• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EKONOMI USAHATANI PADI SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK PADA PETANI PENGGARAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS EKONOMI USAHATANI PADI SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK PADA PETANI PENGGARAP"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EKONOMI USAHATANI PADI SEMI ORGANIK

DAN ANORGANIK PADA PETANI PENGGARAP

(Studi Kasus Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor)

INAYAH NURMALA SARI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(2)

RINGKASAN

INAYAH NURMALA SARI. Analisis Ekonomi Usahatani Padi Semi Organik

dan Anorganik pada Petani Penggarap (Studi Kasus: Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor). Dibimbing Oleh RIZAL

BAHTIAR.

Sistem pertanian berkelanjutan sangat penting untuk direalisasikan agar tidak terjadi penurunan tingkat produksi hasil pertanian pada masa mendatang. Penurunan produksi tersebut bisa diakibatkan karena menurunnya tingkat kesuburan lahan dari penggunaan bahan-bahan kimia secara terus menerus dan tidak menyertai penambahan bahan organik pada lahan usahatani. Usahatani semi organik menerapkan inovasi pengurangan pemakaian pupuk kimia dan mensubtitusikannya dengan menggunakan pupuk organik, serta membebaskan lahan usahataninya dari pemakaian pestisida kimia. Pada masa mendatang diharapkan penggunaan pupuk kimia ini dapat dilepaskan seutuhnya. Penerapan sistem pertanian semi organik akan ditelaah dengan studi kasus petani Desa Ciburuy dan akan dibandingkan dengan petani anorganik yang beberapa respondennya juga berasal dari Desa Cisalada. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi perbedaan antara usahatani padi semi organik dan anorganik. Tujuan penelitian secara khusus adalah: 1) Menganalisis kelayakan sistem usahatani padi semi organik dan anorganik petani penggarap 2) Mengkaji tingkat biaya dan pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik petani penggarap 3) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia.

Hasil yang diperoleh dalam analisis kelayakan yaitu bahwa usahatani padi semi organik lebih layak dijalankan dibandingkan anorganik karena menghasilkan NPV dan gross B/C ratio yang lebih tinggi. Total biaya rata-rata per hektar dan per kilogram output per musim tanam usahatani padi semi organik lebih tinggi dibandingkan usahatani padi anorganik, biaya tertinggi untuk kedua usahatani yaitu bagi hasil. Pendapatan rata-rata dan R/C ratio yang dihasilkan menyimpulkan bahwa usahatani padi semi organik akan menghasilkan nilai yang lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik, maka usahatani padi semi organik lebih menguntungkan untuk dijalankan. Hasil uji nilai tengah dengan SPSS 16 pada pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik menyatakan bahwa pendapatan kedua usahatani berbeda nyata secara statistik. Analisis regresi logistik mengenai faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia diperoleh hasil bahwa yang secara nyata mempengaruhi keputusan adalah informasi pada taraf nyata lima persen. Sedangkan, variabel yang tidak signifikan yaitu pendidikan, luas lahan, umur, pendapatan dan biaya pupuk. Usahatani semi organik dan sistem usahatani lainnya yang ramah lingkungan lebih disarankan untuk dilakukan karena dapat mengkonservasi lahan pertanian dan akan berdampak pada perbaikan produktivitas pertanian. Koordinasi antara pihak terkait baik petani, pemerintah dan swasta sangat dibutuhkan untuk mempermudah pencapaian tujuan sistem pertanian yang berkelanjutan.

(3)

ANALISIS EKONOMI USAHATANI PADI SEMI ORGANIK

DAN ANORGANIK PADA PETANI PENGGARAP

(Studi Kasus Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor)

INAYAH NURMALA SARI H44070056

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Analisis Ekonomi Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik pada Petani Penggarap (Studi Kasus: Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor)

Nama : Inayah Nurmala Sari NIM : H44070056

Menyetujui Dosen Pembimbing,

Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si NIP. 19800603 200912 1 006

Mengetahui Ketua Departemen,

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Ekonomi Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik pada Petani Penggarap, Studi Kasus: Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2011

Inayah Nurmala Sari H44070056

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara

moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya dan Rasulullah Muhammad SAW

sebagai penuntun jejak dalam kehidupan ini.

2. Bapakku (Bpk. Djumilanto), Ibuku (Ibu Lailiah), kakakku (Mas Lutfi), adikku

(Tia), dan seluruh keluargaku, titipan terindah dari Allah, atas semua kasih

sayang, inspirasi hidup serta doa yang sangat tulus.

3. Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si, sebagai dosen pembimbing skripsi yang selama

ini telah meluangkan begitu banyak waktunya dan kebaikannya untuk

memberikan bimbingan, ilmu yang bermanfaat, dan pengarahan kepada penulis.

4. Bapak Ir. Ujang Sehabudin dan Bapak Novindra S.P, M.Si sebagai dosen

penguji dan Ibu Meti Ekayani S.Hut, M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik

atas semua saran dan pengarahan kepada penulis.

5. Bapak H. Zakaria, Bapak Sukri, Keluarga Bapak Suherman dan Bapak Puji,

Bapak Bambang, dan Bapak Karsono dalam memberikan informasi, perizinan

penelitian dan motivasi kepada penulis selama penelitian.

6. Seluruh staf pengajar, karyawan/wati, mahasiswa/i di Departemen Ekonomi

Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.

7. Sahabat-sahabatku Nanda, Icha, Hani, Tia, Ashna, Eny, Tyen, Pupil, Puty,

Nurul, Hana, Ery, Emil, yang telah menjadi cahaya dalam kehidupan penulis.

Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta

hidayah-Nya. Salawat serta salam tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Ekonomi Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik pada Petani Penggarap

(Studi Kasus: Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten

Bogor)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut

Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh usahatani padi semi

organik dan anorganik terhadap kelayakan, struktur biaya dan pendapatan serta

mengetahui faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian

pupuk kimia.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua

pihak yang membutuhkan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan yang

dihadapi, sehingga penulis mengharapkan saran serta kritik yang bersifat

membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.

Bogor, November 2011

(8)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Pengertian Pertanian ... 11

2.2. Usahatani ... 12

2.1.1. Usahatani Semi Organik... 13

2.1.2. Usahatani Anorganik... 14

2.3. Perbedaan Pupuk Organik dan Anorganik... 15

2.4. Usahatani Padi Sawah ... 16

2.5. Hasil Penelitian Terdahulu... 18

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 19

3.1.1. Analisis Kelayakan ... 19

3.1.2. Biaya dan Penerimaan Usahatani ... 20

3.1.3. Inovasi Pengurangan Pemakaian Pupuk Kimia ... 20

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 22

IV. METODE PENELITIAN ... 24

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 24

4.3. Metode Pengambilan Data ... 25

4.4. Metode Analisis Data ... 26

4.4.1. Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik ... 26

4.4.2. Tingkat Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik ... 27

4.4.3. Estimasi Faktor-Faktor yang Mendorong Petani untuk Mengurangi Pemakaian Pupuk Kimia... 31

V. GAMBARAN UMUM ... 35

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 35

5.1.1. Gambaran Umum Desa Ciburuy ... 35

(9)

x

5.2. Gambaran Umum Budidaya Padi Semi Organik dan Anorganik... 40

5.3. Karakteristik Responden ... 49

5.2.1. Jenis Kelamin dan Usia ... 50

5.2.2. Tingkat Pendidikan, Status Kepemilikan dan Luas Lahan ... 51

5.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga ... 52

5.2.4. Pengalaman Usahatani ... 53

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

6.1. Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap... 54

6.2. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap ... 60

6.2.1. Analisis Perbandingan Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap ... 61

6.2.2. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap... 64

6.3. Estimasi Faktor-Faktor yang Mendorong Petani untuk Mengurangi Pemakaian Pupuk Kimia... 71

VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 77

7.1. Simpulan ... 77

7.2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(10)

