• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. Masa madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan. manusia. Gallagher, Lachman, Lewkowictz, & Peng (2001), menyatakan bahwa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. Masa madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan. manusia. Gallagher, Lachman, Lewkowictz, & Peng (2001), menyatakan bahwa"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia. Gallagher, Lachman, Lewkowictz, & Peng (2001), menyatakan bahwa dewasa madya ditandai dengan tanggung jawab yang berat dan beragam, menurut perannya yaitu tanggung jawab sebagai seorang yang menjalankan rumah tangga, perusahaan, membesarkan anak, dan mungkin merawat orang tua mereka, serta mulai menata karir yang baru. Selain itu juga harus menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis yang terjadi seperti perubahan dalam penampilan, perubahan dalam kesehatan, dan perubahan dalam seksual (Hurlock, 1999).

Masa madya atau usia setengah baya dialami oleh individu yang berusia antara 40 sampai 60 tahun, masa ini terbagi kedalam dua subbagian, yaitu : usia madya dini yang membentang antara usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang terbentang antara usia 50 hingga 60 tahun. Masa madya ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat walaupun banyak yang mengalami perubahan-perubahan tersebut lebih lambat sehingga terlihat lebih jelas daripada masa lalu (Hurlock, 1999).

Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999) individu dewasa madya memiliki sejumlah tugas perkembangan yang harus diselesaikannya, seperti halnya rentang kehidupan lainnya. Salah satu tugas tersebut adalah penyesuaian terhadap

(2)

perubahan fisik. Pada masa ini terjadi perubahan fisik, salah satu dari perubahan tersebut adalah menopause yang terjadi pada wanita sedangkan pada pria dikenal dengan istilah andropause.

Menopause merupakan momok yang harus dihadapi setiap wanita dewasa madya. Menopause adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Men dan peuseis adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan berhentinya haid. Menurut kepustakaan abad 17 dan 18 menopause dianggap sebagai suatu bencana dan malapetaka, sedangkan wanita setelah menopause dianggap tidak berguna dan tidak menarik lagi (Kasdu, 2002).

Usia menopause antara seorang wanita dan wanita lainnya tidaklah sama dan bergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya (Siswono, 2004). Beberapa sumber menjelaskan bahwa umumnya wanita di Indonesia mengalami menopause pada usia 40-an sampai 50-an. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan paramedis wanita di beberapa rumah sakit di Medan diperoleh hasil bahwa interval usia menopause antara 43 sampai 53 (Hutapea, 1998). Menopause adalah kejadian alami yang harus dilalui oleh setiap wanita. Kondisi ini merupakan suatu akhir proses biologis yang menandai berakhirnya masa subur seorang wanita.

Achdiati (2006) menyebutkan bahwa masa menopause adalah masa berhentinya menstruasi yang akan terjadi pada setiap wanita madya dimana pada masa ini wanita akan kehilangan kemampuan untuk memiliki dan melahirkan anak. Dikatakan menopause bila siklus menstruasinya telah berhenti selama 12 bulan atau 1 tahun (Noor, 2001).

(3)

Menopause juga merupakan suatu peralihan dari masa produktif menuju perubahan secara perlahan-lahan ke non-produktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen dan progesteron seiring dengan bertambahnya usia ( Kuntjoro, 2002 ). Penurunan kadar estrogen, menyebabkan periode menstruasi yang tidak teratur sehingga dapat dijadikan sebagai petunjuk terjadinya menopause.

Hasil penelitian Departemen Obsetri dan Ginekologi di Sumatera salah satu kota di Indonesia, keluhan masalah kesehatan yang dihadapi oleh perempuan menopause terkait dengan rendahnya kadar estrogen atau androgen di dalam sirkulasi darah, sehingga muncul keluhan nyeri senggama (93,33 %), keluhan pendarahan pasca senggama (84,44 %), vagina kering (93,33 %), dan keputihan (75,55 %), keluhan gatal pada vagina (88,88%), perasaan panas pada vagina (84,44 %), nyeri berkemih (77,77 %), inkontenensia urin (68,88 %), (Hadrians, dkk, 2005).

