• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seri Data dan Informasi Sosek KP No. 12. Pemetaan Model Pengembangan Minapolitan Berbasis Perikanan Laut. Armen Zulham, dkk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seri Data dan Informasi Sosek KP No. 12. Pemetaan Model Pengembangan Minapolitan Berbasis Perikanan Laut. Armen Zulham, dkk"

Copied!
209
0
0

Teks penuh

(1)

i

Seri Data dan Informasi Sosek KP No. 12

Pemetaan Model Pengembangan Minapolitan Berbasis

Perikanan Laut

(2)

ii Seri Data dan Informasi Sosek KP No. 12

Pemetaan Model Pengembangan Minapolitan Berbasis Perikanan Laut

ISBN : 978-979-3893-36-5

Diterbitkan Oleh :

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP)

bekerja sama dengan

Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Research Network (IMFISERN)

Penanggung Jawab :

Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Penyunting : Hendra Yusran Siry

Penulis :

Armen Zulham, Subhechanis Saptanto, Yesi Dewita Sari, Tenny Apriliani, Siti Hajar Suryawati, Hakim Miftakhul Huda, Radityo Pramoda, Retno Erlina

Rahmawati Desain Cover : Ari Suswandi Desain/Tata Letak: Arifa Desfamita Santi Astuti Asep Jajang Setiadi Novianty Trisaka Bualangi

Irawati

ISI DAPAT DIKUTIP DENGAN MENYEBUTKAN SUMBERNYA

Publikasi ini dicetak dengan

menggunakan Anggaran Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur, kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenan dan ridha-Nya buku Seri Data dan Informasi Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan No. 12 ini dapat diselesaikan. Buku data dan informasi ini merupakan salah satu keluaran kegiatan Pemetaan Model Pengembangan Minapolitan Berbasis Perikanan Laut yang dibiayai melalui APBN tahun 2011.

Minapolitan adalah kebijakan nasional dalam pembangunan perikanan, yang bertujuan untuk mendorong peningkatan produksi perikanan. Kebijakan diarahkan untuk mengintegrasikan berbagai kegiatan ekonomi di bagian hulu produksi perikanan dengan dukungan berbagai sarana dan infrasutruktur pada kawasan minapolitan. Pada perikanan berbasis sumberdaya perikanan laut, pelabuhan perikanan ditetapkan kawasan inti dari program minapolitan dimaksud. Kawasan inti minapolitan menurut konsep Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merupakan konsep pembangunan berbasis wilayah dengan pendekatan sistem manajemen kawasan yang menganut prinsip-prinsip: integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi.

Buku data dan informasi ini memuat hasil dan analisis dari data dan informasi yang dikumpulkan melalui penelitian Pemetaan Model Pengembangan Minapolitan Berbasis Perikanan Laut. Disadari sepenuhnya bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, sehingga segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk penyempurnannya. Tim Peneliti menyampaikan terima kasih kepada Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP) yang telah memberikan kesempatan kepada Tim Peneliti melaksanakan penelitian yang penting ini. Penghargaan dan terima kasih juga ditujukan kepada Penanggung Jawab dan Tim Lab Data BBPSEKP yang telah menyunting dan menerbitkan buku

(4)

iv seri data dan informasi ini. Tim peneliti yang terlibat menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak/Ibu Kepala Pelabuhan Perikanan, Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten, Bappeda kabupaten dan BPS daerah yang menjadi lokasi survey dan berbagai pihak terutama masyarakat yang menjadi responden di lokasi riset yang telah banyak membantu dalam pembuatan buku data dan informasi ini.

Semoga buku data dan informasi ini dapat berguna dalam memberikan bahan masukan sebagai dasar perumusan kebijakan minapolitan berbasis sumberdaya perikanan laut dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rumah tangga pelaku usaha perikanan.

Jakarta, Desember 2011

(5)

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Manfaat ... 2

METODOLOGI ... 3

2.1 Konsep dan Definisi ... 3

2.2 Penghitungan Indeks Kesiapan ... 6

2.3 Analisis SWOT ... 7

2.4 Indeks Kesiapan ... 8

2.5 Strategi Pengembangan Kawasan Minapolitan ... 11

PROFIL LOKASI PRIORITAS ... 23

3.1. PPS Belawan-Kota Medan ... 23

3.2. PPP Muncar-Kabupaten Banyuwangi ... 29

3.3. PPN Ambon-Kota Ambon ... 34

3.4. PPP Tamperan – Kabupaten Pacitan ... 44

3.5. PPS Cilacap-Kabupaten Cilacap ... 50

3.6. PPN Palabuhan Ratu-Kabupaten Sukabumi ... 57

3.7. PPN Sungailiat-Kabupaten Bangka ... 62

3.8. PPS Bitung-Kota Bitung ... 69

3.9. PPN Ternate-Kota Ternate ... 75

(6)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Indeks Kesiapan Pelaksanaan Program

Minapolitan ... 17

Gambar 2. Peta Pemasaran PPS Bitung ... 18

Gambar 3. Peta Pemasaran PPN Palabuhan Ratu ... 19

Gambar 4. Peta Pemasaran PPS Kendari ... 20

Gambar 5. Peta Pemasaran PPS Nizam Zachman ... 21

Gambar 6. Peta Pemasaran PPP Muncar ... 22

Gambar 7. Peta Pemasaran PPN Pemangkat ... 23

Gambar 8. Peta Pemasaran PPN Pekalongan ... 24

Gambar 9. Peta Pemasaran PPN Sibolga ... 25

Gambar 10. Peta Pemasaran PPN Ternate ... 26

Gambar 11. Peta Pemasaran PPN Kejawanan ... 27

Gambar 12. Peta Pemasaran PPN Brondong ... 28

Gambar 13. Peta Pemasaran PPP Sungai Rengas ... 29

Gambar 14. Peta Pemasaran PPS Belawan ... 30

Gambar 15. Peta Pemasaran PPN Tanjung Pandan ... 31

Gambar 16. Peta Pemasaran PPN Sungailiat ... 32

Gambar 17. Peta Pemasaran PPI Paotere ... 33

Gambar 18. Peta Pemasaran PPS Cilacap ... 34

Gambar 19. Peta Pemasaran PPP Idi ... 35

Gambar 20. Peta Pemasaran PPP Tegalsari ... 36

Gambar 21. Peta Pemasaran PPN Prigi ... 37

Gambar 22. Peta Pemasaran PPS Bungus ... 38

Gambar 23. Peta Pemasaran PPN Ambon ... 39

Gambar 24. Peta Pemasaran PPP Bajomulyo ... 40

Gambar 25. Peta Pemasaran PPP Tamperan ... 41

Gambar 26. Peta Pemasaran PPI Bengkulu ... 42

Gambar 27. Peta Pemasaran PPP Kupang ... 43

Gambar 28. Peta Pemasaran PPI Pamayangsari ... 44

Gambar 29. Peta Pemasaran PPN Karangantu ... 45

Gambar 30. Peta Pemasaran PPI Ujung Serangga ... 46

Gambar 31. Peta Pemasaran PPP Tumumpa ... 47

Gambar 32. Peta Pemasaran PPP Kwandang ... 48

Gambar 33. Peta Pemasaran PPI Bengkalis ... 49

Gambar 34. Peta Pemasaran PPP Sadeng ... 50

Gambar 35. Peta Pemasaran PPP Labuhan Lombok ... 51

Gambar 36. Peta Pemasaran PPI Karangsong... 52

Gambar 37. Peta Pemasaran PPP Wayangan ... 53

Gambar 38. Peta Pemasaran PPP Carocok Tarusan ... 54

Gambar 39. Peta Pemasaran PPN Teluk Awang ... 55

(7)

vii

Gambar 41. Peta Pemasaran PPI Batulicin ... 57

Gambar 42. Peta Pemasaran PPN Tual ... 58

Gambar 43. Peta Pemasaran PPP Tasik Agung ... 59

Gambar 44. Peta Pemasaran PPI Lantora ... 60

Gambar 45. Peta Pemasaran PPP Pantai Tawang ... 61

Gambar 46. Peta Pemasaran PPI Amurang... 62

Gambar 47. Peta Pemasaran PPP Kuala Tungkal ... 63

Gambar 48. Peta Pemasaran PPP Morodemak ... 64

Gambar 49. Peta Pemasaran PPP Labuhan Maringgai ... 65

Gambar 50. Peta Pemasaran PPN Bacan ... 66

Gambar 51. Peta Pemasaran PPI Sadai ... 67

Gambar 52. Peta Pemasaran PPI Bulu Tuban ... 68

Gambar 53. Peta Pemasaran PPI Tilamuta ... 69

Gambar 54. Peta Pemasaran PPI Manggar Baru... 70

Gambar 55. Peta Pemasaran PPI Teluk Santong... 71

Gambar 56. Posisi Kekuatan Pelabuhan Perikanan Pelaksana Program Minapolitan yang Termasuk dalam Katagori Mandiri ... 72

Gambar 57. Posisi Kekuatan Pelabuhan Perikanan Pelaksana Program Minapolitan yang Termasuk dalam Katagori Maju ... 73

Gambar 58. Posisi Kekuatan Pelabuhan Perikanan Pelaksana Program Minapolitan yang Termasuk dalam Katagori Pemula ... 74

Gambar 59. Posisi Kekuatan Pelabuhan Perikanan Pelaksana Program Minapolitan yang Termasuk dalam Katagori Perintis ... 75

Gambar 60. Grafik Pertumbuhan Penduduk Laki-laki dan Perempuan di Kota Medan, 1996-2007... 76

Gambar 61. Perkembangan Jumlah Nelayan di PPP Muncar, 2005-2009 ... 76

Gambar 62. Perkembangan Penggunaan Alat Penangkap Ikan di PPP Muncar, 2005-2009 ... 77

