• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fluks CO2 dari Tanah

Gambar 11 dan 12 menunjukkan fluks CO2 pada plot Root Cut dan plot

Control. Pada Tabel 1 menampilkan rata-rata fluks CO2 tiap plot pada plot Root Cut

dan plot Control. Nilai rata-rata fluks CO2

pada plot Root Cut berkisar antara 162.24 hingga 339.01 mgCm-2h-1 sedangkan untuk plot Control berkisar antara 196.55 hingga 287.28 mgCm-2h-1. Terdapat nilai rata-rata fluks CO2 pada plot Root Cut lebih tinggi

dibandingkan plot Control (plot 2, 3, dan 4). Ini disebabkan karena adanya perbedaan spasial saat pengambilan data atau kesalahan dalam pembuatan plot Root Cut.

Gambar 11. Profil fluks CO2 plot Root Cut pada September 2008 hingga Juli 2009

Gambar 12. Profil fluks CO2 plot Control pada September 2008 hingga Juli 2009

Tabel 1. Rata-rata dan standar deviasi fluks mgCm-2h-1 pada plot Root Cut dan plot Control.

PLOT RATA-RATA ± STANDAR DEVIASI FLUKS CO2 (mgCm

-2 h-1)

PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL

1 2 3 4 5 6 227.80 ± 59.33 229.39 ± 69.55 339.01 ± 82.44 255.96 ± 81.10 183.68 ± 102.18 162.24 ± 86.47 277.35 ± 92.46 196.55 ± 89.12 276.15 ± 153.35 199.89 ± 96.20 287.28 ± 89.18 197.00 ± 81.80

PLOT CONTROL

0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 S-08 O-08 N-08 D-08 J-09 F-09 M-09 A-09 M-09 J-09 J-09 BULAN Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Plot 6 F L U K S C O2 ( m g C m -2 h -1 )

PLOT ROOT CUT

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00 500.00 S-08 O-08 N-08 D-08 J-09 F-09 M-09 A-09 M-09 J-09 J-09 BULAN F L U K S C O2 ( m g C m -2 h -1 ) Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Plot 6

(2)

4.2 Laju Penurunan Permukaan Tanah (Subsidence)

Laju penurunan permukaa terjadi pada semua plot.

permukaan tanah yang diperoleh berbeda

Gambar 13. Penururan permukaan tanah tiap plot pada September 2008 hingga Ju Tabel 2. Rata-rata

RATA

4.3 Suhu Tanah

Suhu tanah yang diukur pada pengamatan merupakan

kedalaman 10 cm. Fluktuasi suhu tanah untuk plot Root Cut dan

mempunyai pola yang sama.

meningkat secara perlahan mulai dari Penurunan Permukaan Tanah enurunan permukaan tanah terjadi pada semua plot. Nilai penurunan permukaan tanah yang diperoleh berbeda

setiap bulannya. Peningkatan nilai penurunan permukaan tanah mulai terjadi dari Oktober 2008 hingga J

rata-rata penurunan permukaan tanah antara 0.40 hingga 0.67 cm/bulan.

. Penururan permukaan tanah tiap plot pada September 2008 hingga Ju rata dan standar deviasi penurunan permukaan tanah tiap plot.

PLOT RATA-RATA (CM/BULAN) 1 2 3 4 5 6 0.60 0.54 0.40 0.57 0.43 0.67 RATA-RATA ± STÁNDAR DEVIASI 0.53 ± 0.10

Suhu tanah yang diukur pada suhu tanah pada Fluktuasi suhu tanah Root Cut dan plot Control mempunyai pola yang sama. Suhu tanah meningkat secara perlahan mulai dari

Februari 2009 hingga Juli 2009.

rata suhu tanah terendah diperoleh pada bulan Januari sebesar 25.52

Root Cut dan 25.63˚C untuk

Nilai rata-rata suhu tanah tertinggi diperoleh pada bulan Juli sebesar 28.75

Root Cut dan 28.79˚C untuk

. Peningkatan nilai penurunan permukaan tanah mulai terjadi Oktober 2008 hingga Juli 2009. Kisaran unan permukaan tanah antara

cm/bulan.

. Penururan permukaan tanah tiap plot pada September 2008 hingga Juli 2009 penurunan permukaan tanah tiap plot.