Mappiare (1983), mengemukakan menopause terjadi sebagai akibat adanya perubahan fisik dan psikis yang ditandai dengan berhentinya produksi sel telur. Faktanya Sekitar 40-85% dari semua wanita dalam usia klimakterik mempunyai keluhan. Neugarten (dalam Indarti, dkk, 1991) mengatakan bahwa wanita yang belum menopause (usia klimakterik) bersikap negatif terhadap menopause, karena mereka belum siap menjadi tua, sedangkan wanita yang sudah menopause lebih dapat menerima keadaan tua karena mereka telah mempunyai pengalaman menopause. Sehingga dapat dikatakan bahwa wanita yang usianya masih dalam proses menuju pada menopause lebih merasakan dampak stresnya yang

(4)

diakibatkan oleh adanya perubahan-perubahan dalam diri dibandingkan mereka yang telah melewati masa-masa tersebut.

Hasil penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita yang mengalami menopause akan merasakan sebagai masalah atau gangguan, sedangkan sekitar 25% tidak memasalahkannya (Sumanto T, 2009).

Menopause ditandai dengan berbagai macam keluhan atau gejala yang meliputi aspek fisik maupun psikologis. Gejala fisik yang timbul akibat perubahan hormonal adalah menurunnya fungsi organ reproduksi yaitu ovarium. Biasa ditandai dengan memendeknya siklus haid dan menyebabkan haid menjadi tidak teratur pada usia sekitar 45 tahun. Fisik juga akan mengalami ketidaknyamanan seperti rasa kaku dan linu karena adanya semburan panas (hot flashes) yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher dan dada bagian atas. Berdasarkan data di lapangan diketahui bahwa perasaan panas pada muka dirasakan sekitar 75 % wanita menopause.

Kebanyakan wanita merasakan panas pada muka lebih dari setahun dan sekitar 25-50 % merasakan lebih dari 5 tahun. Perasaan panas dirasakan pada muka berkisar antara 0,5 menit sampai 5 menit dan kadang-kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas atau dingin. Hal yang sama dijelaskan Sheldon (dalam Reitz, 1993) bahwa 60 % wanita mengalami arus panas ini. Reaksi negatif lain seperti pening, kelelahan, jengkel, resah, cepat marah, berdebar-debar dan sebagainya dirasakan sekitar 80 % wanita menopause (

(5)

dapat dipisahkan antara aspek organ-biologis, sosial, budaya dan spiritual dalam kehidupan wanita.

Beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, sulit tidur, tertekan, gelisah, gugup, kesepian, tidak sabar, gangguan konsentrasi, gangguan libido, tegang, cemas, stres, dan depresi (Hurlock, 1999). Dari penelitian yang dilakukan oleh Robertson (dalam Christiani, 2000) di Menopause Clinic Australia, dari 300 pasien usia menopause terdapat 31,3 % pasien mengalami depresi dan kecemasan. Kecemasan yang muncul menimbulkan insomnia. Ada juga yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang hilang (http://bima.ipb.ac.id/~anita/menopause.htm)

Hal di atas menjadi faktor yang dapat menjelaskan mengapa wanita mengalami stres memasuki masa menopause. Menopause juga dapat berakibat lebih lanjut bagi tubuh karena memicu kelainan seperti gangguan cardiovascular, osteoporosis, hipertensi, kanker dan lain-lain.

Data dari American Heart Association

(http://bima.ipb.ac.id/~anita/menopause.htm) menunjukkan, 1 dari 9 orang berusia 45-60 tahun terkena Penyakit Jantung Koroner. Pada usia di atas 60 tahun, 1 di antara 3 wanita terkena Penyakit Jantung Koroner. Angka kematian wanita yang terkena Penyakit Jantung Koroner cukup tinggi, yaitu 50%. Di Amerika, kematian akibat Penyakit Jantung Koroner bahkan 10 kali lipat dibanding akibat kanker payudara. Seorang wanita yang sudah menopause punya kemungkinan 30 kali

(6)

lebih besar terkena Penyakit Jantung Koroner dibanding wanita premenopause. Selain itu, seiring bertambahnya usia, keseimbangan tubuh pun jadi terganggu. Tulang menipis sehingga bisa menyebabkan keropos tulang yang lebih dikenal dengan osteoporosis. Akibat lebih parahnya, tulang bahkan bisa patah. Sebanyak 40% wanita usia 50 -70 tahun mengalami patah tulang, sedangkan di atas usia 70 tahun yang mengalaminya sebanyak 50%. Keduanya biasa terjadi secara diam-diam tanpa disadari. Perubahan fisik dan resiko yang akan dihadapi sebagai akibat menopause mendorong kemungkinan terjadinya peningkatan stres pada wanita madya. Stres yang dialami dapat mengubah seorang wanita madya tersebut mengalami kecemasan.

