KUALITAS FISIK INTERNAL TELUR AYAM KONSUMSI
BERDASARKAN UMUR INDUK DAN MASA SIMPAN PADA
SUHU REFRIGERATOR
TEGUH TERSIA FADLI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Fisik Internal Telur Ayam Konsumsi berdasarkan Umur Induk dan Masa Simpan pada Suhu Refrigerator adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Teguh Tersia Fadli
ABSTRAK
TEGUH TERSIA FADLI. Kualitas Fisik Internal Telur Ayam Konsumsi berdasarkan Umur Induk dan Masa Simpan pada Suhu Refrigerator. Dibimbing oleh TRIOSO PURNAWARMAN dan HERWIN PISESTYANI.
Telur ayam konsumsi yang beredar di pasaran umumnya telur yang berasal dari berbagai umur induk dengan kualitas yang berbeda. Penduduk Indonesia menyimpan telur di suhu ruang atau di lemari es. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kualitas telur dari beberapa umur induk ayam dan perubahan kualitas selama penyimpanan di suhu refrigerator. Kualitas internal telur diamati pada hari pertama untuk melihat kualitas telur dari induk dengan umur berbeda dan selanjutnya setiap minggu dilakukan pengamatan perubahan kualitas internal telur sebanyak tiga butir telur tiap umur induk selama enam minggu untuk melihat perubahan kualitas telur selama penyimpanan di suhu refrigerator. Hasil dari penelitian ini adalah umur induk ayam petelur hanya mempengaruhi bobot telur. Telur dari induk umur 49 dan 54 minggu memiliki bobot yang paling berat dan masuk dalam kategori besar. Selama penyimpanan di refrigerator telur dari induk umur 54 minggu mengalami penurunan paling tajam, sedangkan telur dari induk umur 49 minggu mengalami penurunan kualitas yang paling kecil. Selama pengamatan sampai dengan minggu keenam telur mengalami sedikit penurunan kualitas dan masih berada pada kualitas yang baik dan layak untuk dikonsumsi. Kata kunci: Telur, kualitas telur, suhu refrigerator, umur induk, masa simpan
ABSTRACT
TEGUH TERSIA FADLI. Internal Physical Quality of Consumption Chicken Egg based on Hens Age and Storage Time at Refrigerator Temperature. Supervised by TRIOSO PURNAWARMAN and HERWIN PISESTYANI.
Consumption chicken egg which sell on the market generally the egg which coming from various age of hen with different qualities. People in Indonesia storing eggs at room temperature or in the refrigerator temperature. This study aimed to analyze the quality of the eggs of some various age of hens and the changes of quality during the storage process at refrigerator temperature. Internal quality of eggs was observed on the first day to see the quality of the eggs from the mains with different age and then the observation is continous every week to see the changes of the internal quality of eggs as many as three eggs each age of hens until six weeks. The result of this research is the age of parent only affects the eggs weight. Eggs which are originated from 49 week and 54 week old parent have the heaviest weight. During observation eggs experienced slightly quality decline but still maintain good quality and suitable for consumption.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
KUALITAS FISIK INTERNAL TELUR AYAM KONSUMSI
BERDASARKAN UMUR INDUK DAN MASA SIMPAN PADA
SUHU REFRIGERATOR
TEGUH TERSIA FADLI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus hingga Desember 2015 adalah kualitas telur ayam konsumsi, dengan judul Kualitas Fisik Internal Telur Ayam Konsumsi berdasarkan Umur Induk dan Masa Simpan pada Suhu Refrigerator.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terlibat dan mendukung secara langsung maupun tidak langsung selama penyelesaian skripsi ini. Pihak-pihak tersebut diantaranya :
1. Bapak Dr Drh Trioso Purnawarman, MSi dan Ibu Drh Herwin Pisestyani, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan bimbingan.
2. PT QL Trimitra, sebuah perusahaan peternakan berbasis teknologi canggih yang telah menyumbangkan sampel telur untuk diteliti sehingga penelitian berjalan dengan lancar.
3. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
4. Orang tua (Anwar Fadli dan Widatiti), saudara (Kasih Prima Ramadhana dan Puja Scunda Permata), serta semua anggota keluarga besar Anwar Fadli (Irvan Ahmadi, Reza Lazuardie, Nabilah Sakhiy Allem Ahmadi, Athallah Aleem Ahmadi, Adibah Azzahra Ahmadi) yang telah mendoakan dan terus memberi semangat.
5. Sonya Rebecca, Elisabet Masnawati Sinaga B, Herry Frans S, Nila Arum Sari, dan Latifah Suri Anisa selaku teman satu penelitian yang telah banyak membantu penelitian dan penulisan skripsi ini.
6. Nandari Puspa yang selalu membantu dan memberi semangat selama pengerjaan hingga skripsi ini diselesaikan.
7. Sahabat-sahabat (M. Iqbal Gozali, Thol’at Hamdi, Aditya Juliansyah Perdana, Dewi Prabuwati, Irma Widyani Warman, Firyal Husnun Nabilah, Dinda Septiana Tampubolon) yang selalu memberi semangat dalam suka dan duka.
