• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2009 sampai dengan Mei 2009 di Kebun Percobaan Sindangbarang, Bogor dengan ketinggian 230 m dpl, suhu rata-rata 25.660 C, curah hujan rata-rata 340.33 mm/bulan, dan kelembaban udara rata-rata 85 %. Menurut Palungkan dan Budiarti (2002), suhu yang baik untuk pertanaman jagung manis adalah 21-200 C, sedangkan untuk ubijalar ialah 21-270 C.

Berdasarkan hasil analisis tanah sebelum perlakuan menunjukkan bahwa lahan percobaan tersebut memiliki struktur tanah liat berdebu dengan kandungan pasir 24.12%, debu 30.49%, dan liat 45.39%, serta pH tanah sangat masam (pH = 4.40). Menurut Budiarti dan Pulungkan (2002), kemasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan jagung manis adalah 5.5 – 7.0. Lahan percobaan yang digunakan memiliki bahan organik rendah (1.92 %), kandungan N-total rendah yaitu 0.18%, kandungan P tanah sangat rendah yaitu hanya 1.8 ppm, serta kandungan K tanah yang rendah yaitu 0.12 me/100g. Evaluasi ini berdasarkan

ketetapan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah Bogor (Lampiran 4).

Kondisi lahan tersebut belum optimal untuk pertumbuhan ubijalar. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998) pH optimum untuk pertanaman ubijalar adalah 6.0 - 7.5 sedangkan pH tanah untuk pertanaman jagung manis yaitu 5.5 – 7.0. Selain itu perlu dilakukan penambahan unsur hara secara memadai melalui aplikasi pemupukan karena lahan tersebut memiliki kandungan N-total, P dan K dalam tanah yang rendah.

Pertumbuhan ubijalar cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan rendahnya persentase tanaman yang disulam. Pada umumnya penyulaman dilakukan karena bibit terserang cendawan dan kondisi bibit yang kurang baik. Pada awal pertumbuhan ubijalar mengalami pengguguran daun, namun setelah 2 MST daun baru telah tumbuh kembali.

(2)

Jagung manis yang ditanam secara monokultur mengalami pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini karena pertumbuhan tanaman jagung pada tumpangsari terhambat oleh pertumbuhan sulur ubijalar. Selain itu sulur ubijalar yang semakin panjang menghalangi masuknya sinar matahari sehingga perkecambahan benih jagung terhambat. Kondisi tanaman ubijalar dan jagung manis baik monokultur maupun tumpangsari dapat dilihat pada Lampiran 10.

Gulma yang terdapat pada petak percobaan umumnya adalah jenis rumput-rumputan (Axonopus compressus) dan beberapa gulma berdaun lebar seperti (Thyponium flagelliforme, Ageratum conyzoides, serta Phylanthus niruri). Penyiangan gulma dilakukan secara rutin dengan cara manual. Penyiangan intensif dilakukan terutama menjelang aplikasi pemupukan untuk menghindari persaingan dalam penyerapan unsur hara dengan tanaman. Saat 5 MST pada jagung monokultur dilakukan pembumbunan untuk mencegah rebahnya batang jika terkena angin dan juga untuk penyiangan gulma.

Hama yang menyerang petak tanaman ialah belalang (Oxya sp), ulat keket dan hama penggerek batang (Omphissa anastomosalis). Serangan hama tidak begitu merugikan tanaman karena populasinya sedikit. Pada tanaman ubijalar ulat keket dan belalang mulai terlihat pada 4 MST dan menyebabkan berlubangnya daun tanaman. Hama penggerek batang mulai terlihat pada 8 MST ditunjukkan dengan adanya lubang dan kotoran hama pada pangkal batang sehingga batang mudah patah. Hama yang menyerang tanaman jagung manis ialah belalang, serta ulat pemakan batang (Agrotis sp.). Ulat penggerek batang memotong batang tanaman yang masih muda sehingga tanaman mati. Pengendalian hama dilakukan secara kimia menggunakan insektisida.

Hama utama yang menyerang ubijalar hama Cylas formicarius yang menyerang umbi ubijalar sehingga umbi membusuk dan rasanya pahit. Pengendalian lanas dilakukan dengan penyemprotan insektisida sistemik pada saat pertumbuhan tanaman. Pada jagung manis tanaman mulai terserang penyakit bulai pada 3 MST yang disebabkan oleh cendawan Pheranosclerospora maydis. Penyakit ini lebih banyak menyerang jagung yang ditanam sebulan setelah ubijalar. Pengendalian penyakit bulai dilakukan dengan mencabut tanaman dan

(3)

menyingkirkannya dari lahan agar tidak menyerang tanaman lain. Jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman dapat dilihat di Lampiran 11.

Perlakuan waktu tanam jagung manis memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap panjang batang ubijalar pada 4 sampai 10 MST, jumlah cabang dan jumlah daun pada 6-10 MST (Tabel 1). Waktu tanam jagung manis berpengaruh sangat nyata terhadap bobot umbi per petak, bobot umbi per tanaman, bobot umbi busuk per petak dan indeks panen, namun tidak berpengaruh pada bobot brangkasan total per petak dan bobot brangkasan per tanaman ubijalar (Tabel 2).

Tinggi tanaman jagung manis dipengaruhi sangat nyata oleh pola tanam tumpangsari dengan ubijalar pada 3 dan 8 MST, dan lingkar batang pada 3, 4, 6, 7, dan 8 MST. Jumlah daun dipengaruhi sangat nyata pada 3 MST dan nyata pada 8 MST (Tabel 1). Waktu tanam dalam tumpangsari berpengaruh sangat nyata terhadap bobot brangkasan jagung manis per petak, bobot jagung berkelobot per petak, bobot jagung berkelobot per tanaman, bobot jagung tanpa kelobot per petak dan jumlah jagung per petak (Tabel 2).

