• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 2.1. Ikan nila (Oreochromis niloticus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 2.1. Ikan nila (Oreochromis niloticus)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Nila

Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah (2010), klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut:

Kelas : Osteichthyes Sub-kelas : Acanthoptherigii Ordo : Percomorphi Sub-ordo : Percoidea Family : Cichlidae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan spesies yang berasal dari kawasan Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya di Afrika. Saat ini, ikan ini telah tersebar ke negara beriklim tropis dan subtropis.

Ikan nila (O. niloticus) merupakan jenis ikan air tawar yang memiliki bentuk tubuh panjang dan ramping, dengan sisik yang berukuran besar. Mata besar, menonjol, dan bagian tepi berwarna putih. Gurat sisi (linea literalis) terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut, tapi letaknya lebih ke bawah dari pada letak garis yang memanjang di atas sirip dada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2011).

Gambar 2.1. Ikan nila (Oreochromis niloticus) BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Nila

Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah (2010), klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut:

Kelas : Osteichthyes Sub-kelas : Acanthoptherigii Ordo : Percomorphi Sub-ordo : Percoidea Family : Cichlidae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan spesies yang berasal dari kawasan Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya di Afrika. Saat ini, ikan ini telah tersebar ke negara beriklim tropis dan subtropis.

Ikan nila (O. niloticus) merupakan jenis ikan air tawar yang memiliki bentuk tubuh panjang dan ramping, dengan sisik yang berukuran besar. Mata besar, menonjol, dan bagian tepi berwarna putih. Gurat sisi (linea literalis) terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut, tapi letaknya lebih ke bawah dari pada letak garis yang memanjang di atas sirip dada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2011).

Gambar 2.1. Ikan nila (Oreochromis niloticus) BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Nila

Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah (2010), klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut:

Kelas : Osteichthyes Sub-kelas : Acanthoptherigii Ordo : Percomorphi Sub-ordo : Percoidea Family : Cichlidae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan spesies yang berasal dari kawasan Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya di Afrika. Saat ini, ikan ini telah tersebar ke negara beriklim tropis dan subtropis.

Ikan nila (O. niloticus) merupakan jenis ikan air tawar yang memiliki bentuk tubuh panjang dan ramping, dengan sisik yang berukuran besar. Mata besar, menonjol, dan bagian tepi berwarna putih. Gurat sisi (linea literalis) terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut, tapi letaknya lebih ke bawah dari pada letak garis yang memanjang di atas sirip dada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2011).

(2)

Posisi mulut ikan nila terletak di ujung hidung (terminal). Ikan nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip perut torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda lainnya yang dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak keputihan. Bagian tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal putih agak kehitaman bahkan kuning. Sisik ikan nila berukuran besar, kasar dan tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Ukuran kepala relatif kecil dengan mulut berada di ujung kepala serta mempunyai mata yang besar Kottelat et al., (1993).

2.2. Biologi Ikan Nila

Pada pemeliharaan benih, debit air yang dibutuhkan berkisar 0.5 liter/detik. Ikan nila dapat hidup pada suhu 25-300C; pH air 6.5–8.5; oksigen terlarut > 4 mg/I dan kadar ammoniak (NH3) < 0.01 mg/I; kecerahan kolam hingga 50 cm. selain itu ikan nila juga hidup dalam perairan agak tenang dan kedalaman yang cukup Pusat Penyuluhan Perikanan (2011).

Ikan nila dapat memanfaatkan plankton dan perifiton, serta dapat mencerna Blue Green Algae. Ikan nila umumnya matang kelamin mulai umur 5-6 bulan. Ukuran matang kelamin berkisar 30-350 g. Rasio betina: jantan berkisar antara (2-5):1, keberhasilan pemijahan berkisar 20-30% per minggu dengan jumlah telur antara 1-4 butir/gram induk. Ikan nila menpunyai pertumbuhan cepat, rata-rata pertumbuhan harian dapat mencapai 4,1 gram/hari Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah (2010).

