• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kejahatan. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P. Topinard ( )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kejahatan. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P. Topinard ( )"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Umum Tentang Kriminologi

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P. Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi Prancis secara harpiah berasal dari kata “Crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat “logos” berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan dan penjahat.1 Beberapa Sarjana memberikan definisi berbeda mengenai kriminologi ini diantaranya:

Bonger memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Melalui definisi ini, Bonger lalu membagi kriminologi ini menjadi kriminologi murni yang mencakup:

1. Antropologi Kriminil

Antropologi kriminil ialah ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatic). Ilmu pengetahuan ini memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam tubuhnya.

2. Sosiologi Kriminil

Sosiologi kriminil ialah ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat.

3. Psikologi Kriminil

Psikologi kriminil ialah ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya.

(2)

8

4. Psikopatologi dan Neoropatologi Kriminologi

Psikopatologi dan neoropatologi kriminologi ialah ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat saraf.

5. Penologi

Penologi ialah ilmu tentang tubuh dan berkembangnya hukuman. Disamping itu terdapat kriminologi terapan yang berupa :

1. Higiene Kriminil

Usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan. 2. Politk Kriminil

Usaha penanggulangan kejahatan, dimana suatu kejahatan telah terjadi. 3. Kriminalistik (Policie Scientific) yang merupakan ilmu tentang pelaksanaan

penyidikan teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan.2

Sutherland merumuskan kriminologi sebagai keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan jahat sebagai gejala sosial.

Noach merumuskan kriminologi sebagai ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela yang menyangkut orang-orang yang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela itu. Selain itu menurut Wolfgang, Savitz dan Johnston dalam The sociologi of crime and Delinquency memberikan definisi kriminologi sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan keseragaman-keseragaman, pola-pola dan faktor-faktor kausal yang berhubungan

2

(3)

9

dengan kejahatan, pelaku kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya. Jadi objek studi kriminologi melingkupi :

a. Perbuatan yang di sebut sebagai kejahatan b. Pelaku kejahatan dan

c. Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun terhadap pelakunya.

Ketiganya ini tidak dapat dipisah-pisahkan suatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai kejahatan bila ia mendapat reaksi dari masyarakat.3

2.2 Tinjauan Tentang Korban Kejahatan 2.2.1 Pengertian Korban

Mengenai pengertian korban itu sendiri seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan “korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.”4

Berbagai pengertian korban banyak dikemukakan baik oleh para ahli maupun bersumber dari konvensi-konvensi internasional yang membahas mengenai korban kejahatan, sebagian diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Arief Gosita

Menurutnya, “korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan

3 Ibid 4

Rena Yulia, VIKTIMOLOGI : Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hal 49.

(4)

10

kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi manusia.”5

2) Muladi

Korban (Victims) adalah orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik, atau mental, emosional, ekonomi, atau gangguansubstansial terhadap hak-haknya yang fundamental, melalui perbuatan atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk penyalahgunaan kekuasaan.6

Dengan mengacu pada beberapa pengertian korban diatas, dapat dilihat bahwa korban pada dasarnya tidak hanya orang perorangan atau kelompok yang secara langsung menderita akibat dari perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian/penderitaan bagi diri/kelompoknya, bahkan lebih luas lagi termasuk didalamnya keluarga dekat atau tanggungan langsung dari korban dan orang-orang yang mengalami kerugian ketika membantu korban mengatasi penderitaannya atau untuk mencegah viktimisasi.

2.2.2 Pengertian Kejahatan

Berbicara mengenai kejahatan, maka harus dibedakan terlebih dahulu mengenai kejahatan dalam arti yuridis (perbuatan yang termasuk tindak pidana) dan kejahatan dalam arti sosiologis (perbuatan yang patut dipidana). Perbuatan yang termasuk tindak pidana adalah perbuatan dalam arti melanggar undang-undang dan perbuatan yang patut dipadana adalah perbuatan yang melanggar

5

Dikdik M. Arief Mansur & Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008, hal 46-48.

(5)

11

norma atau kesusilaan yang ada di masyarakat tetapi tidak diatur dalam perundang-undangan.

