• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI EXTRA ORDINARY CRIME GANESHA PUTRA PURBA 1,2,3,4,5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI EXTRA ORDINARY CRIME GANESHA PUTRA PURBA 1,2,3,4,5"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

234

TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI EXTRA ORDINARY CRIME

1ROY GANDA MARBUN, 2IDA LAMSIHAR SITOMPUL, 3MIDARMI HALAWA, 4INDAH PRIHATIANI MALAU PASA, 5GANESHA PUTRA PURBA

1,2,3,4,5UNIVERSITAS DARMA AGUNG MEDAN

1roygandamarbun@yahoo.co.id, 2idalamsiharsitompul@gmail.com, 3midarmihalawa@gmail.com, 4indahmalpas0809@gmail.com, 5ganeshapurba1997@gmail.com

ABSTRACT

The Extra Ordinary Crimes criminal offence qualification needs to be arranged into special criminal law because it is specifically regulated in some laws in Indonesia, because in the practice of the national legal mechanism is not able to provide a fair settlement against the extraordinary crimes therefore legislation outside the book of Criminal Law which governs the crimes that enter into qualification as an extraordinary crime. The evils of today are no longer always using the old ways that have occurred over the years as the journey of the Earth ages. Of the many types of crimes that occur in people's lives, there is a type of crime that affects the safety and peace of the world, i.e. extra ordinary crime or better known as extraordinary crime term. When viewed from its history, extraordinary crimes only include 4 types of crimes namely war crimes, crime of aggression, crime of genocide and crimes against humanity. However, the development of evil now shows that there are some recent crimes assumed to be equal to the four types of crimes. Terrorism crimes are often interpreted as extraordinary crimes because of the effects of evil it is almost the same as the four types of crimes.

Keywords : Criminal Acts, Corruption, Extra Ordinary Crime PENDAHULUAN

Kualifikasi atau kriteria sebuah tindak pidana sebagai Extra Ordinary Crimes awalnya muncul dari pelanggaran Hak Asasi Manusia berat, yakni mengancam keamanan, perdamaian, kesejateraan dan kehidupan manusia. Kriteria kejahatan luar biasa adalah kejahatan dilakukan secara terencana, teroganisi, sistematis jumlah korban yang besar dan dilakukan atas alasan diskriminatif. Hal ini terlihat dalam Pasal 5 Statuta roma 1998 yang menentukan kriteria dari The Most Serious

Concern To International Community adalah genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan

agresi. Dari situlah istilah extra ordinary crime selalu diarahkan kepada keempat jenis kejahatan tersebut. Walaupun kejahatan perang dan kejahatan agresi sulit ditemukan atau tidak mungkin terjadi lagi pada saat demokrasi mulai tumbuh disemua Negara-negara duinia, namum karateristik dengan keempat jenis kejahatan lebih ditujukan kepada kejahatan narkotika, terorisme, narkotika, dan psikotropika. Kualifikasi tindak pidana Extra Ordinary Crimes perlu diatur ke dalam Hukum Pidana Khusus karena secara khusus diatur di dalam beberapa undang-undang di Indonesia, karena dalam praktik mekanisme hukum nasional tidak mampu memberikan penyelesaian adil terhadap kejahatan-kejahatan luar biasa oleh karena itu undang-undang di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang mengatur kejahatan yang masuk dalam kualifikasi sebagai kejahatan luar biasa. Kejahatan kerah putih adalah :

"Kejahatan yang dilakukan oleh orang (atau sekelompok orang) yang memiliki status sosial-ekonomi tinggi dan berkaitan dengan jabatan/kewenangan atau keahliannya". Selain itu, kejahatan kerah putih yang merupakan temuan dari Hazel Croal yang digunakan untuk menyebut berbagai tindak kejahatan di lembaga pemerintahan yang terjadi, baik secara struktural yang melibatkan sekelompok orang maupun secara individu. Hazel Croal mendefinisikan kejahatan kerah putih sebagai penyalahgunaan jabatan yang legitim sebagaimana telah ditetapkan oleh hukum. Dengan demikian maka pembicaraan kita haruslah dititik-beratkan pada pelaku dan modus operadi bukan kepada motifhya. Seorang sarjana yang melakukan manipulasi ilmiah untuk menaikkan nilai kreditnya agar mendapat pengakuan yang lebih tinggi atas kesarjanannya, menurut pendapat saya adalah seorang penjahat kerah putih.

