Repository FMIPA 1 RESPON PERKECAMBAHAN BIJI TEMBESU (Fragraea fragrans Roxb.)
PADA PERENDAMAN BERBAGAI KONSENTRASI GIBERELIN (GA3)
Desva Normaya1, Mayta Novaliza Isda2, Siti Fatonah2 1
Mahasiswa Program S1 Biologi 2
Bidang Botani Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia
desvanormaya221289@gmail.com ABSTRACT
Tembesu is a high quality wood crop. Tembesu seeds has natural dormancy because its small and hard seed. One way to break this dormancy is by soaking with giberelin (GA3) for 24 hours. This study used complete randomized design with five treatments i.e control, 50 mg/L , 75 mg/L , 100 mg/L and 125 mg/L giberelin concetration , with five replications each treatment. This research aimed to know the influence of various giberelin solutions and to determine the correct concentration for germination and growth process of tembesu. The result showed that all of the treatments could increase the germination of Tembesu seeds. The best giberelin concentration for the germination was 125 mg/L.
Keywords : Fragraea fragrans Roxb., dormancy, giberelin, germination.
ABSTRAK
Tembesu merupakan jenis tanaman penghasilkan kayu dengan kualitas yang tinggi. Biji tembesu memiliki sifat dormansi karena ukuran biji yang kecil dan kulit biji yang keras. Salah satu untuk mematahkan dormansi biji tembesu adalah menggunakan perlakuan perendaman dengan giberelin (GA3) selama 24 jam. Penelitian ini menggunakan RAL dan terdiri dari 5 perlakuan yaitu kontrol, larutan giberelin konsentrasi 50 mg/L, 75 mg/L, 100 mg/L dan 125 mg/L, masing-masing diulang 5 kali diujikan pada biji tembesu. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh larutan giberelin dengan berbagai konsentrasi dan menentukan konsentrasi giberelin yang tepat dalam proses perkecambahan dan pertumbuhan kecambah tembesu. Hasil penelitian menunjukkan semua perlakuan perendaman berbagai konsentrasi giberelin mampu meningkatkan perkecambahan biji tembesu. Konsentrasi giberelin terbaik untuk perkecambahan biji tembesu adalah 125 mg/L.
Kata kunci : Fragraea fragrans Roxb., dormansi, giberelin, perkecambahan.
PENDAHULUAN
Tembesu (Fragraea fragrans Roxb.) merupakan salah satu jenis tanaman hutan yang dimanfaatkan sebagai tanaman penghasil kayu yang populer di Sumatera Bagian Selatan.
Kayu tembesu termasuk ke dalam
kelompok kayu yang memiliki
kualitas dengan kelas kuat I sampai dengan kelas kuat II dengan keawetan kayu pada tingkat awet I dan ketahanan terhadap jamur kelas II
Repository FMIPA 2
serta mempunyai nilai komersial yang tinggi. Kayu yang diperoleh dari pohon tembesu digunakan untuk berbagai keperluan seperti konstruksi jembatan dan perlengkapan bangunan rumah seperti balok, tiang rumah, lantai kayu, papan dan industri kerajinan (mebel) yang terkenal
sampai ke negara-negara Asia
Tenggara yaitu Malaysia dan
Singapura (Martawijaya et al. 1981). Junaidah et al. (2014) dalam bukunya menyatakan bahwa tembesu dapat tumbuh tersebar secara alami di beberapa wilayah Indonesia seperti
Sumatera, Kalimantan, Sulawasi,
Jawa Barat, Maluku dan Irian Jaya. Tembesu dapat tumbuh secara alami sebagai tanaman pionir pada lahan bekas terbakar, lahan alang-alang atau pada hutan sekunder yang lembab. Menurut Heyne (1987) regenerasi alami tembesu pada umumnya berasal dari tunas akar, sangat jarang
dijumpai regenerasi alami yang
berasal dari biji. Dilihat dari potensi yang dimilikinya, tembesu memiliki
prospek yang baik untuk
dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman. Oleh karena itu, perlu diadakan bibit bermutu tinggi dan memiliki daya kecambah yang tinggi. Biji tembesu memiliki sifat dormansi yang tinggi karena memiliki ukuran biji yang sangat kecil dan kulit yang relatif keras. Untuk mematahkan
dormansi tersebut diperlukan
perlakuan pendahuluan tertentu.
Penelitian yang telah dilakukan oleh
Zanzibar (2010) dengan
menggunakan perlakuan pendahuluan untuk mematahkan dormansi biji
tembesu yaitu metode imbibisi
dengan H2O2 5 % selama 24 jam diperoleh persentase perkecambahan sebesar 55,6 %, sedangkan untuk biji tembesu yang dikecambahkan secara
langsung (tanpa perlakuan)
memperoleh persentase
perkecambahan sebesar 26 %.
