i
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYIMAK CERITA ANAK MELALUI PENGGUNAAN MEDIA FILM ANIMASI
PADA SISWA KELAS V SD NEGERI DELEGAN 2, PRAMBANAN, SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Widi Susanti NIM 12108244013
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v MOTTO
Selama telinga ada dua Seperti semula alasan tiada Tidak menyimak pesan sang khalik
(H.G. Tarigan)
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini merupakan sebuah karya sebagai ungkapan cinta yang tulus dan penuh kasih untuk:
1. Allah SWT atas limpahan karuniaNya serta menjadi sumber kekuatan saya 2. Kedua orang tua tercinta, Bapak dan Ibu yang selalu mendukung dan mendoakan. Terimkasih atas doa yang tiada hentinya kalian panjatkan. Jasa kalian takkan tergantikan oleh apapun, izinkan ananda mempersembahkan sebagian dari amanah ini kepada Bapak dan Ibu
vii
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYIMAK CERITA ANAK MELALUI PENGGUNAAN MEDIA FILM ANIMASI PADA SISWA
KELAS V SD NEGERI DELEGAN 2, PRAMBANAN, SLEMAN
Oleh Widi Susanti NIM 12108244013
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menyimak cerita anak pada siswa kelas V SD Negeri Delegan 2 melalui penggunaan media film animasi.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) dengan model Kemmis dan Taggart. Pada model ini terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Delegan 2 yang berjumlah dari 31 siswa. Objek penelitian ini adalah kemampuan menyimak cerita anak. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tes, observasi, dan dokumentasi. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu tes dan lembar observasi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik analisis data kualitatif dan teknik analisis data kuantitatif. Teknik analisis data kualitatif yaitu perhitungan analisis persentase aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Teknik analisis data kuantitatif yaitu dengan mencari hasil rerata kemampuan menyimak cerita anak setiap siklus.
Berdasarkan hasil analisis data dan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disimpulkan bahwa pembelajaran dengan penggunaan media film animasi dengan prosedur menayangkan cerita anak melalui media film animasi, kemudian menjawab pertanyaan berdasarkan cerita anak tersebut, selanjutnya diskusi dan presentasi, dapat meningkatkan kemampuan menyimak cerita anak. Secara proses, peningkatan dapat dilihat berdasarkan hasil obervasi. Berdasarkan hasil observasi, siswa lebih aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Siswa tertarik dengan media yang digunakan, sehingga kegiatan belajar lebih kondusif dan menyenangkan. Siswa yang mengangkat tangan ketika guru memberi pertanyaan nampak lebih banyak dan bersemangat saat menjawab pertanyaan dari guru, sehingga suasana pembelajaran di kelas menjadi lebih hidup dan menyenangkan. Secara produk atau hasil dapat dilihat dari peningkatan hasil rata-rata kemampuan menyimak cerita anak. Peningkatan hasil rata-rata kemampuan menyimak tersebut yaitu pada kondisi awal sebesar 57,41 meningkat menjadi 66,61 (meningkat 9,2) pada siklus I, kemudian meningkat lagi menjadi 83,78 (meningkat 17,17) pada siklus II.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Menyimak Cerita Anak Melalui Penggunaan Media Film Animasi pada Siswa kelas V SD Negeri Delegan 2, Prambanan, Sleman”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapatkan banyak dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih.
Pernyataan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A. selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan di UNY.
2. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta atas izin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian ini.
ix
4. Bapak HB. Sumardi, M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan nasihat kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Ikhlasul Ardi Nugroho, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat dan motivasi selama menempuh studi. 6. Kedua orang tuaku yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian,
pengertian, dan doa yang tiada hentinya.
7. Kakak-kakakku tersayang yang telah memberikan semangat, dukungan, serta doa kepada penulis.
8. Bapak Tugiran, S.Pd.I. selaku kepala sekolah SD Negeri Delegan 2 atas izin yang telah diberikan untuk melakukan penelitian ini.
9. Ibu Siti Istiqomah, S.Pd.Sd. selaku guru kelas V SD Negeri Delegan 2 atas partisipasi dan kerjasamanya.
10.Siswa-siswi kelas V SD Negeri Delegan 2 yang telah berpartisipasi dalam pengambilan data.
11.Sahabat-sahabat spesial Agitia Ayu Prastiwi, Luftia Firdausia, dan Muflikh Muhajir atas bantuan, semangat, dan dorongan kalian dalam penyelesaian skripsi ini.
12.Sahabat-sahabat terbaikku Tri Rahmawati, Noorina Silmi, Restu Wijayanti, Rekyan Pandhiga, Astri Prastiwi, dan Husnul Chotimah atas semangat, motivasi dan selalu bersedia menjadi tempat berkeluh kesah. 13.Keluargaku kelas H PGSD 2012 yang telah memberikan pengalaman
x
14.Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam pelaksanaan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
xi DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined. PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. MOTTO... iv
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ...xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 8
D. Perumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
1. Manfaat Teoritis ... 8
2. Manfaat Praktis ... 9
xii BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kemampuan Menyimak Cerita Anak ...11
1. Pengertian Kemampuan Menyimak ...11
2. Tujuan Menyimak ...12
3. Manfaat Menyimak ...14
4. Jenis-jenis Menyimak...15
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Menyimak ...18
6. Pengertian Cerita Anak ...23
7. Unsur-unsur Cerita Anak...24
8. Manfaat Cerita Anak ...29
9. Kriteria Pemilihan Cerita Anak ...31
10.Pengertian Kemampuan Menyimak Cerita Anak ...34
11.Tahap-tahap Menyimak Cerita Anak ...35
B. Media Film Animasi ...37
1. Pengertian Media ...37
2. Fungsi dan Manfaat Media ...39
3. Jenis-jenis Media Pembelajaran ...41
4. Pengertian Film ...43
5. Film Animasi ...44
6. Keuntungan dan Keterbatasan Media Film ...45
7. Media Film Animasi ...47
8. Peran Media Fim Animasi dalam Pembelajaran Menyimak ...47
9. Langkah-langkah Pembelajaran Menyimak Cerita Anak Menggunakan Media Film Animasi ...50
xiii
D. Kerangka Pikir ...53
E. Hipotesis ...54
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...55
B. Subjek dan Objek Penelitian ...56
C. Setting Penelitian ...56
D. Model Penelitian ...57
E. Teknik Pengumpulan Data ...61
1. Tes ...61
2. Observasi ...62
3. Dokumentasi ...62
F. Instrumen Penelitian ...63
G. Teknik Analisis Data ...67
H. Kriteria Keberhasilan Tindakan ...70
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...71
1. Deskripsi Pratindakan ...71
2. Pelaksanaan Penelitian Menyimak Cerita Anak Melalui Penggunaan Media Film Aanimasi ...73
B. Pembahasan Hasil Penleitian ...98
C. Keterbatasan Penelitan ... 104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 105
B. Saran ... 105
DAFTAR PUSTAKA ... 107
xiv
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Kisi-kisi Tes Kemampuan Menyimak ... 65
Tabel 2. Kisi-kisi Observasi Aktivitas Siswa ... 66
Tabel 3. Instrumen observasi aktivitas siswa ... 68
Tabel 4. Instrumen tes kemampuan menyimak ... 69
Tabel 5. Hasil tes kemampuan menyimak pratindakan ... 72
Tabel 6. Hasil observasi aktivitas siswa Siklus I... .. 82
Tabel 7. Hasil tes kemampuan menyimak Siklus I... 83
Tabel 8. Hasil observasi aktivitas siswa Siklus II ... 94
xv
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Kerangka Pikir ... 54
Gambar 2. Proses penelitian tindakan ... 57
Gambar 3. Diagram hasil tes kemampuan menyimak pratindakan ... 73
Gambar 4. Diagram hasil tes kemampuan menyimak Siklus I ... 84
Gambar 5. Diagram peningkatan aktivitas siswa ... 94
Gambar 6. Diagram hasil tes kemampuan menyimak Siklus II ... 96
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Pedoman Observasi Aktivitas Siswa ... 110
Lampiran 2. Pedoman Penilaian Tes Kemampuan Menyimak ... 114
Lampiran 3. Silabus ... 117
Lampiran 4. RPP ... 120
Lampiran 5. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 185
Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Tes Kemampuan Menyimak... 194
Lampiran 7. Surat Keterangan Permohonan Izin Observasi ... 200
Lampiran 8. Surat Keterangan Validasi Instrumen Penelitian ... 202
Lampiran 9. Surat Keterangan Validasi Media ... 204
Lampiran 10. Surat Keterangan Izin Penelitian... 206
Lampiran 11. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitia ... 209
1 BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar hakekatnya bertujuan agar siswa terampil menggunakan Bahasa Indonesia untuk berbagai keperluan, terutama untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam standar isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006), dijelaskan bahwa tujuan umum pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar adalah antara lain meningkatkan kemampuan berbahasa siswa. Kemampuan berbahasa (language art, language skill) dalam kurikulum sekolah mencakup empat segi, yaitu kemampuan menyimak (listening skill), kemampuan berbicara (speaking skill), kemampuan membaca (reading skill), dan kemampuan menulis (writing skill).