(2)

235

Dapat dilihat, bahwasanya kejahatan kerah putih (white collar crime) ini mempunyai berbagai macam bentuk yang salah satunya adalah korupsi. Korupsi adalah gejala dimana para pejabat, badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan, serta ketidakberesan lainnya. Dalam kriminologi tindakan korupsi masuk dalam ruang lingkup white collar crime merupakan bentuk-bentuk tindakan yang sesungguhnya jauh lebih merugikan masyarakat dibandingkan dengan kejahatan konvensional. Statute Roma 1998 merumuskan kejahatan kemanusiaan dengan elemen-elemen prinsip yang membedakan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan kejahatan biasa, yakni kejahatan ini haruslah dilakukan dalam konteks serangan meluas atau sistematis kepada penduduk sipil dan aspek pengetahuan dari pelaku. Statute Roma 1998 menambahkan bentuk-bentuk kejahatan dasar dengan Statuta ICTY dan ICTR diantaranya kejahatan penghilangan paksa dan kejahatan apartheid. Kejahatan terhadap kemanusiaan Statuta Roma 1998 dianggap usnur kejahatan perbudakan, diperjelas dengan mencantumkan unsur-unsurnya Lima aspek yang harus dipertegas oleh OTP yakni :

a. Derajat kejahatan

b. Tingkat kekejaman kejahatan c. Sifat sistematis dari kejahatan d. Bagaimana kejahatan dilakukan e. Dampak kejahatan kepada korban.

Berdasarkan kriteria yang disebutkan di atas maka kejahatan terorisme mempunyai kesamaan dan dapat dipadankan sebagai kejahatan luar biasa karena terorisme dilakukan secara terencana, sistimatis dan teroganisir serta target daripada kejahatan tersebut adalah orang asing dan masyarakat sipil disekitarnya yang tidak beroda dan tidak mempunyai hubungannya dengan kepentingan asing. Selain itu, terorisme dapat dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa karena bukan hanya membunuh manusia semata tetapi juga menghancurkan seluruh pasilitas publik, memperburuk ekonomi nasional dan menganggu stabilitas keamanan nasional. Hal ini merupakan bentuk pelanggaran HAM yang berat khususnya terhadap hak hakiki yang paling utama yaitu hak untuk hidup aman dan layak dimanapun seseorang mengkehendakinya. Istilah extra ordinary crime awalnya muncul dari pelanggaran HAM berat. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 5 Statuta Roma 1998 yang menentukan bahwa kriteria daripada the most serious crimes concern to international community adalah genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Dari situlah istilah extra ordinary crime selalu diarahkan kepada keempat jenis kejahatan tersebut. Pengklasifikasian extra ordinary crime akan memunculkan perdebatan atau perbedaan pandangan di kalangan pakar ilmu hukum. Hal ini disebabkan, Konsep kejahatan luar biasa tidak ada standarisasi dalam menentukan merumuskan kategori dan klasifikasi kejahatan luar biasa secara seragam. Namun, walaupun ada perbedaan penafsiran tentang klasifikasi extra ordinary crime, tetapi umumnya pakar berpendapat bahawa sejauh delik-delik tersebut berdampak luas dan sistematik serta menimbulkan kerugian secara masif maka delik tersebut dapat digolongkan kepada kejahatan luar biasa.

Statute of International Criminal Court tahun 1998, istilah the most serious crimes concern to international community mulai diperkenalkan.

Berdasarkan Pasal 5 Statuta Roma: the most serious crimes concern to international community ditafsikan menjadi empat jenis kejahatan yaitu genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Keempat kejahatan tersebut dipandang sebagai kejahatan luar biasa karena akibatnya dapat mencederai hati nurani kemanusiaan dan merupakan pelanggaran berat yang mengancam perdamaian, keamanan dan kesejahteraan dunia. Istilah extra ordinary

crimes namun yang pasti kejahatan tersebut berbeda dengan kejahatan konvensional baik dari sifat, karakter, cara

melakukan kejahatan dan dampak daripada kejahatan tersebut. Kejahatan masa kini memang tidak lagi selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun seiring dengan perjalanan usia bumi ini. Dari sekian banyak jenis kejahatan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat, ada jenis kejahatan yang berdampak terhadap keselamatan dan perdamaian dunia yaitu extra ordinary crime atau lebih dikenal dengan istilah kejahatan luar biasa. Apabila dilihat dari sejarahnya, kejahatan luar biasa hanya mencakup 4 jenis kejahatan saja yaitu kejahatan perang, kejahatan agresi, kejahatan genisida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, perkembangan kejahatan sekarang menunjukkan bahawa ada beberapa kejahatan terkini yang diasumsikan sama dengan keempat jenis kejahatan tersebut. Kejahatan terorisme sering ditafsirkan sebagai kejahatan luar biasa karena dampak daripada kejahatan tesebut hampir sama dengan

