• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN

MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Mata pelajaran Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa agar memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Menurut Heruman (2008), konsep-konsep pembelajaran matematika pada tingkat sekolah dasar secara garis besar dibagi menjadi tiga kelompok yaitu penanaman konsep dasar, pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Hal ini berkaitan dengan teori perkembangan mental dari J. Piaget (Ruseffendi: 2005) yang menyatakan bahwa siswa sekolah dasar (usia 7-12/13 tahun) termasuk ke dalam tahap operasi kongkrit (concrete operational stage). Pada tahap ini, siswa dapat dikelompokkan ke dalam taraf berpikir kongkrit (selalu memerlukan bantuan benda-benda nyata), taraf berpikir semi kongkrit (dapat mengerti bila dibantu dengan gambar benda nyata), taraf berpikir semi abstrak (dapat mengerti dengan bantuan diagram, turus, dan semacamnya), dan taraf berpikir abstrak (dapat mengerti tanpa bantuan benda-benda nyata).

(2)

Untuk dapat menuju pada tahap keterampilan atau tahap abstrak tersebut, guru harus dapat membimbing siswa dengan menggunakan langkah-langkah yang tepat sesuai dengan kemampuan dan lingkungan siswa. Pembelajaran harus dimulai dari penanaman konsep dasar. Pada tahap ini, guru harus mampu menjembatani kemampuan berpikir siswa dari kemampuan berpikir kongkrit, semi kongkrit, semi abstrak kemudian berlanjut pada konsep baru matematika yang abstrak. Tahap yang kedua yaitu tahap pemahaman konsep, pada tahap ini tujuannya adalah agar siswa dapat lebih memahami suatu konsep matematika. Tahap yang ketiga adalah pembinaan keterampilan, tahap ini merupakan lanjutan dari tahap penanaman konsep dan pemahaman konsep. Tujuannya adalah agar siswa terampil dalam menggunakan konsep matematika.

Pembelajaran matematika yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah pada kompetensi dasar menghitung luas persegi dan persegi panjang. Pada tahap penanaman konsep dalam pembelajaran materi menghitung luas persegi dan persegi panjang dapat dilakukan dengan memperkenalkan konsep luas terlebih dahulu yaitu dengan menggunakan media satuan persegi yang harus digunakan untuk menutupi daerah permukaan persegi/persegi panjang tersebut. Pada tahap kedua yaitu tahap pemahaman konsep siswa, siswa diberikan beberapa soal LKS yang berisi soal-soal atau masalah yang berkaitan dengan materi luas persegi dan persegi panjang. Pada tahap terakhir adalah pembinaan keterampilan, pada tahap ini siswa dilatih untuk dapat mengaplikasikan hasil dari penanaman konsep dan pemahaman konsep dengan cara siswa dapat mengerjakan soal matematika dalam tipe yang bervariasi. Misalnya ketika dalam materi mencari luas bangun datar

(3)

persegi/persegi panjang, siswa dapat mengerjakan pertanyaan jika yang diketahui adalah luas dan panjang salah satu sisinya.

B. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Sudjana (2010) bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Pada dasarnya hasil belajar adalah adanya perubahan dalam sikap, pengetahuan dan keterampilan setelah melaksanakan proses pembelajaran.

Kingsley (dalam Sudjana, 2006) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu yang berkenaan dengan keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, dan yang ketiga mengenai sikap dan cita-cita. Setiap kategori hasil belajar tersebut dapat diukur dengan bahan ajar yan ditetapkan dalam kurikulum.

Rumusan tujuan pendidikan dalam sistem pendidikan nasional merumuskan tujuan kurikuler dan tujuan instruksional dengan menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom (dalam Sudjana, 2006). Hasil belajar tersebut diklasifikasikan ke dalam ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.

Ranah kognitif yaitu berhubungan dengan hasil belajar intelektual yang mencakup enam aspek. Enam aspek tersebut terdiri dari pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Dalam 6 aspek diklasifikasikan kembali, yaitu kognitif tingkat rendah yang terdiri dari

(4)

pengetahuan/ingatan dan pemahaman, dan kognitif tingkat tinggi yang terdiri dari aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Ranah afektif berhubungan dengan sikap yang mencakup lima aspek. Aspek tersebut adalah penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Hasil belajar yang berhubungan dengan ranah afektif ini dapat dilihat dari tingkah laku siswa seperti kedisiplinan siswa, motivasi siswa dalam belajar, dsb.

