ANALISIS PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK MINIHIDRO MOBUYA
3X1000 KW DI SULAWESI UTARA
Taufik Hidayatullah – 2205 100 193
Jurusan Teknik Elektro-FTI,Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS,Keputih-Sukolilo,Surabaya-60111
Abstrak
Bertambahnya jumlah penduduk yang diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan industri menyebabkan tingginya permintaan kebutuhan listrik. Untuk mengatasi tingginya permintaan akan kebutuhan listrik tersebut, maka muncul konsep pembangkit listrik yang bertumpu pada masyarakat. Konsep ini berbasis pada teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM). Istilah minihidro biasanya dipakai untuk pembangkit listrik yang menghasilkan output 1000 kW. PLTM merupakan salah satu alternatif solusi yang dapat menembus keterbatasan akses transportasi, teknologi hingga biaya.
Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro akan coba diaplikasikan di kabupaten Bolaang Mangondow, Sulawesi Utara, yang dialiri oleh sungai Poigar.
Kata kunci: Minihidro, Turbin Air , Generator.
1. PENDAHULUAN
Pertumbuhan kebutuhan akan energi litrik tentunya terkait dengan semakin bertambahnya penduduk di suatu daerah. Dengan semakin bertambahnya penduduk, secara langsung akan menambah jumlah pelanggan listrik di daerah tersebut dan juga menambah perkembangan berbagai sektor industri yang ada tentunya juga memerlukan energi listrik yang semakin besar.
Berdasarkan pasal 4 perpres 71 tahun 2006: Pembangunan pembangkit tenaga listrik dilakukan dengan mengutamakan penggunaan produk dalam negeri sepanjang kualitasnya memenuhi syarat dan harganya bersaing. Maka diupayakan pembangunan pembangkit ini dapat memanfaatkan hasil alam Indonesia.
Masyarakat Sulawesi Utara yang hidup di daerah terpencil sulit dijangkau oleh PLN menjadi suatu permasalahan tersendiri sedangkan kebutuhan energi listrik di semakin meningkat. Hal ini menyebabkan terjadinya kekuranga listrik di daerah tersebut. Dengan meningkatnya kebutuhan akan listrik, sarana pembangkitan listrik harus ditambah agar tidak terjadi krisis listrik di daerah Sulawesi khususnya di bagian utara.
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) diharapkan dapat mengatasi pertambahan beban di kawasan daerah Sulawesi Utara serta mengingat kebijaksanaan pemerintah dalam diversifikasi dan konservasi energi, mendorong kami untuk melakukan studi
tentang ketenagalistrikan tentang PLTM yang kaitannya dengan krisis listrik yang terjadi di Sulawesi Utara.
2. TEORI PENUNJANG
2.1 Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro
PLTM adalah pembangkit listrik dengan kapasitas daya output sekitar 1000 kW. Pada beberapa PLTM bak pengendap yang berfungsi untuk mengendapkan dan memisahkan partikel-partikel pasir dari air, tidak digunakan. Tujuannya adalah untuk menghemat biaya konstruksi dan alasan fungsi pengendap dan pemisah partikel pasir dari air dapat dilakukan oleh bak penenang (headtank). Bak penenang mengatur perbedaan air antara sebuah penstock dan saluran pembawa (headrace). Selain itu juga berfungsi sebagai pemisah akhir kotoran dalam air seperti pasir, daun-daunan dan kayu-kayuan. Saluran pembawa (headrace) merupakan saluran yang menghubungkan bak pengendap dan bak penenang. Saluran pembawa ini biasanya mengikuti kontur sisi bukit untuk menjaga elevasi dari air yang disalurkan. Saluran pembawa ini umumnya menggunakan sistem terbuka supaya menghemat biaya pengeluaran akibat penstock.
2.2 Metode Peramalan Kebutuhan Listrik
Peramalan kebutuhan listrik adalah untuk mengetahui akan kebutuhan listrik di tahun yang akan dating dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan metode DKL 3,01. metode ini merupakan metode menghitung peramalan kebutuhan listrik tiap pelanggan dengan memperhitungkan rasio elektrifikasi tiap pelanggan. Metode tersebut paling banyak digunakan oleh PLN.