(3)

236

keempat jenis kejahatan tersebut. Di Indonesia, tafsiran terhadap kriteria kejahatan luar biasa semakin meluas. Ada beberapa kejahatan yang tidak secara langsung membunuh ummat manusia dikategorikan juga sebagai kejahatan luar biasa. Kejahatan tersebut adalah korupsi, narkotika dan psikotropika serta kejahatan pencemaran lingkungan. Dalam hukum positif indonesia sendiri tidak pernah ditemukan nomenklatur tentang kategori kejahatan baik kejahatan biasa maupun kejahatan luar biasa. Namun, dalam hukum pidana Indonesia yang ada hanya pengklasteran tindakan pelanggaran dan kejahatan saja. Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah analisis tentang kriteria kejahatan luar biasa sehingga dapat menjadi ukuran mana-mana saja kejahatan yang dapat dimasukkan ke dalam kejahatan luar biasa. Tindak pidana terorisme dimasukkan dalam extra ordinary crime dengan alasan sulitnya pengungkapan karena merupakan kejahatan transboundary dan melibatkan jaringan internasional.

Berdasarkan pada kriteria tersebut maka tindak pidana pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat dan terorisme yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa karena berdasarkan dua alasan, yaitu pola tindak pidana yang sangat sistematis dan biasanya dilakukan oleh pihak pemegang kekuasaan sehingga kejahatan tersebut baru bisa diadili jika kekuasaan itu runtuh serta kejahatan tersebut sangat bertentangan dan mencederai rasa kemanusiaan secara mendalam. Menurut Muladi, nomeklatur kejahatan luar biasa ada ditentukan dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang mengadopsi norma-norma yang terdapat dalam Statuta Roma. Kejahatan luar biasa yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah pelanggaran HAM berat yang dibatasi pada dua bentuk, yaitu genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan dimana definisi atas kedua bentuk kejahatan tersebut sama dengan defines yang diatur dalam Pasal 6 dan 7 Statuta Roma.

Tindak Pidana Khusus terkadang diartikan sebagai :

1) Tindak pidana yang pengaturannya diatur di luar KUHP,

2) Tindak pidana yang pengaturannya diatur di luar KUHP akan tetapi undang-undang tersetbu merupakan UU yang secara khusus dibuat untuk mengatur tindak pidana yang dimaksud UU No. 8 Tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Petambangan Mineral dan Batu Bara. Dalam pandangan kedua ini hanya tindak pidana pencucian uang lah yang dianggap sebagai tindak pidana khusus, oleh karena UU yang mengaturnya secara khusus dibuat untuk mengatur mengenai tindak pidana tersebut. Sementara untuk tindak pidana yang diatur dalam UU Minerba bukan merupakan tindak pidana khusus, oleh karena UU Minerba tersebut dibuat tidak dimaksudkan untuk secara khusus mengatur mengenai tindak pidana dibidang mineral dan batu bara. UU Minerba tersebut dibuat untuk mengatur pertambangan mineral dan batu bara, dan ketentuan pidana yang diatur di dalamnya adalah salah satu bentuk upaya untuk memastikan pengaturan mengenai minerba tersebut ditaati. 3) Tindak pidana baik yang diatur di dalam maupun di luar KUHP yang tata cara penangannya memerlukan tata cara

khusus (hukum acara khusus) yang memiliki perbedaan dari hukum acara yang berlaku umum. tindak pidana yang diatur dalam KUHP adalah tindak pidana umum sementara di luar KUHP adalah khusus, kemudian umum-khusus tersebut dikaitkan juga dengan luar biasa atau tidaknya suatu kejahatan tidak terlepas dari bagaimana kita melihat apa itu KUHP itu sendiri.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Tindak Pidana

Unsur-unsur di luar perumusan - melawan hukum (materil) - Kesalahan dalam arti materiil àdapat dipersalahkan (dicela) sehingga dapat dipertanggungjawabkan (verwijtbaarheid). Unsur-unsur dalam perumusan yaitu Unsur Obyektif - perbuatan (aktif/pasif) atau akibat melawan hukum.