Gambar 63. Produksi Ikan Dominan di Muncar Tahun 2010 ... 77

Gambar 64. Perkembangan Jumlah Nelayan di PPN Palabuhanratu, 1993 – 2010 ... 78

Gambar 65. Perkembangan Volume Ikan yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Tahun 1993-2010 ... 78

Gambar 66. Perkembangan Nilai Produksi Ikan yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Tahun 1993-2010 ... 79

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan pada Masing-Masing Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia,

2010 ... 76 Tabel 2. Status Eksploitasi Sumberdaya Ikan Pada Masing-Masing

Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia,

2010 ... 76 Tabel 3. Tabel Sebaran Lokasi Pelabuhan Perikanan Berdasarkan

WPP ... 76 Tabel 4. Katagori Penilaian Pelaksanaan Program Minapolitan

pada Pelabuhan Perikanan ... 77 Tabel 5. Hasil Perhitungan Kemampuan Melaksanakan Program

Minapolitan Kategori Mandiri, Tahun 2011 ... 76 Tabel 6. Hasil Perhitungan Kemampuan Melaksanakan Program

Minapolitan Kategori Maju, Tahun 2011 ... 76 Tabel 7. Hasil Perhitungan Kemampuan Melaksanakan Program

Minapolitan Kategori Pemula, Tahun 2011 ... 77 Tabel 8. Hasil Perhitungan Kemampuan Melaksanakan Program

Minapolitan Kategori Perintis, Tahun 2011 ... 79 Tabel 9. Hasil Komparasi Isu Aktual Pelabuhan Perikanan dalam

Pelaksanaan Program Minapolitan Kategori Mandiri ... 76 Tabel 10. Hasil Komparasi Isu Aktual Pelabuhan Perikanan dalam

Pelaksanaan Program Minapolitan Kategori Maju ... 76 Tabel 11. Hasil Komparasi Isu Aktual Pelabuhan Perikanan dalam

Pelaksanaan Program Minapolitan Kategori Pemula ... 77 Tabel 12. Hasil Komparasi Isu Aktual Pelabuhan Perikanan dalam

Pelaksanaan Program Minapolitan Kategori Perintis ... 77 Tabel 13. Hasil Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal Pelabuhan

Perikanan yang Masuk dalam Kategori Mandiri ... 78 Tabel 14. Hasil Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal Pelabuhan

Perikanan yang Masuk dalam Kategori Maju ... 79 Tabel 15. Hasil Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal Pelabuhan

Perikanan yang Masuk dalam Kategori Pemula ... 80 Tabel 16. Hasil Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal Pelabuhan

Perikanan yang Masuk dalam Kategori Perintis ... 81 Tabel 17. Isu Aktual Program Minapolitan pada Pelabuhan

Perikanan ... 82 Tabel 18. Faktor Internal dan Eksternal dari Pelabuhan Perikanan

yang Masuk dalam Kategori Mandiri ... 82 Tabel 19. Faktor Internal dan Eksternal dari Pelabuhan Perikanan

(9)

ix Tabel 20. Faktor Internal dan Eksternal dari Pelabuhan Perikanan

yang Masuk dalam Kategori Pemula ... 83

Tabel 21. Faktor Internal dan Eksternal dari Pelabuhan Perikanan yang Masuk dalam Kategori Perintis ... 84

Tabel 22. Rata-Rata Pendapatan Rumah Tangga Pelaku Usaha Perikanan per bulan pada PPS Belawan ... 84

Tabel 23. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga (Konsumsi dan Non Konsumsi) per bulan pada PPS Belawan ... 85

Tabel 24. Kategori Penduduk Kota Medan Menurut Produktivitas dan Jenis Kelamin Tahun 2007 ... 85

Tabel 25. Jumlah Nelayan Menurut Kategori di PPS Belawan Tahun 2005-2010 ... 86

Tabel 26. Produksi Perikanan Laut Menurut Komoditas Dominan di PPS Belawan, Tahun 2010... 87

Tabel 27. Nama Perusahaan, Jumlah Ekspor dan Persentase Ikan Olahan di PPS Belawan, Tahun 2010 ... 87

Tabel 28. Negara Tujuan Ekspor Produk Perikanan Indonesia di PPS Belawan, Tahun 2010 ... 87

Tabel 29. Dampak Jangka Pendek dan Panjang dari Program Minapolitan di Kawasan Inti PPS Belawan ... 88

Tabel 30. Rata-Rata Pendapatan Rumah Tangga Pelaku Usaha Perikanan per bulan pada PPP Muncar ... 89

Tabel 31. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga (Konsumsi dan Non Konsumsi) per bulan pada PPP Muncar ... 89

Tabel 32. Dampak Jangka Pendek dan Panjang dari Program Minapolitan di Kawasan Inti PPP Muncar ... 90

Tabel 33. Jenis Alat Tangkap di Kota Ambon Tahun 2010 ... 91

Tabel 34. Armada Penangkapan di Kota Ambon Tahun 2010. ... 91

Tabel 35. Armada Menurut Ukuran di Kota Ambon Tahun 2010. ... 91

Tabel 36. Produksi dan Nilai Produksi Perikanan per Jenis Ikan di Kota Ambon Tahun 2009 ... 91

Tabel 37. Nilai Pendapatan dan Pengeluaran Pelaku Usaha Perikanan di Ambon, Tahun 2011. ... 92

Tabel 38. Distribusi Tenaga Kerja dan Kontribusinya di Kawasan PPN Ambon (Zona Inti Minapolitan) Tahun 2010. ... 93

Tabel 39. Potensi Sumber Daya Ikan Karang Katagori Konsumsi (Ton/Ha) dan Ikan Hias (Ekor/Ha) di Kota Ambon Tahun 2010 ... 93

Tabel 40. Kelimpahan Stok, Potensi dan Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Demersal di Kota Ambon Tahun 2010 ... 94

Tabel 41. Kelimpahan Stok, Potensi dan Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Pelagis di Kota Ambon Tahun 2010 ... 94

(10)

x Tabel 42. Perkiraan Dampak Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Pembangunan Perikanan di Kota Ambon ... 95 Tabel 43. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Ikan di Kabupaten

Pacitan Tahun 2009 ... 96 Tabel 44. Nilai Pendapatan dan Pengeluaran Pelaku Usaha

Perikanan di Pacitan, Tahun 2011 ... 97 Tabel 45. Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Per Kecamatan di

Kabupaten Pacitan Tahun 2005 – 2009 ... 98 Tabel 46. Produksi Perikanan Tangkap Per Jenis Ikan di Kabupaten

Pacitan Tahun 2004 – 2009 ... 99 Tabel 47. Dampak Jangka Pendek dan Jangka Panjang Program

Minapolitan di Kabupaten Pacitan ...101 Tabel 48. Rata-Rata Pendapatan Usaha Rumah Tangga per Bulan

pada PPS Cilacap Tahun 2011 ...102 Tabel 49. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga (Konsumsi dan

Non Konsumsi) per Bulan pada PPS Cilacap, Tahun

2011 ...102 Tabel 50. Proyeksi Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan di

Kawasan Minapolitan Kabupaten Cilacap ...102 Tabel 51. Jumlah Nelayan di Laut Menurut Kategori Nelayan

Tahun 2005-2009 (Orang) ...103 Tabel 52. Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan Pelaku Usaha

Perikanan di Kabupaten Cilacap Tahun2010 ...104 Tabel 53. Potensi Dan Tingkat Pemanfaatan Sumber daya Ikan Di

Laut Selatan Jawa Tahun 2010 ...105 Tabel 54. Matriks Prakiraan Dampak Pelaksanaan Minapolitan

Perikanan Tangkap Laut di Cilacap ...106 Tabel 55. Rata-Rata Pendapatan Usaha Rumah Tangga per Bulan

pada PPN Palabuhan Ratu, Tahun 2011 ...107 Tabel 56. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga (Konsumsi dan

Non Konsumsi) per Bulan pada PPN Palabuhan Ratu,

Tahun 2011 ...107 Tabel 57. Matriks Prakiraan Dampak Pelaksanaan Minapolitan

Perikanan Tangkap Laut di Palabuhan Ratu ...108 Tabel 58. Nilai Pendapatan dan Pengeluaran Pelaku Usaha

Perikanan di Sungailiat, Tahun 2011. ...109 Tabel 59. Struktur Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha

Kabupaten Bangka Tahun 2009. ...110 Tabel 60. Perkiraan Dampak Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Pembangunan Perikanan di Kota Sungailiat ...111 Tabel 61. Penghasilan Nelayan, Pedagang, dan Pengolah per

(11)

xi Tabel 62. Pengeluaran Rumah Tangga (Konsumsi dan Non

Konsumsi) per Bulan di PPS Bitung Tahun 2011 ...112 Tabel 63. Jumlah Kapal Ikan di Kota Bitung Tahun 2009 ...112 Tabel 64. Jumlah Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Laut di

Kota Bitung Tahun 2009 ...112 Tabel 65. Jumlah Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Darat di

Kota Bitung pada Tahun 2009 ...113 Tabel 66. Produksi dan Nilai Perikanan Laut di Kota Bitung Tahun

2009 ...113 Tabel 67. Penghasilan Nelayan, Pedagang, dan Pengolah per

Bulan di PPN Ternate Tahun 2011 ...114 Tabel 68. Pengeluaran Rumah Tangga (Konsumsi dan Non

Konsumsi) per Bulan di PPN Ternate Tahun 2011 ...114 Tabel 69. Penyerapan Tenaga Kerja di PPN Ternate Tahun 2010 ...115 Tabel 70. Produksi Perikanan di Pulau Ternate Tahun 2009 ...116

(12)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minapolitan merupakan salah satu kebijakan nasional dalam pembangunan perikanan, tujuannya adalah untuk mendorong peningkatan produksi. Kebijakan ini arahnya mengintegrasikan berbagai kegiatan ekonomi di hulu dengan dukungan berbagai sarana dan infrastuktur pada kawasan minapolitan. Pada perikanan berbasis sumberdaya perikanan laut, pelabuhan perikanan ditetapkan kawasan inti dari program minapolitan. Kawasan inti minapolitan menurut konsep Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merupakan konsep pembangunan berbasis wilayah dengan pendekatan sistem manajemen kawasan yang menganut prinsip-prinsip: integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi (KKP, 2010). Berdasarkan uraian diatas, maka kawasan minapolitan pada masa yang akan datang diharapkan menjadi kawasan penghasil ikan untuk tujuan konsumsi, ekspor dan bahan baku Industri.

