• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Hasil Produksi Jernang Rotan Daemonorops Didymophylla Becc. Berdasarkan Karakteristik Morfometrik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Hasil Produksi Jernang Rotan Daemonorops Didymophylla Becc. Berdasarkan Karakteristik Morfometrik"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN HASIL PRODUKSI JERNANG ROTAN

Daemonorops didymophylla

Becc. BERDASARKAN

KARAKTERISTIK MORFOMETRIK

RINA WULAN SARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendugaan Hasil Produksi Jernang Rotan Daemonorops didymophylla Becc. Berdasarkan Karakteristik Morfometrik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

(4)

RINGKASAN

RINA WULAN SARI. Pendugaan Hasil Produksi Jernang Rotan Daemonorops didymophylla Becc. Berdasarkan Karakteristik Morfometrik. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan YANTO SANTOSA.

Jernang merupakan resin yang terdapat pada permukaan kulit buah rotan (Daemonorops didymophylla Becc.). Jernang memiliki banyak manfaat diantaranya digunakan sebagai pewarna vernis, keramik, alat-alat dari batu, kayu, rotan, kertas, cat, dan bahan obat-obatan. Sejauh ini metode inventarisasi rotan baru dilakukan pada potensi batang rotan sementara di masyarakat terdapat pemanfaatan lain dari rotan yaitu pemanenan buah untuk diambil resinnya. Parameter morfometrik digunakan sebagai alat untuk mengukur potensi rotan yang ada dalam suatu kawasan dengan melakukan pengukuran pada bagian diameter batang, panjang batang rotan, jumlah malai dan berat buah dalam setiap batang. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu menentukan variabel morfometrik yang berkorelasi dengan produksi jernang dan merumuskan model pendugaan produksi jernang dari variabel morfometrik yang berkorelasi.

Data parameter morfometrik yang dikumpulkan berupa: jumlah batang dalam setiap rumpun, diameter batang, panjang batang, jumlah malai tiap batang, rata-rata panjang malai, berat buah tiap batang, dan berat serbuk jernang tiap batang. Uji regresi liniar dengan metode stepwise menggunakan SPSS 16.0 digunakan untuk mengetahui hubungan antara parameter morfometrik rotan terhadap produksi jernang. Variabel bebas (x) meliputi diameter batang (cm), panjang batang (cm), jumlah malai tiap batang, panjang malai (cm). Sedangkan berat buah dan berat jernang merupakan variabel terikat (Y) dengan selang kepercayaan 95%. Persamaan yang digunakan Y = b0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 +

b4x4 + ε.

Sebanyak 35 rumpun D. didymophylla dengan rata-rata 4.48 batang per rumpun telah diukur parameter morfometriknya. Sebesar 20% sampel terdiri dari tiga batang per rumpun dan hanya 2.85% diantaranya yang terdiri dari enam dan sepuluh batang per rumpun. Setiap rumpun kebanyakan hanya memiliki satu batang dewasa atau batang induk saja yang menghasilkan buah dan hanya 4 rumpun saja yang memiliki lebih dari satu batang dewasa. Ukuran diameter terkecil yang di peroleh berukuran 0.4 cm dan diameter terbesar yaitu 1.9 cm. Terdapat tiga batang rotan yang memiliki tinggi lebih dari 15 m. Masing – masing secara berurutan memiliki panjang 25.8 m, 20.3 m dan 17.5 m. Panjang minimum batang rotan yang diperoleh di lapangan yaitu 0.65 m. 30.23% batang rotan yang memiliki jumlah malai sebanyak 3 buah. Panjang malai yang memiliki rata-rata paling panjang yaitu sebesar 51.3 cm dan yang terpendek yaitu 12 cm. Penimbangan berat buah minimum yaitu 10 g dan maksimum 500 g. Berat minimum serbuk murni 0.59 g dan berat maksimum 4.11 g.

(5)

satu batang. Dari hasil analisis regresi dengan metode stepwise yang telah dilakukan diperoleh model matematika untuk berat buah yaitu Y = -61.318 + 5.743x4 (x4 adalah panjang malai), nilai koefisien korelasinya sebesar 98.4% yang

berarti bahwa panjang malai memengaruhi produksi buah sebesar 98.4% dan sisanya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Model matematika yang dihasilkan untuk berat serbuk murni yaitu Y = -0.251 + 0.087x4 (x4 merupakan panjang malai) dengan koefisien korelasi sebesar 87.3%.

Nilai koefisien regresi berat buah menghasilkan nilai t hitung 22.131 dan t hitung berat serbuk murni 11.100. Karena nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel dapat disimpukan bahwa H0 ditolak yang berarti bahwa nilai dugaan Y tidak melalui

sumbu x (0.0).

(6)

SUMMARY

RINA WULAN SARI. Estimation of dragon’s blood production of rattan Daemonorops didymophylla Becc. based on morphometric characteristics. Supervised by AGUS HIKMAT and YANTO SANTOSA.

Dragon’s blood is a resin contained in the surface of the skin fruit of rattan (Daemonorops didymophylla Becc.). Dragon’s blood has many benefits including use as a dye lacquerware, ceramics, tools of stone, wood, rattan, paper, paints, and pharmaceuticals. So far the new method of inventory conducted on the potential rattan cane stalks while in society there are other uses of rattan that is harvesting the fruit to be picked resin. Morphometric parameters are used as a tool to measure the potential of rattan that exist within an area by performing measurements on the trunk diameter, long rattan sticks, panicle number and weight of fruit in each bar. The goal of this research is to determine the morphometric variables were correlated with production dragon’s blood and formulate prediction model dragon’s blood production of morphometric variables are correlated.

Data collected morphometric parameters such as: the number of stems in each clump, stem diameter, stem length, number of bunches per stem, fruit weight of each bar, and the weight of each bar dragon’s blood powder. Linear regression using stepwise method using SPSS 16.0 is used to determine the relationship between morphometric parameters of the production dragon’s blood rattan. The independent variable (x) includes a trunk diameter (cm), stem length (cm), number of panicle per stem, average length of panicle (cm). While the heavy weight of the fruit and dragon’s blood is the dependent variable (Y) with 95% confidence interval. The equation used is Y = b0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4+ ε.

A total of 35 clumps D. didymophylla with an average of 4.48 clumps per rod was measured morfometriknya parameters. 20% sample consisted of 3 stems per clump and only 2.85% of which consists of 6 and 10 stems per clump. Each clump mostly has only one adult stem or trunk mains are bearing fruit and only 4 clump who has more than one adult stems. The size of the smallest diameter was obtained measuring 0.4 cm and the largest diameter is 1.9 cm. There are 3 stems of rattan which has a height of more than 15 m. Each in sequence has a length of 25.8 m, 20.3 m and 17.5 m. The minimum length of rattan sticks obtained in the field is 0.65 m. 30.23% rattan rod that has a number of as much as 3 panicles. Long panicle which have a length largest is 51.3 cm and the shortest is 12 m. Fruit weighing a minimum of 10 g and a maximum of 500 grams. The minimum weight of pure powder is 0.59 grams and a maximum weight 4.11 grams.

(7)

of panicle), the value of the correlation coefficient of 98.4% (r=0.992) which means that the number of panicles affects production of fruit 98.4%. The resulting mathematical model for the weight of pure powder that is Y = -0.251 + 0.087x4

(x4 is long of panicle) with a correlation coefficient of 87.3% (r = 0.934). Fruit

weight regression coefficient values obtained t value is 22.131 and t the weight of pure powder is 11.100. Because the t value is greater than t table it can be concluded that the H0 is rejected, which means that the alleged value (Y) not

through the x-axis (0.0).

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

PENDUGAAN HASIL PRODUKSI JERNANG ROTAN

Daemonorops didymophylla

Becc. BERDASARKAN

KARAKTERISTIK MORFOMETRIK

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 – Januari 2015 dengan judul Pendugaan Hasil Produksi Jernang Rotan Daemonorops didymophylla Becc. Berdasarkan Karakteritik Morfometrik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Hikmat MSc F.Trop dan Bapak Prof Dr Ir Yanto Santosa DEA selaku pembimbing.Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Siat dari kelompok pencari jernang, Renra Irfani, Jarmis Dikki, Jatendra Togatorop mahasiswa dari Jurusan Kehutanan Universitas Bengkulu, dan keluarga Bapak Suryono yang telah memberi tempat tinggal selama pengumpulan data di lapangan.Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik-adik serta seluruh keluarga, atas segala doa, dorongan semangat dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2015

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data yang diperlukan, cara pengumpulan dan analisis data 5 2 Jumlah Curah Hujan (mm) Menurut Bulan di Kecamatan Kaur Selatan Tahun

2012 – 2013 9

3 Struktur umur dari rumpun batang rotan 14

4 Data Parameter Morfometrik 16

5 Nilai korelasi antar variabel morfometrik rotan 17 6 Hubungan parameter morfometrik dengan produksi jernang 19 7 Hasil analisis regresi linier berganda pada model produksi buah 20 8 Hasil analisis regresi linier berganda pada model produksi serbuk 22

DAFTAR GAMBAR

1 Skema Kerangka Pemikiran 4

2 Morfologi bagian-bagian rotan 12

3 Sebaran jumlah batang tiap rumpun 13

4 Sebaran diameter batang rotan 14

5 Grafik urutan ukuran rotan terpanjang 15

6 Persentase jumlah malai 16

7 Grafik model produksi buah 21

8 Grafik model produksi serbuk 22

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jernang merupakan resin yang terdapat pada permukaan kulit buah rotan dewasa. Jernang memiliki banyak manfaat diantaranya digunakan sebagai pewarna vernis, keramik, alat-alat dari batu, kayu, rotan, kertas, cat, dan bahan obat-obatan (Dransfield 1974; Januminro 2000; Balitbang Kehutanan 2004). Menurut Heyne (1987) rotan yang menghasilkan jernang berkualitas bagus hanya ada lima spesies yaitu Daemonorops draco Blume., Daemonorops didymophilla Becc., Daemonorops draconcellus Becc., Daemonorops microcantha (Griff) Mart, Daemonorops matleyi. Distribusi jernang sangat terbatas hanya di bagian barat Asia Tenggara. Rustiami et al. (2004), Dransfield (1984), dan Dransfield dan Manokaran (1994) menyatakan bahwa distribusi jernang hanya terbatas di Malaysia, Thailand, serta Indonesia bagian barat (Sumatera dan Kalimantan).