2
dalam pemerolehan bahasa”. Oleh karena itu kemampuan menyimak merupakan modal awal seseorang dalam hal untuk berkomunikasi. Kemampuan menyimak adalah salah satu kemampuan berbahasa yang diajarkan di Sekolah Dasar sesuai dengan standar isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Ada beberapa macam pengertian menyimak yang dikemukakan para ahli bahasa. Berikut ini beberapa di antara pengertian tersebut yaitu Menurut Kundharu Saddhono (2012:11) menyimak adalah “suatu proses yang menyangkut kegiatan mendengarkan, mengidentifikasi, menginterpretasi, bunyi bahasa, kemudian menilai hasil interpretasi makna dan menanggapi pesan yang tersirat dalam bahan simakkan”.
Berdasarkan pengertian menyimak di atas dapat disimpulkan bahwa menyimak adalah kegiatan mendengarkan yang bertujuan untuk memahami pesan atau isi yang terkandung dalam simakkan. Menyimak sebagai salah satu kegiatan berbahasa merupakan keterampilan yang cukup mendasar dalam kemampuan berkomunikasi. Dalam kehidupannya, manusia dituntut untuk menyimak baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Pentingnya kemampuan menyimak, dapat dilihat pada lingkungan sekolah. Sebagian besar waktu siswa dipergunakan untuk menyimak materi pelajaran. Keberhasilan siswa dalam memahami dan menguasai meteri pelajaran diawali dengan kemampuan menyimak yang baik.
3
kepada 68 orang mengenai penggunaan waktu dalam keempat keterampilan berbahasa, bahwa mereka mempergunakan waktu berkomunikasi: 9% untuk menulis, 16% untuk membaca, 30% untuk berbicara, dan 45% untuk menyimak. Dalam kenyataan praktik, survei menyatakan bahwa pada umumnya kita menggunakan waktu untuk menyimak hampir tiga kali sebanyak waktu untuk membaca, namun anehnya sangat sedikit perhatian yang diberikan untuk melatih orang menyimak. Pada sekolah-sekolah di Detroit, Runkin menemukan bahwa dalam penekanan pembelajaran dikelas: membaca memperoleh 52% dan menyimak hanya memperoleh 8% (H.G Tarigan, 2008:140).
Pentingnya kemampuan menyimak juga belum disadari sepenuhnya oleh siswa. Hal ini dapat diketahui dengan masih dianggap remeh pembelajaran menyimak di sekolah oleh siswa. Siswa menganggap bahwa kemampuan menyimak pasti dapat dikuasai setiap orang normal tanpa harus melalui proses pembelajaran. Selain itu, siswa banyak yang menganggap kemampuan menyimak akan didapatkan apabila pembelajaran bahasa yang lainnya berlangsung dengan baik. Sebaiknya hal seperti itu dihilangkan dari pikiran kita, karena pada kenyataannnya banyak siswa yang mengeluhkan pada pokok pembelajaran menyimak. Banyak siswa yang masih mengalami kesulitan untuk menyimak pembelajaran.
4
dengan cerita fiksi lainnya yaitu letak fokus perhatiannya. Cerita anak mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus dan tidak berbelit, menggunakan setting yang ada disekitar atau di dunia anak, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami namun tetap mampu mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak-anak. Cerita anak diciptakan atau dibuat oleh orang dewasa yang seolah-olah mengekspresikan dunia anak yang dituangkan dalam suatu bahasa. Motif dalam cerita anak merupakan unsur yang menonjol. Unsur tersebut berupa benda, binatang yang memiliki kekuatan ajaib, konsep perbuatan, tokoh atau sifat tertentu. Ahmad dan Darmiyati (1999: 98) mengemukakan bahwa “isi cerita anak juga merefleksikan sastra yang telah mereka dengar”.
5
pada siswa yang dapat diidentifikasi dari hasil belajar siswa dan perupahan sikap siswa kearah yang lebih positif. Kompetensi menyimak cerita anak ini diharapkan mampu mengubah pandangan siswa mengenai pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya keterampilan menyimak yang seringkali diremehkan, dianggap kurang penting, sekaligus dirasa masih menyulitkan siswa. Kompetensi tersebut sesungguhnya sangat dekat dengan dunia siswa yang masih anak-anak, sehingga mampu meningkatkan kemampuan menyimak siswa, khususnya pada menyimak cerita anak.
6
yang konvensional yaitu berupa buku teks. Pembelajaran menyimak cerita anak di kelas masih bersifat monoton, guru hanya membacakan cerita tanpa mnggunakan media yang lebih menarik, sehingga kegiatan pembelajaran belum berjalan dengan maksimal. Guru juga belum menggunakan film animasi untuk membantu pembelajaran menyimak supaya lebih menarik perhatian siswa. Selain itu, di SD Negeri Delegan 2 juga sudah terdapat fasilitas seperti laptop, LCD (Liquid Cristal Display), proyektor, dan speaker. Padahal film animasi ini merupakan media pembelajaran yang murah dan terjangkau (Azhar Arsyad, 2009:148).
Usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka penggunaan film animasi diharapkan mampu meningkatkan kemampuan menyimak siswa. Film animasi diharpakan mampu meningkatkan ketertarikan dan motivasi anak untuk meningkatkan perhatian menyimaknya. Siswa akan lebih tertarik menyimak cerita anak yang ditampilkan secara menarik dalam film animasi yang sebelumnya belum pernah disampaikan oleh guru. Dengan adanya ketertarikan dengan media pembelajaran tersebut, siswa diharapkan akan lebih senang mengikuti pembelajaran menyimak isi cerita, dapat memaksimalkan perhatiannya kepada pembelajarn menyimak cerita anak, dapat mengerjakan soal evaluasi, serta meningkatkan nilai siswa.
7
Dengan film animasi ini diharapkan dapat mempermudah siswa dalam menangkap materi dan informasi yang disampaikan. Selain itu, penggunaan film animasi untuk meningkatkan kemampuan menyimak juga diharapkan dapat memberikan peningkatan proses dan hasil belajar, sehingga kompetensi ini dapat dikuasai siswa dengan maksimal. Siswa yang sebelumnya meremehkan pembelajaran menyimak, bersikap malas-malasan, menganggap menyimak adalah pembelajarn yang kurang penting dapat termotivasi dan tertarik dalam mengikuti pembelajaran, sehingga akan memperoleh hasil yang maksimal. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian dengan judul Peningkatan Kemampuan Menyimak Cerita Anak Melalui Penggunaan Media Film Animasi pada Siswa Kelas V SD Negeri Delegan 2, Prambanan, Sleman. B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Pengajaran Bahasa Indonesia khususnya pada materi keterampilan menyimak di SD Negeri Delegan 2 penyajiannya masih monoton, sehingga siswa kurang tertarik dan termotivasi mengikuti pembelajaran. 2. Kemampuan menyimak cerita anak pada siswa kelas V SD Negeri
Delegan 2 tergolong rendah.