Komoditas yang menjadi target kawasan minapolitan berbasis perikaan tangkap laut umumnya tuna. Komoditas perikanan lain juga dapat menjadi unggulan dengan catatan terdapat permintaan (market driven). Kawasan minapolitan dengan basis pelabuhan perikanan mempunyai keterbatasan, karena sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya perikanan.

Kawasan minapolitan dapat dijadikan sebagai bagian dari pengembangan industri perikanan. Oleh sebab itu, orientasi program minapolitan harus diperluas menjadi konsep mina bisnis yang mengintegrasikan berbagai kegiatan ekonomi di hulu dan di hilir. Orientasi ini harus diarahkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi daerah. Orientasi tersebut berarti kawasan minapolitan dijadikan kawasan untuk meningkatkan produksi perikanan sebagai bahan baku industri dalam rangka

(13)

2 meningkatkan nilai tambah dan daya saing, membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Untuk mencapai orientasi yang dimaksud, maka pembangunan pada kawasan minapolitan perikanan tangkap laut harus didukung oleh kebijakan lintas sektor.

Selain itu untuk mendukung orientasi yang dimaksud, maka kawasan minapolitan perikanan tangkap laut dikembangkan berdasarkan zona inti, zona pengembangan dan zona keterkaitan. Zona inti dan zona pengembangan merupakan kawasan yang diintervensi dengan berbagai kebijakan pemerintah. Zona keterkaitan merupakan kawasan yang menjadi pasar dari produk yang dihasilkan oleh dua zona lainnya.

Pemetaan karakteristik sosial ekonomi pada zona inti minapolitan, merupakan upaya untuk memberikan informasi tentang kemampuan kawasan pelabuhan perikanan melaksanakan program minapolitan dan mencapai tujuan peningkatan produksi dan mendukung industri perikanan.

Landasan pemetaan karakteristik sosial ekonomi mengacu pada enam pilar minapolitan yang mencakup: (i) sumberdaya kelautan dan tata ruang; (ii) masyarakat dan bisnis; (iii) kelembagaan; (iv) kebijakan dan governance; (v) Infrastruktur; serta (vi) teknologi.

1.2 Manfaat

Manfaat dari buku data dan informasi ini adalah :

1. Tersedianya informasi mengenai karakteristik sosial ekonomi pada kawasan minapolitan perikanan tangkap laut.

2. Tersedianya informasi mengenai dampak program minapolitan pada kawasan pelabuhan perikanan dan pengembangan kawasan minapolitan.

3. Tersedianya informasi mengenai strategi pengembangan kawasan minapolitan.

(14)

3

METODOLOGI

2.1 Konsep dan Definisi

1. Minapolitan adalah salah satu kebijakan nasional dalam pembangunan perikanan, tujuannya adalah untuk mendorong peningkatan produksi. Kebijakan ini arahnya mengintegrasikan berbagai kegiatan ekonomi di hulu dengan dukungan berbagai sarana dan infrastuktur pada kawasan minapolitan. Pada perikanan berbasis sumberdaya perikanan laut, pelabuhan perikanan ditetapkan kawasan inti dari program minapolitan. Kawasan inti minapolitan menurut konsep Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merupakan konsep pembangunan berbasis wilayah dengan pendekatan sistem manajemen kawasan yang menganut prinsip-prinsip: integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi (KKP, 2010).

2. Nelayan adalah orang-orang yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan. Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat merupakan perairan tawar, payau maupun laut.

3. Pedagang ikan adalah orang yang dalam kesehariannya melakukan aktivitas perdagangan atau memperjualbelikan komoditas perikanan yang tidak diproduksi sendiri, untuk memperoleh suatu keuntungan. 4. Pengolah ikan adalah orang yang sehari-harinya melakukan aktivitas

penanganan ikan (kerupuk, terasi, pindang, asin, asap, dan lainnya) untuk dijual kepada pedagang atau langsung pada konsumen untuk memperoleh suatu keuntungan.

5. Zona/Kawasan Inti adalah zona yang merupakan bagian dari kawasan minapolitan yang mendapat intervensi kebijakan pemerintah terkait program minapolitan.

(15)

4 6. Zona/Kawasan Pendukung adalah zona yang menjadi bagian dari

kawasan minapolitan yang memberikan dukungan pada zona inti. 7. Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) adalah pembagian wilayah yang

dilakukan dalam rangka memudahkan manajemen pemanfaatan perairan yang ditujukan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan dan zona ekonomi ekslusif Indonesia. Wilayah Pengelolaan Perikanan dibagi menjadi 11 yakni :

a. WPP-RI 571 : perairan Selatan Malaka dan Laut Andaman;

b. WPP-RI 572 : perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda;

c. WPP-RI 573 : perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat;

d. WPP-RI 711 : perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan;

e. WPP-RI 712 : perairan Laut Jawa;

f. WPP-RI 713 : perairan Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali;

g. WPP-RI 714 : perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera;

h. WPP-RI 715 : perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau;

i. WPP-RI 716 : perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara pulau Halmahera;

j. WPP-RI 717 : perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik; k. WPP-RI 718 : perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor

(16)

5 8. Indeks Kesiapan adalah indeks yang menunjukkan potensi minapolitan pada pelabuhan-pelabuhan perikanan di Indonesia yang terbagi menjadi perintis (indeksnya 0-25), pemula (26-50), maju (51-75) dan mandiri (76-100).

9. Pilar Minapolitan adalah pilar yang menjadi syarat kecukupan suatu kawasan menjadi wilayah minapolitan yang dikelompokkan menjadi : a) pilar infrastruktur; b) masyarakat dan bisnis; c) sumberdaya dan tata ruang; d) kelembagaan; e) teknologi; f) kebijakan dan tata kelola pemerintahan.

(17)

6 2.2 Penghitungan Indeks Kesiapan

Langkah-langkah untuk menggali informasi mengenai potensi minapolitan pada pelabuhan perikanan dilakukan melalui metode mailsurvey. Mailsurvey yang dimaksud adalah melalui pengiriman kuisioner yang bersifat tertutup ke pelabuhan perikanan yang telah ditetapkan sebagai lokasi minapolitan perikanan tangkap laut sebanyak 84 lokasi pelabuhan perikanan, yang terdiri dari enam (6) Pelabuhan Perikanan Samudera, 16 Pelabuhan Perikanan Nusantara, 25 Pelabuhan Perikanan Pantai, 32 Pelabuhan Pendaratan Ikan, lima (5) Pelabuhan Perikanan. Informasi yang yang digali melalui mailsurvey mengacu pada enam pilar minapolitan (Infrastruktur, Masyarakat dan Bisnis, Sumberdaya dan Tata Ruang, Kelembagaan, Teknologi serta Kebijakan dan Governance). Bobot pilar minapolita telah dialokasikan sebagai berikut: infrastruktur (20), masyarakat dan bisnis (20), sumberdaya dan tata ruang (15), kelembagaan (15), teknologi (15), kebijakan dan tata kelola pemerintahan (15). Setiap pilar tersebut terdiri dari beberapa variabel dengan bobot yang berbeda satu dengan lainnya namun skoring penilaiannya berada antara 0 - 100. Total bobot variabel dalam seluruh pilar minapolitan tersebut adalah 100. Hasil penilaian tersebut dapat ditentukan kriteria kemampuan dari masing-masing lokasi minapolitan tangkap laut (pelabuhan perikanan) dalam melaksanakan program minapolitan.

Penilaian terhadap kemampuan kawasan melaksanakan program minapolitan pada kawasan pelabuhan dilakukan pada 65 pelabuhan perikanan dari total 82 pelabuhan perikanan yang telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 32/MEN/2010 dan (berdasarkan hasil masilsurvey yang telah diterima). Kriteria penilaian kawasan minapolitan tangkap laut dalam pelaksanaan program minapolitan dapat dikategorikan sebagai berikut: (i) Perintis; (ii) Pemula; (iii) Maju; dan (iv) Mandiri.

(18)

7 2.3 Analisis SWOT

Kawasan minapolitan perikanan tangkap laut yang dianalisis adalah kawasan pelabuhan perikanan yang menjadi inti dari minapolitan. Analisis strategi pengembangan kawasan minapolitan dilakukan berdasarkan hasil analisa kesiapan pelabuhan perikanan melaksanakan program minapolitan. Langkah strategis pengembangan pelabuhan perikanan dalam rangka pelaksanaan program minapolitan dilakukan melalui analisis SWOT. Analisis SWOT pada dasarnya merupakan analisis sederhana yang umum digunakan untuk menetapkan strategi yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan peran dari pelabuhan perikanan tersebut dalam mencapai tujuan pembangunan kelautan dan perikanan. Analisis SWOT dilakukan dengan menentukan isu aktual dari pelabuhan perikanan pelaksana program minapolitan yang masuk dalam katagori perintis, pemula, maju dan mandiri. Isu-isu aktual tersebut harus memenuhi 4 kriteria, yaitu :

a) Isu tersebut terjadi atau akan terjadi. b) Isu tersebut berlaku umum (kekhalayakan).

c) Isu tersebut merupakan permasalahan utama yang kerap terjadi (problematika).

d) Isu tersebut dapat diukur (kelayakan).

