) Perbedaan individual

Siswa harus dipandang sebagai individual yang unik dan berbeda satu sama lain. Perbedaan itu dengan sendirinya berpengaruh terhadap cara dan hasil belajar siswa, sehingga

proses pembelajaran yang bersifat klasikal perlu

memperhatikan perbedaan ini, antara lain dengan penggunaan metode atau strategi belajar mengajar yang bervariasi.

2. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Kegiatan belajar yang terprogram dan terkontrol yang disebut kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional, tujuan belajar telah ditetapkan terlebih dahulu oleh

guru, anak yang berhasil dalam belajar adalah anak yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional.

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku baik

peningkatan pengetahuan, perbaikan sikap, maupun peningkatan keterampilan yang dialami siswa setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran. Hasil belajar sering disebut juga dengan prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari perbuatan belajar, karena belajar merupakan suatu perubahan sikap dan tingkah laku seseorang berdasarkan pengalamannya (Hosnan, 2014: 158).

Hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Pengertian tentang hasil belajar sebagaimana diuraikan tersebut dipertegas lagi oleh K. Brahim (dalam Susanto, 2013: 5) yang menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.

Hosnan (2014: 159-160) mengemukakan bahwa hasil belajar secara keseluruhan biasanya akan tampak berupa berikut ini: 1) Terciptanya berpikir rasional dan kritis, yakni menggunakan

prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti bagaimana dan mengapa;

2) Terciptanya keterampilan, seperti menulis dan berolahraga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi;

3) Adanya proses pengamatan, yakni proses menerima,

menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara objektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa baik peningkatan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya sebagai hasil dari kegiatan belajar.

b. Macam-macam Hasil Belajar

Susanto (2013: 6-11) berpendapat bahwa hasil belajar meliputi pemahaman konsep (aspek kognitif), keterampilan proses (aspek psikomotor), dan sikap siswa (aspek afektif). Berikut penjelasan macam-macam hasil belajar:

1) Pemahaman Konsep

Pemahaman menurut Bloom (dalam Susanto, 2013: 6) diartikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Pemahaman menurut Bloom ini adalah seberapa besar siswa mampu menerima, menyerap, dan memahami pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa,

atau sejauh mana siswa dapat memahami serta mengerti apa yang ia baca, yang dilihat, yang dialami, atau yang ia rasakan berupa hasil observasi langsung yang ia lakukan;

2) Keterampilan Proses

Usman dan Setiawati (dalam Susanto, 2013: 9) mengemukakan bahwa keterampilan proses merupakan

keterampilan yang mengarah kepada pembangunan

kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa. Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk krativitasnya;

3) Sikap

Sardiman (dalam Susanto, 2013: 11) mengemukakan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara, metode, pola, dan teknik tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa individu-individu maupun objek-objek tertentu. Sikap merujuk pada perbuatan, perilaku, atau tindakan seseorang.

Hubungannya dengan hasil belajar siswa, sikap ini lebih diarahkan pada pengertian pemahaman konsep. Pemahaman konsep berarti domain yang sangat berperan adalah domain kognitif.

c. Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar

Baharuddin dan Wahyuni (2008: 24-28) berpendapat tentang faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1) Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan psikologis.

a) Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang

berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu keadaan tonus jasmani dan keadaan fungsi jasmani atau fisiologi. Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Keadaan fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.

Kedua, keadaan fungsi jasmani. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra;

b) Faktor Psikologis

Faktor psikologis adalah keadaan psikologis

seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis diantaranya adalah sebagai berikut:

(1) Kecerdasan atau Inteligensi Siswa

Kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi tingkat inteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar;

(2) Motivasi

Motivasi adalah salah satu faktor yang

memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa (Baharuddin dan Wahyuni, 2008: 19-22). Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi, atau

tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya diciptakana suasana belajar yang menggembirakan (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 239);

(3) Minat

Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar; (4) Sikap

Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitar;

(5) Bakat

Bakat adalah kemampuan seseorang yang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajari, maka bakat itu

kemungkinan besar ia akan berhasil (Baharuddin dan Wahyuni, 2008: 24-25).

2) Faktor Eksternal

Baharuddin dan Wahyuni (2008: 25) menjelaskan bahwa faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor tersebut meliputi lingkungan sosial dan lingkungan non sosial.