3. Kurangnya perhatian siswa dalam menyimak suatu cerita.
8 C.Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang kompleks di atas, maka penelitian ini akan dibatasi pada kemampuan menyimak cerita anak pada siswa kelas V SD Nederi Delegan 2, Prambanan, Sleman tergolong rendah. D.Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah penggunaan media film animasi dapat meningkatkan proses pembelajaran menyimak cerita anak pada siswa kelas V SD Negeri Delegan 2, Prambanan, Sleman?”
E.Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan proses pembelajaran menyimak cerita anak melalui penggunaan media film animasi pada siswa kelas V SD Negeri Delegan 2, Prambanan, Sleman.
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan pengetahuan di dunia pendidikan.
9 2. Manfaat Praktis
a. Untuk Siswa
Dengan adanya penelitian tindakan kelas, siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat diminimalkan, yang selanjutnya hasil belajar akan mengalami peningkatan. Kemampuan siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya kemampuan menyimak dapat meningkat sehingga ketuntasan dapat meningkat pula.
b. Untuk Guru
Dengan dilaksanakannya penelitian tindakan kelas, guru dapat meningkatkan kemampuan mengajarnya dengan strategi pembelajaran yang bervarisai, termasuk dalam memilih media pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan materi yang akan diberikan sehingga apa yang diharapkan guru dapat tercapai.
c. Untuk Sekolah
Dapat memberikan masukan dalam usaha perbaikan proses pembelajaran pada guru, sehingga kualitas pendidikan dapat meningkat. G.Devinisi Operasional
10
berupa cerita anak yang cerita berisi tentang kehidupan anak-anak di lingkungannya.
11 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.Kemampuan Menyimak Cerita Anak 1. Pengertian Kemampuan Menyimak
Menurut Haryadi dan Zamzani (1997: 19) mendengar merupakan salah satu kegiatan menangkap suara atau bunyi tanpa direncanakan oleh yang melakukan kegiatan tersebut. Mendengarkan memiliki unsur makna mendengar, karena orang mendengarkan menggunakan alat yang sama dengan mendengarkan sesuatu dengan sungguh-sungguh (Moeliono dalam Haryadi dan Zamzani, 1997: 20). Perbedaannya terdapat pada tingkat kesadaran seseorang melakukan kegiatan atau perbuatan itu. Bila kegiatan mendengar dilakukan dengan tidak sengaja, maka kegiatan mendengarkan dilakukan dengan disengaja.
Kemampuan berasal dari kata mampu. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia mampu berarti kuasa melakukan sesuatu, sanggup, dapat. Kemampuan memiliki arti kesanggupan, kekuatan untuk melakukan sesuatu; kekayaan yang dimiliki (Budiono, 2005: 332).
Kata menyimak dalam Bahasa Indonesia memiliki kemiripan makna dengan mendengar dan mendengarkan. Oleh karena itu, ketiga istilah ini sering menimbulkan kekacauan pemahaman, bahakan sering dianggap sama sehingga dipergunakan secara bergantian.
12
kegiatan menyimak. Selain itu, kegiatan menyimak dilakukan dengan sengaja atau terencana dan ada usaha untuk memahami atau menikmati apa yang disimaknya (Haryadi dan Zamzani, 1997: 21).
Pada pemebelajaran Bahasa Indonesia sering dijumpai istilah menyimak. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia istilah menyimak memliki arti mendengarkan apa yang diucapkan atau dibaca orang lain secara seksama; memeriksa dan mempelajari dengan teliti (Budiono, 2005: 477).
Russel dan Russell (dalam H.G Tarigan, 2008: 30) menyatakan bahwa menyimak bermakna mendengarkan dengan penuh pemahaman dan perhatian serta apresiasi.
Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan, serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan (H.G Tarigan, 2008: 31).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menyimak adalah mendengarkan atau memperhatikan secara seksama terhadap sesuatu yang diucapkan atau dibicarakan orang lain. Kemampuan menyimak merupakan suatu kesanggupan atau kekuasaan yang dimiliki untuk mendengarkan apa yang diucapkan orang lain secara seksama dan disengaja.
2. Tujuan Menyimak
Ada empat fungsi utama menyimak menurut Hunt (dalam H.G Tarigan, 2008: 59-60), yaitu:
1) Memperoleh informasi yang berkaitan dengan profesi. 2) Membuat hubungan antarpribadi lebih efektif.
13
4) Agar dapat memberikan responsi yang tepat.
Sedangkan tujuan menyimak menurut Logan dan Shorpe (dalam H.G Tarigan, 2008: 60-61), antara lain:
1) Ada orang yang menyimak dengan tujuan utama agar dia dapat memperoleh pengetahuan dari bahan ujaran pembicaraan; dengan perkataan lain, dia menyimak untuk belajar.
2) Ada orang yang menyimak dengan penekanan pada penikmatan terhadap sesuatu dari meteri yang diujarkan atau yang diperdengarkan atau dipagelarkan (terutama sekali dalam bidang seni); pendeknya, dia menyimak untuk menikmati keindahan audial.
3) Ada orang yang menyimak dengan maksud agar dia dapat menilai sesuatu yang dia simak itu (baik-buruk, indah-jelek, tepat-ngawur, logis-tak logis, dan lain-lain); singkatnya, dia menyimak untuk mengevaluasi.
4) Ada orang yang menyimak agar dia dapat menikmati serta menghargai sesuatu yang disimaknya itu (misalnya, pembicaraan cerita, pembacaan puisi, musik dan lagu, dialog, diskusi panel, dan perdebatan); pendek kata, orang itu menyimak untuk mengapresiasi simakan.
5) Ada orang yang menyimak dengan maksud agar dia dapat mengkomunikasikan ide-ide, gagasan-gagasan, ataupun perasaan-perasaannya kepada orang lain dengan lancar dan tepat. banyak contoh dan ide yang dapat diperoleh dari sang pembicara dan semua ini merupakan bahan penting dan sangat menunjang dalam mengkomunikasikan ide-idenya sendiri.
6) Ada pula orang yang menyimak dengan maksud dan tujuan agar dia dapat membedakan bunyi-bunyi dengan tepat; mana bunyi yang membedakan arti (distingtif), mana bunyi yang tidak membedakan arti; biasanya, ini terlihat nyata pada seseorang yang sedang belajar bahasa asing yang asyik mendengarkan ujaran pembicara asli (native speaker).
7) Ada lagi orang yang menyimak dengan maksud agar dia dapat memecahkan masalah secara kreatif dan analisis, sebab dari pembicara, dia mungkin memperoleh banyak masukan berharga.
8) Selanjutnya, ada lagi orang yang tekun menyimak pembicara untuk meyakinkan dirinya terhadap suatu masalah atau pendapat yang selama ini dia ragukan; dengan perkataan lain, dia menyimak secara persuasif.
14
media film animasi, sehingga setelah menyimak cerita anak siswa dapat menjawab soal-soal yang diberikan terkait cerita tersebut.
3. Manfaat Menyimak
Menurut Setiawan (dalam Suratno 2006: 16-18) manfaat menyimak sebagai berikut.
1) Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman hidup yang berharga bagi keterampilan siswa, sebab menyimak memiliki nilai informatif, yaitu memberikan masukan-masukan tertentu yang menjadikan kita menjadi berpengalaman.
2) Meningkatkan intelektualitas serta memperdalam penghayatan keilmuan dan khasanah ilmu kita.
3) Memperkaya kosakata kita, menambah perbendaharaan ungkapan yang tepat, bermutu, dan puitis. Orang yang banyak menyimak, komunikasinya menjadi lebih lancar dan kata-kata yang digunakan lebih variatif.
4) Memperluas wawasan, meningkatkan penghayatan hidup, serta membina sifat terbuka dan objektif.
5) Meningkatkan kepekaaan dan kepedulian sosial. Lewat menyimak kita dapat mengenal seluk beluk kehidupan dengan segala dimensinya. Dengan bahan-bahan semakin baik, dapat membuat kita dalam perenungan-perenungan nilai kehidupan sehingga tergugah semangat kita untuk memecahkan problem yang ada, sesuai dengan keterampilan kita.
