F2 SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DI KEBUN
PERCOBAAN LEUWIKOPO DARMAGA
ERY LEONARDO SARAGIH
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Ragam Genetik dan Seleksi Populasi F2 Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Kebun Percobaan Leuwikopo Darmaga adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
ERY LEONARDO SARAGIH. Pendugaan Ragam Genetik dan Seleksi Populasi F2 Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Kebun Percobaan Leuwikopo Darmaga. Dibimbing oleh TRIKOESOEMANINGTYAS dan DESTA WIRNAS.
Pendugaan ragam genetik dan seleksi merupakan kegiatan penting dalam keberhasilan kegiatan pemuliaan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pendugaan aksi gen, pendugaan keragaman genetik dan melakukan seleksi pada populasi F2 sorgum berdasarkan karakter hasil. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB pada bulan Februari 2015 hingga Juli 2015. Populasi F2 terdiri dari PI 10-90-A x Numbu, PI 150-20-A x Numbu, dan PI 150-20-A x Kawali. Seleksi dilakukan dengan intensitas 10%. Semua karakter kualitatif yan diamati dikendalikan oleh dua pasang atau lebih pasangan gen, kecuali eksersi malai pada populasi PI 150-20-A x Kawali yang dikendalikan satu pasang gen. Tipe aksi gen yaitu aditif, dominan penuh, resesif epistasis, semiepistasis, dan epistasis kompleks. Karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen dan sedikit gen dengan tipe aksi gen yaitu hanya aditif, epistasis aditif, epistasis duplikat, dan epistasis komplementer. Melalui pendugaan ragam diperoleh karakter-karakter yang memiliki heritabilitas tinggi. Seleksi yang dilakukan berhasil memilih 15 tanaman terbaik dari setiap populasi.
Kata kunci: aksi gen, heritabilitas, korelasi, nisbah Mendel, seleksi
ABSTRACT
ERY LEONARDO SARAGIH. Estimation of Genetics Variance and Selection Population Second Filial Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) in Leuwikopo Experimental Field, Darmaga. Supervised by TRIKOESOEMANINGTYAS and DESTA WIRNAS.
Estimation of genetics variance and selection is one of the most important factors in determining the success of plant breeding programs. This research was aimed to estimated gene action, genetics variance, and to selected sorghum F2 population with good potential yield. This research was conducted at Leuwikopo Experimental Field start from February to July 2015. This research used three population from the cross of PI 10-90 x Numbu, PI 150-20-A x Numbu, and PI 150-20-A x Kawali. Selection was fixed at 10% selection intensity. All qualitative traits observed were controlled by two or more than genes, except panicle excersion on population PI 150-20-A x Kawali. Type of gene action that is additive, full dominant, recessive epistasis, semiepistasis and complex epistasis. Quantitative traits is affected by many genes and gene slightly, type of gene action is simply additive, additive epistasis, epistasis duplicate and complementary epistasis. From estimated variance genetics was received characteristic have high heritability and broad variance. Selection has selected 15 best genotypes of each population.
PENDUGAAN RAGAM GENETIK DAN SELEKSI POPULASI
F2 SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DI KEBUN
PERCOBAAN LEUWIKOPO DARMAGA
ERY LEONARDO SARAGIH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
(Sorghum bicolor (L.) Moench) di Kebun Percobaan Leuwikopo Darmaga
Nama : Ery Leonardo Saragih NIM : A24134006
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen
Tanggal lulus:
Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc Pembimbing I
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai Juli 2015 ialah pemuliaan tanaman, dengan judul Pendugaan Ragam Genetik dan Seleksi Populasi F2 Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Kebun Percobaan Leuwikopo Darmaga.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc dan Ibu Dr Desta Wirnas, SP, MSi sebagai dosen pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua dan adik-adik atas doa dan dukungannya.
Bogor, Oktober 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 1
Hipotesis ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 2
Morfologi Sorgum ... 2
Syarat Tumbuh Sorgum ... 3
Perkembangan Pemuliaan Sorgum di Indonesia ... 3
Keragaman Genetik dan Seleksi ... 4
BAHAN DAN METODE ... 4
Waktu dan Tempat ... 4
Bahan dan Alat ... 4
Pelaksanaan Penelitian ... 5
Pengamatan ... 5
Analisis Data ... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8
Kondisi Umum ... 8
Nilai Karakter Agronomi ... 9
Pendugaan Ukuran dan Tipe Aksi Gen Karakter Kualitatif dan Kuantitatif . 10 Heritabilitas Karakter ... 13
Analisis Korelasi Antar Karakter ... 15
Seleksi ... 17
KESIMPULAN ... 19
DAFTAR PUSTAKA ... 19
DAFTAR TABEL
1 Nisbah fenotipe karakter yang dikendalikan oleh gen mayor pada populasi
bersegregasi F2 6
2 Nilai tengah dan simpangan baku karakter kuantitatif pada tetua dan F2 10 3 Analisis uji-khi kuadrat pada populasi F2 sorgum hasil persilangan 11 4 Nilai skewness, kurtosis, jumlah gen, dan tipe aksi gen pada populasi F2 12 5 Nilai duga komponen ragam, koefisien keragaman genetik dan heritabilitas
arti luas pada karakter kuantitatif populasi F2 14
6 Koefisien korelasi antar karakter pada F2 PI 10-90-A x Numbu 16 7 Koefisien korelasi antar karakter pada F2 PI 150-20-A x Numbu 16 8 Koefisien korelasi antar karakter pada F2 PI 150-20-A x Kawali 17 9 Diferensial seleksi karakter agronomi hasil seleksi pada PI 10-90-A x
Numbu berdasarkan bobot biji malai-1 17
10 Diferensial seleksi karakter agronomi hasil seleksi pada PI 150-20-A x
Numbu berdasarkan bobot biji malai-1 18
11 Diferensial seleksi karakter agronomi hasil seleksi pada PI 150-20-A x
Kawali berdasarkan bobot biji malai-1 18
DAFTAR GAMBAR
1 Kondisi umum tanaman sorgum pada umur 6 minggu (a), 8 minggu (b),
10 minggu (c), dan 12 minggu (d) 9
DAFTAR LAMPIRAN
1 Algoritma eksplorasi kecenderungan persebaran sifat-sifat kuantitatif kaitannya dengan aksi gen dominansi serta epistasis komplementer dan
duplikat 23
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sorgum merupakan tanaman pangan yang telah lama dikenal oleh petani di Indonesia, tetapi pengembangannya tidak terlalu intensif. Masalah utama pengembangan sorgum di Indonesia adalah nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum yang rendah, penanganan pasca panen yang masih sulit dan usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif. Perlu dilakukan pengelolaan sistem produksi sorgum secara menyeluruh untuk mengatasi masalah tersebut yang mencakup wilayah tanam, nilai ekonomi keunggulan sorgum terhadap komoditas lain, nilai sosial pemanfaatan sorgum sebagai bagian usahatani oleh produsen maupun petani, dan nilai industri sorgum untuk dapat bermanfaat sebagai bahan pangan, baku industri makanan dan pakan. Oleh karena itu sangat diperlukan penelitian dan pengembangan untuk dapat menghasilkan varietas-varietas sorgum dengan potensi hasil dan kualitas biji yang lebih baik.
Sorgum berpotensi untuk dikembangkan sebagai tanaman pangan, pakan, dan bahan baku industri, bahkan sorgum dapat menjadi salah satu alternatif pilihan sumber pangan dan pakan yang telah diprogramkan selama ini. Suarni (2012) menyebutkan bahwa protein sorgum lebih tinggi dari jagung, beras, dan jawawut, tetapi masih di bawah gandum. Kadar lemak sorgum lebih tinggi dibanding beras, gandum, dan jawawut, tetapi lebih rendah dari jagung. Menurut Firmansyah (2013) sorgum merupakan bahan pangan alternatif dengan kandungan karbohidrat 83.0%, lemak 3.5% dan protein antara 8.0–12.0%, sehingga kandungan protein sorgum tidak kalah dengan kandungan protein beras atau bahan pangan lainnya.
