1 POTENSI TANAMAN AZOLLA (Azolla pinnata) SEBAGAI FITOREMEDIATOR ION TIMBAL (II), ION KADMIUM (II)
DAN ION KROMIUM (VI)
Eka Meilian Sari1, T. Abu Hanifah2, Ganis Fia Kartika2 1
Mahasiswa Program Studi S1 Kimia FMIPA-Universitas Riau 2
Dosen Jurusan Kimia FMIPA-Universitas Riau
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Bina Widya, Pekanbaru, 28293, Indonesia
eka.meilian.sari.ems@gmail.com
ABSTRACT
The ability of azolla (Azolla pinnata) was tested as phytoremediator for lead, cadmium and chromium in simulation solution. The plants was grown in a glass reactor containing 25 mg/L of lead, cadmium and chromium solution of time exposure 0, 3, 6, 12 and 15 days. Lead, cadmium and chromium content of the simulation solution and plants were analysed before and after treatment using Atomic Absorption Spektrophotometer and UV-Vis spectrophotometer. Lead, cadmium and chromium content in plant tissues increases as the length of time exposure. The highest percent absorption efficiency for lead ion is 58,14% (day 12), for cadmium ion is 40,32% (day 12) and for chromium ion is 32,55% (day 6). The values of bioconcentration factor (BCF) obtained for Pb, Cd, Cr were greater than 1, which indicated for azolla plant is able to be used as a Pb, Cd and Cr ions phytoremediator.
Keywords : azolla, BCF, cadmium, chromium, percent absorption efficiency, lead
ABSTRAK
Potensi tanaman azolla (Azolla pinnata) diuji untuk fitoremediator ion timbal, kadmium dan kromium pada larutan simulasi. Tanaman akan ditumbuhkan dalam reaktor kaca yang berisi larutan simulasi ion timbal, kadmium dan kromium dengan konsentrasi masing-masing 25 mg/L selama waktu pemaparan 0, 3, 6, 12 dan 15 hari. Kandungan ion timbal, kadmium dan kromium dari larutan simulasi dan tanaman dihitung sebelum dan setelah perlakuan menggunakan spektrofotometer serapan atom dan spektrofotometer UV-Vis. Kandungan timbal, kadmium dan kromium dalam jaringan tanaman meningkat seiring lamanya waktu pemaparan. Persen efisiensi penyerapan tertinggi untuk ion sebesar 58,14% (hari ke-12), ion Cd sebesar 40,32% (hari ke-12) dan Cr sebesar 32,55% (hari ke-6). Nilai Faktor Biokonsentrasi (BCF) yang didapat untuk ion logam Pb, Cd dan Cr besar dari 1, yang menunjukkan bahwa tanaman azolla mampu dijadikan sebagai akumulator ion logam Pb, Cd dan Cr.
2 PENDAHULUAN
Perkembangan dalam bidang industri di Indonesia pada saat ini cukup pesat. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya industri yang memproduksi berbagai jenis kebutuhan manusia seperti industri kertas, tekstil, penyamak kulit, dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan industri tersebut, maka semakin banyak pula hasil samping yang diproduksi sebagai limbah. Salah satu limbah tersebut adalah limbah logam berat seperti Pb, Cd, Cr, Hg, Zn, Cu dan sebagainya (Yulianti, 2015). Penyebaran logam berat di tanah, perairan, ataupun udara dapat melalui berbagai hal, seperti pembuangan secara langsung limbah indutri, baik limbah padat maupun limbah cair, dapat pula melalui udara karena banyak industri yang membakar begitu saja limbahnya dan membuang hasil pembakaran tanpa melalui pengolahan lebih dulu (Nur, 2013). Limbah ini akan menyebabkan pencemaran serius terhadap lingkungan jika kandungan logam berat yang terdapat di dalamnya melebihi ambang batas serta mempunyai sifat racun yang sangat berbahaya dan akan menyebabkan penyakit serius bagi manusia apabila terakumulasi di dalam tubuh.
