• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa sebagai alat komunikasi manusia mempunyai peranan yang sangat penting dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan untuk menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaan, dan sebagainya kepada orang lain. Tanpa bahasa manusia akan kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial. Selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga berfungsi sebagai penyampai pesan seseorang kepada orang lain. Berbahasa dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan (Ariyani, 2010: 1).

Penelitian terhadap pragmatik dapat dilakukan pada segala macam tuturan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik tuturan yang terdapat di masyarakat maupun tuturan di televisi. Komunikasi berhubungan erat dengan media massa, baik cetak maupun elektronik. Salah satu media massa elektronik adalah televisi. Televisi merupakan sarana hiburan bagi masyarakat dalam penelitian ini, penulis bermaksud untuk meneliti tuturan dalam acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem yang tayang di sebuah stasiun televisi yaitu TVRI Yogyakarta.

Pangkur Jenggleng Padhepokan Padepokan Ayom-ayem merupakan salah satu program acara unggulan dari TVRI Yogyakarta. Acara tersebut merupakan acara komedi atau humor Jawa yang memiliki unsur budaya Jawa sangat kental di dalamnya. Pangkur Jenggleng Padepokan Ayom-ayem dirancang untuk

(2)

menampung dan mengembangkan unsur budaya yang dikemas dengan unsur hiburan di dalamnya sehingga tetap menarik untuk disaksikan.

Humor merupakan salah satu unsur yang membentuk komunikasi dengan menciptakan suasana nyaman antara penutur dengan mitra tutur. Komunikasi langsung maupun tidak langsung yang tanpa disertai humor tentunya tidak menarik. Adanya humor yang berupa tulisan dan kata-kata yang lucu dapat menghibur, meredakan ketegangan dan membuat orang tertawa. Di dalam situasi formal pun, humor diperlukan agar suasana menjadi lebih kondusif dan menarik.

Humor menjadi pelengkap dalam media elektronik agar sajiannya lebih variatif, tidak hanya mengulas hal-hal yang terkesan formal atau serius. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat kita saat ini lebih memilih sajian yang dapat menghibur. Hal ini dikarenakan kesibukan masyarakat kita yang sudah lelah dengan aktivitas harian, sehingga mereka membutukan sesuatu yang dapat melepas lelah.

Di dalam sebuah percakapan, hendaknya penutur dan mitra tutur mematuhi aturan kesantunan agar komunikasi dapat berjalan dengan seimbang. Namun, di dalam wacana humor biasanya banyak ditemukan prinsip kesantunan yang sengaja dilanggar agar menimbulkan kelucuan tertentu.

Berikut contoh analisis dalam acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem yang berjudul “Tata Krama” di TVRI Jogja pada tanggal 1 Februari 2016:

Konteks Tuturan:

Tindak tutur ini terjadi antara Pak Dalijo dan Suwiyah yang sedang menyapa para penonton di studio. Pak Dalijo tiba-tiba memberikan tanggapan

(3)

tentang pertanyaan Suwiyah yang menanyakan penampilan dan paras wajah si penabuh kendang.

Bentuk Tuturan:

Dalijo : Dhik, ibu-ibuke wa jan cuantik-cuantik, nan jelita. Bapak-bapake guantheng-guantheng. Wah… brengose… „Dik, ibu-ibunya memang semua cantik, juga jelita. Bapak-bapaknya semuanya ganteng. Wah… kumisnya…‟

Suwiyah : Mung loro, sing kene mas? „Hanya dua, yang sini mas?‟ Dalijo : Wee… iki, maco man!

„Wah… ini, maco man!‟

Suwiyah : Sing kono mas, sing kono mas?” (seraya menunjuk tukang kendang)

„Yang sana mas, yang sana mas?‟ (seraya menunjuk tukang kendang)

Dalijo : Macan man! ‘Harimau man!’

(01/TK/PJ/01/02/16)

Pada percakapan di atas termasuk tuturan yang tidak santun yaitu tuturan yang disampaikan Pak Dalijo yang berbunyi Macan man! ‘Harimau man!’, terdapat pelanggaran terhadap maksim pujian atau penghargaan, terutama submaksim pertama karena memperbanyak kecaman kepada orang lain. Jelas sekali tuturan tersebut merupakan tuturan yang melanggar prinsip kesantunan.

Tuturan tersebut diucapkan oleh Pak Dalijo yang sengaja mengecam si penabuh kendhang dengan menyebutnya sebagai macan. Tuturan tersebut tentunya tidak mengenakkan hati si penabuh kendang. Tuturan seperti itu jelas melanggar prinsip kesantunan. Pak Dalijo telah bertutur tentang hal-hal yang tidak menyenangkan orang lain, orang lain yang di maksud di sini merujuk pada si penabuh kendang dengan menyebutnya sebagai macan.