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Ubijalar dan Jagung Manis

Komoditi Peubah

Umur Tanaman (MST)

2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ubijalar Panjang Batang tn tn ** ** ** ** ** ** **

Jumlah Daun tn tn tna) * ** ** ** ** **

Jumlah Cabang tn tna) *a) tn ** ** ** ** **

Jagung Tinggi Tanaman tn ** tn tn * * **

Lingkar Batang tn ** ** * ** ** **

Jumlah Daun tn ** tn tn tn tn *

Keterangan : * = Berbeda nyata padaUji-F 5% ** = Berbeda nyata pada Uji-F 1% tn = Tidak nyata

(4)

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Hasil Panen Ubijalar dan Jagung Manis

Komoditi Peubah Uji-F

Ubijalar Bobot Brangkasan Total/Petak tn

Bobot Brangkasan/Tanaman tn

Bobot Umbi Total/Petak **a)

Bobot Umbi/Tanaman **a)

Bobot Umbi Busuk/Petak **a)

Bobot Umbi < 150 gram/Petak *a)

Bobot Umbi ≥ 150 gram/Petak *a)

Indeks Panen **

Jagung Bobot Brangkasan Total/Petak **a)

Bobot Brangkasan/Tanaman *a)

Bobot Jagung Berkelobot/Petak **a)

Bobot Jagung Berkelobot/Tanaman **a)

Bobot Jagung Tanpa Kelobot/Petak **a)

Bobot Jagung Tanpa Kelobot/Tanaman **a)

Jumlah Jagung/Petak **

Indeks Panen *

Keterangan : * = Berbeda nyata padaUji-F 5% ** = Berbeda nyata pada Uji-F 1% tn = Tidak nyata

a)

= Hasil transformasi √x + 0.5

Pertumbuhan dan Produksi Ubijalar (Ipomoea batatas)

Pertumbuhan ubijalar yang diukur melalui peubah panjang batang utama, jumlah cabang, dan jumlah daun dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan kombinasi klon dan waktu tanam jagung manis terutama sejak umur 6 sampai 10 MST (Tabel 1).

Panjang Batang Utama

Batang ubijalar tersusun dari ruas yang merentang di antara buku-buku tempat melekatnya daun. Menurut Soemarno (1985), batang merupakan organ yang sangat penting bagi tanaman ubijalar karena selain sebagai organ fotosintesis juga sebagai organ translokasi unsur hara, air, dan hasil fotosintesis.

(5)

Panjang batang ubijalar tumbuh dengan pesat pada awal-awal masa pertumbuhan (2-6 MST) namun setelah itu pertambahan panjang batang mulai berkurang pada setiap perlakuan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan tanaman jagung manis (Gambar 1). Kondisi ini diduga karena adanya pengaruh naungan terhadap tajuk tanaman ubijalar. Ubijalar monokultur memperoleh cahaya matahari yang optimal karena tidak adanya tajuk tanaman lain yang menghalangi radiasi matahari. Namun pada tumpangsari jagung manis yang ditanam bersamaan dengan ubijalar mengakibatkan terhalangnya radiasi sinar matahari ke vegetasi tanaman ubijalar seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jagung manis.

Gambar 1. Grafik pertumbuhan panjang batang ubijalar

Panjang batang ubijalar Ayamurashake yang ditanam tumpangsari dengan jagung manis baik pada saat ditanam bersamaan, 2 MST, dan 4 MST cenderung lebih pendek dibandingkan dengan monokulturnya dan pada akhir pengamatan (10 MST) ubijalar yang ditanam bersamaan dengan jagung manis memiliki batang yang paling pendek. Untuk klon Sukuh antara monokultur dan semua perlakuan waktu tanam dalam tumpangsari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 4).

(6)

Ubijalar Sukuh memiliki batang yang lebih pendek dibandingkan dengan Ayamurashake baik yang ditanam secara monokultur maupun tumpangsari dengan jagung manis. Pada akhir pengamatan (10 MST) panjang batang ubijalar Sukuh monokultur 94 cm sedangkan Ayamurashake 176.67 cm. Pada akhir pengamatan (10 MST), terdapat respon yang berbeda antara klon Sukuh dengan Ayamurashake. Klon Ayamurashake memiliki kecenderungan memperpendek batangnya ketika mendapat naungan dari jagung sedangkan klon Sukuh cenderung memperpanjang batangnya (Tabel 3). Hal ini diduga pada klon Sukuh terjadi etiolasi atau pemanjangan batang akibat dari meningkatnya kerja hormon auksin di dalam titik tumbuh tanaman karena ternaunginya batang ubijalar oleh tajuk tanaman jagung. Pola tanam tumpangsari menurunkan pertambahan panjang batang ubijalar Ayamurashake sebesar 13.58 % sedangkan pada klon Sukuh mampu memperpanjang batang sebesar 14.72 %.

Tabel 3. Panjang Batang Ubijalar pada 10 MST

Klon Tumpangsari Monokultur

Sukuh 107.84 94

Ayamurashake 155.54 176.67

Tabel 4. Panjang Batang Ubijalar (cm) pada Perlakuan Waktu Tanam Jagung Manis dalam Tumpangsari

Perlakuan 6MST 7MST 8MST 9MST 10MST Jagung Manis = Ayamurashake 110.3ab 122.73b 124.6b 136.33a 142.73b Jagung Manis 2MST Ayamurashake 133.37bc 146.37ab 141.8ab 151.37a 160.33ab Jagung Manis 4 MST Ayamurashake 103.2c 120.7b 130b 150.3a 163.93ab Monokultur Ayamurashake 138.2a 152.27a 155.73a 154.67a 176.67a Jagung Manis = Sukuh 73.13d 73.57c 80.2c 83.8b 95.4c Jagung Manis 2MST Sukuh 69.57d 79.17c 90.2c 101.87b 113.8c Jagung Manis 4 MST Sukuh 69.7d 80.47c 91c 102.33b 114.33c Monokultur Sukuh 71.87d 80.67c 83.43c 88.97b 94c KK 14.79 13.47 11.82 13.9 10.82