Lampiran Permenhut Nomor P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Nasional menyebutkan bahwa permintaan jernang dunia sedikitnya 500 ton per tahun dengan pengembangan pasar masih dikuasai oleh Cina dan Singapura (Kemenhut RI 2009). Hal tersebut membuat nilai jual jernang di pasaran cukup tinggi. Harga jernang di tingkat

Jernang tidak hanya memiliki manfaat secara ekonomis tetapi juga memiliki nilai ekologis dan medis. Manfaat ekologis dari rotan jernang yaitu terjaganya kondisi hutan karena untuk tumbuh rotan jernang mensyaratkan adanya pohon rambatan. Pohon yang menjadi rambatan jernang antara lain meranti (Shorea sp dan Hopea sp), kayu huru (Litsea sp), rasamala (Altingia excelsa), karet (Hevea braziliensis) (Rachman dan Jasni 2006). Selain itu rotan jernang juga memiliki manfaat dalam menjaga kondisi tanah di sekitar sempadan sungai sehingga rotan jernang juga banyak ditemui di dekat aliran sungai. Menurut Purwanto et al. (2011) kondisi lingkungan yang paling disukai adalah daerah lembah dan di daerah sekitar limpahan air sungai. Dalam pemanfaatan medis, jernang dimanfaatkan sebagai obat luka, obat sakit gigi, obat sehabis melahirkan (Yetty et al. 2013).

(16)

2

inventarisasi kelompok hutan menghasilkan data yang bersifat rinci tentang rotan pada kelompok hutan yang disurvey dan digunakan untuk menyusun rencana operasional seperti pemungutan tahunan (jatah produksi tahunan) dan penanaman (Rachman dan Jasni 2006).

Sejauh ini metode inventarisasi rotan baru dilakukan pada potensi batang rotan sementara di masyarakat terdapat pemanfaatan lain dari rotan yaitu pemanenan buah untuk diambil resinnya. Menurut Matangaran dan Puspitasari (2012) dalam satu rumpun terdapat lima batang, diperoleh 2.500 batang per ha. Menurut masyarakat hanya 60% batang rotang yang dapat berbunga (1500 batang siap berbunga). Dalam satu batang dapat menghasilkan lima sampai enam malai buah, pada umumnya dalam satu kali panen hanya tiga malai yang berbuah, sehingga dapat menghasilkan 4.500 malai buah. Dari 50 malai dapat menghasilkan 1 kg jernang dan dari 4.500 malai dapat menghasilkan jernang sebanyak 90 kg/ha. Penelitian terkait morfometrik rotan masih sangat terbatas. Padahal karakter morfometrik berpengaruh terhadap produksi jernang. Hal inilah yang menjadi alasan utama penelitian ini perlu dilakukan yaitu untuk melihat ada tidaknya hubungan karakter morfometrik rotan terhadap produksi jernang.

Rumusan Masalah

Potensi jernang di Desa Gedung Sako Kecamatan Kaur Selatan Kabupaten Kaur cukup melimpah. Menurut penuturan warga setempat, setiap kali musim panen tiba, masyarakat dapat mengumpulkan sebanyak 6-9 kg per hari buah rotan utuh penghasil jernang pada musim panen sela dan sebanyak 15-20 kg per hari pada musim panen raya. Buah yang dipanen adalah buah yang sudah masak dengan ciri kulit buah berwarna hitam kemerahan.

Masyarakat selama ini melakukan pemanenan rotan yang berasal dari alam. Pemanenan yang dilakukan belum berdasar pada kuota panenan yang tersedia sehingga dapat menyebabkan kepunahan suatu spesies. Pemungutan hasil hutan harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian antara lain perlu adanya pengaturan pemanenan hasil hutan yang didasarkan pada riap rotan. Untuk menentukan riap panen harus diketahui potensi rotan penghasil jernang yang ada di alam. Sementara inventarisasi rotan untuk menduga potensi jernang di suatu kawasan tidaklah mudah karena membutuhkan tenaga dan waktu yang banyak. Penghitungan potensi rotan penghasil jernang berdasarkan kajian morfometrik belum pernah dilakukan dan sampai saat ini belum ada pendekatan yang mampu memperkirakan produksi resin jernang pada beberapa jenis rotan penghasil jernang.

(17)

3

1. Apakah variabel morfometrik dapat digunakan untuk menduga produksi jernang?

2. Bagaimana merumuskan model pendugaan produksi buah rotan jernang dan berat serbuk jernang dari variabel morfometrik yang berkorelasi ?

Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Menentukan variabel morfometrik yang berkorelasi dengan produksi jernang. 2. Merumuskan model pendugaan produksi jernang dari variabel morfometrik

yang berkorelasi.

Manfaat

Hasil penelitian ini dapat memberi informasi mengenai parameter morfometrik yang paling berpengaruh terhadap hasil produktivitas jernang sehingga dapat digunakan untuk menjaga kelestarian tumbuhan rotan penghasil jernang yang ada di habitat alaminya.

Kerangka Pikir Penelitian

Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biologi. Parameter morfometrik memiliki kaitan yang erat dengan morfologi suatu tumbuhan yang dapat digunakan untuk menduga potensi produksi dari tanaman. Hasil penelitian yang dilakukan Winarni et al. (2004) menunjukkan bahwa semakin besar diameter pohon akan menghasilkan biji yang semakin banyak dalam satuan berat (kg). Penelitian lain yang dilakukan oleh Zulnely et al. (1998) menyatakan bahwa terdapat pengaruh nyata secara positif antara lingkaran pohon atau diameter dan lebar torehan terhadap hasil getah jelutung. Hal tersebut disebabkan oleh semakin lebar diameter suatu tanaman maka xylem sebagai pengangkut zat hara dan air dari dalam tanah menjadi lebih besar sehingga zat hara dan air yang terangkut juga semakin banyak. Hal tersebut mengakibatkan kuantitas fotosintesis semakin tinggi yang menyebabkan pembentukan buah dan bunga semakin banyak (Haygreen dan Bowyer 1996).

(18)

4

Gambar 1 Skema Kerangka Pemikiran

2

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Bukit Mangkekal Desa Gedung Sako Kecamatan Kaur Selatan Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu yang merupakan habitat alami D.didymophylla Becc. pada bulan Desember 2014 – Januari 2015.

Alat dan Bahan Penelitian

(19)

5

Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan berupa peubah yang diamati, metode, dan analisis data secara ringkas tersaji dalam Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data yang diperlukan, cara pengumpulan dan analisis data Tujuan

(20)

6

morfologi jernang dilakukan studi literatur dan studi koleksi rotan jernang di Kebun Raya Bogor.

Kegiatan survei dan pengamatan di lapangan dilakukan dengan metode eksplorasi. Metode eksplorasi dilakukan untuk mengetahui lingkungan tempat tumbuh jernang dan jenis-jenis pohon yang menjadi rambatan jernang. Jalur yang digunakan adalah jalur setapak di sepanjang pinggir sungai Mangkekal.

Metode Pengumpulan Data

Metode pemilihan sampel dilakukan secara sengaja berdasarkan rumpun yang dipanen oleh masyarakat terhadap ukuran morfologi rotan yaitu ukuran diameter dan ukuran panjang. Data parameter morfometrik yang dikumpulkan berupa: jumlah batang dalam setiap rumpun, diameter batang, panjang batang, jumlah malai tiap batang, panjang malai tiap batang, berat buah tiap batang, dan berat serbuk jernang tiap batang. Teknik pengukuran parameter morfometrik rotan adalah sebagai berikut:

 Menghitung jumlah batang pada setiap rumpun

 Diameter batang (dalam cm) diukur 1,5 m dari pangkal batang (BPKH Denpasar 2014).

 Panjang batang (dalam m) diukur dengan menggunakan tali yang disejajarkan dengan batang rotan dimulai dari pangkal batang sampai bebas pelepah (BPKH Denpasar 2014) kemudian diukur panjangnya dengan menggunakan meteran.

