• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Sosial Ekonomi

Pendapatan dan pengeluaran responden

Berdasarkan analisis data secara deskriptif, responden di Kelurahan Nelayan Indah, Kota Medan memiliki usia yang berkisar antara 24 hingga 58 tahun dengan rata-rata usia 40 tahun. Menurut Kamaludin (1994) bahwa umur digolongkan dalam 3 kategori yakni golongan 1, usia tidak produktif (<25 dan > 65 tahun), 2. usia produktif (> 45 sampai 65 tahun) dan 3 usia sangat produktif (25 sampai 45 tahun) sehingga rata-rata usia responden di Kelurahan Nelayan Indah merupakan usia yang sangat produktif.

Responden yang berpendidikan tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) lebih banyak bila dibandingkan yang lainnya. Usia yang sangat produktif dan bekal pendidikan merupakan modal bagi responden selain

24 memahami program minapolitan yang ada dapat juga memberikan masukan yang sifatnya membangun demi kelancaran program minapolitan tersebut.

Kegiatan penangkapan ikan di PPSB dilakukan sepanjang tahun, namun pengaruh musim: musim puncak, musim sedang dan musim paceklik sangat dominan. Musim penangkapan turut mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha perikanan, baik nelayan, pedagang maupun pengolah ikan. Puncak penangkapan ikan di PPSB pada tahun 2010 dimulai bulan Juni-Agustus, selanjutnya mengalami paceklik pada bulan September-Januari dan kembali normal dari bulan Februari-Mei. Cuaca yang tidak menentu merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab tidak bisa melaut.

Rata-rata pendapatan nelayan dan pedagang memiliki perbedaan yang cukup signifikan antara musim puncak, sedang dan paceklik sedangkan pengolah tidak memiliki perbedaan di musim manapun. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan bersih yang diperoleh dari usaha perikanan baik sebagai nelayan, pedagang ikan maupun pengolah ikan serta pendapatan lainnya diluar perikanan. Pendapatan nelayan per bulan pada musim puncak sekitar Rp. 1.975.000,- untuk pemilik kapal dan Rp 1.652.500,- untuk nahkoda. Jumlah pendapatan nelayan mengalami penurunan pada musim sedang dan paceklik, hal ini dikarenakan jumlah trip melaut semakin sedikit demikian halnya dengan hasil tangkapan yang diperoleh. Hal yang sama juga terjadi untuk responden dengan mata pencaharian sebagai pedagang sedangkan pengolah ikan cenderung tetap.

Di PPS Belawan perbedaan pendapatan nelayan antar musim dapat dikatakan tidak signifikan, namun lain halnya dengan pedagang. Hal yang sama ditunjukkan juga pada pengolah. Pada sisi lain antar pelaku usaha perbedaan pendapatan tersebut sangat bersar.

25 Pengeluaran rumah tangga yang dimaksud meliputi pengeluaran untuk konsumsi (pangan dan non pangan) dan non konsumsi (pendidikan, rekreasi dan lain-lain).

Ketersediaan Tenaga Kerja

Berdasarkan jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk dalam beberapa tahun terakhir yang ada di Kota Medan dapat diketahui pertumbuhan penduduknya. Pertumbuhan penduduk laki-laki sekitar 0,86 % dan perempuan sebesar 0,87 % sedangkan untuk pertumbuhan penduduk total sekitar 0,86%.

Penduduk di Kota Medan yang berada di kategori sangat produktif lebih banyak pria bila dibandingkan wanita begitu pula di usia produktif sedangkan yang tidak produktif lebih banyak perempuan. Secara keseluruhan penduduk yang berada di usia sangat produktif sekitar 49,91%, produktif sebesar 11,18% dan sisanya sebesar 38,92 merupakan usia tidak produktif. Besarnya persentase usia sangat produktif menunjukkan bahwa masih tingginya tingkat usia kerja di Kota Medan yang berpengaruh terhadap tingkat penyerapan kerja di wilayah tersebut. Kondisi ini sangat potensial untuk pengembangan investasi di kawasan Minapolitan Kota Medan karena tingginya rasio tenaga kerja lokal yang tersedia, ini akan sangat memudahkan untuk berjalannya sebuah investasi.