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%

Jumlah Cabang

Hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) memperlihatkan bahwa pola tanam secara konsisten berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang ubijalar pada

(7)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2 3 4 5 6 7 8 9 10 MS T c a b a n g /t a n a m a n

J agung Manis = A yamuras hake J agung Manis 2MS T A yamuras hake J agung Manis 4 MS T A yamuras hake Monokultur A yamuras hake J agung Manis = S ukuh J agung Manis 2MS T S ukuh J agung Manis 4 MS T S ukuh Monokultur S ukuh

umur 6-10 MST. Cabang mulai terbentuk pada 2 MST baik pada Ayamurashake maupun Sukuh. Gambar 2 menunjukkan bahwa pertumbuhan cabang ubijalar yang ditanam secara monokultur lebih cepat pada setiap umur tanamannya dibandingkan dengan tumpangsari sehingga pada akhir pengamatan monokultur ubijalar menghasilkan jumlah cabang yang lebih banyak dibandingkan tumpangsari.

Gambar 1. Grafik pertumbuhan jumlah cabang per tanaman ubijalar

Ubijalar Ayamurashake yang ditanam secara monokultur cenderung memiliki cabang yang lebih banyak dibandingkan dengan yang ditanam secara tumpangsari serta terlihat secara nyata pada akhir pengamatan (10 MST). Namun jumlah cabang ubijalar Ayamurashake pada perlakuan tumpangsari dengan jagung manis saat ditanam bersamaan, 2 MST dan 4 MST tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Untuk klon Sukuh terlihat bahwa jumlah cabang yang dihasilkan pada semua waktu tanam dalam sistem tumpangsari dengan jagung manis tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan monokultur (Tabel 5).

Ubijalar Sukuh memiliki jumlah cabang yang lebih sedikit dibandingkan dengan Ayamurashake baik yang ditanam secara monokultur maupun tumpangsari. Kondisi ini dikarenakan ubijalar Ayamurashake memiliki batang yang lebih panjang, sehingga menghasilkan buku yang merupakan tempat tumbuhnya batang menjadi lebih banyak. Pola tanam tumpangsari ternyata

(8)

menurunkan jumlah cabang ubijalar, terutama untuk klon Ayamurashake. Tabel 6 menunjukkan bahwa pola tanam tumpangsari menurunkan jumlah cabang ubijalar Sukuh sebesar 1.84 % dari 3.80 menjadi 3.73 cabang/tanaman, sedangkan Ayamurashake menurun sebesar 25.74 % dari 9.40 menjadi 6.98 cabang/tanaman.

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%

Tabel 6. Jumlah Cabang per Tanaman Ubijalar pada 10 MST

Klon Tumpangsari Monokultur

Sukuh 3.73 3.80

Ayamurashake 6.98 9.40

Jumlah Daun

Daun merupakan organ fotosintat pembentuk karbohidrat. Daun ubijalar tumbuh pada batang dimana tangkai daun melekat pada buku-buku batang. Pengamatan jumlah daun diperlukan selain sebagai indikator pertumbuhan juga sebagai data penunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti pada pembentukan biomasa tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995).

Pengamatan jumlah daun dilakukan pada 2 sampai 10 MST. Rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa pola tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Gambar 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan daun ubijalar Tabel 5. Jumlah Cabang per Tanaman Ubijalar pada Perlakuan Waktu

Tanam Jagung Manis dalam Tumpangsari

Perlakuan 6MST 7MST 8MST 9MST 10MST

Jagung Manis = Ayamurashake 4.07ab 5.2ab 5.53ab 6.33a 6.87b

Jagung Manis 2MST Ayamurashake 4.44a 4.93ab 5.4ab 6.27a 6.8b

Jagung Manis 4 MST Ayamurashake 3.47ab 4.53b 5.13b 5.87a 7.33b

Monokultur Ayamurashake 4.13ab 6.07a 6.87a 7.33a 9.4a

Jagung Manis = Sukuh 1.93c 2.13c 2.2c 2.53b 3.2c

Jagung Manis 2MST Sukuh 2.00c 2.07c 2.27c 2.67b 3.6c

Jagung Manis 4 MST Sukuh 2.00c 2.27c 2.6c 2.67b 4.4c

Monokultur Sukuh 1.93c 2.2c 2.4c 2.53b 3.8c

(9)

yang ditanam secara tumpangsari mulai terhambat menjelang akhir pengamatan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jagung manis terutama tumpangsari ubijalar yang ditanam bersamaan dengan jagung manis, sedangkan pertumbuhan daun ubijalar monokultur terlihat lebih stabil dikarenakan tidak adanya pengaruh naungan pada setiap umur pengamatan.

Gambar 3. Grafik pertumbuhan jumlah daun per tanaman ubijalar

Pola tanam tidak berpengaruh secara nyata pada jumlah daun klon Sukuh. Dari awal sampai dengan akhir pengamatan, baik monokultur maupun tumpangsari tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Pada klon Sukuh, tanaman yang ditanam sebulan sebelum jagung manis cenderung menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak mulai dari 6 MST sampai dengan 10 MST dibandingkan monokultur maupun yang ditumpangsarikan lainnya.

Pada setiap umur pengamatan, ubijalar Ayamurashake yang ditanam secara monokultur cenderung menghasilkan jumlah daun lebih banyak namun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan ubijalar Ayamurashake yang ditanam secara tumpangsari. Pola tanam tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antara tumpangsari dengan monokultur pada ubijalar Ayamurashake. Walaupun demikian pada akhir pengamatan monokultur ubijalar Ayamurashake

(10)

menghasilkan jumlah daun terbanyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 7).

