BAB V
KONSEP PERANCANGAN
5.1. Konsep Umum
Konsep perancangan bangunan dengan pendekatan deafspace guidelines yang diterapkan dalam lima aspek bangunan meliputi penataan massa bangunan, material dan warna, sirkulasi, akustik dan pencahayaan dan tampilan fisik bangunan.
Bagan 5.1 Skema Konsep
Sumber: Analisis, Januari 2014
Ruang dan bangunan sebagai aspek fisik yang memiliki ‘bahasa’ dengan tanda-tanda visual yang diimplementasikan pada setiap detail bangunan. Dalam hal ini pendekatan dengan deafspace guidelines bertujuan untuk memudahkan pengguna yang memiliki keterbatasan pendengaran untuk dapat mengenali ruang dalam lingkungan binaan.Desain mendukung pemberian informasimelalui dari indera penglihatan dan kemampuan menangkap getaran.
5.2. Kebutuhan Ruang
Kebutuhan ruang pada SLB tunarungu dibedakan berdasarkan pengguna dan kegiatannya.Acuan yang dipakai untuk menentukan besaran dan jumlah ruang bersumber dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor
Tabel 5.1 Tabel Kebutuhan Ruang Area Belajar
Sumber: Analisis, Januari 2014
Tabel 5.2 Tabel Kebutuhan Ruang Area Administrasi
Sumber: Analisis, Januari 2014
Tabel 5.3 Tabel Kebutuhan Area Asrama
Tabel 5.4 Tabel Kebutuhan Ruang Area Pendukung
Sumber: Analisis, Januari 2014
Tabel 5.5 Kebutuhan Total Luas Ruang Dalam
Sumber: Analisis, Januari 2014
Tabel 5.6 Tabel Kebutuhan Area Ruang Luar
Sumber: Analisis, Januari 2014
Tabel 4.11 Tabel Total Luasan Yang Dibutuhkan
Sumber: Analisis, Januari 2014
5.3. Konsep Tata Ruang Luar
Site berada di sebelah utara jalan, sumber kebisingan utama berasal dari jalan (sisi selatan) sehingga dalam penataan zonasi bangunan, area publik berada di sisi paling selatan.Sementara area semi privat dan privat di bagian utara namun perletakannya sejajar.Terdapat satu titik tengah yang menghubungkan ketiga zona tersebut sehingga jangkauan visual pengguna dapat mencakup ketiga zona secara bersamaan.
Gambar 5.1 Gambar Pembagian Zonasi
Sumber: Analisis, Januari 2014
Zona semi privat terletak di sisi timur karena bersebelahan dengan pemukiman, sedangkan zona privat berada di sisi barat yang berbatasan dengan area sungai Gadjah Wong sehingga tidak ada gangguan eksternal berupa kebisingan.
5.3.1. Pencapaian Bangunan
Sirkulasi untuk mencapai bangunan termasuk sirkulasi langsung (frontal) agar tidak melelahkan dan untuk memperjelas identitas bangunan tersebut.Entrance utama hanya ada satu buah agar tidak membingungkan
penggunanya.Tetapi, disediakan jalur sendiri pada site untuk pengelola agar semakin mudah mengakses ruang penjaga atau bagian belakang bangunan.
Pengkondisian akses dibagi menjadi akses utama drop off dan langsung menuju area parkir serta akses yang langsung menuju bagian belakang bangunan untuk memudahkan pengelola.
Gambar 5.2 Pencapaian Bangunan
Sumber: Analisis, Januari 2014
5.3.2. Tata Massa Bangunan
Site berada di lahan seluas sekitar 4750 m2 dengan KDB 60% dan dipotong dengan sempadan jalan dan sempadan sungai sehingga luas efektif yang dapat dibangun adalah sekitar 2850 m2.Dari kebutuhan ruang keseluruhan yaitu 5048 m2 maka massa bangunan setidaknya minimal terdiri dari dua lantai.
Konfigurasi massa bangunan menyebar di setiap sisi site dan dibedakan berdasarkan fungsinya. Paling tidak terdapat empatmassa besar yang mewadahi tiga fungsi utama yaitu kantor, sekolah, asrama dan ruang aula siswa. Penataan massa perlu memperhatikan kesinambungan dan koneksi antar bangunan serta pencapaian, khususnya secara visual.