 Menghitung jumlah malai buah yang terdapat pada setiap batang rotan.

 Mengukur panjang malai yang terdapat pada tiap batang, kemudian menjumlahkan semua panjang malai dan membagi dengan jumlah malai dalam satu batang untuk mendapatkan rata- rata panjang malai dalam satu batang.

Setelah pengambilan data lapangan berupa diameter batang, panjang batang, dan jumlah malai, selanjutnya dilakukan penimbangan pada berat buah per batang yang sebelumnya sudah dipisahkan dari tangkainya dan penimbangan serbuk murni atau jernang (dalam g) setelah dilakukan pengekstrakan dari kulit buah. Pengumpulan data morfometrik dilakukan secara langsung di lokasi penelitian dengan cara mengukur dan menimbang tiap parameter yang diamati

Analisis Data

Hubungan produksi jernang dengan parameter morfometrik rotan

Penentuan korelasi antar produksi jernang dengan (Y) dengan parameter morfometrik rotan (x) dilakukan dengan menggunakan uji korelasi pearson. Pengujian dilakukan dengan bantuan software SPSS 16. Pengujian dilakukan terhadap 35 sampel rumpun rotan yang terdiri dari 43 batang rotan. Variable produksi jernang yang diuji adalah Y1 dengan 4 parameter morfometrik yaitu x1,

x2, x3 dan x4 sedangkan Y2 dengan 5 parameter morfometrik yaitu x1, x2, x3, x4,

dan x5 Hipotesa yang dibangun untuk produksi buah:

H0 = Y1 tidak berkorelasi dengan x1/x2/x3/x4

H1 = Y1 berkorelasi dengan x1/x2/x3/x4

Hipotesa yang dibangun untuk produksi serbuk: H0 = Y2 tidak berkorelasi dengan x1/x2/x3/x4/x5

(21)

7

Keterangan:

Y1 = produksi buah; Y2 = produksi serbuk; x1 = diameter batang; x2 = panjang

batang; x3 = jumlah malai; x4 = panjang malai; x5 = berat buah

Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan probabilitas (asymptotic significance) sebagai berikut:

1. Jika probabilitas > 0.05, maka H0 diterima

2. Jika probabilitas < 0.05, maka H0 ditolak atau terima H1

Parameter yang menunjukkan adanya korelasi kemudian dipilih sebagai variabel produksi buah dan produksi serbuk yang selanjutnya telah dianalisis menggunakan regresi linier berganda.

Model penduga produksi

Penentuan faktor dominan penentu produksi jernang dianalisis menggunakan regresi linier berganda dengan metode stepwise yang diolah dengan bantuan SPSS versi 16 sehingga akan menghasilkan model pendugaan produksi. Model pendugaan produksi dilihat dari produksi buah dan produksi serbuk. Parameter morfometrik yang digunakan dalam persamaan regresi yaitu parameter morfometrik yang memiliki korelasi dengan produksi jernang berdasarkan hasil uji korelasi pearson.

Persamaan yang digunakan adalah:

Model produksi buah: Y1= b0 + b1x1 + b2x2 +b3x3 + b4x4 +ε

Model produksi serbuk: Y2= b0 + b1x1 + b2x2 +b3x3 + b4x4 + b5x5 +ε

Keterangan:

Y1 = produksi buah; Y2 = produksi serbuk; x1 = diameter batang; x2 = panjang

batang; x3 = jumlah malai; x4 = panjang malai; x5 = berat buah

Model yang telah didapatkan, kemudian akan dilakukan pengujian secara statistik denga cara:

1. Uji keandalan

Uji keragaman digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat yaitu melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan model tersebut (Iriawan dan Astuti 2006). Rumus untuk menghitung R2 adalah:

Keterangan:

JKT = jumlah kuadrat total JKG = jumlah kuadrat galat 2. Uji statistik t

Uji statistik t adalah uji untuk mengetahui masing – masing variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikatnya. Prosedur pengujian uji statistik t (Ramanathan 1997) adalah:

H0: βi = 0 atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel

(22)

8

H1: βi ≠ 0 atau variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat

Jika

thit(n-k)

< tα/2 maka H0 diterima, artinya variabel bebas (xi) tidak

berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika

thit(n-k)

> t

α/2 maka H1 diterima artinya

variabel bebas (xi) berpengaruh nyata terhadap (Y). 3. Uji statistik F

Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama – sama terhadap viaribel terikat. Prosedur pengujian menurut Ramanathan (1997) adalah:

Keterangan:

JKK = jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom JKG = jumlah kuadrat galat

n = jumlah sampel k = jumlah peubah

Hipotesis yang digunakan yaitu: H0= β1= β2= β3 =…β= 0

H1= β1= β2= β3 =…β≠ 0

Jika Fhit < Ftabel maka terima H0 yang artinya secara serentak variabel (xi)

tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika Fhit > Ftabel maka terima H1 yang

artinya variabel (xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap (Y).

4. Uji asumsi regresi klasik. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah model yang didapatkan layak atau valid untuk digunakan. Kelayakan model tersebut dilihat dari:

 Uji normalitas data yaitu dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov

 Uji multikolinearitas dengan menggunakan nilai tolerance dan VIF

 Uji heterokedastisitas dengan menggunakan metode scatter plot

 Uji autokolinearitas dengan menggunakan metode durbin-watson.

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

(23)

9 sekitar 260 km dengan luas daratan 92.75 km2 terbagi menjadi 19 desa. Wilayah Kecamatan Kaur Selatan sebelah Utara berbatasan langsung dengan Kecamatan Muara Sahung, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tetap, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Maje.

Berdasarkan topografinya wilayah Kecamatan Kaur Selatan terletak pada ketinggian 6 mdpl sampai 42 mdpl. Topografi Kecamatan Kaur Selatan dapat dibedakan dalam 4 unit topografi yaitu dataran rendah, berbukit – bukit, tepi pantai atau pesisir, aliran sungai. Kabupaten Kaur memiliki 14 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdiri dari 3 DAS Nasional dan 11 DAS lokal. Ada 2 DAS lokal yang melewati Kecamatan Kaur Selatan yaitu DAS Tetap dan DAS Sambat.

Berdasarkan banyaknya curah hujan yang terjadi pada tiap tahunnya, Kecamatan Kaur memiliki iklim tropis. Data curah hujan dapat dilihat seperti tabel berikut.

Dari Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa bulan kering yang terjadi di Kecamatan Kaur Selatan lebih sedikit bila dibandingkan jumlah bulan basah. Dalam kurun waktu 1 tahun (tahun 2012) hanya terdapat 2 bulan kering dan 2 bulan lembab, namun pada tahun 2013 tidak terdapat bulan kering atau bulan lembab sama sekali. Mohr membagi tiga derajat kelembaban yaitu bulan basah (> 100 mm), bulan lembab (60 mm – 100 mm), dan bulan kering (< 60 mm) (Tjasyono 2004). Hal ini berarti bahwa sepanjang tahun 2013 selalu terjadi hujan sehingga menyebabkan kelembaban udara juga menjadi tinggi. Kelembaban udara di Kecamatan Kaur Selatan menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 adalah 84.08%.

Masa panen buah rotan penghasil jernang adalah bulan Juni dan Desember yang memiliki curah hujan cukup tinggi. Menurut penuturan warga yang

Tabel 2 Jumlah Curah Hujan (mm) Menurut Bulan di Kecamatan Kaur Selatan Tahun 2012 -2013

(24)

10

melakukan pencarian buah rotan penghasil jernang pada saat curah hujan tinggi buah rotan yang mereka dapatkan cukup banyak. Hal ini dapat disebabkan karena pada saat musim hujan tinggi tanah menjadi basah dan lembab sehingga dapat mempercepat proses pembusukan seresah yang berada di atas tanah untuk diuraikan oleh organisme pengurai. Seresah yang sudah terurai inilah yang menjadikan tanah di sekitar tempat tumbuh rotan menjadi subur dan menghasilkan banyak buah rotan.