(4)

Mampu bertutur secara halus dan isi tutur katanya memiliki maksud yang jelas dapat menyejukkan hati dan membuat orang lain berkenan. Kesantunan seseorang dapat dilihat dari tuturannya, karena bahasa merupakan cermin kepribadian seseorang. Seseorang akan merasa senang jika mitra tuturnya berbicara dengan santun. Pemakaian bahasa secara santun belum banyak mendapat perhatian. Oleh karena itu, sangat wajar jika sering ditemukan pemakaian bahasa yang baik ragam bahasanya, tetapi nilai rasa yang terkandung di dalamnya menyakitkan hati pembaca atau pendengarnya. Hal ini terjadi karena pemakai bahasa belum mengetahui bahwa di dalam suatu struktur bahasa (yang terlihat melalui ragam dan tata bahasa) terdapat struktur kesantunan. Pranowo (2009: 4) berpendapat bahwa struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur/penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca.

Berdasarkan uraian tersebut, kesantunan mempunyai arti penting dalam berbahasa. Dalam pragmatik terdapat banyak prinsip mengenai kesantunan yang dapat digunakan untuk menganalisis tuturan. Prinsip kesantunan Leech (selanjutnya akan disebut prinsip kesantunan) menjelaskan cara bertutur secara santun dengan membagi menjadi tujuh macam maksim. Ketujuh maksim tersebut dijelaskan dengan masing-masing dua submaksim yang lebih terperinci. Dengan tujuh maksim yang dirumuskan oleh Leech, dapat dianalisis apakah tuturan tersebut santun atau tidak santun kepada orang lain. Setiap maksim dari tujuh maksim tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Prinsip kesantunan ini dapat digunakan untuk menganalisis tuturan yang terdapat dalam acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem.

(5)

Selain itu, dalam prinsip kesantunan tersebut disertai pula dengan tiga skala kesantunan. Setiap skala dari tiga skala tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Skala kesantunan ini dapat digunakan untuk menganalisis tuturan dalam Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem. Dengan skala kesantunan pula, dapat diketahui peringkat kesantunan sebuah tuturan.

Alasan peneliti memilih topik penelitian ini yaitu:

1. Peneliti ingin memanfaatkan tayangan acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem yang tayang di TVRI Jogja sebagai objek penelitian, dalam hal ini data berupa wacana humor yang terdapat dalam tuturan acara Pangkur Jenggleng Padepokan Ayom-ayem.

2. Kekhasan dalam penelitian ini terletak pada objeknya, yaitu wacana humor. Wacana humor dalam tuturan pada acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem menarik untuk diteliti karena dewasa ini humor sangat diperlukan untuk merelaksasikan diri setelah padatnya kegiatan sehari-hari dan dari wacana humor tersebut terdapat aturan kesopanan yang sengaja untuk dilanggar demi menciptakan kelucuan.

3. Penelitian tentang Pelanggaran Prinsip Kesantunan dalam Acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem di TVRI Jogja belum pernah diteliti.

Adapun penelitian yang sejenis dengan penelitian ini di antaranya sebagai berikut.

(6)

1. Tindak Tutur Dagelan Basiyo (Suatu Kajian Pragmatik) oleh Harsono Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS (2007) bentuk skripsi. Membahas tentang tentang fungsi bahasa, tipe-tipe humor, serta interpretasi pragmatik di dalam dagelan Basiyo.

2. Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur dalam Acara Opera Van Java (OVJ) di Trans 7 (Suatu Kajian Pragmatik) oleh Dwi Ariyani Fakultas Sastra dan Seni Rupa, UNS (2010) bentuk skripsi. Membahas tentang bentuk pelanggaran prinsip kesantuan dalam acara OVJ di Trans 7, prinsip ironi dalam acara OVJ, implikatur yang muncul berdasarkan pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara OVJ.

3. Ketidaksantunan Berbahasa Indonesia dalam Sidang Tindak Pidana Korupsi Kasus Wisma Atlet Berdasarkan Prinsip Kesantunan Leech oleh Giri Indra Kharisma Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember (2013) bentuk skripsi. Mendeskripsikan tentang tindak tuturtidak santun dalam sidang tindak pidana korupsi kasus Wisma Atletdan alternatif pembenahannyaberdasarkan prinsip kesantunan Leech dan faktor penyebab terjadinya bentuk tuturan yang tidak santun dalam sidang tindak pidana korupsi kasus Wisma Atlet.

4. Kesantunan Berbahasa Jawa Siswa SMP Muhammadiyah 1 Surakarta oleh Eko Purnomo Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret (2012) bentuk skripsi. Penelitian ini menghasilkan bentuk kesantunan dan ketidaksantunan tuturan bahasa Jawa yang digunakan siwa di SMP Muhammadiyah 1 Surakarta, faktor penentu kesantunan tuturan

(7)

bahasa Jawa yang digunakan siwa di SMP Muhammadiyah 1 Surakarta dan fungsi kesantunan tuturan bahasa Jawa yang digunakan siwa di SMP Muhammadiyah 1 Surakarta.