Model yang digunakan dalam metode DKL 3.01 untuk menyusun perkiraan adalah model sektoral. Perkiraan kebutuhan tenaga listrik model sektoral digunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan tenaga listrik pada tingkat wilayah/distribusi. Metodologi yang digunakan pada model sektoral adalah metode gabungan antara kecenderungan, ekonometri dan analitis. Pendekatan yang digunakan dalam menghitung kebutuhan listrik adalah dengan mengelompokkan pelanggan menjadi empat sektor yaitu :
1. Sektor Rumah Tangga 2. Sektor Bisnis
3. Sektor Publik 4. Sektor Industri
2.3 Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi dari suatu pembangkit terdiri dari: 1. biaya investasi modal (capital cost)
2. biaya bahan bakar (fuel cost)
3. biaya operasi dan perawatan (O&M cost)
3. KEADAAN UMUM PROPINSI SULAWESI UTARA
3.1 Letak Geografis Propinsi Sulawesi Utara
Propinsi Sulawesi Utara dengan Ibu kota Manado terletatak antara 0O15’ – 5O34’ Lintang Utara dan antara 123O07’ – 127O10’ Bujur Timur, Wilayah Propinsi Sulawesi Utara mempunyai batas-batas:
Utara : Laut Sulawesi, Samudra Pasifik dan Republik Filipina
Timur : Laut Maluku Selatan : Teluk Tomini Barat : Propinsi Gorontalo
Gambar 3.1 Peta Sulawesi Utara
3.2 Kabupaten Bolaang Mangondow
Kabupaten Bolaang Mongondow merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provoinsi Sulawesi Utara. Luas wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow 8.358,04 Km2 atau 54,5% dari luas Provinsi Sulawesi Utara. Wilayah tersebut terbagi dalam 32 Kecamatan, 329 Desa dan 20 Kelurahan, Sedangkan penduduk Kabupaten Bolaang Mongondow hingga akhir tahun 2006 berjumlah 493.172, yang terbagi menurut jenis kelamin laki-laki 255.376 jiwa dan Perempuan 237.796 jiwa
3.3 Sosial Ekonomi Sulawesi Utara
Kebutuhan energi sangat erat kaitannya dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu daerah. PDRB sebagai indikator untuk mengukur tingkat pendapatan atau produktivitas masyarakat suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Sehingga dapat disimpulkan, apabila nilai
PDRB suatu daerah tinggi, maka dapat dipastikan bahwa kegiatan ekonomi daerah itu juga pasti tinggi
Nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan dalam setahun oleh para pelaku ekonomi di Sulawesi Utara yang tercermin dari PDRB untuk tahun 2004 mencapai Rp 14,13 triliun (HB) dan Rp 3,88 triliun (HK). Nilai tersebut telah mengalami perkembangan hampir enam setengah kali untuk harga berlaku dan untuk harga konstan mengalami perkembangan lebih dari satu setengah kali dari tahun 1993. Meningkatnya angka PDRB Sulawesi Utara khusus untuk harga berlaku disebabkan terjadi lonjakan harga di tahun 1998 yang langsung meningkat tajam lebih dari tiga kali dibanding tahun 1993.
Gambar 3.2
Peta Wilayah Sungai di Sulawesi Utara
4. PERENCANAAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO
4.1 Kondisi Ketenagalistrikan di Sulawesi Utara Saat ini
K
ondisi listrik di Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan yang cukup besar dan perlu segera dibangun pembangkit baru. Sejak beberapa tahun terakhir, seiring dengan pertumbuhan penduduk, kawasan pemukiman, industri dan ekonomi, Sulawesi Utara mengalami krisis energi listrik.Tabel 4.1
Data Pembangkit di Propinsi Sulawesi Utara No Jenis
Pembangkit
Daya terpasang Daya mampu
MW % MW % 1 PLTA 51,38 22,90 51,3 36,12 2 PLTP 40,00 17,83 40,00 28,17 3 PLTD 123,71 55,14 50,70 35,70 4 PLTMG 9,24 0,04 - - Total 224,33 100,00 142,00 100,00 (Sumber : Statistik PLN 2008)
Berdasarkan data statistik PLN tahun 2008 kapasitas daya yang terpasang dan daya mampu di Sulawesi utara yang disediakan PLN Sulawesi Utara adalah 142 MW dan daya terpasang sebesar 224.33 MW. Sementara kebutuhan pelanggan di wilayah ini pada beban puncak pmencapai 139,10 MW. Artinya, margin standar keandalan sistem tidak tercapai karena selisih daya dan kebutuhan sangat kecil. Diperlukan anggaran yang besar agar keandalan sistem tercapai dan itu diluar kemampuan PLN. Pihak swasta bisa saja membantu pendanaan pembangkit listrik kita dengan berbagai skema yang memungkinkan. Selain itu, beberapa masalah yang kerap mengganggu pasokan listrik di Sulawesi Utara diantaranya:Perbaikan atau overhaul mesin PLTU yang harus dilakukan setiap tahun. Akibatnya, saat mesin diperbaiki, kemampuan PLN jauh berkurang menyediakan listrik.
