• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. perguruan silat yang lahir dan berpusat di Kota Madiun Pencak silat sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. perguruan silat yang lahir dan berpusat di Kota Madiun Pencak silat sebagai"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di daerah Madiun dan sekitarnya terdapat banyak organisasi beladiri atau perguruan silat yang lahir dan berpusat di Kota Madiun Pencak silat sebagai warisan budaya dan cabang olah raga beladiri telah menarik minat warga masyarakat terutama para remaja didaerah Madiun dan sekitarnya untuk terlibat didalamnya. Beberapa organisasi beladiri atau perguruan pencak silat di Kota Madiun, antara lain: Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), Persaudaraan Setia Hati Winongo (PSHW), Kera Sakti, Tapak Suci, Pagar Nusa, Cempaka Putih, Pro Patria dan lain-lain.

Organisasi beladiri tersebut sebagian telah meningkat jumlah pengikutnya dan menciptakan fanatik kelompok yang berlebihan. Fanatisme tersebut telah menciptakan sekat pembatas dalam kehidupan bermasyarakat yang mengakibatkan rawan korban jiwa dan harta. Hal ini disebabkan oleh anggota muda perguruan persaudaraan Pencak Silat yang masih labil dan saling unjuk kekuatan serta saling mengejek. Jiwa muda yang fanatik rentan terbakar masalah pribadi, kelompok dan politik.

Dua perguruan pencak silat yang memiliki banyak massa dan anggotanya sering bentrok adalah PSHT dan PSHW. Dua perguruan pencak silat yang sebenarnya memiliki latar belakang sejarah sama dan mengalami konflik panjang dari sejak awal pendiriannya hingga berkembang sampai sekarang. Para pengikut

(2)

2 atau warga pencak silat dari dua kubu perguruan silat tersebut bisanya langsung diposisikan sebagai kawan (saudara) seperguruan atau sebagai pihak lawan (musuh) perguruan. Akibatnya perseteruan yang sebenarnya masalah pribadipun dapat berubah menjadi pertikaian antarkelompok yang meluas. Hal ini menyebabkan ancaman bagi keamanan dan perdamaian didaerah Kabupaten Madiun dan Kota Madiun serta kabupaten-kabupaten di sekitarnya, seperti Kabupaten Ponorogo, Ngawi, Magetan dan Pacitan. Konflik memungkinkan menyebar karena kedua perguruan silat tersebut telah berkembang pesat hingga memiliki cabang diseluruh penjuru Indonesia serta luar negeri.

Adanya konflik dua perguruan PSHT dan PSHW yang terus berkelanjutan dapat mengakibatkan terjadinya gangguan kamtibmas diwilayah Madiun dan sekitarnya. Kepolisian Resort Madiun telah memperkuat peran dan fungsi pemolisian masyarakat sebagai imbangan dalam mengatasi dan mencegah terjadinya konflik antara PSHT dan PSHW di Madiun. Data menunjukkan dari 147 kasus yang masuk di Polres Madiun 2008 sampai 2012, ternyata hanya dapat ditangani 65% saja melalui cara-cara konvensional (kawal, jaga, tangkap). Melalui penguatan peran pemolisian masyarakat, maka saat ini kasus-kasus kekerasan yang bersifat kelompok mulai dapat ditemukan solusinya. Peran aktif dari kepolisian dalam melakukan pemolisian masyarakat dan pemerintah daerah dalam memelihara perdamaian telah membuktikan bahwa masyarakat bukan hanya obyek melainkan subyek dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bersama polisi dan pemerintah.

(3)

3 1.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, penelitian ini berusaha mengungkap berbagai permasalahan yang menjadi penyebab perselisihan antarperguruan pencak silat yang sudah bertahun-tahun terjadi di wilayah Madiun. Selain mencari akar penyebab konflik, penelitian ini juga berusaha mendalami lebih lanjut solusi penyelesaian konflik yang dipandu melalui pertanyaan penelitian berikut:

1. Mengapa terjadi konflik antara anggota PSHT dan PSHW?

2. Bagaimana peran pemolisian masyarakat dalam mengelola konflik antara PSHT dan PSHW?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini penting ditinjau dari sisi akademis sebagai upaya mengembangkan pemahaman dan analisis yang lebi komprehensif tentang akar penyebab konflik di masyarakat lokal yang dilatarbelakangi perbedaan organisasi massa. Secara lebih rinci penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bentuk-bentuk, akar penyebab dan dampak konflik yang diakibatkan perseteruan antara dua perguruan pencak silat PSHT dan PSHW diwilayah Kabupaten dan Kota Madiun.

