• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI ... i... ii iii... iv... vi... vii ... ix... x

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI ... i... ii iii... iv... vi... vii ... ix... x"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

vi DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP ... i ABSTRAK ... ii ABSTRACT iii UCAPAN TERIMAKASIH ... iv DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Sapi Bali ... 5

2.2 Fasciola gigantica ... 6

2.2.1 Telur Cacing Fasciola gigantica ... 8

2.2.2 Siklus Hidup Fasciola gigantica ... 10

2.2.3 Pengendalian dan Penanganan Cacing Fasciola gigantica ... 13

2.3 Albendazole ... 14

2.4 Scaning Elektron Mikroskop (SEM) ... 16

2.5 Kerangka Konsep ... 17

BAB III MATERI DAN METODE ... 20

3.1 Objek Penelitian ... 20

3.2 Alat yang Digunakan ... 20

3.3 Bahan yang Digunakan... 20

3.4 Rancangan Penelitian ... 20

3.5 Variabel Penelitian ... 21

3.5.1 Variabel Bebas ... 21

3.5.2 Variabel Terikat ... 21

3.5.3 Variabel Kendali ... 21

3.6 Cara Kerja dan Prosedur Penelitian ... 22

3.6.1 Pengoleksian Telur Cacing Fasciola gigantica ... 22

3.6.2 Perlakuan Perendaman Secara Invitro ... 22

3.6.3 Metode Pembuatan Sampel Mikroskop Elektron ... 23

3.6.4 Pembuatan Preparat Scanning Elektron Mikroskop (SEM) ... 23

3.7 Analisis Data ... 24

3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Hasil ... 25

(2)

vii

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1 Simpulan ... 31

5.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32 LAMPIRAN 37

(3)

viii

DAFTAR GAMBAR

2.1 Gambar Telur Fasciola spp ... 8

2.2 Gambar Sikus Hidup Cacing Fasciola gigantica ... …10

2.3 Gambar Struktur Kimia Albendazole ... 14

2.4 Gambar Bagan Kerangka Konsep Penelitian ... 19

4.1 Gambar Telur Cacing Fasciola gigantica Tanpa Perlakuan Albendazole ... 25

4.2 Gambar Telur Cacing Fasciola gigantica Dengan Perlakuan Albendazole Dosis 0,06 ml ... …26

4.3 Gambar Telur Cacing Fasciola gigantica Dengan Perlakuan Albendazole Dosis 0,12 ml ... 27

4.4 Gambar Telur Cacing Fasciola gigantica Dengan Perlakuan Albendazole Dosis 0,24 ml ... 28

(4)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Proses Pengambilan Sampel Cacing Fasciola Gigantica Pada Empedu Sapi Bali yang Dipotong Di RPH Pesanggaran ... 37 Lampiran 2 Proses Penyaringan Untuk Memisahkan Telur Cacing Fasciola

Gigantica dari Cairan Empedu Sapi Bali ... …37 Lampiran 3 Sampel Telur Cacing Fasciola Gigantica yang Sudah Siap Dikirim Ke Universitas Airlangga, Surabaya Untuk Pemeriksaan Dibawah

Mikroskop Elektron ... 38 Lampiran 4 Kegiatan Saat Melakukan Penelitian Di Laboratorium Parasitologi

(5)

x

DAFTAR TABEL

(6)

xi ABSTRAK

Cacing Fasciola gigantica merupakan golongan Trematoda yang berbentuk pipih menyerupai daun. Parasit cacing Fasciola gigantica dapat menyebabkan penyakit yang disebut Fascioliasis penyakit ini dapat menginfeksi hati dan empedu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran scaning electron microscope (SEM) kerusakan struktur dinding telur cacing Fasciola gigantica yang direndam dengan albendazole dalam dosis yang berbeda. Penelitian ini dilakukan secara in vitro dengan menggunakan telur cacing Fasciola gigantica yang didapat dari cairan empedu sapi bali yang dipotong di RPH Pesanggaran sebagai objek penelitian yang kemudian direndam dengan albendazole dengan dosis 0,06 ml/40 ml aquades, 0,12 ml/40 ml aquades dan 0,24 ml/40 ml aquades selama 30 hari. Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimental laboratorium. Hasil penelitian menunjukan bahwa perendaman menggunakan albendazole dalam dosis yang berbeda mengakibatkan kerusakan struktrur dinding telur Fasciola gigantica. Kerusakan dinding telur cacing Fasciola gigantica terlihat jelas dengan terjadinya pengkerutan, dan fragilitas di sekitar kulit telur. Albendazole dapat menyebabkan kerusakan struktur kulit telur Fasciola gigantica dan peningkatan dosis albendazole menyebabkan peningkatan kerusakan kulit telur.