6) Meningkatkan citra artistik, jika yang kita simak itu merupakan bahan simakan yang isinya halus dan bahasanya indah. Banyak menyimak dapat menumbuhsuburkan sikap apresiatif, sikap menghargai karya atau pendapat orang lain dan kehidupan ini serta meningkatkan selera estetis kita.
7) Menggugah kualitas dan semangat mencipta kita untuk menghasilkan ujaran-ujaran dan tulisan-tulisan yang berjati diri. Jika banyak menyimak kita akan mendapatkan ide-ide cemerlang dan pengalaman hidup yang berharga.
15
maka cerita anak yang termasuk karya sastra perlu diapresiasi dan diambil nilainya.
4. Jenis-jenis Menyimak
Terdapat beberapa tujuan menyimak, antara lain untuk memperoleh informasi, untuk menangkap isi, dan untuk memahami makna komunikasi yang hendak disampaikan sang pembicara melalui ujaran. Hal-hal tersebut merupakan tujuan umum. Disamping tujuan umum terdapat pula berbagai tujuan khusus yang menyebabkan adanya jenis-jenis menyimak. Jenis atau ragam menyimak yang diujarkan oleh H.G Tarigan (2008: 37-53) adalah sebagai berikut.
1) Menyimak Ekstensif
Menyimak ekstensif (extensive listening) adalah sejenis kegiatan menyimak mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap suatu ujaran, tidak perlu di bawah bimbingan langsung dari seorang guru. Pada umumnya menyimak ekstensif dapat digunakan untuk dua tujuan yang berbeda. Beberapa jenis menyimak ekstensif antara lain menyimak sosial (social listening), menyimak sekunder (secondary listening), menyimak estetik (aesthetic listening), dan menyimak pasif (passive listening). Penjelasan berbagai jenis menyimak ekstensif adalah sebagai beikut:
16
b) Menyimak Sekunder (secondary listening) yaitu kegiatan menyimak yang dilakukan secara kebetulan dan ekstensif. Contohnya adalah ketika sedang belajar kita mendengar suara kendaraan yang sedang lewat, suara radio, suara televisi, atau suara lain yang terdengar di sekitar penyimak.
c) Menyimak Estetik (aesthetic listening) merupakan kegiatan menyimak untuk menikmati atau menghayati sesuatu. Misalnya adalah menyimak suatu cerita.
d) Menyimak Pasif (passive listening) adalah menyimak suatu bahasan yang dilakukan tanpa sadar.
2) Menyimak Intensif
Menyimak intensif merupakan menyimak yang dilakukan untuk memahami sesuatu yang dikehendaki. Menyimak intensif sering lebih diarahkan pada suatu kegiatan yang jauh lebih diawasi, dikontrol terhadap suatu hal tertentu. Jenis-jenis menyimak intensif, antara lain menyimak kritis (critical listening), menyimak konsentrarif (concentrative listening), menyimak kreatif (creative listening), menyimak eksploratif (exploratory listening), menyimak interogatif (interrogative listening), dan menyimak selektif.
Berikut ini penjelasan jenis-jenis menyimak intensif sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya.
17
dan benar dari ujaran seorang pembicara dengan alasan-alasan yang kuat dan dapat diterima oleh akal sehat.
b) Menyimak Konsentrarif (concentrative listening) atau sering disebut dengan a study-type listening mencakup bebrepa kegiatan yaitu (1) mengikuti petunjuk-petunjuk dalam pembicaraan; (2) mencari dan merasakan hubungan-hubungan, seperti kelas, tempat, kualitas, waktu, urutan, serta sebab akibat; (3) mendapatkan butir-butir informasi tertentu; (4) memperoleh pemahaman dan pengertian yang mendalam; (5) merasakan serta menghayati ide-ide sang pembicara, sasaran, ataupun pengorganisasiannya; (6) memahami urutan ide-ide sang pembicara; (7) mencari dan mencatat fakta-fakta penting (Dawson dalam H.G Tarigan, 2008: 49).
c) Menyimak Kreatif (creative listening) adalah sejenis kegiatan dalam menyimak yang dapat mengakibatkan kesenangan rekonstruksi imajinatif para penyimak terhadap bunyi, penglihatan, gerakan, serta perasaan-perasaan kinestetik yang disarankan atau dirang sang oleh sesuatu yang disimaknya (Dawson dalam H.G Tarigan, 2008: 50). d) Menyimak Eksploratif (exploratory listening) merupakan kegiatan
18
mengenai suatu topik; dan (3) isu, pergunjingan, atau buah mulut yang menarik.
e) Menyimak Interogatif (interrogative listening) adalah jenis menyimak intensif yang menuntut lebih banyak konsentrasi dan seleksi, pemusatan perhatian, dan pemilihan butir-butir dari ujaran sang pembicara karena penyimak akan mengajukan banyak pertanyaan. f) Menyimak Selektif adalah menyimak secara cerdas dan cermat aneka
ragam ciri-ciri bahasa yang berurutan (nada suara, bunyi, bunyi asing, bunyi-bunyi yang bersamaan, kata dan frase, serta bentuk-bentuk ketatabahasaan).
Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jenis menyimak dibagi menjadi dua yaitu, menyimak intensif dan menyimak ekstensif. Menyimak ekstensif terdiri dari menyimak sosial, sekunder, estetik dan pasif. Sedangkan menyimak intensif terdiri dari menyimak kritis, konsentratif, kreatif, eksplorasif, interogatif dan selektif.
Dalam pembelajaran menyimak cerita anak, jenis menyimak yang digunakan adalah jenis menyimak konsentratif karena sudah ditentukan unsur-unsur yang perlu diidentifikasi siswa dalam cerita yang disimak seperti penokohan, tema, latar, dan amanat cerita.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Menyimak
19
ialah: (1) sikap; (2) motivasi; (3) pribadi; (4) situasi kehidupan; dan (5) peranan dalam masyarakat.
Pakar lain mengemukakan hal-hal berikut ini sebagai faktor yang mempengaruhi menyimak, yaitu: (1) pengalaman; (2) pembawaan; (3) sikap atau pendirian; (4) motivasi, daya penggerak, prayojana; dan (5) perbedaan jenis kelamin atau seks (Webb dalam H.G Tarigan, 2008: 104). Ada pula ahli yang menyatakan bahwa faktor pemengaruh menyimak, yaitu: (1) faktor lingkungan, yang terdiri atas lingkungan fisik dan lingkungan sosial; (2) faktor fisik; (3) faktos psikologi; dan (4) faktor pengalaman (Logan dalam H.G Tarigan, 2008: 105).
Berdasarkan penuturan tiga ahli tersebut, didapat beberapa persamaan dan perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi menyimak. Setelah dibandingkan, maka faktor-faktor yang mempengaruhi menyimak adalah: 1) Faktor Fisik
20 2) Faktor Psikologis
Menurut H.G Tarigan (2008: 107-108) terdapat faktor-faktor psikologis dalam menyimak. Faktor-faktor tersebut antara lain: (a) prasangka dan kurangnya simpati; (b) keegosentrisan; (c) kepisikan; (d) kebosanan dan kejenuhan; dan (e) sikap yang tidak layak. Misalnya penyimak sedang mengalami masalah berat sehingga kemampuan menyimaknya terganggu. 3) Faktor Pengalaman
Latar belakang pengalaman merupakan suatu faktor penting dalam menyimak. Kurangnya minat dalam menyimak merupakan akibat dari kurangnya pengalaman dalam bidang yang akan disimak tersebut. Sikap-sikap yang menentang dan bermusuhan timbul dari pengalaman yang tidak menyenangkan. Misalnya, siswa tidak akan “mendengar” ide-ide yang berada di luar jangkauan pengertian serta pemahaman penyimak.
4) Faktor Sikap
Setiap orang akan cenderung menyimak secara seksama pada topik-topik atau pokok-pokok pembicaraan yang dapat disetujui dibanding dengan yang kurang atau tidak disetujuinya.