Rata-rata kapal yang ada di sekitar PPSB pada tahun 2010 memiliki tonase sebesar 40 GT dengan jumlah 556 armada dengan jenis alat tangkap sebagai berikut : jaring angkut (4 unit), Gillnet (63 unit), Pukat Cincin (3 unit), Pukat Ikan (133 unit), Purse Seine (226 unit) dan Seine Net/Lampara Dasar (127 unit). Perkembangan jumlah alat tangkap di wilayah PPSB dari tahun 2002 hingga 2010 sebagai berikut : Purse Seine (3%), Pukat Ikan (6,5%), Gillnet (10,9%), Pancing (-6,6%) dan Seine Net/Lampara Dasar (7,3%). Jumlah nelayan yang ada di PPSB pada tahun 2010 berjumlah sekitar 9.267

26 orang dimana terdapat nelayan pukat ikan sebanyak 1.961 orang, nelayan lampara dasar 1.344 orang, pukat cincin 5.569 orang, gillnet 378 orang dan pancing sebanyak 15 orang. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, jumlah nelayan keseluruhan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 4 % per tahun dari 7.229 di tahun 2005 naik menjadi 9.267 orang di tahun 2010.

Menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan tahun 2010, jumlah nelayan menurut waktu kerja dibagi menjadi tiga yakni nelayan penuh (10.124 orang), nelayan sambilan utama (2.457 orang) dan nelayan sambilan tambahan (265 orang). Dengan adanya program minapolitan ini, diperkirakan dapat memberikan dampak positif bagi nelayan kecil untuk dapat memiliki asset usaha sendiri (perahu maupun alat tangkap).

Ketersediaan Sumber daya

Wilayah penangkapan kapal-kapal yang mendaratkan ikannya di PPS Belawan adalah Selat Malaka dimana Selat Malaka termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 571. Pada WPP ini beberapa jenis ikan seperti udang, kurau dan manyung telah over eksploitasi sedangkan ikan cakalang masih termasuk dalam kategori moderate sehingga jumlahnya masih cukup banyak.

Potensi perikanan di Kota Medan untuk perikanan laut sebesar 552.736 ton dengan nilai produksi pada tahun 2009 sebesar 71.489 ton. Sumber daya perikanan khususnya di wilayah pantai timur sudah menunjukkan adanya over-fishing, peluang pengembangan yang masih memungkinkan dilakukan yaitu di wilayah perairan timur. Upaya yang dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan semakin menurunnya sumber daya perikanan di wilayah Selat Malaka adalah dengan tidak mengeluarkan izin penangkapan yang baru, tetapi yang perlu dilakukan adalah hanya berupa perpanjangan izin penangkapan saja. Ketersediaan sumber daya sangat penting karena dalam pengembangan Minapolitan dibutuhkan

27 kecukupan sumber daya perikanan jika PPS Belawan kurang akan sumber dayanya perikanan maka pengembangan Minapolitan ini menjadi sangat sulit terwujud.

Potensi Pasar

PPSB menjadi zona inti minapolitan dengan alasan sebagai berikut: 1). Letaknya di antara perairan Pantai Timur Sumatera (Selat Malaka), Laut Cina Selatan dan perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dengan potensi sumber daya ikan yang relatif cukup besar; 2). Sebagai pintu masuk kegiatan ekonomi beberapa negara di Asia (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong); 3). Merupakan pusat kegiatan perikanan diantaranya pendaratan dan pemasaran ikan dan pengolahan hasil tangkapan masyarakat perikanan khususnya nelayan di Sumatera Utara; 4). Termasuk wilayah pengembangan outer ring fishing port.