Penggolongan Tindak Pidana

a. Delik Kejahatan & Delik pelanggaran b. Delik Materiil & Delik Formil

c. Delik Komisi & Delik Omisi d. Delik Dolus & Delik Culpa e. Delik Biasa & Delik Aduan

(4)

237 f. Delik yg Berdiri sendiri & Delik Berlanjut

g. Delik Selesai & Delik yg diteruskan h. Delik Tunggal & Delik Berangkai i. Delik Sederhana & Delik Berkualifikasi

j. Delik Berprivilege Delik Politik & Delik Komun (umum) k. Delik Propia & Delik Komun (umum)

Pengertian Extra Ordinary Crime (Kejahatan Luar Biasa)

Kejahatan luar biasa adalah Extra Ordinary Crimes dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kejahatan luar biasa, kejahata luar biasa adalah termasuk kedalam pelanggaran Hak Asasi Manusia, sering juga diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan memiliki maksud untuk mengilangkan hak asasi umat manusia lain.

1. Sukardi menjelaskan bahwa Extra Ordinary Crime sebagai suatu kejahatan yang berdampak besar dan multi dimensional terhadap sosial, budaya, ekologi, ekonomi dan politik yang dapat dilihat dari akibat-akibat dari suatu tindakan atau perbuatan yang ditemukan dan dikaji oleh berbagai pemerintahan maupun lembaga non pemerintahan, nasional, maupun internasional.

2. Menurut Winarno, Extra Ordinary Crime bukan hanya berdampak buruk bagi ekonomi tetapi ekologi sosial dan budaya dari suatu Negara.

3. Marl A Drumbl, menyebutkan Extra Ordinary Crime merupakan kejahatan ekstrem yang secara kuantitaf berda dengan kejahatan meluas, serius, dan massif serta musuh umat manusia.

4. Meneurut Claude Pomerlaui, pada intinya adalah suatu perilaku, peruatan yang terencana, tersistematis, dan teroganisir yang menargetkan sasarannya kepada individu dan kelompok tertentu dengan alasan diskriminatif.

Pengertian Korupsi Sebagai Extra Ordinary Crime

Kejahatan korupsi secara langsung maupun tidak langsung merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara yang pada saat yang sama merugikan rakyat. Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 setiap orang cara melawan hokum dapat akibat merugikan Negara, menguntungkan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang menyalahgunakan kewenangan kesempatan (Pasal 3) atau Sarana (yang ada pada nya) jabatan atau kedudukan.

METODE PENELITIAN

Sumber data penelitian ini berasal dari data kepustakaan. Sedangkan jenis data yang akan digunakan di dalam penelitian ini meliputi dataprimer dan data sekunder, yaitu :

1. Data Primer Data primer adalah data diperoleh langsung dari hasil studi dan penelitian kepustakaan yang tentunya berkaitan dengan pokok penelitian tentang extra ordinary crime.

a. Bahan hukum primer. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat berupa peraturan perundang-undangan.

Dalam penelitian ini digunakan bahan hukum sebagai berikut :

a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian uang. b. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi

c. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme.

d. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang tindak pidana dan pengadilan HAM. e. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Narkotika.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bentuk kejahatan seperti kasus kejahatan korupsi, narkotika, ekonomi, dan penyeludupan yang mana kejahatan-kejahatan tersebut oleh pakar-pakar kriminologi sering digolongkan sebagai "kejahatan kerah putih" atau "white collar crime'. Untuk menanggulangi kejahatan kerah putih sudah sejak lama telah menyita banyak tenaga, waktu dan biaya dari pihak kepolisian dan aparatur penegak hukum lain, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang. Akan sangat ironis, tidak adil dan semakin membahayakan hak individu maupun masyarakat dan negara apabila karena canggihnya pola modus operandi yang dilakukan oleh orang-orang yang tingkat intelektualnya tinggi yang dikenal dengan White Collar Criminal tidak

(5)

238

dapat dikenakan tindakan dalam bentuk sanksi yang memadai, oleh karena tidak terjangkaunya oleh peraturan hukum dan tidak terjangkaunya peraturan hukum ini karena aturan hukumnya sudah ketinggalan.

Pengertian Hukum Pidana menurut W.F.C. Van Hattum adalah :

“suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukahnnya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman.”

Hukum pidana terdiri hukum pidana umum (Algemeen Strafrecht) dan hukum pidana khusus (Bijzonder Strafrecht). Van Hattum dalam bukunya P.A.F. Lamintang, memberikan pengertian hukum pidana umum adalah hukum pidana yang dengan sengaja diberlakukan bagi setiap orang (umum), sedangkan hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang dengan sengaja dibentuk dan diberlakukan bagi orang-orang tertentu saja misalnya bagi anggota Angkatan Bersenjata dan tindak pidana fiskal. Perbandingan ruang lingkup tindak pidana khusus dalam Laporan Tahunan Mahkamah Agung Tahun 2013 dan Kejaksaan, sebagaimana terdapat dalam PERJA Nomor PER-036/A/JA/09/2011 tentang SOP Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum dan PERJA Nomor PERJA-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana khusus.