5) Faktor Motivasi
21 6) Faktor Jenis Kelamin
Perbedaan dalam menyimak juga disebabkan oleh faktor jenis kelamin. Beberapa penelitian menyatakan bahwa beberapa pakar menarik kesimpulan bahwa pria dan wanita pada umumnya mempunyai perhatian yang berbeda dan cara mereka memusatkan perhatian pada sesuatu pun juga berbeda. Silverman dan Webb, misalnya, menemui fakta-fakta bahwa gaya menyimak pria pada umumnya bersifat objektif, aktif, keras hati, analitik, rasional, keras kepala atau tidak mau mundur, menetralkan, intrusif (bersifat mengganggu), dapat menguasai/mengendalikan emosi; sedangkan gaya menyimak wanita cenderung lebih subjektif, pasif, ramah/simpatik, difusif, sensitif, mudah dipengaruhi/gampang terpengaruh, mudah mengalah, reseptif, bergantung (tidak berdikari), dan emosional (H.G Tarigan, 2008: 112).
7) Faktor Lingkungan
22
suatu suasana dimana mereka didorong untuk mengekspresikan ide-ide mereka, juga cepat mengetahui bahwa sumbangan-sumbangan mereka akan dihargai.
8) Faktor Peranan dalam Masyarakat
Kemauan menyimak dapat juga dipengaruhi oleh peranan kita dalam masyarakat. Sebagai guru dan pendidik, penyimak yang ingin menyimak ceramah, kuliah, atau siaran-siaran radio dan televisi yang berhubungan dengan masalah pendidikan dan pengajaran baik di tanah air kita maupun di luar negeri. Mahasiswa diharapkan dapat menyimak lebih saksama dan perhatian daripada kalau seandainya kita merupakan karyawan harian pada sebuah perusahaan setempat. Begitu juga para spesialis, dan pakar dari berbagai profesi, seperti hakim, psikolog, antropolog, sosiolog, linguis, apoteker, pendidik, seniman/seniwati, dan actor/aktris, pasti akan haus menyimak pada hal-hal yang ada kaitannya dengan masyarakat, dengan profesi dan keahlian masyarakat, yang dapat memperluas pengetahuan mereka. Tanpa memperoleh informasi-informasi mutakhir mengenai bidang mereka itu, jelas masyarakat merasa ketinggalan zaman. Perkembangan pesat yang terdapat dalam bidang keahlian masyarakat menuntut mereka untuk mengembangkan suatu teknik menyimak yang baik.
23
pengalaman, faktor sikap, faktor motivasi, faktor jenis kelamin, faktor lingkungan dan faktor peranan dalam masyarakat.
6. Pengertian Cerita Anak
Cerita memiliki makna yang sangat luas bila ditinjau dari segi bentuk dan isi cerita. Muh. Nur Mustakim (2005: 12) menyatakan bahwa dari segi bentuk, dimaknai bahwa cerita merupakan cerita fantasi atau hayalan yang terjadi dalam kehidupan manusia, cerita benar-benar terjadi dalam kehidupan sejarah, cerita merupakan ungkapan imajinasi penulis. Dari segi isi cerita terdapat cerita tentang kepahlawanan, cerita ilmu pengetahuan, cerita keagamaan, dan cerita suka dan duka pengarang.
Cerita anak adalah karangan imajinatif menganai kehidupan anak yang dapat ditulis oleh anak-anak ataupun orang dewasa (Muh. Nur Mustakim, 2005: 13). Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 218) dalam cerita anak, anak haerus menjadi subjek fokus perhatiannya dan hal tersebut harus tercermin dalam isi cerita secara konkret.
24
kegiatan, seperti kegiatan menceritakan kembali isi cerita dan memahami isi cerita.
“Fungsi utama hasil transaksional yaitu memberikan nilai personal dan pendidikan” (Huck dalam Muh. Nur Mustakim, 2005: 14). Nilai personal dapat memberikan kenikmatan, memperkuat cara berpikir, mengembangkan kemampuan perilaku, dan menyajikan pengalaman yang menyeluruh. Nilai pendidikan dapat mengembangkan bahasa, membantu belajar bahasa, dan membantu belajar menulis.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cerita anak adalah karangan yang berisi kehidupan anak-anak dalam masyarakat dimana anak sebagai subjek fokus perhatiannya. Cerita anak dapat memberikan nilai personal dan pendidikan bagi anak. Nilai personal dan pendidikan tersebut dapat berkembang dengan maksimal apabila ada pihak lain yang membantu mengembangkan imajinasi anak, yaitu orang tua atau guru.
7. Unsur-unsur Cerita Anak
25
Burhan Nurgiyantoro (2005: 221) menyatakan bahwa “unsur intrinsik adalah unsur-unsur cerita fiksi yang secara langsung berada di dalam, menjadi bagian, dan ikut membentuk eksistensi cerita yang bersangkutan”. Unsur fiksi yang termasuk dalam kategori ini misalnya adalah tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan lain-lain. dalam rangka telaah teks-teks fiksi cerita anak, juga fiksi dewasa, unsur intrinsik inilah yang lebih menjadi fokus perhatain.
Selain unsur intrinsik, juga terdapat unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar cerita yang bersangkutan, akan tetapi mempunyai pengaruh terhadap cerita yang dikisahkan secara langsung atau tidak langsung. Hal-hal yang dapat dikategorikan ke dalam bagian ini misalnya yaitu jati diri pengarang yang memiliki ideologi, pandangan hidup serta way of life bangsanya, kondisi kehidupan sosial budaya masyarakat yang dijadikan latar cerita, dan lain-lain. Pembicaraan unsur cerita anak lebih difokuskan terhadap unsur-unsur intrinsik.
Cerita anak terdiri dari unsur-unsur pengembang cerita, antara lain: tokoh dan penokohan, alur cerita, latar, tema, dan amanat. Berikut ini akan diuraikan maing-masing unsur tersebut.
1) Tokoh dan Penokohan
26
Muh. Nur Mustakim (2005: 25) menyatakan bahwa tokoh cerita dengan karakteristik cerita anak-anak memberikan gambaran tokoh anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan hidup anak. Biasanya tokoh itu menjadi panutan anak-anak sebagai pejuang kecil atau tokoh yang berbuat baik untuk kepentingan orang lain. Dalam cerita anak, tokoh cerita tidak harus berwujud manusia, seperti anka-anak atau orang dewasa lengkap dengan nama dan karakternya, melainkan dapat berupa binatang atau suatu objek lain.
Penokohan atau perwatakan ialah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya (Suharianto 2005: 20).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Penokohan yaitu penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh yang membedakan dengan tokoh yang lain.
2) Alur Cerita
27
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa alur adalah peristiwa-peristiwa dalam yang tersusun dengan urutan yang baik dan menghasilkan sebuah cerita.
3) Latar
“Latar atau setting adalah waktu dan tempat terjadinya cerita secara nyata yang dapat dipercaya kebenarannya” (Muh. Nur Mustakim, 2005: 21). Sedangkan menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 249) latar (setting) dapat dipahami sebagai landas tumpu berlangsungnya berbagai kisah dan peristiwa yang diceritakan dalam cerita fiksi.
Burhan Nurgiantoro (2005: 249-250) menyatakan bahwa latar terbagi menjadi dua yaitu latar fisik dan latar spiritual. Latar yang dapat diindera, dapat dilihat kehadirannya, seperti tempat yang berupa sekolah, rumah, jalan, atau tanah lapang disebut sebagai latar fisik. Dipihak lain, latar yang dirasakan kehadirannya tetapi tidak dapat diindera, misalnya nilai-nilai dan aturan yang mesti diikuti baik di rumah, di masyarakat, di sekolah, maupun di tempat lain disebut latar spiritual.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa latar atau
28 4) Tema
Secara sederhana tema dapat dipahami sebagai gagasan yang mengikat cerita (Lukens dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 260). Tema merupakan dasar pengembangan sebuah cerita. Sebagai sebuah gagasan yang ingin disampaikan, tema dijabarkan dan dikonkretkan melalui unsur-unsur intrinsik yang lain terutama tokoh, alur, dan latar.