8. Teman-teman FKH Angkatan 49 yang sama-sama berjuang dalam mencapai kelulusan dalam program sarjana dan profesi dokter hewan. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kata sempurna, namun penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk selalu menyempurnakan tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Bogor, September 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Telur Ayam Konsumsi 2
Putih Telur 2
Kuning Telur 3
Kualitas Telur 3
Indeks Kuning Telur 3
Indeks Putih Telur 4
Haugh Unit (HU) 4
Penanganan Telur 4
METODE 5 Waktu dan Tempat 5 Alat dan Bahan 5 Metode Penelitian 5
Sampel Telur 5
Penghitungan Bobot Telur 5
Pengamatan Indeks Kuning Telur 6
Pengamatan Indeks Putih Telur 6
Pengamatan pH Telur 6
Penghitungan Haugh Unit (HU) 6
Prosedur Analisis Data 7 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Bobot dan Nilai Haugh Unit (HU) Telur Ayam Konsumsi sebelum Disimpan berdasarkan Perbedaan Umur Induk 7
Nilai Indeks Putih Telur, Indeks Kuning Telur, dan pH Telur Ayam Konsumsi sebelum Disimpan berdasarkan Perbedaan Umur Induk 8
Kualitas Internal Telur Ayam Konsumsi dari Induk Berbeda selama Penyimpanan di Suhu Refrigerator 8
Pengaruh Masa Simpan Telur terhadap Bobot Telur 8
Pengaruh Masa Simpan Telur terhadap Nilai Haugh Unit (HU) Telur 10
Pengaruh Masa Simpan Telur terhadap Nilai Indeks Putih Telur 10
Pengaruh Masa Simpan Telur terhadap Nilai Indeks Kuning Telur 11
Pengaruh Masa Simpan Telur terhadap Nilai pH Telur 12
SIMPULAN DAN SARAN 13 Simpulan 13 Saran 14 DAFTAR PUSTAKA 14 RIWAYAT HIDUP 16
DAFTAR TABEL
1 Bobot dan nilai Haugh Unit (HU) telur ayam konsumsi 7 2 Nilai indeks putih telur, indeks kuning telur, dan pH telur ayam
konsumsi 8
DAFTAR GAMBAR
1 Struktur telur (Mine 2008) 2
2 Hubungan masa simpan telur dengan bobot telur dari induk
yang berbeda 9
3 Hubungan masa simpan telur dengan nilai Haugh unit (HU)
dari induk yang berbeda 10
4 Hubungan masa simpan telur dengan nilai indeks putih telur
dari indukyangberbeda 11
5 Hubungan masa simpan telur dengan nilai indeks kuning telur
dariinduk yang berbeda 12
6 Hubungan masa simpan telur dengan nilai pH telur pada induk
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telur merupakan salah satu produk hewani berasal dari ternak unggas yang telah dikenal sebagai bahan pangan sumber protein bermutu tinggi, harga terjangkau, dan mudah didapatkan oleh masyarakat Indonesia. Indonesia merupakan negara yang memanfaatkan telur dengan sangat luas mulai dari sumber makanan sebagai lauk-pauk, campuran kue, bahan kosmetik, dan masih banyak pemanfaatan lainnya. Telur ayam konsumsi yang beredar di pasaran merupakan telur yang berasal dari berbagai umur induk dari yang muda hingga tua dengan kualitas yang berbeda. Yuwanta (2010) menyatakan bahwa perbedaan umur induk mempengaruhi kualitas telur yang dihasilkan.
Telur termasuk bahan pangan yang mudah mengalami penurunan kualitas, bahkan pembusukan. Kerusakan pada telur dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang diawali dengan masuknya mikroorganisme ke dalam telur melalui pori-pori kerabang telur (Messens et al. 2005). Lama penyimpanan bukanlah satu-satunya penyebab penguapan pada telur, tetapi juga dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, dan kualitas kerabang telur pada saat penyimpanan tersebut (Yuwanta 2010). Semakin lama telur disimpan penguapan yang terjadi mengakibatkan bobot telur menyusut dan putih telur menjadi lebih encer.
Lemari es merupakan alat yang sangat umum digunakan untuk menyimpan telur supaya tidak rusak, namun telur yang disimpan pada lemari es atau suhu refrigerator (4-7 °C) lambat laun juga mengalami pembusukan. Telur mengalami penurunan kualitas, namun dengan waktu yang lebih lama dibandingkan disimpan pada suhu ruang. Ketersediaan telur yang selalu ada serta mudah diperoleh, harus diimbangi dengan pengetahuan masyarakat mengenai kualitas dan cara penanganan telur yang benar.
Diharapkan dengan penanganan telur yang benar dapat menjaga kualitas telur sehingga masyarakat mempunyai rasa aman dalam mengonsumsi telur. Kualitas telur dinilai secara eksternal dan juga internal. Kualitas eksternal mencakup keadaan kerabang, kantung udara, dan kebersihan telur. Kualitas internal mencakup keadaan putih dan kuning telur yang diukur berdasarkan variabel uji yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) pada Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3926 tahun 2008 tentang Telur Ayam Konsumsi.
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan pengaruh umur induk dan lama penyimpanan telur di suhu refrigerator terhadap kualitas internal telur. Penelitian untuk mengetahui pengaruh umur induk dan masa simpan di suhu refrigerator terhadap kualitas internal telur sangatlah dibutuhkan untuk memberikan informasi kepada konsumen tentang kualitas telur yang beredar di masyarakat
2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan kualitas internal telur yang berasal dari umur induk yang berbeda selama penyimpanan di suhu refrigerator.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kualitas internal telur dari umur induk yang berbeda dan perubahan yang terjadi pada kualitas internal telur selama penyimpanan di suhu refrigerator.