Jumlah daun yang dihasilkan oleh klon Ayamurashake lebih banyak dibandingkan dengan klon Sukuh. Hal tersebut dapat dimengerti sebab Ayamurashake menghasilkan cabang yang lebih banyak dibandingkan dengan Sukuh, sehingga kemungkinan daun yang dihasilkan lebih banyak. Tabel 8 memperlihatkan bahwa pada akhir pengamatan (10 MST) ubijalar Ayamurashake yang ditanam secara monokultur menghasilkan 142.67 daun/tanaman sedangkan ubijalar yang ditumpangsarikan menghasilkan rata-rata 121.51 daun/tanaman. Ubijalar Sukuh yang ditanam secara monokultur menghasilkan jumlah daun sebanyak 64.60 daun/tanaman sedangkan ubijalar Sukuh yang ditanam secara tumpangsari rata-rata menghasilkan 67.44 daun/tanaman. Pada klon Sukuh efek naungan cenderung meningkatkan pembentukan daun sebesar 4.4 %, sedangkan pada klon Ayamurashake efek naungan justru cenderung menurunkan pembentukan daun sebesar 14.84 %.

Tabel 7. Jumlah Daun Ubijalar pada Perlakuan Waktu Tanam Jagung Manis dalam Tumpangsari

Perlakuan 6MST 7MST 8MST 9MST 10MST Jagung Manis = Ayamurashake 61.60a 83.60b 96.8b 101.13a 102.2ab Jagung Manis 2MST Ayamurashake 71.13a 94.93ab 99.53b 117.27a 138.33a Jagung Manis 4 MST Ayamurashake 63.80a 88.83b 92.47b 109.03a 124a Monokultur Ayamurashake 70.20a 111.33a 123.87a 128.2a 142.67a Jagung Manis = Sukuh 37.00b 41.53c 47.07c 49.6b 58.53c Jagung Manis 2MST Sukuh 37.53b 49.47c 53.2c 59.53b 68.53bc Jagung Manis 4 MST Sukuh 45.20b 50.87c 60.27c 66.13b 75.27bc Monokultur Sukuh 41.00b 46.67c 48.47c 57b 64.6bc KK 10.47 13.52 13.79 16.91 23.05 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada

uji lanjut DMRT 5% a)

= Hasil transformasi √x + 0.5

Tabel 8. Jumlah Daun per Tanaman Ubijalar pada 10 MST

Klon Tumpangsari Monokultur

Sukuh 67.44 64.6

(11)

Produksi Ubijalar

Umbi ubijalar merupakan hasil utama yang bernilai ekonomi lebih tinggi dibandingkan organ lainnya. Panen ubijalar dilakukan serentak pada tiap petak percobaan saat 17 MST. Hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 2), menunjukkan bahwa kombinasi klon dan waktu tanam jagung manis dalam sistem tumpangsari berpengaruh nyata terhadap bobot umbi < 150 gram dan bobot umbi ≥ 150 gram. Pola tanam berpengaruh sangat nyata terhadap bobot umbi total per petak, bobot umbi per tanaman, bobot umbi busuk per petak, dan indeks panen. Bobot brangkasan total per petak dan bobot brangkasan per tanaman tidak berpegaruh nyata.

Perbedaan hasil terlihat antar klon Ayamurashake dan Sukuh. Untuk hasil umbi layak pasar per petak dari klon sukuh menghasilkan rata-rata 4917 g lebih banyak dibandingkan dengan klon Ayamurashake (rata-rata 146.75 g). Untuk hasil umbi total per petak klon Sukuh menghasilkan rata-rata 13852 g sedangkan klon Ayamurashake hanya menghasilkan 4275.5 g (Gambar 4 dan Gambar 5) Menurut Widodo (1986) hasil ubi merupakan perpaduan antara faktor genetik dan faktor lingkungan dimana tanaman tersebut ditumbuhkan. Pada masing-masing klon secara umum pola tanam monokultur cenderung memberikan hasil yang lebih tinggi walaupun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tumpangsari. Waktu tanam jagung manis yang ditumpangsarikan dengan ubijalar tidak menunjukkan perbedaan hasil umbi sehat berbobot ≥ 150 g yang nyata baik pada klon Ayamurashake maupun Sukuh.

Ubijalar monokultur baik klon Sukuh maupun Ayamurashake menghasilkan bobot umbi busuk per petak tertinggi walaupun tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan tumpangsari. Umbi yang busuk ini disebabkan oleh hama lanas (Cylas formicarius) yang menyerang umbi ubijalar sehingga umbi berbau dan rasanya pahit. Data hasil panen tersaji pada Tabel 9.

(12)

Tabel 9. Hasil Panen Ubijalar pada Setiap Perlakuan Waktu Tanam Jagung Manis dalam Tumpangsari Perlakuan Bobot Umbi Total/Petak Bobot Umbi/Tanaman Bobot Umbi Busuk/Petak Bobot Umbi Sehat/Petak Bobot Brangkasan /Tanaman Bobot Brangkasan /Petak Indeks Panen <150gram Umbi Layak Pasar ---g--- kg

Jagung Manis = Ayamurashake 5410b 145.3ab 320c 3603bcd 1487b 292a 27.33a 0.172b

Jagung Manis 2MST Ayamurashake 4027b 96.67b 546.7c 2580cd 900b 278.67a 30.33a 0.116b

Jagung Manis 4 MST Ayamurashake 3222b 65.67b 288.7c 2240d 600b 432a 30.67a 0.092b

Monokultur Ayamurashake 4443b 161.33ab 1576.7bc 3413bcd 1200b 342.67a 31a 0.156b

Jagung Manis = Sukuh 12767a 195.33a 2683.7ab 5173ab 3373a 210a 17a 0.432a

Jagung Manis 2MST Sukuh 12920a 205.33a 2443.3ab 4913abc 5563a 271.67a 24.67a 0.347a