2009 hingga Juli 2009. Nilai rata-rata suhu tanah terendah diperoleh pada

25.52˚C untuk plot untuk plot Control. rata suhu tanah tertinggi diperoleh 28.75˚C untuk plot untuk plot Control.

(3)

Gambar 14. Profil suhu tanah kedalaman 10 cm plot Root Cut pada September 2008 hingga Juli 2009

Gambar 15. Profil suhu tanah kedalaman 10 cm plot Control pada September 2008 hingga Juli 2009

Tabel 3. Rata-rata dan standar deviasi suhu tanah pada plot Root Cut dan plot Control.

PLOT RATA-RATA ± STANDAR DEVIASI SUHU TANAH

PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL

1 2 3 4 5 6 26.76 ± 0.97 26.92 ± 1.01 26.59 ± 1.17 27.67 ± 1.17 26.61 ± 1.20 26.51 ± 1.23 26.89 ± 0.87 26.93 ± 1.03 26.80 ± 1.12 27.54 ± 1.10 26.64 ± 1.09 26.41 ± 1.02 4.4 Kelembaban Tanah

Gambar 16 dan 17 disajikan profil kelembaban tanah untuk plot Root Cut dan plot Control. Nilai rata-rata kelembaban tanah tertinggi terjadi pada bulan September 2008 sebesar 51.86% untuk plot Root Cut

dan 52.28% untuk plot Control, sedangkan nilai rata-rata kelembaban tanah terendah terjadi pada bulan Juli 2009 dengan nilai sebesar 26.51% untuk plot Root Cut dan 34.10% untuk plot Control.

PLOT CONTROL

22.00 23.00 24.00 25.00 26.00 27.00 28.00 29.00 30.00 S-08 O-08 N-08 D-08 J-09 F-09 M-09 A-09 M-09 J-09 J-09 BULAN Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Plot 6 S U H U T A N A H ( ˚C )

PLOT ROOT CUT

22.00 23.00 24.00 25.00 26.00 27.00 28.00 29.00 30.00 S-08 O-08 N-08 D-08 J-09 F-09 M-09 A-09 M-09 J-09 J-09 BULAN S U H U T A N A H ( ˚C ) Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Plot 6

(4)

Gambar 16. Profil kelembaban tanah (%) plot Root Cut pada September 2008 hingga Juli 2009

Gambar 17. Profil kelembaban tanah (%) plot Control pada September 2008 hingga Juli 2009 Tabel 4. Rata-rata dan standar deviasi kelembaban tanah pada plot Root Cut dan plot Control.

PLOT RATA-RATA ± STANDAR DEVIASI KELEMBABAN TANAH

PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL

1 2 3 4 5 6 42.49 ± 7.07 48.81 ± 9.63 33.92 ± 7.39 32.22 ± 4.28 33.02 ± 8.95 46.06 ± 13.30 36.45 ± 4.90 50.64 ± 7.52 34.98 ± 7.69 48.10 ± 6.13 41.60 ± 6.66 45.40 ± 9.09

4.5 Kedalaman Air Tanah (Water Table) dan Curah Hujan

Pada Gambar 18 dapat dilihat curah hujan dan water table dari bulan September 2008 hingga Juli 2009. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September 2008 sebesar

359 mm. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli 2009 sebesar 56.2 mm. Musim penghujan terjadi pada bulan September yang kemudian curah hujan untuk bulan

PLOT CONTROL

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 S-08 O-08 N-08 D-08 J-09 F-09 M-09 A-09 M-09 J-09 J-09 BULAN K E L E M B A B A N T A N A H ( % ) Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Plot 6

PLOT ROOT CUT

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 S-08 O-08 N-08 D-08 J-09 F-09 M-09 A-09 M-09 J-09 J-09 BULAN K E L E M B A B A N T A N A H ( % ) Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Plot 6

(5)

berikutnya semakin menurun. Bulan Mei, Juni dan Juli 2009 mempunyai curah hujan yang sangat rendah sehingga pada saat itu banyak terjadi kebakaran lahan dan hutan gambut.

Tiap plot mempunyai fluktuasi pola water table yang hampir sama.