Tabel 4.2
Data Setiap tahun kondisi listrik di Sulawesi Utara
Tahun Daya Terpasang (MW) Daya mampu (MW) Beban puncak (MW) 2004 178.08 156.58 136.79 2005 181.94 147.68 140.49 2006 186.56 139.28 144.29 2007 218.77 133.79 146.60 2008 224.33 142.00 139.10 (Sumber : Statistik PLN)
4.2 Proyeksi Pertumbuhan penduduk dan Pasokan Tenaga Listrik
Dari perhitungan DKL 3,01 dapat dibuat tabel tentang pertumbuhan penduduk dan konsumsi energi listrik di Sulawesi Utara
Jumlah pelanggan listrik total dapat dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh pelanggan per sektor. Hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3
Proyeksi Jumlah Pelanggan Listrik Total per Kelompok Pelanggan di Provinsi Sulawesi Utara
Tahun
Rumah
Tangga Bisnis Industri Publik Total
2009 363082 13070 437 9440 386029 2010 366568 13196 506 9531 389801 2011 370087 13323 585 9622 393617 2012 373640 13451 677 9714 397482 2013 377227 13580 783 9807 401397 2014 380848 13710 907 9902 405367 2015 384504 13842 1049 9997 409392 2016 388195 13975 1214 10093 413477 2017 391922 14109 1404 10190 417625 2018 395685 14244 1625 10288 421842 2019 399483 14381 1880 10387 426131 2020 403318 14519 2175 10486 430498 2021 407190 14658 2517 10587 434952 2022 411099 14799 2912 10688 439498 2023 415045 14941 3369 10791 444146
Kebutuhan atau konsumsi energi listrik total dapat dihitung dengan menjumlahkan konsumsi energi per sektor. Sehingga konsumsi energi total adalah sebagai berikut
Tabel 4.4
Proyeksi Konsumsi Energi Listrik per Kelompok Pelanggan (GWh) Sulawesi Utara
Tahun
Rumah
Tangga Bisnis Industri Publik Total
2009 421.18 213.77 88.35 29.67 752.97 2010 425.22 262.94 99.78 31.16 819.1 2011 429.30 323.41 112.70 32.71 898.12 2012 433.42 397.80 127.29 34.35 992.86 2013 437.58 489.30 143.76 36.07 1106.71 2014 441.78 601.83 162.37 37.87 1243.85 2015 446.03 740.26 183.39 39.76 1409.44 2016 450.31 910.52 207.13 41.75 1609.71 2017 454.63 1119.94 233.94 43.84 1852.35 2018 458.99 1377.52 264.23 46.03 2146.77 2019 463.40 1694.36 298.43 48.33 2504.52 2020 467.85 2084.06 337.06 50.75 2939.72 2021 472.34 2563.39 380.69 53.29 3469.71 2022 476.88 3152.98 429.97 55.95 4115.78 2023 481.45 3878.16 485.63 58.75 4903.99 4.3Perencanaan Pembangunan PLTM
4.3.1 Survei Potensi Air Kabupaten Bolaang Mangondow
Luas hutan yang ideal untuk menunjang keseimbangan ekosistem. Dengan luasan tersebut diharapkan sebagian curah hujan yang turun pada musim hujan dapat disimpan dalam lapisan tanah, dan dialirkan sebagai aliran dasar (base
flow) pada musim kemarau. Fluktuasi debit sungai pada
sebagian besar daerah aliran sungai (DAS) di Indonesia cenderung meningkat, yaitu relatif besar pada musim hujan (seringkali menyebabkan banjir) dan relatif kecil pada musim kemarau (seringkali menyebabkan kekeringan). Kondisi ini memberikan gambaran tentang telah terjadinya kerusakan DAS yang berdampak terhadap permasalahan surplus/deficit neraca air sepanjang tahun. Perubahan tata guna lahan daerah aliran sungai (DAS) memberikan pengaruh cukup dominan terhadap debit air.