1) Lingkungan Sosial

a) Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah;

b) Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan

masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak

pengangguran, dan anak terlantar juga dapat

memengaruhi aktivitas belajar siswa;

c) Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orang tua, letak rumah, pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orang

tua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

2) Lingkungan Non Sosial

a) Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau atau kuat, atau tidak terlalu lemah atau gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Apabila kondisi lingkungan alam tidak mendukung maka proses belajar siswa akan terhambat;

b) Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, dan silabi.

c) Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode

mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi

perkembangan siswa. Oleh karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus mengusai materi

pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.

B. Hakikat IPA 1. Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari tentang kenyataan alam semesta, mulai dari hukum fisika dasar, sistem, dan mekanisme biologi makhluk hidup sampai perubahan-perubahan reaksi kimia yang terjadi di dalamnya. Jenjang pendidikan yang masih menggunakan istilah IPA adalah jenjang Sekolah Dasar (Arifin, 2012: 52-53).

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam yang faktual (factual), baik berupa kenyataan atau kejadian dan sebab-akibatnya. Cabang ilmu yang termasuk anggota rumpun IPA saat ini antara lain Biologi, Fisika, IPA, Astronomi atau Astrofisika, dan Geologi.

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan, namun pada perkembangan selanjutnya IPA juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (Wisudawati, 2014: 22). Menurut Susanto (2013: 168-169) ada tiga hal yang berkaitan dengan IPA, yaitu IPA sebagai produk (berupa fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori IPA), IPA sebagai proses (seperti mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, dan

menyimpulkan), dan IPA sebagai sikap (sikap ingin tahu, sikap kerja sama, bertanggung jawab, berpikir bebas, dan kedisiplinan diri).

Ilmu Pengetahuan Alam terdiri dari tiga kata yaitu “ilmu”, “pengetahuan”, dan “alam”. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang

diketahui manusia. Banyak sekali pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan manusia. Pengetahuan tentang agama, pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, sosial, dan alam sekitar adalah contoh pengetahuan yang dimiliki manusia. Pengetahuan alam berarti pengetahuan tentang alam semesta beserta isinya. Ilmu adalah pengetahuan yang ilmiah. Pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah artinya diperoleh dengan metode ilmiah. Dua sifat utama ilmu adalah rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal, logis, atau dapat diterima akal sehat. Sedangkan objektif artinya sesuai dengan objeknya, sesuai dengan kenyataannya, atau sesuai dengan kenyataan (Wisudawati, 2014: 23).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang fakta-fakta yang ada di alam semesta berdasarkan pengamatan dan percobaan.

2. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Pembelajaran sains di sekolah dasar dikenal dengan pembelajaran IPA. Konsep IPA di sekolah dasar merupakan konsep yang masih terpadu, karena belum dipisahkan secara tersendiri, seperti mata pelajaran kimia, biologi, dan fisika.

Tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (dalam Susanto, 2013: 171-172), dimaksudkan untuk:

a. Siswa memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang

Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya;

b. Siswa mengembangkan pengetahuan dan pemahaman

konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;

c. Siswa mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan

kesadaran tentang adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat;

d. Siswa mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki

alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan;

e. Siswa meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam

memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam;

f. Siswa meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;

g. Siswa memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

3. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Materi Pesawat Sederhana

Pesawat sederhana merupakan salah satu materi pelajaran IPA yang terdapat pada kelas V Sekolah Dasar. Uraian materi tentang pesawat sederhana adalah sebagai berikut:

Pesawat Sederhana

Semua jenis alat yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan manusia disebut pesawat. Kesederhanaan dalam penggunaannya menyebabkan alat-alat tersebut dikenal dengan sebutan pesawat sederhana (Sulistyanto dan Wiyono, 2008: 109). Pesawat sederhana dapat membantu pekerjaan dengan mengurangi gaya yang diperlukan untuk memindahkan benda. Alat ini mengurangi gaya yang diperlukan dengan menambah jarak dari benda yang digerakkan. Misalnya, sebuah meja ingin diangkat ke atas truk yang tingginya satu meter. Sebenarnya, meja hanya perlu digerakkan sejauh satu meter ke atas. Agar mudah melakukannya, meja didorong melalui bidang miring yang jaraknya lebih jauh (Kusnin, 2007: 112).