Gambar 5.3 Konsep Tata Massa Bangunan
Sumber: Analisis, Januari 2014
Area tengah menjadi sentra dari keseluruhan massa bangunan. Pada setiap massa memiliki satu detail penghubung untuk memunculkan satu kesinambungan antara massa satu dengan lainnya. Selain itu juga dapat berfungsi sebagai penanda akses utama pada setiap massa bangunan.
Gambar 5.4Skema Situasi Bangunan
Sumber: Analisis, Januari 2014
5.3.3. Elemen Luar Bangunan 1. Elemen Keras.
Elemen keras pada area parkir menggunakan grass block dan paving block. Sedangkan pada jalur sirkulasi yang tertutup atap dapat memakai keramik seperti lantai ruang dalam atau kayu, dan pada jalur sirkulasi yang tidak beratap dapat menggunakan semen bertekstur.
Gambar 5.5 Contoh Elemen Penutup Tanah Pada Lansekap Luar
Sumber: Analisis, 2014
2. Elemen Lunak
Vegetasi merupakan elemen luar bangunan yang memiliki berbagai fungsi. Adapun fungsi-fungsi tersebut antara lain:
1. Sebagai barrier terhadap kebisingan maupun polusi 2. Sebagai peneduh
3. Elemen estetika landscape bangunan. 4. Pembentuk batas ruang
5. Pengendali kecepatan angin
Gambar 5.6 Contoh Vegetasi sebagai Peredam Kebisingan dan Polusi
Gambar 5.7 Contoh Vegetasi sebagai Peneduh
Sumber: DPU Dirjen Bina Marga, 1996
Gambar 5.8 Contoh Vegetasi sebagai Pengendali Kecepatan Angin
Sumber: Russ, 2002
Lokasi site yang berbatasan dengan jalan membutuhkan perlindungan dari polusi dan kebisingan dari luar.Oleh karena itu, penataan vegetasi sangat penting dilakukan.Dalam hal ini, vegetasi berfungsi sebagai barrier dan juga pembatas ruang.Selain itu juga dapat mencakupi fungsi sebagai peneduh di jalur yang dilewati kendaraan untuk akses ke dalam.
Gambar 5.9 Penataan Vegetasi sebagai Barrier dan Pembatas
Vegetasi juga dapat berfungsi sebagai elemen estetika dalam suatu lansekap.Penataan lahan kosong dapat dimanfaatkan untuk kebun kecil dengan macam-macam tanaman.Selain memanfaatkan lahan kosong, kebun tersebut juga dapat menjadi tambahan view dari dalam bangunan.
Gambar 5.10 Contoh Penataan Vegetasi pada Lahan Kosong
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2013
5.4. Konsep Tata Ruang Dalam
5.4.1. Sirkulasi dan Organisasi Ruang
Pola sirkulasi ruang dalam memakai pola radial agar tidak menyulitkan pengguna mencapai ruang-ruang yang akan dituju. Pola radial ini memadukan unsur sirkulasi terpusat dan linier. Area di pusat adalah yang menjadi pusat sirkulasi berupa hall atau lobby sehingga memudahkan pengguna untuk mencapai ruang-ruang linier yang berkembang pada jari-jarinya.
konsep deafspace guidelines, koridor menjadi area yang penting dan membutuhkan banyak fitur desain yang menambah tanda visual bagi pengguna tunarungu.Aktivitas siswa tunarungu di koridor misalnya adalah berbincang dengan teman sambil melewati koridor.Pada saat tersebut, indera penglihatan terfokus untuk berkomunikasi dengan lawan bicara sehingga kurang sigap terhadap kondisi sekita.Oleh karena itu leveling antara koridor dengan ruang luar sebaiknya tidak memiliki selisih ketinggian yang kontras dan sudutnya perlu diperhalus agar tidak membahayakan.