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksi Padi Sawah (Ton) di Pulau Jawa, Indonesia 2006-2010 ... 2

2. Jumlah Produksi Padi Sawah Kecamatan Cigombong Tahun 2008 ... 8

3. Perbedaan Sifat Pupuk Organik (Kompos) dan Pupuk Anorganik... 16

4. Perbedaan Pendapatan Rata-Rata Usahatani Padi Organik dan Anorganik dari Penelitian Terdahulu... 18

5. Matrik Metode Analisis Data ... 26

6. Struktur Biaya Usahatani Padi Sawah ... 28

7. Luas Wilayah Menurut Penggunaan di Desa Ciburuy Tahun 2010 ... 36

8. Luas Wilayah Menurut Penggunaan di Desa Cisalada Tahun 2010 ... 38

9. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Desa Cisalada Tahun 2010 ... 39

10. Penduduk Menurut Pekerjaan Desa Cisalada Tahun 2010 ... 40

11. Perbandingan Penggunaan Benih pada Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap... 42

12. Perbandingan Penggunaan Rata-Rata Pupuk Kimia pada Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap... 47

13. Perbandingan Produksi, Produktivitas, dan Harga Jual Rata-Rata pada Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap... 49

14. Responden Berdasarkan Tingkat Usia ... 50

15. Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 51

16. Luas Lahan yang Diusahakan Responden ... 52

17. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden ... 52

18. Responden Berdasarkan Pengalaman Melakukan Usahatani Padi ... 53

19. Responden Berdasarkan Pengalaman Melakukan Usahatani Padi Semi Organik ... 53

20. Perbandingan PV dan B/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata ... 56

21. Perbandingan PV dan B/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata ... 57

22. Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata ... 58

23. Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata ... 59

(11)

xii 24. Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani

Penggarap per Hektar per Musim Tanam ... 61 25. Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani

Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam ... 63 26. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan

Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam ... 65 27. Hasil Uji Nilai Tengah Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan

Anorganik Petani Penggarap per Hektar per MusimTanam... 66 28. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan

Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam ... 66 29. Hasil Uji Nilai Tengah Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan

Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam... 67 30. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan

Anorganik per Hektar per Musim Tanam pada Tingkat Harga yang Sama.. 71 31. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Mengurangi

(12)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 23 2. Peta Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Bogor ... 35 3. Lahan Persemaian Benih Padi... 42 4. Tahapan Proses Pengolahan Tanah yaitu Mengatur Jarak Tanam (Kiri) dan

Perataan Permukaan Sawah atau Nyorongan (Kanan)... 44 5. Sistem Tanam Acak pada Usahatani Padi Anorganik (Kiri) dan Sistem

(13)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Cashflow Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap dengan Suku

Bunga Pinjaman Rata-Rata Sebesar 14 % ... 83 2. Cashflow Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap dengan Suku Bunga

Pinjaman Rata-Rata Sebesar 14 % ... 85 3. Cashflow Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap dengan Suku

Bunga Deposito Rata-Rata Sebesar 6,75 % ... 87 4. Cashflow Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap dengan Suku Bunga

Deposito Rata-Rata Sebesar 6,75 %.. ... 89 5. Rincian Biaya Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap per Hektar

per Musim Tanam ... 91 6. Rincian Biaya Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap per Hektar

per Musim Tanam... 92 7. Rincian Biaya Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap per Kilogram

Output per Musim Tanam ... 93 8. Rincian Biaya Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap per Kilogram

Output per Musim Tanam ... 94 9. Pendapatan Petani Penggarap Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik

per Hektar Lahan serta per Kilogram Output ... 95 10. Uji Beda Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani

Penggarap per Hektar Per Musim Tanam... 96 11. Uji Beda Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani

Penggarap per Kilogram Output Per Musim Tanam... 97 12. Estimasi Hasil Output Regresi Logistik dengan Minitab Release 14 ... 98 13. Dokumentasi Kegiatan Usahatani Padi Sawah Tahun 2011 ... 99

(14)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan pokok terpenting bagi manusia yang harus

dipenuhi agar bisa bertahan hidup. Perkembangan pertanian sangat dibutuhkan

untuk memenuhi kebutuhan manusia akan pangan dan menunjang berbagai

aktivitas industri yang juga ditujukan untuk melengkapi kebutuhan sehari-hari

manusia. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat terutama pada negara

berkembang menjadikan penerapan berbagai teknologi dan inovasi pertanian

menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang

tinggi. Peningkatan produktivitas pertanian menjadi target kegiatan pertanian pada

berbagai negara. Namun, penggunaan teknologi dan inovasi pada kegiatan

pertanian terkadang sering mengenyampingkan aspek lingkungan. Lingkungan

seharusnya menjadi kunci keberlanjutan pertanian agar peningkatan produktivitas

pertanian masih dapat dirasakan pada generasi mendatang.

Feder (1998) dalam Herry (2006), pertanian dunia abad 21 akan

berlangsung dalam tekanan tantangan yang terus meningkat. Salah satu penyebab

utamanya adalah pertumbuhan penduduk, yang pada tahun 2025 diperkirakan

akan mencapai 8,5 milyar. Sebagian besar dari jumlah tersebut berada di

negara-negara berkembang. Pertumbuhan penduduk yang besar memerlukan produksi

pangan dengan kenaikan yang sangat memadai.

Hubungan tekanan penduduk dengan upaya pemenuhan kebutuhan pangan

dibahas dalam teori Malthus, disebutkan bahwa pertumbuhan penduduk

menyerupai sebuah deret ukur sementara peningkatan produksi menyerupai deret

(15)

2

pertumbuhan produksi. Pada setiap tahunnya jumlah penduduk Indonesia juga

mengalami peningkatan, hal ini sangat berpengaruh pada jumlah permintaan

pangan yang semakin tinggi, terutama padi atau beras yang merupakan makanan

pokok masyarakat.

Tabel 1. Produksi Padi Sawah (Ton) di Pulau Jawa, Indonesia 2006-2010

Provinsi Tahun 2006 2007 2008 2009 2010* DKI Jakarta 6.197 8.002 8.352 11.013 11.760 Jawa Barat 9.103.490 9.562.990 9.757.168 10.924.508 11.192.812 Jawa Tengah 8.551.232 8.443.250 8.946.784 9.380.495 9.828.016 DI Yogyakarta 559.890 570.991 628.321 662.368 653.696 Jawa Timur 8.999.771 9.029.176 10.071.560 10.758.398 10.864.321 Banten 1.659.640 1.727.047 1.710.894 1.740.951 1.916.231 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2010

* : Angka Ramalan

Tabel di atas menunjukkan jumlah produksi padi sawah di Pulau Jawa.

DKI Jakarta memiliki angka produksi yang paling kecil, hal ini dikarenakan lahan

pertanian di Jakarta yang sempit. Jika dilihat pada tabel dari tahun 2006 hingga

2009 produksi padi sawah Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan, selisih

peningkatannya yaitu 4.816 ton (77,71 %) dan angka ramalan pada tahun 2010

juga menunjukkan peningkatan produksi padi yaitu 6,78 % dari produksi 2009.

Produksi terbesar dihasilkan Provinsi Jawa Barat, tabel tersebut menunjukkan

bahwa pada setiap tahunnya produksi padi sawah juga mengalami peningkatan,

jumlah peningkatan dari tahun 2006 hingga 2009 yaitu 1.821.018 ton (20 %),

sedangkan angka ramalan 2010 menunjukkan angka produksi 11.192.812 atau

meningkat 2,46 % dari produksi 2009.

Keseluruhan data produksi padi sawah di Pulau Jawa diatas mengalami

peningkatan kecuali pada Provinsi Jawa Tengah yang mengalami penurunan

(16)

3

2010 pada Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik

dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun 2010, keseluruhan produksi padi

sawah di Indonesia mengalami peningkatan yaitu mencapai angka 61.171.223 ton

pada tahun 2009 atau meningkat sekitar 18,44 % dari tahun 2006, dan angka

ramalan 2010 menunjukkan produksi sebesar 62.576.347 ton atau meningkat

sekitar 2,3 % dari tahun 2009. Namun, pertumbuhan produksi tersebut tentu saja

juga diiringi dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang berdasarkan data

Badan Pusat Statistik mencapai angka 237.641.326 jiwa (angka sementara) pada

tahun 2010 atau meningkat sekitar 15,21 % dari jumlah penduduk tahun 2000.