Menurut Wanielista (1990) metode Rasional adalah salah satu dari metode tertua dan awalnya digunakan hanya untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge). Ide yang melatarbelakangi metode Rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I terjadi secara terus menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi (Tc). Waktu konsentrasi Tc tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan kontribusi aliran di
outlet. Laju masukan pada sistem (IA) adalah hasil dari
curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat Tc dinyatakan sebagai
run off coefficient (C) dengan (0 ≤ C ≤ 1) (Chow 1988). Hal
di atas diekspresikan dalam formula Rasional sebagai berikut ini (Chow, 1988) :
Q = 0,277C.I.A (m3/det)
Keterangan :
Q : debit puncak (m3/dtk)
C : koefisien run off, tergantung pada karakteristik DAS (tak berdimensi)
I : intensitas curah hujan, untuk durasi hujan (D) samadengan waktu konsentrasi (Tc) (mm/jam) A : luas DAS (km2)
Tabel 4.5
Curah Hujan per Bulan Kabupaten Bolaang Mangondow
(Sumber : BPS Sulawesi Utara, 2008)
Selanjutnya curah hujan ini dimasukkan dalam formula di atas dengan menggunakan nilai koefisien c sebesar 0.45 (digunakkan untuk kawasan hutan dengan kemiringan sedang). Untuk luad DAS diambil dari luas hutan yang berada di hulu sungai Poigar yaitu seluas 8.048
Ha (sumber : BPS Sulawesi Utara, 2008) Maka akan didapatkan nilai debit sebesar
Tabel 4.6
Debit Sungai Poigar
Bulan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Januari 4.63 13.06 5.99 8.48 5.79 6.67 10.34 Februari 5.03 4.56 5.63 4.36 6.73 14.84 7.29 Maret 4.89 1.93 5.62 6.00 5.54 4.55 5.28 April 5.52 3.48 3.00 2.00 4.19 3.90 2.73 Mei 3.61 4.46 4.36 5.79 3.95 4.10 5.21 Juni 2.21 3.36 1.44 2.57 5.07 3.08 4.44 Juli 0.94 - 3.36 5.09 1.41 0.22 1.88 Agustus 1.05 0.26 3.26 0.14 0.56 0.15 3.11 September 3.22 0.85 1.38 1.28 1.47 1.53 1.32 Oktober 4.21 2.31 4.08 2.32 5.49 0.56 2.80 Nopember 4.08 5.18 2.35 4.61 8.11 3.13 4.67 Desember 1.44 2.68 11.68 1.69 6.11 5.28 4.11
4.3.2 Daya Terbangkit PLTM Mobuya
Rumus untuk menghitung daya output PLTM adalah:
Qh P9,8 (kW) dimana:
P = daya output (kW) Q = debit air (m3/detik) h = head turbin (m)
Dalam proses konversi tenaga air menjadi energi listrik terdapat efisiensi, dimana efisiensi ini dipengaruhi oleh efisiensi turbin, efisiensi generator dan efisiensi saluran. Jika diasumsikan efisiensi turbin sebesar 90 %, efisiensi generator sebesar 90%, dan efisiensi saluran 95%, maka dengan adanya ketiga faktor efisiensi ini, persamaan daya output diatas menjadi:
P(0,9)(0,9)(0,95)9,8Qh(kW)
Dengan menggunakan persamaan diatas, maka dapat dihitung daya output untuk PLTM.jika digunakan debit rata-rata saluran dengan pembangkit beroperasi maksimum selama 270 hari dan 90 hari beropeasi seperti biasa, dimana selama 90 hari curah hujan paling rendah dimana debit air saluran juga minimum.maka menggunakan debit bulan mei tahun 2007 sehingga menghasilkan daya output dari PLTM P=(0,9)(0,9)(0.95)9,8x5,21x80
=7,5x5,21x80 =3,126 MW
4.3.3 Ketinggian Jatuh Air
Dalam perencanaan pembangunan PLTM, tinggi jatuh air yang diambil untuk lokasi desa Mobuya adalah 80 meter.