2. Mengetahui dan menganalis peran pemolisian masyarakat di lingkup Polres Madiun kota dan Polres Madiun dalam mengatasi konflik perguruan pencak silat PSHT dan PSHW.

(4)

4 3. Merumuskan atau memformulasikan strategi apa yang harus dilakukan atau lebih tepat dalam penyelesaian konflik antara perguruan pencak silat PSHT dan PSHW diwilayah Kabupaten dan Kota Madiun.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini, antara lain :

1. Hasil Penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang ilmu konflik dan resolusi konflik dalam masyarakat terutama dalam organisasi kemasyarakatan.

2. Penelitian ini diharapkan menjadi evaluasi terhadap pemolisian didaerah Kota dan Kabupaten Madiun dalam penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat yang minim konflik dan tepat resolusi.

3. Mendorong keberhasilan kepolisian dalam menyelenggarakan pemolisian masyarakat.

4. Merekomendasikan pilihan-pilihan lebih untuk strategi pemolisian masyarakat yang lebih efektif dan komprehensif dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat.

1.5. Tinjauan Pustaka

Pembahasan mengenai konflik antara dua perguruan Pencak Silat PSHT dan PSHW yang terjadi di Kabupaten dan Kota Madiun. Dalam penelusuran penulis, sampai saat ini telah ada beberapa tesis/penelitian yang membahas

(5)

5 tentang konflik pencak silat didaerah Madiun serta beberapa jurnal penelitian terkait masalah perguruan pencak silat di Madiun.

Disertasi Harwanto (2012), Dosen Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, dengan judul "Konflik Kekerasan Antar kelompok Organisasi Beladiri Pencak Silat dalam Perspektif Sosiologi Olahraga". Dengan fokus penelitian mengenai konflik antara PSHT dan PSHW yang telah terjadi berlarut-larut, Harwanto mengatakan bahwa konflik terjadi karena latar belakang pemahaman nilai ajaran pencak silat yang tidak terinternalisasi dengan maksimal. Dalam penelitian disimpulkan bahwa pencak silat yang merupakan cabang olahraga tidak dimaknai secara tuntas dalam pemahaman ilmu yang diajarkan oleh perguruannya. Perilakunya tidak mencerminkan nilai sportivitas dan tanggung jawab. Menurut Harwanto, “Kekerasan bagi anggota organisasi pencak silat dimaknai sebagai unjuk kekuatan (prestis organisasi). Kekerasan ini merupakan bagian dari uji kemampuan (prestis individu), balas dendam karena konflik masa lalu, solidaritas anggota yang berlebihan, serta fanatisme”.

Berbeda dari penelitian Harwanto, penelitian ini akan melihat bentuk kekerasan komunal tidak hanya disebabkan karena masalah balas dendam, prestis atau fanatisme. Dalam penelitian ini konflik juga dilihat sebagai fenomena lemahnya koordinasi, mediasi dan komunikasi antarkelompok perguruan.

Penelitian Dany Rosanty (2011), mahasiswa MPRK UGM, dengan judul penelitian “Sejarah dan Dinamika Konflik antara Perguruan Pencak Silat Setia Hati Terate dan Setia Hati Winongo di Kabupaten Madiun”. Penelitian Rosanty menggambarkan tentang sejarah dan dinamika konflik yang terjadi antara PSHT

(6)

6 dan PSHW secara periodik setiap tahunnya dengan memfokuskan penelitian pada tahun 2007. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa “konflik antara kedua perguruan pencak silat yang terjadi bersamaan dengan ritual tahunan masyarakat seperti keceran atau sah-sahan, halal bi halal dan Suro ”.

Berbeda dari penelitian Rosanty, penelitian ini akan melihat pendekatan yang dipakai kepolisian dalam mengantisipasi konflik yang hampir terjadi secara periodik bersamaan dengan ritual tahunan organisasi beladiri. Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu di Kota Madiun sebagai tempat kantor/padepokan pusat PSHT dan PSHW dan Kabupaten Madiun sebagai contoh penyebaran pengaruh dan anggota dari kedua perguruan Pencak Silat tersebut.