Jagung Manis 4 MST Sukuh 13520a 226a 2696.7ab 4113abcd 5013a 359.33a 26.67a 0.332a

Monokultur Sukuh 16203a 272.67a 3710a 6773a 5720a 343.33a 25.33a 0.383a

KK 18.85a) 19.25a) 35.31a) 17.35a) 27.92a) 25.4 23.88 6.06a)

Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5% a) = Hasil transformasi √x + 0.5

(13)

Gambar 4. Perbandingan bobot umbi total per petak antara klon Ayamurashake dan Sukuh masing-masing pola tanam

Gambar 5. Perbandingan bobot layak pasar per petak antara klon Ayamurashake dan Sukuh masing-masing pola tanam

(14)

Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharata)

Pertumbuhan jagung manis yang diukur melalui peubah tinggi tanaman, lingkar batang, dan jumlah daun dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan kombinasi waktu tanam dan klon ubijalar sejak umur 6 sampai dengan 10 MST. Namun peubah jumlah daun hanya dipengaruhi secara nyata pada saat 3 dan 8 MST (Tabel 1).

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan salah satu indikator adanya pertumbuhan tanaman. Tinggi tanaman jagung manis diukur mulai dari pangkal batang sampai dengan ujung daun yang diluruskan ke atas sejajar batang. Hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa pola tanam berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 3 dan 8 MST. Tinggi jagung manis monokultur adalah yang tertinggi mulai 6-8 MST, sedangkan jagung manis yang ditanam sebulan setelah ubijalar baik dengan klon Sukuh maupun Ayamurashake adalah yang terendah (Gambar 6)

Gambar 6. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman jagung manis.

Pada saat 1-7 MST tinggi tanaman jagung manis yang ditanam secara monokultur tidak berbeda nyata dengan yang ditanam tumpangsari dengan ubijalar. Akan tetapi perbedaan mulai muncul pada 6-8 MST dimana tinggi tanaman jagung manis monokultur berbeda nyata hanya dengan jagung manis

(15)

tumpangsari yang ditanam sebulan setelah ubijalar baik dengan ubijalar Ayamurashake maupun Sukuh. Pada akhir pengamatan (8 MST), pola tanam monokultur jagung manis memberikan hasil yang tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan tumpangsari namun tidak berbeda nyata dengan jagung manis yang ditanam bersamaan dengan ubijalar Sukuh (Tabel 10).

Pada akhir pertumbuhan (8 MST), tinggi tanaman jagung manis tumpangsari yang ditanam bersamaan dengan ubijalar lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam lebih lambat (2 dan 4 MST ubijalar), namun semuanya lebih rendah dibandingkan dengan monokulturnya kecuali yang ditanam bersamaan dengan klon sukuh tidak berbeda nyata.

Tabel 10. Tanaman Jagung Manis (cm) pada Perlakuan Waktu Tanam dalam Tumpangsari

Perlakuan 2MST 3MST 4MST 5MST 6MST 7MST 8MST

Jagung =Ubi Ayamurashake 29.63ab 44.45ab 53.64a 73.33a 91.75ab 98.11ab 119.03bc Jagung 2 MST Ayamurashake 27.41ab 38.2bc 55.67a 65.95a 83.81ab 94.59ab 120.5bc Jagung 4 MST Ayamurashake 33.75a 36.17bc 48.07a 55.a 61.57b 68.63b 79.41c Jagung = Ubi Sukuh 32.07a 50.21a 61.6a 84.4a 106.53a 113.33a 137.73ab Jagung 2 MST Sukuh 23.63b 34.22c 55.27a 69.67a 85.69ab 96.57ab 119.4bc Jagung 4 MST Sukuh 28.13ab 31.73c 44.5a 60.57a 63.37b 72.33b 82.77c Jagung Monokultur 30.52a 40.85bc 53.98a 72.77a 107.06a 125.69a 164.21a

KK 12.04 12.04 22.66 17.57 18.64 17.17 19.23

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%

Lingkar Batang

Hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) memperlihatkan bahwa pola tanam berpegaruh nyata terhadap lingkar batang jagung manis pada 3-8 MST. Jagung manis monokultur memiliki rata-rata lingkar batang yang lebih besar (2.56 cm) dibandingkan dengan tumpangsari pada akhir pengamatan. Namun jagung manis monokultur menghasilkan lingkar batang yang tidak berbeda nyata dengan tumpangsari jagung manis yang ditanam bersamaan dengan ubijlar klon Sukuh dan juga Ayamurashake (2.39 dan 2.22 cm). Jagung manis yang ditanam tumpangsari setelah 4 MST ubijalar menghasilkan rata-rata lingkar batang lebih kecil dibandingkan tumpangsari 2 MST ubijalar dan monokultur (Tabel 11)..

(16)

Tabel 11. Lingkar Batang Tanaman Jagung Manis (cm) pada Perlakuan Waktu Tanam dalam Tumpangsari

Perlakuan 3MST 4MST 5MST 6MST 7MST 8MST Jagung = Ubi Ayamurashake 0.94ab 1.25a 1.46abc 1.96ab 2.14a 2.22ab Jagung 2 MST Ayamurashake 0.8bcd 1.25a 1.40abc 1.57bc 1.91a 1.98b Jagung 4 MST Ayamurashake 0.71cd 0.81b 1.01c 1.23c 1.33b 1.38c Jagung = Ubi Sukuh 1.12a 1.51a 1.85a 2.22a 2.27a 2.39ab Jagung 2 MST Sukuh 0.70cd 1.20a 1.32bc 1.57bc 1.93a 1.98b Jagung 4 MST Sukuh 0.65d 0.74b 0.98c 1.27c 1.32b 1.38c Jagung Monokultur 0.9bc 1.16a 1.67ab 2,22a 2.45a 2.56a KK 13.22 16.78 18.37 17.87 15.03 13.91

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%

Jumlah Daun

Daun yang disokong oleh batang dan cabang merupakan pabrik karbohidrat bagi tanaman budidaya. Hasil analisis ragam (Tabel 1), memperlihatkan bahwa jumlah daun hanya dipengaruhi secara nyata oleh pola tanam jagung manis pada 3 dan 8 MST. Pada akhir pengamatan (8 MST), monokultur jagung manis menghasilkan rata-rata jumlah daun lebih tinggi (9.4 daun/tanaman) walaupun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tumpangsari. Jagung manis yang ditanam tumpangsari 4 MST ubijalar menghasilkan jumlah daun paling sedikit hanya 6.8 daun/tanaman (Tabel 12).