Pendugaan parameter genetik merupakan salah satu proses penting dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Parameter genetik yang digunakan untuk memperoleh informasi genetik tanaman adalah heritabilitas dan keragaman genetik. Poehlman (1979) bahkan menyatakan bahwa pemulia tidak akan dapat melakukan perbaikan karakter jika tidak tersedia keragaman genetik. Keragaman genetik dapat diperoleh melalui berbagai macam antara lain introduksi, mutasi, persilangan, dan ploidisasi.
Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB telah berupaya melakukan perluasan keragaman sorgum melalui persilangan dan introduksi, sehingga menghasilkan populasi F2 sorgum. Melalui kegiatan seleksi diharapkan dapat diperoleh genotipe F2 sorgum yang terbaik berdasarkan karakter hasil dan agronomi.
Tujuan
1. Melakukan pendugaan jumlah dan aksi gen pada karakter kualitatif dan kuantitatif.
2. Melakukan pendugaan keragaman genetik populasi F2.
Hipotesis
1. Terdapat karakter yang dipengaruhi oleh sedikit gen dan aksi gen aditif 2. Terdapat keragaman genetik yang tinggi pada populasi F2 tanaman sorgum. 3. Terdapat populasi F2 yang lebih baik dari tetua berdasarkan karakter hasil
dan agronomi.
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Sorgum
Perakaran sorgum terdiri atas akar-akar seminal (primer) pada dasar buku pertama pangkal batang, akar sekunder dan akar tunjang yang terdiri atas akar koronal dan akar udara. Sebagai tanaman yang termasuk kelas monokotil sorgum mempunyai sistem perakaran serabut (Rismunandar 2006). Tanaman sorgum membentuk perakaran sekunder dua kali lebih banyak dari tanaman jagung (Rukmana dan Oesman 2001).
Doggett (1970) menyatakan tinggi tanaman sorgum dipengaruhi oleh faktor genetik yang terdiri dari jumlah buku, panjang ruas batang, panjang tangkai, dan panjang malai. Menurut Rismunandar (1989) batang tanaman sorgum tegak lurus, berbentuk silindris, beruas, dan berbuku. Setiap ruas mempunyai alur yang letaknya berselang-seling. Pada setiap buku akan keluar daun yang letaknya berhadapan sesuai alur. Ditambahkan oleh Rukmana dan Oesman (2001), pada batang sorgum terdapat sel-sel parenkim yang diselubungi oleh lapisan keras. Pada beberapa varietas batang sorgum bercabang dan mempunyai anakan.
Daun tanaman sorgum terdiri dari dua bagian utama yaitu helai daun dan pelepah daun. Panjang helai daun antara 30–135 cm dan lebar daun antara 13–15 cm. Ukuran daun meningkat sampai pada daun ke tiga atau ke empat dari atas dan kemudian menurun sampai daun bendera (Martin 1970). Pada daun sorgum terdapat lapisan sejenis lilin yang agak tebal dan berwarna putih yang berfungsi untuk menahan atau mengurangi penguapan melalui permukaan daun sehingga tanaman toleran terhadap kekeringan (Rismunandar 1989).
Komponen hasil biji sorgum dipengaruhi oleh karakter agronomi tanaman seperti daun dan tinggi tanaman. Korelasi positif yang nyata ditemukan pada komponen hasil utama dengan umur bunga, tinggi tanaman, dan karakter daun yang meliputi lebar, panjang, jumlah, dan indeks luas daun (Tesso et al. 2011).
Syarat Tumbuh Sorgum
Menurut Hartmann et al. (1981) tekstur tanah untuk pertumbuhan sorgum yang paling sesuai adalah tanah lempung berpasir karena tanah tersebut berpori, gembur dan berdrainase baik. Toleransi sorgum terhadap tanah alkali dan salin lebih baik dibandingkan dengan tanaman lainnya. Menurut Rismunandar (1989) tanaman sorgum dapat tumbuh pada lingkungan yang kekurangan air sampai lingkungan yang cukup air. Kebutuhan pH tanah optimum untuk tanaman sorgum antara pH 5.5–6.5.
Sorgum sesuai ditanam di daerah bersuhu lebih dari 20 oC dan udaranya kering. Oleh karena itu, daerah pertumbuhan sorgum adalah dataran rendah, dengan ketinggian antara 1–500 m dpl. Tanaman sorgum tidak sesuai dengan daerah yang selalu berkabut dan intensitas radiasi matahari yang rendah. Pada ketinggian lebih 500 m dpl, umur panen sorgum menjadi lebih panjang. Curah hujan untuk penanaman sorgum yaitu 50–100 mm bulan-1 pada 2.0–2.5 bulan sejak tanam, diikuti dengan periode kering. Walaupun demikian, tanaman sorgum dapat tumbuh dan menghasilkan dengan baik pada daerah yang curah hujannya tinggi selama fase pertumbuhan hingga panen (Tabri dan Zubachtirodin 2013).
Perkembangan Pemuliaan Sorgum di Indonesia
Penelitian sorgum pada tahun 1980–1990 berhasil melepas 4 varietas dengan nama Keris, UPCA-S1, Badik, dan Hegari. Variteas-varietas tersebut berumur genjah, tinggi batang sedang, potensi hasil 4 ton ha-1, warna biji putih, dan rasa nasik cukup enak (Sudaryono 1998). Pada 1990–an berhasil melepas dua varietas dengan nama Mandau dan Sangkur. Produktivitas 2 varietas tersebut mencapai 5 ton ha-1 dan berumur genjah 91 hari. Biji varietas sangkur mudah dirontokkan dan disosoh, dan daunnya tahan terhadap penyakit karat (Rahardjo dan Fathan 1991), pada tahun 2001 berhasil dilepas 2 galur dengan nama Numbu dan Kawali (Aqil et al. 2013). Sejak tahun 1872-2001 pemerintah telah melepas 11 varietas sorgum yaitu UPCA S-2, No. 6C, KD4, Keris, UPCA S-1, Hegari Genjah, Badik, Sangkur, Mandau, Numbu, dan Kawali (Balitsereal 2013).
Keragaman Genetik dan Seleksi
Keragaman adalah perbedaan keragaan fenotipe antar individu-individu dalam suatu populasi. Keragaman dalam populasi dapat disebabkan oleh ragam genetik dan ragam lingkungan. Pendugaan keragaman penting dilakukan untuk melihat potensi pengaruh ragam genetik dan ragam lingkungan terhadap keragaan fenotipik suatu karakter. Brewbaker (1964) menyatakan bahwa nilai komponen ragam lingkungan dapat ditaksir dengan menggunakan populasi yang tidak mempunyai ragam genetik atau populasi dengan ragam genetik rendah seperti galur murni. Hayward et al. (1993) menjelaskan bahwa ragam genetik terjadi akibat adanya segregasi dan interaksi antar gen.
Seleksi dilakukan setelah terbentuk keragaman genetik. Menurut Allard (1960) menyatakan kenaikan hasil dan perbaikan sifat tanaman diperlukan dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan seleksi, namun kegiatan seleksi memerlukan informasi tentang genetik dan pewarisannya sehingga seleksi dapat efektif dan efisien. Menurut Nath (1982) tanaman yang terseleksi sebaiknya mengandung berbagai karakter, seperti daya hasil tinggi, kualitas biji baik dan ketahanan terhadap hama dan penyakit.