Mata pencaharian masyarakat yang tinggal di desa ini adalah bertani dan berkebun. Dari sektor pertanian tanaman pangan, komoditi yang banyak dihasilkan adalah padi sawah (luas panen dan produksi: 446 Ha dan 1832.70 ton). Tanaman palawija yang ada di Kecamatan Kaur Selatan didominasi oleh tanaman ubi kayu (243 ton), jagung (97 ton), ubi jalar (34 ton), kacang tanah (10 ton) dan kedelai (2 ton). Produksi tanaman sayuran tertinggi yaitu terung dengan jumlah produksi sebanyak 3.7 ton sedangkan produksi sayuran lainnya yaitu kangkung (2.6 ton), cabe (2.5 ton), kacang panjang (2 ton). Sementara dari sektor perkebunan, kelapa sawit masih merupakan produk unggulan di Kecamatan Kaur Selatan dengan jumlah produksi 545.20 ton. Selain kelapa sawit daerah ini juga memiliki hasil perkebunan lain seperti kopi (334 ton), kelapa (291.71 ton) dan karet (3.75 ton). Jernang belum menjadi produk unggulan di desa ini karena hasilnya yang masih sedikit (masih mengandalkan persediaan dari alam) bila dibandingkan dengan hasil produksi tanaman lain. Pada sektor peternakan tercatat populasi sapi potong 1169 ekor, kerbau 180 ekor, kambing 362 ekor, dan ayam kampong 8532 ekor (BPS 2014)

Kondisi Bioekologi Rotan Penghasil Jernang

Rotan dapat berbatang tunggal ataupun berumpun. Rumpun terbentuk oleh berkembangnya tunas-tunas yang dihasilkan dari kuncup ketiak pada bagian bawah batang. Kuncup-kuncup tersebut berkembang sebagai rimpang pendek yang kemudian tumbuh menjadi batang di atas permukaan tanah (Dransfield dan Manokaran 1994). Batang rotan dari genus Daemonorops ditutupi oleh selubung berduri padat. Diameter batang dengan sarung daun dapat bervariasi dari milimeter (mm) sampai lebih dari 10 cm (Rustiami 2011). Akar tanaman rotan memiliki sistem perakaran serabut, berwarna keputih-putihan atau kekuning-kuningan atau kehitam-hitaman. Bentuk batang rotan umumnya silindris dan terdiri dari ruas-ruas yang panjangnya berkisar antara 10 sampai 50 cm. Diameter rotan berkisar antara 6 sampai 50 mm, bergantung pada spesiesnya. Ruas yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh buku, tetapi buku ini hanya ada di bagian luar batang, tidak membentuk sekat seperti pada bambu (Rachman dan Jasni 2006).

(25)

11 polikarpik, yaitu tumbuhan yang terus tumbuh dan berbunga sampai terjadi kerusakan atau mati baik karena penyakit maupun umur tumbuhan yang sudah tua (Dransfield dan Manokaran 1994).

Rotan berdaun majemuk dan pelepah daun yang duduk pada buku menutupi permukaan ruas batang. Pelepah dan tangkai daun melekat pada buku-buku tersebut. Daun rotan ditumbuhi duri. Daun terdiri dari basis selubung tubular, selubung daun, yang muncul dari node pada batang. Rotan termasuk tumbuhan berbunga majemuk. Bunga rotan terbungkus seludang. Bunga jantan dan bungan betina terpisah. Malai buah atau tangkai buah muncul dari bagian batang rotan. Malai ini memiliki bunga yang akan menjadi calon bakal buah bila terjadi penyerbukan oleh bunga jantan. Setiap batang rotan memiliki lebih dari satu malai. Bentuk permukaan buah rotan halus atau kasar berbulu, sedangkan bentuk rotan umumnya bulat, lonjong atau bulat telur (Januminro 2000)

Rotan jernang yang ada di lokasi penelitian adalah rotan jernang dari spesies D.didymophylla Becc. Rotan jenis ini merupakan rotan yang berumpun dengan panjang batang mencapai 15 m. Diameter batang dengan pelepah sebesar 2.5 cm sedangkan diameter tanpa pelepah mencapai 1.25 cm, panjang ruas 30 cm. Pelepah daun hijau tua, berduri mengelompok, kadang-kadang merata, duri berwarna abu-abu sampai hitam, panjang antara 0.4–2.5 cm, bagian pangkalnya kuning. Lutut tampak jelas. Pembungaan pendek sampai 20 cm, perbungaan jantan dan betina biasanya sama, pada percabangan pertama segera luruh pada saat antesis. Tangkai perbungaan dan cabang pertama berduri dengan sebagian membentuk kelopak, duri sampai 0.5 cm, rakila dan bunga tertutup oleh bulu-bulu halus yang berwarna merah kecoklatan. Buah ovoid, ukuran sampai 2.5 x 2 cm (Dransfield 1984, Dransfield dan Manokaran 1994).

Dransfield (1984) menyatakan bahwa di Sabah dan beberapa tempat lain rotan jenis D.didymophylla Becc. ditemukan pada ketinggial 1000 mdpl (diatas permukaan laut), cenderung mendukung lereng dan lembah yang lebih rendah, dan menjadi karakteristik lembah kecil bagian bawah di hutan bukit Dipterocarpaceae. Namun pada penelitian ini rotan tersebut justru sudah dapat ditemui mulai pada ketinggian 215 m diatas permukaan laut dengan kondisi kelerengan antara 20° - 40°. Titik–titik tempat tumbuh rotan yang menjadi lokasi penelitian memiliki kelembaban antara 60% - 75% dan suhu udara 22°C – 27°C. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Jasni dan Rachman (2006), Purwanto et al. (2011) dan Soemarna (2009).

Menurut Rachman dan Jasni (2006), pada sistem agroforestri tumbuhan yang biasanya berada di sekitar rotan jernang meliputi rasamala (Altingia excelsa), durian (Durio zibetinus), karet (Hevea braziliensis), cengkeh (Syzygium aromaticum), duku (Lansium domesticum). Hasil pengamatan di lapangan yang merupakan hutan sekunder, jenis tumbuhan yang ditemui berada di sekitar tempat tumbuh rotan penghasil jernang yaitu jenis rotan manau (Calamus manan), pulai (Alstonia scholaris), kulit lantung (Artocarpus elasticus), bayur (Pterospermum javanicum). Sementara pada hutan yang masih alami jernang banyak ditemui pada kawasan hutan yang banyak ditumbuhi famili Dipterocarpaceae (Dransfield 1984).

(26)

12

dikarenakan habitat ini tidak cocok atau tidak menguntungkan bagi rotan. Rotan sebagian besar dapat ditemukan pada daerah terbuka, di tepi hutan, tepi sungai dan selain itu juga dapat di temukan di pedalaman hutan (Dzung 2000 dalam Binh 2009). Pada hutan sekunder yang sudah terjadi penebangan pohon dan memiliki sisa tutupan hutan sebesar 40% - 50%, umumnya spesies rotan dapat tumbuh dengan cepat dan berlimpah (Dzung dan Cuong 1996 dalam Binh 2009).

Pemanenan buah rotan yang dilakukan oleh masyarakat masih bersifat memanfaatkan persediaan dari alam. Menurut penuturan warga yang mencari jernang prinsip pemanenan buah rotan adalah siapa yang mendapatkannya maka dia lah yang memanennya. Hal tersebut sama seperti yang diungkapkan oleh Sulasmi et al. (2012), Yetty et al. (2013). Pemanenan buah rotan jernang baru dapat dilakukan setelah tanaman jernang berumur 6-7 tahun. Pemanenan dapat dilakukan dua kali dalam satu tahun. Panen pertama disebut musim panen agung atau panen raya pada bulan Juni dan panen kedua disebut sebagai panen selang pada bulan Desember. Buah yang dipanen adalah buah yang masak karena buahnya lebih tebal dan kadar lulun (getah atau resin) lebih tinggi (Yetty et al. 2013).

Terdapat dua tipe jernang yang dihasilkan oleh masyarakat yaitu jernang murni dan jernang campuran. Jernang murni yaitu jernang yang dihasilkan dari proses penumbukan atau melalui proses penggosokan kulit buah rotan, sedangkan jernang campuran yaitu jernang yang sudah dicampur dengan damar. Dammar dipilih menjadi bahan campuran karena memiliki daya rekat yang baik. Bahan lain yang pada umumnya ditambahkan secara bersama-sama dengan dammar yaitu biji dan daging buah rotan itu sendiri yang sudah di haluskan sebelumnya. Serbuk jernang yang murni akan mengeras kurang lebih satu jam setelah dimasukkan kedalam kantong plastik (Matangaran dan Puspitasari 2012).

(27)

13

Karakteristik Morfometrik Rotan Penghasil Jernang

Sebanyak 35 rumpun D.didymophylla dengan rata-rata 4.48 batang per rumpun telah diukur parameter morfometriknya. Gambar 3 merupakan sebaran jumlah batang rotan pada tiap – tiap rumpun.

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa tiap rumpun memiliki jumlah batang yang berbeda-beda, sebesar 20% sampel terdiri dari tiga batang per rumpun dan hanya 2.85% diantaranya yang terdiri dari enam dan sepuluh batang per rumpun. Hasil penelitian Sulasmi et al. (2012) jumlah individu dalam satu rumpun rotan betina berjumlah antara 5 – 20 individu, sedangkan jumlah individu rotan jernang jantan dalam satu rumpun 3 – 5 individu. Perbedaan jumlah batang dalam setiap rumpun rotan dapat dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh. rotan yang tumbuh pada tipe vegetasi yang rapat akan memiliki sedikit jumlah individu tiap rumpunnya bila di bandingkan rotan yang tumbuh di tipe vegetasi yang tidak terlalu rapat. Hal ini dapat terjadi karena adanya persaingan mendapatkan unsur hara untuk proses pertumbuhannya. Rotan Jumlah rotan betina dan rotan jantan yang tidak seimbang, serta lokasi yang berjauhan antara rotan betina dan rotan jantan menyebabkan terjadinya reproduksi secara alami sulit terjadi.