2.3. Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan Nila

Secara umum jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seekor ikan rata-rata berkisar antar 5–6% dari bobot tubuhnya/hari. Akan tetapi, jumlah tersebut dapat berubah-ubah karena berbagai faktor, salah satunya adalah suhu lingkungan. Suhu air juga berpengaruh terhadap aktifitas metabolisme. Ukuran ikan juga berpengaruh terhadap jumlah makanan yang dikonsumsi. Ikan yang berukuran kecil membutuhkan makanan lebih banyak karena laju pertubuhannya sangat pesat. Dalam kegiatan budidaya, benih ikan dapat diberi makan sampai 50% bobot biomassa/hari Pusat Penyuluhan Perikanan (2011).

(3)

Menurut Nikolsky (1963), dalam Hasmardy (2003), makanan ikan terdiri dari makanan utama, makanan pelengkap dan makanan tambahan. Makanan utama yaitu makanan yang biasa dimakan dalam jumlah besar. Makanan pelengkap yaitu makanan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan dalam jumlah yang sangat sedikit. Selain itu, terdapat juga makanan pengganti yaitu makanan yang hanya dikonsumsi jika makanan utama tidak tersedia.

Secara garis besar, berdasarkan cara makannya ikan terdiri dari predator, grazer, penghisap penyaring makanan dan parasit. Ikan dapat juga dikelompokkan menjadi jenis ikan pemakan plankton, pemakan tumbuhan, ikan buas dan sebagainya Effendie (1979).

Pakan ikan nila diperairan alami adalah plankton, tumbuhan air yang lunak serta caing. Benih ikan nila suka mengkonsumsi zooplankton seperti Rotatoria, Copepoda dan Cladocera. Ikan nila dewasa mampu mengumpulkan makanan berbentuk plankton dengan bantuan lendir (mucus) dalam mulut Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah (2010).

Kebiasaan makan ikan dapat diduga berdasarkan morfologi mulut. Bentuk dan letak mulut sangat erat hubungannya dengan jenis makanan yang menjadi kesukaan ikan. Mulut berfungsi untuk menangkap dan mengambil makanan. Kemampuan ikan beradaptasi terhadap makanannya menyebabkan adanya perbedaan ukuran serta bentuk mulut ikan Backman (1962), dalam Hasmardy (2003).

2.4. Parasit Ikan

Parasit adalah organisme yang hidup pada tubuh organisme lain dan umumnya menimbulkan efek negatif pada organisme yang ditempatinya. Salah satu organisme yang sering terserang parasit adalah ikan. Infeksi parasit dapat menyebabkan penyakit pada ikan. Selain itu ada juga yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia apabila mengkonsumsi ikan-ikan yang mengandung parasit zoonotik Akbar (2011).

Dalam budidaya perikanan, kewaspadaan terhadap penyakit yang disebabkan parasit perlu sekali mendapat perhatian utama. Ikan yang terserang dapat mengakibatkan penurunan produksi budidaya, bahkan dapat menimbulkan

(4)

kematian ikan. Parasit pada ikan dapat disebabkan oleh kualitas pakan yang kurang baik maupun kondisi lingkungan yang kurang menunjang bagi kehidupan ikan. Timbulnya serangan parasit merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan, dan organisme atau agen penyebab penyakit Afrianto dan Liviawaty (1992). Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah, akhirnya agen penyakit mudah masuk kedalam tubuh dan menimbulkan penyakit Cahyono et al., (2006).