TINJAUAN PUSTAKA
Telur Ayam konsumsi
Telur ayam konsumsi adalah telur ayam yang tidak mengalami proses pendinginan dan tidak mengalami penanganan pengawetan serta tidak menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan embrio, kuning telur belum tercampur dengan putih telur, utuh, dan bersih (BSN 2008). Telur tersusun atas tiga bagian utama yaitu kerabang dengan membran kerabang, putih telur, dan kuning telur. Sebutir telur ayam White Leghorn menurut Yamamoto et al. (2007) terdiri dari 28-29% kuning telur, 60-63% putih telur dan 9-11% kerabang. Struktur penyusun telur disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Struktur telur (Mine 2008)
Putih Telur
Putih telur terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda kekentalannya yaitu lapisan encer luar, lapisan kental luar, lapisan kental dalam, dan lapisan encer dalam. Perbedaan kekentalan ini disebabkan perbedaan kandungan ovomucin. Putih telur terdiri atas 12% albumin dan 88% air. Kandungan air putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian lainnya, sehingga selama penyimpanan
3 bagian inilah yang paling mudah rusak. Kerusakan ini terjadi terutama disebabkan oleh keluarnya air dari serabut ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur (Yamamoto et al. 2007).
Kuning Telur
Kuning telur mempunyai warna yang bervariasi mulai dari kuning pucat sampai jingga. Kuning telur mengandung zat warna (pigmen) yang umumnya termasuk dalam golongan karatenoid yaitu xantofil, lutein, dan zeasantin serta sedikit betakaroten dan kriptosantin. Warna atau pigmen yang terdapat dalam kuning telur sangat dipengaruhi oleh jenis pigmen yang terdapat dalam ransum yang dikonsumsi ayam (Winarno dan koswana 2002). Castellini et al. (2006) menyatakan bahwa jagung kuning dan hijauan seperti rumput menyebabkan warna pekat pada kuning telur. Kecerahan kuning telur merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas telur, berdasarkan
Roche yolk colour fan warna kuning telur yang baik berada pada kisaran angka 9–
12 (Sudaryani 2006).
Kualitas Telur
Kualitas fisik dan kimia sebutir telur tergantung pada kualitas telur dan kulit telur. Kualitas fisik telur ditentukan oleh karakteristik telur yang meliputi berat dan bentuk telur, berat putih dan kuning telur, kerabang telur, nilai HU, indeks putih telur, dan indeks kuning telur. Kuning dan putih telur konsumsi harus bebas dari noda darah ataupun noda daging, putih telur harus memiliki konsistensi kental dengan posisi kuning telur berada di bagian tengah dan berbentuk cembung. Kerabang telur harus dalam keadaan utuh, licin, dan bebas dari kotoran ayam yang menempel (BSN 2008). Faktor pH pada telur juga menjadi indikator kualitas telur. Semakin tinggi pH dan suhu penyimpanan, maka makin aktif enzim proteolitik dan makin cepat proses pengenceran protein bagian putih telur dan makin cepat pula penguapan air terjadi sehingga akan mempengaruhi kualitas telur (Soekarto 2013).
Faktor kualitas dibagi menjadi dua yaitu faktor kualitas eksterior yang meliputi: warna, bentuk, tekstur, keutuhan, kebersihan kerabang, dan kualitas interior meliputi kekentalan putih telur, bentuk kuning telur, dan ada tidaknya noda pada putih atau kuning telur (USDA 1964; BSN 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dibagi menjadi dua, yaitu faktor sebelum telur dikeluarkan dari organ reproduksi ayam dan faktor setelah telur keluar dari organ reproduksi ayam. Faktor sebelum telur keluar dari organ reproduksi ayam terdiri diri atas genetik, umur induk ayam, faktor pakan, penyakit, dan suhu lingkungan. Faktor setelah telur kelur dari organ reproduksi yaitu penanganan mulai dari peternakan hingga ke tangan konsumen (Juliana 2011).
Indeks Kuning Telur
Indeks kuning telur digunakan untuk menyatakan kondisi di dalam telur secara umum dan bersifat perhitungan matematika yang terukur. Pengukurannya dilakukan dengan cara membandingkan tinggi kuning telur dan diameter kuning yang baru dipecahkan di atas meja kaca (Romanoff dan Rommanoff 1963). Nilai
4
indeks kuning telur dibagi berdasarkan kualitas menjadi mutu I, mutu II, dan mutu III (BSN 2008).
Indeks kuning telur ditentukan oleh bentuk kuning telur. Bentuk kuning telur tergantung pada kekuatan membran vitelin dan lapisan khalaza di sekitar kuning telur. Setelah ovoposisi struktur ini secara bertahap mengalami perubahan fisik dan kimia yang mengurangi kemampuan membran vitelin dan khalaza untuk mempertahankan bentuk kuning telur tetap bulat. Perubahan ini mengubah kekuatan membran vitelin sehingga kadar air berpindah dari putih menjadi kuning, meningkatkan ukuran kuning dan selanjutnya melemahkan membran. Hal ini menyebabkan permukaan kuning telur menjadi datar pada saat telur dipecahkan (Bell dan Weaver 2002). Daya ikat membran vitelin dipengaruhi oleh kandungan protein dalam pakan. Membran vitelin terbentuk atas 87% protein, 3% lemak, dan 10% karbohidrat (Yamamoto et al. 2007).
Indeks Putih Telur
Indeks putih telur merupakan perbandingan antara tinggi putih telur dengan rata-rata garis tengah panjang dan pendek putih telur. Dalam telur yang baru ditelurkan nilai ini berkisar antara 0.050 dan 0.174, meskipun biasanya berkisar antara 0.090 dan 0.120. Indeks putih telur juga menurun karena penyimpanan dan pemecahan ovomucin yang dipercepat pada pH yang tinggi (Winarno dan Koswana 2002).