Menurut Kamus Hukum, pengertian jahat/kejahatan adalah: “1. perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis yang dalam hal ini adalah hukum pidana; 2. perbuatan yang jahat; 3. sifat yang jahat; 4. dosa.”7

Secara etimologi “Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan.” Kejahatan merupakan suatu perbuatan tingkah laku yang sangat ditentang oleh masyarakat dan paling tidak disukai oleh rakyat.8

Sahetapy dalam Rena Yulia mempunyai pandangan bahwa:

kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan penanaman yang relatif, mengandung varibilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif) yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.9

Arif Gosita dalam buku yang sama mengatakan “kejahatan adalah hasil interaksi karena adanya interelasi antara fenomena yang ada dan yang saling mempengaruhi.” Kejahatan yang dimaksud adalah kejahatan dalam arti luas. Artinya tidak saja kejahatan yang dirumuskan dalam undang-undang hukum pidana saja melainkan juga tindakan-tindakan yang menimbulkan penderitaan dan

7

Sudarsono, Kamus Hukum (edisi baru), Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal 191.

8

Dikdik M. Arief Mansur & Elisatris Gultom, Op.cit., hal 56.

(6)

12

tidak dapat dibenarkan serta dianggap jahat. Tidak atau belum dirumuskan dalam undang-undang dikarenakan situasi dan kondisi tertentu.10

2.3 Bentuk-Bentuk Perlindungan Korban Kejahatan

Setiap terjadi kejahatan, mulai dari kejahatan ringan sampai dengan kejahatan berat, pastilah korban akan mengalami penderiataan, baik yang bersifat materiil maupun immateriil. Penderitaan yang dialami oleh korban dan keluarganya tentu tidak akan berakhir dengan ditangkap dan diadilinya pelaku kejahatan, terlebih apabila penderitaan itu berakibat korban menderita cacat seumur hidup atau meninggal dunia.

Secara teoritis, bentuk perlindungan terhadap korban kejahatan dapat diberikan dalam berbagai cara, bergantung pada penderitaan/kerugian yang diderita oleh korban. Sebagai contoh, untuk kerugian yang sifatnya mental/psikis tentunya bentuk ganti rugi dalam bentuk materi/uang tidaklah memadai apabila tidak disertai dengan upaya pemulihan mental korban. Sebaliknya, apabila korban hanya menderita kerugian secara materiil (seperti, harta bendanya hilang) pelayanana yang sifatnya psikis terkesan terlal berlebihan.

Ada beberapa bentuk perlindungan korban kejahatan yang lazim diberikan, antara lain sebagai berikut:

1. Pemberian Restitusi dan Kompensasi 2. Konseling

3. Pelayanan/Bantuan Medis

(7)

13 4. Bantuan Hukum

5. Pemberian Informasi

2.4 Tinjauan Tentang Tindak Pidana Pencabulan 2.4.1 Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan salah satu istilah untuk menggambarkan suatu perbuatan yang dapat dipidana, dalam bahasa Belandanya “strafbaarfeit”.

Pembentuk Undang-Undang kita telah menggunakan perkataan “strafbaarfeit” untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Perkataan “feit” itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau “een gedeelte van de werkelijkheid”, sedang “strafbaar” berarti “dapat dihukum”, hingga secara harfiah perkataan “strafbaar feit” itu dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum.”11

Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya yang berjudul “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia” menuliskan bahwa, “tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukum pidana.”12

Dalam konsep RUU (Rancangan Undang-Undang) KUHP 2004 s/d 2006/2007, yang dimaksud dengan tindak pidana yang dirumuskan pada Pasal 11 ayat 1, berbunyi: “tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak

11

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal 181

12 WirjonoProdjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2009,

(8)

14

melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.”13

2.4.2 Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencabulan

Setiap tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu pada umumnya dapat kita jabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur objektif

Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung didalam hatinya. Objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan si pelaku itu harus dilakukan.14

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tindak pidana kesusilaan mengenai perbuatan cabul dirumuskan dalam pasal: 289, 290, 292, 293, 294, 295, dan 296 yang kesemuanya merupakan kejahatan. Dan pasal-pasal yang mengatur mengenai perbuatan cabul korbannya anak di bawah umur adalah pasal 290, 292, 293, 294, dan 295.

Penjabaran mengenai unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 290, 292, 293, 293, dan 294 adalah sebagai berikut:

13 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana: (Perkembangan Penyusunan

Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hal 78.

(9)

15

1. Pasal 290, Mengenai Perbuatan Cabul Pada Orang Pingsan Atau Tidak Berdaya, Umurnya Belum 15 Tahun Dan Lain-Lain.15

Pasal 290 KUHP terdiri dari tiga ayat, dimana dalamnya mengandung unsur-unsur yang berbeda dari setiap ayatnya.

a. Kejahatan Butir 1, mempunyai unsur-unsur: Unsur-unsur Objektif:

a) Perbuatannya: perbuatan cabul; b) Objeknya: dengan seorang; c) Dalam keadaan: 1) pingsan; atau

2) tidak berdaya; Unsur Subyektif:

d) Diketahuinya bahwa orang itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya. b. Kejahatan Butir 2, mempunyai unsur-unsur:

Unsur-unsur Objektif:

a) Perbuatannya: perbuatan cabul; b) Objeknya: dengan seorang;

c) Yang: 1) umurnya belum 15 tahun, atau

2) jika tidak jelas umurnya orang itu belum waktunya untuk dikawin;

Unsur Subjektif:

d) Diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum 15 tahun.