Dari sisi pemasaran ikan di PPSB masih didominasi untuk konsumsi lokal dan antar pulau (sekitar 60%) yakni ke Aceh dan Sumatera Utara (Kabanjahe, Sidikalang dan Pematang Siantar), tujuan ekspor (30%) ke Eropa, Thailand, China dan Malaysia dan untuk olahan (10%).

Menurut data dari PPSB, perusahaan-perusahaan yang banyak mengekspor ikan olahan diantaranya adalah PT. SAS, PT. Laut United, PT. Toba Surimi, PT. Growth Pacific , PT. Medan Canning Tropical Industries dan PT. Red Ribbon. Pada tahun 2010 sebagian besar ekspor ditujukan ke negara-negara Italia, Thailand, Spanyol, Inggris dan Prancis.

Ikan olahan yang dihasilkan antara lain tepung ikan dan ikan asin. Namun sebelum adanya pelarangan impor ikan (berdasarkan Permen No.17 tahun 2011), PPSB juga melakukan impor ikan untuk jenis-jenis ikan tertentu seperti tongkol, mackerel, selayar dan kembung. Negara pengimpor meliputi Malaysia, Cina, Thailand, India dan Pakistan. Harga ikan impor ini memang lebih murah dibandingkan dengan ikan dari kapal nelayan, namun dengan

28 kualitas yang lebih rendah dibandingkan ikan dari hasil tangkapan nelayan. Harga-harga ikan (Impor) tahun 2010 sebagai berikut :

1) Malaysia : kembung (RM 2,7/kg), sardine (RM 2,7/kg), kembung (USD 0,8/kg), selayang (USD 0,8/kg), tongkol (USD 0,8/kg)

2) China : Frozen bonito (USD 0,78/kg), frozen tilapia (USD 0,92/kg), mackerel (USD 0,8/kg)

3) Thailand : Mackerel (USD 0,8/kg), selar (USD 0,8/kg)

Adanya program minapolitan di Kota Medan diharapkan dapat memberikan dampak pada perluasan pasar yang ada. Informasi pasar menjadi lebih mudah dan terbuka, sehingga nelayan, pedagang maupun pengolah dapat dengan mudah mengakses informasi tersebut. Dengan adanya informasi pasar diharapkan posisi tawar pelaku usaha perikanan menjadi lebih kuat.

Prakiraan Dampak

Dampak yang mungkin timbul dengan adanya program minapolitan terbagi menjadi dua yakni dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek merupakan dampak yang muncul dengan segera setelah program minapolitan itu dilaksanakan, hal ini sangat terkait dengan kegiatan yang dilakukan oleh masin-masing pelabuhan pada tahun ini. Sedangkan dampak jangka panjang terlihat pada infrastruktur, produksi dan industri pengolahan.

29 3.2. PPP Muncar-Kabupaten Banyuwangi

Karakteristik Sosial Ekonomi

Pendapatan dan pengeluaran responden

Hasil analisis secara deskriptif menunjukkan bahwa usia responden di Muncar mempunyai umur antara 30-65 tahun dengan rata-rata 43 tahun. Berdasarkan definisi dari Kamaludin (1994), rata-rata usia responden di Muncar termasuk ke dalam usia sangat produktif. Bila dilihat dari tingkat pendidikannya, responden yang tamat Sekolah Dasar (SD) lebih dominan bila dibandingkan dengan yang lain. Usia yang sangat produktivitas dan bekal pendidikan yang cukup dapat menjadi modal bagi responden untuk dapat memahami program minapolitan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pelaku usaha perikanan. Usaha penangkapan ikan yang dilakukan di sekitar PPP Muncar dilakukan sepanjang tahun dan seperti di daerah lainnya terdapat juga musim penangkapan yang berpengaruh kepada pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha perikanan, baik itu nelayan, pedagang maupun pengolah ikan. Musim puncak penangkapan ikan di PPP Muncar pada tahun 2010 dimulai dari bulan Januari-Mei kemudian musim sedang pada bulan Juni hingga Agustus dan mengalami musim paceklik pada saat bulan September hinga Desember. Keadaan cuaca yang tidak menentu menjadi faktor penyebab nelayan tidak melaut sehingga sangat berpengaruh terhadap pendapatannya.