Saat ini, telah banyak usaha yang dilakukan untuk mengurangi pencemaran logam berat di perairan baik secara fisika, kimia maupun secara biologi. Banyak peneliti telah melakukan remediasi terhadap lingkungan tercemar logam berat menggunakan teknik fisika maupun kimia dengan proses pertukaran ion, pengendapan, dan sebagainya. Salah satu teknik remediasi yang gencar dilakukan saat ini untuk mengurangi pencemaran logam berat secara biologi adalah fitoremediasi. Fitoremediasi adalah upaya penggunaan tanaman dan bagian-bagiannya untuk dekontaminasi
limbah dan masalah-masalah pencemaran lingkungan baik secara
ex-situ menggunakan kolam buatan atau
reaktor maupun in-situ (langsung di lapangan) pada tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah. Dimana tujuannya dilakukan remidiasi ini agar lahan yang tercemar dapat digunakan kembali untuk berbagai kegiatan secara aman. Fitoremediator yang digunakan dapat berupa pohon, semak, dan tanaman air untuk menghilangkan bahan-bahan berbahaya baik organik maupun anorganik di lingkungan. Keuntungan utama dari aplikasi teknik fitoremediasi dibandingkan dengan sistem remediasi lainnya adalah biaya yang dibutuhkan lebih murah dibandingkan dengan teknik lainnya.
Tidak semua tumbuhan dapat dijadikan sebagai agen fitoremediasi, menurut Brown et al, (1995) yang digunakan dalam fitoremediasi adalah tumbuhan yang memiliki karakter-karakter sebagai berikut: (i) Tumbuhan memiliki tingkat laju penyerapan unsur dari tanah yang lebih tinggi dibanding tanaman lainnya, (ii) Tumbuhan dapat mentoleransi unsur dalam tingkat yang tinggi pada jaringan akar dan tajuknya, dan (iii) Tumbuhan memiliki laju translokasi logam berat dari akar ke tajuk yang tinggi sehingga akumulasinya pada tajuk lebih tinggi dari pada akar. Salah satu tanaman yang dapat digunakan adalah tanaman azolla (Azolla pinnata).
Azolla merupakan tumbuhan jenis paku-pakuan air yang hidupnya mengambang di atas permukaan air. Tumbuhan azolla merupakan tumbuhan akuatik yang dapat kita temukan pada area persawahan dan merupakan emerge
plant. Emerge plant adalah tumbuhan
yang akar dan sebagian batangnya terendam di dalam air, sedangkan sebagian batang, daun dan bunganya
3 muncul di permukaan air (Lumpkin dan
Pluncknett, 1980).
METODE PENELITIAN a. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor kaca berukuran 40 x 39 x 25 cm sebanyak 6 buah sebagai media fitoremediasi, Spektrofotometri Serapan Atom (Shimadzu tipe AA-7000),
Spektrofotometer UV-VIS (V-1100 D), timbangan analitik (Mettler tipe AE200),
pemanas listrik, kertas saring Whatman No.42, dan peralatan kaca yang biasa digunakan di laboratorium.
Bahan-bahan yang digunakan adalah Pb(NO3)2, Cd(NO3)2.4H2O,
K2Cr2O7, tanaman azolla (Azolla pinnata), HNO3 pekat 65% p.a, 1,5
difenilkarbazida, H2SO4, H3PO4, aseton,
air sumur dan akuades. b. Prosedur penelitian
1. Persiapan tanaman azolla (Azolla pinnata) dan media fitoremediasi
Tanaman azolla diambil dari areal persawahan sekitar Desa Simpang Kubu, Kampar. Tanaman azolla ini diambil sebanyak ± 3000 gram dan diambil semua bagian meliputi akar dan daun. Media fitoremediasi yang digunakan berupa reaktor yang terbuat dari kaca dengan ukuran ketebalan 5 mm dengan ukuran 40 x 39 x 25 cm (volume 6 Liter).
2. Aklimatisasi tanaman azolla (Azolla pinnata)
Aklimatisasi bertujuan untuk menetralkan tumbuhan azolla terhadap media tanam sebelumnya. Metode aklimatisasi dilakukan dengan
mengadaptasikan tanaman pada bak plastik yang berisi air sumur, memilih tumbuhan azolla yang sehat, segar serta tidak tercampur dengan spesies lain. Aklimatisasi tanaman dilakukan selama tujuh hari dengan sistem pencahayaan alami. Aklimatisasi dilakukan selama 1 minggu (Arimby, 2014).