Ranah psikomotoris berhubungan dengan hasil belajar yang berbentuk keterampilan dan kemampuan bertindak siswa. dalam ranah ini terdapat enam aspek yang diamati yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Dari ketiga ranah yang menjadi objek penilaian hasil belajar tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah. Hal tersebut karena ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan, peneliti mengukur hasil belajar berupa skor yang diperoleh siswa dari hasil tes setiap akhir proses pembelajaran (akhir siklus).

Menurut Nasution (Kunandar, 2008) hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk

(5)

melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses.

C. Pendekatan Konstruktivisme

1. Pengertian Pendekatan Konstruktivisme

Pendekatan merupakan suatu cara atau langkah yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pendekatan dapat pula diartikan sebagai cara yang ditempuh oleh seorang guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa (Suherman, dkk 2001: 70).

Pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget yang memandang bahwa pengetahuan tidak akan dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.

Menurut Whetley (Sofan Amri, 2010) mengemukakan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme. Prinsip pertama menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi diperoleh secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Dalam prinsip pertama ini sudah jelas bahwa dalam proses pembelajaran, guru tidak dapat mentransfer pengetahuan kepada siswa, namun siswa sendirilah yang harus aktif dalam proses

(6)

pembelajaran, sehingga keaktifan siswa sangat diperhatikan dalam pendekatan ini. Prinsip yang kedua menyatakan bahwa fungsi kognitif bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak. Artinya, dalam proses pembelajaran hendaknya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengorganisasikan pengetahuannya dengan menggunakan pengalaman nyata dari siswa, sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuan yang lebih bermakna, dibandingkan dengan proses pembelajaran yang didominasi oleh guru.

Pernyataan Wheatley tersebut didukung dengan penekanan yang dikemukakan oleh Tasker (Sofan Amri, 2010) bahwa dalam teori belajar konstruktivisme ditekankan pada peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna; pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna; dan yang terakhir adalah siswa harus mampu mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.

Dari kedua pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pendekatan konstruktivisme ini sangat mementingkan keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah ide/gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui pengalaman dan lingkungannya.

Selain prinsip-prinsip dan penekanan yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, ada beberapa aspek yang dikemukakan oleh Hanburry (Sofan Amri, 2010) yang berkaitan dengan proses pembelajaran, yaitu:

(7)

1) Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, dalam aspek ini siswa diharapkan untuk dapat membentuk (mengkonstruksi) pengetahuan mereka yang dapat mereka dapatkan melalui pengalamannya sendiri.

2) Pembelajaran lebih bermakna karena siswa mengerti, pada aspek ini ditekankan bahwa siswa tidak hanya dituntut untuk belajar menghafal, melainkan siswa harus juga memahami apa yang sudah ia peroleh dan dikaitkan dengan keadaan lain, sehingga apa yang sudah ia pelajari akan lebih dimengerti.

3) Strategi siswa lebih bernilai, pada aspek ini siswa bebas untuk menetukan strategi belajar sesuai dengan ide-ide yang mereka miliki untuk memecahkan suatu masalah. Oleh karena itu, guru diharapkan untuk menjadi fasilitator agar ide maupun strategi yang dikemukakan oleh siswa dapat dieksplorasi.

4) Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya. Dengan cara berdiskusi ini, siswa akan lebih banyak memperoleh ide-ide yang dapat digunakan untuk mengkonstruksi pengetahuannya mengenai suatu konsep.

Rancangan pembelajaran yang dapat dilakukan guna mengimplementasikan pendekatan konstruktivisme adalah dengan cara-cara seperti berikut:

1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri. Guru harus mampu membimbing siswa untuk dapat

(8)

mengemukakan idenya dengan menggunakan kata-katanya sendiri mengenai suatu konsep.

2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif. Siswa dibimbing dan dirangsang untuk dapat memunculkan ide-ide kreatif yang dihasilkan dari pengalaman belajarnya, sehingga belajar akan lebih bermakna.

3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru. Siswa dibimbing untuk mencari berbagai cara dalam memecahkan suatu masalah, agar tidak terfokus dengan cara-cara konvensional yang sering digunakan dalam memecahkan masalah sebelumnya.

4) Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa. Guru memancing siswa untuk menghubungkan pengalaman yang telah mereka miliki denga ide yang akan digunakan dalam upaya memecahkan suatu masalah.

5) Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka. Siswa harus aktif dalam memikirkan dan menganalisis gagasan yang telah mereka buat, siswa dapat saling bertukar pikiran dengan temannya mengenai gagasan yang mereka miliki.

6) Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Guru hendaknya dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, sehingga siswa dapat belajar dengan baik.

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman

(9)

mereka. Dalam hal ini siswa lebih diutamakan untuk dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka dengan cara menciptakan konsep yang didapat berdasarkan hasil pengalamanya.

Lima unsur penting dalam mencipatakan lingkungan pembelajaran yang konstruktivis menurut Widodo (Sofan Amri: 2010) yaitu:

1) Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa. 2) Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna.

3) Adanya lingkungan sosial yang kondusif. 4) Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri.

5) Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah.

Jelas sekali dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme, hendaknya guru dapat mendorong siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan baru siswa dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilki siswa sebelumnya. Selain itu guru harus mampu merancang proses pembelajaran agar pembelajaran dapat bermakna bagi siswa. Disini guru harus berusaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-sehari siswa, dengan kata lain pembelajaran disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa. Guru juga harus mampu menciptakan lingkungan sosial yang kondusif, guru harus membimbing siswa untuk dapat berinteraksi dengan baik sesama siswa dan guru. dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme pula, siswa didorong untuk dapat mandiri dengan cara guru melatih siswa untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.

(10)

2. Prinsip-Prinsip Pendekatan Konstruktivisme

Prinsip-prinsip pendekatan konstruktivisme banyak digunakan dalam pendidikan, khususnya pendidikan sains dan matematika. Prinsip-prinsip tersebut digunakan sebagai referensi dan alat refleksi dalam praktek, pembaruan dan perencanaan pendidikan sains dan matematika. Prinsip-prinsip dalam pendekatan konstruktivisme menurut Suparno (1997) adalah:

a. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, b. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa, c. Mengajar adalah membantu siswa belajar,

d. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir, e. Kurikulum menekankan partisipasi siswa,

f. Guru adalah fasilitator.

Prinsip-prinsip pendekatan konstruktivisme ini dapat digunakan guru untuk menyusun metode mengajar yang lebih menekankan keaktifan siswa dalam belajar sendiri dan bersama kelompoknya. Guru harus mencari cara agar siswa dapat lebih mengerti apa yang dialami dan dipikirkan siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu guru harus memikirkan dan merancang beberapa kegiatan yang dapat merangsang siswa untuk berpikir.

3. Fungsi dan Peran Pengajar/ Guru dalam konstruktivisme

Menurut prinsip konstruktivis (Suparno, 1997) di dalam kelas guru memiliki peran sebagai mediator atau fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Dalam proses pembelajaran ditekankan kepada siswa (student oriented) bukan guru (teacher oriented). Beberapa tugas guru dalam pendekatan konstruktivisme adalah:

(11)

a. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian. Karena itu, jelas memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama seorang guru.

b. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka.

c. Memonitor dan mengevaluasi dan menunjukkan apakah pikiran siswa jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan.

Kesimpulannya adalah bahwa dalam pendekatan konstruktivisme ini guru harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menekankan pada pengalaman belajar siswa. Guru harus dapat memacu dan merangsang siswa agar siswa memiliki rasa ingin tahu dan mau mengemukakan ide/gagasan yang mereka miliki. Selain itu guru harus membimbing siswa agar siswa dapat membuat kesimpulan dari hasil pembelajaran.

Agar peran dan tugas tersebut dapat berjalan dengan optimal, diperlukan beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh guru, yaitu:

a. Guru harus banyak berinteraksi dengan siswa, agar guru dapat lebih mengerti apa yang sudah dipikirkan dan diketahui oleh siswa.

b. Guru harus melibatkan siswa untuk merumuskan tujuan.

c. Guru harus mengetahui dan mengerti pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

d. Guru harus menciptakan suasana atau kondisi kelas yang melibatkan siswa, guru harus menumbuhkan kepercayaan siswa bahwa siswa dapat belajar.

