• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan penelitian ini. Kajian teori, meliputi teori tentang teknik penerjemahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan penelitian ini. Kajian teori, meliputi teori tentang teknik penerjemahan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini dikemukakan beberapa kajian teori yang berhubungan dengan penelitian ini. Kajian teori, meliputi teori tentang teknik penerjemahan serta penilaian kualitas terjemahan, pengertian bilingual dan manfaat bilingual serta mengaitkannya dengan buku bilingual Information and communication technology, pengertian terjemahan dan penerjemahan serta teori tentang penerjemah dan kompetensi penerjemah. Selain itu untuk menggambarkan alur berpikir peneliti, akan disajikan kerangka pikir yang mencakup analisis dan hubungannya dengan teori.

2.1 Teknik Penerjemahan

Menurut Collins English Dictionary, technique is a practical method, skill, or art applied to a particular task. (Teknik adalah suatu metode, keahlian atau seni praktis yang diterapkan pada suatu tugas tertentu). Dari defenisi tersebut terdapat dua hal penting yaitu: 1) teknik sebagai hal yang bersifat praktis dan 2) teknik diberlakukan terhadap tugas tertentu dalam hal ini tugas penerjemahan, dari dua butir penting ini dapat dipahami bahwa teknik berbeda dengan metode dan prosedur yang sifatnya kurang-lebih normatif. Sesuai dengan sifatnya yang praktis, ”teknik” secara langsung berkaitan dengan permasalahan praktis penerjemahan dan pemecahannya daripada norma maupun pedoman penerjemahan tertentu (Machali, 2009:107).

(2)

Sementara itu Molina Albir (2002:509) mendefinisikan teknik penerjemahan sebagai prosedur untuk menganalisa dan mengklarifikasikan bagaimana kesepadanan terjemahan berlangsung dan dapat diterapkan pada berbagai satuan lingual.

Penelitian ini mengadopsi 18 teknik penerjemahan yang diusulkan Molina & Albir, (2002:509) serta membandingkannya dengan pendapat ahli penerjemah lainnya. Berikut jenis teknik-teknik penerjemahan tersebut:

1. Adaptasi (adaptation), teknik penggantian unsur budaya pada Bsu dengan hal yang sifatnya sama pada budaya Bsa (Molina & Albir, 2002:509). Teknik ini sama dengan teknik yang diungkapkan oleh ahli lainnya seperti (Newmark, 1988:82) disebut ’culltural equivalent, sementara Baker, (1992:31) mengungkapkannya sebagai cultural substitution, dan Hoed, (2006:12) menyebutnya sebagai padanan budaya. Konsep adaptasi di atas juga selaras dengan pendapat Newmark (1988:91). Jadi teknik adaptasi belum tentu mengubah seluruh teks menjadi sebuah saduran, karena teknik ini hanya menerjemahkan unsur-unsur teks saja, kecuali memang semua unsur dalam teks diadaptasi secara keseluruhan. Kalau dalam terjemahan Inggris ke Indonesia kita menjumpai terjemahan frasa Dear sir menjadi yang ’terhormat’ atau frasa Sincerely yours diterjemahkan menjadi ‘hormat saya’. Teknik penerjemahan ini disesuaikan dengan budaya sasaran dalam bahasa Indonesia. Demikian juga halnya dengan ungkapan as white as snow, misalnya, digantikan dengan ungkapan seputih kapas, bukan seputih salju karena salju tidak dikenal dalam bahasa sasaran.

(3)

2. Amplifikasi (amplification), teknik penerjemahan yang mengeksplisitkan atau memparafrasa suatu informasi yang implisit dalam Bsu (Molina & Albir, 2002:509). Amplifikasi merupakan lawan dari reduksi atau pengurangan. Hal senada juga diungkapkan oleh Newmark (1988:90) sebagai Paraphrase dalam prosedur penerjemahannya, Newmark mengungkapkankan bahwa paraphrase adalah penjelasan tambahan makna dari sebuah segmen teks karena segmen tersebut mengandung makna yang tersirat atau hilang, sehingga perlu dijelaskan atau diparafrasa sehingga menjadi lebih jelas. Sementara itu Molina dan Albir (2002:502) menyatakan bahwa teknik penambahan dilakukan untuk mengklarifikasi sebuah ekspresi ellipsis, menghindari ketaksaan atau ambiguitas, menambah konektor. Berikut adalah beberapa contoh teknik penambahan: Bsu: employees of all industries took part in the conference. Bsa: karyawan-karyawan dari semua cabang industry mengambil bagian dalam konferensi tersebut. Terdapat penambahan kata cabang untuk memperjelas industry. Demikian juga halnya dengan kata Ramadan, misalnya, diparafrasa menjadi Bulan puasa kaum muslim.

3. Peminjaman (borrowing), adalah teknik penerjemahan dimana penerjemah meminjam kata atau ungkapan dari bahasa sumber. Peminjaman itu bisa bersifat murni (pure borrowing) atau peminjaman yang sudah dinaturalisasi (naturalized borrowing). Teknik peminjaman murni juga dikenal dengan sebagai transference oleh Newmark (1988:81), sementara itu Baker (1992:36) menyebutnya sebagai loan word. Hal senada juga diungkapkan oleh Hoed (2006:12) sebagai teknik dengan tidak diberi padanan (Hoed, 2006:12). Contoh dari pure borrowing adalah harddisk yang diterjemahkan menjadi

(4)

harddisk. Teknik naturalized borrowing sama dengan teknik penerjemahan fonologis yang diungkapkan Hoed, (2006:12) dan prosedur naturalisasinya Newmark (1988:82) yaitu dengan mengambil bunyi kata yang bersangkutan dalam Bsu untuk disesuaikan dengan sistem bunyi atau pengucapan seperti contoh dari naturalized borrowing adalah computer yang diterjemahkan menjadi komputer, goal diterjemahkan menjadi gol.

4. Kalke (calque), teknik penerjemahan dengan mentransfer kata atau frasa dari Bsu secara harfiah ke Bsa baik secara leksikal maupun struktural (Molina & Albir, 2002:509; Dukate, 2007:44). Contoh: secretariat general diterjemahkan menjadi sekretaris jendral, begitu juga dengan frasa formal education diterjemahkan menjadi pendidikan formal. Interferensi struktur bahasa sumber pada bahasa sasaran adalah ciri khas dari teknik calque.