Gambar 3 Sebaran jumlah batang tiap rumpun

Beberapa studi telah melaporkan tingkat pertumbuhan batang rotan (Bogh 1996; Van Vankenburg 1997) ditentukan oleh panjang awal batang, tingkat cahaya dan atau ukuran rumpun. Ukuran maksimum pertumbuhan rotan kemungkinan terkait dengan struktur hutan. Pengaruh ukuran rumpun pada pertumbuhan batang secara bertahap menurun dibandingkan dengan anakan, sementara efek ketersediaan cahaya secara bertahap meningkat terhadap panjang batang (Binh 2009).

(28)

14

rumpun. Banyaknya batang per rumpun tidak sebanding lurus dengan banyaknya batang dewasa. Hal ini terlihat dari jumlah batang per rumpun terbanyak yang ditemui pada peneltian ini yaitu sepuluh batang per rumpun hanya memiliki dua batang dewasa, sementara pada rumpun lain dengan jumlah tujuh batang per rumpun memiliki empat batang dewasa. Bahkan terdapat satu rumpun yang terdiri tiga batang per rumpun semuanya merupakan batang dewasa. Untuk lebih rinci dapat dilihat seperti Tabel 3.

Hasil pengukuran diameter pada 35 sampel rumpun rotan yang terdiri dari 43 batang rotan dapat dilihat secara rinci pada Gambar 3. Ukuran diameter terkecil yang di peroleh berukuran 0.4 cm dan diameter terbesar yaitu 1.9 cm. Ukuran diameter yang paling banyak ditemui ada 18.60% yang berukuran 1.2 cm, hal ini sesuai dengan pendapat Witono (2005), Dransfield (1984), Dransfield dan Manokaran (1994), Dransfield dan Barfod (2013) bahwa ukuran diameter tanpa pelepah genus Daemonorops adalah 1.25 cm.

Gambar 4 Sebaran diameter batang rotan Tabel 3 Struktur umur dari rumpun batang rotan

Anakan Jumlah batang dewasa Jumlah sampel

batang dewasa

1 2 3 4

0 2 0 1 0 3

1 6 0 0 0 6

2 6 0 0 0 6

3 5 0 0 1 6

4 4 0 0 0 4

5 1 2 0 0 3

6 3 0 0 0 3

7 3 0 0 0 3

8 0 1 0 0 1

Jumlah sampel

(29)

15 Hasil pengukuran di lapangan diperoleh tiga batang rotan yang memiliki tinggi lebih dari 15 m. Masing – masing secara berurutan memiliki panjang 25.8 m, 20.3 m dan 17.5 m. Panjang batang rotan yang diukur adalah panjang dari pangkal batang hingga batas pelepah paling bawah. Dari hasil pengukuran dilapangan didapat data panjang maksimum yaitu 25.8 m dan panjang minimum adalah 0.65 m. Panjang rata – rata batang rotan adalah 7.527 m dengan median 6.5 m. Umumnya rotan dapat tumbuh hingga mencapai lebih dari 30 m tergantung pada tinggi pohon rambatannya. Rotan spesies D.didymophilla Becc. ini hanya memiliki tinggi maksimal 15 m (Witono 2005, Dransfield 1984, Dransfield dan Manokaran 1994, Dransfield dan Barfod 2013,).

Panjang batang di pengaruhi oleh sifat genetik dan lingkungan tumbuhnya (Nurmala 1980). Hasil pengukuran tinggi tanaman yang berbeda–beda tersebut di duga di pengaruhi oleh aktivitas zat pengatur tumbuh pada titik tumbuh apikal dari tumbuhan rotan. Giberalin merupakan salah satu hormon tumbuh yang tidak terlepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Evans 1975). Giberalin bekerja secara sinergis dengan hormon auksin (Gardner 1991). Kehadiran hormon giberalin akan meningkatkan kandungan hormon auksin (Abidin 1983). Selain dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh, batang yang tidak terlalu tinggi dapat juga disebabkan oleh ruas batang yang pendek (Binh 2009).

Gambar 5 Grafik urutan ukuran rotan terpanjang

(30)

16

Gambar 6 Persentase jumlah malai

Tiap-tiap malai buah yang ada pada setiap batang rotan kemudian dilakukan pengukuran panjang malai. Dari pengukuran yang telah dilakukan diperoleh data malai terpanjang dan malai terpendek. Terdapat satu batang rotan yang memiliki malai terpanjang sebesar 51.8 cm dan yang terpendek yaitu 12 cm. Panjang pendeknya malai dapat dipengaruhi dari banyaknya unsur hara yang diperoleh dari tiap-tiap individu dimana tumbuhan tersebut tumbuh. Panjang malai rotan jenis D. didymophylla umumnya 20 cm namun terkadang dapat mencapai 50 cm (Dransfield 1984).

Hasil penimbangan buah utuh tanpa malai terdapat empat batang yang memiliki berat terendahnya (10 gr) menghasilkan berat serbuk murni yang berbeda-beda yaitu 0.59 g, 0.63 g, 0.76 g, 0.96 g. Hal tersebut dapat disebabkan dari variasi ukuran buah yang ada pada setiap malai dalam satu batang rotan. Berat serbuk murni tertinggi 4.11 g berasal dari buah dengan berat 295 g. Serbuk murni yang dihasilkan dari setiap batang rotan akan maksimal bila buah yang dipanen sudah tua namun tidak terlalu masak. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Matangaran dan Puspitasari (2012) bahwa bila buah rotan yang dipetik sudah terlalu masak maka serbuk resin yang terdapat pada kulit buah rotan akan berkurang. Rata-rata berat buah yang teramati yaitu sebesar 79.744 g dan rata-rata berat serbuk murni sebesar 1.615 g. Uraian secara jelas dapat dilihat seperti Tabel 4.

Tabel 4 Data parameter morfometrik

Variabel yang diamati Mean Nilai maximum Nilai minimum

Panjang (m) 7.527 25.8 0.65

Diameter (cm) 0.919 1.9 0.4

Jumlah tandan (buah) 3.349 9 1

Panjang tandan (cm) Berat buah (g/batang)

28.397 79.744

51.8 500

(31)

17

Hubungan antar Parameter Morfometrik

Data yang digunakan dalam analisis korelasi hanya berjumlah 20 sampel dari 43 sampel yang ada. Sebanyak 23 data yang lainnya merupakan data pencilan sehingga tidak dapat dipakai. Berdasarkan Tabel 5 panjang batang berkorelasi negatif terhadap diameter dan nilai korelasinya tidak signifikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Selvia et al. (2014). Apabila terjadi pertambahan ukuran diameter maka panjang batang tidak akan mengalami pertambahan ukuran panjang karena menurut Rosniawati et al. (2005) diameter batang yang besar belum tentu didukung oleh tinggi tanaman. Pertumbuhan panjang pada tumbuhan rotan sangat di pengaruhi oleh hormon auksin dan hormon tumbuh auksin sangat di pengaruhi oleh sinar matahari yang diterima oleh tumbuhan (Rosniawati et al. 2005). Intensitas cahaya matahari yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan tinggi tanaman (Sastrawinata 1984).

Panjang batang berkorelasi positif terhadap jumlah malai dengan begitu semakin panjang batang rotan maka jumlah malai yang dihasilkan juga akan semakin banyak. Perbedaan panjang batang rotan dapat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara. Rotan yang tumbuh pada daerah yang lebih tinggi akan lambat dalam pertumbuhannya dan sedikitnya produksi buah yang dihasilkan. Hal ini dimungkinkan karena ketersediaan unsur hara ikut tercuci menuruni bukit pada saat turun hujan, sehingga rotan yang tumbuh pada bagian lembah akan lebih

Tabel 5 Nilai korelasi antar parameter morfometrik rotan

Diameter

(32)

18

banyak menerima unsur hara yang akibatnya produksi buah meningkat dan terjadi pertambahan panjang batang.

Diameter tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan jumlah malai (P=0.336). Besar kecilnya ukuran diameter batang rotan tidak berpengaruh terhadap banyaknya jumlah malai yang dihasilkan dalam satu batang rotan karena pertambahan ukuran besar diameter batang rotan terjadi akibat adanya pembelaham sel meristem sementara banyaknya jumlah malai dipengaruhi oleh banyaknya jumlah karbohidrat yang disimpan oleh tanaman dari hasil fotosintesis. Menurut Lakitan (2004) fotosintesis yang dihasilkan pada bagian daun dan sel – sel fotosintetik lainnya harus diangkut ke organ lain atau jaringan lain agar dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan atau ditimbun sebagai bahan cadangan.

Cahaya merupakan perangsang luar yang paling utama bagi tumbuhan sehingga tidak mengherankan jika tumbuhan hijau sangat bergantung terhadap cahaya matahari untuk melakukan semua aktifitas fisilogisnya. Pada kondisi lapangan rotan yang tumbuh pada kondisi intensitas cahaya matahari yang cukup, tidak terlalu banyak naungan, memiliki diameter yang besar. Pertambahan ukuran diameter tumbuhan dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang diterimanya. Ketika suatu tanaman mendapatkan intensitas matahari yang cukup untuk melakukan aktifitas fisiologisnya maka tumbuhan akan cenderung melakukan pertumbuhan kesamping atau pertumbuhan diameter (Kurniaty et al 2010; Abasolo 2007).

