• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan di bidang komunikasi dan informasi dalan era globalisasi ini telah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kemajuan di bidang komunikasi dan informasi dalan era globalisasi ini telah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan di bidang pengetahuan dan teknologi yang ditunjang dengan kemajuan di bidang komunikasi dan informasi dalan era globalisasi ini telah menyebarkan dampak positif dan negatif keseluruhan dunia. Dampak negatifnya dapat dilihat dengan semakin berkembangnya the new dimentions of crime, yang merupakan kejahatan yang dilakukan dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pelaku professional.4

Salah satu organisasi internasional yang memberi perhatian besar adalah The Financial Action Task Force On Money Laundering (FATF), berkedudukan di Paris yang didirikan oleh G-7 Summit di Paris pada bulan Juli tahun 1989, bertujuan untuk mengupayakan berbagai cara dan tindakan untuk memerangi praktik kejahatan pencucian uang (money laundering). Lembaga ini telah menyusun dan mengeluarkan 40 (empat puluh) rekomendasi yang harus Kejahatan dalam suatu wilayah negara maupun lintas batas wilayah negara juga semakin berkembang, diantaranya illegal logging, perdagangan obat-obatan terlarang, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, terorisme, penyuapan, korupsi, dan kejahatan-kejahatan kerah putih (white collor crime), lainnya. Tidak kejahatan-kejahatan ini umumnya melibatkan dan menghasilkan uang dalam jumlah yang besar.

4

Her Kustriyadi Wibawa, Verifikasi Dokumentasi dan Tandatangan Pencegahan dan

Penindakan Kejahatan Perbankan dan Keuangan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002),

(2)

dilaksanakan oleh anggotanya. Rekomendasi ini dikenal sebagai “Forty Recommendations”.5

Indonesia merupakan “surga” untuk praktik pencucian uang (money laundering). Dengan demikian Indonesia mendapat kesan buruk di mata dunia internasional dan telah masuk ke dalam barisan daftar hitam (black list) sebagai NCCT's sejak tahun 2001 oleh FATF, maka Pemerintah Indonesia membuat ketentuan yang melarang kegiatan pencucian uang (money laundering) dalam bentuk apapun yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, (selanjutnya disebut sebagai Undang TPPU), yang merupakan singkatan dari Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Tindak lanjut dari terbentuknya FATF tersebut adalah dengan merekomendasikan beberapa negara yang dikategorikan tidak kooperatif dalam memerangi kejahatan pencucian uang dan dimasukkan dalam daftar Non-Cooperative Countries and Teritories (NCCT's).

Tindak pidana pencucian uang (money laundering) tersebut dapat terjadi setelah dilakukakannya kejahatan awal atau asal (predicate offence), misalnya korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, dan perjudian. Setelah itu, proses pencucian uang tersebut terjadi ketika uang tersebut dipergunakan untuk kepentingan sendiri atau bersama yang dapat dilakukan melalui bidang perbankan, pasar modal, asuransi, yayasan, ataupun untuk

5

(3)

melakukan kejahatan kembali, misalnya di bidang narkotika ataupun kejahatan lainnya. Pencegahan praktik pencucian uang tidak hanya dapat diatasi dengan adanya Undang-Undang TPPU, melainkan juga harus dibantu dengan adanya peraturan lain yang bersangkutan dengan praktik pencucian uang tersebut, misalnya dalam yayasan, maka sangat diperlukan Undang-Undang Yayasan untuk membantu terselenggaranya pencegahan praktik pencucian uang tersebut.