5. Kompensasi (compensation), teknik memperkenalkan elemen informasi atau efek stilistik lain pada tempat lain pada Tsa karena tidak ditempatkan pada posisi yang sama seperti dalam Tsu (Molina & Albir, 2002:509; Newmark, 1988:90). Contoh: Never did she visit her aunt diterjemahkan menjadi, Wanita itu benar-benar tega tidak menemui bibinya. Sama halnya dengan Enter, stranger, but take heed. Of what awaits the sin of the greed. Diterjemahkan menjadi Masuklah orang asing tetapi berhati-hatilah. Terhadap dosa yang ditanggung orang serakah.

6. Deskripsi (description), teknik yang mengganti istilah dengan deskripsi bentuk atau fungsinya (Molina & Albir, 2002:509). Hal ini berbeda dengan amplifikasi yang mengeksplisitkan informasi yang implisit. Teknik yang termasuk jenis ini antara lain padanan deskriptif (descriptive equivalent) dan

(5)

padanan fungsional (functional equivalent) dalam Newmark, (1988:83). Contoh: kata dalam bahasa Italia panettone diterjemahkan menjadi kue tradisional Italia yang dimakan pada saat tahun baru. Teknik penerjemahan tersebut dilakukan karena dalam bahasa Inggris tidak dikenal istilah atau jenis makanan Panetto, sehingga dianggap untuk menggantikan kata benda itu dengan sebuah desripsi yang menggambarkan jenis makanan tersebut.

7. Kreasi diskursif (discursive creation), teknik Penggunaan suatu padanan temporer yang diluar konteks atau tak terprediksikan. Dengan kata lain teknik penerjemahan yang berupaya untuk menentukan atau menciptakan sebuah padanan sementara yang benar-benar di luar konteks yang tak terprediksi. Hal tersebut biasanya digunakan pada penerjemahan judul (Molina & A1bir, 2002:509). Contoh: Judul buku Si Malinkundang diterjemahkan sebagai A betrayed son si Malinkundang

8. Kesepadanan lazim (established equivalent), Penggunaan istilah yang telah lazim digunakan baik dalam kamus atau dalam bahasa sasaran sebagai padanan dari Bsu tersebut (Molina & Albir, 2002:509). Teknik ini juga dikenal dengan recognized translational/accepted standard translation (Newmark, 1988:89) atau terjemahan resmi (Suryawinata & HariYanto, 2003). Teknik ini mirip dengan penerjemahan harfiah. Contoh: kata efisien dan efektive lebih lazim digunakan dari pada kata sangkil dan mangkus, sama halnya dengan red rose diterjemahkan menjadi mawar merah.

9. Generalisasi (generalization), teknik penggunaan istilah yang lebih umum atau netral dalam bahasa sasaran (Molina & Albir, 2002:509) Neutralization (Newmark, 1988:82) dan translation by netral/less expressive dan translation

(6)

by general word (Baker 1992:36) termasuk dalam teknik generalisasi. Kata penthouse, misalnya, diterjemahkan menjadi tempat tinggal, dan becak diterjemahkan menjadi vehicle (subordinat ke superordinat).

10. Amplifikasi linguistik (linguistic amplification), teknik penambahan elemen linguistik sehingga terjemahannya lebih panjang (Molina & Albir, 2002:509). Teknik ini biasanya digunakan dalam pengalihbahasaan dan dubbing. Contoh: I get it diterjemahkan menjadi biar saya saja yang mengangkat telepon

11. Kompresi linguistik (linguistic compression), teknik ini mensintesis elemen linguistik yang ada menjadi lebih sederhana karena sudah dapat dipahami (Molina & Albir, 2002:509). Misalnya you must find out! menjadi carilah! 12. Terjemahan harfiah (literal translation), teknik penerjemahan suatu kata

atau ungkapan secara kata per kata (Molina & Albir, 2002:509). Teknik ini sama dengan teknik padanan formal yang diajukan Nida namun bukan penggunaan padanan yang sudah merupakan bentuk resmi. Misalnya, kalimat I will ring you diterjemahkan menjadi Saya akan menelpon Anda.

13. Modulasi (modulation), teknik penerjemahan dimana penerjemah mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya terhadap Bsu; bisa dalam bentuk struktural maupun leksikal. Hal senada tentang modulasi juga diungkapkan oleh Hoed (2006:12) dan Newmark, (1988:88). Misalnya you are going to have a child, diterjemahkan menjadi Anda akan menjadi seorang bapak. Contoh lainnya adalah 1 cut my finger yang diterjemahkan menjadi Jariku tersayat, bukan saya memotong jariku.

14. Partikularisasi (particularization), teknik penggunaan istilah yang lebih spesifik dan konkrit bukan bentuk umumnya (Molina & Albir, 2002:509).

(7)

Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik generalisasi. Berdasarkan pernyataan tersebut disimpulkan bahwa teknik penerjemahan partikularisasi itu mencoba menerjemahkan satu istilah dengan cara mencari padanannya yang lebih spesifik atau khusus. Contoh: air transportation diterjemahkan menjadi helikopter (superordinat ke subordinat)

15. Reduksi (reduction), teknik mengimplisitkan informasi karena komponen maknanya sudah termasuk dalam bahasa sasaran. Teknik ini sama dengan reduksi yang diajukan Newmark (1988:90) atau penerjemahan dengan penghilangan kata atau ungkapan omissian yang diajukan Baker (1992:36). Contoh: the month of fasting diterjemahkan menjadi Ramadan. Penghilangan frasa the month of fasting untuk penerjemahan kata benda Ramadhan ke dalam bahsa Inggris karena kata tersebut ada dalam bahasa Arab dan sudah mengandung makna the month of fasting atau ’bulan puasa’ sehingga tidak perlu disebutkan lagi. Teknik ini mirip dengan teknik penghilangan (ommission atau deletion atau subtraction) atau implisitasi. Dengan kata lain, informasi yang eksplisit dalam teks bahasa sumber dijadikan implisit dalam teks bahasa sasaran.

16. Subtitusi (substitution: linguistic, paralinguistic), teknik penggantian elemen eleman linguistik dengan paralinguistik (intonation, gesture) dan sebaliknya. Biasanya digunakan dalam pengalihbahasaan (Molina & Albir, 2002:509). Bahasa isyarat dalam bahasa Arab, yaitu dengan menaruh tangan di dada diterjemahkan menjadi Terima kasih. Sama halnya dengan he shakes his head diartikan menjadi dia tidak setuju.