Dampak dari pertumbuhan penduduk tersebut adalah meningkatnya jumlah

peningkatan permintaan pangan pada masyarakat, terutama padi atau beras yang

masih menjadi makanan pokok sebagian masyarakat Indonesia.

Berbagai tahapan kegiatan pertanian akan menentukan kualitas output

yang akan dihasilkan. Oleh karena itu seharusnya penerapan teknologi dan inovasi

diperhatikan agar setiap kegiatan yang dilakukan tidak akan menimbulkan

dampak negatif baik pada lingkungan maupun kesehatan manusia. Tahapan yang

tidak bisa ditinggalkan dari kegiatan pertanian yaitu proses pemupukan, kegiatan

ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara pada tanaman. Dewasa ini

pertanian organik menjadi wacana yang mulai dikembangkan pada pertanian di

Indonesia. Sumber bahan pembuatan pupuk pada pertanian organik yang terbuat

dari limbah pertanian atau peternakan menjadikan keunggulan bagi penggunaan

pupuk organik dibandingkan pupuk kimia karena dapat mengurangi dampak

pencemaran limbah-limbah terhadap lingkungan. Selain itu menurut Sutanto

(17)

4

dan tanah yang berkecukupan bahan organik mempunyai kemampuan mengikat

air yang lebih besar daripada tanah yang kandungan bahan organiknya rendah.

Limbah adalah bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu aktivitas

manusia atau proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, tetapi

justru memiliki dampak negatif. Dampak negatif yang dimaksud adalah proses

pembuangan dan pembersihannya memerlukan biaya serta efeknya dapat

mencemari lingkungan. Pengomposan berarti mengubah bahan organik yang

kurang atau tidak bermanfaat menjadi lebih berguna. Salah satu keuntungannya

adalah kompos yaitu bisa dikomersilkan. Alasan inilah yang menarik perhatian

peternak, pengolah limbah, departemen teknis, dan ahli lingkungan dalam

memanfaatkan kompos (Djaja, 2008).

Output yang dihasikan dari kegiatan pertanian yang mengarah pada

pertanian organik dipercaya memiliki kualitas yang lebih baik dari sisi kesehatan

dibandingkan pertanian anorganik. Sedangkan pada tanaman, menurut Djuarnani,

dkk, (2005), pupuk organik memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pupuk

anorganik diantaranya adalah mengandung unsur hara makro dan mikro yang

lengkap walaupun jumlahnya sedikit, dapat memperbaiki struktur tanah, beberapa

tanaman yang menggunakan kompos lebih tahan terhadap serangan penyakit,

menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan.

Penerapan kegiatan pertanian organik memerlukan adaptasi, baik terhadap

perilaku petani yang telah terbiasa menggunakan pupuk atau bahan kimia lainnya

pada kegiatan pertanian, maupun adaptasi pada kondisi lahan pertanian. Petani

yang telah terbiasa menerapkan suatu sistem tertentu pada kegiatan pertanian

(18)

5

mengubah kebiasaannya menggunakan bahan-bahan kimia untuk beralih

menggunakan bahan organik secara utuh. Kondisi lahan yang telah terbiasa

menggunakan pupuk kimia juga tidak secara langsung bisa beradaptasi

menggunakan pupuk organik secara utuh. Menurut Sutanto (2002), pada tahap

awal penerapan pertanian organik masih perlu dilengkapi pupuk kimia atau pupuk

mineral, terutama pada tanah yang miskin hara. Pupuk kimia masih sangat

diperlukan agar supaya takaran pupuk organik tidak terlalu banyak yang nantinya

akan menyulitkan pada pengelolaannya. Sejalan dengan proses pembangunan

kesuburan tanah menggunakan pupuk organik, secara berangsur kebutuhan pupuk

kimia yang berkadar tinggi dapat dikurangi.

Berdasarkan teori diatas maka dapat dilihat nilai positif dari pemanfaatan

pupuk organik dan bahan organik lainnya bagi kegiatan pertanian. Namun, harga

output yang cenderung lebih tinggi dibandingkan output pertanian anorganik

menjadikan output dari pertanian organik ini belum dapat diterima oleh seluruh

lapisan masyarakat, hingga saat ini hasil pertanian organik hanya masih menarik

minat sebagian masyarakat pada lapisan menengah ke atas. Pada beberapa daerah

penerapan pertanian organik belum bisa dilakukan secara utuh dengan alasan daya

adaptasi lahan yang masih harus disesuaikan jika harus menggunakan bahan

organik sepenuhnya dan secara umum mayoritas status petani di beberapa daerah

masih sebagai petani penggarap yang diharuskan untuk membagi hasil kepada

pemilik lahan sehingga belum mampu mengarahkan pertaniannya pada sistem

pertanian organik secara utuh karena takut mengalami kerugian akibat penurunan

produksi hasil pertanian. Hal tersebut menjadikan pertanian organik belum dapat

(19)

6

petani yang mulai mencari jalan tengah dari persoalan tersebut yaitu menerapkan

sistem pertanian yang mengurangi pemakaian pupuk kimia, kemudian

mensubtitusikannya dengan menggunakan pupuk organik dan membebaskan

lahan pertanian mereka dari pemakaian pestisida kimia. Harapannya bahwa di

masa mendatang pemakaian pupuk kimia dapat dilepaskan seutuhnya dan terjadi

peningkatan tingkat kesuburan tanah.

Pendapatan merupakan unsur yang terpenting untuk dipertimbangkan

dalam berbagai kegiatan termasuk pertanian. Oleh karena itu, penelitian ini

mencoba menelaah kelayakan dan besarnya nilai perbedaan pendapatan antara

petani anorganik dengan petani semi organik atau petani yang telah mengurangi

pemakaian pupuk kimia dan mensubtitusikannya menggunakan pupuk organik.

Penelitian ini juga akan melihat faktor-faktor yang mendorong petani untuk

mengurangi pemakaian pupuk kimia dan menggunakan pupuk organik tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Pertumbuhan permintaan pertanian organik dunia mencapai 15 - 20 %

pertahun, namun pangsa pasar yang mampu dipenuhi hanya berkisar 0,5 - 2 %

dari keseluruhan produk pertanian. Meskipun di Eropa penambahan luas areal

pertanian organik terus meningkat dari rata-rata dibawah 1 % (dari total lahan

pertanian) pada tahun 1987 menjadi 2 - 7 % di tahun 1997, namun tetap saja

belum mampu memenuhi pesatnya permintaan. Inilah kemudian yang memacu

permintaan produk pertanian organik dari negara-negara berkembang (Suyono

dan Hermawan, 2006).