Achdiati (2006) menyatakan bahwa masa menopause merupakan masa yang berpotensi dapat menimbulkan kecemasan. Respon terhadap datangnya masa menopause memiliki keragaman, diantara penyebabnya adalah pengetahuan, wawasan dan aktivitas yang dijalani oleh wanita usia dewasa madya tersebut. Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Gangguan kecemasan dianggap berasal dari suatu mekanisme pertahanan diri yang dipilih secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam dan berbahaya. Kecemasan yang dialami dalam situasi semacam itu memberi isyarat kepada makhluk hidup agar melakukan tindakan mempertahankan diri untuk menghindari atau mengurangi bahaya atau ancaman.

Kenyataan yang ada di masyarakat menunjukkan banyak kaum ibu mengalami masalah dalam menghadapi menopause. Masalah yang sering dihadapi antara lain

(7)

gangguan dalam kehidupan seksual suami isteri, perasaan yang tidak menyenangkan sampai ketidaksiapan dalam menghadapi proses penuaan (Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000). Berkurangnya kadar estrogen dapat menyebabkan berkurangnya kelembaban kulit sehingga kulit menjadi keriput (Bromwich dalam Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000) sehingga terjadi kemunduran pada kualitas feminin, kecantikan dan vitalitas. Keadaan ini sering menimbulkan reaksi penolakan terhadap proses penuaan (Kartono dalam Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000) disamping itu timbul perasaan cemburu pada kesempatan yang diperoleh wanita yang lebih muda (Gluckman dalam Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000), sehingga menjadi mudah cemburu terhadap suami dan mempengaruhi keharmonisan keluarga (Daradjat dalam Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000). Masalah diatas berpotensi memperparah stres pada wanita yang mengalaminya dan berkembang menjadi kecemasan.

Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. Stres juga adalah suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis (Chapplin, 1999). Stres adalah suatu keadaan atau tantangan yang kapasitasnya diluar kemampuan seseorang oleh karena itu, stres sangat individual sifatnya (Kuntjoro, 2002).

Noor menyebutkan bahwa wanita yang menilai atau menganggap menopause itu sebagai peristiwa yang menakutkan (stressor) dan berusaha untuk

(8)

menghindarinya, maka stres pun akan sulit untuk dihindari. Jika tidak ditanggulangi stres dapat menyita energi, mengurangi produktivitas kerja dan menurunkan kekebalan terhadap penyakit, artinya kalau dibiarkan dapat

menggerogoti tubuh secara diam-diam (http://bima.ipb.ac.id/~anita/menopause.htm).

Setelah individu mengalami kejadian yang membuat stres, individu biasanya

berusaha untuk mengatasinya (Sears, 2009). Pusadan (2004) menyatakan bahwa beban individu dapat sedikit berkurang jika individu tersebut melakukan pengalihan atau upaya penanganan dari stres yang dialami yang disebut sebagai coping. Metode coping dibutuhkan untuk mengatasi stres yang wanita alami saat menghadapi menopause.

Lazarus & Folkman (1986) mendefinisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang. strategi coping menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Dengan perkataan lain strategi coping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya (Pusadan, 2004).

Llewellyn & Jones (1997), mengatakan bahwa pada saat menopause terjadi perubahan-perubahan dalam tubuh. Perubahan tersebut antara lain anak-anak

(9)

sudah dewasa dan telah meninggalkan rumah, suami yang punya kebiasaan waktunya lebih banyak diluar bersama dengan teman-temannya, ditambah lagi teman-teman sering mengeluh hal yang sama membuat wanita ini merasa semakin kesepian sehingga dibutuhkan penyesuaian diri dari wanita tersebut untuk menetralisir keadaan. Dalam penelitian ini, coping stres mengacu pada suatu upaya yang dilakukan individu untuk mengurangi mentoleransi, atau mengatasi stres yang ditimbulkan oleh sumber stres yang dianggap membebani individu.

Menurut Aspinwall (dalam Taylor, dkk., 2009) coping terhadap kejadian yang menekan adalah proses yang dinamis. Coping tersebut dimulai dengan penilaian terhadap situasi yang harus individu atasi. Penilaian ini penting bagi usaha untuk mengelola situasi yang menekan. Menilai kejadian sebagai tantangan dapat menghasilkan upaya coping yang penuh percaya diri dan emosi positif, sedangkan menganggap kejadian stressor sebagai ancaman dapat menurunkan kepercayaan diri dan menimbulkan emosi negatif (Skinner, dalam Taylor, dkk., 2009). Kedua penilaian ini disebut sebagai penilaian primer (primary appraisal).