Buharman et al. (2011)
mengemukakan bahwa perlakuan
pendahuluan menggunakan giberelin dengan konsentrasi 50-100 mg/L yang direndam selama 24 jam memperoleh waktu muncul kecambah selama 15-25 hari.
Untuk meningkatkan persentase perkecambahan biji tembesu, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan metode perlakuan pendahuluan yang sama tapi dengan konsentrasi yang berbeda. Penelitian tentang respon perkecambahan biji tembesu dengan berbagai konsentrasi giberelin ini belum pernah dilakukan, untuk itu perlu dilakukan.
Biji tembesu termasuk ke dalam jenis biji yang memiliki dormansi yang tinggi, karena memiliki karakter biji berukuran sangat kecil dan kulit yang relatif keras. Faktor tersebut yang menyebabkan biji tembesu sangat sulit untuk berkecambah,
sehingga diperlukan perlakuan
pendahuluan untuk mematahkan
dormansi biji tembesu tersebut.
Perlakuan pendahuluan yang
digunakan dalam mematahkan
dormansi biji tembesu ini adalah menggunakan perlakuan perendaman
giberelin dengan berbagai
konsentrasi.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh larutan
giberelin dengan berbagai konsentrasi
terhadap perkecambahan dan
pertumbuhan dari biji tembesu, serta menentukan konsentrasi giberelin
yang tepat dalam proses
perkecambahan dan pertumbuhan
kecambah tembesu.
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai
pengaruh perlakuan perendaman
Repository FMIPA 3
perkecambahan dan pertumbuhan
kecambah tembesu, dimana
konsentrasi terbaik dari larutan giberelin dapat dijadikan sebagai larutan yang dapat mempercepat
perkecamban dan pertumbuhan
kecambah yang potensial dan
mencapai hasil yang maksimal serta berkelanjutan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 di Laboratorium Botani Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau, Jalan Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru Pekanbaru Riau. Bahan-bahan yang digunakan seperti bubuk giberelin (GA3), alkohol 70%, akuades dan
biji-biji tembesu. Alat-alat yang
digunakan adalah cawan petri, kertas saring, kapas, botol biji 50 ml, gelas ukur 500 ml, pipet tetes, sendok, timbangan analitik, baskom kecil, botol semprot, tapisan, kamera, alat tulis dan kertas label.
Metode penelitian
menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Konsentrasi
giberelin yang digunakan yaitu 50 mg/L, 75 mg/L, 100 mgL dan 125 mg/L dengan lima perlakuan mesing-masing diulang lima kali yang diujikan pada biji tembesu. Tahapan penelitian ini dilakukan dimulai dari persiapan biji, persiapan larutan
giberelin, persiapan media
perkecambahan, perlakuan giberelin, penanaman biji dan pemeliharaan biji. Persiapan biji dilakukan dengan cara mengumpulkan buah dan dipisahkan biji dari daging buah dengan cara buah diremas di dalam air hingga biji tembesu keluar dan biji disaring lalu dikeringanginkan. Persiapan larutan giberelin dengan cara menimbang
bubuk giberelin sebanyak 0,0125 g dimasukkan ke dalam gelas ukur dan
dilarutkan dengan alkohol 70%
kemudian ditambah dengan akuades hingga 100 ml. Diambil sebanyak 30 ml untuk perlakuan 125 mg/L, sedangkan untuk perlakuan 100, 75 dan 50 mg/L dilakukan pengenceran dari larutan sisa. Perlakuan kontrol menggunakan akuades.
Parameter yang akan diamati
yaitu parameter perkecambahan
diantaranya waktu muncul kecambah,
persentase dan kecepatan
perkecambahan. Data dianalisis
menggunakan Analysis Of Variance (ANOVA). Apabila hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh
nyata, uji lanjutan dilakukan
menggunakan Duncan’s Multi Range
Test (DMRT) pada taraf 5%
menggunakan SPSS 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Biji Fragraea fragrans Roxb.
Parameter perkecambahan
tembesu dalam penelitian ini meliputi waktu muncul kecambah, persentase
perkecambahan dan kecepatan
perkecambahan. Berdasarkan hasil uji
ANOVA menunjukkan bahwa
perlakuan perendaman berbagai
konsentrasi giberelin berpengaruh
nyata terhadap waktu muncul
kecambah, parameter persentase
perkecambahan dan kecepatan
perkecambahan biji tembesu. Hasil
parameter pengamatan
perkecambahan biji tembesu terdapat pada Tabel 1.