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik,

(20)

7

menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk

pertanian organik dunia meningkat 20 % per tahun, oleh karena itu pengembangan

budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis

tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.1

Perkembangan pertanian organik sedang mendapat perhatian yang besar

dari masyarakat. Banyak masyarakat yang sengaja beralih untuk mengkonsumsi

pangan yang diproduksi menggunakan sistem pertanian organik. Perkembangan

informasi mengenai pertanian organik juga sedang ditingkatkan diantara para

petani di Indonesia, agar pertanian Indonesia bisa menerapkan sistem pertanian

yang berkelanjutan dan tetap menghasilkan produksi yang baik pada masa

mendatang. Kecamatan Cigombong merupakan daerah di Kabupaten Bogor yang

memiliki luas lahan pertanian cukup besar. Hasil komoditasnya berupa padi,

palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan. Pertanian yang mengarah kepada

pertanian berkelanjutan mulai diterapkan pada Desa Ciburuy, Kecamatan

Cigombong. Usahatani padi sawah pada desa ini masih ditunjang oleh pemakaian

pupuk kimia, namun kadar pemakaiannya dalam proses produksi dikurangi secara

bertahap dan memasukkan input pupuk organik pada usahatani tersebut untuk

memperbaiki unsur hara dalam tanah, diharapkan kedepannya ketergantungan

lahan pada pupuk kimia dapat dihilangkan sepenuhnya. Penggunaan berbagai

pestisida yang membahayakan dilarang pada usahatani ini dan digantikan dengan

penggunaan pestisida nabati. Komoditas padi di desa ini telah menghasilkan

produk dengan merk SAE (Sehat, Aman, Enak). Jumlah komoditas padi sawah

1

(21)

8

yang dihasilkan pada Kecamatan Cigombong selengkapnya dapat dilihat pada

tabel berikut ini:

Tabel 2. Jumlah Produksi Padi Sawah Kecamatan Cigombong tahun 2008

No Desa Luas Panen (Ha) Hasil per Hektar (Ton/Ha) Produksi (Ton)

1. Tugu Jaya 190 5,20 1.244 2. Cigombong 27 5,10 183 3. Wates Jaya 13 5,00 92 4. Srogol 37 5,00 247 5. Ciburuy 88 4,90 555 6. Cisalada 197 5,10 1.256 7. Pasir Jaya 86 4,50 468 8. Ciburayut 146 4,50 798 9. Ciadeg 324 4,00 1.667 Jumlah 1.108 5,88 6.510

Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2009

Tabel diatas menggambarkan jumlah produksi padi sawah yang dihasilkan

Kecamatan Cigombong tahun 2008. Total kesuluruhan produksi dari seluruh desa

pada tahun tersebut yaitu 6.510 ton. Produksi terbesar dihasilkan oleh Desa

Ciadeg dengan total produksi 1.667 ton dengan luas panen 324 ha dan produksi

terendah yaitu 92 ton pada Desa Wates Jaya dengan luas panen 13 ha. Desa

Ciburuy dengan luas panen sebesar 88 ha mampu menghasilkan produksi padi

sawah sebesar 555 ton, sedangkan Desa Cisalada dengan luas panen sebesar 197

ha menghasilkan produksi padi sawah sebesar 1.256 ton.

Peralihan sistem pertanian yang digunakan petani dari sistem anorganik

menjadi semi organik juga mempengaruhi besaran pendapatan yang dihasilkan

oleh petani. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini mengkaji apakah

penerapan usahatani semi organik dapat meningkatkan keuntungan yang dilihat

dari indikator pendapatan yang dihasilkan para petani. Menurut Sutanto (2002),

sistem usahatani yang berkelanjutan dapat diukur berdasarkan keuntungan yang

(22)

9

Dalam sistem usahatani, tanah dapat ditingkatkan produktivitasnya melalui

penggunaan bahan organik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan,

konservasi sumberdaya tanah dan air serta dihindarkan dari terjadinya

pencemaran. Sistem usahatani harus direncanakan dan disusun sesuai dengan

kebutuhan unsur hara dan selanjutnya akan membantu dalam mempertahankan

produktivitas tanah.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah dari penelitian

ini adalah:

1) Apakah sistem usahatani padi semi organik atau anorganik petani penggarap

yang lebih layak diusahakan petani?

2) Bagaimana tingkat biaya dan pendapatan usahatani padi semi organik dan

anorganik petani penggarap?

3) Apa faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian

pupuk kimia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan

penelitian ini adalah:

1) Menganalisis kelayakan sistem usahatani padi semi organik dan anorganik

petani penggarap.

2) Mengkaji tingkat biaya dan pendapatan usahatani padi semi organik dan

anorganik petani penggarap.

3) Mengestimasi faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi

(23)

10

1.4. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah

ilmu pengetahuan.

2. Bagi pembaca, sebagai informasi tambahan mengenai perbedaan sistem

pertanian semi organik dan anorganik untuk bahan pembanding penelitian

berikutnya.

3. Bagi petani dan pemerintah, sebagai informasi perbandingan antara sistem

usahatani semi organik dan anorganik.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan

Cigombong, Kabupaten Bogor. Analisis usahatani pada petani semi organik dan

anorganik dengan komoditas padi sawah. Ruang lingkup penelitian yaitu:

1) Petani yang diwawancarai adalah petani yang lahan usahataninya

menggunakan sistem usahatani semi organik dan anorganik.

2) Komoditas yang dianalisis terbatas yaitu hanya padi sawah.

3) Suku bunga yang digunakan adalah suku bunga pinjaman dan deposito

rata-rata.

4) Biaya yang diperhitungkan yaitu hanya biaya yang termasuk biaya tunai atau

(24)

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pertanian

Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian

rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya

perkebunan rakyat dan perkebunan besar), kehutanan, peternakan, dan perikanan

(dalam perikanan dikenal pembagian lebih lanjut yaitu perikanan darat dan

perikanan laut). Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian

memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini

dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk yang hidup atau bekerja pada sektor

pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian.

Kerisauan umat manusia mengenai ketersediaan bahan pangan dan ledakan

jumlah penduduk dunia serta ketersediaan sumberdaya alam yang terbatas

melahirkan ajaran Malthusianisme dan Neomalthusianisme serta tumbuhnya

kesadaran pada pelestarian fungsi lingkungan dan sumberdaya alam sehingga

melahirkan pemikiran baru pembangunan berwawasan lingkungan dan konsep

pembangunan berkelanjutan (Herry, 2006).

Menurut Nasution (1995) dalam Salikin (2003), pertanian berkelanjutan

merupakan kegiatan pertanian yang berupaya untuk memaksimalkan manfaat

sosial dari pengelolaan sumberdaya biologis dengan syarat memelihara

produktivitas dan efisiensi produksi komoditas pertanian, memelihara kualitas

lingkungan hidup dan produktivitas sumberdaya sepanjang masa. Menurut

Soekartawi (1995) dalam Salikin (2003), terdapat tiga alasan mengapa

pembangunan pertanian Indonesia harus berkelanjutan yaitu: sebagai negara

(25)

12

masih dominan. Kontibusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto

adalah sekitar 20 % dan menyerap 50 % lebih tenaga kerja di pedesaan. Kedua,

agrobisnis dan agroindustri memiliki peranan yang sangat vital dalam mendukung

pembangunan sektor lainnya. Ketiga, pembangunan pertanian berkelanjutan

menjadi keharusan agar sumberdaya alam yang ada sekarang ini dapat terus

dimanfaatkan untuk waktu yang relatif lama. Sektor pertanian tetap menduduki

peran vital yang mendukung kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia.

2.2. Usahatani

Pertanian merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia pada suatu

lahan tertentu, dalam hubungannya antara manusia dengan lahan yang disertai

pertimbangan tertentu. Ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan

dengan kegiatan manusia dalam melakukan pertanian disebut ilmu usahatani

(Suratiyah, 2006).

Menurut Mubyarto (1995), dalam ilmu ekonomi dikatakan bahwa petani

membandingkan antara hasil yang diharapkan diterima pada hasil panen

(penerimaan/revenue) dengan biaya (cost) yang harus dikeluarkannya. Hasil yang

diperoleh petani pada saat panen disebut produksi dan biaya yang dikeluarkan

disebut biaya produksi. Usahatani yang baik biasa disebut sebagai usahatani yang

produktif atau efisien. Usahatani yang produktif berarti memiliki produktivitas

tinggi. Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara

konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur

banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan input.

Secara teknis produktivitas merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan

(26)

13

maka usahatani yang lebih dekat dengan pasar mempunyai nilai lebih tinggi

karena produktivitas ekonominya lebih besar.