Intensitas cahaya yang terlalu rendah akan menghasilkan produk fotosintesis yang tidak maksimal, sedangkan intensitas cahaya yang terlalu tinggi akan berpengaruh terhadap aktifitas sel – sel stomata daun dalam mengurangi transpirasi sehingga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman (Kurniaty 2010).

Perkembangan diameter batang tidak hanya bergantung pada rangsangan cahaya matahari tetapi juga ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Batang merupakan daerah akumulasi pertumbuhan tanaman khususnya pada tumbuhan muda sehingga dengan adanya unsur hara dapat mendorong pertumbuhan vegetatif diantaranya akan memacu laju fotosintesis. Fotosintat yang dihasilkan akan memberikan ukuran pertambahan diameter batang yang besar (Jumin 2002).

Pertumbuhan panjang batang rotan di awal pertumbuhan akan lambat karena dipengaruhi oleh persaingan perebutan unsur hara dengan tanaman yang ada disekitar sehingga tumbuhan rotan akan cenderung memperbesar ukuran diameter batang dibanding panjang batangnya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Abasolo (2007) yang menyatakan bahwa panjang batang diawal pertumbuhan dan perkembangannya akan berlangsung lambat karena rotan akan bersaing dengan pohon rindang dalam mendapatkan sinar matahari dan nutrisi. Selain itu perbedaan tempat tumbuh akan berpengaruh terhadap panjang batang dan diameter batang. Hal tersebut dapat disebabkan karena ada perbedaan usia batang dan variasi dari tempat tumbuh (Abasolo 2007).

(33)

19 dewasa ditandai dengan adanya malai bunga yang akan menjadi buah setelah terjadi penyerbukkan. Binh (2009) menyatakan bahwa pertumbuhan batang yang memiliki diameter kecil didukung oleh cadangan nutrisi di tempat lain yang ada pada rumpun.

Jumlah malai memiliki korelasi positif dengan panjang malai dan berat buah. Nilai korelasi pada taraf signifikansi 0.01 untuk dua parameter tersebut sama besar yaitu 0.765. Jumlah malai yang banyak dalam satu batang rotan akan meningkatkan berat buah. Parameter panjang malai memiliki korelasi yang sempurna dengan berat buah. Apabila panjang malai dalam satu batang rotan semakin tinggi maka berat buah yang akan dihasilkan juga akan lebih banyak. Malai yang panjang akan memiliki cabang – cabang yang lebih banyak sehingga calon bakal buah yang akan diserbuki juga banyak dan kemungkinan untuk keberhasilan penyerbukan juga tinggi.

Hubungan Parameter Morfometrik dengan Produksi Jernang

Hasil analisis korelasi antara parameter morfometrik rotan dengan produksi buah menunjukkan bahwa parameter panjang malai berkorelasi nyata dengan produksi buah dan produksi berat serbuk (Tabel 6). Jumlah malai terkait dengan jumlah buah yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah malai maka semakin banyak buah yang dihasilkan. Pembentukan buah rotan dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan (Hartati 2006). Faktor genetik yang memengaruhi di antaranya potensi tumbuhan membentuk bunga jantan dan bunga betina sedangkan faktor lingkungan diantaranya ketersediaan air, suhu udara, angin, cahaya dan kesuburan tanah. Cahaya matahari mempunyai pengaruh besar dalam berbagai proses fisiologis seperti fotosintesis untuk membentuk karbohidrat (Salisbury dan Ross 1992). Ketersediaan unsur hara dalam jumlah yang cukup akan diserap oleh akar tumbuhan untuk pembentukkan bagian tumbuhan seperti anakan dan malai (Hasihalan et al. 2001). Produktivitas buah akan sangat ditentukan selain oleh faktor ketersediaan hara juga faktor luas kanopi yang erat hubungannya dengan fisiologis kemampuan daun dalam menghasilkan energi untuk mendukung produktifitas buah (Nambiar dan Brown 1997).

Informasi mengenai penyerbukkan yang terjadi pada rotan masih sangat terbatas. Serangga – serangga yang sering datang pada bunga rotan antara lain semut, kumbang, thrips, kepik sejati, lebah, tawon dan lalat. Meskipun serangga tersebut hinggap di bunga namun proses penyerbukkannya tidak pernah teramati (Dransfield 1974). Keberhasilan proses reproduksi suatu tumbuhan bergantung pada kemampuannya melampaui tiap-tiap tahapan perkembangannya sampai terjadinya kematangan buah dan biji. Apabila terjadi kegagalan pada salah satu proses perkembangannya dapat berakibat pada menurunnya produksi buah dan biji yang dihasilkan (Owens et al. 1991)

Tabel 6 Hubungan parameter morfometrik dengan produksi jernang

Variable yang berkorelasi Nilai probabilitas (asymptotic significance)

Panjang malai ~ produksi buah 0.001

(34)

20

Kualitas buah yang dihasilkan dalam satu batang rotan juga akan menentukan banyaknya serbuk yang diperoleh. Serbuk akan diperoleh dalam jumlah yang banyak apabila buah tersebut tidak terlalu masak. Buah yang menghasilkan banyak serbuk adalah buah yang sudah tua namun tidak terlalu masak. Bila buah yang dipetik sudah masak maka serbuk resin yang terkandung dalam buah rotan telah berkurang karena resin dapat mencair dengan sendirinya dan membusuk (Matangaran dan Puspitasari 2012).

Model Pendugaan Produksi Model produksi buah

Hasil analisis regresi dengan metode stepwise (Tabel 7), menunjukkan bahwa peubah morfometrik yang paling berpengaruh terhadap produksi buah yaitu panjang malai. Persamaan regresi yang dihasilkan adalah Y = -61.318 + 5.743x4 (x4 adalah panjang malai; R2 = 0.984) Gambar 7.

Data yang digunakan dalam menduga produksi buah hanya berjumlah 10 sampel saja yang memenuhi uji asumsi regresi klasik. Sebanyak 33 data yang lainnya tidak dapat digunakan karena termasuk pencilan dan bila tetap diikutkan dalam analisis maka hasil yang diperoleh tidak akan valid dan akan melenceng jauh dari data yang sebenarnya. Berdasarkan uji t pada persamaan regresi tersebut menghasilkan nilai t hitung sebesar 22.131 dan signifikansi sebesar 0.001 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan linier yang positif antara parameter panjang malai (x4) dengan produksi berat buah (Y1). Hasil uji F pada persamaan

regresi menghasilkan nilai F hitung sebesar 489.772 dan nilai signifikansi sebesar 0.001 yang menunjukkan bahwa produksi berat buah (Y1) memiliki hubungan

linier minimal dengan satu variabel morfometrik. Nilai koefisien determinasi sebesar R2 = 0.984 yang berarti bahwa sebesar 98.4% data produksi buah masuk dalam model penelitian ini.

Terbentuknya buah berawal dari adanya bunga. Jumlah bunga yang banyak dapat menghasilkan jumlah buah yang terbentuk juga lebih banyak namun juga meningkatkan resiko gugurnya bunga dan buah lebih banyak (Yasmin et al. 2014). Gugurnya bunga karena defisiensi nutrisi organik yang diakibatkan oleh persaingan dalam tumbuhan dengan bunga dan buah pada suatu malai (Gardner 2008).

Kerapatan tajuk atau kanopi pohon yang menjadi pohon rambatan bagi rotan juga mempunyai pengaruh dalam produksi buah. Produksi buah yang banyak berkorelasi tinggi dengan ukuran tajuk pohon dan kerapatan tajuk (Foster 2008). Apabila pohon yang menjadi rambatan rotan memiliki tajuk yang rapat maka rotan tersebut akan sedikit menghasilkan buah bila dibandingkan dengan pohon yang memiliki tajuk tidak terlalu rapat. Pohon dengan tajuk yang tidak

Tabel 7 Hasil analisis regresi linier berganda pada model produksi buah Peubah (x) B Beta T sig Collinearity statistik

tolerance VIF

(Contant) -61.318 -9.409 0.001

(35)

21 terlalu rapat memberi celah bagi rotan menerima sinar matahari lebih banyak untuk proses fotosintesis. Bentuk dan keterbukaan tajuk yang baik akan meningkatkan proses fotosintesis yang berarti pula meningkatkan ketersediaan karbohidrat yang selanjutnya akan meningkatkan produksi buah dan benih (Danu et al. 2013).

Gambar 7 Grafik model produksi buah Hasil pengujian terhadap model disajikan sebagai berikut:

1. Uji multikolinearitas. Uji ini didasarkan pada nilai VIF yang terdapat pada model yang telah diregresikan. Nilai VIF yang lebih kecil dari sepuluh (VIF < 10) menunjukkan tidak terjadi masalah multikolinearitas. Hasil perhitungan Tabel 6 menunjukkan tidak terdapat multikolinearitas karena semua variable VIF kurang dari sepuluh (VIF <10).

2. Uji heterokedastisitas. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilkakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah di-studentized (Ghozali 2006). Hasil menunjukkan bahwa grafik scatterplot tidak membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), tidak ada pola yang jelas dan titik-titik menyebar maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas (Lampiran 1).