Tabel 12. Jumlah Daun per Tanaman Jagung Manis pada Perlakuan Waktu Tanam dalam Tumpangsari

Perlakuan 3MST 4MST 5MST 6MST 7MST 8MST

Jagung = Ubi Ayamurashake 5.27ab 5.67a 5.87a 5.73a 6.73a 9.07a

Jagung 2 MST Ayamurashake 4.67bc 4.73a 5.27a 5.53a 7a 9.2a

Jagung 4 MST Ayamurashake 4.07c 4.4a 4.73a 5.07a 5.8a 6.8b

Jagung = Ubi Sukuh 5.53a 6.27a 6a 6.4a 7.4a 9.73a

Jagung 2 MST Sukuh 4.47bc 4.33a 4.87a 5.8a 6.93a 8.87a

Jagung 4 MST Sukuh 4c 4.13a 4.6a 5.07a 5.6a 6.8b

Jagung Monokultur 5ab 5.2a 5.4a 7.07a 7.6a 9.4a

KK 9.37 18.65 12.05 14.78 12.34 12.69

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%

Tabel 13 memperlihatkan bahwa secara umum tumpangsari menurunkan jumlah daun jagung manis baik ubijalar klon Sukuh (8.87 daun/tanaman) maupun dengan klon Ayamurashake (8.36 daun/tanaman).

(17)

Tabel 13. Lingkar Batang dan Jumlah Daun Jagung Manis pada Akhir Pengamatan

Pola Tanam Lingkar Batang Jumlah Daun

cm daun/tanaman Tumpangsari Jagung Manis+Ayamurashake 1.86 8.36

Tumpangsari Jagung Manis + Sukuh 1.92 8.87

Monokultur Jagung Manis 2.56 9.4

Produksi Jagung Manis

Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 2) waktu tanam jagung manis berpengaruh sangat nyata terhadap bobot brangkasan total per petak, bobot jagung berkelobot per petak, bobot jagung berkelobot per tanaman, bobot jagung tanpa kelobot per petak, bobot jagung tanpa kelobot per tanaman dan jumlah daun per petak.

Tabel 14 menunjukkan bahwa jagung manis yang ditanam secara monokultur menghasilkan bobot brangkasan per petak lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditumpangsarikan dengan ubijalar klon Sukuh dan Ayamurashake baik yang ditanam bersamaan, 2MST, maupun 4 MST ubijalar. Namun jagung manis yang ditanam tumpangsari dengan klon Sukuh pada saat bersamaan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Gambar 7).

Gambar 7. Perbandingan bobot brangkasan per petak jagung manis pada setiap waktu tanam

(18)

Tabel 14. Hasil Panen Jagung Manis pada Perlakuan Waktu Tanam dalam Tumpangsaari Perlakuan Bobot Brangkasan/Petak Bobot Brangkasan/ Tanaman Bobot Jagung Berkelobot/ Petak Bobot Jagung Berkelobot/ Tanaman Bobot Jagung Tanpa Kelobot/Petak Bobot Jagung Tanpa Kelobot/Tanaman Jumlah Jagung Indeks Panen ---g--- buah

Jagung = Ubi Ayamurashake 4 017b 108.33ab 2 540ab 70cd 1 576.7ab 39.33cd 26.33a 0.23bc

Jagung 2MST Ayamurashake 2 913b 110.33ab 2 113.3abc 70.33cd 1 416.7ab 45.47bcd 28.a 0.28abc

Jagung 4MST Ayamurashake 940c 50.13b 253.3c 14.27e 132c 7.76d 11b 0.23bc

Jagung = Ubi Sukuh 4 753ab 185.67a 3 770ab 146.07ab 2 553.3a 93ab 32.33a 0.30ab

Jagung 2MST Sukuh 2 987b 94.67ab 1 617.3bcd 82.67bc 999.3abc 53.47bc 28.67a 0.36a

Jagung 4MST Sukuh 917c 48.80b 533.3cd 28.4de 341.7bc 17.33cd 11b 0.22bc

Jagung Monokultur 8 367a 218.67a 4 456.7a 184a 2 366.7a 131.33a 28.33a 0.18c

KK 21.83a) 25.96a) 32.96a) 21.58a) 34.11a) 27.96a) 20.78 22.88

Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%

a) = Hasil transformasi √x + 0.5

(19)

Jagung manis monokultur menghasilkan bobot jagung berkelobot per petak lebih tinggi serta berbeda nyata dibandingkan jagung manis tumpangsari dengan ubijalar Sukuh dan Ayamurashake yang ditanam saat 2 dan 4 MST ubijalar. Namun jagung manis yang ditanam bersamaan dengan ubijalar baik klon Ayamurashake maupun Sukuh tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan monokulturnya. Jagung manis yang ditanam bersamaan dengan ubijalar Ayamurashake memiliki bobot jagung berkelobot per tanaman yang tidak berbeda nyata dengan monokulturnya (Gambar 8).