Rata-rata pendapatan nelayan, pedagang ikan dan pengolah ikan memiliki perbedaan yang cukup signifikan baik itu musim puncak, sedang maupun paceklik. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan bersih yang diperoleh dari usaha perikanan baik sebagai nelayan, pedagang ikan maupun pengolah ikan serta pendapatan lainnya diluar perikanan. Pendapatan nelayan per bulan pada musim puncak sekitar Rp. 11.950.000,- untuk pemilik kapal, Rp 3.000.000,- untuk nahkoda dan Rp 2.500.000,- untuk ABK. Jumlah pendapatan nelayan mengalami penurunan pada saat musim

30 sedang dan paceklik disebabkan jumlah trip melaut semakin sedikit demikian halnya dengan hasil tangkapan yang diperoleh. Hal yang sama juga terjadi untuk responden dengan mata pencaharian sebagai pedagang dan pengolah ikan. Pengeluaran rumah tangga yang dimaksud meliputi pengeluaran untuk konsumsi (pangan dan non pangan) dan non konsumsi (pendidikan, rekreasi dan lain-lain).

Ketersediaan Tenaga Kerja

Kontribusi subsektor perikanan bagi sektor pertanian di Kab. Banyuwangi adalah rata-rata sebesar 12,06% dari tahun 2004-2009 dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 0,72% sedangkan kontribusi subsektor perikanan bagi PDB Non Migas rata-rata sebesar 5,98% dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 0,3% pertahun. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor perikanan turut memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian di Banyuwangi. Untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian tersebut dibutuhkan tenaga kerja yang mencukupi di subsektor perikanan.

Jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009 sekitar 1.587.403 orang, 815.740 orang di antaranya berstatus sedang bekerja dan sebanyak 34.460 orang sedang menganggur serta sebanyak 357.974 orang mempunyai kegiatan sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya, selebihnya sebanyak 379.229 orang tergolong penduduk usia non produktif. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,05 persen atau turun 1,57 persen dibanding dengan TPT tahun 2008 yang sebesar 5,62 persen. Dari jumlah penganggur yang ada apabila dibedakan menurut pendidikan, diperoleh penganggur terbanyak berpendidikan SMK yang diikuti oleh mereka yang berpendidikan SMU, setingkat SMP, D-I/II/III, D-IV/1 serta S-2, dan setingkat SD. Sektor Pertanian masih merupakan sektor ekonomi

31 yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Banyuwangi, jumlahnya mencapai 386.295 orang atau 47,36 persen.

Menurut Indeks Pembangunan Manusia (IPM),yang digunakan sebagai alat ukur kinerja pembangunan manusia, IPM di Kabuputaen Banyuwangi Tahun 2009 mencapai 68,24 atau naik 0,44 dibanding dengan tahun 2008 yang sebesar 67,80. Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya Indeks Pendidikan sebesar 0,43 atau dari 72,48 di tahun 2008 menjadi 72,91 di tahun 2009, Indeks Kesehatan naik 0,08 atau dari 69,64 di tahun 2008 menjadi 69,72 di tahun 2009 dan Indeks Daya Beli naik sebesar 0,82 atau dari 61,37 di tahun 2008 menjadi 62,09 di tahun 2009.

Jumlah nelayan yang terdapat di Muncar sebanyak 12.865 orang dan jumlah kapal sebanyak 4.454 unit. Tenaga kerja yang terserap di sektor perikanan sebanyak 36.191 orang. Mereka bekerja antara sebagai buruh nelayan dan buruh pabrik pengolahan ikan.

Jenis alat tangkap yang digunakan meliputi purse seine, payang, gillnet, pancing tonda, prawe hanyut, pancing ulur, bagan tancap, sero serta alat tangkap lainnya. Alat tangkap pancing ulur lebih banyak digunakan di Muncar dan lebih didominasi oleh nelayan tradisional sehingga dengan adanya program minapolitan ini, diperkirakan dapat memberikan dampak positif bagi nelayan kecil untuk dapat memiliki asset usaha sendiri (perahu maupun alat tangkap).