Pemahaman terhadap tema suatu cerita adalah pemahaman terhadap makna cerita itu sendiri (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 260). Tema-tema cerita anak memberikan nilai kejujuran, keadilan, ketakwaan kepada Tuhan, kasih sayang, dan cinta kepada orang tua.
Berdasarkan beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tema merupakan pokok permasalahan yang akan diangkat dalam suatu cerita. Dalam cerita anak, tema yang diangkat mengandung nilai-nilai kebaikan yang bertujuan untuk dapat dicontoh oleh anak-anak.
5) Amanat
29
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang oleh pendengar atau pembaca secara tersirat maupun tersurat. Dalam cerita anak, amanat yang disampaikan lebih konkret karena bertujuan untuk mendidik.
8. Manfaat Cerita Anak
Muh. Nur Mustakim (2005: 72) menyatakan bahwa terdapat empat manfaat cerita anak, yaitu:
1) Manfaat pendidikan 2) Manfaat hiburan
3) Manfaat pengembangan imajinasi 4) Manfaat gemar bercerita
Untuk mendalami pemahaman manfaat cerita anak, akan dijabarkan pada penjelasan berikut ini.
1) Manfaat pendidikan
30 2) Manfaat hiburan
Manfaat hiburan dari cerita ada penyebabnya. Penyebab tersebut lahir dari ucapan-ucapan atau dialog para tokoh, dari gambar-gambar dan ilustrasi yang menonjol, atau dari pencerita yang bertingkah berlebihan hingga anak tahu kapan dan di mana tumbuh rasa gembira dan hiburan anak. Manfaat lain dari memberikan perkembangan emosi hiburan juga mengembangkan imajinasi anak, sekaligus mengajarkan berperilaku terpuji, memotivasi anak untuk aktif berkreasi, dan merangsang perkembangan kognitif anak. Menurut Muh. Nur Mustakim (2005: 83) anak akan mersa bahagia apabila tohok-tokoh dalam cerita selalu mendapat keberhasilan.
3) Manfaat pengembangan imajinasi
Cerita anak-anak memberi imajinasi yang kompleks terhadap pembentukan cerita (Muh. Nur Mustakim, 2005: 84). Perkembangan imajinasi anak didukung dengan topik dan kreativitas orang yang melakukan kegiatan. Penggunaan bahasa pengarang melalui dialog-dialog tokoh cerita atau monolog pengarang dalam cerita dapat membangkitkan imajinasi anak untuk berkreatif menggunakan bahasa ungkapan yang tepat atau pribahasa yang cocok dengan situasi dan kondisi cerita.
tema-31
tema keagamaan ini menjadi bahan pilihan untuk membina imajinasi anak dalm kegiatan bercerita.
4) Manfaat gemar bercerita
Anak sering mendengarkan cerita dari orang tua, kakaknya, atau dari gurunya. Apabila diamati petilaku anak ketika mendengarkan cerita tersebut, anak sanagt antusias mengikuti jalan ceritanya (Muh. Nur Mustakim, 2005: 86).
Upaya pencerita membangkitkan perhatian anka ketika bercerita ialah mengajukan pertanyaan apa yang pernah diceritakan. Dari sisi lain, apakah cerita itu diikuti dan dipahami oleh anak. Upaya lain untuk membangkitkan daya visual anak tentang cerita anak adalah menyiapkan alat bantu berupa gambar-gambar yang sesuai dengan jalan cerita. Untuk memudahkan pemahaman alur cerita, pencerita menggunakan bahasa sederhana sesuai dengan perkembangan bahasa anak.
Cerita anak memiliki banyak manfaat yang sangat berpengaruh bagi pertumbuhan bahasa dan pikiran anak. Berdasarkan uraian di atas, menfaat cerita anak yaitu sebagai pendidikan, sebagai hiburan, sebagai pengambangan imajinasi, dan sebagai manfaat gemar bercerita.
9. Kriteria Pemilihan Cerita Anak
32
dicetak dengan ilustrasi yang berwarna dan sangat menarik. Demikian juga dengan penggunaan bahasa cerita bukan saja Bahasa Indonesia, akan tetapi juga terdapat bahasa asing seperti Bahasa Inggris.
Zuchdi (dalam Muh. Nur Mustakim, 2005: 92) menyatakan bahwa memiliki buku-buku cerita hendaknya mempertimbangkan kurikulum maupun kebutuhan anak-anak. Menurut Akhdiat (dalam Muh. Nur Mustakim, 2005: 93) kriteria pemilihan cerita anak-anak, kesederhanaan bahasa dan kesederhanaan alur.
Kriteria pemilihan cerita yang diungkapkan Tompkins (dalam Muh. Nur Mustakim, 2005: 93) yaitu (1) mempunyai plot yang sederhana dan tersusun baik; (2) mempunyai karakter yang cukup jelas: dan (3) menggunakan bahasa yang hidup.
Berikut ini akan dijelaskan karakteristik pemilihan cerita anak menurut Muh. Nur Mustakim (2005: 93-114).
1) Kesederhanaan Bahasa
Bahasa cerita dapat memberikan wawasan anak tentang isi cerita. Pengarang memilih bahasa didasarkan pada latar bagaimana perkembangan bahasa anak dan jalan pikiran anak. Kesederhanaan bahasa anak dalam mengutarakan sesuatu pikiran, perasaan, dan keinginan anak dalam berbicara ada;ah hal yang wajar.
33
sastra (cerita). Pertama, anak mengembangkan bahasa secara alami ketika berinteraksi dengan isi cerita. Kdua, dalam perkembangan bahasa secara umum anak sudah dapat memahami kalimat dan menarik makna dari konteks tersebut. Ketiga, anak belajar berbahasa melalui kegiatan bercerita dapat meningkatkan keterampilan bahasanya.
2) Kesederhanaan Alur
“Alur cerita adalah jalan cerita atau rentetan berbagai peristiwa yang tersusun apik menjadi cerita” (Muh. Nur Mustakim, 2005: 100). Kesederhanaan alur ecrita adalah perihal jalan cerita atau renteten peristiwa dalam cerita yang sederhana, bersahaja, atau mudah dipahami dengan cepat oleh anak. Dengan sekali membaca atau menyimak cerita, anak-anak dapat dan mudah memehami jalan ceritanya.
Kesederhanaan alur cerita memberi peluang kepada anak untuk mengembangkan daya nalarnya. Kesederhanaan alur cerita juga mampu membantu perkembangan kognitif anak, memproduksi cerita, dan menyiapkan pengembangan diri anak.
3) Perwatakan Tokoh
34
yang demikian itu, adalah anak yang mempercayai tokoh yang baik dan yang jahat.
Tokoh yang disukai anak-anka adalah tokoh yang berani, cerdik, dan perkasa (Nuraeni dalam Muh. Nur Mustakim, 2005: 109). Untuk memantapkan pemahaman anak terhadap tokoh-tokoh atau perwatakan pelaku dalam cerita, pihak orang tua dan guru memberikan kegiatan apresiasi kepada cerita anak. 4) Mengandung Pendidikan Moral
Ditinjau dari tema cerita anak banyak manfaat yang diperoleh untukn pendidikan anak-anak. Cerita-cerita yang ditulis pengarang menitipkan pesan kepada pembaca secara eksplisit dan implisit tentang moral. Tentang perkembangan moral anak-anak, dalam cerita dilukiskan pengarang menurut perkembnagan moral yang realistis terhadap kehidupan anak.
Cerita-cerita yang menyampaikan pesan pendidikan moral dengan label teladan sikap berbudi atau budi pekerti menyajikan cerita yang memuat sikap anak yang berbudi. Cerita tersebut dimaksudkan untuk memberi teladan kepada anak-anak guna membina ptibadinya.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa cerita anak memiliki kriteria. Kriteria cerita anak yaitu mengenai kesederhanaan bahasa, kesederhanaan alur, perwatakan tokoh, dan mengandung pendidikan moral. Kriteria ini sesuai dengan tingkat perkembangan anak-anak.