Gambar 18. Pola curah hujan dan p

4.6 Kebutuhan Iklim Akasia

Akasia (Acacia crassicarpa merupakan vegetasi yang tumbuh di lokasi penelitian ini. Acacia crassicarpa

tumbuh di daerah tropik

Akasia dapat tumbuh dengan ketinggian tempat berkisar antara 0

dengan curah hujan tahunan berkisar an 500 mm (di Australia) hingga 3500 mm (di Papua New Guinea dan Irian). Akasia dapat tumbuh pada rata-rata suhu udara minimum berkisar antara 15-22˚C

maksimum berkisar antara 31

crassicarpa dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Panjang akar akasia dapat mencapai 60 cm, sehingga pengaturan water table pada Hutan Tanaman Industri akasia disarankan tidak kurang dari 60 cm dari

tanah. Tetapi pada pengukuran ditemukan nilai water table melebihi 60 cm dari berikutnya semakin menurun. Bulan Mei, Juni dan Juli 2009 mempunyai curah hujan sehingga pada saat itu banyak terjadi kebakaran lahan dan hutan Tiap plot mempunyai fluktuasi pola water table yang hampir sama. Pada bulan

September yang merupakan puncak tertinggi curah hujan terjadi, maka diperoleh nilai water table yang sangat rendah pada setiap plot. Bulan Juli water table

sangat tinggi dikarenakan pada saat itu curah hujan yang terjadi sangat rendah.

ola curah hujan dan profil kedalaman air tanah pada September 2008 hingga Juli 2009

Kebutuhan Iklim Akasia

Acacia crassicarpa) merupakan vegetasi yang tumbuh di lokasi Acacia crassicarpa umumnya tumbuh di daerah tropik dan subtropik. dengan ketinggian tempat berkisar antara 0-450 m dpl dan dengan curah hujan tahunan berkisar antara 500 mm (di Australia) hingga 3500 mm (di Papua New Guinea dan Irian). Akasia dapat rata suhu udara minimum ˚C dan suhu udara maksimum berkisar antara 31-34˚C. Acacia dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Panjang akar akasia dapat mencapai 60 cm, sehingga pengaturan water table pada ndustri akasia disarankan tidak kurang dari 60 cm dari permukaan tanah. Tetapi pada pengukuran ditemukan nilai water table melebihi 60 cm dari

permukaan tanah pada bulan Juni dan Juli 2009 dimana pada saat itu merupakan musim kemarau dengan curah hujan yang sangat kecil . Hal ini dapat menggangu pertumbuhan dan perkembangan tanaman akasia.

4.7 Curah Hujan dan Kumulatif Subsidence

Gambar 19 menunjukkan hubungan antara curah hujan dan kumulatif Subsidence. Hasil regresi

faktor tersebut diperoleh nilai (R

p=0.00). Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan berpengaruh terhadap terjadinya penurunan permukaan tanah (

Selain itu, adanya kanal

lahan juga diperkirakan sebagai penyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah.

September yang merupakan puncak tertinggi curah hujan terjadi, maka diperoleh nilai t rendah pada setiap water table yang diperoleh sangat tinggi dikarenakan pada saat itu curah hujan yang terjadi sangat rendah.

pada September 2008 hingga

permukaan tanah pada bulan Juni dan Juli 2009 dimana pada saat itu merupakan musim kemarau dengan curah hujan yang sangat kecil . Hal ini dapat menggangu an perkembangan tanaman

Curah Hujan dan Kumulatif menunjukkan hubungan antara curah hujan dan kumulatif . Hasil regresi antara kedua tersebut diperoleh nilai (R2=0.91 ; p=0.00). Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan berpengaruh terhadap terjadinya penurunan permukaan tanah (subsidence). Selain itu, adanya kanal-kanal kecil pada lahan juga diperkirakan sebagai penyebabkan terjadinya penurunan

(6)

Gambar 19. Hubungan curah hujan

4.8 Emisi Kumulatif Fluks CO Kumulatif Subsidence

Pada Gambar 20

regresi antara emisi kumulatif CO dengan kumulatif subsidence Cut dan plot Control. Hasil analisis

pada Tabel 5 dimana ternyata kumulatif subsidence mempunyai hubungan yang sangat kuat terhadap kumulatif fluks CO pada tiap plot. Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi, hubungan kumulatif emisi CO2 dari tanah dengan kumulatif