Penelitian yang akan dilakukan ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama meneliti tentang kesantunan berbahasa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini menekankan bentuk tuturan yang tidak santun yang melanggar prinsip kesantunan Leech.

Penelitian atau skripsi terdahulu yang telah dipaparkan di atas sebagai salah satu acuan atau referensi bagi peneliti, karena penelitian di atas sama-sama meneliti kesantunan berbahasa. Penelitian atau skripsi di atas merupakan sarana pembanding dengan penelitian ini, karena masalah yang terdapat dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya berbeda.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk pelanggaran prinsip kesantunan terhadap maksim-maksim Leech dalam acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem? 2. Bagaimanakah bentuk pelanggaran prinsip kesantunan menurut skala

kesantunan Leech dalam acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem?

(8)

C. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga hasil penelitiannya dapat diketahui. Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan bentuk pelanggaran prinsip kesantunan terhadap maksim-maksim Leech dalam acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem.

2. Mendeskripsikan bentuk pelanggaran prinsip kesantunan menurut skala kesantunan Leech dalam acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem.

D. Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian yang dilakukan harus dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Teoretis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi perkembangan studi pragmatik, khususnya tentang prinsip kesantunan. 2. Manfaat Praktis.

Manfaat praktis penelitian ini adalah dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam hal pemahaman wacana dialog humor, terutama dalam hal memahami pelanggaran prinsip kesantunan dan tingkat kesantunan berbahasa untuk menunjukkan bahwa tuturan tersebut sopan atau tidak.

(9)

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk landasan kajian penelitian sejenis selanjutnya.

E. Landasan Teori

1. Pragmatik

Thomas (dalam Sulistyo, 2013:2) mendefinisikan pragmatik sebagai kajian makna dalam interaksi, sedangkan Richards (dalam Sulistyo, 2013: 3) mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian tentang penggunaan bahasa di dalam komunikasi, terutama hubungan di antara kalimat dan konteks yang disertai situasi penggunaan kalimat itu. Yule mendefinisikan pragmatik ke dalam 4 (empat) definisi (dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 3-4).

Pertama, menurutnya pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Hal tersebut karena pragmatik mempelajari makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh petutur.

Kedua, pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Diperlukan suatu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan yang disesuaikan dengan orang yang diajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa.

Ketiga, pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan. Tipe studi ini menggali betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi bagian yang disampaikan.

Keempat, pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan. Keakraban, baik secara fisik, sosial, atau konseptual, menyiratkan

(10)

adanya pengalaman yang sama. Pada asumsi tentang seberapa dekat atau jauh jarak petutur, penutur menentukan seberapa banyak kebutuhan yang dituturkan.

Analisis pragmatik berupaya menemukan maksud penutur, baik yang diekspresikan secara tersurat maupun yang diungkapkan secara tersirat dibalik tuturan.

2. Pragmatik Humor

Berbahasa secara pragmatik, yaitu melakukan interaksi sosial dengan menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi. Sehubungan dengan hal tersebut, harus diperhatikan kaidah-kaidah bahasa dan prinsip-prinsip pemakaian bahasa. Pragmatik humor didasarkan atas penyimpangan kaidah pragmatik berbahasa. Parameter-parameter pragmatik yang sering digunakan , dilanggar, disimpangkan dan diabaikan oleh pelawak yaitu: (1) ilkuosi dan perlokusi dalam parameter tindak tutur, (2) maksim (aturan) berbahasa dengan prinsip kerja sama, yang meliputi: maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, maksim cara, dan prinsip kesantunan yang meliputi: maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim pengargaan, maksim kerendah hati, maksim kecocokan, maksim kesimpatian, maksim pertimbangan, yakni termasuk dalam parameter implikatur percakapan (Leech, 1993: 119). Jadi, humor pada hakikatnya adalah penyimpangan aspek pragmatik berbahasa untuk memperoleh kelucuan.

3. Humor

Humor merupakan hiburan karena penciptaannya ditujukan untuk menghibur pembaca. Humor juga bisa berperan sebagai sarana kritik dari

(11)

segala fenomena yang terjadi dilingkungan sekitar. Dengan adanya humor kita bisa terhibur dan sejenak bisa merelaksasikan pikiran setelah pikiran kita ditunutut untuk bekerja dalam segala rutinitas sehari-hari. Humor juga bisa menjadi kritik sosial terhadap segala ketimpangan yang ada di dalam masyarakat.

Herawati (2007: 7) menggambarkan humor sebagai suatu rangsangan yang dapat menyentuh perasa penikmat. Humor dapat digunakan sebgai alat untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang sehingga sasaran humor akan tersentuh perasanya. Sebagai akibanya, yang bersangkutan dapat tersenyum atau bakan tertawa geli.