3. Uji autokorelasi. Uji ini didasarkan pada uji Durbin-Watson (DW). Nilai DW antara 1.55 dan 2.46 menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus, 2004). Hasil pengolahan data mendapatkan nilai DW sebesar 1.902. dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi dalam model regresi. Nilai DW dalam model ditunjukkan dalam Lampiran 1

(36)

22

Model produksi serbuk

Berdasarkan hasil uji korelasi spearman diatas diketahui bahwa parameter panjang malai (x4) yang berkorelasi dengan produksi serbuk. Hasil analisis regresi

linier berganda dengan menggunakan metode stepwise (Tabel 8) menghasilkan persamaan regresi Y = -0.251 + 0.087x4

Berdasarkan uji t pada persamaan model pertama menghasilkan nilai t hitung sebesar 11.100 dan nilai signifikansi sebesar 0.001 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan linier yang positif antara parameter panjang malai (x4)

dengan produksi serbuk (Y2). Hasil uji F pada persamaan model menghasilkan

nilai F hitung sebesar 123.201. Persamaan model yang dihasilkan memiliki nilai R2 (0.873) yang berarti 87.3% data produksi serbuk masuk dalam model penelitian ini.

Gambar 8 Grafik model produksi serbuk Hasil pengujian terhadap model disajikan sebagai berikut:

1. Uji multikolinearitas. Uji ini didasarkan pada nilai VIF yang terdapat pada model yang telah diregresikan. Nilai VIF yang lebih kecil dari sepuluh (VIF < 10) menunjukkan tidak terjadi masalah multikolinearitas. Hasil perhitungan Tabel 6 menunjukkan tidak terdapat multikolinearitas karena semua variable VIF kurang dari sepuluh (VIF <10).

2. Uji heterokedastisitas. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilkakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah di-studentized (Ghozali Tabel 8 Hasil analisis regresi linier berganda pada model produksi serbuk

Peubah (x) B Beta T Sig Collinearity statistik tolerance VIF

(Contant) -0.251 -1.038 0.313

(37)

23 2006). Hasil menunjukkan bahwa grafik scatterplot tidak membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), tidak ada pola yang jelas dan titik-titik menyebar maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas (Lampiran 2).

3. Uji autokorelasi. Uji ini didasarkan pada uji Durbin-Watson (DW). Nilai DW antara 1.55 dan 2.46 menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus, 2004). Hasil pengolahan data mendapatkan nilai DW sebesar 1.693. dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi dalam model regresi. Nilai DW dalam model ditunjukkan dalam Lampiran 2

4. Uji normalitas. Uji normalitas berdasarkan pada uji Kolmogorov-Smirnov dengan taraf nyata alpha sebesar 5 persen. Pada Lampiran 2 dapat dilihat nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari alpha 0.05, maka asumsi residual menyebar normal terpenuhi

Jernang termasuk kelompok resin keras yaitu padatan yang mengkilat, bening atau kusam, rapuh, meleleh bila dipanaskan dan mudah terbakar dengan mengeluarkan asap dan bau yang khas (Sumadiwangsa 2000). Untuk mendapatkan resin jernang dilakukan ekstraksi buah rotan jernang. Menurut Januminro (2000), teknik ekstraksi buah rotan jernang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu ekstraksi atau pengolahan basah dan kering. Ekstraksi basah menggunakan media air sedangkan ekstraksi kering tanpa menggunakan air. Ekstraksi ini biasanya dilakukan oleh masyarakat di dalam dan sekitar hutan seperti suku Anak Dalam, Melayu Jambi, Talang Mamak, dan Melayu Tua (Sulasmi et al. 2012)

Implikasi Model terhadap Pemanenan Buah Rotan

Pemanenan buah rotan penghasil jernang yang dilakukan oleh masyarakat masih menggunakan cara yang sederhana. Pemanenan buah dilakukan dengan menggunakan batang kayu yang panjang atau disebut juga dengan galah. Aturan main dalam sistem pemanenan buah di Bengkulu juga sama dengan sistem pemanenan buah di Jambi yaitu siapa yang mendapatkannya terlebih dahulu maka ia yang berhak untuk memanen buah tersebut kecuali bila rotan tersebut tumbuh di kebun warga yang sengaja untuk dibudidayakan.

Penduduk Kaur terbentuk dari orang-orang yang berasal dari dataran tinggi Perbukitan Barisan, yaitu orang Rejang dan orang Pasemah (Palembang), orang Lampung, dan orang Minangkabau. Minangkabau yang masuk melalui Indrapura masuk sampai ke daerah Kaur (Bengkulu). Di sini mereka bercampur dengan kelompok lain yang berasal dari Palembang, sehingga membentuk suatu identitas baru, yaitu orang Kaur.

(38)

24

Implikasi model terhadap pemanenan buah rotan bahwa untuk tetap mempertahankan jumlah produksi yang diperoleh secara konstan maka perlu dilakukan pengaturan dalam melakukan pemanenan. Pengaturan pemanenan tersebut dengan memperhatikan panjang malai. Apabila pemanenan buah rotan dilakukan tanpa memperhatikan panjang malai maka kesinambungan pemanenan akan terganggu. Panjang malai yang dapat dipanen adalah malai terbawah yang tingginya sejajar dengan pandangan mata. Oleh karena itu sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan maka jumlah malai dan panjang malai dalam satu batang rotan perlu diperhatikan. Batang yang memiliki jumlah malai yang banyak dan malai buah yang panjang maka buah yang dihasilkan akan lebih banyak bila dibandingkan dengan rotan yang memiliki jumlah malai sedikit dan panjang malai buah yang pendek. Banyaknya buah yang terdapat dalam malai buah juga akan mempengaruhi banyaknya serbuk yang dihasilkan. Menurut penuturan warga yang menjadi pengumpul buah rotan di Desa Gedung Sako untuk mendapatkan 1 kilogram serbuk dibutuhkan 70 – 90 kilogram buah. Oleh karena itu disarankan bagi para pemanen untuk memilih batang rotan yang memiliki ukuran malai yang panjang dengan panjang malai minimumnya adalah 12 cm sementara ukuran panjang malai maksimum tidak ditentukan karena semakin panjang ukuran malai buah maka buah yang diperoleh pun akan semakin banyak.

Selain melihat panjang pendeknya ukuran malai buah hal lain yang harus diperhatikan adalah tingkat kemasakan buah dan ukuran buah. Buah – buah yang sudah besar dan layak untuk dipanen saja yang akan diambil sedangkan buah – buah yang masih kecil dan belum layak untuk dipanen tidak boleh diambil karena hal ini dapat mengancam keberlanjutan pemanenan dan hasil serbuk yang dihasilkan tidak akan maksimal. Untuk menjaga keberlanjutan pemanenan jernang di alam, diperlukan kerjasama dengan masyarakat yakni hanya dengan memanen buah yang tidak terlalu masak yang ditandai dengan kulit buah yang berwarna hitam kecoklatan.

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Parameter morfometrik yang berhubungan erat dengan produksi jernang adalah panjang malai.

2. Model matematika untuk menduga produksi berat buah yaitu = -61.318 + 5.743x4 (x4: panjang malai) dan model untuk

menduga produksi berat serbuk yaitu = -0.251 + 0.087x4

(x4: panjang malai).

Saran

(39)

25 Minimal panjang malai yang dapat dipanen adalah 12 cm dengan tingkat kemasakan buah yang tidak terlalu masak dengan warna kulit buah hitam kecoklatan.

Perlu dilakukan penelitian yang lebih rinci mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi banyaknya produksi buah dan produksi serbuk murni yang dihasilkan dari tiap batang rotan yang tumbuh secara alami di hutan dan perlu ada pembanding dengan rotan yang tumbuh secara budidaya. Selain itu pelaku pembudidaya rotan jernang juga perlu dibekali ilmu mengenai teknik pembudidayaan rotan jernang maupun bioekologi rotan jernang sehingga dapat menunjang keberhasilan pembudidayaan rotan jernang.

DAFTAR PUSTAKA

Abasolo WP. 2007. Site-growth characteristics of plantation-grown canes of rattan Palason (Calamus merillii Becc.). The Philippine Agricultural Science. 90(2):161-167.

Ahmad AS. 2008. Keberhasilan reproduksi dan system perkawinan jarak pagar (Jatropus curcas Linn): aksesi Lampung, Banten, Jabar, dan Jateng [skripsi]. Bogor (ID): Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor.

[BALITBANG] Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2004. Laporan tahunan hasil penelitian tahun 2003 (Buku 2). Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.

Binh BM. 2009. Rattans of Vietnam: Ecology, demography and harvesting. Vietnam: Ponsen & Looijen of GVO printers.

Bogh A. 1996. Abundance and growth of rattans in Khao Chong National Park, Thailand. Forest Ecology and Management. 84:71-80.

[BPKH] Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar. 2014. Inventarisasi Hutan. http://bpkh8.dephut.go.id/index.php?option=com_ content&view=article&id=79&Itemid=69&showall=1 [diakses 6 November 2014]

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Kecamatan Kaur Selatan Dalam Angka. BPS Kabupaten Kaur. http://kaurkab.bps.go.id/?hal=publikasi_detil&id=10 diakses 26 Maret 2015 pukul 17:45.