Heritabilitas sebagai ukuran kemajuan genetik dalam suatu program seleksi. Pendugaan nilai heritabilitas untuk menentukan suatu ragam pada karakter tersebut disebabkan oleh faktor genetik atau oleh faktor lingkungan (Allard 1960). Pendugaan heritabilitas digunakan sebagai langkah awal pada kegiatan seleksi terhadap populasi yang bersegregasi. Heritabilitas yang tinggi pada suatu populasi menunjukkan kecilnya pengaruh keragaman lingkungan terhadap keragaman genetik, sehingga upaya dalam melakukan seleksi dapat dilakukan dengan lebih mudah dan efisien. Keragaman genetik dapat diartikan sebagai parameter yang harus diketahui sebelum menetapkan metode seleksi yang akan digunakan dan waktu pelaksanaan metode seleksi tersebut (Poespodarsono 1988).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai Juli 2015 di kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Darmaga, Jawa Barat. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 207 m dpl. Curah hujan bulanan mencapai 282.0 mm bulan-1 dan suhu harian 25.7 oC, dan kelembaban sebesar 85.3%.
Bahan dan Alat
P2O5) dengan dosis 100 kg ha-1, dan kapur pertanian dengan dosis 1 ton ha-1. Alat-alat yang digunakan adalah Alat-alat-Alat-alat pertanian sederhana, timbangan, meteran, jangka sorong, dan tali. Pengendalian hama dengan menggunakan insektisida.
Pelaksanaan Penelitian
Tahap awal dalam penelitian ini adalah pengolahan tanah. Pengolahan tanah bertujuan agar tanah dalam kondisi bersih dan gembur. Tanah diberi kapur pertanian dengan dosis 1 ton ha-1. Pemupukan diaplikasikan pada saat tanam menggunakan Urea, SP-36, dan KCL dengan dosis masing-masing pupuk 150 kg ha-1, 100 kg ha-1, dan 100 kg ha-1. Pupuk urea diberikan 2 kali yaitu 2/3 bagian diberikan pada saat tanam, sedangkan 1/3 bagian akan diberikan pada saat tanaman telah berumur 7 minggu setelah tanam (MST). Sorgum ditanam dengan jarak tanam 70 cm x 20 cm. Lubang tanam dibuat menggunakan tugal dengan jumlah benih 2 butir lubang-1. Pemeliharaan meliputi penjarangan, penyiangan, pembumbunan, pengendalian hama, dan penyakit tanaman. Penjarangan dilakukan pada umur 3 MST, penyiangan dan pembumbunan umur 3, 5, 7, 9, dan 11 MST. Penyiangan dilakukan secara manual dengan menggunakan cangkul dan kored. Pengendalian hama pada umur 3 dan 8 MST. Pelaksanaan panen dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemasakan masing-masing tanaman. Pemanenan dilakukan jika 80% biji telah masak. Biji yang sudah masak bila ditekan keras dan terdapat kandungan tepungnya.
Pengamatan
Pengamatan berpedoman pada International Union For The Protection of New Varieties of Plants (UPOV). Karakter kualitatif yang diamati adalah warna biji, bentuk malai, eksersi malai, dan warna tulang daun. Warna biji terdiri dari white, light yellow, yellow, light brown, reddish brown, dark brown, dan black. Bentuk malai terdiri dari reserved pyramid, broader upper part, broader middle part, broader lower part, dan pyramidal. Eksersi malai terdiri dari tidak keluar, agak keluar, keluar, keluar dengan baik, dan tangkai malai melengkung. Warna tulang daun terdiri dari white, yelowish white, light yellow, medium yellow, dark yellow, dan brownish.
Analisis Data
Karakter kualitatif
Peubah kualitatif diamati pada setiap karakter dan nisbah fenotipe yang muncul dibandingkan dengan nisbah Mendel. Untuk menguji kesesuaian nilai pengamatan dan harapan dilakukan uji khi-kuadrat (Crowder 1993). Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:
.
Keterangan: i = 1, 2, 3, ..., n,= nilai pengamatan populasi ke– ,
= nilai harapan populasi ke–
.
Pendugaan jumlah gen dan aksi gen yang mengendalikan karakter kualitatif berdasarkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Nisbah fenotipe karakter yang dikendalikan oleh gen mayor pada populasi bersegregasi F2
Jumlah gen dan tipe aksi gen Ratio
1. Dikendalikan satu pasang gen:
a. Dominan penuh 3 - - 1
b. Resesif 1 - - 3
c. Tidak ada dominan 1 2 - 1
2. Dikendalikan dua pasang gen:
a. Dominan penuh pada kedua lokus A dan B 9 3 3 1 b. Resesif epistasis, aa epistasis terhadap B dan b 9 3 - 4 c. Dominan epsitasis, A epistasis terhadap B dan b 12 - 3 1 d. Dominan dan resesif epistasis, A epistasis terhadap B
dan b, bb epistasis terhadap A dan a
13 - - 3
e. Resesif ganda (duplikat resesif epistasis), aa epistasis ke B dan b; bb epistasis ke A dan a
9 - - 7
f. Isoepistasis (duplikat dominan epistasis), A epistasis ke B dan b; B epistasis ke A dan a
15 - - 1
g. Semiepistasis (interaksi duplikat) 9 6 - 1
h. Interaksi kompleks 10 3 - 3
4. Dikendalikan tiga pasang gen (epitasis kompleks):
A 37 - - 27
B 45 - - 19
C 55 - - 9
D 27 9 9 19
Crowder (1993)
Pendugaan aksi gen dan ukuran gen
Nilai skewness dihitung menggunakan persamaan Joanes dan Gill (1998):
3 1 3/ 2 1 1 ( 1) 2 1 n i n i yi yn n n
S n yi y n
, uji statistik yang digunakan adalah sebagai
berikut: S
S
S Z
SE
dengan nilai kritik Z0.01/2 = 2.58 dan Z0.05/2 = 1.96, dimana
SES adalah galat baku skewness sesuai dengan persamaan (Brown 2012): 6 ( 1)
( 2)( 1)( 3) n n
SEs
n n n
Nilai kurtosis dihitung menggunakan persamaan Joanes dan Gill (1998):
4 1 2 1 1 1 1 3( 2)( 3) 1
n i n i yi y n n K n n n yi y n
, uji statistik yang digunakan
adalah sebagai berikut: K
K
K Z
SE
dengan nilai kritik Z0.01/2 = 2.58 dan Z0.05/2 =
1.96, dimana SEK adalah galat baku skewness sesuai dengan persamaan (Brown
2012):
2 1
2( )
( 3)( 5)
K K n SE SE n n
Interpretasi kemungkinan ukuran dan aksi gen berdasarkan Jayaramachandran (2010) terdapat pada Lampiran 1. Analisis skewness dan kurtosis menggunakan software statistik SPSS 16 .0.
Pendugaan heritabilitas arti luas dan koefisien keragaman genetik
Komponen pendugaan ragam terdiri dari ragam lingkungan, ragam fenotipe,
dan ragam genetik, ragam dapat dihitung dengan rumus = (∑ ) ∑
ragam
lingkungan diduga dari ragam kedua tetuanya dengan rumus sebagai berikut: ( ) = ( )/2, ragam fenotipe ( ) diduga dari ragam populasi F2, dan ragam genetik ( ) = ( ) – ( ). Ukuran contoh yaitu 150 tanaman generasi F2 dan 30 tanaman pada setiap tetua.
Kriteria heritabilitas arti luas terbagi menjadi tiga yaitu tinggi ( > 50), sedang (20 < < 50) dan rendah ( < 20) (Stanfield 1983). Pendugaan heritabilitas arti luas dihitung menurut metode Singh and Chaudry (1979) sebagai
berikut:
.
Koefisien Keragaman Genetik (KKG) dihitung menggunakan rumus Knight
(1979), sebagai berikut: √
̅ . Kriteria koefisien ragam genetik
Analis korelasi antar karakter
Analisis korelasi menggunakan rumus Walpole (1982) dan dapat dengan mengunakan software Minitab 16 dan SPSS 16.0.
1 1 1
2 2
2 2
1 1 1 1
n n n
i i i i
i i i
n n n n
i i i i
i i i i
n x y x y
r
n x x n y y
SeleksiSeleksi dilakukan dengan menyeleksi sebesar 10% dari populasi F2 sehingga akan terpilih 15 tanaman F2 terbaik dari setiap populasi berdasarkan karakter bobot biji malai-1, kemudian dilakukan penghitungan diferensial seleksi pada semua karakter agronomi lainnya. Diferensial seleksi merupakan selisih antara nilai tengah galur-galur terseleksi dengan nilai tengah populasi awal. Deferensial seleksi dapat dirumuskan secara kuantitatif sebagai berikut:
1
n n
S XF XF .