4. Situasi Tutur

Pragmatik mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi tutur.Leech menyatakan aspek-aspek dalam situasi tutur (1993: 19-21).

a) Yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa)

Orang yang menyapa disebut dengan “penutur” dan orang yang disapa disebut “petutur”. Petutur selalu menjadi sasaran tuturan dari penutur. b) Konteks sebuah tuturan

Konteks ialah suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan petutur, dan yang membantu petutur menafsirkan makna tuturan.

c) Tujuan sebuah tuturan

Istilah tujuan lebih netral daripada maksud, karena tidak membebani pemakainya dengan suatu kemauan atau motivasi yang sadar,

(12)

sehingga dapat digunakan secara umum untuk kegiatan yang berorientasi tujuan.

d) Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar

Pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau performansi-performansi verbal yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu.Dengan demikian, pragmatik menangani bahasa pada tingkatan yang lebih konkret daripada tata bahasa.

e) Tuturan sebagai produk tindak verbal

Sebuah tuturan dapat merupakan suatu contoh kalimat (sentence-instance) atau tanda kalimat (sentence-stoken), tetapi bukanlah sebuah kalimat. Tuturan-tuturan merupakan unsur-unsur yang maknanya dikaji dalam pragmatik, sehingga dengan tepat pragmatik dapat digambarkan sebagai suatu ilmu yang mengkaji makna tuturan.

5. Prinsip Kesantunan Leech

Sopan santun merupakan mata rantai yang hilang antara prinsip kerja sama dengan masalah bagaimana mengaitkan daya dengan makna. Leech (1993: 166) menyatakan bahwa tuturan yang sopan bagi petutur atau pihak ketiga bukan merupakan tuturan yang sopan bagi penutur, begitu pula sebaliknya. Prinsip kesantunan Leech berhubungan dengan dua pihak, yaitu diri dan lain.

Diri ialah penutur dan lain adalah petutur, dalam hal ini lain juga dapat menunjuk kepada pihak ketiga baik yang hadir maupun yang tidak hadir dalam situasi tutur (Leech, 1993: 206). Leech (1993: 206) merumuskan

(13)

prinsip kesantunannya ke dalam tujuh maksim. Ketujuh maksim tersebut ialah sebagai berikut.

a) Maksim Kearifan (Tact Maxim) (dalam ilokusi direktif dan komisif)

1. Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin 2. Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin b) Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)

(dalam ilokusi direktif dan komisif)

1. Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin 2. Buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin c) Maksim Pujian (Approbation Maxim)

(dalam ilokusi ekspresif dan asertif)

1. Kecamlah orang lain sesedikit mungkin 2. Pujilah orang lain sebanyak mungkin d) Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)

(dalam ilokusi ekspresif dan asertif) 1. Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin 2. Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin e) Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim)

(dalam ilokusi asertif)

1. Usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan lain terjadi sesedikit mungkin

2. Usahakan agar kesepakatan antara diri dengan lain terjadi sebanyak mungkin

(14)

f) Maksim Simpati (Sympathy Maxim) (dalam ilokusi asertif)

1. Kurangi rasa antipati antara diri dengan lain hingga sekecil mungkin 2. Tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain g) Maksim pertimbangan (Consideration Maxim)

(dalam ilokusi asertif dan ekspresif)

1. Minimalkan rasa tidak senang pada mitra tutur 2. Maksimalkan rasa senang pada mitra tutur Berikut penjelasan dari masing-masing maksim di atas:

a) Maksim Kearifan atau Kebijaksanaan (Tact Maxim)

Maksim kearifan berorientasi pada petutur (Cruse, 2000: 363). Maksim kearifan memiliki dua segi, yaitu segi negatif dan segi positif. Segi negatif ialah “buatlah kerugian petutur sekecil mungkin” dan segi positif “buatlah keuntungan petutur sebesar mungkin”. Segi yang kedua (segi positif) merupakan akibat yang wajar dari segi pertama. Dapat dijelaskan bahwa jika penutur ingin melakukan sesuatu yang menguntungkan petutur maka harus memperkecil kemungkinan bagi petutur untuk mengatakan “tidak”. Dalam konteks informal, sebuah imperatif di mana penutur tidak memberi kesempatan kepada petutur untuk mengatakan tidak merupakan suatu tindakan yang sopan. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan, “Maukah anda mengambil sandwich sepotong lagi?” lebih santun daripada “Ambillah sandwich sepotong lagi” (Leech, 1993: 170-171).