Chapman CA, Chapman LJ, Wangham R, Hunt K, Gebo D, Gardner L. 1992. Estimators of fruit abundance of tropical trees. Biotropica. 24(4): 527 – 531. Danu, Bustomi S, Putri KP. 2013. Model produksi benih malapari (Pongamia pinnata Merill) di Batukaras, Ciamis, Jawa Barat. Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan. 1(2): 61-69.

Dransfield J. 1974. A Short Guide To Rattans. Bogor. BIOTROP-SEAMEO Regional Center for Tropical Biology.

Dransfield J. 1984. The Rattan Of Sabah. Sabah Forest Record No. 13. Forest Departmen, Sabah.

(40)

26

Evans LT. 1975. Crop physiology. [Sydney] Malbourn: Cambrige University Pr. Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): Bumi

Aksara.

Foster MS. 2008. Freeze-frame fruit selection by bird. Journal Ornithol. 120: 901-905.

Gardner F, Brent P, Mitchell R. 1991. Fisilogi tanaman budidaya. Jakarta: Universitas Indonesia Pr.

Ghozali I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi Kedua. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hartati S. 2006. Persentase bunga betina sebagai salah satu faktor penentu produksi benih jarak pagar (Jatropha curcas L). Jurnal Infotek Jarak Pagar (Jatropha curcas L). 1(5):17

Hasihalan B, Widyawati N, Afandi EH. 2001. Pengaruh berbagai macam dosis pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman gandum (Triticum aestivum L) [seminar nasional]. Padang: UMP – Balai Penelitian Tanaman Pangan.

Haygreen JG, Bowyer J. 1996. Forest Product and Wood Science, an Introduction (terjemahan). Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid 1. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.

Iriawan N, Astuti S6P. 2006. Mengolah Data Statistik Dengan Menggunakan Minitab 14. Yogyakarta (ID): C.V Andi offset.

Januminro. 2000. Rotan Indonesia : Potensi, Budidaya, Pemanenan, Pengelolaan, Standar Mutu, dan Prospek Pengusahaan. Yogyakarta (ID) : Kanisius Jumin HB. 2002. Ekologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisilogi. Jakarta (ID):

Rajawali.

Kalima T. 1991. Beberapa Jenis Daemonorops Penghasil Jernang dan Permasalahannya. Sylva Tropika Warta Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 6(1): 15-18.

[Kemenhut RI] Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2009. Nomor P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Nasional. Jakarta (ID): Kemhut RI.

[Kemenhut RI] Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2013. Budidaya Tanaman Rotan Jernang (Daemonorops sp.). Jakarta (ID): Pusat Penyuluhan Kehutanan.

Lakitan B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.

Matangaran JR, Puspitasari L. 2012. Potensi dan Pemanenan Buah Rotan Jernang. Jurnal Silvikultur Tropika 3(1):65-70.

Nambiar EKS, Brown AG. 1997. Management of soil, nutrient and water in tropical plantation forest. Canbera (Australia): ACIAR and CIFOR Published.

Nurmala T. 1980. Budidaya Tanaman Gandum. Jakarta: PT. Karya Nusantara. Owen JN, Sornsathaporhkul P, Tangmitchareon S. 1991. Studying flowering and

(41)

27 Purwanto Y, Walujo EB, Wahyudi A. 2011. Keanekaragaman jenis hasil hutan bukan kayu (kawasan lindung PT Wirakarya Sakti Jambi). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor (ID) : LIPI Press.

Rachman O, Jasni. 2006. Rotan: Sumberdaya, Sifat dan Pengelolaannya. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Ramanathan R. 1997. Introductory Econometrics with Applications. Philadelphia:

The DrydenPress.

Rosniawati S, Dewi IR, Suherman C. 2005. Pemanfaatan limbah kulit kakao sebagai kompos pada pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L) kultivar upper Amazone Hybrid [laporan penelitian]. Bandung: lembaga penelitian, Universitas Padjajaran.

Rustiami H, Setyowati FM, Kartawinata K. 2004. Taxonomy and uses of Daemonorops draco (Willd.) Blume. Journal of Tropical Ethnobiology 1(2):65-75.

Rustiami H. 2011. Revision of Calamus and Daemonorops (Arecaceae) in Sulawesi [disertasi]. Bogor (ID): Program Pascasarja, Institut Pertanian Bogor.

Salisbury FB dan Ross CW. 1992. Plant Physiology 4th. Wadsworth pub. Co 316p.

Sastrawinata HA. 1984. Pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap pertumbuhan bibit Shore Leavis RIDL di komplek wanariset, Kalimantan Timur [laporan penelitian]. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan No. 401:27-54.

Selvia N, Mansyoer A, Sjofjan J. 2014. Pertumbuhan dan produksi tanaman sorgum (Sorghum bicolor L.) dengan pemberian beberapa kombinasi kompos dan pupuk P. Jom Faperta. 1(2):1-12

Sumadiwangsa S. 2000. Usulan Kerja Penelitian (UKP). Bogor. Tidak diterbitkan. Sumarna Y. 2009. Ekologi dan teknik perkecambahan dan pembibitan rotan

jernang pulut (Daemonorops draco Blume). Info hutan 4(1):31-39.

Thin NN. 1992. Overview of rattan species in Vietnam. Science and technology deparment, ministry of forestry. Forestry journal. 12: 17-22.

Tjasyono B. 2004. Klimatologi edisi ke-2. Bandung (ID): ITB Pr.

Van Valkenburg JLCH. 1997. Non-timber forest products of East-Kalimantan: potensials for sustainable forest use. The tropenbos foundation, wegeningen the Netherlands. Tropenbos series. 16:17-150.

Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika: Edisi ke 3. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Wilson H. 1995. Grain crops. New York (USA): Mc.Graw Hill Book Company Witono JR. 2005. Keanekaragaman Palem (Palmae) di Gunung Lumut,

Kalimantan Tengah. Biodiversitas. 6(1):22-30.

(42)

28

Lampiran 1 Hasil analisis regresi berat buah dengan parameter morfometrik rotan

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .992a .984 .982 8.676 1.902

a. Predictor: (constant), panjang malai (cm) b. Dependen Variable: berat buah (g)

ANOVAb

Model Sum of

Squares

df Mean Square F Sig.

Regression Residual Total

36870.256 602.244 37472.500

1 8 9

36870.256 75.280

489.772 .000a

(43)

29

Lampiran 1 Hasil analisis regresi berat serbuk murni dengan parameter morfometrik rotan (lanjutan)

Coefficientsa

Model

Unstandardized coefficients

Standardized

coefficients t Sig. Collinearity statistics

B std. error Beta Tolerance VIF

(Constant) -61.318 6.517 -9.409 0.000

rata-rata panjang malai 5.743 0.259 0.992 22.131 0.000 1.000 1.000

a. Dependent Variable: berat buah (g)

Excluded Variableb

Model Beta in t Sig. Partial

correlation

collinearity statistics

Tolerance VIF Minimum Tolerance

Diameter batang (cm) .093a 2.556 0.038 0.695 0.895 1.118 0.895

Panjang batang (m) .017a 0.36 0.729 0.135 1.000 1.065 1.000

Jumlah malai -.124a -2.126 0.071 0.626 0.408 2.449 0.408

Gambar

Gambar 1  Skema Kerangka Pemikiran
gambaran lokasi penelitian dan penyebaran spesies. Untuk mengetahui bentuk
Tabel 2  Jumlah Curah Hujan (mm) Menurut Bulan di Kecamatan Kaur
Gambar 4  Sebaran diameter batang rotan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Karena bernilai positif, maka berarti kelompok pertama (Eksperimen) memiliki Mean lebih tinggi dari pada kelompok kedua (kontrol). Dari hasil penelitian ini telah ditemukan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin melakukan sebuah penelitian dengan judul Pengaruh Program Islamic Social Reporting (ISR) Terhadap Citra Perushaan

Gejala penyakit yang banyak terdapat pada akar seledri ialah puru akar yang jumlahnya banyak dan jika dibedah akan terlihat nematoda Meloidogyne betina dengan jumlah

Penelitian ini berjudul Kewenangan Kepolisian Dalam Menangani Tindak Pidana Pertambangan (Ilegal Mining) Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 (Studi di Kepolisian

MEMENUHI Seperti yang telah dijelaskan pada verifier 2.1.1.a Seluruh kayu bulat dari pemasok yang diterima oleh UD SUMBER JATI, dilengkapi dengan dokumen angkutan hasil

adalah terkait bagaimana pelaksanaan transaksi saham tanpa warkat ( scriptless trading ) di Bursa Efek Indonesia, bagaimana keabsahan transaksi saham tanpa warkat ( scriptless trading

Menanggapi pandangan-pandangan tersebut, penulis dalam hal ini memiliki asumsi yang sama dengan Meyers, bahwa terdapat sistem patriark tersebut dalam Israel, namun sistem tersebut

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat bimbingan dan penyertaanNya saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul “Formulasi Sediaan Tabir