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Menurut data BMKG (2015) kondisi iklim bulanan di wilayah Darmaga pada bulan Februari – Juli 2015 adalah sebagai berikut: suhu rata-rata sebesar 25.7 oC, curah hujan bulan-1 282.0 mm, dan kelembaban sebesar 85.3%. Kondisi suhu pada penelitian sesuai dengan persyaratan tumbuh tetapi curah hujan dan kelembaban berbeda dari persyaratan tumbuh. Menurut Litbangtan (2011), kondisi optimum untuk pertumbuhan sorgum adalah sebagai berikut; suhu rata-rata 23–30 oC, kelembaban 20–40%, dan curah hujan bulan-1 375–424 mm.
a b
d
Keberadaan gulma secara umum tidak menggangu pertumbuhan tanaman. Pengendalian gulma dilakukan secara manual pada 3–9 MST.
Serangan hama yang ditemui selama penelitian adalah semut, ulat tanah (Agrotis ipsilon), ulat pucuk (Helionthis sp), belalang (Valanga nigricornis), walang sangit (Leptocorisa acuta), dan burung (Lonchurra spp). Pengendalian hama dilakukan dengan aplikasi insektisida kontak berbahan deltametrin dan sestemik berbahan karbofuran. Semut menyebabkan benih yang di dalam tanah rusak sehingga tidak dapat tumbuh. Ulat penggerek batang menyerang pada 3–4 MST yang menyebabkan tanaman patah di pangkal batang. Ulat pucuk menimbulkan kerusakan pada pucuk daun dan titik tumbuh sehingga malai tidak terbentuk. Serangan belalang menyebabkan daun berlubang-lubang. Walang sangit menyerang ketika memasuki fase pengisian biji dengan menghisap cairan biji sehingga biji rontok atau tidak terbentuk. Serangan burung terjadi pada fase generatif maksimum dengan mengambil biji dari malai, hama burung dikendalikan dengan menyungkup malai sorgum.
Nilai Karakter Agronomi
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai tengah generasi F2 pada tiga populasi yang di uji tidak menunjukkan nilai tengah yang lebih tinggi dari dua tetuanya, tetapi dapat ditemukan nilai tengah generasi F2 yang lebih tinggi dengan salah
Gambar 1 Kondisi umum tanaman sorgum pada umur 6 minggu (a), 8 minggu (b), 10 minggu (c), dan 12 minggu (d)
satu tetuanya. Nilai tengah generasi F2 yang demikian disebabkan munculnya segregasi pada generasi F2 sehingga nilai setiap karakter sangat beragam. Pada nilai simpangan baku generasi F2 diketahui selalu lebih tinggi dari dua tetuanya sehingga pemilihan karakter untuk seleksi dapat menggunakan simpangan baku. Nilai simpangan baku yang lebih tinggi dari tetuanya menunjukkan bahwa generasi F2 berpeluang untuk lebih baik dari kedua tetuanya. Menurut Jambormias (2014), tingginya simpangan baku mengindikasikan adanya keragaman genetik pada populasi generasi F2. Nilai simpangan baku secara umum mengindikasikan adanya peluang untuk memperbaiki keragaan hasil persilangan melalui seleksi.
Tabel 2 Nilai tengah dan simpangan baku karakter kuantitatif pada tetua dan F2
Karakter Nilai tengah dan simpangan baku a
P1 P2 F2
PI 10-90-A x Numbu
Tinggi tanaman (cm) 328.08 ± 12.22 240.28 ± 13.39 274.91 ± 46.11 Jumlah daun (helai) 12.27 ± 0.64 12.27 ± 0.78 10.67 ± 1.55 Diameter batang (cm) 1.82 ± 0.20 1.62 ± 0.22 1.69 ± 0.34 Panjang malai (cm) 22.56 ± 1.18 20.32 ± 2.11 22.24 ± 2.66 Diameter malai (cm) 4.17 ± 0.44 2.72 ± 0.46 3.81 ± 1.05 Bobot biji malai-1 (g) 55.50 ± 12.99 49.98 ± 22.86 35.64 ± 29.04 Bobot 100 butir (g) 2.21 ± 0.32 3.19 ± 0.50 2.35 ± 1.25
PI 150-20-A x Numbu
Tinggi tanaman (cm) 133.12 ± 10.32 240.29 ± 13.83 169.62 ± 22.24 Jumlah daun (helai) 11.03 ± 1.27 11.30 ± 0.79 10.55 ± 1.72 Diameter batang (cm) 1.85 ± 0.32 1.73 ± 0.31 1.80 ± 0.42 Panjang malai (cm) 22.80 ± 2.28 20.44 ± 1.31 22.45 ± 2.88 Diameter malai (cm) 4.37 ± 0.70 3.99 ± 0.56 3.95 ± 1.23 Bobot biji malai-1 (g) 48.60 ± 19.92 43.46 ± 23.67 43.40 ± 33.20 Bobot 100 butir (g) 2.90 ± 0.39 3.16 ± 0.43 3.01 ± 1.00
PI 150-20-A x Kawali
Tinggi tanaman (cm) 131.26 ± 8.88 171.71 ± 18.47 161.65 ± 34.26 Jumlah daun (helai) 9.67 ± 1.09 14.10 ± 1.03 10.76 ± 1.73 Diameter batang (cm) 1.78 ± 0.38 1.88 ± 0.39 1.59 ± 0.39 Panjang malai (cm) 22.45 ± 3.37 25.81 ± 1.67 23.66 ± 3.39 Diameter malai (cm) 4.40 ± 1.02 4.09 ± 0.66 4.15 ± 1.08 Bobot biji malai-1 (g) 53.25 ± 21.43 52.94 ± 23.12 47.16 ± 33.20 Bobot 100 butir (g) 2.58 ± 0.36 2.64 ± 0.39 2.73 ± 0.60
a
: angka di depan dan di belakang tanda ± adalah nilai tengah dan simpangan baku, P1: tetua betina, P2: tetua jantan, F2: generasi kedua
Pendugaan Ukuran dan Tipe Aksi Gen Karakter Kualitatif dan Kuantitatif
yang mengendalikan karakter kualitatif dilakukan menggunakan pendekatan analisis genetika Mendel, yaitu dengan membandingkan nisbah frekuensi fenotipik karakter F2 hasil pengamatan dengan nisbah fenotipik harapan atau nisbah hipotetik dengan uji khi-kuadrat.