3. Proses fitoremediasi
Tanaman Azolla (Azolla pinnata) yang telah diaklimatisasi dipindahkan ke dalam reaktor yang berisi masing-masing larutan simulasi Pb, Cd dan Cr
dengan konsentrasi 25 ppm sebanyak 120 gram. Pengamatan dan pengukuran sampel larutan dan tanaman azolla dilakukan pada hari ke 0 (sebelum dilakukan fitoremediasi), 3, 6, 12 dan 15 hari (setelah dilakukan fitoremediasi). Pada penelitian ini terdapat kontrol yang berisi larutan tanpa penanaman tanaman azolla. Terdapat 3 kali pengulangan.
Hasil konsentrasi dari ion Pb (II), Cd (II) dan Cr (VI) digunakan untuk menentukan nilai faktor biokonsentrasi (BCF).
Faktor biokonsentrasi (BCF) adalah kemampuan tanaman untuk mengakumulasi logam tertentu sehubungan dengan konsentrasi dalam air.
BCF =
4. Penentuan kadar air dalam tanaman azolla
Tanaman azolla yang akan dianalisis ditimbang massanya. Kemudian azolla dimasukkan ke dalam wadah yang sudah diketahui berat konstannya. Lalu wadah tersebut dipanaskan dalam oven pada suhu 1100C selama 1 jam. Setelah itu dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga konstan.
4 5. Analisis ion timbal dan kadmium
pada larutan simulasi ion timbal dan kadmium
Larutan simulasi timbal dan kadmium diambil masing-masing sebanyak 20 mL pada masing-masing reaktor menggunakan pipet gondok (3 kontrol dan 3 perlakuan untuk masing-masing logam). Selanjutnya kandungan Pb dan Cd pada larutan dianalisis menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).
6. Analisis timbal dan kadmium pada bagian tanaman azolla
Tanaman azolla (Azolla pinnata) yang telah dipanen, diambil kemudian dikeringkan dalam oven (sebelumnya tanaman dibungkus dengan aluminium foil) pada suhu 110oC selama 2 jam kemudian digerus hingga menjadi tepung dan ditimbang sebanyak 0,5 gram. Selanjutnya didestruksi dengan menambahkan 10 mL asam nitrat pekat p.a kemudian dipanaskan pada suhu 60oC selama 7-10 menit sampai larutan berubah warna dan bening. Hasil destruksi kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 42, lalu diencerkan dengan akuades dalam labu takar 50 mL dan ion Pb dan Cd dalam tanaman dianalisis menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA). 7. Analisis ion kromium pada
larutan simulasi ion kromium Sebanyak 2,5 mL larutan ion kromium pada masing-masing reaktor (3 kontrol dan 3 perlakuan) dipipet, dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL, kemudian ditambahkan 2 mL asam sulfat
2 M, 3 tetes asam phospat dan 0,5 mL 1,5-difenilkarbazida. Kemudian
dihomogenkan dan didiamkan selama 20
menit, selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang optimum. 8. Analisis kromium pada bagian
tanaman azolla
Tanaman azolla dari masing-masing reaktor (3 perlakuan) diambil dan dikeringkan dalam oven (sebelumnya tanaman dibungkus dengan aluminium foil) pada suhu 110oC hingga kering. Setelah kering, sampel digerus hingga halus, kemudian ditimbang sebanyak 0,5 gram. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL dan ditambahkan 10 mL asam nitrat pekat (HNO3) kemudian di panaskan
hingga berubah warna dan bening. Lalu disaring menggunakan kertas saring Whatman No.42 ke dalam labu takar 50 mL. Setelah itu ditambahkan akuades hingga tanda batas. Analisis kandungan Cr dalam sampel tanaman di lakukan dengan spektrofotometer UV-Vis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Kadar air dalam tanaman azolla Hasil analiss kadar air pada tanaman azolla dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Hasil analisis kadar air pada tanaman azolla
Penentuan kadar air bertujuan untuk mengetahui kemampuan tanaman azolla dalam menyerap air. Kadar air yang terukur berkisar antara 89,62 – 90,11% yang menunjukkan bahwa tanaman azolla mampu menyerap air dalam jumlah yang banyak. Ion logam bisa terserap oleh tanaman melalui
5 penyerapan air untuk metabolisme, saat
tanaman menyerap air, maka ion logam yang terlarut di dalam air juga akan terserap oleh tanaman, dengan semakin banyaknya tanaman menyerap air, maka semakin banyak juga ion logam yang akan terserap sehingga kandungan ion logam pada tanaman menjadi meningkat (Agusetyadevi,dkk., 2010).