Ketersediaan Sumber daya

PPP Muncar termasuk dalam WPP 573 yang berada di perairan Samudera Hindia Selatan Jawa. Sumber daya ikan yang hidup di WPP ini, seperti udang, beberapa jenis ikan demersal, lemuru, tuna mata besar, dan tuna sirip biru dalam kondisi telah lebih tangkap. Ikan lemuru merupakan salah satu unggulan dari wilayah Muncar. Namun pada tahun 2010 terjadi penurunan produksi ikan lemuru yang sangat drastis dimana pada saat

32 bulan Maret 2010 jumlahnya tangkapan mencapai 8.402 ton namun pada saat bulan Juni 2010 hanya mencapai 30 ton saja. Hal ini turut berpengaruh terhadap pendapatan nelayan di kawasan Muncar.

Potensi Pasar

Produk ikan yang dihasilkan di sekitar kawasan pelabuhan PPP Muncar adalah ikan segar dimana ikan tersebut ditujukan untuk industri pengolahan seperti pabrik dan pengolahan skala rumah tangga (75%) dan sisanya untuk ikan konsumsi (25%). Hasil tangkap ikan di Muncar didukung sekitar 90-an unit pabrik pengolahan dan pengalengan ikan yang berdiri sejak tahun 1970-an. Hasil dari produk perikanan tersebut tidak hanya dijual di Banyuwangi dan kota-kota besar di Indonesia, tetapi juga diekspor ke mancanegara baik dalam bentuk ikan mentah maupun ikan olahan, termasuk ikan dalam kaleng dengan merek-merek terkenal yang biasanya dijumpai di supermarket.

Produksi ikan olahan diekspor ke Eropa, Jepang, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, Australia, Singapura, dan Kanada sebanyak 1.562.249,72 kg per bulan dengan nilai uang sebesar Rp 19.528.121.500. Jenis perusahaan perikanan yang terdapat di kawasan Muncar antara lain pengalengan ikan (8 unit), minyak ikan (11 unit), pengasinan ikan (53 unit), tepung ikan mekanik (34 unit), pemindangan ikan (22 unit), petis (6 unit), terasi (4 unit) dan eksportir (17 unit). Adanya program minapolitan di Kota Medan diharapkan dapat memberikan dampak pada perluasan pasar yang ada. Informasi pasar menjadi lebih mudah dan terbuka, sehingga nelayan, pedagang maupun pengolah dapat dengan mudah mengakses informasi tersebut. Dengan adanya informasi pasar diharapkan posisi tawar pelaku usaha perikanan menjadi lebih kuat.

33 Prakiraan Dampak

Dampak jangka pendek yang mungkin timbul antara lain tersedianya sarana pendaratan ikan yang memadai, tersedianya pengelolaan limbah dari industri perikanan yang memenuhi standar, adanya batas yang jelas antara areal pemukiman, pelabuhan dan industri, tersedianya dokumen yang mendukung program minapolitan (master plan, road map, RUTRW, DED, WKOPP dan lain-lainya, tersedianya business plan dan termanfaatkannya SDI di Samudera Indonesia sedangkan dampak jangka panjang meliputi infrastruktur, produksi dan industri pengolahan.

34 3.3. PPN Ambon-Kota Ambon

Karakteristik Sosial Ekonomi

Kota Ambon mempunyai beberapa kawasan perikanan yang meliputi Teluk Ambon Dalam, Teluk Ambon Luar, Teluk Baguala, dan Perairan Pesisir Selatan. Perairan Teluk Ambon Dalam telah ditempati oleh 81 armada penangkapan ikan yang terdiri dari 51 unit kapal/perahu tanpa motor, 7 unit kapal/perahu bermesin ketinting dan 23 kapal/perahu bermesin motor tempel yang dioperasikan oleh nelayan lokal. Alat penangkapan ikan yang terdata dioperasikan di perairan ini terdiri dari 7 jenis berjumlah 96 unit yang didominasi oleh pancing tangan (hand line) 47 insang dasar (gill net) 39 unit serta yang ditempatkan stasioner (tetap). Perairan ini juga dijadikan sebagai tempat berlabuh kapal-kapal dari berbagai jenis/tipe, baik di 3 buah dermaga yang ada maupun melepas sauh (jangkar) dengan frekuensi yang belum terdata.