Tabel 3 Analisis uji-khi kuadrat pada populasi F2 sorgum hasil persilangan
Karakter Nisbah segregasi
hitung
Jumlah gen dan tipe aksi gen
PI 10-90-A x Numbu
Warna biji 9:3:3:1 0.78tn dua pasang, dominan penuh Eksersi malai 9:6:1 1.50tn dua pasang, semiepistasis Bentuk malai 9:3:3:1 0.52tn dua pasang, dominan penuh Warna tulang daun 9:6:1 0.52tn dua pasang, semiepistasis
PI 150-20-A x Numbu
Warna biji 27:9:9:19 0.10tn tiga pasang, epistasis kompleks Eksersi malai 9:3:3:1 2.18tn dua pasang, dominan penuh Bentuk malai 9:3:4 1.15tn dua pasang, resesif epistasis Warna tulang daun 9:6:1 0.79tn dua pasang, semiepistasis
PI 150-20-A x Kawali
Warna biji 9:3:4 0.19tn dua pasang, resesif epistasis Eksersi malai 1:2:1 0.12tn satu pasang, aditif
Bentuk malai 9:3:4 0.91tn dua pasang, resesif epistasis Warna tulang daun 9:3:3:1 1.16tn dua pasang, dominan penuh
tn
: tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil uji nilai hitung tidak berbeda nyata pada taraf 5% sehingga nisbah fenotipe generasi F2 yang diperoleh mengikuti nisbah Mendel. Nisbah tersebut dapat digunakan untuk menduga ukuran dan aksi gen yang berpengaruh pada setiap karakter. Menurut Crowder (1993), dengan nisbah 9:3:3:1 maka fenotipe dikendalikan oleh dua pasang gen secara dominan penuh, nisbah 9:6:1 menunjukkan fenotipe dikendalikan oleh dua pasang gen dengan tipe aksi gen semiepistasis, nisbah 9:3:4 menunjukkan fenotipe dikendalikan oleh dua pasang gen dengan tipe aksi resesif epistasis, dan nisbah 1:2:1 menunjukkan fenotipe dikendalikan oleh satu pasang gen dengan aksi gen aditif, dan nisbah 27:9:9:19 menunjukkan fenotipe tersebut dikendalikan oleh tiga pasang gen dengan tipe aksi gen epistasis kompleks. Nisbah segregasi yang diperoleh berdasarkan frekuensi setiap karakter pada F2. Frekuensi setiap karakter ditunjukkan pada Lampiran 2. Menurut Kisman (2008), pewarisan karakter aksi gen epistasis tidak banyak bermanfat bagi program pemuliaan karena sulit bagi kemajuan genetik untuk perbaikan. Informasi mengenai gen pengendali pada karakter agronomi sangat berguna dalam upaya meningkatkan frekuensi gen-gen yang diinginkan dalam kegiatan seleksi.
Tabel 4 Nilai skewness, kurtosis, jumlah gen, dan tipe aksi gen pada populasi F2
Karakter S SES ZS K SEK ZK
Jumlah gen dan tipe aksi
gen
PI 10-90-A x Numbu
TT -0.47 0.20 -2.37* 0.82 0.39 2.08* Sedikit, ED JD 0.33 0.20 1.67tn -0.16 0.39 -0.40tn Banyak, Ad DB 0.83 0.20 4.20** 2.43 0.39 6.16** Sedikit, EK PM -0.01 0.20 -0.04tn 1.41 0.39 3.58** Sedikit, EA DM -0.02 0.20 -0.08tn -0.37 0.39 -0.95tn Banyak, Ad BBM 0.70 0.20 3.51** 0.65 0.39 1.65tn Sedikit, EK B100 -0.83 0.20 -4.19** -0.68 0.39 -1.73tn Banyak, Ad
PI 150-20-A x Numbu
TT 0.07 0.20 0.35tn -0.28 0.39 -0.72tn Banyak, Ad JD -0.79 0.20 -3.96tn 3.19 0.39 8.10** Sedikit, ED DB 0.47 0.20 2.37* -0.61 0.39 -1.54tn Banyak, EK PM -0.11 0.20 -0.57tn -0.61 0.39 -1.55tn Banyak, Ad DM -0.09 0.20 -0.44tn -0.16 0.39 -0.41tn Banyak, Ad BBM 0.40 0.20 2.02* 0.58 0.39 1.47tn Sedikit, EK B100 -1.44 0.20 -7.29** 2.38 0.39 6.05** Sedikit, ED
PI 150-20-A x Kawali
TT 0.13 0.20 0.68tn 0.09 0.39 0.22tn Sedikit, Ad JD 0.55 0.20 2.78** 0.25 0.39 0.63tn Sedikit, EK DB 1.37 0.20 6.89** 0.86 0.39 2.18* Sedikit, EK PM -0.22 0.20 -1.12tn -0.54 0.39 -1.36tn Banyak, Ad DM -0.07 0.20 -0.34tn -0.39 0.39 -0.99tn Banyak, Ad BBM 0.84 0.20 4.26** 0.74 0.39 1.89tn Sedikit, EK B100 -0.12 0.20 -0.63tn -0.48 0.39 -1.23tn Banyak, Ad
TT: tinggi tanaman (cm), JD: jumlah daun (helai), DB: diameter batang (cm), PM: panjang malai (cm), DM: diameter malai (cm), BBM: bobot biji malai-1 (g), B100: bobot 100 butir (g), S (skewness), SES:standard error skewness, ZS: statistik uji skewness, K: kurtosis, SEK: standard
error kurtosis, ZK: statistik uji kurtosis, **: statistik uji sangat nyata pada taraf nyata 0.01, *:
statistik uji nyata pada taraf nyata 0.05)\, tn: statistik uji tidak nyata, EK: epistasis komplementer, ED: epistasis duplikat, EA: epistatsis aditif, Ad: hanya aditif.
Analisis kurtosis pada populasi PI 150-20-A x Numbu yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa karakter jumlah daun, bobot biji malai-1, dan bobot 100 butir menyebar leptokurtik, sedangkan pada karakter tinggi tanaman, diameter batang, panjang malai, dan diameter malai menyebar platikurtik. Khusus untuk karakter dengan kurtosis tidak nyata misalnya tinggi tanaman, karena memiliki kurtosis negatif sehingga cenderung platikurtik. Analisis skewness memperlihatkan sebagian besar karakter menjulur ke kiri dan lainnya menjulur ke kanan. Karakter yang melibatkan gen aditif adalah tinggi tanaman, panjang malai, dan diameter malai sedangkan karakter yang melibatkan gen non aditif adalah jumlah daun, diameter batang, bobot biji malai-1, dan bobot 100 butir. Aksi gen non aditif yang berpengaruh adalah epistasis komplementer, epistasis duplikat, dan epistasis aditif.
Analisis kurtosis pada populasi PI 150-20-A x Kawali yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan bobot biji malai-1 menyebar leptokurtik, sedangkan pada karakter panjang malai, diameter malai, dan bobot 100 butir menyebar platikurtik. Karakter dengan kurtosis tidak nyata misalnya panjang malai dengan kurtosis bertanda negatif sehingga cenderung platikurtik. Analisis skewness memperlihatkan sebagian besar karakter menjulur ke kanan dan lainnya menjulur ke kiri. Karakter yang melibatkan gen aditif adalah tinggi tanaman, panjang malai, diameter malai, dan bobot 100 butir sedangkan karakter yang melibatkan gen non aditif adalah jumlah daun, diameter batang, dan bobot biji malai-1. Aksi gen non aditif yang berperan hanya epistasis komplementer.
Heritabilitas Karakter
Pada penelitian ini ragam tetua sebagai ragam lingkungan karena masing-masing individu tanaman pada tetua memiliki kesamaan secara genetik sehingga variasi fenotipe yang muncul bukan disebabkan oleh variasi genetik melainkan dipengaruhi oleh lingkungan. Ragam genetik terjadi akibat adanya segregasi dan interaksi antar gen. Menurut Brewbaker (1964), menyatakan bahwa komponen ragam lingkungan dapat dihitung nilainya dengan menggunakan populasi yang tidak mempunyai ragam genetik atau populasi dengan ragam genetik rendah seperti galur murni. Nasir (2001) menjelaskan bahwa heritabilitas adalah proporsi besaran ragam genetik terhadap besaran ragam fenotipe untuk suatu karakter tertentu.
berperan dari ragam lingkungan. Nilai heritabilitas yang rendah menggambarkan faktor lingkungan lebih banyak mempengaruhi karakter tersebut. Menurut Jambormias et al. (2004), nilai heritabilitas karakter kuantitatif yang tergolong tinggi mengindikasikan keragaman fenotipe pada generasi tersebut merupakan keragaman yang dapat diwariskan pada turunannya. Sugandi et al. (2012) menambahkan keragaan karakter yang memiliki heritabilitas rendah dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sedangkan karakter dengan heritabilitas tinggi maka keragaan dari karakter tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik.