(8)

17. Transposisi (transposition), teknik penggatian kategori grammar, Teknik ini sama dengan teknik pergeseran kategori, struktur dan unit misal Bsu : You must get the money Bsa : Uang itu harus kamu dapatkan. Ungkapan yang sama juga tentang transposisi diungkapkan oleh Hoed, (2006:12) dan Newmark (1988:85) menyebutnya sebagai shifts atau transposition.

18. Variasi (variation), merupakan teknik penggantian unsur linguistik atau para linguistik (intonasi, gesture) yang mempengaruhi aspek keragaman linguistik misalnya penggantian gaya, dialek sosial, dialek geografis. Teknik ini lazim diterapkan dalam menerjemahkan naskah drama. Contoh dari teknik penerjemahan variasi ini adalah memperkenalkan atau mengubah indikator-indikator dialektikal dari karakter-karakter atau lakon dalam sebuah cerita ketika seseorang akan menerjemahkan sebuah novel menjadi sebuah pertunjukan drama untuk anak-anak. Nada dalam hal ini adalah cara menyampaikan pikiran atau perasaan.

2.2 Penilaian Kualitas Terjemahan

Memperoleh terjemahan yang berkualitas perlu diperhatikan kesepadanan dalam mengatur, menggolongkan, menyamakan gaya antara teks Bsu dengan Bsa, dll. Jadi pada dasarnya kesepadanan tersebut harus dinamis, dan bukan sekedar kesamaan harfiah. Penerjemah harus mampu menghasilkan kesepadanan yang sedekat mungkin antara dua teks tersebut dengan mempertimbangkan target pembaca sasaran.

Larson, (1984:489) mengatakan bahwa untuk menilai sebuah terjemahan ada lima langkah yang harus dilakukan yaitu, a) Comparison with the source

(9)

language (perbandingan dengan teks Bsu) Tujuan dari perbandingan ini adalah untuk memeriksa apakah padanan informasi dalam teks Bsu sudah dimasukkan semua ke dalam Bsa, tidak ada yang tertinggal, dihilangkan, ditambahkan atau yang berbeda. b) Back-translation (terjemahan balik). Penerjemahan balik ini hendaknya dilakukan dengan meminta orang lain yang juga menguasai teks Bsu dan teks Bsa. Orang ini diminta untuk menulis dalam teks Bsu apa yang didapatnya dari Bsa tanpa memperlihatkan kepadanya teks Bsu yang diterjemahkan oleh penerjemah, c) Comprehension test (tes pemahaman). Tujuan dari tes ini adalah untuk melihat apakah terjemahan itu dapat dimengerti secara tepat oleh konsumen yang sebelumnya tidak pernah melihat terjemahan itu. Pengujian ini hendaknya dilakukan oleh orang yang lancar menggunakan bahasa sasaran. Apabila terjemahan diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat, maka hendaknya orang tua, muda, setengah tua, orang terpelajar dimasukkan menjadi responden. Sendainya terjemahan ini diperuntukan bagi kalangan tertentu saja maka yang jadi respondennya juga kalangan tertentu tersebut. d) Naturalness test (test kewajaran) Tes ini bertujuan untuk melihat apakah bentuk terjemahan itu wajar dan apakah gaya bahasanya juga sesuai dengna bahasa sasaran. Pengujian ini hendaknya dilakukan oleh mereka yang mengerti Bsu dan Bsa, juga mereka yang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang prinsip penerjemahan. Pemeriksa yang sudah terlatih akan dapat memberikan masukan yang bermanfaat untuk sebuah terjemahan, e) Readibility test (test keterbacaan). Keterbacaan teks merupakan seberapa mudahnya sebuah teks dipahami oleh pembaca. Tes ini bisa dilakukan dengan meminta seseorang membaca terjemahan ini dengan bersuara. Sewaktu orang itu membaca, penguji harus memperhatikan dan mencatat bagian

(10)

mana yang membuat pembaca ragu-ragu, atau berhenti dan membaca ulang dan tidak mengerti mengapa teks itu mengatakan demikian. Pembaca yang terpelajar akan dapat dengan mudah memahami struktur kalimat yang agak rumit sedangkan pembaca yang kurang terpelajar akan kesulitan. Inilah alasan kenapa tes keterbacaan sangat perlu dilakukan.

Larson (1989:6) juga mengemukakan bahwa dalam memperoleh terjemahan yang terbaik adalah terjemahan yang: (1) memakai bentuk-bentuk bahasa sasaran yang wajar, (2) menyampaikan sebanyak mungkin makna yang sama kepada penutur bahasa sasaran seperti yang dimengerti oleh penutur bahasa sumber, dan (3) mempertahankan dinamika teks bahasa sumber, artinya menyajikan terjemahan yang sedemikan rupa sehingga kesan dan respon yang diperoleh penutur asli bahasa sumber sama dengan kesan dan respon penutur bahasa sasaran ketika membaca atau mendengar teks terjemahan.

Syihabuddin (2002:175) mengatakan bahwa berbagai kualifikasi yang perlu

dipenuhi oleh seorang penerjemah dimaksudkan agar para pembaca dapat memahami terjemahan dengan mudah, karena terjemahan itu memiliki tingkat keterpahaman yang tinggi, memenuhi seluruh makna dan maksud teks sumber dan bersifat otonom. Otonom maksudnya adalah terjemahan itu dapat menggantikan teks sumbernya. Kualifikasi tersebut ditetapkan supaya terjemahan yang dihasilkan berkualitas. Kualitas ini dapat bersifat intrinsik yaitu berkaitan dengan ketepatan, kejelasan, dan kewajaran teks. Namun, dapat pula bersifat ekstrinsik yaitu berkenaan dengan tanggapan pembaca dan pemahamannya terhadap terjemahan.

(11)

Secara lebih rinci Syihabuddin (2002:207) menyebutkan bahwa terdapat tiga ciri utama terjemahan yang berkualitas, antara lain: (1) tepat yaitu pesan yang terdapat dalam bahasa sumber itu sama dengan amanat yang terdapat dalam terjemahannya. (2) jelas yaitu terjemahan itu mudah dipahami, memiliki struktur kalimat yang sederhana, memperhatikan ejaan dan memilih kosakata yang lazim dan tepat dipakai. (3) wajar yaitu bahasa terjemahan itu lancar, wajar dan tidak terasa ada keganjilan.

Pandangan di atas selaras dengan pendapat Larson yang menegaskan bahwa kualitas terjemahan itu ditentukan oleh ketepatan, kejelasan dan kewajaran (Syihabuddin, 2002:207).