Untuk menjaga kestabilan produksi usaha perikanan bagan dan redi dalam rangka menunjang industri perikanan huhate, maka kebijakan pengelolaan sumber daya ikan pelagis kecil di perairan Teluk Ambon Dalam, maka pengoperasian pukat cincin mini di perairan ini perlu dikaji secara mendalam.

Perairan Teluk Ambon Luar dimanfaatkan dan dijadikan oleh nelayan lokal sebagai daerah penangkapan ikan bagi mereka. Sebanyak 301 alat penangkapan ikan yang beroperasi di perairan ini dengan alat tangkap pancing tangan (hand line) sebanyak 98 unit (32,56 %), pancing tonda sebanyak 64 unit (21,26 %) dan jaring insang dasar 59 unit (19,6 %) yang dominan digunakan oleh nelayan. Armada penangkapan yang beroperasi di perairan ini sebanyak 282 unit terdiri dari kapal/perahu tanpa motor sebanyak 192 unit, tempel sebanyak 54 unit dan yang bermesin ketinting sebanyak 36 unit. Di perairan ini juga ditempatkan 18 unit rumpon yang

35 dijadikan oleh nelayan sebagai alat bantu penangkapan dan 2 unit bagan yang ditempatkan stasioner (tetap).

Beberapa jenis alat penangkapan ikan yang masih sedikit beroperasi di wilayah perairan TAL dan dapat ditingkatkan jumlahnya yakni jaring insang hanyut untuk mengusahakan sumber daya ikan pelagis kecil, jaring insang lingkar untuk sumber daya ikan pelagis dekat pantai (ikan lema), jaring insang dasar dan bubu untuk memanfaatkan sumber daya ikan karang konsumsi dan pancing tegak untuk sumber daya ikan demersal laut dalam seperti ikan bae dan silapa maupun sumber daya ikan pertengahan air seperti ikan bobara (Caranx spp.).

Pada perairan Teluk Baguala terdata sebanyak 139 alat penangkapan ikan dioperasikan di sini serta 119 armada penangkapan ikan. Alat penangkapan yang dominan digunakan di perairan ini adalah jaring insang dasar (bottom gill net) yakni sebanyak 41 unit (29,5 %), diikuti oleh pancing tangan (hand line) sebanyak 26 unit (18,71 %) dan jaring insang hanyut/permukaan (surface gill net) sebanyak 18 unit (12,95 %) serta 4 unit bagan dan 16 unit rumpon yang ditempatkan stasioner (tetap). Armada penangkapan berupa kapal/perahu tanpa motor sebanyak 73 unit, motor tempel sebanyak 31 unit dan yang bermesin ketinting sebanyak 21 unit dioperasikan di perairan ini. Selain itu, perairan ini dimanfaatkan sebagai alur masuk dan keluarnya kapal-kapal motor cepat antar pulau karena di beberapa bagian pesisirnya dijadikan sebagai pelabuhan rakyat oleh masyarakat.

Di Pesisir Selatan, telah beroperasi 13 jenis alat penangkapan ikan sebanyak 606 unit yang didominasi oleh pancing tangan (hand line) sebanyak 223 unit (36,8 %), diikuti oleh jaring insang hanyut/permukaan sebanyak 120 unit (19,8 %), kemudian pancing tonda 98 unit (16,17 %). Armada penangkapan ikan yang beroperasi di perairan ini berjumlah 335

36 unit, terdiri dari perahu tanpa motor 215 unit, motor tempel 83 unit, mesin dalam 16 unit dan bermesin ketinting sebanyak 21 unit.