Gambar 20. Hubungan emisi kumulatif CO -6.00 -5.00 C u ra h H u ja n ( m m )

curah hujan terhadap kumulatif subsidence dari September 2008 hingga Juli 2009

Emisi Kumulatif Fluks CO2 dan Subsidence

dan 21 menyajikan emisi kumulatif CO2 tanah

subsidence pada plot Root Control. Hasil analisis disajikan dimana ternyata kumulatif yai hubungan yang terhadap kumulatif fluks CO2

Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi, hubungan kumulatif dari tanah dengan kumulatif

subsidence pengukuran tipe (Gambar 22) dihasilkan ( untuk plot Root Cut dan (R

untuk plot Control, dengan nilai korelasi negatif masing-masing (

Kumulatif subsidence berbanding terhadap kumulatif CO2

menunjukkan bahwa penurunan

subsidence akan mempengaruhi peningkatan produksi CO2.

Hubungan emisi kumulatif CO2 tanah terhadap kumulatif subsidence

Cut dari September 2008 hingga Juli 2009 y = -354.1x + 161.7 R² = 0.915 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 5.00 -4.00 -3.00 -2.00 -1.00 Kumulatif Subsidence (cm)

ari September 2008 hingga

pengukuran tipe multy positions ) dihasilkan (R2=0.86 ; p=0.00) Root Cut dan (R2=0.84 ; p=0.00) ontrol, dengan nilai korelasi masing (-0.92 ; -0.91). berbanding terbalik

2. Korelasi negatif

penurunan kumulatif akan mempengaruhi peningkatan

subsidence pada plot Root 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 0.00 1.00

(7)

Gambar 21. Hubungan emisi kumulatif CO

Tabel 5. Analisis Regresi emisi Cut dan plot Control

PLOT PLOT 1 2 3 4 5 6 y = -376.41x + 56.945 ; R y = -423.31x + y = -963.21x + y = -428.92x + y = -388.87x + y = -277.55x +

Gambar 22. Hubungan emisi kumulatif CO

Cut dan plot Control dari September 2008 hingga Juli 2009 pengukuran 4.9 Emisi CO2 dan Curah Hujan

Menurut Batjes dan Bridges

dalam Susantie (2008), distribusi periode curah hujan dan suhu dalam setahun menentukan kondisi-kondisi kelembaban

. Hubungan emisi kumulatif CO2 tanah terhadap kumulatif subsidence

Control dari September 2008 hingga Juli 2009

. Analisis Regresi emisi kumulatif CO2 tanah terhadap kumulatif subsidence

Control

PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL

376.41x + 56.945 ; R2 = 0.9474 130.22 ; R2 = 0.8129 529.54 ; R2 = 0.8238 412.75 ; R2 = 0.7038 89.466 ; R2 = 0.6876 213.46 ; R2 = 0.8549 y = -457.29x + 30.477 ; R y = -381.94x + 336.34 ; R y = -825.52x + 773.9 ; R y = -325.07x + 392.04 ; R y = -690.03x + 221.28 ; R y = -320.78x + 86.891 ; R

. Hubungan emisi kumulatif CO2 tanah terhadap kumulatif subsidence

Control dari September 2008 hingga Juli 2009 pengukuran multy position dan Curah Hujan

Menurut Batjes dan Bridges (1992) 2008), distribusi periode curah hujan dan suhu dalam setahun kondisi kelembaban

tanah dan suhu tanah yang pada akhirnya mempengaruhi fluks CO

antara emisi CO2 dan curah hujan

dilihat pada Tabel 6.

subsidence pada plot

subsidence pada plot Root CONTROL 457.29x + 30.477 ; R2 = 0.9421 336.34 ; R2 = 0.7239 773.9 ; R2 = 0.7415 392.04 ; R2 = 0.6298 221.28 ; R2 = 0.7871 86.891 ; R2 = 0.9020

subsidence pada plot Root multy position

tanah dan suhu tanah yang pada akhirnya mempengaruhi fluks CO2. Analisis regresi

dan curah hujan dapat Pengukuran multy

(8)

position (Gambar 25) antara emisi CO2 dari

tanah dengan curah hujan berkorelasi pada R2=0.50 ( p=0.015) untuk plot Root Cut dan R2=0.59 (p=0.004) untuk plot Control, dengan nilai korelasi negatif masing-masing (-0.71 ; -0.79). Analisis menunjukkan

hubungan yang diperoleh yaitu hubungan negatif dimana seiring meningkatnya curah hujan maka laju emisi CO2 akan semakin

menurun.. Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil yang diperoleh Takakai et. al (2007).