Dalam penelitian ini, penilaian terhadap kualitas terjemahan yang akan dilakukan oleh penulis yaitu dalam hal ketepatan dan kejelasan terjemahan. Sementara kewajaran terjemahan tidak penulis nilai, karena kewajaran terjemahan menurut hemat penulis merupakan penilaian yang kontroversial serta sulit untuk dipenuhi. Bagi seseorang, terjemahan sudah dapat dikatakan wajar, namun beberapa orang dapat berpendapat terjemahan tersebut tidak wajar.

2.5.1 Ketepatan Terjemahan

Menurut Larson (1984:485), “Accurate is reproducing as exactly as possible meaning of the source text.” Yang mengandung arti bahwa terjemahan tersebut menghasilkan makna yang sama dengan makna dalam teks sumber.

Schaffner, (1997:1) mengungkapkan hal yang sama bahwa ketepatan adalah pesan yang terkandung dalam teks terjemahan harus sama dengan pesan yang terkandung dalam teks asli atau teks sumber.

(12)

Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh Syihabuddin (2002:207) mengungkapkan bahwa ketepatan berkaitan dengan kesesuaian antara pesan yang terdapat dalam bahasa sumber dengan pesan yang terdapat dalam terjemahannya.

Sesuai dengan penjelasan singkat di atas dalam penelitian ini, peneliti menggunakan format penilaian yang berkaitan dengan aspek ketepatan terjemahan yang merujuk pada model penilaian ketepatan terjemahan menurut Larson dan Syihabuddin. Hal tersebut menurut peneliti sangat sesuai dengan penjelasan sebelumnya pada bab II tentang pengertian bilingual dan manfaatnya bahwa selain mengajarkan ilmu tentang teknologi informasi dan komunikasi, buku bilingual juga berkontribusi dalam menambah pengetahuan serta wawasan siswa dalam mempelajari bahasa Inggris. Dalam bidang penerjemahan kesamaan isi, pesan dan makna yang terdapat dalam bahasa sumber merupakan prioritas paling utama dalam penilaian kualitas terjemahan khususnya tingkat ketepatan terjemahan.

Ketidaktepatan terjemahan akan berpengaruh terhadap proses pemerolehan bahasa yang hendak dipelajari atau yang berusaha dikuasainya khususnya bagi pelajar yang memiliki pemahaman serta kemampuan dalam menerjemahkan yang masih sangat minim. Adapun format penilaian yang akan penulis nilai berdasarkan aspek ketepatan terjemahan dalam penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut:

(13)

Tabel 2.1: Aspek Penilaian Tingkat Ketepatan Terjemahan Aspek Yang

Dinilai Penjelasan

Skala Penilaian Penyampaian isi, pesan dan makna pada

satuan lingual yang terkandung dalam teks bahasa sumber, sesuai dengan isi, pesan dan makna dalam teks bahasa sasaran. Tidak ada penyimpangan dan tidak ada penambahan, penghilangan atau perubahan pesan.

3

Penyampaian isi, pesan dan makna pada satuan lingual yang terkandung dalam teks bahasa sumber, cukup sesuai dengan isi, pesan dan makna dalam teks bahasa sasaran. Adanya penyimpangan makna, serta terdapat sedikit penambahan, penghilangan atau perubahan pesan.

2

Penyampaian isi, pesan dan makna pada satuan lingual yang terkandung dalam teks bahasa sumber, tidak sesuai dengan isi, pesan dan makna dalam teks bahasa sasaran, adanya penyimpangan makna, serta terdapat banyak penambahan, penghilangan atau perubahan pesan.

1 Ketepatan

Terjemahan

Penyampaian isi, pesan dan makna pada satuan lingual yang terkandung dalam teks bahasa sumber, tidak sesuai sama sekali dengan isi, pesan, dan makna dalam teks bahasa sumber.

0

Sumber Syihabuddin (2002:207) 2.5.2 Kejelasan Terjemahan

Menurut Larson (1984:485), “Natural is using natural forms of the receptor language in a way that appropriate to the kind of text being translated.” Yang dapat disimpulkan bahwa kejelasan berarti menggunakan bahasa sederhana agar mudah dipahami dalam teks sasaran.

(14)

Menurut Schaffner, (1997:1), kejelasan adalah teks terjemahan diungkapkan dengan kaidah-kaidah yang lazim serta dapat dipahami dalam bahasa sasaran dan tidak bertentangan dengan norma dan budaya yang berlaku dalam bahasa sasaran,

Sama halnya menurut Syihabuddin (2002:207) kejelasan berkaitan dengan masalah kebahasaan dan kemudahan dalam memahami maksud teks. Terjemahan yang jelas berarti terjemahan itu mudah dipahami maknanya dengan baik. Bahasa yang digunakan adalah bahasa elegan, sederhana dan mudah dipahami.

Sesuai dengan penjelasan singkat di atas, peneliti menggunakan format penilaian yang berkaitan dengan aspek kejelasan terjemahan yang merujuk pada model penilaian kejelasan terjemahan menurut Larson dan Syihabuddin. Adapun format penilaian yang akan penulis nilai berdasarkan aspek kejelasan terjemahan dalam penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut:

Tabel 2.2: Aspek Penilaian Tingkat Kejelasan dalam Terjemahan Aspek Yang

Dinilai Penjelasan

Skala Penilaian Teks bahasa sasaran dapat disampaikan

sangat jelas, bahasa yang digunakan sederhana, lazim digunakan dan mudah dipahami oleh pengguna bahasa sasaran.

3

Teks bahasa sasaran dapat disampaikan cukup jelas, bahasa yang digunakan sedikit sederhana dan sedikit lazim digunakan, tetapi masih dapat dipahami oleh pengguna bahasa sasaran.

2

Teks bahasa sasaran disampaikan kurang jelas, bahasa yang digunakan tidak sederhana dan tidak lazim digunakan, sehingga sulit dipahami oleh pengguna bahasa sasaran.