Dalam Pasal 103 KUHP memuat :

“ketentuan Bab I sampai Bab VIII dan memberlakukan perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain.

Maksud dari pasal ini peraturan yang mengatur hukum pidana di luar KUHP (lex spesialis derogate lex generalis). Ini juga menjadi satu indikator apakah undang-undang pidana itu adalah tindak pidana khusus atau hanya dalam KUHP Tindak Pidana Khusus secara baku berdasarkan MvT diartikan sebagai perbuatan pidana yang ditentukan dalam perundangan tertentu di luar KUHP. Rochmat Soemitro, mendefinisikan tindak pidana khusus sebagai tindak pidana yang diatur tersendiri dalam undang-undang khusus, yang memberikan peraturan khusus tentang tata cara penyidikannya, tuntutannya, pemeriksaanya, maupun sanksinya yang menyimpang dari ketentuan yang dimuat dalam KUHP.

Hal ini dikarenakan oleh kekhawatiran apabila KUHP tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat. Dimana akan selalu timbul berbagai perbuatan yang tidak disebutkan oleh KUHP sebagai suatu perbuatan yang merugikan dan juga melawan hukum. Ruang lingkup hukum pidana khusus meliputi :

1. Tindak Pidana Ekonomi 2. Tindak Pidana Korupsi

3. Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika 4. Tindak Pidana Perpajakan

5. Tindak Pidana Pencucian Uang 6. Tindak Pidana Anak.

Ruang lingkup pidana ini dapat berubah tergantung dengan adanya penyimpangan atau penetapan sendiri dari suatu undang-undang pidana yang mengatur substansi tertentu sesuai dengan ketentuan Pasal 103 KUHP. Seiring dengan perkembangan manusia, perkembangan hukum pidana di bidang tindak pidana khusus kini semakin berkembang. Dalam perkembangannya kejahatan yang ada di dalam masyarakat semakin beragam. Salah satu bentuk kejahatan yang berkembang dalam masyarakat yaitu kejahatan luar biasa atau biasa disebut juga dengan Extra Ordinary Crimes (selanjutnya disebut EOC). Salah satu kejahatan yang bermetamorfosis dengan perkembangan zaman adalah kejahatan yang tergolong sebagai kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crimes). Walaupun kejahatan ini sudah ada sejak zaman dulu dengan bentuk dan corak yang berbeda dengan zaman sekarang Extra Ordinary Crimes tampil dengan bentuk dan media yang berkembang. Kejahatan luar biasa berkembang. Extra Ordinary Crimes dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kejahatan luar biasa, kejahatan luar biasa adalah termasuk ke dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia, sering juga diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan memiliki maksud untuk mengilangkan hak asasi umat manusia lain. Statuta Roma (ICC) dalam pasal 5 memberikan defenisi EOC adalah:

(6)

239

1.

Jurisdiksi Mahkamah terbatas pada kejahatan paling serius yang menyangkut masyarakat internasional secara keseluruhan, berkenaan dengan kejahatan-kejahatan berikut :

(a) Kejahatan genosida;

(b) Kejahatan terhadap kemanusiaan; (c) Kejahatan perang;

(d) Kejahatan agresi.

2.

Mahkamah melaksanakan jurisdiksi atas kejahatan agresi setelah suatu ketentuan disahkan sesuai dengan pasal 121 dan 123 yang mendefinisikan kejahatan dan menetapkan kondisi-kondisi di mana Mahkamah menjalankan jurisdiksi berkenaan dengan kejahatan ini. Ketentuan semacam itu haruslah sesuai dengan ketentuan- ketentuan terkait dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam Yuridiksi International Criminal Court dan Statu Roma, EOC layak mendapat hukuman seberat-beratnya termasuk hukuman mati bagi para pelakunya. Hukum pidana internasional menggunakan istilah the most serious crimes concern to international community sebagai istilah yang serupa dengan kejahatan luar biasa.