Setiap katagori pelabuhan perikanan tersebut ditetapkan satu isu aktual melalui suatu teknik penilaian (urgensi, keseriusan, dan tingkat berkembang) dalam skala penilaian 1 - 5. Dengan demikian, isu aktual dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori perintis, pemula, maju dan mandiri berbeda satu dengan lainnnya.

(19)

8 2.4 Indeks Kesiapan

Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, total nilai 0 – 25 tergolong dalam kategori “perintis”. Kriteria penilaian didasarkan pada hal berikut : (1) Unsur-unsur dari pilar minapolitan pada kawasan minapolitan belum berkembang, (2) Unit Pengolahan Ikan belum ada dan (3) Hasil tangkapan nelayan dipasarkan hanya untuk konsumsi rumah tangga. Unsur-unsur dalam minapolitan berada dalam kisaran nilai yang relatif rendah yaitu untuk pilar Infrastrukur rata-rata sebesar 4,84, pilar masyarakat dan bisnis sebesar 3,54, pilar sumber daya dan tata ruang sebesar 3,54, pilar kelembagaan sebesar 3,97, pilar teknologi sebesar 3,58 dan pilar kebijakan dan tata kelola pemerintah (governance) sebesar 4,27, sehingga total nilai rata-rata yang diperoleh adalah sebesar 24,28. Nilai yang relatif rendah menunjukkan bahwa unsur-unsur minapolitan belum berkembang. Dari enam pilar minapolitan tersebut, pilar infrastruktur memang memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan pilar lainnya namun masih jauh dari nilai maksimal yaitu sebesar 20. Meskipun demikan, unsur-unsur dalam pilar infrastruktur relatif cukup siap untuk melaksanakan program minapolitan. Keberhasilan program minapolitan pada kawasan pelabuhan membutuhkan dukungan dari seluruh pilar. Penilaian yang dilakukan menunjukkan bahwa lima pilar lainnya belum mampu mendukung program minapolitan dengan baik, seperti dari pilar masyarakat dan bisnis (nilai terendah). Nilai menunjukkan bahwa kesiapan masyarakat untuk melaksanakan program minapolitan masih rendah baik dari komposisi maupun peran masyarakat dalam perekonomian di kawasan pelabuhan.

Demikian halnya dengan pilar sumber daya dan tata ruang, aktivitas pada pelabuhan perikanan sangat bergantung pada aktivitas kapal-kapal penangkap ikan. Pelabuhan perikanan seharusnya dibangun di kawasan yang didukung oleh potensi sumber daya perikanan dan kelautan. Nilai yang relatif rendah ada unsur-unsur pada pilar ini menunjukkan bahwa kurangnya

(20)

9 dukungan potensi sumber daya yang ada disamping tata ruang pelabuhan yang juga kurang sesuai. Dari sisi pilar kelembagaan juga dinilai belum berkembang, kelembagaan yang ada baik formal maupun informal belum terbentuk, kalaupun terbentuk hanya formalitas saja dan belum berjalan dengan optimal. Unsur-unsur dalam pilar teknologi juga dinilai rendah, karena umumnya kapal dan alat tangkap yang digunakan merupakan kapal dan alat tangkap yang tradisional yang berasal dari turun-temurun, belum ada inovasi teknologi penangkapan yang dilakukan. Dari unsur kebijakan dan tata kelola kepemerintahan juga belum berkembang artinya bahwa dukungan kebijakan maupun anggaran dari pemerintah daerah terhadap program minapolitan masih belum mendukung.

Total nilai untuk kategori “pemula” adalah > 25 – 50, kriteria penilaian adalah sebagai berikut : (1) unsur-unsur dari pilar minapolitan pada kawasan minapolitan mulai berkembang, (2) Unit Pengolahan Ikan sudah ada dan (3) hasil tangkapan nelayan sebagian besar untuk konsumsi rumah tangga dan hanya sedikit yang diserap oleh unit pengolah ikan. Sekitar 49% (32 pelabuhan perikanan) dari jumlah pelabuhan perikanan yang telah mengembalikan isian mailsurvey termasuk dalam kategori ini. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan sebagian besar pelabuhan perikanan untuk melaksanakan program minapolitan relatif masih rendah. Meskipun demikian unsur-unsur dalam enam pilar minapolitan dinilai dalam tahap mulai berkembang. Penilaian terhadap kemampuan suatu kawasan pelabuhan untuk melaksanakan program minapolitan adalah sekitar 50%. Nilai tertinggi adalah berada pada unsur-unsur dalam pilar infrastruktur yaitu sebesar 46% dari total nilai maksimum sebesar 20. Diikuti oleh unsur-unsur dalam pilar kebijakan dan tata kelola pemerintah yaitu sebesar 54% dari total nilai maksimum 15. Nilai terendah adalah unsur-unsur pada pilar teknologi yaitu sebesar 50% dari total nilai maksimum sebesar 15.

(21)

10 Total nilai untuk kategori “maju” adalah 50 – 75, kriteria penilaian adalah sebagai berikut : (1) unsur-unsur dari pilar minapolitan pada kawasan minapolitan sudah berkembang, (2) unit Pengolahan Ikan mulai berkembang dan (3) hasil tangkapan nelayan sekitar 50 % diserap oleh unit pengolahan ikan, sisanya adalah untuk konsusmsi. Penilaian terhadap kemampuan suatu kawasan pelabuhan untuk melaksanakan program minapolitan adalah lebih dari 60% sehingga bisa dikatakan unsur-unsur dalam pilar minapolitan pada kawasan minapolitan sudah berkembang. Nilai tertinggi adalah berada pada unsur-unsur dalam pilar infrastruktur yaitu sebesar 75% dari total nilai maksimum sebesar 20. Diikuti oleh unsur-unsur dalam pilar masyarakat dan bisnis yaitu sebesar 65% dari total nilai maksimum 20. Nilai terendah adalah unsur-unsur pada pilar teknologi yaitu sebesar 50% dari total nilai maksimum sebesar 15.

Total nilai untuk kategori “mandiri” adalah >75 - 100, kriteria penilaian adalah sebagai berikut : (1) unsur-unsur dari pilar minapolitan berkembang baik dan terintegrasi, (2) unit Pengolahan Ikan berkembang pesat dan (3) Hasil tangkapan nelayan sebagian besar diserap oleh unit pengolah ikan, jika unit pengolah ikan kekurangan pasokan maka kebutuhan ikan didatangkan dari luar daerah dan sebagian ikan tersebut dipasarkan untuk kebutuhan konsumsi. Penilaian terhadap kemampuan suatu kawasan pelabuhan untuk melaksanakan program minapolitan adalah lebih dari 70% sehingga bisa dikatakan unsur-unsur dalam pilar minapolitan pada kawasan minapolitan sudah berkembang dengan baik dan terintegrasi. Nilai tertinggi adalah berada pada unsur-unsur dalam pilar infrastruktur yaitu sebesar 86% dari total nilai maksimum sebesar 20. Diikuti oleh unsur-unsur dalam pilar masyarakat dan bisnis yaitu sebesar 84% dari total nilai maksimum 20. Nilai terendah adalah unsur-unsur pada pilar kelembagaan yaitu sebesar 65% dari total nilai maksimum sebesar 15.

(22)

11 2.5 Strategi Pengembangan Kawasan Minapolitan

Strategi Pengembangan Program Minapolitan pada Pelabuhan Perikanan Mandiri

Pelabuhan perikanan pelaksana program minapolitan yang masuk dalam katagori mandiri telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Ciri utama dari pelabuhan perikanan mandiri pelaksana program minapolitan adalah : a) Unsur-unsur pilar minapolitan berkembang baik dan terintegrasi dengan

baik.

b) Unit Pengolahan Ikan berkembang pesat.

c) Hasil tangkapan nelayan sebagian besar diserap oleh unit pengolah ikan, jika unit pengolah ikan kekurangan pasokan maka kebutuhan ikan didatangkan dari luar daerah (termasuk impor) dan sebagian ikan tersebut dipasarkan untuk kebutuhan konsumsi.

Isu aktual dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori mandiri adalah “rendahnya ketersediaan potensi ikan untuk mendukung program minapolitan”. Isu ini dapat terjadi karena pada beberapa wilayah penangkapan ikan jenis ikan tertentu telah lebih tangkap, tingginya permintaan ikan pada pelabuhan perikanan, serta tingginya effort penangkapan ikan pada fishing ground tempat armada penangkap ikan dari pelabuhan perikanan beroperasi. Kekuatan dari pelabuhan perikanan tersebut adalah: memiliki infrastruktur yang memadai, tata ruang dan bisnis plan yang terencana, dan memiliki sarana pendukung yang memadai. Kekuatan tersebut menggambarkan kelebihan dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori mandiri dibandingkan dengan pelabuhan perikanan dari 3 katagori lainnya. Sementara itu kelemahan dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori mandiri adalah manajemen pengelolaan pelabuhan perikanan yang tidak seragam, Harga ikan di pasaran lokal yang tidak stabil Kelemahan ini menunjukkan aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang serius agar dapat diperbaiki.

(23)

12 Pada sisi lain peluang dari pelabuhan perikanan mandiri, menggambarkan kesempatan dari pelabuhan perikanan tersebut saat ini dan masa yang akan datang. Peluang tersebut antara lain tingginya harga ikan di pasar ekspor, permintaan ikan yang tinggi pada pasar ekspor. Ancaman dari pelabuhan perikanan mandiri adalah hambatan yang dihadapi oleh pelabuhan perikanan dalam menwujudkan tujuan yang dicapai. Ancaman tersebut adalah banyaknya kegiatan IUU Fishing di daerah penangkapan ikan, adanya kebijakan non tarif pada pasar ekspor.