Kata kunci : Albendazole, In Vitro, Scaning electron mikroskop (SEM), Telur Fasciola gigantica

(7)

xii ABSTRACT

Fasciola gigantica worm is flat-leave-like worm of Trematodes class. Fasciola gigantica worm parasites can cause a disease called Fascioliasis that can infect the liver and bile. This study aims to describe the scanning electron microscope (SEM) of the damage to the wall structure of Fasciola gigantica worm eggs soaked with albendazole in different doses. This study is performed through in vitro using Fasciola gigantica eggs obtained from bile bali cattle slaughtered in RPH Pesanggaran as research objects which are then soaked with albendazole at a dose of 0.06 ml/40ml, 0.12 ml/40 ml and 0.24 ml / 40 ml of distilled water for 30 days. This study uses a laboratory experimental approach. The result shows that the soaking by using albendazole in different doses cause damage Fasciola gigantica eggs wall’s structure. This damage is clearly seen on the onset of shrinkage and fragility around eggshells. Albendazole may cause structural eggshell damage on Fasciola gigantica and increasing doses of albendazole cause increased damage to the eggshell.

Keywords: Albendazole, Fasciola gigantica Egg, scanning electron microscopy (SEM), In Vitro

(8)

xiii BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sapi bali merupakan salah satu pemasok kebutuhan daging nasional. Hal ini terlihat dari tingginya kuota yang diberikan kepada daerah Bali untuk memenuhi pasar daging di jakarta maupun di daerah lain di Jawa. Sapi bali merupakan ternak primadona di Bali, dan banyak dipelihara oleh masyarakat Bali. Di samping karena kualitas dagingnya yang baik, sapi bali juga memiliki persentase karkas yang tinggi 56-58%, bila dibandingkan dengan ternak yang lainnya (Guntoro, 2004). Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, mencatat pada 2014 populasi sapi bali mencapai 558.000 ekor, sedangkan pada 2015 kemarin menurun menjadi 538.073 ekor (Disnak prov. Bali, 2015). Hal ini mengindikasikan bahwa kurangnya tindakan perawatan dalam pemeliharaan atau beternak sapi bali, sehingga menimbulkan penurunan populasi sapi bali. Faktor lain yang menyebabkan menurunnya populasi sapi bali ialah faktor kesehatan. Banyak dari para peternak kurang memperhatikan kesehatan ternaknya sehingga terserang penyakit baik itu penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, maupun cacingan sehingga banyak ternak yang mati atau terjadi penurunan produktifitas dari ternak sapi bali itu sendiri. Tingginya minat masyarakat yang mengkonsumsi daging sapi terlihat dari tidak terpenuhinya kuota yang diberikan. Setiap tahun kuota yang diterima untuk pengiriman sapi bali ke luar Bali mencapai 100.000 ekor per tahun, sedangkan Bali hanya mampu memenuhi 60.000-70.000 ekor pertahun.

Cacingan atau helminthiasis pada sapi merupakan penyakit infeksius pada tubuh sapi yang disebabkan oleh cacing gilig (Nematoda), cacing pita (Cestoda) atau cacing daun (Trematoda) yang menyerang baik pada saluran percernaan, pernapasan, hati, maupun pada bagian tubuh lainnya. Pada sapi infeksi cacing sering ditemukan pada saluran pencernaan dan hati (Soulsby, 1982 dalam Ardana, 2015).

(9)

xiv

Infeksi cacing hati (Fasciola spp ) merupakan salah satu parasit penting pada ruminansia besar di Indonesia (Suweta, 1984). Tingkat prevalensi penyebaran cacing hati (Fasciolaspp.) pada ternak masih menunjukan angka - angka yang tinggi, terutama di negara - negara berkembang termasuk Indonesia. Prevalensi penyebaran Fasciola spp. di beberapa negara menurut FAO (2007), sebagai berikut: Indonesia mencapai 14% - 28%, Philipina 18% - 59%, Thailand 75%, Pakistan 50% - 58%, Nigeria 60% - 72%, Afrika utara 43% - 50%, Brasil 50% - 61%, Mexico 74%. Prevalensi Fasciola spp di Peru pada tahun 1999 18,18% - 31,3% (Keiser dan Utzinger, 2005). Untuk di Indonesia sendiri khususnya di Provinsi Bali yang diambil contoh di Kabupaten Karangasem prevalensi infeksi cacing hati Fasciola spp di Kabupaten Karangasem pada penelitian yang dilakukan oleh Sayuti (2007) didapatkan hasil 18,29% dari 257 ekor yang diperiksa.