4.4 Bagian PLTM Mobuya 4.4.1 Turbin
Turbin merupakan bagian penting dari perencanaan pembangunan PLTM yang menerima energi potensial dari air dan mengubahnya menjadi energi putaran (mekanis). Kemudian energi mekanik ini akan memutar sumbu turbin pada generator. Pada PLTM turbin yang digunakan adalah turbin jenis Francis, yang khusus digunakan untuk pembangkit yang memiliki kapasitas sedang dengan head 50-100 meter.kecepatan putar turbin 750-1000 rpm Dipilihnya jenis turbin Francis ini disebabkan konstruksinya relatif sederhana, dan memiliki efisiensi yang cukup tinggi.
4.4.2 Generator
Generator adalah salah satu bagian PLTM yang sangat penting. Generator berfungsi sebagai pengubah energi mekanik menjadi energi listrik. Generator yang digunakan dalam perencanaan pembangunan PLTM ini menggunakan jenis generator sinkron, karena head di bawah 100 m dan debit air sedikit bervariasi dan daya output berada di kisaran 2-3 MW.tegangan output 6,3 kV dengan kecepatan 1000 rpm
4.4.3 Generator Penguat Medan
Generator yang dipakai merupakan DC Generator yang seporos dengan generator utama.Tipenya adalah shunt
generator,kecepatan 1000 rpm dan tegangan sebesar 220V
4.4.4 AVR
AVR berfungsi untuk mengatur tegangan kerja normal agar konstan. Cara kerjanya adalah mengatur arus eksitasi
4.4.5 Tranformator
Tranformator yang dipakai adalah tranformator tiga fasa dengan tegangan primer sebesar 6,3 kV dan tegangan sekunder 20 kV
4.5 Analisa Harga Energi
Pada pembahasan ini akan dijelaskan analisis pembangunan pembangkit listrik di Sulawesi Utara ditinjau dari aspek ekonomi
Tabel 4.7
Perhitungan Biaya PLTM Mobuya dengan suku bunga 6%,9% dan 12%
Perhitungan Suku Bunga 6 % 9 % 12 %
Biaya Pembangkitan (US$ /
kW) 3400 3400
3400
Umur Operasi (Tahun) 25 25 25
Kapasitas (MW) 3 3 3
Biaya Bahan Bakar (US$ /
kWh) 0,0010 0.0010 0.0010
B. O & M (US$ / kWh) 0.0070 0.0070 0,0070 Biaya Modal (US$ / kWh) 0.0378 0.0490 0.0621 Total Cost (US$ / kWh) 0.0458 0.0570 0.0701
Tabel 4.8
Perhitungan Biaya Pokok Penyediaan PLTM Bantuan
Pemerintah
Biaya Pokok Penyediaan PLTM (Rp/kWh) Suku Bunga 6% Suku Bunga 9% Suku Bunga12% 25% Biaya Modal 400 489 600 50% Biaya Modal 296 325 430 75% Biaya Modal 193 203 259
Dengan kemampuan daya beli masyarakat untuk energi listrik sebesar Rp 665,63/kWh, maka alternatif yang dapat dipilih untuk menentukan besarnya BPP yang baru adalah dengan pemberian bantuan atau subsidi dari pemerintah sebesar 75% dari biaya modal yang dibutuhkan. Pemberian bantuan sebesar 75% dari biaya modal menghasilkan nilai BPP yang sesuai dengan daya beli masyarakat di Sulawesi Utara, yaitu sebesar Rp 193/kWh untuk suku bunga 6%, Rp 203/kWh untuk suku bunga 9%, dan Rp 259/kWh untuk suku bunga 12%. PLTM yang baru ini dioperasikan selama 24 jam dalam satu hari selama satu tahun dan PLTD yang telah ada sebelumnya hanya dioperasikan untuk waktu beban puncak yaitu selama 5 jam dalam satu hari selama satu tahun, maka total energi yang dapat dibangkitkan adalah sebagai berikut:
PLTA = 51,3 MW x 0,8 x 24 jam x 365 hari = 359,51 GWh PLTP = 40 MW x 0,8 x 24 jam x 365 hari = 280,32 GWh PLTD = 50,7 MW x 0,8 x 5 jam x 365 hari = 74,02 GWh PLTM = 3 MW x 0,8 x 24 jam x 270 hari = 15,55 GWh 2,25 MW x 0,8 x 24 jam x 90 hari = 3,88 GWh Total = 733.28 GWh Jika suku bunga yang diambil adalah 9%, maka besarnya nilai BPP total dengan masuknya PLTM di adalah sebagai berikut: BPPPLTA = (359,51/733.28)·Rp 131,6/kWh = Rp64,52/kWh BPPPLTP=(280,32/733,28)·Rp746/kWh = Rp285,42/kWh BPPPLTD = (74,02/733.28) .Rp 3.578/kWh = Rp 361,18/kWh BPPPLTM = (19,43/733.28). Rp 203/kWh = Rp5,37/kWh BPPtotal = Rp716,49/kWh
Tabel 4.9
4.6 Analisa Pembangunan Pembangkit Listrik Ditinjau dari Aspek Sosial
Indeks Pembangunan manusia di Indonesia menunjukan seberapa besar kemajuan tiap Provinsi dalam membangun penduduknya. Untuk mengetahui ini maka terdapat indikator reduksi shortfall. Indikator ini adalah Angka yang
mengukur rasio pencapaian kesenjangan antara jarak yang sudah ditempuh dengan yang harus ditempuh untuk mencapai kondisi yang ideal. Dalam pengertian sehari-hari Reduksi shortfall dikatakan sebagai suatu kepekaan terhadap perlakuan yang diberikan berkaitan dengan pembangunan manusia. Semakin tinggi nilai reduksi shortfall di suatu wilayah, maka semakin cepat kenaikan IPM yang dicapai dalam suatu periode
Indeks pembangunan manusia juga dapat menunjukkan seberapa besar tingkat pendidikan di suatu wilayah, dengan IPM yang tinggi atau rendah akan berpengaruh juga pada tingkat pendidikan apakah rendah atau tinggi. Pengeluaran perkapita juga akan berpengaruh pada kondisi indeks pembangunan manusia. Pengeluaran perkapita berpengaruh pada kondisi indeks pembangunan manusia karena parameter ini menunjukkan seberapa besar kemampuan materi yang ada pada masing-masing individu tiap wilayah. Hal ini juga berpengaruh pada seberapa besar kemampuan daya beli terhadap kebutuhan termasuk listrik, sehingga secara garis besar akan berpengaruh juga terhadap rasio elektrifikasi masing-masing wilayah
Rata-rata IPM di Indonesia pada tahun 2007 adalah 70,59 dan rata-rata reduksi shortfall-nya sebesar 1,64 sedangkan provinsi Sulawesi Utara terletak pada posisi 2
dengan IPM dan reduksi shortfall-nya sebesar 74,68 dan 1,20
4.7Analisa Pembangunan Pembangkit Listrik Ditinjau dari Aspek Lingkungan
Dalam pembangunan suatu pembangkit listrik, aspek lingkungan harus tetap diperhatikan. Sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan pemerintah dan untuk memperkirakan besar dan pentingnya dampak yang mungkin terjadi, maka perlu dilakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Aspek-aspek tersebut meliputi:
a. Tahap Pra Konstruksi b. Tahap Konstruksi c. Tahap Operasi d. Tahap Pasca Operasi
4.7.1Tahap pra Konstruksi
Dampak kegiatan pembangunan pembangkit pada tahap pra konstruksi antara lain ketika diadakan survei awal, presepsi masyarakat bisa turun. Hal ini disebabkan karena kegiatan survei dan ketidaktahuan masyarakat terhadap rencana kegiatan menyebabkan masyarakat berfikir negatif terhadap rencana proyek. Untuk mengatasi hal tersebut maka hal yang perlu dilakukan adalah mengadakan penyuluhan kepada masyarakat mengenai rencana kegiatan yang akan dilaksanakan dengan secara rutin dan mengadakan pendekatan teradap ulama dan tokoh-tokoh masyarakat setempat.