Menurut Usman (2007), Faktor non biotik yang dapat merugikan ikan, sering juga disebut sebagai faktor non parasiter, terdiri beberapa faktor, antara lain:

a. Faktor lingkungan; Diantara faktor lingkungan yang dapat merugikan kesehatan ikan ialah pH air yang terlalu tinggi atau rendah, kandungan oksigen yang rendah, temperatur yang berubah secara tiba-tiba, adanya gas beracun serta kandungan racun yang berada di dalam air yang berasal dari pestisida, pupuk, limbah pabrik , limbah rumah tangga dan lain-lain.

b. Pakan. Penyakit dapat timbul karena kualitas pakan yang diberikan tidak baik. Gizi rendah, kurang vitamin, busuk atau telalu lama disimpan serta pemberian pakan yang tidak tepat.

c. Turunan. Penyakit turunan atau genetis dapat berupa bentuk tubuh yang tidak normal dan pertumbuhan yang lambat

Berdasarkan tempat manifestasi atau berparasitnya, dikenal ada endoparasit dan ektoparasit. Endoparasit adalah parasit yang hidupnya di dalam tubuh (seperti usus, jaringan dan cairan tubuh) dari inang. Sedangkan ektoparasit adalah parasit yang hidupnya menempel pada bagian luar tubuh (kulit, jaringan insang atau pada bagian-bagian lain yang berhubungan dengan bagian luar pada tubuh inang) Moller and Anders (1986).

Menurut Pramono dan Syakuri (2008), tingkat ektoparasit yang tinggi dapat mengakibatkan mortalitas tinggi yang bersifat akut akibat infeksi ektoparasit yaitu kematian yang terjadi tanpa menunjukkan gejala terlebih dahulu.

(5)

Jika dilihat berdasarkan organisme penyebab parasit, ada bermacam-macam, antara lain adalah bakteri, jamur, virus, cacing, dan crustaceae Moller and Anders (1986).

Jenis ektoparasit yang sering menyerang ikan nila (O. niloticus) adalah Trichodina sp., Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp., Ichtyopthirius multifilis., Caligus sp., dan lain-lain Mulyana et al., (1990).

2.4.1. Trichodina sp.

Trichodina sp. merupakan ektoparasit yang sering menyerang ikan budidaya terutama pada benih ikan air tawar. Trichodina sp. adalah ektoparasit patogen dari golongan ciliata yang biasa menyerang ikan air tawar. Parasit ini merupakan masalah utama dalam budidaya air tawar di Indonesia terutama pada fase benih karena parasit ini dapat menyebabkan kerugian ekonomis, pertumbuhan terhambat, periode pemeliharaan lebih lama Zheila (2013).

Trichodina sp. mempunyai peranan yang sangat besar terhadap budidaya ikan karena parasit ini menurunkan daya tahan tubuh ikan dan menyebabkan terjadinya infeksi sekunder. Trichodina sp. dalam jumlah sedikit tidak menyebabkan dampak serius, akan tetapi infeksi berat parasit ini akan menimbulkan bekas luka terbuka pada tubuh luar ikan Untergasser (1989). Bekas luka ini akan menjadi vektor pembawa patogen lainnya yang lebih berbahaya Lom (1962).

Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992), predileksi Trichodina sp. adalah permukaan tubuh, sirip dan insang. Trichodina sp. menyebabkan penyakit gatal pada ikan yang disebut dengan Trichodiniasis.

2.4.2. Dactylogyrus sp.

Menurut Kusumah (1976), dalam Akbar (2011), parasit Dactylogyrus sp merupakan parasit yang menyerang insang. Parasit ini mengambil sari-sari makanannya pada inang dengan menggunakan jangkar dan alat penghisap. Pada ophistaptor terdapat kait, jangkar, dan alat penghisap ini menyebabkan kerusakan insang.

(6)

Menurut Sitanggang (2008), gejala serangan ektoparasit pada insang berupa mengembangnya tutup insang dan munculnya bintik-bintik merah pada insang. Jika serangan parasit sudah terlalu banyak, maka ikan akan kesulitan bernapas.

Ikan yang diserang parasit ini akan menjadi kurus, insang akan terlihat pucat dan bengkak sehingga operkulum terbuka dan ikan terlihat berkumpul pada pintu air masuk. Infestasi Dactylogyrus akan menyebabkan suatu penyakit yang disebut Dactylogyriasis Nurdiyanto dan Sumarsono (2006).