15 Adami Chawawi, Tindak Pidana Mengenai Mengenai Kesopanan, Rajagrafindo Persada,

(10)

16

c. Kejahatan Butir 3, mempunyai unsur-unsur: Unsur-unsur Objektif:

a) Perbuatannya: Membujuk;

b) Objeknya: orang yang: 1) umurnya belum 15 tahun; atau

2) jika umurnya tidak jelas belum waktunya untuk dikawin;

c) Untuk: 1) melakukan perbuatan cabul; 2) dilakukan perbuatan cabul; 3) bersetubuh diluar perkawinan; Unsur Subjektif:

d) Yang diketahuinya umurnya belum lima belas tahun, atau jika tidak jelas umurnya yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin.

2. Pasal 292, Mengenai Perbuatan Cabul Sesama Kelamin (Homo Seksual).16 Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 292 KUHP, adalah sebagai berikut:

Unsur-unsur Objektif:

a) Perbuatannya: perbuatan cabul; b) Si pembuatnya: oleh orang dewasa;

c) Objeknya: pada orang sesama jenis kelamin yang belum dewasa. Unsur Subjektif:

d) Yang diketahuinya belum dewasa atau yang seharusnya patut diduganya belum dewasa.

16

(11)

17

3. Pasal 293, Mengenai Menggerakkan Orang Belum Dewasa Untuk Melakukan Atau Dilakukan Perbuatan Cabul.17

Rumusan tentang kejahatan mengerakkan orang yang belum dewasa untuk berbuat cabul, terdapat dalam ayat (1), yang apabila dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

Unsur Objektif:

a) Perbuatannya: mengerakkan;

b) Cara-caranya: 1) memberi uang atau barang;

2) menjanjikan memberi uang atau barang;

3) menyalahgunakan perbawa yang timbul dari hubungan keadaan;

4) penyesatan;

c) Objeknya: orang yang belum dewasa; d) Yang baik tingkah lakunya;

e) Untuk: 1) melakukan perbuatan cabul;

2) dilakukan perbuatan cabul dengannya; Unsur Subjektif:

f) Diketahuinya atau selayaknya harus diduganya tentang belum kedewasaannya.

4. Pasal 294, Mengenai Perbuatan Cabul Dengan Anaknya, Anak Tirinya, Anak Dibawah Pengawasannya Yang Belum Dewasa, Dan Lain-Lain.18

17 Ibid, hal 90-91 18 Ibid, hal 99

(12)

18

Mengenai perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa terdapat dalam rumusan pasal 294 ayat (1), dimana unsur-unsurnya adalah:

Unsur Objektif:

a) Perbuatannya: perbuatan cabul;

b) Objek: dengan: 1) anaknya yang belum dewasa; 2) anak tirinya yang belum dewasa; 3) anak angkatnya yang belum dewasa;

4) anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa; yang pemeliharaannya; pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya;

5) pembantunya yang belum dewasa; 6) bawahannya yang belum dewasa.

2.4.3 Pengertian Pencabulan

Persepsi terhadap kata “cabul” tidak dimuat dalam KUHP. Kamus Besar Bahasa Indonesia memuat artinya sebagai berikut “keji dan kotor, tidak senonoh (melanggar kesopanan)”.

Menurut J. M. Van Bemmelen dalam bukunya Ledeng Marpaung, terhadap arti kata “cabul” mengutarakan antara lain:

...pembuat undang-undang sendiri tidak memberikan keterangan yang jelas tentang pengertian cabul dan perbuatan cabul dan sama sekali

(13)

19

menyerahkan kepada hakim untuk memutuskan, apakah suatu tindakan tertentu harus atau dapat dianggap sebagai cabul atau tidak.19

Pada RUU KUHP, pasal 289 KUHP diambil alih pada pasal 390 (14.14) yang pada penjelasan resmi berbunyi sebagai berikut:

Pasal ini sama dengan pasal 289 KUHP.