4.7.2Tahap Konstruksi
Pada tahap konstruksi akan terjadi penurunan kualitas udara berupa meningkatnya kandungan debu akibat transportasi bahan bangunan, peralatan dan pekerja di sepanjang jalan yang dilewati truk/sarana transportasi menuju ke lokasi proyek. Jika lokasi pembangkit di sungai yaitu untuk pembangunan PLTM, maka dampak yang lain adalah terjadi perubahan mendasar pada biota air, khususnya
benthos, nekhton dan plankton. Ini akibat dari kerusakan
pada bagian sungai. Selain itu, dengan adanya pembangunan pembangkit listrik, maka akan tercipta lapangan kerja selama pembagunan.
4.7.3Tahap Operasi
Pembahasan tentang aspek lingkungan pada tahap operasi PLTM Mobuya 3 MW.
Tahap Operasi PLTM Mobuya 3 MW
Dampak terhadap lingkungan dari tahap operasi pada PLTM Mobuya 3 MW ini adalah sebagai berikut.
a. Ramah Ligkungan
PLTM Mobuya ini tidak mengeluarkan emisi atau gas buangan seperti pembangkit yang menggunakan bahan bakar fosil, sehingga pembangkit ini ramah terhadap lingkungan.
b. Pembangkit Multi Fungsi
Selain berfungsi pembangkit tenaga listrik, PLTM Mobuya ini juga berfungsi untuk menyediakan air irigasi, pengendalian banjir, perikanan dan juga pariwisata. Pada
PLTM ini, pembangkitan tenaga listriknya perlu dikoordinasikan dengan keperluan irigasi untuk ladang dan tegalan di sekitarnya. Dari segi pengendalian banjir, PLTM harus dapat diatur air keluarnya sehingga pada saat banyak hujan tidak timbul banjir di sisi hilir.
c. Ekologi Sungai Poigar
Dengan adanya PLTM Mobuya ini, maka kondisi ekologi air yang ada di sungai Poigar menjadi terganggu, seperti terganggunya migrasi ikan di sungai Poigar. Adanya bendungan pada sungai ini mengakibatkan ikan-ikan tidak bisa lagi melewati aliran sungai ini.
d. Sedimentasi Sungai Poigar
Seiring dengan berjalannya waktu, kondisi sungai Poigar akan berubah. Hal ini disebabkan karena terjadinya suatu sedimentasi atau pengendapan pada dasar sungai di sekitar bendungan. Pengendapan ini berpengaruh pada kedalaman sungai. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha pengerukan sungai agar kondisi sungai kembali seperti semula
4.7.4 Tahap pasca Operasi
Pada tahap ini dampak yang ditimbulkannya antara lain adanya pemutusan hubungan kerja dari para pekerja yang sebelumnya telah bekerja untuk membangun pembangkit tersebut. Kemudian dampak yang lain adalah tanah atau lahan bekas pembangkit menjadi tanah yang tandus atau gersang sehingga perlu untuk segera dilakukan pengelolaan tanah atau lahan tersebut.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain : 1) Jenis pembangkit eksisting di Sulawesi Utara tahun
2008 adalah PLTA (36,12%), PLTP (28,17%) dan PLTD (35,70%). Sejak tahun 2006 Sulawesi Utara mengalami kekurangan daya listrik.
2) Potensi tenaga air yang dibangkitkan sungai Poigar untuk pembangunan PLTM Mobuya di Bolaang Mangondow Sulawesi Utara dengan menggunakan ketinggian sekitar 80 m dan debit rata-rata saluran dengan pembangkit beroperasi maksimum selama 270 hari sebesar 5,21 m3/s adalah 3 MW.