Penelitian Ali Maksum (2009) menggambarkan konflik antar kelompok dalam olahraga, apalagi yang bermuatan kekerasan, merupakan fenomena yang kompleks dan bisa jadi berbeda dalam bentuk dan pewujudannya dari waktu ke waktu. Penelitian ini berusaha menemukan fakta empiris terkait dengan konflik kekerasan antar kelompok organisasi PSHT dan PSHW. Studi ini sampai pada kesimpulan bahwa “konflik terjadi karena proses pembentukan identitas sosial yang terdistorsi”.

Dibandingkan penelitian Maksum, penelitian ini melihat bahwa konflik terjadi karena kurangnya sinergi antar tiga sektor utama: organisasi beladiri, kepolisian, peran masyarakat sebagai kekuatan bersama.

Penelitan Bernardo Idalina Leto (2009) menggambarkan kerjasama polisi dan masyarakat dalam menyelesaikan konflik pengungsi dan konflik arte

(7)

7

marsiais konflik kelompok bela diri) yang terjadi di Timor Leste dengan menerapkan manajemen konflik BAHA (Buka Analiza Hatan Avaliasaun).

Penelitian Bernardo ini lebih ih berfokus pada upaya mencari model yang paling tepat agar polmas secara berkelanjutan dapat mengatasi masalah konflik di daerah yang masyarakatnya relatif memiliki latar belakang yang sama, yakni suku dan bahasa yang sama (Tetun).

Di samping itu, penelitian Sri Gunting (2012) mendorong supaya:

1. Dalam mengatasi fenomena perkelahian antar kedua perguruan silat yang kerap terjadi, Polri selaku pengampu kepentingan dan otoritas keamanan harus terlebih dahulu memahami sejarah dan karakter konflik kedua perguruan, mengenali faktor-faktor pencetus dan pendorong terjadinya konflik.

2. Bahwa tindakan kepolisian dalam mengatasi fenomena perkelahian antar kedua perguruan silat yang kerap terjadi Polri dapat melakukan upaya pencegahan dan penindakan.

3. Bahwa setiap strategi yang diterapkan Polri harus disesuaikan dengan tantangan, eskalasi konflik yang terjadi serta kondisi dalam masyarakat dan menyesuaikan dengan kualitas dan kuantitas kekuatan Polri yang siap diterjunkan ke lapangan.

4. Bahwa setiap strategi yang diterapkan Polri mengandung resiko yang perlu dikelola secara profesional dengan mempertimbangkan kemanfaatan dan adanya pendidikan hukum kepada kedua massa perguruan silat dan masyarakat secara umum.

(8)

8 Dari uraian penelitian terdahulu dapat diketahui beberapa hal yang menurut penulis anggap sebagai kekurangan, yaitu tidak mengungkap pengaruh simbol-simbol organisasi ditengah masyaraka terhadap konflik, peran tokoh kunci dan partisipasi masyarakat non anggota organisas dalam penyelesaian konflik Dalam penelitian ini, penulis ingin melakukan penelitian dari aspek persepsi dan masalah para anggota perguruan yang sudah diakui menjadi warga atau pendekar dari kedua perguruan PSHT dan PSHW atau generasi sekarang yang telah salah mewarisi permusuhan serta membesarkan masalah menjadi permusuhan. Dalam penelitian ini juga memberikan resolusi yang dapat digunakan oleh semua pihak (pemerintah, kepolisian dan masyarakat) sebagai bagian dari upaya pemolisian dan penyelesaian konflik antara dua perguruan serta mencegah terjadinya konflik baru dengan perguruan lain.

1.6. Argumen Utama

Terdapat tiga konsep utama yang menjadi kerangka dasar pemikiran penelitian ini, yaitu akar konflik, peran dan efektifitas pemolisian masyarakat, dan strategi alternatif dalam mengatasi konflik antara PSHT dan PSHW.

