BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

14  Download (0)

Full text
(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Saat ini penggunaan lahan permukiman sangat meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang ada pada suatu wilayah. Hal ini karena manusia membutuhkan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual.

Penggunaan lahan yang terjadi pada setiap wilayah juga merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan masyarakat yang salah satunya adalah permukiman. Permukiman merupakan kebutuhan pokok manusia yang sangat penting. Permukiman tak lepas peranannya dalam mempengaruhi mutu kehidupan masyarakat. Penggunaan lahan untuk permukiman kian meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan lainnya untuk menunjang kehidupan itu sendiri.

Kota Palembang memiliki 16 kecamatan dengan total luas wilayah sebesar 36484,94 ha. Penggunaan lahan yang terjadi di Palembang di dominasi oleh pembangunan permukiman yakni sebesar 10909,40 ha (29,90%) pada tahun 2004. Dalam perencanaan Kota Palembang, pada tahun 2009 pemerintah Kota Palembang merencanakan peningkatan penggunaan lahan di semua sektor lahan, terkecuali seperti hutan wisata, hutan kota, dan cagar budaya yang semakin berkurang. Hal ini berdasarkan hasil analisis BAPPEDA Kota Palembang tahun 2004.

Perkembangan penggunaan lahan di Kota Palembang jika terus berkembang maka menyebabkan lahan semakin kritis dan membuat lahan yang tersedia semakin berkurang kegunaannya. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya ketidaknyamanan dan ketidakseimbangan antara kondisi lahan dan penggunaan lahan. Hal ini mengakibatkan ketidakselarasan antara alam dengan kebutuhan masyarakat akan lahan untuk tempat tinggal (Budihardjo 1997).

(2)

Makin banyaknya penduduk kota akibat pertumbuhan alami maupun migrasi berimplikasi pada makin besarnya tekanan penduduk atas lahan kota, karena kebutuhan lahan untuk tempat tinggal penduduk dan lahan untuk fasilitas-fasilitas lain sebagai pendukungnya juga semakin meningkat. Perubahan penggunaan lahan perumahan di Kota Palembang pun semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga diperlukan peta perubahan penggunaan lahan perumahan sebagai basis bagi perencanaan dan pengelolaan kota.

I.2. RUMUSAN MASALAH

Perkembangan penggunaan lahan perumahan banyak terjadi di Kota Palembang dikarenakan makin banyaknya penduduk kota akibat pertumbuhan alami maupun migrasi, sehingga tekanan akan lahan kota semakin besar. Peningkatan penggunaan lahan perumahan di Kota Palembang ini menyebabkan lahan semakin kritis dan membuat lahan yang tersedia semakin berkurang. Oleh karena itu perlu dievaluasi/dipetakan perubahan lahan untuk mengidentifikasi lahan perumahan Kota Palembang.

I.3. PERTANYAAN PENELITIAN

Dengan rumusan masalah di atas maka dapat ditarik pertanyaan penelitian yang menjadi perhatian utama dalam penelitian ini.

1. Berapa hektar luas lahan yang berubah menjadi perumahan di masing-masing kecamatan di Kota Palembang tahun 2011 s/d 2014?

2. Bagaimana perkembangan perumahan di Kota Palembang tahun 2011 s/d 2014?

(3)

1.4. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengevaluasi lahan yang berubah menjadi perumahan di Kota Palembang Tahun 2011-2014. Untuk mencapai tujuan utama disusun tujuan khusus sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi luas lahan yang berubah menjadi perumahan di masing-masing kecamatan di Kota Palembang tahun 2011-2014.

2. Mengidentifikasi perkembangan perumahan di Kota Palembang tahun 2011 s/d 2014.

I.5. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1. Dapat digunakan sebagai bahan informasi tambahan bagi pihak-pihak terkait tentang perubahan penggunaan lahan perumahan untuk peumahan. 2. Dapat digunakan sebagai referensi ilmu pengetahuan geomatika yang terkait

dengan perencanaan wilayah.

I.6. BATASAN MASALAH

Agar pembahasan tidak meluas dan tidak menimbulkan penyimpangan, penulis membatasi permasalahan yaitu:

1.Lokasi penelitian adalah Kota Palembang, Sumatra Selatan.

2. Perumahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perumahan teratur yang dikembangkan oleh developer di Kota Palembang pada tahun 2011 s/d 2014

3. Pada proses penentuan perkembangan perumahan di Kota Palembang dilihat dari izin perubahan penggunaan lahan perumahan pada tahun 2011 s/d 2014.