EOC secara internasional dikatakan sebagai pelanggaran HAM berat yang berada dalam yuridiksi International Criminal

Court (ICC) dan Statuta Roma yaitu mendapatkan hukuman mati bagi pelaku kejahatan tersebut. Statuta Roma

merupakan instrumen untuk melindungi masyarakat sipil dari bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang bersifat massif seperti Genosida dan Agresi. Statuta Roma tidak bertentangan dengan hukum Indonesia karena jelas kita bagian dari masyarakat internasional dan berperan menegakan perdamaian dan keadilan internasional. Berdasarkan bentuk-bentuk yang telah ditetapkan tetapi bagi Indonesia berkembangnya tindak pidana kejahatan yang mengakibatkan bertambahnya bentu-bentuk kejahatan EOC. Sehingga sering kali banyak perbedaan pendapat yang melatarbelakangi dari konsep EOC ini sendiri. Contohnya di Indonesia tindak kejahatan korupsi maupun narkoba dikategorikan masuk ke dalam EOC padahal berdasarkan regulasi yang ada tindak kejahatan tersebut tidak masuk dalam kategori EOC. Terhadap pelecehan seksual anak juga dikatakan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) karena merupakan kejahatan yang menarik perhatian publik. Presiden Joko Widodo juga menyatakan bahwa pelecehan seksual terhadap anak tindak pidana yang luar biasa sehingga keluarlah peraturan pengganti UU No. 1 tahun 2016. Peraturan ini dikeluarkan karena meningkatnya dari waktu ke waktu dan secara signifikan mengancam dan membahayakan kehidupan anak, merusak kehidupan pribadi dan anak pembangunan, serta mengganggu rasa kenyamanan, ketenangan, keamanan, dan ketertiban umum. Pelecehan seksual terhadap anak dianggap sebagai kejahatan yang sensitive karena korban lemah dan rentan terhadap kejahatan yang tidak memiliki kekuatan dan kebutuhan orang dewasa untuk melakukan dan memenuhi hak-haknya. Ini merupakan masalah sensitif karena anak dianggap sebagai kelompok yang rentan. Konvensi PBB tentang hak anak Tahun 1988 kemudian ditegaskan kembali dan menyatakan anak tidak dewasa fisik dan mentalnya, membutuhkan pengamanan dan perawatan khusus termasuk perlindungan hukum yang tepat. Kemudian, pelecehan seksual anak menghasilkan kepedihan dan kehancuran dalam kehidupan anak ini. Ini adalah pelanggaran fisik anak dan integritas psikologis dan pelanggaran norma moral anak dan masyarakat. Dengan demikian, anak pelecehan seksual adalah pelanggaran hak asasi manusia. Akibatnya, pelecehan seksual terhadap anak menjadi isu sensitif yang menarik perhatian publik dan empati. Tidak konsisten, kategorisasi untuk jenis kejahatan luar biasa lainnya tidak menggunakan dari kejahatan yang paling serius sebagai pedoman. Tidak semua kejahatan yang dilakukan dengan secara sistematis dan dampaknya akan sangat besar. Namun, konsep kejahatan luar biasa adalah yang diperkenalkan untuk terorisme, korupsi, pelanggaran penyalahgunaan narkoba, dan pelanggaran pelecehan seksual terhadap anak beberapa alasan. Statuta Roma kemudian disesuaikan dengan hukum Indonesia Sistem termasuk konsep yang paling serius dari kejahatan. Konsep ini disajikan dan dengan konsep baru yang dikenal sebagai kejahatan yang luar biasa. Dalam hukum tersebut, pelanggaran berat hak asasi manusia, yang meliputi genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang mendefinisikan sebagai luar biasa kejahatan. Kedua definisi kejahatan tersebut sama dengan definisi dalam Pasal 6 dan 7 Statuta Roma. Konsep kejahatan yang luar biasa, untuk pelanggaran berat hak asasi manusia, adalah selaras dengan Drumble definisi tentang konsep kejahatan yang paling serius. Oleh karena itu, kategorisasi pelanggaran berat manusia sebagai kejahatan yang luar biasa tidak memenuhi ambang kejahatan yang paling serius tetapi dengan jenis kejahatan yang terbatas. Ruang lingkup tindak pidana khusus dalam buku Ruslan Renggong tidak berbeda jauh, tetapi terdapat beberapa tindak pidana khusus lainnya, sebagai berikut :

(7)

240

1.

Korupsi

2.

Pencucian Uang

3.

Terorisme

4.

Pengadilan Hak Asasi Manusia

5.

Narkotika

6.

Psikotropika

7.

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

8.

Tindak Pidana Lingkungan Hidup

9.

Perikanan

10.

Kehutanan

11.

Penataan Ruang

12.

Keimigrasian

13.

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

14.

Kesehatan

15.

Praktik Kedokteran

16.

Sistem Pendidikan Nasional

17.

Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis

18.

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

19.

Perlindungan Anak

20.

Informasi dan Transaksi Elektronik

21.

Pornografi

22.

Kepabeanan

23.

Cukai

24.

Perlindungan Konsumen

25.

Pangan

26.

Paten

27.

Merk

28.

Hak Cipta

29.

Pemilihan Umum (Pemilu)

30.

Kewarganegaraan

31.

Penerbangan.

