1
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ternak itik merupakan salah satu komoditi unggas yang mempunyai peran cukup penting sebagai penghasil telur dan daging untuk mendukung ketersediaan protein hewani murah dan mudah didapat. Tingkat produktivitas itik lokal Indonesia baik telur maupun daging masih rendah dan masih berpeluang untuk ditingkatkan. Ketaren dan Prasetyo (2000) melaporkan bahwa produksi telur itik selama setahun adalah sebanyak 69,4% masih terhitung rendah.
Sinurat (2000) berpendapat kemampuan produksi telur itik sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan kualitas ransum. Hasil penelitian telah banyak menunjukan bahwa kebutuhan nutrisi itik periode produksi telur yang utama adalah kadar protein ransum sebesar 17-19% dan tingkat energi metabolis sebesar 2900kkal/kg, disamping komponen-komponen nutrisi yang lain. Nutrisi dalam ransum yang diberikan harus dapat memenuhi kebutuhan dari ternak itik, khususnya pada ternak itik yang dipelihara secara intensif terkurung dimana ternak tidak bisa mencari dan memenuhi kebutuhannya sendiri.
2
2
dipakai sebagai sumber penyedia vitamin, mineral, energi dan antibiotik (Anggorodi, 1985). Energi pada ransum pakan yang meningkat di harapkan juga meningkatkan nilai kecernaan ransum tersebut.
Perbedaan nilai kecernaan disebabkan oleh adanya perbedaan pada sifat makanan yang diproses, termasuk kesesuaiannya untuk dihidrolisis oleh enzim pencernaan itik (Kompiang dan Ilyas, 1983). Faktor lain yang ikut mempengaruhi nilai kecernaan antara lain: tingkat proporsi bahan dalam ransum, komposisi kimia, tingkat protein ransum, mineral dan lemak (Maynard et. al., 1979). Menurut Rizal (2006) bahwa pemberian lemak dalam ransum dapat memperlambat laju makanan dalam saluran pencernaan sehingga makanan memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk dicerna dan diserap. Menurut Estiasih (1996) minyak ikan mengandung asam lemak omega-3 dengan energi metabolik yang tinggi sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai tambahan pada pakan ternak. Kandungan dalam minyak ikan menurut Lianawati (1998) terdiri dari ester trigliserida dari asam lemak dan asam bebas, vitamin, pigmen hidrokarbon, dan fosfatida. Salah satu asam lemak yang terkandung dalam minyak ikan adalah asam lemak omega-3. Ikan yang menghasilkan minyak ikan kaya asam lemak omega-3 adalah ikan tuna dan ikan lemuru. Minyak ikan tuna dan lemuru merupakan hasil samping industri pengalengan ikan di Indonesia yang ketersediaannya cukup melimpah namun pemanfaatannya belum optimal Estiasih (1996).
L-Karnitin berfungsi sebagai fasilitator transport asam lemak rantai panjang ke dalam mitokondria untuk menghasilkan energi (Montgomery et. al., 1993). Penambahan L-Karnitin diperlukan pada saat aktivitas metabolisme dan tuntutan energi yang meningkat misalnya pada saat pertumbuhan, periode bertelur, stres lingkungan dan penambahan lemak (Arslan, 2006). Suplementasi L-Karnitin dapat digunakan untuk meningkatkan digestible nutrient, memperbaiki konversi ransum dan dapat menurunkan lemak karkas (Owen et. al., 1996).
3
3
ransum basal terhadap kecernaan ransum itik lokal petelur periode produksi (Layer).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah, apakah L-Karnitin dapat bersinergis dengan minyak ikan dalam ransum pakan itik petelur periode produksi sehingga dapat meningkatkan metabolisme dan kecernaan ransumnya? Sedangkan rumusan masalah pendukung dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh ransum itik petelur yang energi metabolisme ditingkatkan terhadap kecernaan ransum?
2. Apakah penambahan L-Karnitin dan minyak ikan dapat mengurangi konsumsi bahan kering ransum iik petelur periode produksi?
3. Apakah penambahan L-Karnitin dan minyak ikan dapat meningkatkan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum itik petelur?
C. Tujuan Penelitian
4
4 HIPOTESIS