2.4.3. Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus merupakan salah satu genus monogenea yang termasuk subkelas Monopisthocotylea. Gyrodactylus memiliki panjang 0,5-0,8 mm dan hidup pada permukaan tubuh ikan air tawar. Gyrodactylus biasa menyerang kulit dan sirip ikan. Ikan yang terserang dapat diketahui dari kulitnya yang pucat, bintik-bintik merah di bagian tubuh ikan, produksi lendir tidak normal, sisik dan kulit terkelupas serta ikan berenang tidak beraturan Nurdiyanto dan Sumarsono (2006).

Gyrodactylus diidentifikasi berdasarkan tidak terdapatnya dua pasang bintik mata pada bagian anterior dan sepasang kait besar dan 16 kait kecil ditepinya dan memiliki opisthaptor yang terletak pada bagian posterior. Serangan dari parasit tersebut dapat menyebabkan iritasi dan infeksi sekunder Hadiroseyani et al., (2009).

Infeksi Gyrodactylus akan menyebabkan suatu penyakit yang disebut dengan gyrodactyliasis Nurdiyanto dan Sumarsono (2006).

2.4.4. Ichtyopthirius multifilis

Ichtyopthirius multifilis termasuk salah satu anggota protozoa yang sering menimbulkan penyakit pada ikan, baik ikan hias maupun ikan konsumsi. Protozoa ini memiliki ukuran tubuh kecil, sehingga tidak bisa dilihat dengan mata telanjang Afrianto dan Liviawaty (1992).

Parasit Ichtyopthirius multifilis mengakibatkan bintik putih di permukaan tubuh ikan dan mengakibatkan kematian massal Pusat Penyuluhan Perikanan (2011).

(7)

Pada kondisi budidaya, spesies protozoa Ichtyopthirius multifilis dapat menyebabkan penyakit yang menghasilkan mortalitas tinggi yang berdampak pada kerugian ekonomi yang cukup besar pada ikan air tawar maupun ikan air laut Gusrina (2008).

2.4.5. Caligus sp.

Parasit ini dapat diamati secara kasat mata dengan panjang tubuh antara 2-3 mm, pengamatan mengunakan mikroskop akan terlihat seperti kutu dengan dua titik lunula di kepala BKIPM (2014)

Gejala klnis ikan yang terserang Caligus sp. kulit ikan yang terinfestasi umumnya terdapat luka dan menyebabkan pendarahan dan lesi Woo et al., (2002).

2.5. Prevalensi

Untuk mengetahui tingkat infeksi/serangan parasit dalam populasi inang dikenal istilah prevalensi, intensitas dan kelimpahan parasit. Prevalensi menggambarkan persentase ikan yang terinfeksi oleh parasit tertentu dalam populasi ikan, intensitas menggambarkan jumlah parasit tertentu yang ditemukan pada ikan yang diperiksa dan terinfeksi, sedangkan kelimpahan rata-rata adalah jumlah rata-rata parasit tertentu yang ditemukan dalam populasi pada ikan baik yang terinfeksi maupun tidak Yuliartati (2011).

2.6. Kualitas Air

Kualitas air adalah sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain dalam air. Dalam pemeliharaan ikan, selain pakan faktor lingkungan banyak menentukan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Agar pertumbuhan dan kelangsungan hidup optimal, maka diperlukan kondisi lingkungan yang optimal untuk kepentingan proses fisiologis pertumbuhan. Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh, antara lain: suhu, pH, oksigen, oksigen terlarut, salinitas, TSS dan penetrasi cahaya Effendie (1979).

(8)

2.6.1 Suhu

Suhu adalah variabel lingkungan penting untuk organisme akuatik karena suhu dapat mempengaruhi aktivitas makan ikan, metabolisme, gas (oksigen) terlarut dan proses reproduksi ikan. Kisaran suhu yang optimal untk pertumbuhan. pH adalah indikasi kalau air bersifat asam, basa (alkali), atau netral. Air sumur atau air tanah umumnya agak asam karena mengandung banyak karbonat (CO). Susanto (2009) dalam Yuliartati (2011).