Sebelum lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001, yang kemudian diamandemen dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan, pendirian yayasan di Indonesia dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat, doktrin, dan yurisprudensi. Badan hukum yayasan, di samping untuk tujuan sosial, kemanusiaan, dan keagamaan, telah pula dipergunakan untuk tujuan-tujuan lain yang menyimpang dari tujuan semula penciptaan badan hukum ini. Penambahan “keagamaan” dalam tujuan yayasan, merupakan suatu penekanan karena sebenarnya dalam tujuan sosial dan kemanusiaan, sudah termasuk tujuan keagamaan. Yayasan telah dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang bukan tujuan sosial dan kemanusiaan, seperti untuk memperkaya diri sendiri atau pengurus yayasan, menghindari pajak yang seharusnya dibayar untuk menguasai suatu lembaga pendidikan untuk selama-lamanya, untuk menembus birokrasi, untuk memperoleh berbagai fasilitas dari negara atau penguas, dan berbagai tujuan lain.6

6

Chatamarrasjid Ais (selanjutnya disebut dengan I), Badan Hukum Yayasan (Suatu

Analisis Mengenai Yayasan Sebagai Suatu Badan Hukum Sosial), cet. 1, (Bandung: Penerbit PT.

(4)

Pengaturan yayasan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, (selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Yayasan), merupakan perwujudan politik hukum nasional dalam pembentukan hukum baru. Dengan pengaturan tersebut, yayasan ditegaskan sebagai badan hukum, sehingga mempunyai landasan hukum yang kuat dalam melaksanakan kegiatan sesuai dengan maksud dan tujuannya. Oleh karena kenyataan dalam masyarakat menunjukkan yayasan tumbuh dan berkembang begitu pesat dengan berbagai kegiatan, maksud, dan tujuannya yang juga dapat berperan dalam mendukung kegiatan perekonomian.

Lahirnya undang-undang baru tentang yayasan ini, diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah mengenai yayasan, serta diharapkan akan menjadi dasar hukum yang kuat dalam mengatur kehidupan yayasan di Indonesia, dan menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip akuntabilitas dan transparansi guna mencegah terjadinya praktik tindak pidana pencucian uang (money laundering).

Salah satu prasyarat dan kondisi yang harus dipenuhi untuk meningkatkan efektivitas penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi adalah adanya kesamaan persepsi dan pemahaman oleh yayasan, perbankan, dan aparat penegak hukum mengenai perlunya penerapan prinsip tersebut. Salah satu upaya yang satu ini tengah dilakukan adalah komunikasi dan sosialisasi secara intensif dan berkesinambungan bukan hanya dengan yayasan tetapi juga dengan masyarakat

(5)

luas. Khusus bagi dunia yayasan, persamaan persepsi dimaksud perlu dicapai mulai dari tingkat kebijakan sampai dengan pelaksanaanya.

Dalam yayasan terdapat prinsip akuntabilitas dan transparansi yang wajib dijadikan acuan utama oleh tiap-tiap yayasan dalam menyusun kebijakan dan prosedur penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi. Dengan menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi ini diharapkan tindak pidana pencucian uang (money laundering) dapat dicegah terutama pada sektor keuangan.

B. Perumusan Masalah

Setiap karya ilmiah selalu mengandung permasalahan yang merupakan pokok-pokok pembahasan dalam bab-bab selanjutnya. Demikian juga dengan penulisan skripsi pada kesempatan kali ini yang mencoba mengemukakan beberapa hal yang menjadi permasalahan untul dibahas, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimanakah praktik tindak pidana pencucian uang di Indonesia? 2. Bagaimanakah keberadaan yayasan dalam sistem hukum Indonesia?

3. Bagaimanakah penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi yayasan dalam rangka mencegah praktik pencucian uang (money laundering)?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan penulisan

Tujuan dalam pembahasan “Prinsip Akuntabilitas Dan Transparansi Yayasan Dalam Rangka Mencegah Praktik Pencucian Uang (Money Laundering)” ini, antara lain adalah:

(6)

a. Untuk mengetahui praktik tindak pidana pencucian uang di Indonesia. b. Untuk mengetahui keberadaan yayasan dalam sistem hukum Indonesia. c. Untuk mengetahui penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi

yayasan dalam rangka mencegah praktik pencucian uang (money laundering).