Tabel 5 Nilai duga komponen ragam, koefisien keragaman genetik dan heritabilitas arti luas pada karakter kuantitatif populasi F2
Karakter 2� 2 e 2 g h2 bs (%) KKG
(%) PI 10-90-A x Numbu
Tinggi tanaman (cm) 2 125.75 164.36 1 961.38 92.27 15.96 Jumlah daun (helai) 2.40 0.51 1.89 78.62 12.34 Diameter batang (cm) 0.11 0.04 00.07 61.06 15.45
Panjang malai (cm) 7.10 2.93 4.16 58.65 9.27
Diameter malai (cm) 1.09 0.20 0.89 81.79 25.51 Bobot biji malai-1 (g) 843.28 345.55 497.73 59.02 55.05 Bobot 100 butir (g) 1.57 0.18 1.40 88.70 48.28
PI 150-20-A x Numbu
Tinggi tanaman (cm) 494.58 148.90 345.69 69.89 10.65 Jumlah daun (helai) 2.96 1.13 1.84 62.00 12.63 Diameter batang (cm) 0.18 0.10 0.08 44.86 15.69
Panjang malai (cm) 8.27 3.47 4.81 58.11 9.87
Diameter malai (cm) 1.52 0.67 0.85 55.95 22.99 Bobot biji malai-1 (g) 1 102.30 478.56 623.74 56.59 56.56 Bobot 100 butir (g) 1.00 0.17 0.83 83.08 30.00
PI 150-20-A x Kawali
Tinggi tanaman (cm) 1 173.42 210.01 963.40 82.10 19.55 Jumlah daun (helai) 2.99 1.13 1.86 62.29 12.31 Diameter batang (cm) 0.15 0.15 0.00 1.89 3.24 Panjang malai (cm) 11.47 7.08 4.38 38.25 8.80 Diameter malai (cm) 1.18 0.73 0.44 37.56 15.92 Bobot biji malai-1 (g) 1 102.20 496.84 605.36 54.92 50.36 Bobot 100 butir (g) 0.36 0.14 0.22 60.76 17.24
2
�: ragam fenotipe, 2 e: ragam lingkungan, 2 g: ragam genetik, h2 bs: heritabilitas arti luas, KKG: koefisien keragaman genetik
Tabel 5 menunjukkan bahwa koefisien keragaman genetik setiap karakter bervariasi dari sempit, sedang, dan luas. Pada populasi PI 10-90-A x Numbu diketahui karakter tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang tergolong dalam keragaman sedang, karakter panjang malai tergolong dalam keragaman sempit, sedangkan diameter malai, bobot biji malai-1 dan bobot 100 butir tergolong dalam keragaman luas. Pada populasi PI 150-20-A x Numbu diketahui karakter tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang tergolong dalam keragaman sedang, dan panjang malai tergolong dalam keragaman sempit, serta diameter malai, bobot biji malai-1, dan bobot 100 butir tergolong dalam keragaman luas. Pada populasi PI 150-20-A x Kawali diketahui karakter tinggi tanaman, jumlah daun, diameter malai, dan bobot 100 butir tergolong dalam keragaman sedang, dan karakter diameter batang dan panjang malai tergolong dalam keragaman sempit, sedangkan bobot biji malai-1 tergolong dalam keragaman luas.
Karakter yang akan digunakan untuk seleksi adalah yang memiliki heritabilitas arti luas tinggi dan koefisien keragaman genetik luas. Pada populasi PI 10-90-A x Numbu karakter yang dapat digunakan adalah diameter malai, bobot biji malai-1, dan bobot 100 butir. Pada populasi PI 150-20-A x Numbu karakter yang dapat digunakan adalah diameter malai, bobot biji malai-1, dan bobot 100 butir. Pada populasi PI 150-20-A x Kawali karakter yang dapat digunakan sebagai seleksi adalah bobot biji malai-1.
Analisis Korelasi Antar Karakter
Analisis korelasi ditujukan untuk menduga pola hubungan antara karakter agronomi dengan hasil yang selalu menjadi tujuan perbaikan dalam setiap program pemuliaan tanaman. Menurut Falconer (1964), nilai koefisien korelasi yang bernilai positif menunjukkan karakter tersebut memiliki hubungan searah dengan karakter lain dan nilai negatif menunjukkan hubungan yang berlawanan antara karakter dengan hasil. Menurut Nasir (2001), korelasi antar karakter menunjukkan hubungan saling terkait di antara karakter yang diamati, dan karakter yang satu saling menentukan dengan karakter yang lain. Sehingga korelasi memiliki arti yang sangat penting dalam kegiatan seleksi. Seleksi akan efektif bila terdapat hubungan erat antara karakter penduga dengan karakter yang dituju dalam suatu program seleksi.
hasil. Korelasi negatif dan tidak nyata terhadap bobot biji malai-1 ditunjukkan oleh panjang malai sehingga pada populasi ini panjang malai dapat mengurangi bobot biji malai-1 walaupun berpengaruh tidak nyata.
Tabel 6 Koefisien korelasi antar karakter pada F2 PI 10-90-A x Numbu
TT JD DB PM DM BBPM
JD 0.21**
DB 0.28** 0.38**
PM 0.40** 0.09tn 0.37**
DM 0.07tn 0.36** 0.32** 0.09tn
BBPM 0.09tn 0.35** 0.21** -0.01tn 0.71** 100 BTR -0.08tn 0.05tn -0.03tn -0.05 tn 0.56** 0.66**
angka yang diikuti oleh simbol *: berkorelasi nyata pada taraf 5%, **: berkorelasi sangat nyata pada taraf 1%, tn: tidak nyata, TT: tinggi tanaman, JD: jumlah daun, DB: diameter batang, PM: panjang malai, DM: diameter malai, BBPM: bobot biji malai-1, 100 BTR: bobot 100 butir
Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah daun, diameter batang, panjang malai, diameter malai, dan bobot 100 butir berkorelasi positif dan nyata terhadap bobot biji per malai. Kondisi ini menunjukkan semakin tinggi diameter batang, panjang malai, dan diameter malai akan meningkatkan bobot biji malai-1. Semakin banyak jumlah daun maka akan meningkatkan pula jumlah fotosintat yang dihasilkan sehingga semakin tinggi bobot biji malai-1. Seluruh komponen hasil berkorelasi positif dan sangat nyata terhadap hasil, sehingga peningkatan panjang malai, diameter malai, dan bobot 100 butir akan meningkatkan bobot biji malai-1. Pada populasi ini diketahui tinggi tanaman berkorelasi positif dengan bobot biji malai-1 tetapi pengaruhnya tidak nyata sehingga tidak berpengaruh besar. Tinggi tanaman yang terlalu tinggi memudahkan tanaman rebah sehingga kerebahan dapat mengganggu translokasi fotosintat. Pada populasi ini juga ditemukan korelasi negatif antara tinggi tanaman dengan diameter batang. Hal ini menunjukkan adanya peluang untuk menghasilkan tanaman sorgum yang pendek dengan diameter batang besar. Tanaman yang pendek dan diameter batang besar diharapkan akan tahan rebah sehingga tidak mengurangi hasil.
Tabel 7 Koefisien korelasi antar karakter pada F2 PI 150-20-A x Numbu
TT JD DB PM DM BBPM
JD 0.27**
DB -0.18* 0.42**
PM -0.05tn 0.21** 0.71**
DM -0.01tn 0.42** 0.62** 0.57**
BBPM 0.08tn 0.35** 0.47** 0.42** 0.79**
100 BTR 0.20* 0.26** 0.33** 0.25** 0.52** 0.48**
Tabel 8 menunjukkan bahwa seluruh karakter berkorelasi positif dan nyata dengan bobot biji malai-1. Peningkatan jumlah daun maka akan meningkatkan jumlah fotosintat yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan bobot biji malai-1. Seluruh komponen hasil berkorelasi positif dan sangat nyata terhadap hasil, sehingga dengan peningkatan bobot biji malai-1 akan disertai oleh peningkatan panjang malai, diameter malai, dan bobot 100 butir.