Gambar 8. Perbandingan bobot jagung berkelobot per petak pada setiap waktu tanam

Gambar 9 memperlihatkan bahwa jagung manis monokultur menghasilkan bobot jagung tanpa kelobot per petak lebih tinggi dibandingkan dengan tumpangsari walaupun tidak berbeda nyata dengan tumpangsari jagung manis yang ditanam bersamaan dan 2 MST ubijalar klon Sukuh maupun Ayamurashake. Tumpangsari jagung manis dengan ubijalar yang ditanam 4 MST ubijalar klon Sukuh maupun Ayamurashake menghasilkan bobot jagung tanpa kelobot per petak yang paling rendah. Akan tetapi pada bobot jagung tanpa kelobot per tanaman hanya tumpangsari jagung manis yang ditanam bersamaan dengan klon Sukuh saja yang memiliki hasil yang tidak berbeda nyata dengan monokulturnya.

Indeks panen jagung manis berkisar antara 0.18 (monokultur) sampai dengan 0.36 (jagung manis yang ditanam 2 MST ubijalar Sukuh). Jagung manis

(20)

tumpangsari yang ditanam bersamaan dan 2 MST ubijalar klon Sukuh menghasilkan indeks panen yang berbeda nyata dengan monokulturnya.

Gambar 9. Perbandingan bobot jagung manis tanpa kelobot per petak pada setiap waktu tanam .

Pembahasan

Bertanam tumpangsari adalah menanam dua macam tanaman atau lebih secara serentak pada lahan dan waktu yang sama. Pola tanam tumpangsari memungkinkan adanya persaingan antara tanaman yang ditumpangsarikan dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya terutama dalam mendapatkan cahaya, udara, air, dan unsur hara. Pola tanam tumpangsari menghambat pertumbuhan panjang batang, jumlah cabang, dan jumlah daun tanaman ubijalar. Menurut Santoso dan Widodo (1994) pada sistem tumpangsari ubijalar dan jagung, jumlah radiasi yang diterima tanaman ubijalar lebih rendah akibat terhalang tajuk tanaman jagung sehingga menyebabkan proses fotosintesis berjalan lambat dan fotosintat yang dihasilkan rendah.

Pada penelitin ini ubijalar yang ditanam pada waktu yang bersamaan dengan jagung manis lebih cepat menerima efek naungan dibandingkan dengan ubijalar yang ditanam 2 dan 4 minggu sebelum jagung manis. Pada tumpangsari jagung manis yang ditanam 2 MST dan 4 MST ubijalar, tanaman ubijalar masih

(21)

dapat memperoleh radiasi cahaya yang lebih tinggi terutama pada masa awal pertumbuhan karena tanaman jagung belum tinggi dan manaungi pertanaman ubijalar.

Faktor genetik juga mempengaruhi perbedaan pertumbuhan yang nyata antara kedua klon ubijalar yang digunakan. Klon Ayamurashake cenderung menghasilkan batang, cabang dan daun yang lebih banyak dibandingkan dengan klon Sukuh. Namun menurut Cahyono dan Juanda (2000), ubijalar yang memiliki daun berukuran besar memiliki produktivitas umbi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubijalar yang berdaun kecil karena daun yang lebar mampu berfotosintesis lebih baik dan efektif dibandingkan daun yang kecil. Hal ini dapat diketahui dari hasil panen yang memperlihatkan bahwa klon Sukuh menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan klon Ayamurashake baik monokultur maupun tumpangsari (Tabel 9).

Pada masing-masing klon walaupun tidak berbeda nyata, ubijalar yang ditanam secara monokultur masih memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumpangsari. Menurut Santoso dan Widodo (1994) pada pola tanam tumpangsari terjadi penurunan hasil ubijalar dibandingkan dengan monokultur karena adanya hambatan dalam translokasi hasil asimilat karena asimilat banyak terakumulasi ke bagian tajuk tanaman dibandingkan ke bagian umbi.

Selain cahaya, faktor ketersediaan hara juga mempengaruhi hasil tanaman ubijalar terutama unsur kalium. Pada penelitian ini pemupukan hanya berdasarkan rekomendasi dan diberikan pada tanaman ubijalar sehingga pada tumpangsari terjadi kompetisi dalam memperebutkan unsur hara antara ubijalar dan jagung manis. Menurut Hahn dan Hozyo (1984) persediaan kalium yang cukup menyebabkan aktivitas yang cepat dalam kambium dan pembentukan lignin akar sedikit yang merupakan suatu kombinasi yang menguntungkan bagi perkembangan umbi. Unsur K secara positif paling membantu pembentukan umbi. Semakin banyak unsur K dalam tanah maka semakin banyak pula unsur K yang dihisap ke dalam batang dan daun. Hal ini akan lebih menggiatkan fotosintesis karena semakin banyak katalisator K maka pengaruhnya akan semakin banyak karbohidrat yang terbentuk dan semakin banyak terjadi

(22)

penyimpanan karbohidrat pada umbi sehingga memperbesar pembentukan umbi (Lingga et al, 1986). Hasil panen umbi ubijalar pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9.

Pada pertanaman jagung manis, perlakuan monokultur menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tumpangsari. Pada jagung yang ditanam tumpangsari dengan ubijalar terdapat kecenderungan bahwa semakin lama ditanam maka pertumbuhan jagung manis akan semakin terhambat. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan tinggi tanaman jagung manis yang ditanam bersamaan dengan ubijalar lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam lebih lambat yaitu 2 dan 4 MST ubijalar (Tabel 10).