Penetapan faktor kunci keberhasilan didasarkan pada total nilai bobot (TNB) terbesar, jika nilai TNB sama maka dipilih berdasarkan nilai bobot faktor (BF) terbesar, jika nilai BF sama pilih nilai bobot dukungan (NBD) terbesar, jika nilai NBD sama pilih nilai bobot keterkaitan (NBK) terbesar dan jika NBK sama maka pilih berdasarkan pengalaman.

Faktor kunci keberhasilan dari masing-masing faktor internal adalah: pelabuhan perikanan memiliki infrastruktur yang memadai, serta pasokan ikan dan sistem distribusi ikan yang tidak baik. Sedangkan dari faktor eksternal adalah permintaan ikan yang tinggi pada pasar ekspor dan banyaknya aktivitas IUU Fishing di daerah penangkapan ikan.

Berdasarkan hasil evaluasi, diperoleh total nilai bobot kekuatan (S) = 3,08 dan total nilai bobot kelemahan (W) = 2,66, sehingga diperoleh nilai ordinat pada kekuatan (S) sebesar 0,40. Sedangkan total nilai bobot peluang (O) = 2,16 dan total nilai bobot ancaman (T) = 3,45, sehingga diperoleh nilai ordinat pada ancaman (T) sebesar = -1,29. Dengan demikian posisi pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori mandiri berada pada kuadran ke II. Strategi yang harus dilaksanakan oleh pelabuhan perkanan dalam pelaksanaan program minapolitan yang masuk dalam katagori mandiri adalah strategi ST. Hal ini berarti untuk melaksanakan program minapolitan pelabuhan perikanan harus memobilisasi kekuatan infrastruktur yang ada dengan berbagai inovasi

(24)

13 kebijakan untuk mencegah ancaman agar tujuan dari pelabuhan perikanan dalam melaksanakan program minapolitan dapat terwujud.

Strategi yang seharusnya dilakukan pengelola pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori mandiri adalah :

1) Mengatur pemanfaatan dermaga pendaratan ikan yang efektif dan efisien, karena keterbatasan panjang dermaga. Pelabuhan perikanan. Pelabuhan perikanan harus dapat memfasilitasi armada tangkap dengan tonase besar dengan peralatan bongkar muat yang lengkap, karena kapal tersebut umumnya membongkar ikan untuk keperluan UPI dan ekspor dalam waktu yang terbatas.

2) Memfasilitasi penyediaan bahan bakar yang cukup serta urusan administrasi yang cepat, sehingga pelabuhan perikanan menjadi tempat berlabuh yang menarik bagi armada penangkapan ikan.

3) Menerapkan traceability dari hasil tangkapan armada penangkapan ikan, bahan baku industri pengolahan ikan dengan menyempurnakan sistim pencatatan komoditas perikanan di kawasan pelabuhan perikanan.

4) Memperbaiki dan mempercepat sistim distribusi ikan ke pasar tujuan (termasuk ekspor) dengan prinsip aman, efektif dan efisien.

5) Meningkatkan pemantauan dan patroli di lapangan dalam rangka mengatasi masalah IUU fishing di perairan dengan cara melengkapi dan menyediakan sarana pemantau kegiatan IUU Fishing.

6) Memperbaiki dan mengefektifkan hukum dan aturan perundang-undangan yang terkait dengan upaya pemberantasan kegiatan IUU Fishing di perairan dengan membentuk lembaga peradilan di sekitar kawasan pelabuhan perikanan.

Strategi Pengembangan Program Minapolitan pada Pelabuhan Perikanan Maju

(25)

14 Lokasi pelabuhan perikanan pelaksana program minapolitan yang masuk dalam katagori maju telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Ciri utama dari pelabuhan perikanan maju dalam pelaksana program minapolitan adalah :

a) Unsur-unsur dari pilar minapolitan pada kawasan minapolitan sudah berkembang.

b) Unit Pengolahan ikan mulai berkembang.

c) Hasil tangkapan nelayan sekitar 50 % diserap oleh unit pengolahan ikan, sisanya dijual keluar daerah untuk berbagai keperluan.

Ciri-ciri dari pelabuhan perikanan pelaksana program minapolitan yang masuk dalam katagori maju jika dikaitkan dengan isu utamanya adalah “rendahnya tingkat koordinasi dalam implementasi pelaksanaan program minapolitan”. Isu ini menjadi penting karena pelabuhan perikanan dalam katagori maju, memiliki infrastruktur yang memadai, namun harga ikan yang tidak stabil karena daya serap UPI setempat sangat terbatas. Harga ikan lebih banyak ditentukan oleh pedagang.

Kekuatan dari pelabuhan perikanan yang termasuk dalam katagori maju dalam pelaksanaan program minapolitan adalah: memiliki infrastruktur yang memadai, tata ruang dan bisnis plan yang terencana, dan memiliki sarana pendukung yang memadai. Ketiga kekuatan ini umumnya dibangun oleh pemerintah pusat. Sementara itu kelemahan dari pelabuhan perikanan dalam katagori maju adalah harga ikan di pasaran lokal yang tidak stabil, manajemen pengelolaan pelabuhan perikanan yang tidak seragam.

Kekuatan tersebut menggambarkan kelebihan dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori maju dalam mewujudkan pembangunan perikanan. Sementara itu kelemahan dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori mandiri menunjukkan aspek yang perlu diperbaiki dan kinerja yang perlu disempurnakan. Kelemahan itu antara lain: harga ikan di pasaran lokal yang tidak stabil, manajemen

(26)

15 pengelolaan pelabuhan perikanan yang tidak seragam dan sistem distribusi ikan yang tidak seragam. Peluang dari pelabuhan yang masuk dalam katagori maju adalah kesempatan dari pelabuhan perikanan tersebut untuk berkembang. Peluang tersebut didorong oleh dukungan pemda, permintaan ikan yang tinggi di pasar ekspor dan tingginya harga ikan di pasar ekspor. Sebaliknya ancaman yang dihadapi pelabuhan perikanan yang masuk katagori maju adalah tingginya kegiatan IUU Fishing diperairan Indonesia, konsumsi ikan domestik yang rendah dan adanya kebijakan non tarif di pasar ekspor yang mengancam pemasaran ikan hasil tangkapan nelayan.

Penetapan faktor kunci keberhasilan didasarkan pada total nilai bobot (TNB) terbesar, jika nilai TNB sama maka dipilih berdasarkan nilai bobot faktor (BF) terbesar, jika nilai BF sama pilih nilai bobot dukungan (NBD) terbesar, jika nilai NBD sama pilih nilai bobot keterkaitan (NBK) terbesar dan jika NBK sama maka pilih berdasarkan pengalaman. Faktor kunci keberhasilan dari masing-masing faktor internal adalah: pelabuhan perikanan memiliki infrastruktur yang memadai, serta pasokan ikan dan sistem distribusi ikan yang tidak baik. Sedangkan dari faktor eksternal adalah terdapat dukungan dari Pemda untuk mengembangkan pelabuhan perikanan dan banyaknya aktivitas IUU Fishing di daerah penangkapan ikan.

Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh total nilai bobot kekuatan (S) = 3,63 dan nilai bobot kelemahan (W) = 2,56, sehingga diperoleh nilai ordinat pada kekuatan (S) sebesar 1,07. Sedangkan total nilai bobot peluang (O) = 3,64 dan ancaman (T) = 2,51 sehingga diperoleh nilai ordinat pada peluang (O) sebesar 0,95. Dengan demikian posisi pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori maju berada pada kuadran ke I. Kuadran tersebut menunjukkan strategi yang harus dilaksanakan oleh pelabuhan perkanan dalam pelaksanaan program minapolitan yang masuk dalam katagori maju adalah strategi SO. Hal ini berarti untuk melaksanakan program minapolitan pelabuhan perikanan

(27)

16 harus memanfaatkan dukungan Pemerintah Daerah untuk memperbaiki dan menyempurnakan infrastruktur pelabuhan perikanan agar tujuan program minapolitan dapat terwujud.

Dengan demikian untuk melaksanakan strategi SO tersebut pelabuhan perikanan harus bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur yang ada. Tindakan strategis yang perlu dilakukan oleh pelabuhan perikanan terkait dengan kerjasama tersebut adalah :

1) Menyusun master plan kebutuhan infrastruktur pelabuhan perikanan yang dapat dibiayai oleh pemerintah daerah.

2) Menyusun master plan penguatan sumberdaya manusia dan kelembagaan masyarakat yang dapat dibiayai oleh pemerintah daerah. 3) Menyusun bisnis plan kawasan pelabuhan perikanan yang dapat

dibiayai pemda dan yang dapat dibiayai investor.

4) Menyusun bisnis plan pembangunan jaringan distribusi ikan dari kawasan pelabuhan ke pusat pasar.

Strategi Pelaksanaan Program Minapolitan pada Pelabuhan Perikanan Pemula

Pelabuhan-pelabuhan perikanan pelaksana program minapolitan yang masuk dalam katagori pemula telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Ciri utama dari pelabuhan perikanan pemula dalam pelaksana program minapolitan adalah :

a) Unsur-unsur dari pilar minapolitan pada kawasan minapolitan mulai berkembang (masih banyak pilar minapolitan yang belum dimanfaatkan).

b) Unit Pengolahan Ikan sudah ada (masih skala rumah tangga dan sulit memasarkan).

(28)

17

c)

Hasil tangkapan nelayan sebagian besar untuk konsumsi dan hanya

sedikit yang diserap oleh unit pengolah ikan.

Ciri-ciri dari pelabuhan perikanan pelaksana program minapolitan yang masuk dalam katagori pemula jika dikaitkan dengan isu aktual adalah “rendahnya kemampuan kawasan minapolitan untuk mencapai target yang telah ditetapkan”. Isu ini menjadi penting karena pelabuhan perikanan dalam katagori pemula walaupun memiliki infrastruktur yang memadai, tetapi menghadapi berbagai kendala karena harga ikan yang tidak stabil serta daya serap UPI terbatas. Hal ini menyebabkan pelabuhan perikanan tersebut sulit mencapai target yang ditetapkan.