Gambar 23. Hubungan emisi CO2 tanah dengan curah hujan pada plot Root Cut dari September

2008 hingga Juli 2009

Gambar 24. Hubungan emisi CO2 tanah dengan curah hujan pada plot Control dari September

2008 hingga Juli 2009

Tabel 6. Analisis Regresi emisi CO2 tanah terhadap curah hujan pada plot Root Cut dan plot

Control

PLOT PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL

1 2 3 4 5 6 Y = -0.3449x + 291.44 ; R2 = 0.3062 y = -0.2674x + 278.72 ; R2 = 0.1339 y = -0.5121x + 442.7 ; R2 = 0.3006 y = -0.4091x + 331.43 ; R2 = 0.2305 y = -0.2166x + 223.65 ; R2 = 0.0407 y = -0.3783x + 232.04 ; R2 = 0.1734 y = -0.481x + 366.08 ; R2 = 0.2359 y = -0.4627x + 281.91 ; R2 = 0.2442 y = -0.8811x + 438.68 ; R2 = 0.2991 y = -0.4709x + 286.76 ; R2 = 0.2171 y = -0.0956x + 304.91 ; R2 = 0.0104 y = -0.2739x + 247.53 ; R2 = 0.1016

PLOT CONTROL

0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 0 50 100 150 200 250 300 350 400 CURAH HUJAN (mm) Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Plot 6 F L U K S C O2 ( m g C m -2 h -1 )

PLOT ROOT CUT

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00 500.00 0 50 100 150 200 250 300 350 400 CURAH HUJAN (mm) Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Plot 6 F L U K S C O2 ( m g C m -2 h -1 )

(9)

Gambar 25. Hubungan emisi CO2 tanah terhadap curah hujan pada plot Root Cut dan plot Control

dari September 2008 hingga Juli 2009 pengukuran multy position

4.10 Emisi CO2 dan Suhu Tanah

Produksi CO2 di dalam tanah hampir

seluruhnya dipengaruhi oleh respirasi akar dan dekomposisi mikrobia dari bahan organik. Seperti semua reaksi kimia dan biokimia, proses tersebut juga bergantung kepada suhu tanah (Davidson dan Janssens, 2006). Hasil analisis regresi menunjukkan suhu tanah berkorelasi positif terhadap emisi CO2 pada tiap plot baik plot Root Cut

maupun plot Control (Tabel 7). Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi, hubungan

laju emisi CO2 dari tanah dengan suhu tanah

pengukuran tipe multy positions (Gambar 28) dihasilkan (R2=0.51 ; p=0.010) untuk plot Root Cut dan (R2=0.35 ; p=0.026) untuk plot Control, dengan nilai korelasi positif masing-masing (0.73 ; 0.66). Semakin tinggi suhu tanah maka emisi CO2 yang dihasilkan

juga semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Boone et.al (1998) dan Schindlbacher et al ( 2009).

Gambar 26. Hubungan emisi CO2 tanah dengan suhu tanah pada plot Root Cut dari September

2008 hingga Juli 2009

PLOT ROOT CUT

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00 500.00 24.00 25.00 26.00 27.00 28.00 29.00 30.00 SUHU TANAH (˚C) Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Plot 6 F L U K S C O2 ( m g C m -2 h -1 ) y = -0.4553x + 325.19 R2 = 0.4982 y = -0.6662x + 375.73 R2 = 0.5939 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00 0 100 200 300 400 CURAH HUJAN (mm) ROOT CUT CONTROL Linear (ROOT CUT) Linear (CONTROL) F L U K S C O2 ( m g C m -2 h -1 )

(10)

Gambar 27. Hubungan emisi CO2 tanah dengan suhu tanah pada plot Control dari September 2008

hingga Juli 2009

Tabel 7. Analisis Regresi emisi CO2 tanah terhadap suhu tanah pada plot Root Cut dan plot