Jagung manis yang ditanam 4 MST ubijalar menghasilkan tinggi tanaman paling rendah pada seluruh periode pertumbuhan, serta batangnya mudah patah. Kondisi ini diduga jagung manis tidak mampu bersaing untuk tumbuh dengan baik karena pada masa awal pertumbuhannya, tajuk ubijalar sudah semakin menutupi ruang tumbuh jagung sehingga pada pertumbuhan awalnya sudah mengalami kekurangan radiasi matahari yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan. Selain itu keadaan yang lembab akibat dari naungan tajuk mendorong terjadinya penyakit bulai.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapang terdapat perbedaan antara warna daun jagung manis monokultur dengan warna daun jagung manis yang ditanam secara tumpangsari. Jagung manis tumpangsari menghasilkan warna daun yang lebih muda dibandingkan dengan monokultur. Hal ini diduga karena pada tumpangsari terdapat persaingan dalam memperebutkan unsur hara N yang diperlukan dalam proses pertumbuhan vegetatif tanaman. Menurut Soepardi (1983), kekurangan unsur N dicirikan oleh daun yang menguning atau hijau kekuningan dan cepat gugur sehingga kemampuan fotosintesis berkurang serta tanaman tumbuh kerdil dan sistem perakaran terbatas.

Pertumbuhan jagung manis mampengaruhi produktivitas hasil panen. Semakin baik pertumbuhan vegetatif tanaman maka hasil panen juga semakin baik. Jagung monokultur menghasilkan hasil panen yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumpangsari. Pada jagung yang ditanam tumpangsari semakin lama tanaman ditanam setelah ubijalar maka produktivitasnya semakin

(23)

menurun. Jagung manis yang ditanam 4 MST ubijalar mengalami penurunan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan tumpangsari lainnya (Tabel 14). Hasil ini diduga karena tanaman yang ditanam 4 MST ubijalar tidak mampu bersaing dalam memperebutkan faktor-faktor pertumbuhan akibat kurangnya pasokan hara dan ternaungi oleh ubijalar pada awal pertumbuhan. Suprapto dan Marzuki (2002) menyatakan bahwa kekurangan faktor tumbuh pada awal pertumbuhan dapat berpengaruh permanen terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.

Jagung manis yang ditumpangsarikan dengan ubijlar menghasilkan tongkol yang lebih kecil dan memiliki biji yang tidak merata. Hal ini terjadi karena jagung manis tumpangsari mengalami kompetisi dalam pemanfaatan unsur hara P dengan ubijalar. Menurut Palungkun dan Budiarti (2002), unsur fosfor sangat diperlukan oleh tanaman pada saat pembentukan biji sehingga menjadi bentuk yang sempurna. Hasil panen jagung manis pada setiap perlakuan waktu tanam dapat dilihat pada Tabel 14.

Nisbah Kesetaraan Lahan

Pada Tabel 15 dapat diketahui bahwa tumpangsari jagung manis yang ditanam bersamaan dengan ubijalar menghasilkan NKL yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumpangsari lainnya baik berdasarkan bobot total umbi dan tongkol per petak maupun bobot layak pasar per petak. Tumpangsari jagung manis yang ditanam bersamaan dengan ubijalar Sukuh memiliki NKL sebesar 2.76 sedangkan yang ditanam dengan klon Ayamurashake sebesar 1.79. Berdasarkan bobot layak pasar NKL ubijalar Sukuh ialah 1.44 sedangkan yang ditanam dengan ubijalar Ayamurashake ialah 1.81.

Nilai NKL 1.81 menunjukkan bahwa diperlukan lahan seluas 1.81 kali lebih besar untuk penanaman monokultur ubijalar dan jagung manis agar mendapatkan hasil yang setara dengan hasil tumpangsari tersebut. Palaniappan (1985) dalam Setiawan 2007 menyatakan bahwa pada pola tanam tumpangsari hasil masing-masing jenis tanaman dapat mengalami penurunan dibandingkan jika ditanam tunggal, namun karena diimbangi oleh adanya hasil tanaman yang lainnya sehingga secara keseluruhan hasil tanaman lebih tinggi dibandingkan hasil tunggalnya.

(24)

Tabel 15. Nilai NKL Tumpangsari Jagung Manis dan Ubijalar pada Berbagai Waktu Tanam

Perlakuan

NKL berdasakan hasil per petak

NKL berdasarkan bobot

layak pasar

Jagung Manis = Ayamurashake 1.79 1.81

Jagung Manis 2 MST Ayamurashake 1.36 1.22

Jagung Manis 4 MST Ayamurashake 0.79 0.56

Jagung Manis = Sukuh 2.76 1.44

Jagung Manis 2 MST Sukuh 1.16 1.34

Gambar

Tabel  2.  Rekapitulasi  Hasil  Analisis  Ragam  Pengaruh  Perlakuan  terhadap Hasil Panen Ubijalar dan Jagung Manis
Gambar 1. Grafik pertumbuhan panjang batang ubijalar
Gambar 1. Grafik pertumbuhan jumlah cabang per tanaman ubijalar
Tabel 6. Jumlah Cabang per Tanaman Ubijalar pada 10 MST
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa,pada uji coba bukaan kran sudut 90˚ efesien nilai debit air yang di keluarkan,pada uji coba ukuran diameter turbin Pleton

Sebaliknya, pihak Quraisy menolak untuk mengembalikan orang-orang Madinah yang kembali ke Mekah, (4) selama sepuluh tahun dilakukan genjatan senjata antara masyarakat Madinah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompetensi, independensi, dan profesionalisme yang merupakan sikap minimal yang harus dimiliki

Selama ini masalah yang terjadi di SDN 01 Tonggolobibi adalah masalah yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, khususnya pada mata pelajaran Pendidikan

mengampanykan perdamaian, mengingat selama ini pemuda jarang dilibatkan dalam keagiatan perdamaian maupun dialog lintas iman. Pemuda merupakan harapan bangsa yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara parsial maupun secara bersama-sama yang signifikan antara kualifikasi akademik, pengalaman kerja dan

dan di Tiru semakin tidak diminati, keberadaannya pun semakin menempatkan dirinya pada posisi sebagai mitra belajar sehingga tidak lagi berperan menjadi panutan

Pertumbuhan laba yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat berpengaruh terhadap kualitas laba, karena jika suatu perusahaan mempunyai kesempatan untuk tumbuh terhadap