1 Kejelasan

Terjemahan

Teks bahasa sasaran yang disampaikan

(15)

2.3 Pengertian Buku Bilingual dan Manfaatnya 2.3.1 Pengertian Buku Bilingual

Pengertian buku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia offline V 1.5.1 adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Setiap sisi dari sebuah lembaran kertas pada buku disebut sebuah halaman. Pengertian bilingual dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) mampu atau biasa memakai dua bahasa dengan baik dan bersangkutan dengan atau mengandung dua bahasa. Contoh Bilingual dalam pelaksanaan pembelajaran adalah bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Menurut Hurlock, (1993:238), dwibahasa (bilingualism) adalah kemampuan menggunakan dua bahasa. Kemampuan ini tidak hanya dalam berbicara dan menulis tetapi juga kemampuan memahami apa yang dikomunikasikan orang lain secara lisan dan tertulis. Anak yang memiliki kemampuan dwibahasa memahami bahasa asing dengan baik seperti halnya pemahaman anak terhadap bahasa ibunya. Anak mampu berbicara, membaca dan menulis dalam dua bahasa dengan kemampuan yang sama. Pelaksanaan pembelajaran secara bilingual menjadikan anak dapat memiliki pemahaman berkomunikasi lisan dan dapat berbicara dalam dua bahasa. 2.3.2 Manfaat Bilingual

Menurut Baker (2000:12) mengungkapkan bahwa bilingual memberi dampak pada kehidupan anak dan orangtuanya. Bilingual atau monolingual akan mempengaruhi identitas anak saat dewasa yaitu, sekolah, pekerjaan, pernikahan, area tempat tinggal, perjalanan dan cara berpikir. Kemampuan bilingual bukan hanya sekedar mempunyai dua bahasa, akan tetapi juga mempunyai konsekuensi pendidikan, sosial, ekonomi, dan budaya.

(16)

Baker (2000:12) juga mengatakan bahwa terdapat banyak keuntungan dan sangat sedikit kerugian dengan menguasai bilingual. Menguasai bilingual membuat anak mampu berkomunikasi dengan anggota keluarga lainnya dengan bahasa yang sama dimiliki anggota keluarga tersebut karena anak menguasai dua bahasa. Anak yang memiliki kemampuan bilingual mempunyai kesempatan untuk berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda bangsa dan etnis dalam ruang lingkup yang lebih luas dan bervariasi dibanding anak yang monolingual. Selanjutnya keuntungan lain dalam berkomunikasi secara bilingual adalah ketika anak belajar dalam dua bahasa, saat dewasa dapat mengakses dua literatur, memahami tradisi yang berbeda, juga cara berpikir dan bertindak.

Sedangkan kerugian dari bilingual adalah orang yang menggunakan dua bahasa secara ekstensif dapat mengubah pelafalan secara halus pada beberapa komunikasi antar dua bahasa (Caramazza, 1973:421).

Anak atau orang dewasa yang memiliki kemampuan bilingual akan memiliki dua atau lebih pengalaman di dunia, karena setiap bahasa berjalan dengan sistem perilaku yang berbeda, pepatah kuno, cerita, sejarah, tradisi, cara berkomunikasi, literatur yang berbeda, musik, bentuk hiburan, tradisi religius, ide dan kepercayaan, cara berpikir, dan bentuk kepedulian. Dengan dua bahasa maka akan didapat pengalaman budaya yang lebih luas dan sangat mungkin untuk menghasilkan toleransi yang lebih besar antara budaya-budaya yang berbeda serta akan menipiskan rasa rasialis. Monolingual juga bisa mengenal perbedaan budaya, tapi untuk mengenal budaya-budaya yang berbeda dibutuhkan bahasa dari budaya tersebut. Memiliki kemampuan bilingual memberi kesempatan yang lebih besar untuk secara

(17)

aktif mengenal budaya, karena menguasai bahasa dari budaya tersebut. (Jurnal Pendidikan Penabur, 2007:3)

Terlepas dari aspek sosial, budaya, ekonomi, hubungan pribadi dan keuntungan komunikasi, riset telah menunjukkan bahwa bilingual memberi keuntungan tertentu dalam berpikir, anak yang memiliki kemampuan bilingual akan memiliki dua atau lebih kata-kata untuk setiap obyek dan ide. Ketika perbedaan asosiasi yang terdapat pada setiap kata, anak yang memiliki kemampuan bilingual dapat berpikir lebih tajam, fleksibel, kreatif, dan dapat membawa seseorang menjadi lebih hati-hati dalam berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda bahasa. (Jurnal Pendidikan Penabur, 2007:4)

2.3.3 Beberapa Manfaat Potensial dari Bilingual

Menurut Baker (2000:12) bahwa ada beberapa manfaat potensial dari bilingual yang mencakup hal-hal berikut ini:

1. Manfaat komunikasi (Communication advantages) yaitu komunikasi lebih luas (Wider communication) dan memahami dua bahasa (literacy in two languages). Mengembangkan kemampuan komunikasi pada anak dalam penggunaan bilingual dapat berkomunikasi dengan menggunakan dua bahasa yang dipelajari atau bahasa yang biasa digunakan oleh anak terhadap anggota keluarga dan juga terhadap orang lain.

2. Manfaat budaya (Cultural advantages) yaitu penyerapan budaya asing (broader enculturation) dan memiliki rasa toleransi lebih besar dan kurang rasisme (Greater tolerance and less racism). Pemanfaatan bilingual dalam belajar dapat membantu anak mengenal budaya asing, karena setiap bahasa berjalan dengan sistem perilaku dan budaya yang

(18)

berbeda. Melalui pengenalan bahasa, anak mampu memahami budaya dari bahasa tersebut, serta membentuk sikap toleransi anak terhadap orang lain yang memiliki budaya yang berbeda.

3. Manfaat kognitif (cognitive advantages) yaitu menciptakan kreativitas dan sensitivitas dalam berkomunikasi (creativity, sensitivity to communication). Penggunaan bilingual bermanfaat dalam memacu kemampuan berpikir anak, lebih kreatif serta memiliki dua atau lebih kata-kata untuk setiap obyek dan ide, serta membuat anak lebih berhati-hati dalam berkomunikasi terhadap orang-orang yang memiliki bahasa yang berbeda.

4. Manfaat kepribadian (character advantages: Raised self-esteem) yaitu meningkatkan rasa percaya dan harga diri. Manfaat bilingual dapat menumbuhkan dan menaikkan rasa percaya diri pada anak, karena dengan menguasai dua bahasa anak lebih berani untuk berkomunikasi dan tetap merasa aman dalam lingkungan yang menggunakan dua bahasa yang dipahami oleh anak.