2.2.1. Usahatani Semi Organik

Von Uexkull (1984) dalam Sutanto (2002), memberikan istilah

membangun kesuburan tanah. Strategi pertanian organik adalah memindahkan

hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa

tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara

dalam larutan tanah. Unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan

bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda dengan

pertanian anorganik yang memberikan unsur hara secara cepat dan langsung

dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan takaran dan waktu

pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.

Akhir-akhir ini isu pertanian organik mencuat ke permukaan. Sebagian

orang mendukung gagasan pengembangan pertanian organik dan sebagian lainnya

tidak setuju, masing-masing dengan argumentasi yang sama-sama rasional.

Argumentasi kelompok pro pertanian organik bertitik tolak dari keprihatinannya

terhadap keamanan pangan, kondisi lingkungan pertanian dan kesejahteraan

petani secara mikro. Sementara kelompok yang kontra bertitik tolak dari

kekhawatirannya terhadap keberlanjutan ketahanan pangan nasional dan

kesejahteraan petani secara menyeluruh2.

Menurut Sutanto (2002), pada tahap awal penerapan pertanian organik

masih perlu dilengkapi pupuk kimia atau pupuk mineral, terutama pada tanah

yang miskin hara. Pupuk kimia masih sangat diperlukan agar supaya takaran

2

(27)

14

pupuk organik tidak terlalu banyak yang nantinya akan menyulitkan pada

pengelolaannya. Sejalan dengan proses pembangunan kesuburan tanah

menggunakan pupuk organik, secara berangsur kebutuhan pupuk kimia yang

berkadar tinggi dapat dikurangi.

Menurut Salikin (2003), sistem pertanian berkelanjutan dilakasanakan

dengan beberapa model sistem, salah satu diantaranya yaitu dengan menggunakan

sistem LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture), prinsipnya yaitu

bahwa hasil produksi yang keluar dari sistem harus diimbangi dengan tambahan

unsur hara yang dimasukkan kedalam sistem tersebut. Dengan model LEISA,

kekhawatiran penurunan produktivitas secara drastis dapat dihindari, sebab

penggunaan input luar masih diperkenankan dan masih menjaga toleransi

keseimbangan antara pemakaian input internal dan eksternal, misalnya

penggunaan pupuk organik diimbangi dengan pupuk TSP.

Pertanian organik meliputi dua definisi, yaitu pertanian organik dalam

definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

sempit, pertanian organik adalah pertanian yang tidak menggunakan pupuk kimia

ataupun pestisida kimia, yang digunakan adalah pupuk organik, mineral dan

material alami. Sedangkan pertanian organik dalam arti luas adalah usahatani

yang menggunakan pupuk kimia pada tingkat minimum, dan dikombinasikan

dengan penggunaan pupuk organik dan bahan-bahan alami (Hong, 1994).

2.2.2. Usahatani Anorganik

Schaller (1993) dalam Winangun (2005), memberikan penjelasan

mengenai beberapa dampak negatif dari sistem pertanian anorganik yaitu sebagai

(28)

15

1. Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia sintesis dan

sedimen.

2. Ancaman bahaya bagi kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida

maupun bahan aditif pakan.

3. Pengaruh negatif aditif senyawa kimia sintetis tersebut pada mutu dan

kesehatan pangan.

4. Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna

yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan.

5. Perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu dan jasad berguna lainnya.

6. Peningkatan daya tahan organisme pengganggu terhadap pestisida.

7. Peningkatan daya produktivitas lahan erosi, pemadatan lahan dan

berkurangnya bahan organik.

8. Ketergantungan yang semakin kuat terhadap sumberdaya alam tidak terbaruhi.

9. Munculnya resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan

pertanian.

2.3. Perbedaan Pupuk Organik dan Anorganik

Nilai positif yang dapat diterima dari penggunaan pupuk organik sangat

banyak. Namun menurut Sutanto (2002), penggunaan pupuk organik mempunyai

kelemahan diantaranya adalah: diperlukan dalam jumlah yang sangat banyak

untuk memenuhi kebutuhan unsur hara dari suatu pertanaman, bersifat ruah baik

dalam pengangkutan dan penggunaannya di lapangan dan kemungkinan akan

menimbulkan kekahatan unsur hara apabila bahan organik yang digunakan belum

cukup matang. Apabila pemurnian dalam proses pembuatan pupuk organik tidak

(29)

16

dan bahan organik lainnya mempunyai potensi yang tinggi dalam meracuni

kesehatan manusia.

Pupuk organik atau kompos memiliki beberapa keunggulan dibandingkan

dengan pupuk anorganik. Berikut ini merupakan beberapa perbedaan antara pupuk

organik (kompos) dan pupuk anorganik (Djuarnani, dkk, 2005):

Tabel 3. Perbedaan Sifat Pupuk Organik (Kompos) dan Pupuk Anorganik

No. Sifat Pupuk Organik atau Kompos Sifat Pupuk Anorganik 1 Mengandung unsur hara makro

dan mikro yang lengkap walaupun jumlahnya sedikit

Hanya mengandung satu atau beberapa unsur hara tetapi dalam jumlah banyak

2 Dapat memperbaiki struktur tanah Tidak dapat memperbaiki struktur tanah tetapi justru penggunaan dalam jangka waktu panjang dapat

membuat tanah menjadi keras

3 Beberapa tanaman yang

menggunakan kompos lebih tahan terhadap serangan penyakit dan menurunkan aktivitas

mikroorganisme tanah yang merugikan

Sering membuat tanaman manja sehingga rentan terhadap penyakit

2.4. Usahatani Padi Sawah

Irawan (2004), secara nasional, sekitar 55 % konsumsi kalori dan 45 %

konsumsi protein di tingkat rumah tangga berasal dari beras. Hal tesebut

menunjukkan peningkatan produksi beras berperan penting dalam pemenuhan

kecukupan konsumsi gizi rumah tangga dan ketahanan pangan nasional. Sekitar

90 % produksi beras nasional dihasilkan dari sawah terutama di Jawa.

Peningkatan produktivitas padi terutama disebabkan oleh peningkatan

produktivitas usahatani yang dilakukan melalui berbagai program intensifikasi.

Sebagian besar petani mengusahakan padi, maka program intensifikasi tersebut

(30)

17

Akhir-akhir ini laju peningkatan produktivitas padi semakin lambat sehingga

pertumbuhan produksi padi juga menurun, kondisi ini menyebabkan kekurangan

beras di masa yang akan datang. Secara agronomis, peningkatan produktivitas

padi disebabkan oleh dua faktor yaitu meningkatnya penggunaan varietas padi

berdaya hasil hasil tinggi dan semakin membaiknya mutu usahatani yang

dilakukan petani seperti cara pengolahan tanah, penanaman dan pemupukan.

Menurut Prasetiyo (2002) bahwa proses pencapaian swasembada beras

tidak lepas dari penerapan dan inovasi teknologi yang dikembangkan pemerintah,

misalnya dalam penggunaan benih unggul, teknologi pemupukan, pengendalian

organisme pengganggu, pengolahan tanah, dan lain sebagainya. Akhir-akhir ini

proses produksi beras menghadapi berbagai kendala yang cukup serius, antara

lain:

1. Cuaca atau iklim makin sulit diramal dengan tepat, misalnya mundurnya musim

hujan, musim kemarau yang panjang, dan bencana kekeringan.

2. Eksplosi serangga hama akibat belum sepenuhnya diterapkan teknik budidaya

yang baik, seperti tanam serempak.

3. Semakin langkanya budidaya tenaga kerja dalam budidaya padi sawah,

misalnya tenaga pengolah lahan.

4. Sektor industri yang tumbuh pesat tampak lebih menarik untuk digeluti serta

memberikan harapan lebih baik daripada menjadi buruh mencangkul.

5. Tenaga kerja sektor pertanian berpindah ke sektor industri atau sektor lainnya,

sehingga ongkos tenaga kerja pengolah tanah semakin mahal dan biaya

(31)

18

6. Alternatif pengolahan tanah yang menggunakan traktor belum dapat dijangkau

seluruh petani.