Kekuatan dari pelabuhan perikanan yang termasuk dalam katagori pemula dalam pelaksanaan program minapolitan adalah: memiliki infrastruktur yang memadai, pelabuhan perikanan memiliki sarana pendukung yang memadai. Kekuatan ini diperoleh karena dibangun berbagai sarana dan pra sarana oleh pemerintah pusat. Sementara itu kelemahan dari pelabuhan perikanan dalam katagori pemula adalah harga ikan di pasaran lokal yang tidak stabil, manajemen pengelolaan pelabuhan perikanan yang tidak seragam. Kekuatan tersebut menggambarkan kelebihan dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori pemula walaupun menghadapi keterbatasan. Sementara itu kelemahan dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori pemula menunjukkan berbagai aspek yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kinerja pelabuhan perikanan tersebut. Peluang dari pelabuhan perikanan yang masuk katagori pemula adalah mendapat dukungan pemda dalam mengembangkan pelabuhan, hal ini disebabkan karena pelabuhan perikanan menghasilkan ikan ekspor yang harganya tinggi pada pasar ekspor. Ancaman yang dihadapi oleh pelabuhan ini adalah banyaknya kegiatan IUU fishing pada daerah penangkapan ikan, sehingga mengancam suplai ikan ke pelabuhan perikanan.

(29)

18 Penetapan faktor kunci keberhasilan didasarkan pada total nilai bobot (TNB) terbesar, jika nilai TNB sama maka dipilih berdasarkan nilai bobot faktor (BF) terbesar, jika nilai BF sama pilih nilai bobot dukungan (NBD) terbesar, jika nilai NBD sama pilih nilai bobot keterkaitan (NBK) terbesar dan jika NBK sama maka pilih berdasarkan pengalaman.

Faktor kunci keberhasilan dari masing-masing faktor internal adalah: pelabuhan perikanan memiliki infrastruktur yang memadai, serta Pelabuhan perikanan memiliki sarana pendukung yang memadai. Sedangkan dari faktor eksternal adalah terdapat dukungan dari Pemda untuk mengembangkan pelabuhan perikanan dan tingginya harga ikan di pasar ekspor.

Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh total nilai bobot kekuatan (S) = 2,88 dan kelemahan (W) = 3,08, sehingga diperoleh nilai ordin at pada kelemahan (W) sebesar –0,21. Sedangkan total nilai bobot peluang (O) = 2,21 dan ancaman (T) = 3,20 sehingga diperoleh nilai ordinat pada ancaman (T) sebesar –0,99. Dengan demikian posisi pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori pemula berada pada kuadran ke III. Gambar tersebut menunjukkan strategi yang harus dilaksanakan oleh pelabuhan perkanan dalam pelaksanaan program minapolitan yang masuk dalam katagori pemula adalah strategi WT. Hal ini berarti untuk melaksanakan program minapolitan pelabuhan perikanan harus memperbaiki manajemen pengelolaan pelabuhan perikanan dan mengoptimalkan pengunaan alat tangap ikan yang bervariasi.

Langkah–langkah strategis yang harus dilakukan oleh pelabuhan perikanan katagori pemula adalah :

1) Pengelola pelabuhan perikanan harus membuat kebijakan tentang tata tertib kegiatan di kawasan pelabuhan perikanan. Tata tertib ini diperlukan untuk mencegah praktek premanisme di kawasan pelabuhan.

(30)

19 2) Menyusun tata cara tambat labuh dan bongkar ikan di dermaga pelabuhan perikanan, sehingga akan menjamin keamanan bongkar ikan. 3) Memperkenalkan alat tangkap yang efisien, efektif dan ramah lingkungan, sehingga mampu mengurangi alat tangkap yang tidak efektif dan efisien.

4) Menerapkan prosedur administrasi keberangkatan kapal penangkap ikan dengan memfungsikan syahbandar perikanan di pelabuhan perikanan, sehingga praktek-praktek penagkapan ikan ilegal dan pengendalian dapat dilakukan.

Strategi Pelaksanaan Program Minapolitan pada Pelabuhan Perikanan Perintis

Ciri utama dari pelabuhan perikanan perintis dalam pelaksana program minapolitan adalah :

a) Unsur-unsur dari pilar minapolitan pada kawasan minapolitan belum berkembang (infrastrukturnya belum lengkap, kelembagaan yang mendorong perekonomian nelayan belum berkembang, teknologi masih tradisionil, kebijakan pada pelabuhan ini hanya untuk kawasan pelabuhan yang sifatnya spesifik–retribusi dan sebagainya).

b) Unit Pengolahan Ikan belum ada.

c) Hasil tangkapan nelayan dipasarkan hanya untuk konsumsi rumah tangga.

Jika dikaitkan antara isu aktual dengan ciri dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori perintis maka ciri yang paling penting adalah “rendahnya dampak dari kawasan minapolitan terhadap pertumbuhan ekonomi”. Isu ini menjadi penting bagi pelabuhan perikanan pelaksana program minapolitan dalam katagori perintis, karena berbagai sebab :

(31)

20 a) Pelabuhan perikanan tersebut tidak memperoleh alokasi dana yang

memadai untuk membangun dan merawat infrastruktur yang ada. b) Jumlah dan kemampuan sumberdaya manusia yang tersedia untuk

mengelola infrastruktur dan berbagai fasilitas yang ada sangat terbatas. c) Pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori perintis umumnya

memanfaatkan tempat pendaratan ikan yang dibangun masyarakat setempat.

d) Konsumsi ikan tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal secara signifikan karena tidak ada industri pengolahan ikan.

Motivasi pemerintah daerah terhadap pelabuhan perikanan ini adalah untuk mendapat pendapatan asli daerah dari berbagai aktivitas penjualan ikan di kawasan ini. Program minapolitan pada pelabuhan perikanan tersebut sudah didengar namun respon terhadap kebijakan tersebut belum ada. Perencanaan pembangunan sulit dilakukan karena dampak dari pelabuhan perikanan ini terhadap perekonomian setempat sangat terbatas. Kekuatan dari pelabuhan perikanan yang termasuk dalam katagori perintis dalam pelaksanaan program minapolitan adalah: tersedianya armada penangkapan ikan pada berbagai wilayah, dan infrastruktur yang ada cukup memadai. Fasilitas pelabuhan perikanan tersebut umumnya dibangun oleh pemerintah daerah dan fasilitas tersebut dibangun tidak didukung oleh master plan dari kawasan pelabuhan.

Sementara itu kelemahan dari pelabuhan perikanan dalam katagori perintis adalah harga ikan di pasaran lokal yang tidak stabil, manajemen pengelolaan pelabuhan perikanan yang tidak seragam. Kelemahan ini disebabkan karena pengelola pelabuhan hanya melihat kepentingan pelabuhan sesaat dan belum ada perencanan jangka panjang. Kekuatan tersebut menggambarkan kelebihan dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori perintis walaupun dalam keterbatasan. Sementara itu kelemahan dari pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori perintis

(32)

21 menunjukkan berbagai aspek yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kinerja pelabuhan perikanan tersebut. Penetapan faktor kunci keberhasilan didasarkan pada total nilai bobot (TNB) terbesar, jika nilai TNB sama maka dipilih berdasarkan nilai bobot faktor (BF) terbesar, jika nilai BF sama pilih nilai bobot dukungan (NBD) terbesar, jika nilai NBD sama pilih nilai bobot keterkaitan (NBK) terbesar dan jika NBK sama maka pilih berdasarkan pengalaman.

Faktor kunci keberhasilan dari masing-masing faktor internal adalah: pelabuhan perikanan memiliki infrastruktur yang memadai, serta Pelabuhan perikanan memiliki sarana pendukung yang memadai. Sedangkan dari faktor eksternal adalah terdapat dukungan dari Pemda untuk mengembangkan pelabuhan perikanan dan tingginya harga ikan di pasar ekspor.

Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh total nilai bobot kekuatan (S) = 2,27 dan kelemahan (W) = 3,09, sehingga diperoleh nilai ordinat pada kelemahan (W) sebesar –0,82. Sedangkan total nilai bobot peluang (O) = 2,32 dan ancaman (T) = 3,01 sehingga diperoleh nilai ordinat pada ancaman (T) sebesar –0,70. Dengan demikian posisi pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori pemula berada pada kuadran ke III. Gambar tersebut menunjukkan strategi yang harus dilaksanakan oleh pelabuhan perkanan dalam pelaksanaan program minapolitan yang masuk dalam katagori perintis adalah strategi WT. Hal ini berarti untuk melaksanakan program minapolitan pelabuhan perikanan harus memperbaiki sistem pasokan dan distribusi ikan dan mengoptimalkan pengunaan alat tangkap ikan yang bervariasi.

Langkah strategis yang harus dilakukan oleh pelabuhan perikanan yang masuk katagori perintis adalah :

1) Menyusun master plan yang mendukung pasokan ikan dan distribusi hasil tangkapan. Master plan tersebut mencakup: ukuran dan jumlah

(33)

22 kapal penangkapan ikan yang beroperasi, konstruksi dan panjang dermaga, tempat pengepakan ikan, pabrik es dan sarana pendukungnya, armada transportasi yang berpendingin (cool box dan truk berpendingin).

2) Menyusun road map rencana sumber pembiayaan untuk membiayai master plan pelabuhan perikanan tersebut.

3) Menetapkan pengelola (termasuk hak dan kewajiban) terhadap aset yang telah dibangun pada pelabuhan perikanan yang masuk dalam katagori perintis.