(4)

1.7.TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa tinjauan pustaka telah dilakukan dalam menyusun penelitian guna mengumpulkan informasi dan materi yang bisa mendukung penulis dalam menyusun penelitian ini, antara lain dalam skripsinya yang berjudul “Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Kebumen Berdasarkan Pola Pasar Tanah”, Novi Pristianti tahun 2013 melakukan penelitian untuk mengidentifikasi arah pertumbuhan wilayah Kabupaten Kebumen berdasarkan pola pasar tanah yang terbentuk. Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan jumlah izin perubahan penggunaan lahan perumahan yang didaftarkan jual beli tanah, harga tanah, dan NJOP, pola pasar yang terbentuk mengindikasikan arah pertumbuhan wilayah di Kabupaten Kebumen cenderung di kawasan strategis. Berdasarkan luas tanah, pola pasar tanah yang terbentuk tidak dapat mengindikasikan arah pertumbuhan wilayah di Kabupaten Kebumen. Faktor eksternal memegang peran penting dalam menentukan arah pertumbuhan wilayah.

Abd. Rahmah As-Syakur tahun 2011 dalam jurnalnya melakukan penelitian untuk untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan perumahan di Provinsi Bali dengan menggunakan data citra satelit dan SIG. Metode penelitian yang digunakan adalah membandingkan dua data sebaran penggunaan lahan tahun 2003 dan 2008 yang diperoleh dari interpretasi citra Landsat ETM+ (JICA, 2005) dan interpretasi citra ALOS/AVNIR-2. Interpre tasi citra ALOS/AVNIR-2 dilakukan secara on-screen. Penggunaan lahan telah mengalami perubahan antara tahun 2003 dan 2008. Penggunaan lahan permukiman dan sawah irigasi merupakan yang terluas mengalami perubahan yaitu seluas 2.553 ha dan 2.378 ha, sedangkan penggunaan lahan penggaraman tidak mengalami perubahan. Gambaran spasial memperlihatkan bahwa wilayah selatan dan tengah Provinsi Bali merupakan wilayah yang paling banyak mengalami perubahan. Kota Denpasar dan Kabupaten Badung adalah dua wilayah administrasi yang paling luas mengalami perubahan penggunaan lahan perumahan.

Citra Leonataris tahun 2012 dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi”, melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan membandingkan pemanfaatan ruang saat ini dan alokasi ruang menurut RTRW Kota Bekasi periode 2000-2010, mengkaji tingkat perkembangan wilayah Kota Bekasi tahun 2003 dan 2006, serta mengetahui faktor-faktor perubahan penggunaan lahan. Analisis yang

(5)

digunakan adalah analisis spasial pada citra untuk menentukan kelas penggunaan lahan dan menghitung luas perubahan penggunaan lahan, analisis skalogram untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah dengan menggunakan variabel jumlah fasilitas pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan sosial, analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang untuk mengetahui penyimpangan penggunaan lahan dengan alokasi ruang yang telah ditetapkan oleh RTRW serta analisis regresi berganda (multiple regression) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lahan terbangun di Kota Bekasi dari tahun 2003 sampai 2010 mengalami peningkatan cukup signifikan terkait dengan pembangunan fasilitas pendidikan, kawasan industri, permukiman tidak teratur, dan permukiman teratur dari semula sebesar 10.187,71 ha (47,15%) menjadi 12.061 ha (55,83%). Kondisi eksisting penggunaan lahan di Kota Bekasi tahun 2003 menunjukkan inkonsistensi dengan alokasi ruang dalam rencana tata ruang sebesar 301,35 ha dan tahun 2010 sebesar 377,41 ha. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi secara signifikan adalah alokasi RTRW untuk lahan terbangun, alokasi RTRW untuk pertanian, luas TPLB tahun 2003, luas kebun campuran tahun 2003, luas TPLK tahun 2003, luas lahan kosong tahun 2003, jarak ke kota atau kabupaten lain, alokasi RTRW untuk taman/hutan kota, pertambahan fasilitas pendidikan, pertambahan fasilitas kesehatan, pertambahan fasilitas sosial, jarak menuju pusat fasilitas sosial, jarak menuju kecamatan, jarak menuju pusat fasilitas ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk.