Control

PLOT PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL

1 2 3 4 5 6 y = 8.5015e0.1216x ; R2 = 0.1711 y = 1.9811e0.1746x ; R2 = 0.2449 y = 23.225e0.0998x ; R2 = 0.2313 y = 2.3555e0.1679x ; R2 = 0.4416 y = 0.0349e0.3157x ; R2 = 0.3509 y = 1.4483e0.173x ; R2 = 0.1431 y = 3.4328e0.1612x ; R2 = 0.1433 y = 0.0421e0.3089x ; R2 = 0.2903 y = 0.3464e0.2413x ; R2 = 0.1148 y = 0.0124e0.3478x ; R2 = 0.6015 y = 13.977e0.1114x ; R2 = 0.1085 y = 0.1784e0.2624x ; R2 = 0.4104

Gambar 28. Hubungan emisi CO2 tanah terhadap suhu tanah pada plot Root Cut dan plot Control

dari September 2008 hingga Juli 2009 pengukuran multy position 4.11 Emisi CO2 dan Kelembaban Tanah

Meningkatnya kelembaban tanah menyebabkan proses terjadinya fluks karbondioksida terhambat karena kondisi yang lembab menyebabkan bakteri aerob yang merombak bahan organik menjadi tidak aktif karena oksigen yang diperlukan

kurang (Runting, 2006 dalam Susantie, 2008). Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi, hubungan laju emisi CO2 dari

tanah dengan kelembaban tanah pengukuran tipe multy positions (Gambar 31) dihasilkan (R2=0.45 ; p=0.023) untuk plot Root Cut dan

y = 3.94e0.1511x R2 = 0.5106 y = 0.8589e0.2075x R2 = 0.3497 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00 25.00 26.00 27.00 28.00 29.00 SUHU TANAH (˚C) ROOT CUT CONTROL

Expon. (ROOT CUT) Expon. (CONTROL) F L U K S C O2 ( m g C m -2 h -1 )

PLOT CONTROL

0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 24.00 25.00 26.00 27.00 28.00 29.00 30.00 SUHU TANAH (˚C) Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Plot 6 F L U K S C O2 ( m g C m -2 h -1 )

(11)

(R2=0.39 ; p=0.039) untuk plot Control, dengan nilai korelasi positif masing-masing (-0.67 ; -0.63). Korelasi negatif yang

diperoleh menunjukkan bahwa dengan meningkatnya kelembaban tanah maka diikuti penurunan laju emisi CO2 dari tanah.

Gambar 29. Hubungan emisi CO2 tanah dengan kelembaban tanah pada plot Root Cut dari

September 2008 hingga Juli 2009

Gambar 30. Hubungan emisi CO2 tanah dengan kelembaban tanah pada plot Control dari

September 2008 hingga Juli 2009

Tabel 8. Analisis Regresi emisi CO2 tanah terhadap kelembaban tanah pada plot Root Cut dan plot

Control

PLOT PLOT ROOT CUT PLOT CONTROL

1 2 3 4 5 6 Y = -4.1636x + 404.72 ; R2 = 0.2462 y = -3.0376x + 377.64 ; R2 = 0.1768 y = -6.094x + 545.74 ; R2 = 0.2986 y = -8.1522x + 518.59 ; R2 = 0.1852 y = -2.9681x + 281.68 ; R2 = 0.0676 y = -3.3209x + 315.2 ; R2 = 0.2609 y = -5.7302x + 486.19 ; R2 = 0.0888 y = -10.481x + 727.27 ; R2 = 0.7831 y = -9.3939x + 604.71 ; R2 = 0.2219 y = -9.8108x + 671.82 ; R2 = 0.3912 y = -5.3302x + 509.03 ; R2 = 0.1585 y = -3.5267x + 357.11 ; R2 = 0.1537

PLOT CONTROL

0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 KELEMBABAN TANAH (%) Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Plot 6 F L U K S C O2 ( m g C m -2 h -1 )

PLOT ROOT CUT

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00 500.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 KELEMBABAN TANAH (%) Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Plot 6 F L U K S C O2 ( m g C m -2 h -1 )

(12)

Gambar 31. Hubungan emisi CO

Control dari September 2008 hingga Juli 2009 pengukuran 4.12 Emisi CO2 dan Kedalaman A