(15)

Dalam konteks yang berbeda, misalnya ingin menyuruh petutur untuk mencuci piring, tuturan yang tidak langsung lebih sopan daripada tuturan langsung. Tuturan “Bisakah kamu mengambilkan bolpoin itu?” lebih sopan daripada “Ambil bolpoin itu!”.

b) Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)

Maksim kedermawanan memiliki orientasi untung rugi kepada penutur. Berdasarkan maksim ini, tuturan “Biar saya yang menjemur pakaian.” lebih santun daripada “Saya ragu apakah saya bisa menjemur pakaian”. Dapat dikatakan bahwa penutur harus mengutarakan dengan tuturan yang bersifat langsung jika bermaksud memberi “biaya” bagi diri sendiri. Hal tersebut agar tidak menciptakan kemungkinan bahwa petutur yang akan melakukan “biaya” yang seharusnya dilakukan penutur.

c) Maksim Pujian atau Penghargaan (Approbation Maxim)

Padamaksim ini, submaksim pertama lebih penting, yaitu “jangan mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan mengenai orang lain, terutama bagi petutur”. Berdasarkan maksim ini tuturan “Masakanmu enak sekali” lebih santun daripada tuturan “Masakanmu sangat tidak enak” (Leech, 1993: 211-212).

d) Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)

Maksim kerendahan hati berorientasi kepada penutur. Memuji diri sendiri merupakan tuturan yang tidak santun. Jika seseorang dipuji dengan tuturan “Kamu melakukannya dengan sangat bagus”, akan lebih santun bila menjawab “Ya, yang saya lakukan tidak terlalu buruk” daripada “Ya, saya melakukannya dengan baik” (Cruse, 2000: 365).

(16)

e) Maksim Kesepakatan atau Kesepakatan (Agreement Maxim)

Kesepakatan merupakan hubungan antara opini penutur dengan petutur (Cruse, 2000: 365). Orang cenderung melebih-lebihkan kesepakatannya dengan orang lain, juga mengurangi ketidaksepakatannya melalui ungkapan penyesalan, kesepakatan sebagian, dan sebagainya (Leech, 1993: 217). Berdasarkan maksim ini, pertanyaan “Apakah pamerannya menyenangkan?” akan terdengar sopan jika dijawab dengan “Iya, pamerannya menarik” daripada dijawab dengan “Pamerannya sanga tidak menarik”. Contoh lain ialah jika ada pertanyaan “Apakah kamu menyukai kopi?”, maka jawaban “Saya lebih suka teh daripada kopi” terdengar lebih santun daripada “Saya tidak suka kopi”.

f) Maksim Simpati (Sympathy Maxim)

Maksim simpati menjelaskan bahwa ucapan selamat dan belasungkawa merupakan tindak tutur yang santun, walaupun ucapan belasungkawa mengungkapkan keyakinan penutur tentang keyakinan negatif bagi petutur (Leech, 1993: 218). Tuturan “Saya sangat menyesal mendengar bahwa kucingmu mati” merupakan tuturan yang santun daripada “Saya sangat senang mendengar bahwa kucingmu mati”. Akan tetapi, ada sesuatu yang berat dalam mengutarakan belasungkawa, karena dengan demikian berarti penutur meyakini sesuatu yang tidak sopan, yaitu keyakinan yang merugikan petutur (Leech, 1993: 218).

g) Maksim Pertimbangan(Consideration Maxim)

Inti pematuhan maksim ini adalah bahwa penutur perlu mempertimbangkan perasaan petutur, jangan sampai petutur merasa lebih

(17)

tidak senang dalam suasana yang tidak menyenangkan; kalau dapat, rasa tidak senang itu dapat berkurang (Asim, 2005: 10).

Cruse (2000: 366) mencontohkan lebih sopan untuk mengutarakan “Saya turut sedih mendengar kabar tentang suami anda” daripada “Saya turut sedih mendengar tentang kematian suami anda”. Pengungkapan secara rinci berpotensi menambah rasa tidak senang petutur karena ia diingatkan kepada hal-hal yang menyedihkan (Asim, 2005:11).

6. Skala Kesantunan Leech

Leech (1993: 194) mengidentifikasi tiga skala yang menunjukkan tingkat kearifan suatu situasi percakapan tertentu. Skala-skala tersebut ialah sebagai berikut.

a. Skala untung-Rugi

Skala ini memperkirakan keuntungan atau kerugian suatu tindakan bagi penutur atau petutur (Leech, 1993: 194). Leech (1993: 166-167) menjelaskan peringkat kesantunan berdasarkan skala untung-rugi.

b. Skala keopsionalan

Skala ini memperhitungkan jumlah pilihan yang diberikan penutur kepada petutur (Leech, 1993: 195). Semakin besar jumlah pilihan yang diberikan oleh penutur maka semakin santun tuturan itu. Berdasarkan skala ini, tuturan “Kalau tidak lelah, pindahkan kotak itu.” lebih santun daripada “Pindahkan kotak ini!”

c. Skala ketaklangsungan

Skala ini mengukur panjang jalan yang menghubungkan tindak ilokusi dengan tujuan ilokusi, sesuai dengan analisis cara-tujuan (Leech,

(18)

1993: 195). Skala ketaklangsungan dapat dirumuskan dari sudut pandang petutur, yaitu sesuai dengan panjangnya jalan inferensial yang perlukan oleh makna untuk sampai ke daya (Leech, 1993: 195). Tuturan “Saya ada acara lain” lebih santun daripada “tidak bisa” untuk menolak ajakan orang lain.