Albendazole adalah antihelmintik spektrum luas golongan benzimidazole dengan nama kimia methyl [5-(propylthio)-1 H-benzimidazol-2-yl] carbamate yang digunakan untuk infeksi cacing kremi, cacing gelang, cacing cambuk dan cacing tambang (Venkatesan, 1998; Horton, 2000). Secara farmakologi, Benzimidazole bekerja menghambat mitochondrial fumarate reductase, pelepasan posporilasi dan mengikat β-tubulin, sehingga menghambat kerja polimerisasi (Goodman, 1996). Pada parasit cacing, albendazole dan metabolit-nya diperkirakan bekerja dengan jalan menghambat sintesis mikrotubulus, dengan demikian mengurangi pengambilan glukosa secara irreversible, mengakibatkan cacing lumpuh (Bertram, 2004).

Pada pemberian per oral, albendazole langsung bekerja sebagai antihelmintik di saluran cerna. Albendazole memiliki efek larvisidal (membunuh larva) pada penyakit hydatid, cysticercosis, ascariasis, dan infeksi cacing tambang serta efek ovocidal (membunuh telur) pada ascariasis, ancylostomiasis, dan trichuriasis. Obat ini dimetabolisir terutama menjadi albendazole sulphoxide yang dapat dimonitor dan menjadi pegangan untuk menentukan dosis obat (Katzung, 1989; Sukarno et al., 1995; Goodman dan Gilmants, 1996).

(10)

xv

Mikroskop adalah instrumentasi yang paling banyak digunakan dan dan paling bermanfaat di laboratorium mikroskopi. Dengan alat ini diperoleh perbesaran sehingga memungkinkan untuk melihat mikroorganisme dan struktur yang tak tampak dengan mata telanjang. Mikroskop memungkin perbesaran dalam kisaran luas seratus kali sampai ratusan ribu kali ( Michael J, 1986 ).

Mikroskop elektron merupakan mikroskop yang menggunakan berkas elektron untuk mengiluminasi objek. Elektron memiliki panjang gelombang yang jauh lebih kecil daripada panjang gelombang cahaya, jadi mikroskop elektron dapat melihat struktur yang lebih kecil. Panjang gelombang cahaya tampak terkecil adalah 4.000 angstroms, sedangkan panjang gelombang elektron yang digunakan pada mikroskop elektron biasanya dalam orde angstrom tergantung tegangan pemercepat yang digunakan. Dengan mikroskop elektron dapat diperoleh perbesaran obyek dengan resolusi tinggi sampai ratusan ribu kali dibandingkan mikroskop optic yang maksimum hanya dua ribu kali perbesaran dengan rincian obyek kurang terlihat dengan jelas. Ada dua jenis mikroskop electron, mikroskop elektron transmisi (TEM -transmission electron microscope) dan mikroskop elektron sapuan (SEM –scanning eleclron microscope) (Syamsah, 2000).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah telur cacing Fasciola gigantica yang direndam dengan albendazole secara invitro dalam dosis yang berbeda mengalami kerusakan struktur kulit telur ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kerusakan efek ovicidal gambaran scaning electron mikroscope telur cacing Fasciola gigantica yang direndam dengan albendazole secara in vitro dalam dosis yang berbeda.

(11)

xvi 1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi serta dapat dijadikan kajian teoritis efek albendazole terhadap kerusakan kulit telur cacing Fasciola gigantica.

Referensi

Dokumen terkait

belum diurutkan yan g m em iliki n ilai terkecil atau terbesar akan dipertukarkan ke posisi yan g tepat di dalam array akan dipertukarkan ke posisi yan g tepat di dalam array.

Hasil evaluasi terhadap narasumber pelatihan menunjukkan bahwa lebih dari separuh peserta menyatakan narasumber pelatihan sangat baik, hal itu menggambarkan bahwa narasumber

Produksi 5-HMF dengan proses-proses yang dipilih dalam pembuatan 5-HMF adalah pre-treatment kombinasi metode steam explosion dan metode alkali, hidrolisis

Menurut fuqaha dari kalangan mazhab hanafi, zina adalah hubungan seksual yang dilakukan seorang laki-laki secara sadar terhadap perempuan yang disertai nafsu

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses budidaya lebah madu trigona sp yang dikembangkan oleh kelompok tani lebah madu trigona sp laipangin di Desa Kusu

The objectives of the present in vitro study were as follows: (1) to compare the in¯uence of rumen and hindgut inocula on the fermentation of ®brous substrates (meadow hay,

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada isolat Bone media ampas tahu dan beras memberikan pengaruh lebih baik secara signifikan terhadap produksi spora

Perlakuan pengemasan dengan berbagai kapasitas bunga mawar potong yang diuji memperlihatkan bahwa larutan perendam yang diserap lebih banyak adalah perlakuan pengemasan tanpa