b. Persentase efisiensi penyerapan ion Pb, Cd dan Cr pada sampel larutan simulasi ion timbal, kadmium dan kromium sebelum dan sesudah proses fitoremediasi
Persentase efisiensi penyerapan ion logam timbal, kadmium dan kromium dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Histogram persen efisiensi penyerapan ion Pb, Cd dan Cr oleh tanaman azolla Persen efisiensi penyerapan tertinggi ion Pb yang didapatkan sebesar 58,14% pada hari ke-12; Cd sebesar 40,32% pada hari ke-12 dan Cr sebesar 32,55% pada hari ke-6 pemaparan. Persen efisiensi penyerapan dipengaruhi oleh konsentrasi ion Pb, Cd dan Cr pada larutan simulasi yang terdapat pada reaktor kontrol dan perlakuan. Hingga hari ke-12 terjadi kenaikan persen efisiensi yang disebabkan oleh tanaman azolla telah menyerap ion logam (Pb, Cd dan Cr) yang ada pada larutan simulasi, sehingga konsentrasi ion logam (Pb, Cd
dan Cr) pada larutan simulasi berkurang, namun dihari ke-15 terjadi penurunan persen efisiensi penyerapan hal ini disebabkan karena tanaman telah mengalami kejenuhan, sehingga tidak mampu lagi untuk menyerap ion logam (Pb, Cd dan Cr), sesuai dengan penelitian yang dilakukan Paramita, dkk. (2010) yang menyatakan bahwa titik jenuh adalah batas maksimum yang dapat ditolerir tanaman dalam menyerap ion logam berat, sehingga penyerapan logam berat akan menurun bahkan konsentrasi ion logam berat dalam larutan dapat meningkat karena tanaman dapat melepaskan kembali ion logam yang telah diserap.
c. Konsentrasi ion Pb, Cd dan Cr pada sampel tanaman azolla sebelum dan sesudah fitoremediasi
Kandungan ion timbal, kadmium dan kromium yang terdapat dalam tanaman azolla dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Histogram kandungan ion Pb, Cd dan Cr (mg/Kg berat kering) pada tanaman azolla Semakin lamanya waktu pemaparan maka kandungan ion timbal, kadmium dan kromium akan semakin besar di dalam tanaman azolla, karena ion logam (Pb, Cd dan Cr) yang ada dalam larutan simulasi akan diserap oleh
6 tanaman, sehingga konsentrasi ion
timbal, kadmium dan kromium akan berkurang pada larutan simulasi, sebaliknya akan bertambah pada sampel tanaman. Namun di hari ke-15 kandungan logam Pb dan Cd serta hari ke-12 kandungan logam Cr pada tanaman mengalami penurunan, hal tersebut terjadi karena tanaman azolla telah jenuh terhadap ion logam sehingga tanaman tidak mampu lagi untuk menyerap ion logam. Dengan demikian, semakin lama waktu pemaparan tanaman terhadap logam berat maka semakin banyak pula ion logam yang dapat diserap oleh tanaman hingga tanaman tersebut jenuh, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudiro (2013) yang menyimpulkan bahwa semakin lama waktu penyerapan, maka semakin besar pula polutan yang diserap oleh tanaman. Namun faktor ini berlaku apabila tanaman telah mencapai titik jenuh sehingga berapapun waktu kontak berikutnya, tanaman tidak akan mampu menyerap polutan lagi dan hal ini dapat dijadikan pedoman untuk menentukan kapan tanaman tersebut harus
di-recovery.
e. Nilai Faktor Biokonsentrasi (BCF)
Nilai faktor biokonsentrasi merupakan nilai perbandingan antara konsentrasi ion logam (Pb, Cd dan Cr) pada tanaman dengan konsentrasi ion logam (Pb, Cd dan Cr) pada larutan simulasi. Nilai Faktor Biokonsentrasi yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai faktor Biokonsentrasi (BCF) pada tanaman azolla
Gambar 2. menunjukkan nilai faktor biokonsentrasi (BCF) timbal, kadmium dan kromium. Menurut Baker (1981) tanaman dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan nilai BCF yang diperoleh yaitu tanaman sebagai akumulator memiliki BCF > 1, tanaman sebagai excluder mempunyai BCF << 1 dan tanaman sebagai indikator dengan nilai BCF mendekati 1. Berdasarkan kategori dari Baker (1981), maka tanaman azolla termasuk tanaman akumulator karena memiliki nilai BCF yang besar dari 1.