Repository FMIPA 4
Tabel 1. Waktu Muncul Kecambah, Persentase Perkecambahan dan Kecepatan Perkecambahan Biji Tembesu dengan Perendaman Berbagai Konsentrasi Larutan Giberelin Setelah Lima Belas Hari.
Konsentrasi Giberelin (mg/L) Parameter Perkecambahan Waktu Muncul Kecambah (Hari) Persentase Perkecambahan (%) Kecepatan Perkecambahan (Biji/Hari) Kontrol 13,60e 3,00a 0,04a 50 11,80d 13,00a 0,17a 75 7,80c 47,00b 0,61b 100 6,00b 67,00c 0,89c 125 4,00a 72,00c 0,96c
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.
Berdasarkan hasil uji DMRT dari penelitian ini menunjukkan bahwa parameter perkecambahan yaitu waktu muncul kecambah biji tembesu pada perlakuan perendaman
giberelin berbagai konsentrasi
berbeda nyata bila dibanding dengan kontrol. Semakin tinggi konsentrasi perendaman giberelin maka semakin cepat waktu muncul kecambah biji tembesu. Waktu muncul kecambah
paling cepat terdapat pada
konsentrasi 125 mg/L yaitu empat hari setelah tanam, sedangkan pada kontrol biji tembesu berkecambah empat belas hari setelah tanam.
Tabel 1 menunjukkan bahwa
persentase perkecambahan mulai
terjadi pada konsentrasi 75 mg/L namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 50 mg/L dan kontrol. Persentase perkecambahan tertinggi terdapat pada konsentrasi 125 mg/L yaitu 72,00 % namun tidak berbeda nyata pada konsentrasi 100 mg/L. Data ini menunjukkan bahwa pada
perlakuan perendaman giberelin
dengan konsentrasi 125 mg/L adalah konsentrasi yang efektif secara
fisiologis untuk menginisiasi
terjadinya proses perkecambahan biji tembesu. Adapun perkecambahan
biji tembesu dengan perlakuan
perendaman berbagai konsentrasi giberelin dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Morfologi biji tembesu
dengan perlakuan
perendaman berbagai
konsentrasi giberelin 4 hari setelah tanam. a). Kontrol, b). 50 mg/L, c). 75 mg/L, d). 100 mg/L dan e). 125 mg/L.
Penelitian ini memiliki waktu
muncul kecambah lebih cepat
Repository FMIPA 5
dilakukan oleh Buharman et al. (2011) yaitu biji tembesu yang direndam selama 24 jam dalam larutan giberelin dengan konsentrasi
50-100 mg/L selama 24 jam
memberikan hasil waktu muncul kecambah lebih lama yaitu 15-25 hari. Hal ini didukung oleh Salisbury dan Ross (1995) yang menyatakan bahwa pengaruh pemberian giberelin
terhadap biji dapat mendorong
pemanjangan sel sehingga radikula dapat menembus endosperma kulit
biji yang membatasi
pertumbuhannya. Efek fisiologis
giberelin antara lain adalah
mendorong aktivitas enzim-enzim hidrolitik dan pembentukan amilase serta enzim yang mengubah lipid
menjadi sukrosa pada proses
perkecambahan.
Data ini juga menunjukkan
bahwa pemberian perlakuan
perendaman dengan menggunakan giberelin selama 24 jam lebih efektif untuk perkecambahan biji tembesu bila dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Zanzibar (2010) yaitu menggunakan metode imbibisi dengan H2O2 5 % selama 24 jam. Persentase perkecambahan biji tembesu pada perlakuan perendaman giberelin diperoleh hasil tertinggi pada konsentrasi 125 mg/L yaitu 72,00 %, sedangkan pada penelitian Zanzibar (2010) diperoleh hasil persentase perkecambahan sebesar 55,5 %. Hal ini karena perlakuan metode imbibisi H2O2 5% selama 24 jam mampu menyediakan oksigen terlarut dalam jumlah optimum
selama proses perkecambahan.
Selain berfungsi untuk melunakkan kulit biji, giberelin juga memacu pertumbuhan embrio di dalam biji
sehingga biji tembesu mudah
berkecambah.
Lemmens et al. (1995)
menyatakan bahwa biji tembesu memiliki ukuran yang sangat kecil dan kulit biji yang keras yang
menyebabkan sulit untuk
berkecambah. Menurut Sutopo
(2002) biji yang memiliki
karakteristik kulit keras
menggunakan perlakuan
pendahuluan dengan cara
perendaman bahan kimia diantaranya giberelin yang dapat melunakkan kulit biji yang keras sehingga mempermudah masuknya air dan O2
yang dibutuhkan untuk proses
perkecambahan.