(12)

e. Guru harus memiliki pemikiran yang fleksibel agar dapat mengerti dan menghargai pemikiran/ide siswa yang beragam.

4. Implikasi Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika

Para ahli konstruktivisme mengatakan bahwa belajar matematika bukanlah suatu proses pengepakan pengetahuan secara hati-hati, melainkan hal yang mengorganisir aktivitas, dimana kegiatan ini diinterpretasikan secara luas termasuk aktivitas dan berpikir konseptual Cobb (Suherman, dkk 2001:71). Dengan kata lain pembelajaran matematika membutuhkan kegiatan aktif siswa yang dilakukan guna menanamkan konsep dasar pada siswa, sehingga siswa dapat membentuk pemahaman konsep dengan sendirinya. Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan Cobb (Suherman, dkk 2001:71) bahwa belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.

Implikasi dari pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran matematika meliputi empat tahapan, yaitu apersepsi, eksplorasi, diskusi dan penjelasan konsep serta pengembangan konsep dan aplikasi. Berikut penjelasan tahap-tahap pendekatan konstruktivisme:

Tabel 2.1 Tahapan dalam Pembelajaran Konstruktivisme Menurut

Karli H. dan Margaretha

Tahap Pendekatan

Konstruktivisme Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Apersepsi Memancing siswa dan

memberikan

pertanyaan-pertanyaan tentang fenomena

yang sering terjadi pada

kehidupan sehari-hari dengan

Mengemukakan

pengetahuan awal

mereka tentang konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk

(13)

mengaitkan konsep yang akan dibahas. mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep.

Eksplorasi Menjadi fasilitator dan

motivator bagi siswa dalam menyelidiki dan membuktikan sesuatu melalui kerja kelompok (diskusi).

Menyelidiki dan

menemukan konsep

melalui pengumpulan

data dalam suatu

kegiatan yang telah

dirancang oleh guru

kemudian secara

berkelompok

didiskusikan dengan

kelompok lain.

Diskusi Memberi penjelasan konsep

kepada siswa tentang hasil

diskusi yang dilakukan

sehingga siswa tidak ragu tentang konsepnya.

Memberikan penjelasan

dan solusi yang

didasarkan pada hasil

observasinya ditambah

dengan penjelasan guru.

Pengembangan dan

aplikasi

Menciptakan iklim

pembelajaran yang

memungkinkan siswa dapat

mengaplikasikan pemahaman

konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan

pemecahan masalah-masalah

yang berkaitan dengan isu-isu lingkungan.

Mengaplikasikan pemahaman

konseptualnya dengan

pengerjaan tugas atau memecahkan masalah di lingkungan sehari-hari.

Sumber: Purnamasari (2010)

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa melalui pendekatan konstruktivisme dalam suatu belajar mengajar, siswa diharapkan untuk aktif secara mental membangun pengetahuannya yang dilandasi oleh struktur kognitif yang telah dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator, mediator dan pembimbing dalam proses pembelajaran.

Gambar

Tabel 2.1 Tahapan dalam Pembelajaran Konstruktivisme Menurut   Karli H. dan Margaretha

Referensi

Dokumen terkait

Sketsa tampilan untuk menu topik Pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia, Berisikan materi dari topik tersebut dan tombol back untuk kembali ke menu pokok bahasan, dan

Dari hasil analisa didapat model terbaik yaitu ARIMA (1,0,0) yang dapat digunakan untuk meramalkan jumlah inflasi di Indonesia pada masa yang akan datang.. Kata kunci:

Pemerintah Kota Semarang dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup urusan lingkungan hidup ditujukan pada pemanfaatan sumber daya air dan lahan, pengendalian

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UMS 2015 664 Fixed Effect Model dengan Least Square Dummy Variable pada model regresi data panel

menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak memengaruhi manajemen laba, artinya kepemilikan saham oleh manajer tidak mampu menekan timbulnya manajemen laba yang terjadi

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti 7 terhadap guru kelas V MI Nashrul Fajar Tembalang masih menggunakan metode konvensional, yaitu dalam penyampaian

Sebagai makhluk individual manusia mempunyai dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri, sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai

Hasil belajar dribbling dalam permainan bolabasket pada siswa SMA Negeri 1 Pangkajene terbukti dengan adanya peningkatan dari nilai rata- rata 13,0500 meningkat