Gambar 5.12Jalur Sirkulasi yang Diperlebar
Sumber: AIA, 2012
Meskipun pada jalur sirkulasi radial, akan sedikit ditemukan persimpangan jalan, namun hal tersebut tetap perlu disikapi dengan desain yang tepat. Penghalusan sudut pada persimpangan dapat meminimalisir bahaya tabrakan antara pengguna koridor yang berlawanan arah, juga dapat membantu pengguna mengetahui pemakai koridor yang berada di belakangnya.
Gambar 5.13Zona Vibrasi Pada Koridor
Gambar 5.14Perhalusan Pada Persimpangan Jalur Sirkulasi
Sumber: AIA, 2012
5.4.2. Zonasi dan Hubungan Antar Ruang
Gambar 5.15 Zonasi Bangunan
Sumber: Analisis, 2014
Massa bangunan dipisahkan berdasarkan fungsi dan tingkat privasi ruang. Ruang publik berupa hall terletak setelah entrance dan terletak di tengah massa bangunan depan. Area semi publik terdiri dari ruang-ruang administrasi yaitu kantor guru, ruang kepala sekolah dan ruang tata usaha. Sedangkan area privat
Bagan 5.2 Zonasi dan Hubungan Antar Ruang
Sumber: Analisis, 2014
5.5. Konsep Fisik Bangunan 5.5.1. Fasad bangunan
Fasad bangunan yang menghadap sisi timur diberikan elemen penanda entrance dan bersifat kontras agar mudah dikenali sebagia entrance.Bentuk entrance dapat lebih menonjol dibanding ruang lainnya. Pada setiap massa bangunan yang berada di area dalam pun memakai material atau warna yang berbeda sebagai penanda entrance.
Gambar 5.16 Contoh Entrance yang Menonjol dan Menggunakan Material Berbeda
Sumber: www.indesignindonesia.com, diakses pada Januari 2014
5.5.2. Warna, Tekstur dan Material
Setiap ruang memiliki karakteristik yang disesuaikan dengan fungsi ruang dan penggunanya.Adapun kesan karakteristik ruang yang diinginkan didapat dengan pemilihan warna, tekstur dan material bangunan.
Tabel 5.7 Karakteristik Ruang
Nama Ruang Karakter
Area Ruang Pembelajaran
Warna interior yang digunakan berkisar pada warna krem cerah Layout ruang menggunakan tempat duduk yang disusun letter U Pencahayaan alami didukung dengan bukaan yang cukup Penghawaan alami dengan adanya ventilasi
Ruang Terapi (Bina Wicara dan BPBI)
Penggunaan material yang mendukung ruang kedap suara seperti gypsum
Area ruang administrasi
Layout dan sirkulasi ruang teratur dan sederhana
Penggunaan signage berupa gambar-gambar jelas dengan warna kontras
Warna interior yang digunakan berkisar pada warna oranye pastel
Pencahayaan dan penghawaan buatan Ruang
perpustakaan
Warna interior berkisar pada warna biru lembut Penggunaan signage yang jelas
Nama Ruang Karakter Ruang sirkulasi Penggunaan signage yang jelas
Koridor lebar
Detail repetisi yang mengarahkan jalur sirkulasi menuju ruang-ruan yang terhubung
Ruang penunjang (dapur, ruang ibadah, ruang tunggu, dsb)
Penggunaan signage yang jelas misalnya pada ruang ibadah diberikan lampu yang menyala saat tiba waktunya beribadah Permukaan tidak licin
Pada ruang ibadah dinding berwarna biru pastel untuk suasana tenang
Toilet dan kamar mandi
Permukaan tidak licin
Lebar pintu minimal 90 cm dan terdapat pelat tending di bagian bawah
Mudah ditemukan
Penggunaan signage yang jelas Ruang
publik/outdoor
Penggunaan signage yang jelas Permukaan relatif rata
Menghindari tangga undakan yang tinggi dan melengkapi dengan ramp dengan kemiringan yang nyaman
Sumber: Analisis, Januari 2014
Secara menyeluruh warna yangdigunakan cenderung ke warna lembut, tenang dan alami.Warna-warna krem lembut dan gradasinya tidak gelap, dan tidak terlalu terang, dirasa tepat untuk menimbulkan suasana terang yang cukup.Dalam deafspace guidelines dijelaskan pemilihan warna interior tidak memakai warna yang mencolok agar tidak cepat membuat mata lelah.