7. Pelanggaran Prinsip Kesantunan

Pelanggaran dalam KBBI diartikan sebagi perbuatan (perkara) melanggar. Pelanggaran prinsip kesantuan diartikan sebagai perbuatan yang melanggar dari prinsip kesantunan. Perbuatan yang dimaksud di sini adalah tuturan seseorang yang melanggar prinsip kesantunan Leech. Tuturan yang tidak sesuai dengan prinsip kesantunan dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran prinsip kesantunan.

8. Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem

Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem adalah salah satu program unggulan di TVRI Jogja yang sampai saat ini masih digemari oleh masyarakat Jogja dan sekitarnya. Acara ini merupakan salah satu program acara lawakan atau humor tradisional yang tayang setiap hari Senin pukul 18.00 WIB.

Sebagai acara yang dikemas dalam bentuk humor, Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem hadir dengan bentuk lakon yang mengambil tema tentang kehidupan sehari-hari masyarakat dengan berbagai problematikanya. Kejelian dalam menghadirkan bintang tamu seniman-seniman tradisional dan penyanyi-penyanyi campursari yang cantik mejadi penyumbang besar kesuksesan acara ini. Berpedoman pada guyon maton (bercanda pada

(19)

tempatnya), Pangkur Jenggleng menjadi obat kerinduan masyarakat Jogjakarta dan Jawa Tengah pada acara serupa yang pernah jaya di masa dulu dengan tokoh Almarhum Basiyo sebagai bintangnya. Namun perjalanan Pangkur Jenggleng TVRI Jogja tidak mulus begitu saja, ada juga kritik dari masyarakat tentang format acaranya yang lebih banyak porsi humornya daripada pitutur atau nasihat.

Kritik yang wajar dan membangun mengingat acara ini sendiri mengambil judul Pangkur Jenggleng yang seharusnya tidak terlalu jauh keluar dari hakikat tembang macapat sendiri yaitu sebagai bentuk pitutur atau nasehat yang disampaikan lewat lagu, kalau ingin menonjolkan humor cerdas yang berlatar Jawa akan lebih baik bila memakai judul Guyon Maton saja. Acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem sekarang ini sudah banyak digemari oleh masyarakat (http://www.kompasiana.com/efendirust/nilai-edukasi-dalam-tayangan-komedi-situasi_552c10c46ea8345b408b456f, diakses pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 14.15 WIB).

F. Metode Penelitian

Dalam metode penelitian ini akan dijelaskan mengenai sembilan hal yaitu: (1) sifat peneltian, (2) data, (3) sumber data, (4) alat penelitian, (5) populasi (6) sampel, (7) metode dan teknik pengumpulan data, (8) Teknik Klasifikasi Data, (9) metode analisis data, dan (10) metode penyajian analisis data.

1. Sifat penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Dalam peneltian kaulitatif ini data yang terkumpul berbentuk kata-kata. Penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan data-data kebahasaan terutama mengenai tuturan-tuturan

(20)

sebagaimana adanya, sehingga menghasilkan penafsiran yang objektif. Penelitian deskriptif kualitatif dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan bentuk pelanggaran kesantuanan berbahasa Jawa dalam acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem yang ditayangkan di TVRI Jogja.

2. Data

Data merupakan fenomena lingual khusus yang mengandung dan berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 5). Data dalam penelitian ini adalah berupa tuturan yang melanggar prinsip kesantunan yang terdapat dalam acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem.

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini berasal dari tayangan acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem episode Februari 2016 yang meliputi lima episode.

4. Alat penelitian

Alat penelitian melipu ti alat utama dan alat bantu. Disebut alat utama karena alat tersebut yang paling dominan dalam penelitian, sedangkan alat bantu berguna untuk memperlancar jalannnya penelitian. Alat utama dalam penelitan ini adalah diri sipeneliti sendiri, sedangkan alat bantunya meliputi alat elektronik dan alat tulis-menulis. Alat elektronik berupa netbook, handphone, headset dan flashdisk. Alat tulis-menulis berupa bolpoin, buku catatan, penjepit kertas dan buku referensi.

(21)

Populasi dalam penelitian ini adalah tuturan humokr berbahasa Jawa yang terdapat pada tayangan acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem di TVRI Jogja. Keseluruhan data yang terdapat dalam penelitian ini ada tiga belas episode yang meliputi bulan Januari 2016, Februari 2016, dan Maret 2016.