2.5. Hasil Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Herdiansyah (2005) menunjukkan bahwa kegiatan

usahatani padi organik memiliki perbedaan dengan usahatani padi anorganik.

Hasilnya perhitungannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. Perbedaan Pendapatan Rata-Rata Usahatani Padi Organik dan Anorganik per Musim Tanam per Hektar dari Penelitian Terdahulu

Uraian Petani Pemilik

Penggarap (Rp) Petani Penyakap (Rp) Petani Penyewa (Rp) Usahatani Padi Organik

- Pendapatan atas biaya tunai 1.542.665,8 1.740.738,5 1.796.242,8 - Pendapatan atas biaya non tunai -1.982.334,2 695.738,5 -68.757,2 Usahatani Padi Anorganik

- Pendapatan atas biaya tunai 4.441.071,4 -12.441,2 1.131.261,4 - Pendapatan atas biaya non tunai -83.928,6 -1.857.441,2 -968.738,6

Pendapatan atas biaya tunai petani padi organik dengan petani pemilik

penggarap Rp 1.542.665,8 dan pendapatan non tunai yaitu Rp -1.982.334,2. Pada

petani padi anorganik pendapatan non tunai yang diperoleh Rp -83.928,6 dan

pendapatan tunai yaitu Rp 4.441.071,4. Pendapatan atas biaya non tunai petani

penyakap padi organik yaitu Rp 695.738,5, sedangkan pendapatan atas biaya tunai

yaitu Rp 1.740.738,5. Pada padi anorganik pendapatan tunai sebesar Rp -12.441,2

dan pendapatan bersih atau atas biaya non tunai yaitu Rp -1.857.441,2.

Pendapatan petani penyewa non tunai Rp -68.757,2 dan pendapatan tunai yaitu

sebesar Rp 1.796.242,8. Sedangkan pendapatan bersih padi anorganik atas biaya

(32)

19

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Analisis Kelayakan

Merret (1989) dalam Sutojo (2006), mengungkapkan bahwa NPV adalah

jumlah present value seluruh net cash flows tahunan selama masa tertentu dan

salvage value proyek, dikurangi jumlah investasi proyek. Dengan demikian, suatu

proyek dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan jika NPV proyek

tersebut sama atau lebih besar dari nol. NPV sama dengan nol, maka proyek akan

mendapat modalnya kembali setelah diperhitungkan discount rate yang berlaku.

Apabila NPV proyek tersebut lebih besar dari nol maka proyek dapat

dilaksanakan dengan memperoleh keuntungan sebesar nilai NPV, sedangkan

apabila NPV lebih kecil dari nol maka sebaiknya proyek tersebut tidak

dilaksanakan dan mencari alternatif proyek lain yang pasti menguntungkan.

Gray (1985), menyebutkan terdapat dua cara perhitungan yang digunakan

untuk menentukan B/C ratio yaitu net benefit cost ratio (Net B/C) yang dihitung

dengan membandingkan jumlah semua NPVB-C yang bernilai positif dengan

jumlah semua NPVB-C yang bernilai negatif dan gross benefit cost ratio (Gross

B/C ratio) dimana nilainya merupakan perbandingan NPV manfaat dan NPV

biaya sepanjang umur proyek. Kegiatan investasi layak jika mempunyai nilai B/C

ratio lebih besar atau sama dengan satu, sedangkan jika B/C ratio lebih kecil dari

(33)

20

3.1.2. Biaya dan Penerimaan Usahatani

Menurut Lipsey (1995), biaya produksi merupakan semua pengeluaran

yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan

bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang

yang diproduksinya. Apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan selalu

berubah-ubah, maka biaya produksi yang dikeluarkan juga berubah-ubah nilainya.

Namun, apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan adalah tetap, maka

biaya produksi yang dikeluarkan untuk memperolehnya tidak berubah nilainya.

Dengan demikian keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan produsen

dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu biaya tetap dan biaya variabel (biaya

yang berubah-ubah).

Menurut Soekartawi (1995), penerimaan usahatani merupakan perkalian

antara produksi dan harga jual. Macam penerimaan usahatani bisa lebih dari satu

tergantung tanaman yang diusahakan. Oleh karena itu, dalam menghitung total

penerimaan usahatani perlu dipisahkan antara analisis parsial usahatani dengan

analisis keseluruhan usahatani.

3.1.3. Inovasi Pengurangan Pemakaian Pupuk Kimia

Perkembangan sistem usahatani baik dalam bentuk teknologi maupun

inovasi sangat diperlukan untuk memajukan pertanian dalam hal peningkatan

produktivitas nasional dan pendapatan pada petani. Tidak semua perkembangan

pertanian dapat diterima dengan mudah oleh petani, mereka membutuhkan

adaptasi atas sistem usahatani yang baru mereka terima karena kebiasaan mereka

dalam menerapkan sistem pertanian yang telah terbiasa mereka lakukan.

(34)

21

sistem usahatani sangat baik dilakukan untuk membangun tingkat kesuburan

tanah. Namun, tidak semua petani bersedia melakukan kegiatan tersebut,

meskipun dalam jangka panjang hal ini akan berdampak positif bagi lahan

pertanian mereka dan diharapkan pupuk kimia dapat dikurangi penggunaanya

secara bertahap hingga lahan bisa meninggalkan pemakaian pupuk kimia

seutuhya.

Pembuatan model dalam situasi adopsi dan difusi inovasi adalah beragam

sekali tergantung dari permasalahan yang diteliti, perlu dilakukan identifikasi

permasalahan yang ada dan tujuan akhir bagi petani dalam melakukan

pengambilan keputusan adopsi dan difusi inovasi (Soekartawi, 2005).

Jones (1975) dalam Soekartawi (2005), lima kategori aspek penting yang perlu

diperhatikan dalam identifikasi permasalahan yang ada yaitu aspek-aspek seperti

situasi lokal (luas usahatani), personal (umur, tingkat pendidikan, pendapatan),

psikologis (sikap, motivasi), sosiologis (norma, kepercayaan, status sosial), aspek

makro (kebijaksanaan pemerintah tentang pertanian, situasi ekonomi).

Y= Ln 𝑃𝑖

1−𝑃𝑖 = 𝛽0+𝛽1𝑋1+𝛽2𝑋2+ ⋯ + 𝛽𝑘𝑋𝑘

Faktor-faktor yang diduga berpengaruh akan diregresikan menggunakan

regresi logit persamaan diatas merupakan persamaan logistik atau logit, dimana P

merupakan kemungkinan bahwa Y=1. X1, X2 serta Xk adalah variabel

independen dan β adalah koefisien regresi, metode estimasinya adalah Maximum

(35)

22

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Aktivitas pertanian pada petani sangat berpengaruh terhadap ketahanan

pangan masyarakat, maka pertanian berkelanjutan sangat perlu direalisasikan agar

produktivitas pertanian mampu dipertahankan atau ditingkatkan mengingat

semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun.

Penduduk yang meningkat akan menyebabkan permintaan pangan bertambah

besar. Pertanian anorganik yang diterapkan pada petani di Indonesia menimbulkan

keprihatinan karena dampak negatif jangka panjang yang ditimbulkan dari

pemakaian zat-zat kimia pada lahan pertanian. Atas dasar keprihatinan tersebut

pertanian organik mulai disosialisasikan pada petani di Indonesia, bahkan

Kementerian Pertanian telah membuat program “Go Organic 2010”. Proses

sosialisasi ini membutuhkan kesabaran mengingat sulitnya mengubah pola

perilaku petani dalam menjalani kegiatan pertaniannya.