Sesuai dengan kerangka pemikiran teresebut maka untuk menjawab pertanyaan pertama pada rumusan masalah diatas penulis berargumen bahwa akar penyebab konflik antara PSHT dan PSHW adalah masalah sistem rekrutmen dan pelatihan, yakni adanya perbedaan yang mencolok dalam proses rekrutmen dan pelatihan anggota atau warga. Adanya perbedaan waktu latihan, beratnya materi latihan fisik dan mental spritual, perbedaan biaya menjadi anggota yang jauh

(9)

9 berbeda dan banyak anggota PSHT yang belum dilantik atau disyahkan yang tidak merasa kuat mejalani latihan berpindah ke PSHW sehingga terjadi kecemburuan dimana PSHT satu sampai dua tahun untuk menyandang predikat warga sedang yang keluar langsung disyahkan menjadi warga PSHW menambah memperjelas garis pembeda sehingga menambah permusuhan sampai mengakar ke setiap individu anggota atau warganya. Maka perlu diadakan kontrol kualitas dan kwantitas menyandang gelar pendekar atau warga oleh badan pengawas organisasi pencak silat yaitu IPSI.

Sementara itu, sebagai jawaban atas pertanyaan penelitian yang kedua, penulis melihat bahwa pemolisian masyarakat merupakan langkah terobosan polisi dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat, tapi tidak sepenuhnya dapat menyelesaikan masalah. Dalam pemolisian masyarakat dibutuhkan kerjasama kemitraan bersama stakeholder antara lain kepolisian, pemerintah dan masyarakat dalam mendeteksi gejala-gejala yang dapat menimbulkan masalah dan mendapatkan solusi untuk mengantisipasi permasalahan tersebut. Namun, peran stakeholder dan pemolisian masyarakat terkadang gagal dalam membendung permasalahan di tingkat bawah. Pemda Kabupaten dan Pemerintah Kota Madiun serta instansi terkait dan masyarakat dalam mengelola aset budaya asli Madiun yang jelas memiliki simpatisan yang sangat banyak belum dikelola secara maksimal sehingga menimbulkan konflik. Salah satu bukti bahwa pemkot dan pemda Madiun tidak mengelola aset pencak silat yang ada adalah tidak adanya kontrol dan izin pendirian tugu atau simbol perguruan pencak silat yang terletak dipinggir jalan raya. Banyaknya tugu yang

(10)

10 berdiri dipinggir jalan mengakibatkan terkotak-kotaknya masyarakat menjadi nampak jelas sehingga memicu terjadinya konflik.

1.7. Kerangka Konseptual

Agar penelitian ini lebih terarah sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka kerangka konseptual penelitian ini dibangun ke dalama tiga tahapan sebagai berikut: (1) akar penyebab konflik, (2) efektifitas peran organisasi kepolisian dan masyarakat (Polmas) dalam menyelesaikan konflik, (3) strategi alternatif penyelesaian konflik.

Langkah pertama untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah memahami dan menganalisis akar penyebab konflik, antara lain dengan mengkaji latar belakang mengapa konflik muncul. Di samping itu, perlu juga dipresentasikan secara ringkas sejarah organisasi yang menaungi massa yang terlibat konflik untuk memperjelas latar belakang konflik. Dalam hal ini organisasi massa yang membawahi dan menyatukan berbagai elemen masyarakat yang memiliki kepentingan atau nilai-nilai tertentu. Organisasi ini berperan penting dalam membentuk spirit dan perilaku anggotanya, sebagaimana dikatakan Sakata (2005) yakni aiming to nurture people ‘spirit’ to support specific programs or issues, e.g

good citizens, mutual cooperation, cultural family, unity of communy,etc.

Di Indonesia, organisasi massa dikenal sebagai organisasi kemasyarakatan. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), yang dimaksud dengan Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga

(11)