Menurut Moore dan Knowles ( dalam Orahami (2008),

yang berkaitan dengan zona anaerobik dan aerobik sangat mempengaruhi emisi CO dari lahan gambut, sehingga fluks CO permukaan tanah akan lebih tinggi pada saat kedalaman air tanah lebih dalam (jauh dari permukaan tanah). Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi, hubungan emisi CO2 dari tanah dengan

pengukuran tipe multy positions 34) dihasilkan (R2=0.36 ; p=0.050 plot Root Cut dan (R2=0.43 ; p=0.028 plot Control, dengan nilai korelasi

Gambar 32. Hubungan emisi 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00 0.00 10.00 F L U K S C O2 ( m g C m -2 h -1 )

. Hubungan emisi CO2 tanah terhadap kelembaban tanah pada plot

Control dari September 2008 hingga Juli 2009 pengukuran multy position Kedalaman Air Tanah

Menurut Moore dan Knowles (1989) dalam Orahami (2008), posisi air tanah yang berkaitan dengan zona anaerobik dan aerobik sangat mempengaruhi emisi CO2

dari lahan gambut, sehingga fluks CO2 dari

permukaan tanah akan lebih tinggi pada saat kedalaman air tanah lebih dalam (jauh dari

Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi, hubungan laju dari tanah dengan water table multy positions (Gambar =0.36 ; p=0.050) untuk =0.43 ; p=0.028) untuk Control, dengan nilai korelasi negatif

masing-masing (-0.60 ;

yang diperoleh merupakan korelasi dimana seiring meningkatnya

water table maka diikuti peningkatan laju emisi CO2 dari tanah. Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Furukawa et al (2005).

diperoleh menunjukan bahwa setiap terjadinyanya kenaikan water table sebesar 1 cm maka akan terjadi peningkatan produksi CO2 sebesar 151.08 mgCm

Root Cut dan 113.80 mgCm Control.

emisi CO2 tanah terhadap water table pada plot Root Cut dari

2008 hingga Juli 2009 y = -5.3588x + 444.25 R2 = 0.4547 y = -9.8081x + 659.42 R2 = 0.3945 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 KELEMBABAN TANAH (%) ROOT CUT CONTROL Linear (ROOT CUT) Linear (CONTROL)

Root Cut dan plot multy position

; -0.66). Korelasi oleh merupakan korelasi negatif dimana seiring meningkatnya menurunnya maka diikuti peningkatan laju Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasil regresi yang diperoleh menunjukan bahwa setiap terjadinyanya kenaikan water table sebesar 1 di peningkatan produksi mgCm-2h-1 untuk plot mgCm-2h-1 untuk plot

Root Cut dari September ROOT CUT

CONTROL Linear (ROOT CUT) Linear (CONTROL)

(13)

Gambar 33. Hubungan emisi CO

Tabel 9. Analisis Regresi emisi CO Control

PLOT ROOT CUT

1 2 3 4 5 6 y = -1.323x + 156.36 y = -0.1206x + 213.42 y = -1.5351x + 263.97 y = -0.9467x + 200.71 y = -0.0883x + 164.02 y = -0.8296x + 99.265

Gambar 34. Hubungan emisi CO

dari September 2008 hingga Juli 2009 pengukuran 4.12 Perbandingan Emisi CO

Pada penelitian ini diperoleh emisi CO2 dengan nilai pada plot Root Cut

berkisar antara 162.24 hingga 339.01 mgCm-2h-1 dengan laju emisi CO

. Hubungan emisi CO2 tanah terhadap water table pada plot Control dari September

2008 hingga Juli 2009

. Analisis Regresi emisi CO2 tanah terhadap water table pada plot Root Cut dan

ROOT CUT CONTROL

1.323x + 156.36 ; R2 = 0.2307 0.1206x + 213.42 ; R2 = 0.0011 1.5351x + 263.97 ; R2 = 0.0648 0.9467x + 200.71 ; R2 = 0.0783 0.0883x + 164.02 ; R2 = 0.0003 0.8296x + 99.265 ; R2 = 0.0786 y = -0.9163x + 221.41 ; y = -1.1575x + 120.88 ; y = -7.0218x - 30.871 ; y = -1.166x + 132.86 ; y = -0.3731x + 260.45 ; y = -0.3803x + 199.97 ;

. Hubungan emisi CO2 tanah terhadap water table pada plot Root Cut dan

dari September 2008 hingga Juli 2009 pengukuran multy position Perbandingan Emisi CO2