3) Biaya produksi energi listrik PLTM Mobuya dengan menggunakan suku bunga 9 % adalah Rp 570/kWh sedangkan biaya investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 102 milyar
4) Saat pembangkit baru beroperasi maka besarnya BPP disesuaikan dengan daya beli masyarakat sebesar Yaitu yang semula adalah Rp 1.676/kWh turun menjadi Rp 716,49/kWh.
5) Pembangunan PLTM Mobuya ini tidak mengeluarkan emisi atau gas buangan seperti pembangkit yang menggunakan bahan bakar fosil tetapi awal pembangunanya merusak ekosistem sungai
6) Setelah pembangkit PLTM Mobuya dibangun dapat mengurangi krisis listrik di Sulawesi Utara sehingga diharapkan dapat meningkatkan rasio elektrifikasi di sana yang akan berdampak pada peningkatan IPM masyarakat di sekitarnya
5.2 Saran
Setelah dilakukan beberapa analisa dan perhitungan maka dapat diberikan beberapa saran, antara lain:
1. Karena masih banyak potensi tenaga air yang belum dibangkitkan di Indonesia, khususnya di Pulau propinsi Sulawesi Utara, maka diharapkan adanya kajian kembali mengenai pemanfaatan potensi tersebut untuk pembangkit listrik dengan kapasitas yang lebih besar. 2. Biaya investasi yang sangat tingi dari pembangunan
PLTM, menyebabkan perlunya dukungan dari pemerintah baik dalam pemberian bantuan subsidi atau usaha dalam pencarian investor. Bentuk subsidi yang dapat diberikan adalah subsidi biaya modal yang diberikan pada awal pembangunan pembangkit atau subsidi silang yang diberikan setiap tahun guna memenuhi target Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik setempat.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Artono Arismunandar, Susumu Kuwahara, Buku
Pegangan Teknik Tegangan Tenaga Listrik Jilid I: Pembangkitan dengan Tenaga Air, PT Pradnya
Paramita, Jakarta, 2000.
[2] Chow VT, Maidment DR, and Mays LW. 1988. Applied Hydrology. New York:McGraw-Hill.
[3] Hadi Susilo, Pengembangan Sumber Daya Air, Pusat Pengembangan Bahan Ajar – UMB, Jakarta, 2008. [4] Kadir, Abdul, 1995. Energi: Sumber Daya, Inovasi,
Tenaga istrik dan Potensi Ekonomi, Universitas
Indonesia, Jakarta.
[5] Majuro. Workshop on Renewable energies. Republik of the Marshall Island. March 17,2005.
[6] Marsudi, Djiteng. Pembangkitan Energi Listrik. Erlangga. 2005.
[7] Wanielista MP. 1990. Hydrology and Water Quality Control. Florida-USA :John Wiley & Sons.
[8] ……...,Clean Development Mechanism (CDM)
Sebagai Sala Satu Sumber Pendanaan,
http://www.dephut.go.id/
[9] ...,Guide on How to Develop a Small Hydropower
Plant, European Small Hydropower Association–
ESHA, Inggris, 2004.
[10] .…...,Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008, Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara, 2008
[11] ..., 2008, Badan Pusat Statistik, URL: http:// www.sulut.bps.go.id
[12] ..., 2008. Direktorat Sumber Daya Air, Dinas Pekerjaan Umum, URL: http://www.pu.go.id/
[13] ..., 2008. Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, URL: http://www.sulut.go.id.
[14] ..., 2008 Statistik PLN, URL:http://www.pln.co.id
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jombang - Jawa Timur pada Tanggal 21 Maret 1987 dengan nama lengkap Taufik Hidayatullah, dilahirkan sebagai anak ke-sebelas dari sebelas bersaudara pasangan Sukarmin dan Zubaidah yang bertempat tinggal di Jombang, Jawa Timur.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepeluh Nopember Surabaya dengan NRP : 2205 100 193
Jenjang pendidikan yang telah ditempuh adalah sebagai berikut :
MI Mujahidin Parimono Jombang, lulus tahun 1999 MTsN Plandi, Jombang, lulus tahun 2002
SMU Negeri 2, Jombang, lulus tahun 2005
Tahun 2005 terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepeluh Nopember Surabaya.