Fadmawati 2012 dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dari Non Permukiman Menjadi Permukiman dengan Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kecamatan Sukoharjo Tahun 2002 dan 2007”, melakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis persebaran perubahan penggunaan lahan dari non permukiman ke permukiman di Kecamatan Sukoharjo tahun 2002 dan 2007, dan (2) menganalisis keterkaitan faktor-faktor wilayah dengan perubahan penggunaan lahan dari non permukiman ke permukiman di Kecamatan Sukoharjo tahun 2002 dan 2007. Penelitian ini menggunakan metode analisis analisis overlay dibantu analisis spasial dengan Sistem Informasi Geografis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan terjadinya perubahan penggunaan lahan

(6)

di Kecamatan Sukoharjo Kecamatan Sukoharjo. Persentase luasan perubahan dari tahun 2002 dan tahun 2007. Permukiman tahun 2002 dari 32,85 % meningkat menjadi 34,03 %. Lahan pertanian atau sawah tahun 2002 dari 34,36% menurun menjadi 63,66 % pada tahun 2007. Lahan kosong tahun 2002 dari 0,93% menurun menjadi 0,45 % pada tahun 2007. Kebun tahun 2002 mempunyai luas 0,34 % dan luasnya tetap pada tahun 2007. Sungai pada tahun 2002 dan 2007 mempunyai persentase yg sama, yaitu 0,86%. Dan tegalan juga mempunyai persentase yg sama pada tahun 2002 dan 2007 yaitu sebesar 0,66 %. Perubahan penggunaan lahan dari non permukiman ke permukiman di Kecamatan Sukoharjo tahun 2002 dan 2007 dipengaruhi oleh faktor aksesibilitas, faktor pertumbuhan penduduk dan, kepadatan penduduk.

Dalam penelitian ini akan di lakukan analisis perubahan penggunaan lahan perumahan dengan metode analisis deskriptif, kemudian memetakan perubahan penggunaan lahan perumahan berdasarkan data Izin Perubahan penggunaan lahan perumahan.

1.8. LANDASAN TEORI

Untuk memperjelas dalam memberikan suatu gambaran mengenai pembahasan permasalahan diatas, maka dalam penulisan skripsi ini digunakan teori, yaitu Pengertian Evaluasi, Pengertian Lahan, Penggunaan Lahan, Perubahan penggunaan lahan perumahan, Kawasan Perumahan, Perencanaan Wilayah, dan Pemetaan Tematik.

1.8.1. Pengertian Evaluasi

Menurut pengertian istilah “evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan” (Yunanda 2009). Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, dan monitoring. Tanpa evaluasi tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya.

Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan. Hubungan antara pengukuran dan penilaian saling berkaitan.

(7)

Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran atau kriteria tertentu (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu. Nilai mengandung arti mengambil keputusan terhadap sesuatu yang berdasarkan pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya, dan penilaian bersifat kualitatif . Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Arikunto (2009) bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran (bersifat kuantitatif), menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (bersifat kualitatif), dan evaluasi meliputi kedua langkah tersebut di atas.

Untuk menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan kriteria, evaluator dapat langsung membandingkan dengan kriteria namun dapat pula melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian membandingkannya dengan kriteria. Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui proses mengukur kemudian melakukan proses menilai tetapi dapat pula evaluasi langsung melalui penilaian saja. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Crawford (2000), mengartikan penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui/menguji apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditentukan.

I.8.2. Penggunaan Lahan

Arsyad (1989) mengemukakan bahwa penggunaan lahan adalah:

“suatu bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan kehidupan baik kebutuhan material maupun kebutuhan spiritual.”

Vink dalam Sitorus (1989) mengemukakan juga sebagai berikut:

“Penggunaan lahan (Land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual.”

Selain itu juga Arsyad (1989) mengemukakan pengelompokan tipe-tipe penggunaan lahan adalah sebagai berikut (1) Perladangan, (2) Tanaman semusim campuran, tanah darat, tidak intensif, (3) Tanaman semusim campuran, tanah darat, intensif, (4) Sawah, (5) Perkebunan rakyat, (6) Perkebunan besar, (7) Hutan produksi, (8) Hutan alami, (9) Padang pengembalaan,(10) Hutan lindung, (11) Cagar alam.

(8)

Selain itu juga Sitorus (1989) mengatakan bahwa pemanfaatan penggunaan lahan dapat dikelompokan secara umum menjadi beberapa bagian yaitu: (1) Penggunaan lahan pedesaan dalam arti luas termasuk pertanian, kehutanan, cagar alam, dan tempat-tempat rekreasi. (2) Penggunaan lahan perkotaan dan industri termasuk kota dan kompleks industri, jalan raya, dan pertambangan.