Gambar 5.17 Contoh Pembedaan Warna Pada Elemen Pembatas Ruang
Elemen pembentuk ruang antara dinding, lantai dan langit-langit diberikan warna yang berbeda, namun tetap tidak kontras. Selain itu pembedaan tekstur dan warna pada tiap fungsi ruangan dan zona yang berbeda akan memudahkan pemahaman ruang bagi kalangan dengan keterbatasan. Dalam hal ini, hal yang paling banyak dipertimbangkan dalam desain adalah untuk elemen lantai dan dindingnya.Lantai ruang pada umumnya menggunakan perkerasan keramik yang mudah dibersihkan, karena sehari-harinya tempat ini banyak dijamah oleh publik.Setiap zona yang berbeda diberi pola lantai yang senada agar memberi informasi visual yang jelas.Persyaratannya secara keseluruhan adalah harus lembut namun bertekstur dan tidak licin untuk mendukung keamanan.
Gambar 5.18 Contoh Penggunaan Material Keramik dengan Warna yang Berbeda untuk Membentuk Pola Lantai
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013
Material bangunan menggunakan pasangan bata yang diplester dan dicat. Batu bata mudah diolah dan disesuaikan dengan bentuk yang diinginkan, dan setelah diplester mudah dicat dengan warna apa saja. Pada beberapa tempat dikombinasikan dengan batuan alam sebagai aksen dan penanda ruangan.
Tabel 5.8 Tabel Karakteristik Ruang Berdasarkan Material Lantai dan Dinding
Ruang Lantai Dinding
Lobi Terbuat dari tegel/terakota Terbuat dari paduan batu alam dan kayu. Untuk sisi berdinding
Ruang Lantai Dinding
KM + WC Tegel bertekstur Dinding keramik yang
cerah.
Pada bagian luarnya, kamar mandi laki-laki
dan perempuan
dibedakan dengan warna pink dan biru. Warna ini sangat lazim untuk dipahami dengan mudah, bahwa biru merupakan warna laki-laki sedangkan pink untuk perempuan
Ruang rapat Terbuat dari keramik putih bertekstur
Gypsum acoustic
Ruang Terapi (Bina Wicara dan BPBI)
Terbuat dari lantai kayu Gypsum acoustic Ruang Administrasi Terbuat dari keramik putih
bertekstur
Berwarna cenderung krem cerah agar ruang tampak terang
Ruang Ibadah Terbuat dari lantai parket Dinding berwarna jingga cerah yang sesuai dengan warna lantai
Jalur sirkulasi & ruang antara
Pada bagian yang ternaungi atap, sirkulasi terbuat dari keramik. Pada bagian yang terkena panas matahari, jalur sirkulasi terbuat sari semen bertekstur
Dinding bertekstur dan cenderung dingin, misalnya menggunakan batu alam atau batu bata.
Perpustakaan Terbuat dari keramik agak gelap karena ruang sudah cukup terang
Menggunakan dinding dengan warna biru cerah. Karena untuk keperluan membaca, tingkat pencahayaan harus cukup terang. Selain itu diaplikasikan juga gypsum
Asrama Terbuat dari keramik putih bertekstur
Menggunakan dinding berwarna hijau pastel agar menimbulkan kesan rileks dan mendukung kegiatan istirahat penghuni asrama
Pemilihan warna-warna cerah dan lembut selain mengurangi panas yang terperangkap dalam bangunan, juga sesuai dengan konteks lansekap di sekelilingnya.Pemilihan warna ini juga terkesan lembut dan nyaman, tapi tidak membuat bosan.
Gambar 5.19 Ilustrasi Warna yang Digunakan
Sumber: Analisis, 2013
Gambar 5.20Skema Warna Pada Ruangan
Sumber: Analisis, 2014
Pada ruang dalam, terdapat zona vibrasi untuk memberi tanda apabila ada orang lain yang masu ke dalam ruangan. Zona vibrasi tersebut dibuat dengan material lantai dari kayu.