Peningkatan perkecambahan terjadi pada konsentrasi 50-125
mg/L. Pemberian perlakuan
perendaman giberelin konsentrasi 125 mg/L sudah dapat dimanfaatkan
oleh biji tembesu untuk
mengaktifkan enzim amilase
dibandingkan dengan kontrol. Pada kontrol terlihat bahwa biji belum mampu untuk melakukan proses perkecambahan.
Semua parameter
pengamatan perkecambahan yang tersaji pada Tabel 1 memiliki hasil
yang berbeda nyata terhadap
pemberian perlakuan perendaman
dengan giberelin mulai dari
konsentrasi 50 mg/L sampai dengan 125 mg/L yang berpengaruh dalam
memacu perkecambahan biji
tembesu dibandingkan dengan
kontrol (tanpa pemberian giberelin). Hal ini disebabkan oleh pemberian giberelin secara eksternal dapat meningkatkan kadar giberelin di dalam biji tembesu, sehingga biji
mampu melakukan proses
perkecambahan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Goldsworthy dan Fisher (1996) bahwa pemberian giberelin secara eksternal dapat
Repository FMIPA 6
giberelin di dalam biji, sehingga menjadi faktor pemicu terjadinya
proses perkecambahan. Menurut
Prawinata et al. (1981)
perkecambahan sebagian biji yang
mengalami dormansi dapat
dipercepat dengan memberikan zat pengatur tumbuh seperti giberelin. Perlakuan tanpa pemberian giberelin
(kontrol) memberikan hasil
perkecambahan yang lebih rendah
bila dibandingkan dengan biji
tembesu yang diberikan perlakuan
perendaman gibrelin. Hal ini
disebabkan oleh kondisi fisiologi biji
tembesu yang memiliki kadar
giberelin yang rendah dan kulit biji yang keras sehingga biji tembesu
sangat sulit dalam proses
perkecambahan. Menurut Kusumo (1984) bahwa perendaman dengan larutan giberelin dengan konsentrasi
yang tepat akan mempercepat
perkecambahan biji. Hal ini
disebabkan oleh giberelin yang berada di dalam biji baik secara eksogen maupun endogen mampu mempercepat perkecambahan biji.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan dapat disimpulkan
bahwa pemberian perlakuan
perendaman berbagai konsentrasi
giberelin mampu meningkatkan
proses perkecambahan dan
pertumbuhan biji tembesu. Potensi
giberelin dalam memacu
perkecambahan dan pertumbuhan
biji tembesu terdapat pada
konsentrasi 50-125 mg/L.
Konsentrasi terbaik dari giberelin dalam memacu perkecambahan biji tembesu adalah 125 mg/L untuk waktu muncul kecambah (4 hari), persentase perkecambahan (72 %) dan kecepatan perkecambahan (0,96 biji/hari).
DAFTAR PUSTAKA
Buharman, Am’an, dan Widyani, N. 2011. Atlas Benih Tanaman
Hutan Indonesia. Balai
Penelitian Teknologi
PerbenihanTanaman Hutan. Bogor.
Goldsworthy, P.R. dan N.M.Fisher.
1996. Fisiologi Tanaman
Budidaya Tropik.
Diterjemahkan oleh Tohari.
Gadjah Mada University
Press.
Heyne, K.. 1987. Tumbuhan
Berguna Indonesia. Jilid 3.
Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan.
Departemen Kehutanan.
Jakarta.
Junaidah. Sofyan, A. dan Nasrun. 2014. Mengenal Karakterisrik Tanaman Tembesu. Forda Press. Bogor.
Kusumo, S. 1984. Zat Pengatur
Tumuh Tanaman. CV. Yasaguna. Jakarta.
Lemmens, R.H.M.J., Soerianegara, I., Wong, W.C. 1995. Plant Resources of South-East Asia 5. (2) Timber trees: Minor
Commercial Timber.
PROSEA. Bogor Indonesia. Martawijaya, A. , I. Kartasudjana, K.
Kadir dan S. Amongprawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Balai Penelitian Hasil
Hutan. Badan Litbang
Kehutanan. Bogor-Indonesia. hal 42-47. Prawiranata, W.S., Harran., Tjondronegoro, P. 1981 Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Bogor: Departemen Botani Institut Pertanian Bogor.
Repository FMIPA 7
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995.
Fisiologi Tumbuhan Jilid 3.Penerbit ITB. Bandung.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Devisi Perguruan Tinggi T.
Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Zanzibar, M. 2010. Materi Kursus Teknologi Penanganan Benih Tanaman Hutan (Teori dan Praktek). Balai Penelitian
Teknologi Perbenihan
Tanaman Hutan. (Tidak