5. Manfaat pendidikan (curriculum advantages) yaitu meningkatkan prestasi pendidikan dan lebih mudah mempelajari bahasa ketiga. Penggunaan bilingual akan memudahkan anak mempelajari bahasa yang ketiga, ketika anak sudah menguasai dua bahasa. Di samping itu prestasi belajar anak meningkat karena anak memperoleh kata-kata baru dalam bahasa Inggris, untuk kata yang sama dalam bahasa Indonesia.

Menurut Hurlock (1993:238) pada saat anak diharapkan untuk mempelajari dua bahasa secara serempak, anak harus mempelajari dua kata yang berbeda untuk

(19)

setiap obyek yang mereka sebut dan untuk setiap pikiran yang ingin diungkapkan oleh anak. Anak harus mempelajari dua perangkat bentuk tata bahasa, selain itu anak harus mempelajari bagaimana mengucapkan huruf yang sama atau kombinasi huruf yang sama secara berbeda.

Berdasarkan uraian serta paparan tentang pengertian buku bilingual serta manfaatnya, penulis menyimpulkan bahwa buku bilingual Information and communication technology adalah buku yang dirancang dengan menggunakan dua bahasa, mengenai teknologi informasi dan komunikasi sekaligus mempelajari bahasa Inggris untuk pendidikan taraf internasional yang diharapkan dapat berdampak positif terhadap berbagai kemampuan para peserta didik. Kemampuan yang diharapkan tidak hanya dalam berbicara dan menulis tetapi juga kemampuan memahami apa yang dikomunikasikan orang lain secara lisan dan tertulis yang bermanfaat terhadap perkembangan komunikasi, sosial/budaya, kognitif, kepribadian serta prestasi peserta didik.

2.4 Pengertian Terjemahan dan Penerjemahan

Banyak definisi tentang terjemahan dan penerjemahan menurut para ahli. Kata terjemahan merupakan hasil dari suatu penerjemahan, sedangkan kata penerjemahan mengandung pengertian proses alih pesan (Nababan, 2003:18). Hal senada juga diungkapkan oleh Bell (1991:13) mengungkapkan bahwa terdapat tiga makna kata terjemahan. Pertama terjemahan mengacu kepada proses menerjemahkan (kegiatan menerjemahkan). Kedua, mengacu pada hasil dari proses penerjemahan. Ketiga, konsep abstrak yang menekankan pada keduanya, baik proses menerjemahkan maupun hasil dari proses penerjemahan.

(20)

Pengertian terjemahan menurut Munday (2001:5) adalah peralihan bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dalam bentuk teks tulis. “...as changing of an original written text in the original verbal language into a written text in a different verbal language. Translation is the replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL). (Catford, 1969:20). “, ”Terjemahan adalah penggantian materi tekstual dalam suatu bahasa (bahasa sumber) dengan padanan materi tekstual dalam bahasa lain (bahasa sasaran)”. Sementara Savory (1969:13) mengungkapkan Translation is made possibly by an equivalence of thought that lies behind its different verbal expressions. Nida dan Taber (1969:12) mengatakan: “Terjemahan itu mungkin dibuat dengan kesamaan ide yang ada dibalik ungkapan verbalnya yang berbeda”. Translation consists of reproducing in the receptor language the closest natural equivalence of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style.” Di sisi lain Newmark, 1981:7) mengungkapkan “Terjemahan adalah menghasilkan padanan natural yang paling dekat dari pesan bahasa sumber ke dalam bahasa penerima, pertama dari segi makna dan kedua dari segi gaya. “Translation is a craft consisting in the attempt to replace a written message and/or statement in one language by the same message and/or statement in another language”. “Terjemahan yaitu suatu keahlian yang meliputi usaha mengganti pesan atau pernyataan tertulis dalam suatu bahasa dengan pesan atau pernyataan yang sama dalam bahasa lain”.

Bell (1993:5) menyatakan bahwa “Translation is the expression in another language (or target language) of what has been expressed in another, source language, preserving semantic and stylistic equivalences.”, “terjemahan

(21)

adalah ekspresi dari bahasa sumber dari apa yang diekspresikan dari bahasa sasaran, dengan mempertahankan padanan semantik dan stilistiknya.” Di sisi lain Venuti (1991:1) mengatakan: “I see translation as the attempt to produce a text so transparent that it does not seem to be translated”. “Saya memahami terjemahan sebagai sebuah usaha untuk menghasilkan suatu teks yang transparan sehingga teks tersebut tidak kelihatan sebagai terjemahan.”

Nida dan Taber (1974:12) menyebutkan bahwa penerjemahan “consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style”. Jadi intinya bahwa penerjemahan adalah suatu upaya mengungkapkan kembali pesan dari suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain. Kata-kata receptor language memperlihatkan bahwa penerjemahan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk komunikasi.

Dalam kaitan ini Hatim dan Mason (1997:1) mendefinisikan penerjemahan sebagai “an act of communication which attempts to relay, across cultural and linguistic boundaries, another act of communication which may have been intended for different purposes and different readers/hearers. Penerjemah dalam hal ini adalah penerima pesan dalam bahasa asli atau bahasa sumber dan kemudian, pada saat menerjemahkan ia bertindak sebagai pengirim pesan dalam bahasa terjemahan atau bahasa sasaran.

Sementara, Larsson (1984:3) mendefenisikan penerjemahan sebagai pengalihan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran melalui tiga langkah yakni: 1) mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi, dan konteks budaya dari teks bahasa sumber; 2) menganalisa teks bahasa sumber

(22)

untuk menemukan maknanya; dan 3) mengungkapkan kembali makna yang sama dengan menggunakan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran.

Pada sisi lain Bell (1991:21) memberikan satu tabel yang berisikan tahapan-tahapan dalam proses terjemahan yang sudah lazim dilakukan oleh para penerjemah dalam menghasilkan satu terjemahan. Pada gambar 2.1 dapat dilihat bahwa dalam proses penerjemahan, pertama sekali penerjemah dihadapkan pada sebuah teks bahasa sumber. Selanjutnya penerjemah melakukan analisis terhadap aspek semantik yang diungkapkan melalui satuan-satuan lingual (kata,frasa, klausa dan kalimat), untuk memahami makna yang terkandung dalam teks bahasa sumber. Tahapan berikutnya melakukan proses sintesa. Analisis tersebut bertujuan untuk mengungkapkan makna yang terkandung di dalamnya. Apabila penerjemah sudah dapat memahami makna tersebut, dia kemudian mensintesakannya. Selanjutnya, dia mengalihkannya ke dalam bahasa sasaran. Hasil pensintesaan itu berupa teks bahasa sasaran.