5.6. Konsep Sistem Bangunan 5.6.1. Sistem Pencahayaan
Pencahayaan pada ruang-ruang di SLB Tunarungu diusahakan menggunakan pencahayaan alami, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2008.Namun untuk beberapa ruang dengan pengkondisian khusus dapat digunakan pencahayaan buatan dengan lampu listrik.
1. Pencahayaan Alami
Ruang kelas dan ruang pembelajaran lainnya menggunakan pencahayaan alami dan bertujuan agar lebih hemat energi dan lebih sehat.Pencahayaan alami didukung dengan adanya bukaan yang lebar. Namun untuk mengurangi panas matahari yang ikut masuk dengan cahaya, digunakan shading dan filter berupa kisi-kisi pada jendela
2. Pencahayaan Buatan
Ruang-ruang yang memakai pencahayaan buatan adalah ruang kelas, perpustakaan, ruang administrasi dan area asrama.Pencahayaan buatan menggunakan lampu yang disusun dengan teknik pencahayaan baur (indirect lighting) sehingga cahaya yang dihasilkan di ruangan bersifat merata dan tidak membuat silau.
Untuk menghindari silau yang berlebihan, dapat digunakan shading pada bangunan.Shading dapat dibagi menjadi:
- Shading buatan, yaitu didapat dari adanya bukaan pada ruang, tritisan yang cukup, orientasi ruang dan bukaan yang tepat, aplikasi kaca blur, korden, tirai, kerai, dan sebagainya.
- Shading alami yang didapat dari pemilihan vegetasi yang tepat.
Pada fungsi sirkulasi, metode dan jenis pencahayaan adalah linier, yaitu bersifat mengarahkan.Lampu dipasang pada bagian atas dinding dan plafon. 5.6.2. Sistem Penghawaan
Sama halnya dengan sistem pencahayaan, penghawaan ruang pun diusahakan menggunakan penghawaan alami pada ruang-ruang di SLB.Kecuali pada ruang-ruang tertentu yang membutuhkan kondisi udara yang nyaman untuk menungjang kinerja dalam ruangan.
1. Penghawaan Alami
Penghawaan alami didukung dengan adanya sistem ventilasi silang (cross ventilation) yang memungkinkan udara melewati ruangan dengan lancar sehingga penghawaan ruangan dapat terjaga kesejukannya.
2. Penghawaan Buatan
Untuk lebih memaksimalkan penciptaan kondisi udara dalam ruangan yang baik, diperlukan sistem penghawaan buatan dengan dibantu dengan kipas angin dan AC split. Pada perpustakaan misalnya, untuk mendukung ketenangan dan kenyamanan perpustakaan, maka dibutuhkan AC split untuk mengkondisikan udara dalam ruangan. Selain itu pada ruang guru, ruang administrasi dan ruang kepala sekolah juga membutuhkan AC split. Untuk ruang asrama yang meliputi tempat tinggal dan area belajar bersama bagi siswa dapat dibantu dengan kipas angin.
5.6.3. Sistem Akustik
Sistem akustik pada ruang yang dipakai siswa tunarungu sangat penting untuk diperhatikan.Hal ini karena keterbatasan siswa tunarungu mengalami pendengaran.Ruang yang dibutuhkan adalah ruang yang memiliki sistem akustik yang baik, tidak terganggu dengan kebisingan dari luar dan dapat menghantarkan getaran dengan baik.Kondisi ruang yang demikian membutuhkan dukungan material akustik yang mampu meredam suara dari luar. Khususnya di ruang Bina Wicara dan Bina Persepsi Bunyi dan Irama, kondisi ruangan harus benar-benar kedap suara untuk mendukung proses terapi tunarungu.
Pada ruang bina wicara dan ruang bina persepsi bunyi dan irama, kondisi ruang harus dalam keadaan kedap suara agar siswa mampu menjalani terapi komunikasi dengan baik tanpa adanya gangguan kebisingan dari luar ruangan.Untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan material peredam suara pada
Gambar 5.22 Skema Penggunaan Material pada Ruang Kedap Suara
Sumber: Analisis, 2014
5.6.4. Sistem Utilitas
1. Jaringan Air Bersih
Air bersih berasal dari air PDAM dan sumur (deep well).Perencanaan sistem distribusinya adalah air ditampung terlebih dahulu pada reservoir bawah, kemudian dipompakan ke tangki penampungan pada atap (upper tank) dan didistribusikan ke tiap outlet yang membutuhkan baik di dalam maupun luar bangunan.