Dapat dilihat bagaimana penegak hukum mengklasifikasikan tindak pidana umum dan tindak pidana khusus secara berbeda, tindak pidana khusus cenderung mengikuti perkembangan jaman selain tidak diatur dalam KUHP. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimana tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Tindak Pidana Khusus mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga telah diatur dalam peraturan perundang-undangan secara khusus baik hukum materiilnya maupun hukum formilnya. Berkenaan dengan fenomena pembentukan berbagai peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus, Muladi mengakui bahwa perkembangan hukum pidana di luar kodifikasi KUHP, khususnya berupa Undang-Undang Tindak Pidana Khusus. Kedudukan Undang-Undang Tindak Pidana Khusus dalam hukum pidana yaitu sebagai pelengkap dari hukum pidana yang dikodifikasikan dalam KUHP. Perbandingan ruang lingkup tindak pidana khusus dalam Laporan Tahunan Mahkamah Agung Tahun 2013 dan Kejaksaan, sebagaimana terdapat dalam PERJA Nomor PER-036/A/JA/09/2011 tentang SOP Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum dan PERJA Nomor PERJA-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus. Klasifivikasi Pidana Khusus menurut Mahkamah Agung: Korupsi; Narkotika dan Psikotropika; Perlindungan Anak; Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT); Kehutanan; Migas; Kepabeanan; HAKI; Perikanan; Perbankan; Perumahan; Lingkungan Hidup; Perdagangan Orang; Kesehatan; Senjata Api; Perlindungan Konsumen; Pencucian Uang; Ketenagakerjaan; Pornografi; Perpajakan; Terorisme, dan Lain-Lain. Klasifivikasi Pidana Khusus menurut Kejaksaan Agung: Perkara tindak pidana korupsi, tindak

(8)

241

pidana perikanan, dan perkara tindak pidana ekonomi (kepabeanan dan cukai); Perkara pelanggaran HAM yang berat yang penanganannya hanya di Kejaksaan Agung; Perkara tindak pidana khusus lainnya.

KESIMPULAN

1. Kualifikasi atau kriteria sebuah tindak pidana sebagai Extra Ordinary Crimes awalnya muncul dari pelanggaran Hak Asasi Manusia berat, yakni mengancam keamanan, perdamaian, kesejateraan dan kehidupan manusia. Kriteria kejahatan luar biasa adalah kejahatan dilakukan secara terencana, teroganisi, sistematis jumlah korban yang besar dan dilakukan atas alasan diskriminatif. Hal ini terlihat dalam Pasal 5 Statuta roma 1998 yang menentukan kriteria dari The

Most Serious Concern To International Community adalah genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan

perang, dan kejahatan agresi. Dari situlah istilah extra ordinary crime selalu diarahkan kepada keempat jenis kejahatan tersebut. Walaupun kejahatan perang dan kejahatan agresi sulit ditemukan atau tidak mungkin terjadi lagi pada saat demokrasi mulai tumbuh hamper disemua Negara-negara duinia, namum karateristik dengan keempat jenis kejahatan lebih ditujukan kepada kejahatan narkotika, terorisme, narkotika, dan psikotropika.

2. Kualifikasi tindak pidana Extra Ordinary Crimes perlu diatur ke dalam Hukum Pidana Khusus karena secara khusus diatur di dalam beberapa undang-undang di Indonesia, karena dalam praktik mekanisme hukum nasional tidak mampu memberikan penyelesaian adil terhadap kejahatan-kejahatan luar biasa oleh karena itu undang-undang di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang mengatur kejahatan yang masuk dalam kualifikasi sebagai kejahatan luar biasa.

SARAN

1.

Sebaiknya diperlukan suatu pengaturan tentang kriteria yang tergolong sebagai kejahatan luar biasa dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sehingga kejahatan tidak dapat meningkat dari masa ke masa. Dan juga diperlukan tindak pidana korupsi perlu diberantas dari pemerintah daerah sampai pada pemerintahan pusat baik di lingkungan eksekutif, yudikatif dan legislative, juga didirikan Komisi Pemberatasan Daerah ditiap-tiap tingkat Daerah.

2.

Sebaiknya dalam praktik-praktik kejahatan luar biasa perlunya diatur di luar KUHP oleh karena itu Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang baru perlu direvisi dan disahkan, demi mencapai sanksi hukuman yang berkeadilan restorative, atau upaya penanggulangan kejahatan. Sehingga memberantas tindak pidana luar biasa diperlukan suatu upaya luar biasa seperti pembuktian terbalik dan hokum acara undang-undang khusus.