11 negara Republik Indonesia secara suka rela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Setelah pemahaman mendalam tentang latar belakang organisasi kemasyarakatan kemudian dilakukan pengumpulan data tentang peristiwa, dokumen dan observasi tentang terjadinya konflik PSHT dan PSHW. Selain itu, Fahardian (2005: 3) melihat konflik masyarakat di Indonesia berhubungan erat dengan isu moral legitimacy, trust, personal dan social identification. Sementara Wilson (2008:15) mengasumsikan kemungkinan adanya konflik sosial yang spontan, terkoordinasi, faktor provokasi, serta pengaruh leader. Dalam melihat akar konflik, penelitian ini menyakini bahwa faktor sejarah seperti pendapat Coppel, dapat mendorong konflik. Sebagaimana yang terjadi dalam sejarah Madiun pernah mengalami masa suram pada masa revolusi terjadi kekerasan dan peristiwa PKI 1948. Perkembangan konflik di Madiun di era modern bisa jadi disebabkan ego organisasi dan mengacu pendapat Wilson, disebabkan pula oleh provokasi kelompok, yang diperparah oleh lemahnya pengaruh leader dalam menciptakan suasana kondusif bagi tercapainya keamanan dan kerukunan. Sebagaimana diketahui masyarakat Madiun pada umumnya, keberadaan organisasi beladiri yang masanya besar ini seringkali dijadikan kendaraan politik bagi „sang ketua‟ untuk memperebutkan posisi kepala daerah. Dikarenakan „sang ketua‟ mempunyai pengaruh massa yang sangat banyak dan luas sehingga sangat membantu dalam kesuksesan dalam berpolitik.

Langkah berikutnya adalah menganalisis peran pemolisian masyarakat dan peran aktor dalam penyelesaian konflik. Stakeholder yang perlu diteliti adalah

(12)

12 pemerintah daerah, kepolisian, tokoh-tokoh masyarakat termasuk anggota organisasi perguruan yang berkompeten (A. Roberto, 2005; Lyons, 1999; Banurusman,1995). Menurut Perkap Nomor 07 Tahun 2008 tentang pemolisian masyarakat. Kepolisian dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat tidak mungkin dilakukan oleh Polisi sepihak, namun dibutuhkan kerjasama dan kemitraan bersama masyarakat dalam mendeteksi gejala yang dapat menimbulkan masalah dan mendapatkan solusi untuk mengantisipasi permasalahan dalam masyarakat. Untuk mengetahui sejauh mana peran aktor dalam polmas, maka yang akan diungkap adalah bentuk-bentuk kesepakatan, keselarasan antar

stakeholder, produk kebijakan atau peraturan daerah, komunikasi antaraktor,

umpan balik masyarakat dan lain-lain. Konsep pemolisian masyarakat yaitu suatu program penertiban masyarakat yang lebih mengutamakan pendekatan proactive,

problem solving dan partnership yang diawali dari cara pandang dan nilai-nilai

masyarakat lokal dalam menyelesaikan isu bersama yang jadi perhatian polisi dan warga (Scheider, 2003 cit Bayley & Shearing, 1998).

Thurman (1995) menekankan pemahaman polmas sebagai kegiatan pemolisian yang berbasis inisiatif lokal, yakni masyarakat memiliki andil sebagai sutradara terciptanya tatanan sosial dengan memberi laporan kriminalitas secara suka rela dan aktif terlibat dalam community–based problem solving. Thurman (dalam Kerley & Benson, 2000:48).

Berikutnya, langkah ketiga adalah menganalisis strategi penyelesaian konflik. Ada perbedaan makna antara resolusi konflik, manajemen konflik dan penyelesaian (settlement). Manajemen konflik adalah ketrampilan dalam

(13)

13 menemukan formula alternatif dalam penyelesaian konflik („by alternative dispute

resolution skills‟) dan dapat menampung atau membatasi konflik, settlement

adalah „dengan proses wewenang dan hukum‟ („by authoritative and legal

processes’) dan dapat dipaksakan oleh kelompok elit yaitu pemerintah dan

Penegak hukum (McCollum, 2009). Resolusi konflik berorientasi praktis dan normatif, artinya menghentikan konflik dengan cara-cara yang analitis dan masuk ke akar permasalahan (Brigg, 2008:1). Resolusi konflik, berbeda dari manajemen konflik atau settlement, mengacu pada hasil yang diinginkan setiap pihak yang berkonflik atau menurut pandangan pihak-pihak yang terlibat konflik (McCollum,2009: Panggabean, 2010). Diharapkan dengan adanya strategi alternatif dalam penyelesaian konflik yang terjadi selama ini, yang salah satu caranya adalah menghilangkan fanatisme kelompok atas organisasinya sendiri kepada organisasi ketiga yang lebih inklusif bagi kedua belah pihak. Berikut ini kerangka pikir untuk menjawab ketiga permasalahan penelitian yang diangkat di tesis ini:

(14)

14

Bagan 1: Kerangka Pikir Ketiga Masalah Penelitian

1.8. Metodologi Penelitian

Penelitian tentang konflik organisasi beladiri di Madiun ini merupakan studi yang menggunakan metodologi kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena secara mendalam melalui pengumpulan data di lapangan melalui keterlibatan langsung peneliti. Penelitian ini tidak mengutamakan

Akar Penyebab Konflik Dampak konflik Konflik Organisasi Massa Strategi Bentuk-bentuk Konflik Peran Stakeholder Resolusi Konflik Kepolisian Pemerintah Settlement Masyarakat Manajemen konflik

(15)

15 besarnya populasi atau sampling (Moleong, 2007). Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada persoalan kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data.

Agar lebih sesuai dengan metode yang digunakan dan fenomena di lapangan, maka penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus. Studi kasus adalah metode riset yang menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungkin data) yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis (Moleong, 2007).

Jenis data penelitian yang digunakan di dalam tesis ini, antara lain: 1. Data primer

Berupa hasil wawancara langsung penulis dengan pihak yang mengetahui, melihat dan mengalami suatu peristiwa yang terjadi. Data berupa wawancara dengan Kepolisian, ketua perguruan, paguyuban, anggota perguruan dan masyarakat yang mengalami atau mengetahui konflik. 2. Data sekunder

Berupa peta demografi kedua perguruan PSHT dan PSHW di wilayah Kabupaten dan Kota Madiun, kalender kamtibmas, data krimnalitas, Pola pengamanan Kepolisian, catatan rapat serta data dari pihak yang terkait isu konflik pencak silat, meliputi pemerintah daerah, DPRD, tokoh masyarakat, tokoh perguruan, tokoh pemuda, Kapolres Madiun Kota, Kapolres Madiun dan pihak-pihak yang terlibat konflik.

(16)

16 a. Data perkembangan jumlah anggota, dua perguruan pencak silat PSHT

dan PSHW di wilayah Kabupaten dan Kota Madiun.

b. Data pengamanan Polres Madiun Kota dan Polres Madiun dalam kegiatan Suran Agung dan halal bihalal (Setia Hati Winongo) dan Pengesahan Anggota Baru (SH Terate).

c. Data perjanjian damai atau MOU antara dua perguruan pencak silat PSHT dan PSHW di wilayah Kabupaten dan Kota Madiun.

d. Data kejadian konflik dua perguruan pencak silat PSHT dan PSHW di wilayah Kabupaten dan Kota Madiun 1990-2014.

e. Data operasi pendukung sebelum pelaksanaan kegiatan dari dua perguruan pencak silat di wilayah Kabupaten dan Kota Madiun, yaitu Operasi Minuman Keras dan Operasi Ketertiban Lalu lintas.

f. Data kegiatan Polmas dan Bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (babinkamtibmas) dalam mengemban fungsi pemolisian masyarakat dalam mencegah terjadinya konflik antara dua perguruan pencak silat PSHT dan PSHW di wilayah Kabupaten dan Kota Madiun.

Tahapan penelitian ini mencakup; tahap persiapan, tahap penelitian lapangan, tahap penyelesaian laporan.

a. Tahap persiapan

Dimulai dengan mengumpulkan bahan dan data terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, kemudian dilanjutkan dengan penyusunan penelitian melalui penulisan dan penyusunan data dan

(17)

17 teori dalam tulisan dan analisis hasil penelitian dibawah bimbingan dosen pembimbing. Setelah memperoleh persetujuan pembimbing dilanjutkan dengan menyiapkan kelengkapan penelitian lapangan berupa sarana dan prasaran pendukung penelitian seperti kamera, alat perekam dan buku. Tahapan waktu penelitian ditetapkan bersama dengan dosen pembimbing untuk penyelesaian tiap tahapan penelitian agar dapat terlaksana secara terukur.

b. Tahap penelitian 1) Penelitian kepustakaan

Dilakukan dengan pengumpulan serta pengolahan data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian.

2) Penelitian lapangan

Mengumpulkan data primer melalui oservasi/wawancara kelapangan guna mengumpulkan data-data yang diperlukan berkaitan dengan permasalahan.