Tabel 8 Koefisien korelasi antar karakter pada F2 PI 150-20-A x Kawali
TT JD D PM DM BBPM
JD 0.39**
DB 0.16* 0.42**
PM 0.02tn 0.05tn 0.56*
DM 0.21** 0.36** 0.47** 0.56**
BBPM 0.35** 0.48** 0.31** 0.31** 0.71** 100 BTR 0.23** 0.12tn 0.29** 0.33** 0.45** 0.39**
angka yang diikuti oleh simbol *: berkorelasi nyata pada taraf 5%, **: berkorelasi sangat nyata pada taraf 1%, tn: tidak nyata, TT: tinggi tanaman, JD: jumlah daun, DB: diameter batang, PM: panjang malai, DM: diameter malai, BBPM: bobot biji malai-1, 100 BTR: bobot 100 butir
Seleksi
Seleksi bertujuan untuk memilih tanaman dengan karakter tertentu yang dianggap paling baik dalam suatu populasi. Ketersediaan populasi dengan keragaman yang dikendalikan oleh faktor genetik sangat menentukan keberhasilan seleksi. Seleksi dalam penelitian ini dilakukan secara langsung berdasarkan karakter bobot biji malai-1 karena menurut Gandhi (2012), bobot biji malai-1 merupakan komponen paling penting dalam budi daya sorgum. Karakter bobot biji malai-1 dalam penelitian ini memiliki heritabilitas tinggi dan keragaman luas.
Efektifitas seleksi dapat diukur dari diferensial seleksi. Diferensial seleksi menunjukkan keunggulan tanaman-tanaman terpilih dibandingkan populasi asalnya. Semakin besar nilai diferensial seleksi, diharapkan kemajuan genetik pada populasi terseleksi akan semakin besar sehingga diperoleh tanaman-tanaman yang lebih baik.
Tabel 9 Diferensial seleksi karakter agronomi hasil seleksi pada PI 10-90-A x Numbu berdasarkan bobot biji malai-1
Karakter Rata-rata F2 Rata-rata terseleksi Diferensial seleksi
Bobot biji malai-1 (g) 35.64 90.15 54.51
Tinggi tanaman (cm) 274.91 288.90 13.99
Jumlah daun (helai) 10.67 12.00 1.33
Diameter batang (cm) 1.69 1.97 0.28
Panjang malai (cm) 22.24 22.49 0.25
Diameter malai (cm) 3.81 5.10 1.29
Tabel 9 menunjukkan bahwa hasil seleksi pada populasi F2 PI 10-90-A x Numbu terjadi peningkatan bobot biji malai-1 sebesar 54.51 g. Peningkatan juga terjadi pada karakter lain, sehingga pemilihan bobot biji malai-1 dalam seleksi dapat meningkatkan karakter-karakter lain. Peningkatan tersebut dapat terlihat dari rata-rata terseleksi yang lebih tinggi dari populasi awal. Melalui seleksi diperoleh sebanyak 15 tanaman terbaik yang bernomor 34, 52, 123, 125, 136, 148, 171, 196, 225, 242, 287, 302, 306, 349, dan 371. Bobot biji malai-1 pada tanaman yang terseleksi berkisar 75.99–154.05 g malai-1. Bobot biji tertinggi terdapat pada nomor 148 sebesar 154.05 g malai-1.
Tabel 10 Diferensial seleksi karakter agronomi hasil seleksi pada PI 150-20-A x Numbu berdasarkan bobot biji malai-1
Karakter Rata-rata F2 Rata-rata terseleksi Diferensial seleksi
Bobot biji malai-1 (g) 43.4 103.19 59.79
Tinggi tanaman (cm) 169.62 177.03 7.41
Jumlah daun (helai) 10.55 11.47 0.92
Diameter batang (cm) 1.8 2.24 0.44
Panjang malai (cm) 22.45 24.76 2.31
Diameter malai (cm) 3.95 5.64 1.69
Bobot 100 butir (g) 3.35 3.48 0.13
Tabel 10 menunjukkan bahwa hasil seleksi yang dilakukan pada populasi F2 PI 150-20-A x Numbu terjadi peningkatan bobot biji malai-1 sebesar 59.79 g. Peningkatan juga terjadi pada karakter lain sehingga pemilihan bobot biji malai-1 dalam seleksi dapat meningkatkan karakter-karakter lain. Peningkatan tersebut dapat terlihat dari rata-rata terseleksi yang lebih tinggi dari populasi awal. Seleksi yang dilakukan memperoleh 15 tanaman terbaik dengan nomor 29, 32, 33, 43, 56, 72, 78, 87, 97, 139, 155, 191, 224, 363, dan 372. Bobot biji malai-1 pada tanaman yang terseleksi berkisar 87.48–135.68 g malai-1. Bobot biji tertinggi terdapat pada nomor 155 sebesar 135.68 g malai-1.
Tabel 11 Diferensial seleksi karakter agronomi hasil seleksi pada PI 150-20-A x Kawali berdasarkan bobot biji malai-1
Karakter Rata-rata F2 Rata-rata terseleksi Diferensial seleksi Bobot biji malai-1 (g) 47.16 113.17 66.01
Tinggi tanaman (cm) 161.65 191.89 30.24
Jumlah daun (helai) 10.76 12.40 1.64
Diameter batang (cm) 1.59 1.99 0.40
Panjang malai (cm) 23.66 26.38 2.72
Diameter malai (cm) 4.16 5.32 1.17
Bobot 100 butir (g) 2.73 3.12 0.39
dilakukan menghasilkan 15 tanaman terseleksi yang bernomor 74, 83, 142, 151, 159, 202, 210, 234, 247, 257, 287, 294, 306, 346, dan 375. Bobot biji malai-1 pada tanaman yang terseleksi berkisar 86.21–158.26 g malai-1. Bobot biji tertinggi terdapat pada nomor 294 sebesar 158.26 g malai-1.
KESIMPULAN
Jumlah gen yang mempengaruhi karakter kualitatif terdiri dari satu pasang, dua pasang dan tiga pasang gen. Tipe aksi gen yang terjadi adalah aditif, dominan penuh, resesif epistasis, semiepistasis, dan epistasis kompleks. Pada karakter kuantitatif jumlah gen yang berpengaruh adalah banyak dan sedikit gen dengan tipe aksi gen adalah hanya aditif, epistasis aditif, epistasis duplikat, dan epistasis komplementer. Keragaman yang muncul pada penelitian ini dapat dilihat dari heritabilitas arti luas yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori rendah, sedang, dan tinggi, serta dapat dilhat dari koefisien keragaman genetik dapat dikelompokkan ke dalam kategori sempit, sedang, dan luas. Tanaman yang terseleksi pada populasi setiap populasi F2 terdapat 15 tanaman. Pada populasi F2 PI 10-90 x Numbu tanaman terseleksi adalah yang bernomor 34, 52, 123, 125, 136, 148, 171, 196, 225, 242, 287, 302, 306, 349, dan 371. Pada populasi F2 PI 150-20-A x Numbu tanaman terseleksi adalah yang bernomor 29, 32, 33, 43, 56, 72, 78, 87, 97, 139, 155, 191, 224, 363, dan 372 dan pada populasi F2 PI 150-20-A x Kawali tanaman terseleksi adalah yang bernomor 74, 83, 142, 151, 159, 202, 210, 234, 247, 257, 287, 294, 306, 346, dan 375.
DAFTAR PUSTAKA
Allard RW. 1960. Principle of Plant Breeding. New York (US): John Wiley & Son, Inc.
Alnopri. 2004. Variabilitas genetik dan heritabilitas sifat-sifat pertumbuhan bibit tujuh genotipe kopi robusta-arabica. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 6(2):91-96.
Aqil M, Talanca AH, Zubachtirodin, Nur A. 2013. Highlight Balai Penelitian Tanaman Serealia 2012. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Azrai M, Human S, Sunarti S. 2013. Pembentukan varietas unggul sorgum untuk pangan. Di dalam: Sumarno, Damardjati DS, Syam M, Hermanto, editor. Sorgum Inovasi Teknologi dan Pengembangan. Jakarta (ID): IAARD Pres. hlm 107-137.