(23)

Berdasarkan berbagai macam definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas tentang terjemahan dan penerjemahan, Newmark, (1981:7) mengungkapkan bahwa terjemahan adalah menghasilkan padanan natural yang paling dekat dari pesan bahasa sumber ke dalam bahasa penerima, pertama dari segi makna dan kedua dari segi gaya. Namun pada dasarnya semua menyatakan hal yang sama yaitu bahwa penerjemahan adalah suatu upaya untuk mengalihkan pesan yang sama dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Sebagaimana dinyatakan oleh Larsson (1984:3) mendefenisikan penerjemahan sebagai pengalihan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran melalui tiga langkah yakni: 1) mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi, dan konteks budaya dari teks bahasa sumber; 2) menganalisa teks bahasa sumber untuk menemukan maknanya; dan 3) mengungkapkan kembali makna yang sama dengan menggunakan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran. Jadi proses penerjemahan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang penerjemah dalam memproses pengalihan informasi dari Bsu ke dalam Bsa. Hal senada juga diungkapkan menurut Bell (1993:5) penerjemahan adalah penyampaian pesan bahasa sumber ke dalam bahasa yang berbeda (bahasa target) dengan tetap menjaga nilai-nilai semantis dan gaya padanan bahasa sumber.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terjemahan sebagai upaya dalam menghasilkan padanan natural yang paling dekat dari pesan bahasa sumber ke dalam bahasa penerima dan penerjemahan sebagai proses pengalihan informasi yang sama dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran serta harus didasarkan

(24)

kepada siapa penerjemahan itu ditujukan dan untuk tujuan apa penerjemahan itu dilakukan.

2.5 Penerjemah dan Kompetensi Penerjemah

Penerjemah adalah pelaku utama dalam proses penerjemahan. Penerjemahlah yang dapat memperkecil jurang komunikasi antara penulis teks bahasa sumber dengan pembaca teks bahasa sasaran. Tugas untuk menjembatani komunikasi tersebut tidaklah mudah dan tidak mungkin dapat dilakukan tanpa adanya kompetensi dan pengalaman yang baik di bidang penerjemahan. Target dalam Bsa membutuhkan terjemahan karena mereka tidak bisa akses ke dalam bahasa sumber. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan menginginkan terjemahan yang dapat dengan mudah mereka pahami. Keinginan yang seperti itu sering kali dijadikan sebagai dasar untuk menentukan kualitas terjemahan.

Seorang penerjemah (translator) harus menyadari bahwa menerjemahkan adalah proses tiada akhir. Kemungkinan untuk menghasilkan terjemahan yang memuaskan akan selalu terbuka, namun seorang penerjemah yang baik tidak akan pernah puas dengan apa yang dihasilkannya, dan akan selalu berusaha untuk menambah dan meningkatkan pengetahuannya. (Newmark, 1988:6). Pendapat tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hidayat, (2005: 163-164) yang menyatakan bahwa penerjemahan merupakan rangkaian proses belajar yang bergerak terus menerus melalui tiga tahapan, yaitu naluri atau dorongan hati, pengalaman dan kebiasaan.

Lebih lanjut menurut Newmark (1988:6) lagi, seorang penerjemah yang baik harus menyadari bahwa terdapat empat hal yang harus dipahami

(25)

dalam melakukan tugasnya, yaitu (1) translation is first a science, yaitu bahwa terjemahan adalah sebuah ilmu pengetahuan, termasuk di dalamnya harus memiliki wawasan mengenai berbagai disiplin ilmu, tergantung jenis teks yang sedang diterjemahkan, (2) translation is a skill, yaitu diperlukannya keahlian dalam proses menerjemahkan, (3) translation is an art, dimana kreatifitas, intuisi memainkan peran untuk menghasilkan terjemahan yang wajar (4) a matter of taste, ciri khas yang membedakan antara penerjemah satu dan yang lain, yaitu pertimbangan pilihan kata, keluwesan, gaya penulisan, istilah, struktur kalirnat yang sesuai dan lain sebagainya.

Berdasarkan pendapat Newmark tersebut dapat dikatakan bahwa walaupun penerjemah professional sekalipun terhadap satu sumber yang sama tidak akan mungkin menghasilkan karya yang identik atau sama persis. Hal yang sama juga dikatakan oleh Seguinot (1997:104) yang menyatakan:

"Translator and people who study translation know that different text types require different approaches, and that different people can translate the same text in different ways. It also clear that different level of competence, familiarity with the material to be translated, as well as different interpretations of the nature of the assignment will lead to differences in processes and results".

Hampir dalam setiap literatur teori penerjemahan disebutkan bahwa penerjemah mempunyai peranan yang sangat penting dalam komunikasi interlingual. Peranan penting penerjemah sebagai penghubung tersebut akan sangat menonjol apabila pihak-pihak yang terlibat dalam suatu komunikasi tidak saling memahami sebagai akibat dari perbedaan sistem kebahasaan dan budaya yang mereka miliki.

(26)

probably the most complex type of event yet produced in the evolution of the cosmos" Penerjemahan bukanlah sesuatu yang sederhana, bukan sebatas mengalihbahasakan dari bahasa yang sate ke bahasa yang lain dan bukan pula pekerjaan yang bisa dilakukan siapa saja tanpa dipelajari. Seperti yang diungkapkan oleh Simatupang (2000:3) bahwa menerjemahkan, adalah sebuah seni yang tidak bisa begitu saja dimiliki setiap orang. Ia membutuhkan keterampilan yang kompleks. Sebagai sebuah seni, seperti juga seni musik, seni rupa, seni tari, menerjemahkan bersifat intuitif oleh karenanya tidak mungkin berkembang tanpa pengetahuan, latihan dan pengalaman. Sehingga diperlukan strategi dan keterampilan khusus yang harus dikuasai oleh penerjemah profesional. Profesionalisme dalam hal ini ditandai dengan beberapa kompetensi.

Kompetensi merupakan sistem yang mendasari pengetahuan dan ketrampilan yang membuat seseorang dapat melakukan kegiatan tertentu. Jadi, kompetensi penerjemahan dapat diartikan sebagai sistem yang mendasari pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan agar seseorang dapat menerjemahkan (Nababan, 2004:69).