DAFTAR PUSTAKA Buku :

Abiding, Zainal, Degradasi Extraordinary Crimes, Problematika Perumusan Kejahatan Genosida dan Kejahatan terhadap

Kemanusiaan dalam KUHP, Jakarta: Aliasnsi nasional Reformasi KUHP, 2017.

Atmasasmita, Romli, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Mandar Maju, Medan. Chazawi, Adami, 2013, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta: Rajawali Pers.

---, 2002, Pengantar Hukum Pidana Bag. I, Jakarta: Grafindo. Farid, Andi Zainal Abidin, 2007, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika.

Hatta, Muhammad, 2019, Kejahatan Luar Biasa (Extra ordinary Crime), Aceh: Unimal Press. Hariman Satria, 2004, Anatomi Hukum Pidana Khusus, Yogyakarta: UII Press.

(9)

242

Muladi, 2011, Statuta Roma Tahun 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional Dalam Kerangka Hukum Pidana

Internasional dan Implikasinya terhadap Hukum Pidana Nasional, Alumni, Bandung.

Nurjaya, Herman Meinheim dalam I Nyoman, The White Collar Crime Sebuah Konsepsi Sosio Kriminologi. Prodjodikoro, Wirjono, 1989, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, Bandung: PT. Eresco.

Renggong, Ruslan, 2016, Hukum Pidana Khusus: Memahami Delik-Delik di Luar KUHP, Jakarta: Kencana. Soekanto, Soerjono, 1998, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Syamsuddin, Azis, 2011, Tindak Pidana Khusus, Jakarta: Sinar Grafika. Satria, Hariman, 2004, Anatomi Hukum Pidana Khusus, Yogyakarta: UII Press.

Yanara, Syed Husein Alatas dalam Edy, 2005, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korupsi, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Peraturan Perundang – Undangan :

Kitab Undang-undang Hukum Pidana. UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

UU No 23 Tahun 2003 tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga. UU No 15 Tahun 2003 tentang Terorisme.

UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Jurnal Hukum/Internet :

Grafika Redaksi Sinar, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Jakarta: Sinar Grafika Cet- 15. Diakses tanggal 12 Februari 2020.Hatta, Muhhamad, Kejahatan Luar Biasa (Extra Ordinary Crime) diakses pada www.20KEJAHATAN%20LUAR%20BIASA%20%20EXTRA%20ORDINARY%20CRIME.pdf tanggal 02 April 2020.

Kompas.com dengan judul "Ratifikasi Statuta Roma", https://nasional.kompas.com/read/2008/12/11/01110213/ratifikasi.statuta.roma.

International Criminal Court, Understanding the Internasional Criminal Court”, diakses pada http://icjr.or.id/data/wp- content/uploads/2017/08/Problematika-Perumusan-Kejahatan-Genosida-dan-Kejahatan-Terhadap-Kemanusiaan-dalam-RKUHP.pdf tanggal 27 februari 2020.

Nababan Pirhot, “Konsep Proprio Motu dalam Statuta Roma dan Penerapannya”,diakses dalam situs

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4ec61f419a769/konsep-proprio-motu-dalam-statuta-roma-dan-penerapannya tanggal 27 Februari 2020.

Nasional, KUHP Aliansi., Reformasi, Kejahatan Luar Biasa, Tindak Pidana Khusus dan KUHP, diakses dalam http://reformasikuhp.org/kejahatan-luar-biasa-tindak-pidana-khusus-dan-kuhp/

(10)

243

Supriyadi, Penetapan Tindak Pidana sebagai Kejahatan dan Pelanggaran dalam Undang-undang Pidana Khusus, LPPM FH UGM Tahun 2015, diakses pada situs 15878-30180-1-PB.pdf tanggal 02 Juni 2020.

http://reformasikuhp.org/kejahatan-luar-biasa-tindak-pidana-khusus-dan-kuhp/ diakses pada situs 15878-30180-1-PB.pdf tanggal 02 Juni 2020.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan metode SPT ( Short Processing Time) terlihat bahwa ada empat pekerjaan terlambat dengan keterlambatan maksimum sebesar 139 hari, waktu

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, dapat diambil simpulan bahwa hasil analisis data yang diperoleh pada variabel kegiatan ekstrakurikuler karawitan (X)

a. Membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Karena orang yang memiliki keimanan yang tinggi dan ketaqwaan senantiasa dekat dengan Allah. Mereka

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara

Pembuatan web site ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produkproduk yang ditawarkan oleh pihak Perusahaan Balloon Station dengan menampilkan jenis dan

[r]

[r]

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh pengetahuan dan sikap pasien terhadap pemanfaatan ulang