Haugh Unit (HU)
Kualitas putih telur juga dapat dinilai dengan Haugh Unit (HU). Nilai HU yang tinggi menunjukkan kualitas putih telur tersebut juga tinggi (Bell dan Weaver 2002). Nilai HU untuk telur yang baru ditelurkan adalah 100, sedangkan untuk telur dengan mutu terbaik nilainya 75. Telur yang busuk biasanya memiliki nilai HU dibawah 50 (Buckle et al. 1987). Penurunan nilai HU pada telur akan mempengaruhi kualitas telur. Tingkatan kualitas telur berdasarkan nilai HU yaitu jika >72 termasuk kualitas AA, nilai HU antara 60–71 termasuk kualitas A dan nilai HU antara 31–59 termasuk kualitas B (USDA 1964; Brown 2000).
Haugh unit (HU) dipengaruhi umur ayam dan genotipnya, musim,
kandungan nutrisi pakan, lama dan suhu selama penyimpanan (William 1992). Umur ayam yang meningkat dan suhu lingkungan di atas 30 °C menyebabkan penurunan nilai HU. Kandungan magnesium dalam pakan perlu ditingkat agar penurunan kekentalan putih telur dapat diperlambat sehingga nilai HU dapat terjaga. Suhu ideal yang mampu mempertahankan nilai HU lebih lama adalah penyimpanan telur di suhu freezer yaitu -18 °C hingga -20 °C dan di suhu refrigrator suhu penyimpanan harus dipertahankan antara 4-7 °C.
Penanganan Telur
Penyimpanan telur memegang peranan penting dalam menjaga kualitas telur. Faktor-faktor yang harus diperhatikan ketika penyimpanan telur adalah lama dan suhu penyimpanan, serta bau yang terdapat di sekitar tempat penyimpanan (Sudaryani 2006). Telur akan mengalami perubahan kualitas seiring dengan lamanya penyimpanan. Semakin lama waktu penyimpanan akan mengakibatkan
5 terjadinya banyak penguapan cairan di dalam telur dan meyebabkan kantung udara semakin besar. Suhu optimum penyimpanan telur antara 12–15 °C dan kelembaban 70–80% (Sudaryani 2006).
Penyimpanan telur ayam konsumsi dilakukan pada temperatur kamar dengan kelembaban antara 80–90% maksimum selama 14 hari setelah ditelurkan, atau pada temperatur antara 4–7 °C dengan kelembaban antara 60% dan 70% maksimum selama 30 hari setelah ditelurkan (BSN 2008). Telur dikemas dalam kemasan yang aman, serta tidak mengakibatkan kerusakan telur selama penyimpanan dan pengangkutan (BSN 2010).
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan Desember 2015 di Laboratorium Divisi Kesmavet, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan digital, jangka sorong, cawan petri besar, gelas piala kecil, dan pH meter. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur ayam ISA Brown sebanyak 54 butir.
Metode Penelitian
Sampel Telur
Sampel telur yang digunakan pada penelitian adalah 18 butir telur yang berasal dari induk ayam umur 24 minggu, 18 butir dari induk ayam umur 49 minggu, dan 18 butir dari induk ayam umur 54 minggu. Pada awal penelitian dilakukan pengamatan terhadap kualitas telur untuk mengetahui pengaruh umur induk terhadap kualitas telur sebanyak 3 butir telur untuk masing-masing umur induk. Pengaruh masa simpan terhadap kualitas telur dilakukan penyimpanan telur pada lemari es dengan suhu 7 °C dan kelembaban 50%. Satu kali pengamatan menggunakan tiga butir telur dari masing-masing umur induk.
Penghitungan Bobot Telur
Telur ditimbang menggunakan timbangan digital dengan satuan gram (g). Data bobot telur dibandingkan dengan indeks bobot bobot telur (BSN 2008).
Besar : > 60 g Sedang : 50 – 60 g Kecil : < 50 g
6
Pengamatan Indeks Kuning Telur
Pengamatan indeks kuning telur dilakukan dengan mengukur tinggi dan diameter kuning telur dari telur yang sudah dibuka dan dimasukkan ke cawan petri besar. Indeks kuning telur didapatan dengan menggunakan rumus :
Indeks Kuning Telur = a/b Keterangan :
a = tinggi kuning telur (mm) b = diameter kuning telur (mm)
Indeks kuning telur yang didapat kemudian dibandingkan dengan kategori kualitas telur (BSN 2008).
Mutu I = 0.458 – 0.521 Mutu II = 0.394 – 0.457 Mutu III = 0.330 – 0.393
Pengamatan Indeks Putih Telur
Pengamatan indeks albumin dilakukan dengan mengukur tinggi dari albumin tebal (thick albumin) dan diameter rata-rata dari albumin tebal telur tersebut. Indeks albumin didapatkan dengan menggunakan rumus :
Indeks Putih Telur = a/b
Keterangan :
a = tinggi albumin tebal (mm)
b = diameter rata-rata (b1 + b2) dari albumin tebal (mm)
Indeks indeks putih telur yang didapat kemudian dibandingkan dengan kategori kualitas telur (BSN 2008).
Mutu I = 0.134 - 0.175 Mutu II = 0.092 – 0.133 Mutu III = 0.050 – 0.091
Pengamatan pH telur
Pengamatan pH pada telur dilakukan dengan mencampur putih dan kuning telur, kemudian dihomogenisasi menggunakan stomacher, dan pH telur diukur menggunakan pH meter.