Wanita yang sudah memahami tentang menopause serta dapat menerima hal-hal yang berhubungan dengan menopause secara wajar, mereka akan menerapkan hidup sehat dengan tidak mencemaskan datangnya menopause karena menopause adalah hal yang alami yang akan dialami oleh wanita. Tetapi berbeda dengan wanita yang belum mengerti tentang menopause serta informasi yang didapat kurang mengenai menopause, individu akan menganggap menopause sebagai sesuatu yang harus ditutupi atau dihindari. Wanita yang takut akan datangnya

(10)

menopause dan memandang menopause sebagai suatu ancaman mereka akan menutupinya dengan mengikuti tren atau mode untuk menutupi perubahan-perubahan pada dirinya. Seperti dandanan yang terlalu mencolok, model pakaian yang seperti anak muda karena tidak mau dikatakan tua (Pamela, 2008).

Hal ini dapat dilihat dari pernyataan seorang wanita madya berikut :

“Ya biasa aja…anggap aja ini tanda-tanda kalo ibu ni udah tua.. awalnya sempat bingung juga karena perubahan dalam diri,tapi....Ya mungkin ini memang yang harus dialami setiap perempuan kalo udah tua... Bapak pun nggak pernah protes kok sama keadaan ibu sekarang,ya jadi ibu tenang-tenang aja..Ya bersyukur ajalah sama Tuhan apa yang sudah diberikannya dan yang terpenting kita tetap sehat.”

( Komunikasi Personal, 29 Mei 2010 )

Selanjutnya langkah penilaian yang kedua adalah penilaian sekunder (secondary appraisal). Pada tahap ini, individu mengevaluasi potensi atau kemampuannya dan menentukan seberapa efektif potensi atau kemampuan yang dapat digunakan untuk menghadapi suatu kejadian (Lazarus, dalam Santrock, 2003). Penilaian ini merupakan suatu proses yang terlibat dalam memilih strategi coping untuk merespon situasi stres (Lazarus, 1986). Coping merupakan salah satu strategi yang harus dilakukan individu agar bisa tetap bertahan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Dengan demikian individu dapat menjalankan tugas dan fungsi mereka sesuai dengan keinginan dan harapan (Pusadan, 2004). Berbagai upaya dilakukan untuk memperlambat datangnya menopause, mulai dari mengubah, mengurangi, dan memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan hingga penggunaan obat-obatan, suplemen atau memasukkan zat-zat tertentu ke dalam tubuh (Smart,2010).

(11)

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause secara umum?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya, dan memberikan kontribusi terhadap psikologi perkembangan yang terkait dengan coping stress.

2. Secara praktis,

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan dan menambah wawasan bagi wanita-wanita yang akan menghadapi menopause

(12)

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah : BAB I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori – teori yang dimuat adalah teori-teori yang berhubungan dengan stres dan coping stress, dewasa madya, dan menopause.

BAB III : Metode Penelitian

Pada bab ini dijelaskan mengenai rumusan identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, metode pengambilan data penelitian , validitas, uji daya beda dan realibilitas alat ukur, serta metode analisis data

BAB IV : Analisa data dan Pembahasan

Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, interpretasi data dan pembahasan

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pasar efisien bentuk setengah kuat pada pengumuman Jakarta Islamic Index, perbedaan rata-rata perbedaan rata-rata abnormal

Namun, belum semua modalitas ini dimanfaatkan, misalnya pada toilet khusus penyandang difabel yang belum memiliki simbol pada pintu luarnya, lif yang belum dapat

• Tujuan kegiatan ini adalah terdapatnya nilai survei tarikan dan bangkitan perjalanan pada pusat perbelanjaan dan nilai koefisien kebutuhan ruang parkir yang dapat dibuat

Jawaban : Alat Pencuci Ikan berjalan dengan lancar, dimulai dari daging ikan yang di letakkan pada Conveyor sampai masuk pada Spin Whaser untuk melakukan proses pemisahan sisik

Pengelolaan sumber daya air sering berfokus pada pemenuhan kebutuhan air yang meningkat tanpa memperhitungkan secara memadai kebutuhan untuk melindungi kualitas dan

Kedua hasil yang berbeda antara EV dan ROA menunjukkan bahwa pasar tidak merespon strategi diversifikasi global dengan baik sementara tata kelola lebih signifikan pengaruhnya pada

Rasio lancar ( Current Ratio ) merupakan Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva

Untuk menghindari pelabelan sebagai pembajakan, sebagian besar website memiliki struktur yang serupa, yaitu mereka berstrategi dengan menampilkan sebuah pernyataan ( disclaimer