Petani di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Bogor, telah mencoba

menerapkan sistem pertanian yang mengarah pada pertanian organik pada

komoditas padi sawahnya meskipun tidak secara penuh. Sistem usahatani padi

yang dijalankan yaitu dengan mengurangi pemakaian pupuk kimia, menambahkan

input pupuk organik pada usahatani dan bebas pestisida kimia. Berdasarkan studi

kasus tersebut maka penelitian ini mencoba menelaah perbedaan usahatani semi

organik tersebut dengan anorganik, hasil kedua nilai pendapatan pada sistem

pertanian semi organik dan anorganik akan dibandingkan dan ditelaah, jenis

sistem pertanian apa yang bisa menghasilkan pendapatan lebih menguntungkan

(36)

23

Keputusan petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia dan

mengkonversinya dengan pemakaian pupuk organik akan dinalisis menggunakan

regresi logistik. Sistem usahatani yang telah diterapkan pada beberapa wilayah di

Indonesia ini dipercaya mampu mewujudkan pertanian yang sejalan dengan

prinsip-prinsip konservasi lingkungan dan diharapkan dalam jangka mendatang

pertanian organik bisa benar-benar diterapkan agar kondisi kesuburan lahan dapat

dikonservasi lebih baik lagi.

Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional

Usahatani Padi Anorganik Usahatani Padi Semi

Organik Implikasi Kebijakan Kecamatan Cigombong yang Memiliki Potensi Pertanian Usahatani Padi Sawah Desa Ciburuy Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan

Anorganik Petani Penggarap Usahatani Padi Sawah Desa Cisalada Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pengurangan Penggunaan Pupuk Kimia Struktur Biaya dan

Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan

Anorganik Petani Penggarap

(37)

24

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan

Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dipilih

secara tertuju (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa Desa Ciburuy

merupakan daerah yang telah mencoba melakukan penerapan usahatani padi

sawah dengan mengurangi pemakaian pupuk kimia, menggunakan pupuk organik

dan bebas pestisida kimia. Petani di desa ini telah menghasilkan produk padi

sawah dengan merk SAE (Sehat, Aman, Enak). Usahatani padi semi organik ini

akan dibandingkan dengan beberapa petani padi anorganik di Desa Cisalada. Desa

ini dipilih karena terdapat dalam satu wilayah serta memiliki karakteristik yang

hampir sama dengan Desa Ciburuy. Khusus untuk pengambilan data primer di

lapang dilaksanakan di bulan Juni - Juli 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian meliputi data time series dan

cross section. Sumber data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer

dan sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama

seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasanya dilakukan

oleh peneliti (Umar, 2005). Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan

responden yang dilakukan pada petani, baik yang menerapkan sistem usahatani

semi organik maupun anorganik. Wawancara dilakukan menggunakan kuesioner

yang telah dipersiapkan meliputi berbagai pertanyaan mengenai pelaksanaan

(38)

25

sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik

oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam bentuk

tabel-tabel atau diagram-diagram (Umar, 2005). Data sekunder diperoleh dari

instansi dan literatur yang terkait dengan penelitian seperti Badan Pusat Statistik,

Kementerian Pertanian, Kantor Desa dan literatur lain yang terkait dengan

penelitian.

4.3. Metode Pengambilan Data

Pengambilan responden dilakukan melalui teknik purposive sampling

(dilakukan secara tertuju). Banyaknya jumlah respoden atau petani yang akan

diwawancarai untuk analisis pendapatan dan logit yaitu 30 orang, terdiri dari 15

petani semi organik dan 15 petani padi anorganik. Penentuan pengambilan

responden berdasarkan jumlah standar minimal penelitian survei yaitu 30 orang

pada populasi menyebar normal. Pengambilan beberapa responden usahatani

anorganik diambil dari Desa Cisalada karena jumlah petani anorganik di Desa

Ciburuy sangat sedikit dan tidak mencukupi jumlah responden yang diinginkan.

Pengambilan responden untuk analisis kelayakan diwakili oleh satu orang petani

baik semi organik dan anorganik. Pemilihannya didasarkan bahwa petani tersebut

menanam varietas padi yang sama dan telah menjalani usahataninya dengan baik.

Responden dipilih berdasarkan keterangan awal dari ketua kelompok tani

mengenai jumlah petani yang terdapat dalam desa, selanjutnya dipilih secara

tertuju (purposive) petani yang akan diwawancarai untuk mendapatkan informasi

(39)

26

4.4. Metode Analisis Data

Pada tabel 5 akan diuraikan matrik analisis data yang digunakan untuk

menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini. Data yang diperoleh dalam

penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Pengolahan data

dilakukan secara manual dan komputer yaitu menggunakan software Microsoft

office Excel 2007, SPSS 16 dan Minitab Release 14. Tabel 5. Matrik Metode Analisis Data

4.4.1. Analisis Kelayakan Usahatani Semi Organik dan Anorganik

Analisis NPV, Gross B/C ratio dapat dituliskan untuk menjelaskan kriteria

layak atau tidaknya suatu usahatani. Menurut Soeharto (2001), NPV didasarkan

atas konsep pendiskontoan seluruh arus kas ke nilai sekarang, dengan

mendiskontokan semua arus kas masuk dan keluar selama umur investasi ke nilai

sekarang kemudian menghitung angka bersihnya dan akan diketahui selisihnya

dengan memakai dasar yang sama. Berarti sekaligus dua hal telah diperhatikan

yaitu faktor nilai waktu dari uang dan selisih besarnya arus kas masuk dan keluar.

Suatu proyek dinyatakan layak jika NPV > 0, yang artinya proyek tidak rugi.

Menurut Soekartawi (1995), secara matematis NPV dituliskan sebagai berikut: No. Tujuan penelitian Sumber data Analisis data

1 Menganalisis kelayakan sistem usahatani padi semi organik dan anorganik petani penggarap.

Data primer atau wawancara dengan petani

Analisis deskriptif dan kuantitatif dengan

Microsoft Office Excel

2007 2 Mengkaji tingkat biaya dan

pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik petani penggarap

Data primer atau wawancara dengan petani

Analisis deskriptif dan kuantitatif dengan

Microsoft Office Excel

2007 dan SPSS 16

3 Mengestimasi faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia.

Data primer atau wawancara dengan petani

Metode regresi logistik dan analisis deskriptif dengan Minitab

(40)

27

    n i i C B NPV t tt 1 (1 ) ) (

Analisis Gross Benefit-cost ratio (B/C) yaitu perbandingan (nisbah) antara

penerimaan dengan biaya. Gross B/C ratio dalam kegiatan investasi dikatakan

layak apabila bernilai ≥ 1 dan tidak layak jika bernilai < 1. Secara matematis

dapat dituliskan sebagai berikut:

     n i i C n i i B C GrossB t t t t 1 1 / 1 1 / Keterangan :

B = manfaat usahatani pada tahun ke-t

C = biaya usahatani pada tahun ke-t

i = suku bunga (%)

t = tahun kegiatan usahatani (t= 0,1,2,…,n) n = umur usahatani

4.4.2. Tingkat Biaya dan Pendapatan Usahatani Semi Organik dan Anorganik

Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam

usahatani, diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap yang didefinisikan

sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun

produksi yang diperoleh banyak atau sedikit, jadi besarnya biaya tetap ini tidak

tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya variabel yang

didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang

diperoleh. Contohnya biaya produksi, jika menginginkan produksi yang tinggi

maka tenaga kerja perlu ditambah, pupuk juga perlu ditambah, dan lain

(41)

28

Tabel 6. Struktur Biaya Usahatani Padi Sawah

No. Biaya Rincian Biaya Biaya (Rp)

1 Biaya Tetap Iuran pengairan/irigasi, alat pertanian, sewa traktor/kerbau.

2 Biaya Variabel Bibit/benih, pupuk, obat-obatan, biaya panen, tenaga kerja, bagi hasil.

Total Biaya

Biaya total merupakan penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel,

maka berdasarkan pernyataan tersebut rumus total cost dapat dituliskan sebagai

berikut:

TC = TFC + TVC

Keterangan:

TC = Total biaya (Rp)

TFC = Total biaya tetap (Rp)

TVC = Total biaya variabel (Rp)

Soekartawi (1995) mengatakan bahwa pendapatan usahatani adalah selisih

antara penerimaan dan semua biaya, perumusuannya adalah sebagai berikut:

Pd = TR – TC

Keterangan:

Pd = Pendapatan Usahatani (Rp)

TR = Total Penerimaan (Rp)

TC = Total biaya (Rp)

Total penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga

jual. Rumus penerimaan kegiatan pertanian adalah sebagai berikut:

(42)

29

Keterangan:

TR = Penerimaan usahatani (Rp)

Q = Hasil produksi (kg)

P = Harga jual produk per unit (Rp/kg)

Besarnya pendapatan yang diperoleh dalam perhitungan akan diuji

menggunakan statistika dengan menggunakan SPSS 16. Uji beda pendapatan

dilakukan dengan uji nilai tengah rata-rata pendapatan usahatani padi semi

organik dan anorganik per hektar per musim tanam dan pendapatan per kilogram

output per musim tanamnya. Asumsi yang digunakan pada pengujian ini adalah

sampel menyebar secara normal. Hipotesis H0 akan ditolak apabila P value < α,

sehingga dapat dikatakan bahwa pendapatan usahatani padi semi organik lebih

tinggi dibandingkan dengan pendapatan usahatani padi anorganik. Hipotesis yang

dirumuskan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

H0 : Pendapatan petani padi organik = Pendapatan petani padi anorganik

H1 : Pendapatan petani padi organik > Pendapatan petani padi anorganik

Menurut Lipsey (1995), biaya total rata-rata adalah biaya total untuk

menghasilkan sejumlah output tertentu dibagi dengan jumlah output tersebut.

Biaya total rata-rata dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap rata-rata dan biaya

variabel rata-rata. Biaya tetap rata-rata sama dengan biaya total per satuan produk

yang dapat diperoleh dengan cara membagi biaya tetap dengan kuantitas produksi,

sedangkan biaya variabel rata-rata menggambarkan besarnya biaya variabel per

satuan produk dan dapat diperoleh dengan membagi biaya variabel total dengan

kuantitas produksinya. Biaya total rata-rata dapat dihitung dengan rumus:

(43)

30

Keterangan:

ATC = Biaya total rata-rata (Rp/kg)

AFC = Biaya tetap rata-rata (Rp/kg)

AVC = Biaya variabel rata-rata (Rp/kg)

Biaya rata-rata menggambarkan besarnya biaya per satuan produk. Biaya

tetap rata-rata ini akan semakin menurun dengan semakin banyaknya output yang

dihasilkan. Besarnya biaya tetap rata-rata per satuan produk (AFC) dapat dihitung

dengan rumus:

AFC = TFC / Q

Keterangan:

AFC = Biaya tetap rata-rata (Rp/kg)

TFC = Biaya tetap total (Rp)

Q = Output yang dihasilkan (kg)

Biaya variabel rata-rata yang akan semakin menurun nilainya dengan

semakin banyaknya output yang dihasilkan. Biaya variabel rata-rata adalah

sebagai berikut:

AVC = TVC / Q

Keterangan:

AVC = Biaya variabel rata-rata (Rp/kg)

TVC = Biaya variabel total (Rp)

(44)

31

4.4.3. Estimasi Faktor-Faktor yang Mendorong Petani untuk Mengurangi Pemakaian Pupuk Kimia

Faktor-faktor yang mendorong penerapan sistem usahatani organik akan

ditentukan dalam penelitian ini. Tingkat pendidikan akan berpengaruh pada

keputusan inovasi pertanian pengurangan pupuk kimia ini, dimungkinkan bahwa

hubungannya berpengaruh positif artinya semakin tinggi pendidikan petani maka

respon penerimaan informasi oleh petani akan manfaat pengurangan pupuk kimia

juga semakin baik. Hal tersebut akan mendorong petani untuk mengurangi

pemakaian pupuk kimia. Luas usahatani dimungkinkan akan berpengaruh positif

terhadap keputusan petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia, semakin

besar luasan lahan yang dimiliki petani maka semakin mudah bagi petani untuk

menerima inovasi ini.

Semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk mencari

informasi apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka

berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi, maka diharapkan umur

memberikan pengaruh yang negatif. Pendapatan merupakan faktor yang penting

untuk penerimaan inovasi baru bagi petani. Nilai pendapatan yang tinggi akan

memudahkan petani untuk mengadopsi inovasi pertanian untuk mengurangi

pemakaian pupuk kimia karena ketersediaan modal yang mereka miliki, maka

diharapkan faktor ini akan berpengaruh positif.

Faktor berikutnya yaitu biaya pupuk, petani biasanya lebih mengarah pada

usahatani yang memberikan nilai pupuk lebih efisien dari segi biaya. Oleh karena

itu besaran biaya pupuk diduga akan mempengaruhi keputusan petani menerapkan

pengurangan pemakaian pupuk kimia. Keberadaan informasi diperlukan untuk

(45)

32

pengurangan pemakaian pupuk kimia sehingga memberikan peluang kepada

mereka untuk mengadopsi sistem tersebut. Pemberian informasi diidentifikasi dari

pernah atau tidak petani mengikuti penyuluhan tentang manfaat pengurangan

bahan kimia termasuk pupuk kimia dan penambahan input pupuk organik dalam

lahan pertanian.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka model logit yang digunakan

adalah sebagai berikut (Juanda, 2009):

                 PDDKN LLHN UMR PDPT BPK d IFRM P P Z i i i 1 2 3 4 5 6 1 1 ln Keterangan:

Pi = peluang kesediaan petani mengurangi pemakaian pupuk kimia

1-Pi = peluang ketidaksediaan petani mengurangi pemakaian pupuk kimia

Zi = keputusan petani

β1 = intersep

βi = parameter peubah Xi

PDDKN = lama pendidikan formal (tahun)

LLHN = luas lahan (ha)

UMR = umur petani (tahun)

PDPT = pendapatan petani (Rp/ha)

BPK = biaya pupuk (Rp/ha)

IFRM = variabel dummy yaitu ada informasi (1) dan tidak ada informasi (0) ε = galat/error

Peubah pi

(1−pi ) dalam persamaan diatas disebut odds, yang sering diistilahkan dengan resiko atau kemungkinan, yaitu rasio atau peluang terjadi

Gambar

Tabel 1. Produksi Padi Sawah (Ton) di Pulau Jawa, Indonesia 2006-2010
Tabel 2. Jumlah Produksi Padi Sawah Kecamatan Cigombong tahun 2008
Tabel 3. Perbedaan Sifat Pupuk Organik (Kompos) dan Pupuk Anorganik  No.  Sifat Pupuk Organik atau Kompos  Sifat Pupuk Anorganik
Tabel  4.  Perbedaan  Pendapatan  Rata-Rata  Usahatani  Padi  Organik  dan  Anorganik  per  Musim  Tanam  per  Hektar  dari  Penelitian  Terdahulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rahmawati (2006) yang membuktikan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara asimetri

Analisis data SP yang dilakukan dengan analisis regresi menghasilkan formulasi model yang berupa fungsi utilitas yang berbentuk linier dimana variabelnya adalah atribut sosio

Ketua STPP Bogor yang selanjutnya disebut Ketua adalah Pimpinan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor yang mempunyai tugas menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan

Hal-hal jang belum diatur dan tertjantum dalam Peraturan Dasar Corps HMI- Wati dan keterangan chusus ini disesuaikan dengan AD/ART HMI dan diatur lebih lanjut oleh Cohati PB..

Studi kasus yang digunakan dalam tahap pengujian adalah penerapan sistem adaptif pada materi pembelajaran untuk mahasiswa Universitas Telkom..

Variabel dependen adalah kejadian NIHL dan variabel independen intensitas kebisingan ruang mesin kapal dan karakteristik subjek yang meliputi usia, lama paparan, masa kerja,

Klortalidon adalah merupakan suatu derivat tiazid yang bersifat seperti hidroklorotiazid. Memiliki ,asa kerja yang panjang dank arena itu sering digunakan untuk