Penghitungan Haugh Unit (HU)
Haugh Unit dihitung menggunakan rumus :
HU = 100 log(H+7.57 – 1.7 W0.37)
Keterangan :
H = Tinggi albumin tebal (mm) W = Bobot telur (gram)
Haugh Unit (HU) telur yang didapat kemudian dibandingkan dengan
kategori kualitas telur (Yuwanta 2010). Kelas AA : > 79
Kelas A : 55-79 Kelas B : 31–55 Kelas C : < 31
7
Prosedur Analisis Data
Data pengaruh umur induk terhadap kualitas dianalisis dengan uji Bivariate
Corelation, selanjutnya data diuji dengan Analysis of variance (ANOVA), jika
terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Tukey dan disajikan dalam bentuk tabel. Data tentang pengaruh masa simpan terhadap kualitas internal dianalisis dengan persamaan regresi linier dan disajikan dalam bentuk gambar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot dan Nilai Haugh Unit (HU) Telur Ayam Konsumsi sebelum Disimpan berdasarkan Perbedaan Umur Induk
Pengukuran kualitas sebutir telur tidak hanya dinilai dari bobotnya saja, namun juga didukung dengan metode pengukuran lainya. Nilai HU merupakan satuan internasional untuk menilai kondisi internal telur, karena menggunakan penghitungan logaritma dengan membandingkan bobot telur dengan tinggi putih telur. Nilai HU dapat menggambarkan kualitas internal dan eksternal dari sebutir telur. Bobot dan nilai HU telur ayam yang berasal dari induk yang berbeda ditabulasikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Bobot dan nilai Haugh Unit (HU) telur ayam konsumsi
Umur induk (minggu) 24 49 54
Rataan bobot telur (g) 45.96 ± 1.55a 60.17 ± 4.18b 60.91 ± 6.07b Rataan Haugh Unit (HU) 93.89 ± 4.23 91.38 ± 9.97 89.64 ± 7.53 * Huruf pada kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% (Uji selang berganda Tukey)
Berdasarkan Tabel 1 bobot telur dari induk umur 24 minggu paling ringan dan berbeda nyata dibandingkan dengan umur induk lainnya (P<0.05). Telur yang berasal dari induk umur 54 dan 49 minggu dimasukkan dalam kategori besar, sedangkan telur dari induk umur 24 minggu digolongkan dalam kategori kecil. Perbedaan bobot telur ini dipengaruhi oleh genetik, umur induk ayam, pakan, dan kondisi lingkungan kandang (Oguntunji dan Alabi 2010). Induk umur 24 minggu lebih muda dibandingkan induk lainnya dan memiliki alat reproduksi yang belum berkembang secara sempurna, sehingga telur yang dihasilkan memiliki ukuran yang kecil (Yuwanta 2010).
Faktor lainnya yang mempengaruhi bobot telur yaitu kemampuan mengonsumsi pakan (Leeson dan Summers 2005). Induk yang masih muda belum mampu mengonsumsi pakan sebanyak induk yang sudah tua, hal ini berpengaruh terhadap besar dan bobot telur yang dihasilkan. Yuwanta (2010) juga menjelaskan, berat kering putih telur yang berasal dari induk yang tua lebih tinggi dibandingkan telur yang berasal dari induk yang muda dan akan mempengaruhi sebagian besar berat total dari sebutir telur.
Nilai HU untuk telur dari semua induk tidak berbeda nyata (P>0.05). Semua nilai HU pada ketiga induk berada pada kategori AA yang merupakan
8
kategori kualitas telur paling baik, yaitu lebih besar dari 79 (BSN 2008). Hal ini dipengaruhi oleh kondisi induk dan lingkungan manajemen pemeliharaan yang seragam. Penelitian ini membuktikan bahwa telur dengan bobot yang ringan dan bentuk lebih kecil belum tentu memiliki kualitas yang rendah karena telur tersebut memiliki nilai HU yang sama dengan telur yang memiliki bobot dan bentuk yang lebih besar.
Nilai Indeks Putih Telur, Indeks Kuning Telur, dan pH Telur Ayam Konsumsi sebelum Disimpan berdasarkan Perbedaan Umur Induk
Indeks putih telur dan indeks kuning telur, serta nilai pH dalam telur merupakan parameter yang menggambarkan kondisi internal sebuah telur. Ketiga variabel tersebut masing-masing menggambarkan kondisi putih telur, kuning telur, serta keadaan keasaman dalam telur. Tabel 2 menyajikan nilai indeks putih telur, indeks kuning telur, dan pH telur.
Tabel 2 Nilai indeks putih telur, indeks kuning telur, dan pH telur ayam konsumsi
Umur induk (minggu) 24 49 54
Indeks putih telur 0.113 ± 0.011 0.109 ± 0.035 0.100 ± 0.035 Indeks kuning telur 0.429 ± 0.050 0.419 ± 0.050 0.411 ± 0.070 pH telur 6.96 ± 0.080 6.88 ± 0.100 6.84 ± 0.060 * Huruf pada kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% (Uji selang berganda Tukey)
Nilai indeks putih telur, indeks kuning telur, dan pH telur yang berasal dari induk muda lebih tinggi dibandingkan dengan induk yang lebih tua, namun tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0.05). Berdasarkan nilai indeks putih telur, indeks kuning telur, dan pH dalam telur, telur yang berasal dari ketiga induk dengan umur yang berbeda dimasukkan dalam kualitas baik. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi telur pada saat ditelurkan. Telur yang berasal dari peternakan dengan kondisi ayam yang seragam menghasilkan telur dengan kondisi yang seragam pula pada saat ditelurkan (Harahap 2007). Kondisi peternakan dalam hal ini yaitu pakan, kesehatan, dan lingkungan dari peternakan tersebut.
Berdasarkan standar yang ditetapkan dalam SNI nomor 3926 tahun 2008 tentang Telur Ayam Konsumsi, maka nilai indeks putih dan kuning telur dari ketiga induk tergolong dalam mutu II dan merupakan telur yang memiliki kualitas baik. Nilai pH pada ketiga induk juga termasuk dalam kualitas baik.