3) Lokasi penelitian

Kota Madiun (Polres Madiun kota) dan Kabupaten Madiun (Polres Madiun)

c. Tahap penyelesaian

Dilakukan dengan menganalisis data-data primer dan sekunder yang berhasil dikumpulkan melalui penelitian lapangan maupun penelitian kepustakaan. Kemudian dilanjutkan dengan penulisan dan penyusuanan tesis di bawah supervise dosen pembimbing.

(18)

18 d. Analisis

Analisis data sebagai proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar dari inti data sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis seperti yang disarankan oleh data. Analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mengelompokkan, menseleksi, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan memutuskan data apa yang paling tepat untuk mencari model penyelesaian konflik dalam penelitian ini. Analisis penelitian ini berupaya memperoleh jawaban atas permasalahan yang menjadi topik utama dalam penelitian melalui deskriptif analitik.

1.9. Sistematika Penulisan

Penelitian berjudul “Pemolisian Masyarakat dan Penyelesaian Konflik: studi kasus Polres Madiun Kota dan Polres Madiun dalam mengatasi konflik antara PSHT dan PSHW” ini disusun dengan penulisan sebagai berikut :

Bab satu pendahuluan, terdiri atas latar belakang, masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, argumen utama, kerangka konseptual, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab dua analisis akar penyebab konflik dan disertai dengan uraian mengenai bentuk-bentuk dan dampak konflik antara PSHT dan PSHW di Kabupaten dan Kota Madiun. Pemahaman atas peta stakeholder juga dibutuhkan untuk

(19)

19 menelusuri akar penyebab konflik dengan mengunakan pohon konflik dan pemetakan konflik yang dapat menjelaskan siapa saja aktor-aktor yang terlibat dalam konflik serta isu yang menyertai masing-masing pihak. Di samping itu, bab dua juga akan secara umum mengambarkan profil PSHT dan PSHW dan lokasi konflik di Kabupaten dan Kota Madiun dari aspek sosio-geografi yang dilengkapi dengan peta dan gambar.

Bab tiga berisi tentang analisis peran kepolisian dan stakeholder dalam pemolisian masyarakat dan keterkaitannya secara langsung atau tidak langsung dengan efektifitas penyelesaian konflik. Penulis menggambarkan bahwa tindakan pemolisian yang dilakukan Polres Madiun dan Polres Madiun Kota merupakan bagian dari agenda rutin dalam menghadapi konflik, tetapi masih memungkinkan dilakukan penyesuaian atau terobosan lain agar lebih efektif dalam menyelesaikan persoalan, yaitu bagaimana manajemen konflik, settlement, dan resolusi konflik dapat dilakukan.

Bab empat berisi efektifitas pemolisian yang telah dilakukan dalam menyelesaikan konflik antara PSHT dan PSHW yang terjadi di wilayah Madiun. Bab lima menguraikan kesimpulan dan saran yang diharapkan dapat mendorong penyelenggaraan dan pembinaan ormas yang minimum konflik dan tepat resolusi.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Praktikum dalam mata kuliah ini dimaksudkan untuk memberikan pengalaman lapangan kepada Saudara tentang berbagai hal yang berkaitan dengan cara-cara penerapan

Berdasarkan hasil penelitian partikel nano Ca 9,9825 Gd 0,0175 (PO 4 ) 6 (OH) 2 telah berhasil disintesis dengan fasa tunggal, berstruktur heksagonal, nilai suseptibilitas dari

STUDENTS' PERCEPTION TOWARD TEACHERS ’ CLASSROOM MANAGEMENT IN ENGLISH AS FOREIGN LANGUAGE (EFL) CLASS..

Calculus Demystified Chemistry Demystified College Algebra Demystified Databases Demystified Data Structures Demystified Differential Equations Demystified Digital

Sedangkan rumah sakit tipe B dan tipe A adalah rumah sakit dengan pelayanan spesialis medik yang lebih kompleks (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Dalam sistem akuntansi penggajian dan pengupahan, fungsi akuntansi bertanggung jawab untuk mencatat kewajiban yang timbul dalam hubungannya dengan pembayaran gaji

maka diperoleh potensi pengguna yang akan berpindah menggunakan jalan tol tertingi dengan VCR aktual = 0,8 diperoleh pada golongan I saat tarif masuk Rp 600,00