Perubahan yang terjadi pada lingkungan sosial budaya masyarakat akan menimbulkan tekanan penduduk terhadap kebutuhan akan lahan. Tekanan penduduk yang besar terhadap lahan ini diperbesar oleh bertambahnya luasnya lahan pertanian yang digunakan untuk keperluan lain, misalnya permukiman, jalan, dan pabrik. Lahan yang sering dialih fungsikan adalah lahan pertanian dan hutan yang dijadikan sebagai lahan permukiman (Soemarwoto 1985). Akibat dari alih fungsi ini akan terjadi ketidakseimbangan alam, maupun ketidakseimbangan dalam kehidupan sosial. Misalnya lahan pertanian yang tadinya sebagai tumpuan masyarakat dalam mata pencaharian, sekarang sudah tidak bertumpu lagi pada pertanian. Dalam hal ini Sumaatmadja (1988) berpendapat bahwa perubahan fungsi lahan mengubah tata ruang dengan keseimbangannnya. Pergeseran fungsi lahan dengan perubahan tata ruang tanpa memperhatikan kondisi geografis yang meiputi segala aspek alamiah dengan daya dukungnya dalam jangka panjang akan berdampak negative terhadap lahan dan lingkungan bersangkutan yang akhirnya pada kehidupan khususnya kehidupan manusia.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan perumahan, menurut Yuniarto dan Woro (1991) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan perumahan yaitu:

a. Faktor Alamiah. Penggunaan lahan di suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor alamiah di wilayah tersebut. Manusia mengolah lahan dengan komposisi penggunaan lahan sesuai dengan kebutuhan untuk kelangsungan hidup, baik yang menyangkut kondisi iklim, tanah, topografi maupun morfologi suatu wilayah.

b. Faktor Sosial. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, manusia tidak bisa melepaskan diri dari pemanfaatan sumber daya alam yang tergantung pada tingkat pendidikan, keterampilan atau keahlian, mata pencaharian

(9)

dan penggunaan teknologi serta adat istiadat yang berlaku di wilayah yang bersangkutan.

I.8.3. Perubahan penggunaan lahan

Perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai berubahnya fungsi sebagian/seluruhnya kawasan lahan dari fungsinya semula seperti yang direncanakan menjadi fungsi lain. Menurut Suma’atmadja (1997) mengemukakan bahwa:

“Pergeseran fungsi tata guna lahan tanpa memperhatikan kondisi geografis yang meliputi segala faktor fisik dengan daya dukungnya dalam jangka panjang akan membawa negatif terhadap lahan dan lingkungan bersangkutan yang akhirnya pada kegiatan manusia itu sendiri”.

Manuwoto (1993) mengemukakan pendapatnya yaitu sebagai berikut:

“Perubahan penggunaan lahan perumahan sangat dipengaruhi oleh faktor diantaranya faktor sosial atau kependudukan pembangunan ekonomi, penggunaan jenis teknologi dan kebijakan pembangunan makro”.

Proses penggunaan lahan yang dilakukan manusia dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan seiring dengan perkembangan peradaban dan kebutuhan manusia. Semakin tinggi kebutuhan manusia akan semakin tinggi terhadap kebutuhan lahan.

Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (Wahyunto, 2001). Perubahan penggunaan lahan perumahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Para ahli berpendapat bahwa perubahan penggunaan lahan lebih disebabkan oleh adanya kebutuhan dan keinginan manusia. Menurut McNeill (1998) faktor-faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan perumahan adalah politik, ekonomi, demografi dan budaya. Aspek politik adalah adanya kebijakan yang dilakukan oleh

(10)

pengambil keputusan yang mempengaruhi terhadap pola perubahan penggunaan lahan perumahan.

Perubahan penggunan lahan di suatu wilayah merupakan pencerminan upaya manusia memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan. Perubahan penggunaan lahan perumahan tersebut akan berdampak terhadap manusia dan kondisi lingkungannya. Menurut Suratmo (1982) dampak suatu kegiatan pembangunan dibagi menjadi dampak fisik-kimia seperti dampak terhadap tanah, iklim mikro, pencemaran, dampak terhadap vegetasi (flora dan fauna), dampak terhadap kesehatan lingkungan dan dampak terhadap sosial ekonomi yang meliputi ciri permukiman, penduduk, pola lapangan kerja dan pola pemanfaatan sumberdaya alam yang ada.