Kualitas Internal Telur Ayam Konsumsi dari Induk Berbeda Selama Penyimpanan di Suhu Refrigerator
Pengaruh Masa Simpan Telur terhadap Bobot Telur
Selama penyimpanan terjadi proses metabolisme, enzimatis, dan mikrobial yang dapat mempengaruhi kualitas telur selama penyimpanan di suhu refrigerator. Gambar 2 menggambarkan pengaruh masa simpan terhadap bobot telur ayam konsumsi.
9 G a m b a r 2 H u b u n g
an masa simpan telur dengan bobot telur dari induk yang berbeda
Bobot telur selama penyimpanan sangat beragam, hal tersebut dipengaruhi oleh perbedaan pori-pori pada kulit telur, luasan permukaan tempat udara bergerak, dan ketebalan kulit yang berbeda (Sirait 1986). Gambar 2 memperlihatkan penurunan yang tajam terjadi pada telur dari induk umur 54 minggu pada minggu keempat hingga minggu keenam. Pengaruh umur induk dan masa simpan terhadap kualitas telur terlihat pada penurunan bobot telur yang terjadi pada telur dari induk umur 54 minggu. Bobot telur dari induk umur 24 dan 49 minggu tidak memperlihatkan adanya penurunan yang tajam dari minggu kedua hingga minggu keenam.
Penurunan bobot telur yang terjadi pada telur dari induk umur 54 minggu dipengaruhi oleh kualitas kerabang telur yang kurang baik, sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme dan terjadinya penguapan dari berbagai macam komponen telur yang berakibat kepada turunnya bobot telur. Harahap (2007) menyatakan penurunan kualitas telur yang berasal dari umur induk yang tua disebabkan oleh menurunnya kemampuan fungsi fisiologi alat reproduksi ayam tersebut. Yuwanta (2010) juga menyatakan umur induk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas kerabang telur. Hal ini mengakibatkan kualitas kerabang telur dari umur induk tua lebih buruk dibandingkan dengan telur induk muda.
Bobot telur selama penyimpanan tergolong pada kategori sedang. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor suhu dan kelembaban dalam lemari es (Nwachukwu et al. 2006). Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan besarnya perubahan bobot telur yang terjadi pada telur selama penyimpanan tergantung pada suhu dan kelembaban relatif. Penyusutan bobot telur terjadi semenjak telur dikeluarkan dari induk sampai telur benar-benar mengalami dehidrasi yang sangat tinggi dan tingkat penyusutan bobot dipercepat oleh tingginya suhu lingkungan (Romanoff dan Romanof 1963). Beberapa literatur tersebut sangat mendukung penelitian ini bahwa penyimpanan telur di suhu refrigerator merupakan cara yang efektif untuk menunda penyusutan bobot telur.
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 1 2 3 4 5 6 B obot (g )
Masa simpan (minggu ke-)
24 minggu 49 minggu 54 minggu
Linear (24 minggu) Linear (49 minggu) Linear (54 minggu)
y = 47.9 + 1.21x
y = 58.7 + 0.50x
10
Pengaruh Masa Simpan Telur terhadap Nilai Haugh Unit (HU) Telur
Nilai HU mengalami penurunan pada semua induk selama penyimpanan di suhu refrigerator. Penurunan nilai HU disajikan dalam Gambar 3.
Gambar 3 Hubungan masa simpan telur dengan nilai Haugh unit (HU) dari induk yang berbeda
Penurunan yang paling tajam terjadi pada telur dari induk umur 54 minggu (Gambar 3). Ayam petelur dengan umur 54 minggu memiliki alat reproduksi yang telah mengalami penurunan secara fisiologis, sehingga menghasilkan telur dengan kerabang dan komponen internal telur yang kurang baik (Yuwanta 2010). Telur dengan kerabang yang kurang baik akan mengalami penurunan kualitas yang cepat dikarenakan mikroorganisme mudah masuk dan cepatnya terjadi proses penguapan.
Nilai rata-rata HU pada pengamatan pertama hingga ketiga termasuk dalam kategori AA yang merupakan telur dengan kualitas terbaik, kemudian nilai HU pada pengamatan keempat hingga keenam mengalami penurunan menjadi kualitas A. Telur dengan kualitas A merupakan telur yang masih tergolong dalam kualitas baik, namun sudah mengalami proses metabolisme dan mikrobial (Yuwanta 2010).
Gambar 3 menunjukkan penurunan nilai HU yang berjalan lambat selama enam minggu penyimpanan disebabkan telur disimpan dalam lemari es. Suhu dalam lemari es menyebabkan mikroorganisme sulit untuk hidup dan berkembangbiak, serta terhambatnya proses penguapan pada isi telur. Zakiyurahman (2006) menyatakan penyimpanan di suhu refrigerator dimaksudkan untuk mengurangi tingkat perubahan yang disebabkan oleh reaksi biokimia, reaksi mikrobial, dan juga dapat meminimalkan perubahan pada karakteristik sensori dan komponen nutrisi bahan pangan.
Pengaruh Masa Simpan Telur terhadap Nilai Indeks Putih Telur
Gambar 4 menyajikan penurunan nilai indeks putih telur selama penyimpanan di lemari es dari induk ayam petelur dengan umur yang berbeda.