Pesawat sederhana dibagi menjadi empat macam, yaitu pengungkit, bidang miring, katrol, dan roda berporos.

a. Pengungkit atau Tuas

Pengungkit atau tuas merupakan alat untuk mengangkat atau mengungkit benda. Misalnya saat kita ingin memindahkan batu yang besar, kita memerlukan sebatang kayu atau besi. Kayu atau besi itulah yang disebut juga pengungkit. Batang kayu atau besi

tersebut bertumpu pada suatu tempat yang disebut titik tumpu. Tempat gaya yang bekerja disebut titik kuasa. Tempat beban berada disebut titik beban. Jarak antara titik tumpu dan titik kuasa disebut lengan kuasa, sedangkan jarak antara titik beban dengan titik tumpu disebut lengan beban (Kholil dan Dini, 2009: 129). Gambar tentang bagian-bagian pengungkit ditampilkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Bagian-bagian Pengungkit (Sumber: Maryanto dan Purwanto, 2009: 108)

Pengungkit atau tuas digolongkan menjadi tiga golongan. Penggolongan itu berdasarkan posisi kuasa, beban, dan titik tumpu.

1) Pengungkit golongan pertama, yaitu pengungkit yang

penumpunya antara beban dan kuasa. Contohnya: pencabut paku, jungkat-jungkit, gunting, dan linggis. Gambar prinsip kerja penggungkit golongan 1 ditampilkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 1 (Sumber: Azmiyawati, dkk, 2008: 99)

2) Pengungkit golongan kedua, yaitu pengungkit di mana titik beban terletak antara penumpu dan kuasa. Contohnya: pemecah kemiri, pembuka tutup botol, dan gerobak dorong. Gambar prinsip kerja penggungkit golongan 2 ditampilkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 2 (Sumber: Azmiyawati, dkk, 2008: 99)

3) Pengungkit golongan ketiga, yaitu pengungkit yang letak kuasanya diantara titik tumpu dan beban. Contohnya: alat pancing, sekop, stapler, dan pinset (Sulistyowati dan Sukarno, 2009: 86-87). Gambar prinsip kerja penggungkit golongan 3 ditampilkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.4. Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 3 (Sumber: Azmiyawati, dkk, 2008: 100)

b. Katrol

Katrol merupakan roda yang berputar pada porosnya. Biasanya katrol digunakan untuk mengangkat benda yang berat.

Katrol dapat mengubah arah gaya yang digunakan untuk menarik atau mengangkat benda. Berdasarkan prinsipnya katrol sama dengan tuas, karena mempunyai titik tumpu, beban, dan kuasa (Kholil dan Dini, 2009: 135).

Katrol digolongkan menjadi tiga, yaitu katrol tetap, katrol bebas, dan katrol majemuk.

1) Katrol Tetap

Katrol tetap merupakan katrol yang posisinya tidak berubah. Katrol jenis ini dipasang di tempat yang tetap dan kukuh. Contoh katrol tetap yang mudah ditemui adalah katrol pada sumur timba. Cara yang dilakukan adalah dengan menarik ujung tali yang tidak terikat pada beban, maka beban akan terangkat, kuasa yang dibutuhkan sama dengan berat beban itu sendiri. Menarik beban ke atas dengan menggunakan katrol lebih mudah daripada mengangkat beban secara langsung. Gambar katrol tetap ditampilkan pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Katrol Tetap

2) Katrol Bebas

Katrol bebas merupakan katrol yang posisinya selalu berubah. Katrol bebas dapat bergerak dan tidak dipasang pada tempat tertentu. Katrol bebas beban yang diangkat digantung pada katrol. Salah satu ujung tali diikatkan pada tempat yang tetap dan ujung tali yang lain ditarik ke atas. Katika tali ditarik, katrol dan beban akan naik. Keuntungan menggunakan katrol bebas adalah gaya yang diperlukan untuk menarik benda lebih kecil daripada jika menggunakan katrol tetap. Katrol bebas ditampilkan pada gambar gambar 2.6.

Gambar 2.6. Katrol Bebas

(Sumber: Sulistyanto dan Wiyono, 2008: 118)

3) Katrol Majemuk

Katrol majemuk merupakan perpaduan antara katrol bebas dengan katrol tetap yang dihubungkan dengan tali. Biasanya, beban dikaitkan pada katrol bebas, salah satu ujung tali diikatkan pada katrol tetap dan ujung tali yang lain ditarik. Akibat tarikan itu, beban dan katrol bebas akan terangkat ke

atas. Makin banyak jumlah katrol, maka gaya yang diperlukan makin kecil (Kholil dan Dini, 2009: 135-136). Gambar katrol majemuk ditampilkan pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Katrol Majemuk

(Sumber: Sulistyanto dan Wiyono, 2008: 118)

c. Bidang Miring

Bidang miring adalah suatu permukaan yang miring dan ini termasuk pesawat sederhana. Bidang miring bermanfaat untuk

Dokumen terkait