4) Menetapkan dan menerapkan tata tertib pemanfaatan aset di dalam pelabuhan perikanan secara bertahap. Hal ini disebabkan karena pelabuhan perikanan ini memanfaatkan tempat pendaratan ikan masyarakat.

(34)

23

PROFIL LOKASI PRIORITAS

Prakiraan dampak program minapolitan untuk memperkirakan efek dari program minapolitan pada pelabuhan perikanan. Dampak dari program minapolitan pada pelabuhan perikanan saat ini masih sulit diprediksi secara tepat, karena program minapolitan pada pelabuhan perikanan sedang dalam masa persiapan implementasi pelaksanaan program. Namun kondisi awal tentang berbagai aspek yang terdapat pada pelabuhan perikanan menjadi ukuran penting pada setiap lokasi.

Pada bagian ini akan dikemukakan data dan informasi tentang kondisi dari sembilan pelabuhan perikanan yang menjadi prioritas pelaksanaan program minapolitan pada tahun 2011. Lokasi itu mencakup: PPS Belawan, PPP Muncar, PPN Ambon, PPP Tamperan, PPS Cilacap, PPN Pelabuhan Ratu, PPN Sungai Liat, PPS Bitung dan PPN Ternate.

3.1. PPS Belawan-Kota Medan

Karakteristik Sosial Ekonomi

Pendapatan dan pengeluaran responden

Berdasarkan analisis data secara deskriptif, responden di Kelurahan Nelayan Indah, Kota Medan memiliki usia yang berkisar antara 24 hingga 58 tahun dengan rata-rata usia 40 tahun. Menurut Kamaludin (1994) bahwa umur digolongkan dalam 3 kategori yakni golongan 1, usia tidak produktif (<25 dan > 65 tahun), 2. usia produktif (> 45 sampai 65 tahun) dan 3 usia sangat produktif (25 sampai 45 tahun) sehingga rata-rata usia responden di Kelurahan Nelayan Indah merupakan usia yang sangat produktif.

Responden yang berpendidikan tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) lebih banyak bila dibandingkan yang lainnya. Usia yang sangat produktif dan bekal pendidikan merupakan modal bagi responden selain

(35)

24 memahami program minapolitan yang ada dapat juga memberikan masukan yang sifatnya membangun demi kelancaran program minapolitan tersebut.

Kegiatan penangkapan ikan di PPSB dilakukan sepanjang tahun, namun pengaruh musim: musim puncak, musim sedang dan musim paceklik sangat dominan. Musim penangkapan turut mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha perikanan, baik nelayan, pedagang maupun pengolah ikan. Puncak penangkapan ikan di PPSB pada tahun 2010 dimulai bulan Juni-Agustus, selanjutnya mengalami paceklik pada bulan September-Januari dan kembali normal dari bulan Februari-Mei. Cuaca yang tidak menentu merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab tidak bisa melaut.

Rata-rata pendapatan nelayan dan pedagang memiliki perbedaan yang cukup signifikan antara musim puncak, sedang dan paceklik sedangkan pengolah tidak memiliki perbedaan di musim manapun. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan bersih yang diperoleh dari usaha perikanan baik sebagai nelayan, pedagang ikan maupun pengolah ikan serta pendapatan lainnya diluar perikanan. Pendapatan nelayan per bulan pada musim puncak sekitar Rp. 1.975.000,- untuk pemilik kapal dan Rp 1.652.500,- untuk nahkoda. Jumlah pendapatan nelayan mengalami penurunan pada musim sedang dan paceklik, hal ini dikarenakan jumlah trip melaut semakin sedikit demikian halnya dengan hasil tangkapan yang diperoleh. Hal yang sama juga terjadi untuk responden dengan mata pencaharian sebagai pedagang sedangkan pengolah ikan cenderung tetap.

Di PPS Belawan perbedaan pendapatan nelayan antar musim dapat dikatakan tidak signifikan, namun lain halnya dengan pedagang. Hal yang sama ditunjukkan juga pada pengolah. Pada sisi lain antar pelaku usaha perbedaan pendapatan tersebut sangat bersar.

(36)

25 Pengeluaran rumah tangga yang dimaksud meliputi pengeluaran untuk konsumsi (pangan dan non pangan) dan non konsumsi (pendidikan, rekreasi dan lain-lain).

Ketersediaan Tenaga Kerja

Berdasarkan jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk dalam beberapa tahun terakhir yang ada di Kota Medan dapat diketahui pertumbuhan penduduknya. Pertumbuhan penduduk laki-laki sekitar 0,86 % dan perempuan sebesar 0,87 % sedangkan untuk pertumbuhan penduduk total sekitar 0,86%.

Penduduk di Kota Medan yang berada di kategori sangat produktif lebih banyak pria bila dibandingkan wanita begitu pula di usia produktif sedangkan yang tidak produktif lebih banyak perempuan. Secara keseluruhan penduduk yang berada di usia sangat produktif sekitar 49,91%, produktif sebesar 11,18% dan sisanya sebesar 38,92 merupakan usia tidak produktif. Besarnya persentase usia sangat produktif menunjukkan bahwa masih tingginya tingkat usia kerja di Kota Medan yang berpengaruh terhadap tingkat penyerapan kerja di wilayah tersebut. Kondisi ini sangat potensial untuk pengembangan investasi di kawasan Minapolitan Kota Medan karena tingginya rasio tenaga kerja lokal yang tersedia, ini akan sangat memudahkan untuk berjalannya sebuah investasi.

Rata-rata kapal yang ada di sekitar PPSB pada tahun 2010 memiliki tonase sebesar 40 GT dengan jumlah 556 armada dengan jenis alat tangkap sebagai berikut : jaring angkut (4 unit), Gillnet (63 unit), Pukat Cincin (3 unit), Pukat Ikan (133 unit), Purse Seine (226 unit) dan Seine Net/Lampara Dasar (127 unit). Perkembangan jumlah alat tangkap di wilayah PPSB dari tahun 2002 hingga 2010 sebagai berikut : Purse Seine (3%), Pukat Ikan (6,5%), Gillnet (10,9%), Pancing (-6,6%) dan Seine Net/Lampara Dasar (7,3%). Jumlah nelayan yang ada di PPSB pada tahun 2010 berjumlah sekitar 9.267

(37)

26 orang dimana terdapat nelayan pukat ikan sebanyak 1.961 orang, nelayan lampara dasar 1.344 orang, pukat cincin 5.569 orang, gillnet 378 orang dan pancing sebanyak 15 orang. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, jumlah nelayan keseluruhan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 4 % per tahun dari 7.229 di tahun 2005 naik menjadi 9.267 orang di tahun 2010.

Menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan tahun 2010, jumlah nelayan menurut waktu kerja dibagi menjadi tiga yakni nelayan penuh (10.124 orang), nelayan sambilan utama (2.457 orang) dan nelayan sambilan tambahan (265 orang). Dengan adanya program minapolitan ini, diperkirakan dapat memberikan dampak positif bagi nelayan kecil untuk dapat memiliki asset usaha sendiri (perahu maupun alat tangkap).

Ketersediaan Sumber daya

Wilayah penangkapan kapal-kapal yang mendaratkan ikannya di PPS Belawan adalah Selat Malaka dimana Selat Malaka termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 571. Pada WPP ini beberapa jenis ikan seperti udang, kurau dan manyung telah over eksploitasi sedangkan ikan cakalang masih termasuk dalam kategori moderate sehingga jumlahnya masih cukup banyak.

Potensi perikanan di Kota Medan untuk perikanan laut sebesar 552.736 ton dengan nilai produksi pada tahun 2009 sebesar 71.489 ton. Sumber daya perikanan khususnya di wilayah pantai timur sudah menunjukkan adanya over-fishing, peluang pengembangan yang masih memungkinkan dilakukan yaitu di wilayah perairan timur. Upaya yang dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan semakin menurunnya sumber daya perikanan di wilayah Selat Malaka adalah dengan tidak mengeluarkan izin penangkapan yang baru, tetapi yang perlu dilakukan adalah hanya berupa perpanjangan izin penangkapan saja. Ketersediaan sumber daya sangat penting karena dalam pengembangan Minapolitan dibutuhkan

(38)

27 kecukupan sumber daya perikanan jika PPS Belawan kurang akan sumber dayanya perikanan maka pengembangan Minapolitan ini menjadi sangat sulit terwujud.

Potensi Pasar

PPSB menjadi zona inti minapolitan dengan alasan sebagai berikut: 1). Letaknya di antara perairan Pantai Timur Sumatera (Selat Malaka), Laut Cina Selatan dan perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dengan potensi sumber daya ikan yang relatif cukup besar; 2). Sebagai pintu masuk kegiatan ekonomi beberapa negara di Asia (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong); 3). Merupakan pusat kegiatan perikanan diantaranya pendaratan dan pemasaran ikan dan pengolahan hasil tangkapan masyarakat perikanan khususnya nelayan di Sumatera Utara; 4). Termasuk wilayah pengembangan outer ring fishing port.

Dari sisi pemasaran ikan di PPSB masih didominasi untuk konsumsi lokal dan antar pulau (sekitar 60%) yakni ke Aceh dan Sumatera Utara (Kabanjahe, Sidikalang dan Pematang Siantar), tujuan ekspor (30%) ke Eropa, Thailand, China dan Malaysia dan untuk olahan (10%).

Menurut data dari PPSB, perusahaan-perusahaan yang banyak mengekspor ikan olahan diantaranya adalah PT. SAS, PT. Laut United, PT. Toba Surimi, PT. Growth Pacific , PT. Medan Canning Tropical Industries dan PT. Red Ribbon. Pada tahun 2010 sebagian besar ekspor ditujukan ke negara-negara Italia, Thailand, Spanyol, Inggris dan Prancis.