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 1 2 3 4 5 6 HU
Masa simpan (minggu ke-)
24 minggu 49 minggu 54 minggu
Linear (24 minggu) Linear (49 minggu) Linear (54 minggu)
y = 93.3 - 2.38x
y = 82,1 - 0.497x
11
Gambar 4 Hubungan masa simpan dengan nilai indeks putih telur dari induk yang berbeda
Selama penyimpanan telur mengalami penurunan nilai indeks putih telur. Nilai indeks putih telur pada minggu pertama hingga kelima digolongkan pada mutu II, namun pada minggu keenam nilai indeks putih telur turun menjadi mutu III. Penurunan kualitas tetap terjadi pada telur yang disimpan di suhu refrigerator dengan waktu yang lebih lama. Penurunan kualitas yang berlangsung cukup lama disebabkan suhu dalam lemari es dapat memperlambat aktivitas metabolisme dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam telur (Fellows 2000). Penurunan indeks putih telur terjadi akibat proses penguapan dan selanjutnya pH meningkat, sehingga mempercepat proses pemecahan ovomucin yang berakibatnya pada encernya putih telur (Buckle et al. 1987).
Telur dari induk umur 49 minggu mengalami penurunan indeks putih telur lebih lambat dibandingkan dengan induk lainnya. Hal ini terjadi karena ayam dengan umur 49 minggu merupakan ayam dengan kondisi fisiologis yang paling baik. Harahap (2009) menyatakan bahwa ayam petelur akan memulai produksi pada umur 18 minggu hingga mencapai puncak produksi pada umur 35 sampai 49 minggu dan selanjutnya akan mengalami penurunan setelah mencapai puncak produksi. Telur yang berasal dari induk umur 49 minggu memiliki kerabang yang tebal dan komponen internal telur yang baik, sehingga proses metabolisme dan mikrobial terjadi dengan waktu yang lama (Yuwanta 2010).
Pengaruh Masa Simpan Telur terhadap Nilai Indeks Kuning Telur
Gambaran perubahan nilai indeks kuning telur selama proses penyimpanan dari induk berbeda terdapat pada Gambar 5.
0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 1 2 3 4 5 6 Inde ks puti h telur
Masa simpan (minggu ke-)
24 minggu 49 minggu 54 minggu
Linear (24 minggu) Linear (49 minggu) Linear (54 minggu)
y = 0.109 - 0.00551x
y = 0.0778 - 0.00037x
12
Gambar 5 Hubungan masa simpan telur dengan nilai indeks kuning telur dari induk yang berbeda
Nilai indeks kuning telur dari ketiga umur induk mengalami penurunan selama penyimpanan. Nilai rata-rata indeks kuning telur pada minggu pertama hingga keempat berada dalam mutu II, dan mengalami penurunan menjadi mutu III pada minggu kelima dan keenam. Telur yang memiliki indeks kuning telur dengan mutu III digolongkan kualitas yang cukup baik dan masih layak dikonsumsi.
Stadelman dan Cotteril (1995) menyatakan bahwa suhu dalam lemari es dapat menghambat proses mikrobial dan evaporasi pada telur, sehingga telur mengalami penundaan penurunan kualitas. Penguapan menyebabkan melemahnya membran vitelin yang berpengaruh terhadap besarnya perpindahan cairan dari putih telur ke kuning telur melalui proses osmosis sehingga kuning telur menjadi lebih luas dan rendah (Romanoff dan Romanoff 1963).
Dari ketiga umur induk telur dari induk umur 49 minggu mengalami penurunan indeks kuning telur yang lebih rendah dibandingkan yang lainnya. Penurunan yang sangat kecil dipengaruhi oleh faktor reproduksi induk yang sangat produktif dengan kualitas telur yang paling baik, sehingga telur yang diproduksi memiliki kualitas yang lebih baik dan tidak mudah mengalami penguapan (Tumuova dan Ledvinka 2009). Faktor lain yang juga berpengaruh adalah pada umur tersebut ayam sedang memiliki nafsu makan yang baik, sehingga mempengaruhi kualitas telur yang dihasilkan (Leeson dan Summers 2005).
Pengaruh Masa Simpan Telur terhadap Nilai pH Telur
Salah satu indikator untuk menentukan kualitas telur adalah dengan mengukur pH telur. Semakin tinggi nilai pH maka semakin buruk kualitas telur tersebut (Zakiyurrahman 2006). Nilai pH selama pengamatan disajikan pada Gambar 6. 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 1 2 3 4 5 6 Inde ks kuning telur
Masa simpan (minggu ke-)
24 minggu 49 minggu 54 minggu
Linear (24 minggu) Linear (49 minggu) Linear (54 minggu)
y = 0.455 – 0.0156x
y = 0.407 – 0.0006x y = 0.436 – 0.0141x
13
Gambar 6 Hubungan masa simpan telur dengan nilai pH telur pada induk yang berbeda
Nilai pH telur mengalami peningkatan selama penyimpanan pada ketiga umur induk. Peningkatan pH yang terjadi tidak tajam, sehingga pada minggu keenam telur masih tergolong pada kualitas baik dan layak untuk dikonsumsi. Hal ini dipengaruhi oleh suhu lemari es dapat memperlambat proses penguapan sehingga pH telur tidak meningkat dengan cepat. Harahap (2007) menyatakan bahwa peningkatan pH telur yang sangat kecil dalam lemari es dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban dalam lemari es yang menghambat proses pembusukan telur.