2. Manfaat penulisan

Selain dari tujuan penelitian, melalui penulisan ini juga diharapkan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut, yaitu:

a. Manfaat praktis

1) Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menelaah masalah penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi terhadap suatu yayasan di Indonesia saat ini, khususnya pasca pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru mengenai badan hukum yayasan yaitu Undang-Undang Yayasan dan juga untuk menelaah masalah tindak pidana pencucian uang (money laundering) di Indonesia, khususnya pasca pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, serta melalui penulisan ini diharapkan pada masyarakat agar dapat mengetahui serta memahami perkembangan sebuah yayasan dalam menjalankan kegiatan usahanya guna mewujudkan fungsi dan tujuan dari yayasan itu sendiri yang antara lain adalah fungsi sosial, kemanusiaan, dan keagamaan.

(7)

2) Selain daripada itu, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangsihnya kepada masyarakat yang berupa pengetahuan melalui tulisan bagi perkembangan dan kemajuan yayasan sebagai salah satu dari badan hukum di Indonesia.

b. Manfaat teoritis

1) Tulisan ini bermanfaat sebagai referensi dan perbandingan untuk memperkaya ilmu pengetahuan dalam lingkup hukum ekonomi, khususnya dalam kegiatan usaha yayasan di Indonesia.

2) Tulisan ini bermanfaat untuk melengkapi tugas sebagai persyaratan menyelesaikan studi dan meraih gelar kesarjanaan dalam program Strata Satu (S-1).

D. Keaslian Penulisan

Karya ilmiah yang berjudul “Prinsip Akuntabilitas Dan Transparansi Yayasan Dalam Rangka Mencegah Praktik Pencucian Uang (Money Laundering)”, ini benar-benar merupakan luapan dari hasil pemikiran secara pribadi, bersifat asli, serta sesuai dengan asas-asas keilmuan yakni jujur, rasional, objektif, dan terbuka. Tulisan ini dikarenakan adanya menaruh minat yang besar terhadap masalah kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu yayasan dalam mewujudkan tujuan sosial, kemanusiaan, dan keagamaan, khususnya dalam hal penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam kegiatan usaha yayasan tersebut. Selanjutnya lahirlah ide dan gagasan untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan hal tersebut dan mengangkat tulisan seperti apa yang tertuang

(8)

dalam skripsi ini. Kalaupun ditemukan pendapat atau kutipan dalam penulisan inihanya sebagai faktor pendukung dan pelengkap saja yang memang sangat dibutuhkan demi tercapainya kesempurnaan karya ilmiah ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

“Prinsip Akuntabilitas Dan Transparansi Yayasan Dalam Rangka Mencegah Praktik Pencucian Uang (Money Laundering)”, adalah merupakan judul tulisana yang dipilih dalam melengkapi syarat-syarat untuk menyelesaikan studi Strata Satu (S-1) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Tindak pidana pencucian uang (money laundering) mengandung beberapa unsur, diantaranya: pelaku; perbuatan (transaksi keuangan atau financial) dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dari bentuknya yang tidak sah (ilegal) seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah (legal); serta merupakan hasil tindak pidana.

Secara garis besar unsur pencucian uang terdiri dari: unsur objektif (actus reus) dan unsur subjektif (mens rea). Unsur objektif dapat dilihat dengan adanya kegiatan menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negari, menukarkan atau perbuatan lain atas harta kekayaan (yang diketahui atau patut diduga berasal dari kejahatan). Sedangkan unsur subjektif dilihat dari perbuatan seseorang yang dengan sengaja, mengetahui atau patut menduga bahwa harta

(9)

kekayaan berasal dari hasil kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta tersebut.

Ketentuan yang ada dalam Undang-Undang TPPU terkait perumusan tindak pidana pencucian uang menggunakan kata “setiap orang” yang dalam Undang-Undang TPPU, ditegaskan bahwa setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.7 Sementara dalam Undang-Undang TPPU, dikatakan bahwa korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.8 Sementara itu, yang dimaksud dengan transaksi menurut ketentuan dalam undang-undang ini adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih. Adapun transaksi keuangan diartikan sebagai transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindah bukuan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan atau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang. Transaksi keuangan yang menjadi unsur tindak pidana pencucian uang adalah transaksi keuangan yang mencurikan atau patut dicurigai baik transaksi dalam bentuk tunai maupun melalui proses pentransferan/memindahbukukan.9

7

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 1 angka (9).