Pada umumnya perubahan ini akan berdampak positif dan berdampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat. Dampak positif yakni lengkapnya fasilitas sosial seperti pendidikan, kesehatan, peribadatan, rekreatif olahraga dan sebagainya. Dampak negatif adanya berkurang areal tanah pertanian serta berubahnya orientasi penduduk yang semula bidang pertanian menjadi non pertanian.

I.8.4. Kawasan Perumahan

Kawasan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyebutkan bahwa Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berwawasan perkotaan ataupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Parwata (2004) menyatakan bahwa permukiman adalah suatu tempat bermukim manusia yang telah disiapkan secara matang dan menunjukkan suatu tujuan yang jelas, sehingga memberikan kenyamanan kepada penghuninya. Permukiman (Settlement) merupakan suatu proses seseorang mencapai dan menetap

(11)

pada suatu daerah (Van der Zee 1986). Kegunaan dari sebuah permukiman adalah tidak hanya untuk menyediakan tempat tinggal dan melindungi tempat bekerja tetapi juga menyediakan fasilitas untuk pelayanan, komunikasi, pendidikan dan rekreasi.

Menurut Parwata (2004) permukiman terdiri dari: (1) isi, yaitu manusia sendiri maupun masyarakat; dan (2) wadah, yaitu fisik hunian yang terdiri dari alam dan elemen elemen buatan manusia. Dua elemen permukiman tersebut, selanjutnya dapat dibagi ke dalam lima elemen yaitu: (1) alam yang meliputi: topografi, geologi, tanah, air, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan iklim; (2) manusia yang meliputi: kebutuhan biologi (ruang, udara, temperatur, dsb), perasaan dan persepsi, kebutuhan emosional, dan nilai moral; (3) masyarakat yang meliputi: kepadatan dan komposisi penduduk, kelompok sosial, kebudayaan, pengembangan ekonomi, pendidikan, hukum dan administrasi; (4) fisik bangunan yang meliputi: rumah, pelayanan masyarakat (sekolah, rumah sakit, dsb), fasilitas rekreasi, pusat perbelanjaan dan pemerintahan, industri, kesehatan, hukum dan administrasi; dan (5) jaringan (network) yang meliputi: sistem jaringan air bersih, sistem jaringan listrik, sistem transportasi, sistem komunikasi, sistem manajemen kepemilikan, drainase dan air kotor, dan tata letak fisik.

Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.

1.8.5. Perencanaan Wilayah

Tarigan (2005) menyatakan bahwa perencanaan ruang wilayah adalah perencanaan pembangunan/pemanfaatan ruang wilayah, yang intinya adalah perencanaan pembangunan lahan (land use planning) dan perencanaan pergerakan pada ruang tersebut. Perencanaan ruang wilayah pada dasarnya adalah menetapkan ada bagian–bagian wilayah (zona) yang tidak diatur penggunaannya (jelas peruntukannya) dan ada bagian–bagian wilayah yang kurang tidak diatur penggunannya. Selain itu definisi lain juga menyebutkan Perencanaan merupakan suatu hasil rangkaian kerja untuk merumuskan sesuatu yang didasari oleh suatu pola

(12)

tindakan yang definitif, menurut pertimbangan yang sistematis, akan membawa keuntungan tetapi dengan anggapan bahwa akan ada tindakan selanjutnya yang juga merupakan rangkaian kegiatan yang sistematis lainnya (Sujarto 1986). Bagi bagian wilayah yang tidak diatur penggunaannya maka pemanfaatannya diserahkan kepada mekanisme pasar. Perencanaan pemanfaatan ruang wilayah adalah agar pemanfaatan itu dapat memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada masyarakat baik jangka pendek maupun jangka panjang termasuk menunjang daya pertahanaan dan terciptannya keamanaan.

Menurut Tarigan (2005), perencanaan wilayah sebaiknya dimulai dengan penetapan visi dan misi wilayah. Visi adalah cita-cita tentang masa depan wilayah yang diinginkan. Visi seringkali bersifat abstrak tetapi ingin menciptakan ciri khas wilayah yang ideal. Misi adalah kondisi antara atau suatu tahapan untuk mencapai visi tersebut. Misi merupakan kondisi ideal setingkat dibawah visi tetapi lebih realistik untuk mencapainya. Dalam kondisi ideal, perencanaan wilayah sebaiknya dimulai setelah rencana tata ruang wilayah (RTRW) tersusun, karena RTRW merupakan landasan sekaligus sasaran perencanaan pembangunan wilayah.