Brewbaker JL. 1964. Genetika Pertanian. Santoso I, penerjemah. Jakarta (ID):. Terjemahan dari: Agriculture Genetics.
Crowder LV. 1993. Genetika Tumbuhan. Cetakan ke-4. Lilik K, Soetarso, penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari: Plant Genetics.
Doggett H. 1970. Sorghum. London (GB): Longmans-Green dan Co. Ltd.
Falconer. 1980. Introduction to Quantitative Genetics. New York (US): Longman.
Hartmann HT, Flocker WJ, Kofranek AM. 1981. Plant Science Growth Development and Utilization of Cultivated Plants. Lee JL, editor. New Jersey (US): Prentice Hall, Inc.
Hayward MD, Bosemark NO, Romagosa I. 1993. Plant Breeding Principles and Prospects. London (GB): Chapman & hall.
House LR. 1985. A guide to sorghum breeding. [internet]. [diunduh 2014 Mar 12]. International Crops Research Institute for The Semi-Arid Tropics. Second edition. Andhra Pradesh, India. Tersedia pada: http:// oar.icrisat.org/810/.
Jambormias D. 2014. Analisis genetik dan segregasi transgresif berbasis informasi kekerabatan untuk potensi hasil dan panen serempak kacang hijau [disertasi]. Bogor (ID): IPB.
Jayaramachandran M, Kumaravadivel N, Eapen S, Kandasamy G. 2010. Gene action for yield attributing characters in segregating generation (M2) of sorghum (Sorghum bicolor L.). Electronic J. of Plant Breed. 1(4):802-805
Klingman GC. 1957. Crop Production in the South. New York (US): John Wiley and Son, Inc.
Martin JH. 1970. History and Classification of Sorghum. JS Wall and MW Ross (Eds). Sorghum Production and utilization. Westport (US): The Avi Publishing Company, Inc.
Misra RC, Sahu PK, Jali CR, Mishra HP, Misra LD. 2008. Studies on skewness, kurtosis and transgressive variation in M2 populations of rice bean (Vigna umbelata) varieties. Legume Res. 31(2):94-99.
Murty DS, R Tabo, O Ajayi. 1994. Sorghum hybrid Seed Production and management. India (IN): ICRISAT.
Nasir M. 2001. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Dikti.
Nath B. 1982. Population breeding techniques in sorghum. Di dalam: Mughogho LK, Peacock JM, and House LR, editor. International Crops Research Institute for the Semi- Arid Tropics. Proceedings of the International Symposium on Sorghum; 1981 Nov 2-7. India (IN): ICRISAT.
Poehlman JM. 1979. Breding Fileds Crops. Westport (USA): The Avi Publis-hing Company, Inc.
Rahardjo M, Fathan R. 1991. Tanggapan beberapa varietas/galur sorgum terhadap pengapuran dan pemupukan fosfat pada tanah podsolik merah kuning. Jurnal Penelitian Pertanian. 11(1):5-9.
Rismunandar. 1989. Sorghum Tanaman Serbaguna. Bandung (ID): Sinar Baru.
Rukmana H, Oesman Y. 2001. Usaha Tani Sorgum. Jakarta (ID): Kanisius.
Samak NRA, Hittalmani S, Shashidar N, Biradar H. 2011. Exploratory Studies on Genetic Variability and Genetic Control for Protein and Micronutrient Content in F4 and F5 Generation of Rice (Oryza sativa L.). Asian J. of Plant Sci. 10(7):376-379.
Singh RK, Chaudary. 1979. Biometrical Methtods in Quantitative Genetic Analysis. New Delhi (IN): Kalyani Publisher.
Stanfield WD. 1983. Theory and Problem of Genetics. Ed ke-2. New York (US): McGraw-Hill.
Suarni. 2012. Potensi sorgum sebagai bahan pangan funsional. J Iptek Tanaman Pangan. 7(1):58-66.
Sudaryono. 1996. Prospek sorgum di Indonesia potensi, peluang, dan tantangan pengembangan agribisnis. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri. 1995 Jan 17-18. Balitkabi. hlm 25-38.
Sugandi R, Nurhidayah T, Nurbaiti. 2012. Variabilitas genetik dan heritabilitas karakter agronomis beberapa varietas dan galur sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) [skripsi]. Riau (ID) : Universitas Riau.
Sumarno, Zuraida N. 2008. Pengelolaan plasma nutfah tanaman terintegrasi dengan program pemuliaan tanaman. Buletin Plasma Nutfah. 14(2):57-67.
Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R, Kusumah DA. 2011. Pendugaan Ragam Genetik dan Heritabilitas Karakter Komponen Hasil Beberapa Genotip Cabai. J. Agrivigor. Indonesia 10(2):148-156.
Tabri F, Zubachtirodin. 2013. Budi daya tanaman sorgum. Di dalam: Sumarno, Damardjati DS, Syam M, Hermanto, editor. Sorgum Inovasi Teknologi dan Pengembangan. Jakarta (ID): IAARD Pres. hlm 175-187.
Talanca AH, Andayani NN. 2013. Perkembangan perakitan varietas sorgum di Indonesia. Di dalam: Sumarno, Damardjati DS, Syam M, Hermanto, editor. Sorgum Inovasi Teknologi dan Pengembangan. Jakarta (ID): IAARD Pres. hlm 94-106.
Tesso T, Tirfessa A, Mohammed H. 2011. Association netween morphological traits and yield components in the durra sorghums of Ethiopia. J Hereditas. 148(3):98-109. 10.1111/j.1601-5223.2011.02229.x
Lampiran 1 Algoritma eksplorasi kecenderungan persebaran sifat-sifat kuantitatif kaitannya dengan aksi gen dominansi serta epistasis komplementer dan duplikat
Analisis Kurtosis
Data Generasi Awal
Kurtosis
Nyata
Ya
Tidak Interaksi Intergenik
Aditif Kurtosis Positif Ya Tidak Leptokurtik: Sedikit gen terlibat Platikurtik: Banyak gen terlibat
Analisis Skewness
Skewness Nyata Ya Tidak Epistasis Aditif
Positif Tidak
Epistasis Duplikat Ya Epistasis Komplementer Mesokurtik Interaksi Interalelik
Analisis Skewness
Lampiran 2 Frekuensi karakter kualitatif pada tiga populasi
Karakter kualitatif Frekuensi karakter
P1 P2 F2
PI 10-90-A x Numbu
Warna biji
Light brown 19 67
Dark brown 18
Reddis brown 11 21
Yellow 30 8
Eksersi malai
Keluar dengan baik 9 89
Keluar 21 30 55
Tangkai malai melengkung 6
Bentuk malai
Reserved pyramid 8 86
Broader upper part 22 30 26
Broader middle part 30
Broader lower part 8
Midrib
White 24 30 88
Yellowish white 6 52
Light yellow 10
PI 150-20-A x Numbu
Warna biji
Reddish brown 60
Yellow 30 21
Light brown 19
White 30 42
Eksersi malai
Keluar 7 30 81
Tidak keluar 21 25
Agak keluar 31
Keluar dengan baik 13
Bentuk malai
Broader middle part 22 84
Broader lower part 24
Broader upper part 8 30 42
Midrib
White 24 30 83
Yellowish white 6 55
Light yellow 12
PI 150-20-A x Kawali
Warna biji
Light brown 84
Light yellow 30 30
White 30 36
Eksersi malai
Tidak keluar 12 30 39
Keluar 22 73
Agak keluar 38
Bentuk malai
Broader middle part 21 4 83
Broader lower part 9 25
Broader upper part 26 42
Midrib
Yellowish white 2 30 85
White 28 32
Light yellow 24
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 25 Desember 1991. Penulis merupakan putra pertama dari Bapak Jaya Saragih dan Ibu Darliana Br Sinaga. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Tebo dan lulus pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan di Program Keahlian Teknologi Industri Benih Program Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan di Program Sarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.