6. Sampel

Sampel hendaknya mampu mewakili atau dianggap mewakili populasi secara keseluruhan.Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel secara selektif dan benar-benar memenuhi kepentingan dan tujuan penelitian berdasarkan data yang ada, sehingga bisa sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian.

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari seluruh tayangan acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem. Pengambilan sampel ini dikhususkan pada episode Februari 2016 yang meliputi lima episode yaitu: tanggal 01 Februari 2016 dengan judul Tata Krama, tanggal 08 Februari 2016 dengan judul Dana, tanggal 15 Februari 2016 dengan judul Tambah Umur, tanggal 22 Februari 2016 dengan judul Paguyuban Anyar dan tanggal 29 Februari 2016 dengan judul Macapat.

Episode Februari 2016 yang meliputi lima episode telah mewakili data penelitian ini dan telah memenuhi kepentingan dan tujuan penelitian dalam penelitian ini.

7. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam peneltian ini adalah metode simak. Metode simak dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Di dalam

(22)

metode simak tedapat teknik dasar dan teknik lanjutan. Adapun teknik dasar dari metode simak dalam penelitian ini adalah teknik simak simak bebas libat cakap dan teknik lanjutannya adalah teknik catat.

Tahap pertama dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data, yaitu mengumpulkan tayangan acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem dengan cara mengunduh tayangan dari youtube yang selanjutnya tuturan dalam tayangan acara tersebut dialihkan ke dalam bentuk bahasa tulis atau dengan kata lain video tayangan yang telah penulis unduh ditranskrip dengan mencatat seluruh tuturan yang terdapat dalam video Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem. Langkah kedua yaitu mencari dan menyimak atau dari sumber yang telah ditentukan untuk mendapatkan gambaran sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian.

Tahap selanjutnya adalah mencatat data dari sumber yang telah ditentukan kemudian dikartukan dalam kartu data lengkap dengan masing-masing bentuk pelanggaran kesantunan. Langkah berikutnya adalah mengklasifikasikan dan menganalisis data sesuai dengan masalah penelitian. Data yang dianalisis berupa tuturan yang terdapat dalam acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem.

8. Teknik Klasifikasi Data

Klasifikasi data dilakukan sesuai dengan pokokmpersoalan yang diteliti. Hasil klasifikasi data harus memberikan manfaat dan kemudahan dalam pelaksanaan analis data (Mastoyo, 2007: 47). Klasifikasi berarti penyusunan bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang ditetapkan (KBBI, 2008: 706). Klasifikasi data dilakukan setelah semua data

(23)

yang dibutuhkan telah terkumpul. Menurut Subroto pengklasifikasian data merupakan masalah pengaturan data menurut asas-asas tertentu, hal ini mempunyai kepentingan yang cukup strategis di dalam penelitian (2007:51).

Data yang dikumpulkan dikelompok-kelompokkan terlebih dahulu dengan maksud untuk mendapatkan tipe-tipe data yang tepat dan cermat. Klasifikasi data akan dapat memberikan arah serta gambaran mengenai langkah-langkah analisis dalam tahap selanjutnya. Klasifikasi data pada penelitian ini dilakukan dengan penyimakan terhadap pelanggaran-pelanggaran prinsip kesantunan.

Adanya pengurutan data bermanfaat untuk mencocokan data-data dengan analisisnya, yaitu memberikan syarat tambahan apa yang akan dikerjakan berikutnya dan bagaimana tahapan ini dilakukan dengan mengurutkan sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun penomoran data disesuaikan menurut nomor urut contoh data, judul acara, sumber data, tanggal, bulan dan tahun. Contoh: (7/TK/PJ/01/02/16).

Keterangan: 7: nomor urut data

TK: judul acara, yaitu Tata Krama PJ: Pangkur Jenggleng (sumber data) 01: tanggal penayanagn acara

02: bulan penayangan acara yaitu Februari 16: tahun penayangan acara yaitu 2016

(24)

9. Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kontekstual. Metode kontekstual adalah metode analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan, memperhitungkan dan mengaitkan konteks (Rahardi, 2005: 16). Metode kontekstual dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis bentuk pelanggaran prinsip kesantunan yang terkandung dalam acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem di TVRI Jogja.

Metode selanjutnya yang digunakan adalah metode padan pragmatis. Metode padan pragmatis adalah metode analisis dimana alat penentunya adalah mitra wicara (mitra tutur). Dalam penelitian ini, mitra tutur yang mempunyai peranan penting tentang anggapan apakah tuturan tersebut santun atau tidak santun. Metode padan pragmatis sangat efektif digunakan dalam penelitian ini mengingat tolok ukur kesantunan sebuah tuturan ditentukan oleh mitra tutur.