Nilai BCF terbesar yang didapat dari masing-masing ion logam Pb, Cd dan Cr berturut-turut 13,8133 pada hari ke-12; 11,7235 pada hari ke-12 dan 8,5426 pada hari ke 6 pemaparan. Nilai BCF yang didapat semakin naik kemudian di hari ke 15 akan turun dikarenakan pengaruh dari konsentrasi ion logam Pb, Cd dan Cr pada tanaman azolla dan pada larutan simulasi.
Waktu pemaparan (Hari) Ion Logam Faktor Bioakumulasi (BCF) 0 - 3 8,0516 6 Pb 11,8113 12 13,8133 15 13,6087 0 - 3 7,3165 6 Cd 10,5834 12 11,7235 15 11,1044 0 - 3 6,6825 6 Cr 8,5426 12 8,2769 15 8,0117
7 KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anaman azolla (Azolla pinnata) berpotensi sebagai fitoremediator ion timbal, kadmium dan kromium dilihat dari persen efisiensi penyerapan terbesar untuk Pb sebesar 58,14% pada hari ke-12; Cd sebesar 40,32% pada hari ke-12 dan Cr sebesar 32,55% pada hari ke-6 pemaparan dan dari nilai faktor bioakumulasi (BCF) yang didapatkan untuk ion logam Pb, Cd dan Cr besar dari satu, sehingga tanaman azolla berpotensi sebagai fitoremediator ion logam Pb, Cd dan Cr.
Hasil konsentrasi tertinggi Pb, Cd dan Cr yang terakumulasi pada tanaman azolla dari sebelum dan sesudah dilakukannya fitoremediasi dengan waktu pemaparan (0, 3, 6, 12 dan 15 hari) berturut-turut 327,8977 mg/Kg pada hari ke-12; 282,9303 mg/Kg pada hari ke-12 dan 201,1997 mg/Kg pada hari ke-6.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Bapak T. Abu Hanifah, M.Si dan Ibu
Ganis Fia Kartika, M.Si yang telah memberikan bimbingan, arahan serta saran dalam penelitian ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah memberikan bantuan, dukungan dan masukan kepada penulis, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Agusetyadevy, I. Sumiyati, S. dan Sutrisno, E. 2010. Fitoremediasi Limbah yang Mengandung Timbal (Pb) dan Kromium (Cr)
dengan Menggunakan
Kangkung Air (Ipomoea
aquatic forsk) Skripsi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Arimby, C. 2014. Pemanfaatan Azolla
pinnata R. Br dalam
penyerapan Zn dari limbah cair pabrik karet sebagai fitoremediator. JOM FMIPA 1(2): 1-8.
Baker. A.J 1981. Accumulator and excluders strategic in the response of plants to heavy metals, Journal Plant Nutrition 3(1): 1-4
Brown J, Colling A, Park D, Phillips J, Rothery D, Wright J. 1991.
Chemical cycles in the oceans. in: Bearman G. (Ed.). Ocean
Chemistry and Deep-Sea
Sediments. The Open
University and Pergamon Press, Buckinghamshire.
Lumpkin, T. A. dan D. L. Plunknett. 1980. Azolla: botany, physiology and use as a green manure. Economic Botany,
34(2) : 111-153.
Nur, F. 2013. Fitoremediasi Logam Berat Kadmium (Cd).
Biogenesis Jurnal Ilmiah
Biologi, 1(1) : 74-83.
Paramita, S. Raya, I. dan Zaki, M. 2010. Pengaruh penambahan glutation pada bioakumulasi ion pb2+ dan cr6+ oleh fitoplankton laut porphyridium crentum. Jurnal
Pasca Unhas, 10(1): 1-10.
Sudiro. 2013. Kajian efektifitas tanaman air Lemna minor dan Hydrilla
verticillata dalam mereduksi
BOD dan COD sebagai upaya perbaikan kualitas limbah cair
8 industri tahu. Jurnal
spectra. 21(12): 1-8.
Yulianti. 2015. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Karet PTPN IX Kebun Batu Jamus Karanganyar Hasil Fitoremediasi dengan
Azolla Microphylla Kaulf untuk
Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza sativa Linn.). Biosmart,. 7(2) : 125-130.