8

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 1 angka (10).

9

Supriadi, “Tindak Pidana Pencucian Uang”,

(10)

Dalam Undang-Undang TPPU, teridentifikasi beberapa tindakan yang dapat dikualifikasi ke dalam bentuk tindak pidana pencucian uang, yakni tindakan atau perbuatan yang dengan sengaja:10

1. Menempatkan harta kekayaan ke dalam penyedia jasa keuangan baik atas nama sendiri atau atas nama orang lain, padahal diketahui atau patut diduga bahwa harta tersebut diperoleh melalui tindak pidana.

2. Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil dari tindak pidana pencucian uang, dari suatu penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama orang lain.

3. Membelanjakan atau menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan harta yang diperoleh dari tindak pidana. Baik atas nama dirinya sendiri atau atas nama pihak lain.

4. Menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan harta yang diperoleh dari hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri ataupun atas nama pihak lain.

5. Menitipkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan harta yang diperoleh berdasarkan tindak pidana, baik atas namanaya sendiri atau atas nama pihak lain.

6. Membawa ke luar negeri harta yang diketahui atau patut diduga merupakan harta yang diproleh dari tindak pidana.

10

(11)

7. Menukarkan atau perbuatan lainnya terhadap harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan harta hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan tujuan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul harta kekayaan tersebut.

Tindak pidana pencucian uang (money laundering) tersebut dapat terjadi setelah dilakukakannya kejahatan awal atau asal (predicate offence), misalnya korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, dan perjudian. Setelah itu, proses pencucian uang tersebut terjadi ketika uang tersebut dipergunakan untuk kepentingan sendiri atau bersama yang dapat dilakukan melalui bidang perbankan, pasar modal, asuransi, yayasan, ataupun untuk melakukan kejahatan kembali, misalnya di bidang narkotika ataupun kejahatan lainnya.

Yayasan sebagai suatu bentuk organisasi yang bergerak di sektor publik diwajibkan untuk menerapkan pendekatan akuntabilitas dan transparansi yang digunakan dalam perusahaan. Hal ini dikarenakan dibentuknya suatu undang-undang yang mengatur tentang yayasan adalah untuk menciptakan akuntabilitas dan transparansi yang lebih baik dalam tubuh sebuah yayasan serta agar tidak terjadinya tindak pidana pencucian uang dalam yayasan tersebut.

Di masa lalu praktik akuntabilitas dan transparansi dalam kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu yayasan dinilai masih sangat lemah. Fakta menunjukkan bahwa kecenderungan masyarakat mendirikan yayasan adalah

(12)

dengan maksud untuk berlindung di balik status badan hukum yayasan demi memperkaya diri dengan mengenyampingkan tujuan utama yakni sebagai wadah untuk mengembangkan kegiatan sosial, kemanusiaan, dan keagamaan. Kecenderungan tersebut menimbulkan berbagai masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum di dalam anggaran dasar maupun sengketa antara pengurus dengan pendiri atau pihak lain.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Yayasan, berarti penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi yayasan dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuannya tersebut dan dengan diberlakukannya Undang-Undang TPPU, dimaksudkan agar tidak terjadinya praktik tindak pidana pencucian (money laundering) dalam segala bidang khususnya dalam yayasan tersebut.

F. Metode Penelitian

1. Tipe penelitian

Tipe penelitian dalam penulisan skripsi ini, yaitu merupakan tipe penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian kepusatakaan (library research). Dengan Library Research ini dimaksudkan untuk memperoleh data-data yang bersifat teoritis ilmiah yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan analisa terhadap masalah-masalah yang timbul.