Perencanaan tata ruang yang menyangkut keseluruhan wilayah misalnya Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP), dan Rencana tata ruang wilaya kabupaten (RTRWK). Perbedaan utama dari kedua jenis perencanaan tersebut adalah pada perbedaan kegiatan utama yang terdapat pada wilayah perencanaan. Pada perencanaan keseluruhan wilayah ada kegiatan perkotaan dan ada kegiatan non perkotaan dengan fokus utama menciptakan hubungan yang serasi antara kota dengan wilayah belakangnya (Tarigan 2005). Pada perencanaan wilayah kota, kegiatan utama adalah kegiatan perkotaan dan pemukiman sehingga yang menjadi fokus perhatian adalah keserasian hubungan antara berbagai kegiatan didalam kota untuk melayani kebutuhan masyarakat perkotaan itu sendiri plus kebutuhan masyarakat yang datang dari luar kota.

Tujuan perencanaan wilayah adalah menciptakan kehidupan yang efisien, nyaman serta lestari dan pada tahap akhirnya menghasilkan rencana yang menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang direncanakan, baik oleh pemerintah maupun swasta. Lokasi yang dipilih memberikan efisiensi dan kelestarian lingkungan paling maksimal setelah memperhatikan benturan kepentingan dari berbagai pihak.

(13)

Perencanaan berkaitan dengan faktor sumber daya yang terbatas untuk dimanfaatkan hasilnya secara optimal sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Menurut Tarigan (2005), pentingnya perencanaan wilayah dikuatkan oleh beberapa faktor yang dikemukakan sebagai berikut:

1. Potensi wilayah terbatas, kemungkinan tidak dapat diperbanyak atau diperbaharui lagi.

2. Kemampuan teknologi dan cepatnya perubahan dalam kehidupan manusia.

3. Kesalahan perencanaan yang sudah dieksekusi di lapangan sering tidak dapat diubah atau diperbaiki kembali. Misal: penggunaan lahan yagn tidak terencana atau salah dalam perencanaan.

4. Lahan dibutuhkan oleh setiap manusia untuk menopang kehidupannya. Disisi lain kemampuan manusia untuk mendapatkan lahan tidak sama sehingga penggunaan atau kepemilikan lahan tidak dapat sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar.

5. Tatanan wilayah sekaligus menggambarkan kepribadian masyarakat, dimana kedua hal tersebut saling mempengaruhi.

6. Potensi wilayah sebagai aset yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat secara lestari dan berkelanjutan.

1.8.6. Peta Tematik

Peta adalah suatu gambaran sebagian permukaan bumi pada bidang datar dengan skala tertentu melalui system proyeksi. Peta tematik adalah peta yang isinya mengutamakan penggambaran obyek tertentu (Prihandito 2000). Peta tematik disebut juga peta khusus, yaitu peta dengan obyek khusus. Contoh peta tematik antara lain peta kadastral (batas kepemilikan), peta zona (peta rancangan legal penggunaan tanah), peta penggunaan tanah, peta kepadatan penduduk, peta kelerengan, peta geologi, peta curah hujan dan peta produktivitas pertanian. Menurut Prihandito (2000), pemilihan sumber data peta tematik disesuaikan dengan maksud dan tujuan pembuatan peta. Sumber data yang digunakan pada pemetaan yaitu pengamatan langsung di lapangan, penginderaan jauh dan peta yang sudah ada (base map).

(14)

Pemetaan tematik dengan cara kuantitatif adalah suatu penyajian gambar dari data kuantitatif ke atas peta, berupa simbol yang menyatakan identitas dan menunjukkan besar atau jumlah unsur yang diwakilinya (Prihandito 2000). Ada dua jenis simbol yang digunakan dalam penelitian ini yaitu symbol yang sebanding (proporsional) dan simbol warna yang bergradasi (graduated color). Pada simbol yang sebanding, besar kecilnya simbol tergantung dari besar kecilnya harga/jumlah unsur yang diwakilinya. Simbol warna yang bergradasi menggunakan tingkatan warna yang berbeda untuk menunjukkan nilai yang berbeda.

Simbol Bergradasi Simbol Warna Bergaradasi (sumber gambar : Arcmap 10)

Figure

Gambar I.1. Gambar peta dengan simbol proporsional dan warna bergradasi

Gambar I.1.

Gambar peta dengan simbol proporsional dan warna bergradasi p.14

References

Related subjects :

Scan QR code by 1PDF app
for download now

Install 1PDF app in