Perletakan sumber air bersih berupa kran ditempatkan di setiap area yang berfungsi sebagai taman untuk memudahkan proses penyiraman vegetasi. Selain itu pengadaan air bersih juga dimanfaatkan dari pembaharuan air hujan yang dapat digunakan pada penggunaan-penggunaan tertentu yang tidak menuntut kehigienisan air misalnya untuk perawatan vegetasi dan bangunan.
2. Jaringan Air Kotor
Air kotor terdiri dari tiga macam, yaitu grey water berupa air buangan dari wastafel dan floor drain; black water berupa buangan dari kloset dan urinoir; dan storm water yaitu buangan dari roof drain. Limbah air kotor yang berasal dari dapur dan wastafel akan dibuang menuju sumur resapan, melalui bak lemak yang berjarak setiap 10 m. Black water akan dialirkan langsung menuju septictank.
Air hujan tidak langsung dibuang ke got, tetapi diresapkan terlebih dahulu dan ditampung untuk keperluan yang tidak membutuhkan kehigienisan yang tinggi, seperti flushing toilet dan menyiram tanaman.
3. Jaringan Listrik
Keperluan listrik dalam operasional bangunan bersumber dari PLN. Jaringan listrik untuk keperluan sehari-hari bersumber dari PLN. Penggunaan listrik relatif besar dan pencahayaan buatan merupakan bagian yang sangat penting dalam menunjang aktivitas siswa tunarungu, oleh karena itu diperlukan genset sebagai sumber listrik alternatif apabila terjadi pemadaman
Keperluan penunjang jaringan listrik seperti stop kontak, sakelar lampu, dan alat elektronik lainnya berada di posisi yang mudah di jangkau di setiap ruangnya. Selain itu diperlukan pengamanan agar tidak disalah gunakan oleh anak, misalnya di letakkan di ketinggian yang sulit dijangkau anak-anak dan diberikan pengaman untuk stop kontak.
4. Sistem Evakuasi
Sistem evakuasi untuk tanda bahaya bencana dan kebakaran memakai alarm bunyi dan lampu indikator bahaya pada setiap ruangan. Lampu tersebut menyala berkedip-kedip dan dapat terletak pada dinding depan atau di plafon seperti lampu yang berfungsi untuk pencahayaan ruang. Jalur evakuasi bencana baik kebakaran maupun bencana lain harus diletakkan di setiap ruangan, tentu saja dengan keterangan posisi ruang. Peta tersebut berwarna terang dan kontras, serta memberikan informasi yang jelas.Jalur evakuasi harus berakhir di tempat yang aman, dapat berupa lapangan terbuka atau halaman.
Gambar 5.23 Skema Jalur Evakuasi
Sumber: Analisis, 2014
Untuk penanggulangan bencana kebakaran, dilakukan usaha preventif dan represif seperti berikut:
1. Preventif
Usaha pencegahan terjadinya kebakaran dilakukan dengan pemilihan material yang memiliki sifat resistensi cukup tinggi terhadap api, terutama pada bagian ruang-ruang yang memiliki fungsi khusus sebagai jalur evakuasi seperti tangga darurat dan jalur evakuasi. Selain itu penggunaan alarm kebakaran pada setiap ruang juga diperlukan. Alarm kebakaran perlu dilengkapi dengan adanya suara dan pertanda lampu agar dapat diketahui oleh siswa tunarungu.
2. Represif
Pencegahan penjalaran api dari sumbernya ke ruang-ruang lain dengan memilih material yang tidak menghantarkan api dengan cepat serta dengan sistem pemadam kebakaran melalui sprinkler, hydrant dan fire extinguisher.
Standar keselamatan dalam sistem evakuasi harus benar-benar diperhatikan. Pada setiap massa bangunan dua lantai atau lebih, tangga darurat terdapat di ujung bangunan dan jarak antar tangga darurat maksimal 40 meter.
Gambar 5.24 Jarak Maksimal Tangga Darurat