(13)

2. Pendekatan penelitian

Pendekatan penelitian dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian dilakukan dengan menekankan pada data kepustakaan dan data dikumpulkan dengan studi dokumen kepustakaan. 3. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut:11

a. Data hukum primer, antara lain: 1) Norma atau kaedah dasar. 2) Peraturan dasar.

3) Peraturan perundang-undangan yang terkait.

b. Data hukum sekunder berupa buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan dan sebagainya.

c. Data hukum tersier yang mencakup data yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap data hukum primer dan data hukum sekunder, seperti: kamus umum, kamus hukum, majalah, jurnal ilmiah serta data-data diluar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

11

Amirrudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 118-119.

(14)

4. Alat penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, karena metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah metode penelitian kepusatakaan (library research), maka alat yang dipergunakan dalam penelitian tersebut adalah dengan menggunakan data dari berbagai sumber bacaan seperti perundang-undangan, buku-buku, majalah dan internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

5. Analisis penelitian

Analisis data yakni dengan analisis secara kualitatif. Data sekunder yang diperoleh dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini. Analisis data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data-data hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

b. Memilih kaidah-kaidah hukum yang sesuai dengan penelitian.

c. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep pasal yang ada d. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif kualitatif.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya. Secara garis besar skripsi ini terbagi atas 5 (lima) bab dan masing-masing bab terdiri dari beberapa sub-sub guna mempermudah dan memperjelas

(15)

uraiannya. Keseluruhan sistematika ini berupa satu kesatuan yang berhubungan antara satu dengan yang lain dan dapat dilihat sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bab awal yang menguraikan tentang hal-hal yang bersifat umum, dimulai dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Di dalam bab ini diuraikan hal-hal yang melatarbelakangi ketertarikan untuk mengambil judul yang dibahas dan selanjutnya dijadikan permasalahan.

BAB II TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

Dalam bab ini menjelaskan tentang pengertian tentang tindak pidana pencucian uang, mekanisme tindak pidana pencucian uang, pengaturan tindak pidana pencucian uang menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan praktik tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

BAB III KEBERADAAN YAYASAN DALAM SISTEM HUKUM

INDONESIA

Pada bab ini dibahas mengenai pengertian tentang yayasan, keberadaan yayasan dalam sistem hukum Indonesia, dan pengaturan yayasan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.

(16)

BAB IV PENERAPAN PRINSIP AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI YAYASAN DALAM RANGKA MENCEGAH PRAKTIK PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING)

Di dalam bab ini berisi tentang pengertian prinsip akuntabilitas, pengertian prinsip transparansi, dan penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi yayasan dikaitkan dengan pencegahan praktik pencucian uang.

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan akhir dari tulisan yang memuat tentang kesimpulan dan satan-saran yang dikemukakan sesuai dengan apa yang dibahas dan analisa pada bab-bab sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 9 memberikan informasi tentang periode mulai mencari pekerjaan untuk alumni Program Studi Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ipa Universitas Lampung

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman Evodia suaveolens yang didapatkan dari toko tanaman hias di Baranangsiang Bogor, isolat kapang endofit

Dengan demikian prediksi tingkat dosis pada korban kecelakaan akibat paparan radiasi pengion dosis tinggi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik PCC karena

Sehingga dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme dapat dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial

Transparansi penerimaan dana dan kontak langsung dengan investor melalui komponen sosial memungkinkan anda mendapatkan lebih banyak informasi dari luar, untuk menarik lebih

Penulis meneliti strategi komunikasi pemasaran Garis Lini konveksi pada periode tahun 2013, alasannya adalah karena bisnis konveksi adalah bisnis yang tidak ada habisnya,

Alat penguji kuat tekan genteng keramik berglazur merupakan salah satu instrument untuk memastikan kualitas produk sesuai semua persyaratan (standar). Alat penguji

Untuk mengubah informasi pada dot matrix display dan mengatur waktu alarm dapat dikendalikan menggunakan aplikasi desktop yang dibuat menggunakan Microsoft Visual