Ikan olahan yang dihasilkan antara lain tepung ikan dan ikan asin. Namun sebelum adanya pelarangan impor ikan (berdasarkan Permen No.17 tahun 2011), PPSB juga melakukan impor ikan untuk jenis-jenis ikan tertentu seperti tongkol, mackerel, selayar dan kembung. Negara pengimpor meliputi Malaysia, Cina, Thailand, India dan Pakistan. Harga ikan impor ini memang lebih murah dibandingkan dengan ikan dari kapal nelayan, namun dengan

(39)

28 kualitas yang lebih rendah dibandingkan ikan dari hasil tangkapan nelayan. Harga-harga ikan (Impor) tahun 2010 sebagai berikut :

1) Malaysia : kembung (RM 2,7/kg), sardine (RM 2,7/kg), kembung (USD 0,8/kg), selayang (USD 0,8/kg), tongkol (USD 0,8/kg)

2) China : Frozen bonito (USD 0,78/kg), frozen tilapia (USD 0,92/kg), mackerel (USD 0,8/kg)

3) Thailand : Mackerel (USD 0,8/kg), selar (USD 0,8/kg)

Adanya program minapolitan di Kota Medan diharapkan dapat memberikan dampak pada perluasan pasar yang ada. Informasi pasar menjadi lebih mudah dan terbuka, sehingga nelayan, pedagang maupun pengolah dapat dengan mudah mengakses informasi tersebut. Dengan adanya informasi pasar diharapkan posisi tawar pelaku usaha perikanan menjadi lebih kuat.

Prakiraan Dampak

Dampak yang mungkin timbul dengan adanya program minapolitan terbagi menjadi dua yakni dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek merupakan dampak yang muncul dengan segera setelah program minapolitan itu dilaksanakan, hal ini sangat terkait dengan kegiatan yang dilakukan oleh masin-masing pelabuhan pada tahun ini. Sedangkan dampak jangka panjang terlihat pada infrastruktur, produksi dan industri pengolahan.

(40)

29 3.2. PPP Muncar-Kabupaten Banyuwangi

Karakteristik Sosial Ekonomi

Pendapatan dan pengeluaran responden

Hasil analisis secara deskriptif menunjukkan bahwa usia responden di Muncar mempunyai umur antara 30-65 tahun dengan rata-rata 43 tahun. Berdasarkan definisi dari Kamaludin (1994), rata-rata usia responden di Muncar termasuk ke dalam usia sangat produktif. Bila dilihat dari tingkat pendidikannya, responden yang tamat Sekolah Dasar (SD) lebih dominan bila dibandingkan dengan yang lain. Usia yang sangat produktivitas dan bekal pendidikan yang cukup dapat menjadi modal bagi responden untuk dapat memahami program minapolitan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pelaku usaha perikanan. Usaha penangkapan ikan yang dilakukan di sekitar PPP Muncar dilakukan sepanjang tahun dan seperti di daerah lainnya terdapat juga musim penangkapan yang berpengaruh kepada pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha perikanan, baik itu nelayan, pedagang maupun pengolah ikan. Musim puncak penangkapan ikan di PPP Muncar pada tahun 2010 dimulai dari bulan Januari-Mei kemudian musim sedang pada bulan Juni hingga Agustus dan mengalami musim paceklik pada saat bulan September hinga Desember. Keadaan cuaca yang tidak menentu menjadi faktor penyebab nelayan tidak melaut sehingga sangat berpengaruh terhadap pendapatannya.

Rata-rata pendapatan nelayan, pedagang ikan dan pengolah ikan memiliki perbedaan yang cukup signifikan baik itu musim puncak, sedang maupun paceklik. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan bersih yang diperoleh dari usaha perikanan baik sebagai nelayan, pedagang ikan maupun pengolah ikan serta pendapatan lainnya diluar perikanan. Pendapatan nelayan per bulan pada musim puncak sekitar Rp. 11.950.000,- untuk pemilik kapal, Rp 3.000.000,- untuk nahkoda dan Rp 2.500.000,- untuk ABK. Jumlah pendapatan nelayan mengalami penurunan pada saat musim

(41)

30 sedang dan paceklik disebabkan jumlah trip melaut semakin sedikit demikian halnya dengan hasil tangkapan yang diperoleh. Hal yang sama juga terjadi untuk responden dengan mata pencaharian sebagai pedagang dan pengolah ikan. Pengeluaran rumah tangga yang dimaksud meliputi pengeluaran untuk konsumsi (pangan dan non pangan) dan non konsumsi (pendidikan, rekreasi dan lain-lain).

Ketersediaan Tenaga Kerja

Kontribusi subsektor perikanan bagi sektor pertanian di Kab. Banyuwangi adalah rata-rata sebesar 12,06% dari tahun 2004-2009 dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 0,72% sedangkan kontribusi subsektor perikanan bagi PDB Non Migas rata-rata sebesar 5,98% dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 0,3% pertahun. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor perikanan turut memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian di Banyuwangi. Untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian tersebut dibutuhkan tenaga kerja yang mencukupi di subsektor perikanan.

Jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009 sekitar 1.587.403 orang, 815.740 orang di antaranya berstatus sedang bekerja dan sebanyak 34.460 orang sedang menganggur serta sebanyak 357.974 orang mempunyai kegiatan sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya, selebihnya sebanyak 379.229 orang tergolong penduduk usia non produktif. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,05 persen atau turun 1,57 persen dibanding dengan TPT tahun 2008 yang sebesar 5,62 persen. Dari jumlah penganggur yang ada apabila dibedakan menurut pendidikan, diperoleh penganggur terbanyak berpendidikan SMK yang diikuti oleh mereka yang berpendidikan SMU, setingkat SMP, D-I/II/III, D-IV/1 serta S-2, dan setingkat SD. Sektor Pertanian masih merupakan sektor ekonomi

(42)

31 yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Banyuwangi, jumlahnya mencapai 386.295 orang atau 47,36 persen.

Menurut Indeks Pembangunan Manusia (IPM),yang digunakan sebagai alat ukur kinerja pembangunan manusia, IPM di Kabuputaen Banyuwangi Tahun 2009 mencapai 68,24 atau naik 0,44 dibanding dengan tahun 2008 yang sebesar 67,80. Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya Indeks Pendidikan sebesar 0,43 atau dari 72,48 di tahun 2008 menjadi 72,91 di tahun 2009, Indeks Kesehatan naik 0,08 atau dari 69,64 di tahun 2008 menjadi 69,72 di tahun 2009 dan Indeks Daya Beli naik sebesar 0,82 atau dari 61,37 di tahun 2008 menjadi 62,09 di tahun 2009.

Jumlah nelayan yang terdapat di Muncar sebanyak 12.865 orang dan jumlah kapal sebanyak 4.454 unit. Tenaga kerja yang terserap di sektor perikanan sebanyak 36.191 orang. Mereka bekerja antara sebagai buruh nelayan dan buruh pabrik pengolahan ikan.

Jenis alat tangkap yang digunakan meliputi purse seine, payang, gillnet, pancing tonda, prawe hanyut, pancing ulur, bagan tancap, sero serta alat tangkap lainnya. Alat tangkap pancing ulur lebih banyak digunakan di Muncar dan lebih didominasi oleh nelayan tradisional sehingga dengan adanya program minapolitan ini, diperkirakan dapat memberikan dampak positif bagi nelayan kecil untuk dapat memiliki asset usaha sendiri (perahu maupun alat tangkap).

Ketersediaan Sumber daya

PPP Muncar termasuk dalam WPP 573 yang berada di perairan Samudera Hindia Selatan Jawa. Sumber daya ikan yang hidup di WPP ini, seperti udang, beberapa jenis ikan demersal, lemuru, tuna mata besar, dan tuna sirip biru dalam kondisi telah lebih tangkap. Ikan lemuru merupakan salah satu unggulan dari wilayah Muncar. Namun pada tahun 2010 terjadi penurunan produksi ikan lemuru yang sangat drastis dimana pada saat

Gambar

Gambar 56. Posisi Kekuatan Pelabuhan Perikanan Pelaksana Program Minapolitan yang Termasuk dalam Katagori Mandiri
Gambar 57. Posisi Kekuatan Pelabuhan Perikanan Pelaksana Program Minapolitan yang Termasuk dalam Katagori Maju
Gambar 58. Posisi Kekuatan Pelabuhan Perikanan Pelaksana Program Minapolitan yang Termasuk dalam Katagori Pemula
Gambar 59. Posisi Kekuatan Pelabuhan Perikanan Pelaksana Program Minapolitan yang Termasuk dalam Katagori Perintis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saya dapat menyelesaikan tugas dengan komputer jika ada yang mengajari saya untuk memulai.. Saya dapat menyelesaikan tugas dengan software di komputer jika diberi banyak waktu

DirectX merupakan tool bawaan windows yang digunakan untuk mendiagnosa semua hardware yang berhubungan dengan …?.

Berdasarkan analisa data yang telah dilakukan, didapatkan beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut : Pengadaan obat yang dilakukan Instalasi Farmasi Dinas

Aturan-aturan yang hasilnya tidak terklasifikasi disebabkan karena semua atribut atau variabel yang terdefinisikan, seperti: kategori, tingkat perekonomian, tingkat

Hasil belajar siswa kelas VIII H setelah menggunakan Model Drills berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan program aplikasi presentasi Microsoft

Dari tabel kecelakaan kerja pada area produksi diatas dapat dilihat kecelakaan yang terjadi adalah Kejepit tangki mixer sebanyak 1 kali, kesetrum mixer sebanyak 3

Setelah melakukan uji coba sistem pengenalan wajah menggunakan database Hasil Foto Sendiri, dimana database yang dipakai yaitu satu ekspresi dan empat ekspresi

:  Menunjukkan perilaku responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan listrik statis dan dampaknya bagi kehidupan