2.6.2 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan parameter penera banyaknya ion hidrogen yang terkandung dalam air. Nilai pH dipengaruhi karakteristikbatuan dan tanah disekitarnya. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan PH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses kimia perairan. pH yang normal untuk kehidupan nekton berkisar 6,5-8,5 Gonawi (2009).

2.6.3 Oksigen

Oksigen diperlukan oleh ikan-ikan untuk menghasilkan energi yang sangat penting bagi pencernaan dan asimilasi makanan, pemeliharaan keseimbangan osmotik dan aktivitas lainnya. Jika persediaan oksigen diperairan sangat sedikit, maka perairan tersebut tidak baik lagi untuk ikan dan makhluk hidup lainnya yang hidup di air, karena akan mempengaruhi kecepatan makan dan pertumbuhan ikan Siagian (2009).

2.6.4 Oksigen terlarut (DO)

Oksigen terlarut juga merupakan faktor penting dalam menetapkan kualitas air, karena air yang polusi organiknya tinggi memiliki oksigen terlarut yang sangat sedikit Michael (1994).

2.6.5. Salinitas

Menurut teori, zat-zat garam tersebut berasal dari dalam dasar laut melalui proses outgassing yakni perembesan dari kulit bumi di dasar laut yang berbentuk

(9)

gas ke permukaan dasar laut. Bersama gas-gas ini, terlarut pula hasil kikisan kerak bumi dan bersama-sama garam-garam ini merembes pula air,semua dalam perbandingan yang tetap sehingga terbentuk garam di laut Rommimoharto (2009).

2.6.6. TSS (Total Suspended Solid)

Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah semua zat padat (pasir, lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel partikel anorganik. Zat padat tersuspensi dapat dikelompokkan menjadi zat padat terapung dan zat padat terendap. Zat padat terapung ini selalu bersifat organik, sedangkan zat padat terendap dapat bersifat organik dan anorganik Ramadan et al., (2012).

2.6.7. Penetrasi Cahaya

Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air. Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh danyang paling keruh. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih baik untuk kehidupan ikan. Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad renik atau plankton. Nilai kecerahan yang baik untuk kehidupan ikan adalah lebih dari 45 cm atau lebih. Karena bila kecerahan kurang dari 45 cm, batas pandangan ikan akan berkurang Kordi (2004).

Gambar

Gambar 2.1. Ikan nila (Oreochromis niloticus)BAB 2

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian mengenai maskulinisasi ikan nila dengan pemberian tepung testis sapi (TTS) diperoleh data persentase ikan nila jantan, kelangsungan hidup ikan selama

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jumlah populasi bakteri,pH, kadar air, kualitas dan daya simpan ikan nila dengan variasi jenis pengawet alami dan lama

jumlah rata-rata parasit tertentu yang ditemukan dalam populasi pada ikan baik. yang terinfeksi maupun tidak (Fernando dkk., 1972 diacu oleh

Sampel penelitian yang digunakan adalah Ikan Nila yang terinfeksi penyakit, diambil dari kolam pembibitan dengan kualitas air yang tidak baik.. Hal ini bisa dilihat dari

Besaran nilai pertumbuhan nisbi yang diperoleh benih ikan nila menggambarkan persentase capaian yang dapat dikaitkan dengan berat awal sebagai contoh untuk perlakuan A

Enzim amilase dan selulase yang dihasilkan oleh Aspergillus niger akan menguraikan pati dan selulosa yang terdapat pada substrat menjadi glukosa, kemudian glukosa

Isofluran digunakan sebagai anestesi inhalasi pada mamalia dan burung, dapat juga untuk ikan dengan cara dicampurkan ke dalam air meskipun ada juga efek sampingnya (Harms

Jenis-jenis parasit yang ditemukan di lokasi budidaya Balai Benih Ikan Oeluan dan kolam bioflok kelompok Timor Mandiri Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara Nama lokasi Jenis ikan