Neubert (2000:6) memberi ukuran kualitatif pada kompetensi penerjemahan, yaitu:

(1) Language competence (kompetensi bahasa). Para penerjemah harus kompeten baik dalam bahasa sumber maupun bahasa sasaran. Mereka harus tahu sistem leksikal, gramatikal dan morfologis dari kedua bahasa tersebut. Kemudian, mereka juga harus sadar akan perubahan pada item-item leksikal dalam bahasa sumber dan sasaran secara umum yang tercermin pada kamus atau referensi lainnya,

(27)

(2) Textual competence (kompetensi tekstual). Para penerjemah pada umumnya berhubungan dengan berbagai jenis teks. Oleh karena itu mereka terbiasa dengan bagaimana kalimat- kalimat dikombinasi ke dalam bentuk paragraf, dan paragraf ke dalam teks. Tergantung pada domain, mereka menerjemahkan, para penerjemah harus pandai dalam menyusun bahasa sumber dan bahasa sasaran,

(3) Subject competence (kompetensi bidang ilmu). Kompetensi dalam sistem linguistik baik dari bahasa sumber dan bahasa sasaran serta kebiasaan dengan fitur –fitur tekstual teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran tidak menjamin hasil terjemahannya berkualitas. Penguasaan dalam permasalahan bidang atau subject matter yang diterjemahkan merupakan aspek penting lainnya. Harap diperhatikan bahwa kompetensi dalam permasalahan bidang bukanlah hal yang mutlak harus dimiliki oleh penerjemah, namun mereka harus tahu cara dan piranti yang dibutuhkan. Pengetahuan terhadap permasalahan bidang mempermudah proses pemahaman terhadap teks bahasa sumber yang akan mempengaruhi proses produksi pada teks bahasa sasaran. Hal ini juga memberi solusi untuk penerjemah terhadap istilah-istilah khusus yang harus disampaikan,

(4) Cultural competence (kompetensi budaya). Jika bahasa sumber terselimuti oleh unsur budaya, kompetensi budaya sangatlah diperlukan. Penerjemah harus paham dan mengetahui tentang wujud kebudayaan pada bahasa sumber dan bahasa sasaran, yaitu wujud kebudayaan berupa ide-ide atau gagasan atau mantifact, wujud kebudayaan berupa perilaku

(28)

atau kebiasaan atau sociofact, dan wujud kebudayaan berupa benda-benda atau produk atau artifact; dan

(5) Transfer competence (kompetensi pengalihan). Kompetensi pengalihan merujuk pada strategi dan taktik mengalihkan teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran dengan berbagai kemampuan yang dimiliknya, seperti pengetahuan atau world knowledge, kebahasaan, dan budaya. Dari paparan di atas diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara kompetensi penerjemahan dan kualitas terjemahan. Jika kompetensi penerjemahan yang dimiliki seseorang baik dia akan mampu menerjemahkan suatu teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Sebaliknya, jika kompetensinya buruk, terjemahan yang dihasilkannya tidak akan berkualitas. Disamping keharusan akan kemahiran dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran penerjemahan sebagai proses juga mensyaratkan keterampilan lain yaitu keluwesan dan kepemilikan wawasan mengenai berbagai disiplin ilmu, tergantung jenis teks yang sedang diterjemahkan. Dengan demikan dapat dikatakan bahwa kompetensi yang dimiliki penerjemah serta penerapan teknik penerjemahan memiliki dampak terhadap kualitas terjemahan.

2.6 Kerangka Pikir Penelitian

Diagram kerangka pikir berikut digunakan agar alur berpikir peneliti akan terarah. Adapun tujuan dari kerangka pikir adalah untuk menggambarkan secara jelas bagaimana pola pikir yang digunakan peneliti untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang diteliti (Sutopo, 2002: 141). Berikut diagram kerangka pikir dari peneliti:

(29)

Gambar 2.2: Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan ilustrasi diagram kerangka pikir penelitian di atas, secara ringkas dapat dijelaskan bahwa materi utama adalah bahasa sumber yakni terjemahan buku bilingual Information and communication technology yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi teknologi Informasi dan Komunikasi. Penerjemah buku bilingual Information and communication technology melakukan proses penerjemahan dan menerapkan teknik penerjemahan dari teks Bsu dalam rangka menghasilkan karya terjemahan yang diwujudkan dalam produk terjemahan dalam teks Bsa. Produk terjemahan ini kemudian yang oleh peneliti mendeskripsikan dan mengidentifikasi teknik penerjemahan yang terdapat pada buku bilingual Information and communication technology dan selanjutnya peneliti akan melakukan penilaian berdasarkan

TEKS Bsu: INFORMATION & COMMUNICATION TECHNILOGY PENERJEMAH PROSES PENERJEMAHAN TEKS Bsa: TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI KETEPATAN KEJELASAN KUALITAS TERJEMAHAN INFORMAN TEKNIK PENERJEMAHAN

(30)

41

kuesioner/wawancara dari informan di bidangnya, terkait kualitas terjemahan yang menyangkut teknik penerjemahan yang disarankan terhadap ketepatan dan kejelasan terjemahan serta alternatif perbaikan terjemahannya.

Gambar

Tabel 2.1: Aspek Penilaian Tingkat Ketepatan Terjemahan  Aspek Yang
Tabel 2.2: Aspek Penilaian Tingkat Kejelasan dalam Terjemahan  Aspek Yang
Gambar 2.1: Proses Penerjemahan menurut Bell (1991:21)
Gambar 2.2: Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan di lingkungan masyarakat tertentu baik di lembaga-lembaga, organisasi

coli O157:H7 melalui sumber kontaminan yang berasal dari air yang digunakan untuk memandikan sapi dan membersihkan ambing sapi, peralatan yang digunakan pada saat pemerahan dan

Tata Usaha pada UPTD Tindak Darurat Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda Eselon

Lima subyek (20%) merasa kurang puas terhadap penampilan penis pasca operasi hipospadia, yang terutama disebabkan oleh ukuran penis

Salah satu media yang memiliki kekuatan dalam menanamkan pesan adalah film, sedangkan salah satu film layar lebar Indonesia yang banyak menampilkan unsur

Salah satu alat pengeringan yaitu rotary dryer (pengering putar) yang terdiri dari sebuah selongsong berbentuk silinder yang berputar, horisontal, atau agak miring ke bawah ke

Dengan kata lain, yang dimaksud dengan Standar Kompetensi adalah perumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau

Bersyukur pada Tuhan untuk keputusan Saudara/i yang berkomitmen melayani bersama di Gereja, oleh karena itu, kami mengundang Saudara/i yang mengisi formulir komitmen pelayanan pada