10. Pengertian Kemampuan Menyimak Cerita Anak
35
Kemampuan memiliki arti kesanggupan, kekuatan untuk melakukan sesuatu; kekayaan yang dimiliki (Budiono, 2005: 332).
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia istilah menyimak memliki arti mendengarkan apa yang diucapkan atau dibaca orang lain secara seksama; memeriksa dan mempelajari dengan teliti (Budiono, 2005: 477).
Cerita anak adalah karangan imajinatif menganai kehidupa anak yang dapat ditilis oleh anak-anak ataupun orang dewasa (Muh. Nur Mustakim, 2005: 13).
Berdasarkan pengertian kemampuan, menyimak, dan cerita anak di atas dapat disimpulkan pengertian kemampuan menyimak cerita anak adalah suatu kesanggupan atau kekuasaan yang dimiliki untuk mendengarkan apa yang diucapkan orang lain secara seksama dan disengaja pada sebuah cerita yang menggambarkan kehidupan anak-anak.
11. Tahap-tahap Menyimak Cerita Anak
Menurut pendapat dari Strickland dan Dawson (dalam H.G Tarigan, 2008: 31-32) menyatakan bahwa terdapat sembilan tahap menyimak, mulai dari yang berketentuan sampai pada yang amat bersungguh-sungguh. Kesembilan tahap tersebut adalah sebagai berikut:
1) Menyimak berkala, yang terjadi pada saat-saat sang anak merasakan keterlibatan langsung dalam pembicaraan mengenai dirinya;
2) Menyimak dengan perhatian dangkal karena sering mendapat gangguan dengan adanya selingan-selingan perhatian kepada hal-hal di luar pembicaraan;
36
4) Menyimak sarapan karena sang anak keasyikan menyerap atau mengabsorbsi hal-hal yang kurang penting, hal ini merupakan penjaringan pasif yang sesungguhnya;
5) Menyimak sekali-sekali, menyimpan sebentar-sebentar apa yang disimak; perhatian secara saksama berganti dengan keasyikan lain; hanya memperhatikan kata-kata sang pembicara yang menarik hatinya saja; 6) Menyimak asosiatif, hanya mengingat pengalaman-pengalaman pribadi
secara konstan yang mengakibatkan sang penyimak benar-benar tidak memberikan reaksi terhadap pesan yang disampaikan sang pembicara; 7) Menyimak dengan reaksi berkala terhadap pembicara dengan membuat
komentar atau mengajukan pertanyaan;
8) Menyimak secara saksama, dengan sungguh-sungguh mengikuti jalan pikiran sang pembicara;
9) Menyimak secara aktif untuk mendapatkan serta menemukan pikiran, pendapat, dan gagasan sang pembicara.
Hunt (dalam H.G Tarigan, 2008: 35-36) mengemukakan adanya tujuh tahapan menyimak, yaitu sebagi berikut.
1) Isolasi
Pada tahap ini sang penyimak mencatat aspek-asppek individual kata lisan dan memisah-misahkan atau mengisolasikan bunyi-bunyi, ide-ide, fakta-fakta, organisasi-organisasi khusus, begitupula stimulus-stimulus lainnya. 2) Identifikasi
Sekali stimulus tertentu telah dapat dikenal maka suatu makna atau identitas pun diberikan kepada setiap butir yang berdikari itu.
3) Integrasi
Menginterpretasikan atau menyatupadukan sesuatu yang didengar dengan informasi lain yang telah disimpan dan rekam dalam otak.
4) Inspeksi
37 5) Interpretasi
Secara aktif mengevaluasi sesuatu yang didengar dan menelusuri dari mana datangnya semua itu. Penyimak pun menolak dan menyetujui serta mengakui dan mempertimbangkan informasi tersebut dnegan sumber-sumbernya.
6) Interpolasi
Menyediakan serta memberikan data-data dan ide-ide penunjang dari latar belakang pengetahuan dan pengalaman diri sendri untuk mengisi serta memenuhi butir-butir pesan yang terdengar.
7) Introspeksi
Merefleksikan dan menguji informasi baru, penyimak berupaya untuk mempersonalisasikan informasi tersebut dan menerapkannya pada situasi itu sendiri.
Jadi, berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap menyimak dari beberapa pendapat tersebut yang tepat digunakan dalam penelitian ini adalah tahap mendengar, memahami, menginterpretasi, dan menanggapi. Jadi tahap-tahap menyimak cerita anak yaitu tahap mendengar cerita anak, memahami isi cerita anak, menginterpretasi cerita anak, dan menanggapinya.
B. Media Film Animasi 1. Pengertian Media
38
bantu, dan sumber belajar. Istilah-istilah tersebut memang secara konseptual bisa dibedakan, namun di dalam proses pembelajaran istila-istilah ini sering memiliki peran yang tumpang tindih bahkan sulit dibedakan.
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa Arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Azhar Arsyad, 2009: 3). Sehingga, media dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar dari pengirim kepada penerima pesan. Media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang membuat kondisi siswa memungkinkan memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.
Gerlach dan Ely (dalam Azhar Arsyad, 2009: 3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
39
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam proses penyampaian informasi atau perantara untuk menyampaikan pesan, informasi, materi ajar kepada peserta didik sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minatnya dalam suatu proses pembelajaran yang dilakukan.
2. Fungsi dan Manfaat Media
Suatu proses pembelajaran terdapat dua unsur yang amat penting yaitu metode pembelajaran dan media pembelajaran. Kedua unsur tersebut saling berkaitan. Dalam memilih suatu metide pembelajaran tertentu akan mempengaruhi media pembelajaran yang sesuai, walaupun masih ada unsur lain yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan siswa kuasai setelah pembelajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang diciptakan oleh guru.
Menurut Munadi (dalam Main Sufanti, 2010: 64) terdapat lima fungsi media pembelajaran yaitu: (1) Media pembelajaran sebagai sumber belajar, (2) fungsi semantik, (3) fungsi manipulatif, (4) fungsi psikologis, dan (5) fungsi sosio-kltural.
40
memotivasi minat atau tindakan, (2) menyajikan informasi, dan (3) memberi instruksi. Untuk memenuhi fungsi motivasi, media pembelajaran dapat direalisasikan dengan teknik drama atau hiburan. Untuk tujuan informasi, media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka penyajian informasi dihadapan sekelompok siswa. Media berfungsi untuk tujuan instruksi dimana informasi yang terdapat dalam media itu harus melibatkan siswa baik dalam benak atau mental maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi.
Sudjana & Rivai (dalam Azhar Arsyad, 2009: 24-25) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu: (1) pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar; (2) bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran; (3) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar di setiap jam pelajaran; (4) siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
41
yang nyata, sehingga pembelajaran dapat terjadi. Di samping menyenangkan, media pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan dan memenuhi kebutuhan perorangan siswa.
3. Jenis-jenis Media Pembelajaran
Sri Anitah (dalam Main Sufanti, 2010: 68) mengklarifikasikan media pembelajaran menjadi tiga yaitu: (1) media visual yang terdiri dari media visual yang tidak diproyeksikan dan media visual yang diproyeksikan, (2) media audio, dan (3) media audiovisual. Selain itu, Munadi (dalam Main Sufanti, 2010: 68) menambahkan jenis media tersebut dengan multimedia.
Sedangkan menurut Kemp & Dayton (dalam Azhar Arsyad, 2009: 37) mengelompokkan media ke dalam delapan jenis, seperti berikut.
1) Media cetakan
Media cetakan meliputi bahan-bahan yang disiapkan di atas kertas untuk pengajaran dan informasi. Disamping buku teks atau buku ajar, termasuk pula lembaran penuntun berupa daftar cek tentang langkah-langkah yang harus diikuti ketika mengoperasikan sesuatu peralatan atau memelihara peralatan. Lembaran ini berisi gambar atau foto di samping teks penjelasan. Bentuk lain dari media cetakan adalah brosur dan newsletter. 2) Media pajang
Media pajang pada umumnya digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi didepan kelompok kecil. Media ini meliputi papan tulis, gambar,
42
pajang yang paling sederhana dan hampir selalu tersedia adalah papan tulis.