Semakin tinggi pH dalam telur maka akan semakin buruk kualitas telur tersebut. Selama penyimpanan pH telur ayam akan terus meningkat sampai mencapai maksimum 9.7 (Fields 1979). Peningkatan pH telur disebabkan oleh proses metabolisme dan mikrobial yang terjadi pada telur. Silversides dan Scott (2001) menyatakan peningkatan pH telur disebabkan oleh penguapan CO2 dalam telur yang diakibatkan oleh senyawa NaHCO3 yang terurai menjadi NaOH, kemudian terurai lagi menjadi ion-ion Na+ dan OH- sehingga meningkatnya pH telur. Proses metabolisme dan mikrobial dipengaruhi oleh ketebalan kerabang telur dan kualitas komponen internal telur (Yuwanta 2010).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Telur yang berasal dari induk dalam masa puncak produksi memiliki kualitas paling baik apabila disimpan di suhu refrigerator. Selama pengamatan sampai dengan minggu keenam telur mengalami sedikit penurunan kualitas fisik internal serta masih berada pada kualitas yang baik dan layak untuk dikonsumsi.
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 1 2 3 4 5 6 pH
Masa simpan (minggu ke-)
24 minggu 49 minggu 54 minggu
Linear (24 minggu) Linear (49 minggu) Linear (54 minggu)
y = 6.8 + 0.16x y = 6,79 + 0,12x y = 6,47 + 0,244x
14
Saran
Penelitian selanjutnya untuk menentukan waktu penyimpanan telur di suhu refrigerator hingga telur tidak layak dikonsumsi sangat dibutuhkan sehingga didapatkan informasi tentang lama masa simpan telur. Penyimpanan telur diharapkan dilakukan dengan baik sehingga telur tetap terjaga kualitasnya, sehingga ketika dikonsumsi telur tidak menyebabkan terjadinya penyakit pada konsumen. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk merancang standar mengenai telur ayam konsumsi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 3926:2008. Telur Ayam
Konsumsi. Jakarta (ID): BSN.
Bell D, Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg. United States of America (US): Kluwer Academic Pub.
Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wootten M. 1985. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Food Science. Castellini C, Perella F, Mugnai F, Bosco AD. 2006. Welfare, productivity and
quality traits of egg in laying hens reared under different rearing systems. J
Anim Sci. 54(2):147-155.
Fellows JP. 2000. Food Processing Technology: Principles and Practise. Cambridge (UK): Ed, Woodhead Pub.
Fields ML. 1979. Fundamental of Microbiology. Connecticut (US): The Avi Pub. Harahap EU. 2007. Kajian pengaruh bahan pelapis dan teknik pengemasan
terhadap perubahan mutu telur ayam buras selama transportasi dan penyimpanan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Juliana FS. 2011. Karakteristik fisik dan kimia telur ayam arab pada dua peternakan di Kabupaten Tulung Agung, Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Leeson S, Summers JD. 2005. Commercial Poultry Nutrition. Volume ke-3. Canada (CA): University of Guelph.
Messens W, Grijspeerdt K, Herman L. 2005. Eggshell penetration by Salmonella.
World Poult Sci J. 61(1):71-85.doi:10.1079/WPS200443.
Mine Y. 2008. Egg Bioscience and Biotechnology. Ontario (CA): John Wiley And Sons Inc.
Muchtadi TR, Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung (ID): Alfabeta.
Nwachukwu EN, Ibe SN, Ejekwu K. 2006. Short time egg production and egg quality characteristic of main and reciprocal crossbred normal local, naked neck, and frizzle chicken x exotic broiler breeder stock in a humid tropical environment. J Anim Vet Adv. 5(7):547-551.
Oguntunji AO, Alabi OM. 2010. Influence of high environmental temperature on egg production and shell quality: a rewiew. World Poult Sci J. 66(1):739-750.
15 Romanoff AI, Romanoff AJ. 1963. The Avian Egg. New York (US): Jhon Willey
and Sons.
Silversides F, Scott TA. 2001. Effect of storage and layer age Of quality of egg two lines of heins. J Poult Sci. 80(3):1240-1245
Sirait CH. 1986. Telur dan Pengolahannya. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Soekarto TS. 2013. Teknologi Penanganan dan Pengolahan Telur. Bandung (ID): Alfabeta.
Stadelman WJ, Cotteril OJ. 1977. Egg Science and Technology. Conecticut (US): The Avi Pub.
Sudaryani T. 2006. Kualitas Telur. Jakarta (ID): PT Penebar Swadaya.
Tumuova E, Ledvinka Z. 2009. The effect of time of oviposition and age on egg weight, egg component weight and eggshell quality. J Archaeol Geflugelk. 73(2):110-115.
[USDA] United States Department of Agriculture. 1964. Egg Grading Manual. Washington DC (USA): Federal Crop Insurance Corporation (FCIC).
William KC. 1992. Some factors affecting albumen quality with particular reference to haugh unit score. World Poult Sci J. 48(5):5-16.
Winarno FG, Koswana S. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan, dan Pengelolaan. Bogor (ID): IPB Pr.
Yamamoto T, Juneja LR, Hatta H, Kim M. 2007. Hen Eggs: Their Basic and
Applied Science. Florida (US): CRC Pr.
Yuwanta T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Zakiyurrahman A. 2006. Sifat fisik dan fungsional telur ayam ras yang disimpan di dalam refrigerator dengan lama penyimpanan dan waktu preheating yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
16
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Solok, Sumatera Barat pada tanggal 7 Oktober 1994 dari ayah Anwar Fadli dan ibu Widatiti. Penulis merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Aro Talang, Solok. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Gunung Talang di Talang, Solok dan lulus pada tahun 2009. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Gunung Talang dan lulus pada tahun 2012.
Melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri jalur undangan pada tahun 2012, penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia FKH IPB dan pernah menjabat sebagai Ketua Klan Sapi Perah dan sebagai panitia pada beberapa acara yang diadakan Himpro Ruminansia FKH IPB. Selain itu penulis juga pernah mengikuti kegiatan seminar pendidikan yang diadakan oleh FKH IPB.