Baik sumber daya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demeral dan sumber daya ikan karang memiliki peluang yang besar untuk ditingkatkan produksinya. Teknologi penangkapan ikan yang disarankan untuk dikembangkan di wilayah perairan pesisir Selatan Pulau Ambon yakni pancing tonda tuna, mini rawai tuna untuk menangkap ikan-ikan pelagis besar, jaring insang hanyut untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil maupun pelagis besar, jaring lingkar untuk menangkap ikan-ikan demersal dan pelagis karang dan pancing berangkai untuk menangkap ikan demersal laut dalam (sampai pada kedalaman ± 300 meter).

Armada-armada penangkapan yang mengoperasikan alat tangkap Hand Line kebanyakan multi fungsi dalam penggunaan alat tangkap, misalnya bersamaan dengan menggunakan alat tangkap Gill Net, Tramel Net dan Bottom Gill Net. Hasil pendataan jumlah produksi perikanan tahun 2010 secara keseluruhan sebesar 22.343,7 ton dengan nilai produksi Rp. 72.757.770.000,- .

Pendapatan usaha pelaku usaha perikanan cenderung dipengaruhi oleh musim ketersediaan sumber daya ikan.

Pengolahan merupakan usaha yang banyak dilakukan oleh kaum perempuan untuk menambah pendapatan keluarga. Umumnya usahatersebut merupakan mata pencaharian utama. Pada Wilayah Teluk Ambon Bagian Dalam, usaha pengolahan ikan dalam skala sedang hanya terdapat di desa Galala yaitu pengolahan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) asap. Ikan cakalang asap merupakan salah satu produk olahan yang banyak disukai orang, terutama di Maluku, karena memiliki rasa spesifik keasapan dan gurih. Usaha tersebut merupakan milik sendiri. Rata-rata curahan waktu kerja yang dibutuhkan untuk satu kali kegiatan pengolahan ikan asap berkisar antara 5–6 jam.

37 Banyaknya aktivitas pengolahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku yang akan diolah. Frekuensi pengolahan cenderung lebih tinggi pada musim Barat dibandingkan dengan musim Timur. Hal ini disebabkan karena hasil tangkapan ikan cakalang sangat melimpah pada musim Barat dan harganya relatif murah sehingga para pengolah dapat membeli ikan cakalang dalam jumlah banyak. Para pengolah ikan

cakalang asap di desa Galala biasanya membeli ikan pada kapal Skip Jack yang berada di sekitar desa mereka. Rata-rata frekuensi pengolahan ikan cakalang asap yang dilakukan oleh pengolah di desa Galala selama musim Barat sebanyak 138 kali, sedangkan pada musim Timur sebanyak 96 kali. Hasil olahan biasanya dijual sendiri ke pasar Kota Ambon, Passo atau di lokal desa.

Alat pengasapan yang digunakan oleh para pengolah di Desa Galala masih tergolong sangat sederhana, sehingga dapat dikatakan tidak efektif. Hal ini disebabkan karena pengasapan secara terbuka membutuhkan bahan bakar yang cukup banyak, panas yang dihasilkan tidak terkonsentrasi, tingkat kematangan produknya tidak seragam dan waktu pengasapannya cukup lama yaitu sekitar 1,5 – 2 jam. Oleh karena itu,untuk meningkatkan mutu produk olahan yang dihasilkan, maka perlu adanya transfer teknologi alat pengasapan yang lebih efektif dengan menciptakan mutu produknya lebih terjamin yaitu dengan penerapan alat pengasapan tertutup.

Ketersediaan tenaga kerja

Jumlah penduduk Kota Ambon pada tahun 2009 mencapai 284.809 jiwa yang terdiri dari 184.790 jiwa penduduk tergolong sebagai penduduk usia kerja (berusia 15 tahun ke atas) dan 105.513 jiwa diantaranya sebagai penduduk angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja yang sudah bekerja mencapai 86.979 jiwa, sedangkan yang masih pengangguran

Dokumen terkait