3) Proyektor Transparasi(OHP)
Transparasi yang diproyeksikan adalah visual baik berupa huruf, lambang, gambar, grafik atau gabungannya pada lembar bahan tembus pandang atau plastik yang dipersiapkan untuk diproyeksikan ke sebuah layar atau dinding melalui sebuah proyektor.
4) Rekaman Audio-Tape
Pesan dan isi pelajaran dapat direkam pada tape magnetik sehingga hasil rekaman itu dapat diputar kembali pada saat diinginkan.
5) Slide
Slide (film bingkai) adalah suatu film transparansi yang berukuran 35 mm dengan bingkai 2 x 2 inci. Bingkai tersebut terbuat dari karton atau plastik. Film bingkai diproyeksikan melalui slide projector.
6) Film dan Video
Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambaritu hidup.
7) Televisi
43 8) Komputer
Komputer adalah mesin yang dirancang khusus untuk memanipulasi informasi yang diberi kode, mesin elektronik yang otomatis melakukan pekerjaan dan perhitungan sederhana dan rumit. Satu unit komputer terdiri atas empat komponen dasar, yaitu input (misalnya keyboard dan writing pad), prosesor (CPU: Unit pemroses data yang diinput), penyimpanan data (memori yang menyimpan data yang akan diproses oleh CPU baik secara permanen (ROM) maupun untuk sementara (RAM), dan output (misalnya layar) monitor, printer atau plotter).
Berdasarkan beberapa jenis media yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menggunakan media berupa audio visual yang disesuaikan dengan tema atau materi dan karakteristik siswa. 4. Pengertian Film
Menurut Azhar Arsyad (2009, 49) film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame dimana frame demi frame diproyeksikan secara mekanis sehingga gambar tampak hidup di layar. Film merupakan gambar hidup yang terlihat pada gambar. Gambar yang terlihat tersebut merupakan hasil proyeksi melalui lensa proyektor secara mekanis. Film itu bergerak dari
44
Umumnya, film digunakan sebagai sarana hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Film dapat memberikan informasi, memeparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan konsep-konsep, memperpanjang atau menyingkat waktu, dan mempengaruhi sikap.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa film merupakan gambar dengan ilusi gerak, sehingga terlihat hidup dalam frame yang diproyeksikan melaui proyektor dan diproduksi secara mekanis sehingga dapat dilihat dan didengar.
5. Film Animasi
Animasi adalah gambar bergerak berbentuk dari sekumpulan objek (gambar) yang disusun secrara beraturan mengikuti alur pergerakan yang telah ditentukan pada setiap pertambahan hitungan waktu yang terjadi (Muhammad Iqbal, 2012). Animasi berasal dari semua penciptaan kehidupan baik dalam objek mati maupun ke dalam objek yang tidak bernyawa.
Menurut Ariesto Hadi Sutopo (2002: 2) animasi menggambarkan objek yang bergerak agar kelihatan hidup. Membuat aniamsi berarti menggerakkan gambar seperti kartun, lukisan, tulisan, dan lain-lain. Animais sangat baik untuk presentasi, pemodelan, dokumentasi, dan lain-lain.
45
bahwa media film animasi adalah media audio visual berupa rangkaian gambar tak hidup yang berurutan yang diproyeksikan secara mekanis elektronis sehingga tampak hidup pada layar.
6. Keuntungan dan Keterbatasan Media Film
Menurut Azhar Arsyad (2009: 49-50) media film dan video memiliki keuntungan dan keterbatasan sebagai berikut:
a. Keuntungan film atau video
1) Film dan video dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari siswa ketika mereka membaca, berdiskusi, berpraktik, dan lain-lain. Film merupakan pengganti alam sekitar dan bahkan dapat menunjukkan objek yang secara normal tidak dapat dilihat, seperti cara kerja jantung ketika berdenyut.
2) Film dan video dapat menggambarkan suaru proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu. Misalnya, langkah-langkah dan cara yang benar dalam berwudhu. 3) Disamping mendorong dan meningkatkan motivasi, film dan video
menanamkan sikap dan segi-segi afektif lainnya. Misalnya, film kesehatan yang menyajikan proses berjangkitnya penyakit diare atau eltor dapat membuat siswa sadar terhadap pentingnya kebersihan makanan dan lingkungan.
46
video, seperti slogan yang sering di dengar, dapat membawa dunia ke dalam kelas.
5) Film dan video dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya bila dilihat secara langsung seperti lahar gunung berapi atau perilaku binatang buas.
6) Film dan video dapat ditunjukkan kepada kelompok besar atau kelompok kecil, kelompok yang heterogen maupun perorangan. 7) Dengan kemampuan dan teknik pengambilan gambar frame demi
frame, film yang dalam kecepatan normal memakan waktu satu minggu dapat ditampilkan dalam satu atau dua menit. Misalnya, bagaimana kejadian mekarnya kembang mulai dari lahirnya kuncup bunga hingga kuncup itu mekar.
b. Keterbatasan film atau video
1) Pengadaan film dan video umumnya memerlukan biaya mahal dan waktu yang banyak.
2) Pada saat film dipertunjukkan, gambar-gambar bergerak terus sehingga tidak semua siswa mampu mengikuti informasi yang ingin disampaikan melalui film tersebut.
47 7. Media Film Animasi
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam proses penyampaian informasi atau perantara untuk menyampaikan pesan, informasi, materi ajar kepada siswa sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minatnya dalam suatu proses pembelajaran yang dilakukan.
Film sebagai media audio visual merupakan sederetan gambar dengan ilusi gerak, sehingga terlihat hidup dalam frame yang diproyeksikan melaui proyektor dan diproduksi secara mekanis sehingga dapat dilihat dan didengar. Animasi dihasilkan dari suatu rangkaian gambar tak hidup yang tersusun dengan urut dalam perbedaan gerak yang minim pada setiap frame. Frame
adalah struktur gambar dasar pada suatu gerakan animasi atau gambar-gambar berkesinambungan sehingga menghasilkan gerak yang baik di dalam film maupun video.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa media film animasi adalah suatu perantara audio visual untuk menyampaikan pesan, informasi, materi ajar kepada peserta didik sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minatnya dalam suatu proses pembelajaran yang dilakukan yang tersusun dari rangkaian gambar tak hidup yang berurutan pada
frame yang diproyeksikan secara mekanis elektronis sehingga tampak hidup pada layar.
8. Peran Media Fim Animasi dalam Pembelajaran Menyimak
48
pembelajaran yang efektif dan efisien. Jadi dapat dikatakan bahwa media pendidikan merupakan suatu bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan di sekolah, oleh karena itu setiap guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan. Sudjana & Rivai (dalam Azhar Arsyad, 2009: 24-25) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu: (1) pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar; (2) bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran; (3) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar di setiap jam pelajaran; (4) siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
49
Beberapa macam media pembelajaran, media film animasi dalam bentuk CD adalah media yang paling lazim dipakai. Hal ini dikarenakan peserta didik lebih menyukai gambar daripada tulisan, apalagi jika gambar dibuat dan disajikan sesuai dengan persyaratan yang baik, sudah tentu akan menambah semangat peserta didik dalam memngikuti proses pembelajaran. CD termasuk ke dalam film animasi yakni media utuh yang mengkolaborasikan bentuk-bentuk visual dengan audio. Film animasi dapat digunakan untuk menyampaikan informasi yang dapat didengar (audio) dan dapat dilihat (visual), sehingga dapat mendeskripsikan suatu masalah, suatu konsep, suatu proses yang bersifat abstrak dan tidak lengkap menjadi lebih jelas dan lengkap. Film animasi mampu menstimulasi beberapa pengertian, menyediakan alat baru yang mampu mengatasi keterbatasan buku teks dan guru.