Berikut contoh analisis dalam acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem yang berjudul “Tata Krama” di TVRI Jogja pada tanggal 1 Februari 2016 dengan menggunakan metode tersebut:

Konteks Tuturan:

Tindak tutur ini terjadi antara penabuh dan Pak Dalijo yang sedang membicarakan tentang upah yang hendak diberikan kepada teman satu grup gamelan mereka. Pak Dalijo malah memberikan upah tersebut dalam waktu yang cukup lama, padahal dia telah menerima uang jauh-jauh hari.

Bentuk Tuturan :

Pak Mur : Ooo… sing bayarane kanca-kanca ra mbok keki kae ta? Iya ta?!

„Ooo… yang upahnya teman-teman tidak kamu berikan itu ya? Iya kan?!‟

(25)

Dalijo : Kula caoske, nak let telung sasi.

‘Saya berikan, setelah selang tiga bulan.’

(03/TK/PJ/1/02/16)

Pada percakapan di atas terdapat pelanggaran prinsip kesantunan. Dilihat dari maksim kedermawanan, tuturan Pak Dalijo tersebut jelas melanggar maksim kedermawanan, terutama submaksim pertama karena memperbanyak keuntungan terhadap diri sendiri. Pelanggaran terlihat pada tuturan Pak Dalijo: Kula caoske, nak let telung sasi. ‘Saya berikan, setelah selang tiga bulan.’

Tuturan tersebut diucapkan oleh Pak Dalijo yang mengatakan bahwa ia memberikan upah kepada teman-temannya setelah tiga bulan sesuai waktu yang seharusnya mereka menerima upah dari Pak Dalijo. Seharusnya Pak Dalijo memberikan upah kepada teman-temannya setelah selesai pementasan, bukannya memberikan upah setelah selang tiga bulan seperti yang telah dia lakukan. Dilihat dari maksim kedermawanan, tuturan Pak Dalijo tersebut jelas melanggar maksim kedermawanan, terutama submaksim pertama karena memperbanyak keuntungan terhadap diri sendiri sehingga tuturan seperti di atas termasuk tuturan yang tidak sopan.

Dilihat dari skala untung-rugi, pada tuturan Pak Dalijo diatas termasuk tuturan yang menguntungkan diri sendiri. Pak Dalijo hanya memikirkan keuntungan terhadap diri sendiri dengan membiarkan teman-temannya menunggu upah yang diberikan Pak Dalijo, sementara Pak Dalijo telah menerima upah tersebut jauh-jauh hari untuk diberikan kepada teman lainnya.

(26)

Tuturan yang memberikan keuntungan terhadap dirinya sendiri termasuk tuturan yang tidak santun.

10. Metode Penyajian Hasil Data

Metode pnyajian hasil analisis menggunakan metode formal dan metode informal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya, sedangkan penyajian formal adalah perumusan dengan menggunakan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993: 144-145).

Hasil penelitian data berupa kaidah-kaidah yang berhubungan dengan masalah penelitian. Kaidah yang ditemukan disajikan dalam bentuk rumusan yang disertai dengan contoh-contoh bentuk pelanggaran prinsip kesantuan berbahasa dalam acara Pangkur Jenggleng Padhepokan Ayom-ayem. Dengan demikian, dapat mempermudah pemahaman terhadap hasil-hasil penelitian yang ditemukan.

Metode penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode penyajian informal. Sudaryanto (1993:145) mendefinisikan metode penyajian informal adalah hasil analisis disajikan dengan cara mendeskripsikan data dalam bentuk kata-kata atau kalimat biasa.

Referensi

Dokumen terkait

Pada umumnya motivasi belajar seorang siswa itu lebih dari satu atau bersifat majemuk. Seorang siswa yang belajar dengan rajin biasanya tidak hanya karena

Sehubungan hal itu perlu dilakukan penelitian ini dengan tujuan mengkaji dosis substitusi azolla dalam pakan komersil sebagai pakan yang memberikan nilai tinggi

Makalah Transportasi Pada Membran Page 11 oligosakarida secara kovalen terikat dengan lipid (membentuk glikolipid) dan sebagian besar terikat secara kovalen dengan

Penelitian ini berjudul “Analisis Kesulitan Dalam Pembelajaran Penjas Kelas Inklusi se-kecamatan Mlati.” Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui apa saja yang menjadi

Nilai IRR (Internal Rate of Return) yang dihasilkan pada usaha penggemukan sapi bali berbasis pakan jerami padi sebesar 21% (discount rate estimate 12%) yang artinya usaha ini mampu

Adapun konsep pemasaran (marketing) : Orientasi pelanggan, menemukan apa yang diingkan oleh konsumen serta menyediakan bagi mereka (lebih memperhatikan

Untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang : (1) berpusat pada peserta didik, (2)

Konsep Pieper tentang manusia dan masyarakat, sebagaimana dipaparkan dalam artikel ini, menjadi perspektif penulis untuk mengemukakan konsep tentang persahabatan yang disimpulkan