Disini tindak pidananya adalah dengan kekerasaan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul. Yang dimaksud dengan perbuatan cabul ialah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin.20

Perbuatan cabul sebagaimana dijelaskan pada RUU KUHP adalah dalam lingkungan nafsu berahi kelamin misalnya:21

1) Seorang laki-laki dengan paksa menarik tangan seorang wanita dan menyentuhkan pada alat kelaminnya;

2) Seorang laki-laki merabai badan seorang anak laki-laki dan kemudian membuka kancing baju anak tersebut untuk dapat mengelus teteknya dan menciumnya. Pelaku melakukan hal tersebut untuk memuaskan nafsu seksualnya.

Perbuatan cabul dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang merusak kesusilaan. Meskipun menekankan pada aspek susila, perbuatan cabul dengan gamblang dapat dipahami yang dilakukan untuk mendapatkan kepuasaan seksual dari orang lain, maka tetap saja unsur utamanya ada pada pemanfaatan seksual secara tidak sah. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan

19 Ledeng, Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan Dan Masalah Prevensinya, Sinar Grafika,

Jakarta, 2008, hal 64.

20 Ibid, hal 64. 21 Ibid, hal 65.

(14)

20

pencabulan tidak merujuk pada jenis kelamin tertentu akan tetapi umum dapat terjadi pada baik laki-laki apalagi perempuan.22

Pengertian dari pencabulan memiliki definisi yang berbeda-beda dari setiap negara, diantaranya 23:

1. Definisi pencabulan yang diambil dari Amerika Serikat, maka definisi pencabulan yang diambil dari The National Center on Child Abuse and Neglect US, ‘sexual assault’ adalah “Kontak atau interaksi antara anak dan orang dewasa dimana anak tersebut dipergunakan untuk stimulasi seksual oleh pelaku atau orang lain yang berada dalam posisi memiliki kekuatan atau kendali atas korban”. Termasuk kontak fisik yang tidak pantas, membuat anak melihat tindakan seksual atau pornografi, menggunakan seorang anak untuk membuat pornografi atau memperlihatkan alat genital orang dewasa kepada anak.

2. Negara Belanda memberikan pengertian yang lebih umum untuk pencabulan, yaitu persetubuhan di luar perkawinan yang dilarang yang diancam pidana. Indonesia sendiri tidak memiliki pengertian kata ‘pencabulan’ yang cukup jelas.

3. Bila mengambil definisi dari buku Kejahatan Seks dan Aspek Medikolegal Gangguan Psikoseksual, maka definisi pencabulan adalah semua perbuatan yang dilakukan untuk mendapatkan kenikmatan seksual sekaligus mengganggu kehormatan kesusilaan.

22 Anjaz Hilman, Seksualitas & Hak Reproduksi Perempuan (online),

http://sites.google.com/site/anjazhilman/seksualitas-hak-reproduksi-perempuan (07 November 2010)

23 Marry, Findy, Ferius, Carey (FKUI), Child Molestation (Pencabulan Pada Anak) (online),

(15)

21

Pengertian perbuatan cabul (ontuchtige handelingen) adalah segala macam wujud perbuatan, baik yang dilakukan pada diri sendiri maupun dilakukan pada orang lain mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu seksual.24

24

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pemanfaatan controller SDN, administrator jaringan dapat mengubah sifat dan prilaku jaringan secara riil time dan mendeploy aplikasi baru dan layanan

[1] Barotrauma merupakan segala sesuatu yang diakibatkan oleh tekanan kuat yang tiba-tiba dalam ruangan yang berisi udara pada tulang temporal, yang diakibatkan oleh kegagalan

(3) ada pengaruh yang signifikan penggunaan model Make A Match terhadap kemampuan menghitung luas persegi dan persegi panjang siswa kelas III SDN Gampeng 2 Ngluyu Nganjuk Tahun

(4) penduduk berpendapatan rendah sulit memenuhi kebutuhan hidup (5) meningkatnya produktifitas penduduk desa dengan teknologi tepat guna Dampak positif dari interaksi desa-

Mahasiswa program studi pendidikan biologi di Program Stdi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyha Malang adalah calon sarjana pendidikan biologi yang dikemudian

Belum dilaksanakan sepenuhnya rencana aksi nasional untuk Tuna Cakalang Tongkol.tersedia (Permen 107/ 2015) yang diterbitkna pada agustus 2015 3.1.2 Pelatihan mengenai stock

Karena modal memulai usaha Network Marketing yang sangat rendah (terjangkau oleh siapapun juga), memiliki sistem yang telah teruji yang memungkinkan penghasilan

Berdasarkan dari studi kasus dalam penelitian yang telah dilakukan oleh yang bersangkutan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa penerapan MBS atau pengimplementasiannya pada