Pada penelitian ini diperoleh emisi pada plot Root Cut berkisar antara 162.24 hingga 339.01 laju emisi CO2 rata-rata

sebesar 233.01 mgCm-2h

plot Control berkisar antara 196.55 hingga 287.28 mgCm-2h-1 dengan

rata-rata sebesar 239.04

Control dari September

Root Cut dan plot CONTROL ; R2 = 0.067 ; R2 = 0.0565 ; R2 = 0.3904 ; R2 = 0.0825 ; R2 = 0.0056 ; R2 = 0.0174

Root Cut dan plot Control multy position

-1

sedangkan untuk Control berkisar antara 196.55 hingga dengan laju emisi CO2

(14)

penelitian Irawan (2008) diperoleh CO2

sebesar 299.15 mgCO2m-2h-1 atau 81.62

mgCm-2h-1 dari permukaan tanah mineral Babahaleka. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian ini maka emisi pada tanah Babahaleka sangat kecil dibandingkan dengan kisaran laju emisi CO2 rata-rata pada

plot Root Cut dan Plot Control.

Penelitian Melling et. al. (2004) diperoleh emisi CO2 dengan nilai antara 46

hingga 335 mgCm-2h-1 dengan laju emisi CO2 rata-rata sebesar 189.11 mgCm-2h-1

pada lahan gambut yang difungsikan sebagai perkebunan kelapa sawit, pada ekosistem sago diperoleh nilai emisi CO2 antara 62.5

hingga 244.6 mgCm-2h-1 dengan nilai laju emisi CO2 rata-rata sebesar 137.54 mgCm

-2

h-1 dan pada ekosistem hutan diperoleh nilai emisi CO2 antara 100 hingga 532.9 mgCm -2

h-1 dengan nilai laju emisi CO2 rata-rata

sebesar 249.67 mgCm-2h-1. Hasil penelitian kali ini mempunyai laju nilai rata-rata yang lebih besar dibandingkan pada ekosistem kelapa sawit dan sago (Melling, 2004), sedangkan nilai emisi CO2 pada penelitian

ini lebih kecil dibandingkan pada nilai emisi CO2 pada ekosistem hutan baik itu pada plot

Root Cut maupun Control.

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Kumulatif CO2 yang dikeluarkan dari

tanah pada September 2008 hingga Juli 2009 sebesar 2563.16 mgCm-2h-1 untuk plot Root Cut dan 2629.41 mgCm-2h-1 untuk plot Control. Faktor-faktor yang diukur seperti suhu tanah, curah hujan, subsidence, water table, serta kelembaban tanah mempunyai pengaruh terhadap produksi CO2. Suhu

tanah berkorelasi positif terhadap produksi CO2, sedangkan curah hujan, water table,

subsidence dan kelembaban tanah berkorelasi negatif terhadap produksi CO2.

5.2 Saran

Untuk penelitian lebih lanjut disarankan agar jumlah plot pengambilan data diperbanyak serta intenistas pengambilan data selama sebulan ditingkatkan. Selain itu, sebaiknya perlu dilakukan pengamatan terhadap faktor-faktor lain yang mempengaruhi produksi CO2 seperti bahan organik dan populasi

mikroba dalam tanah. Pengukuran terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman akasia juga perlu dilakukan. Pengukuran daya serap CO2 yang diperlukan akasia

selama masa pengamatan, sehingga dapat

diketahui berapa jumlah nyata CO2 yang

keluar ke atmosfer dari lahan gambut.

DAFTAR PUSTAKA

Boone R. D., Nadelhoffer K. J., Canary J. D. dan Kaye J. P. 1998. Roots Exert a Strong Influence on the Temperature Sensitivity of Soil Respiration.

Davidson dan Jansen. 2006. Temperature Sensitivity of Soils Carbon Decomposition and Feedbacks to Climate Change. Nature Publishing Group, vol 440, 9 Maret 2006.

Furukawa Y., Inubushi K., Ali M., Itang A. M. danTsuruta H. 2005. Effect of Changing Groundwater Levels caused by Land-use Changes on Greenhouse Gas Fluxes from Tropical Peatland

Hanafiah Kemas A. 2004. Dasar-Dasar Ilmu tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hatano R. dan Toma Y. 2007. Effect of Crop Residu C:N Ratio on N2O Emissions from GrayLowland Soil in Mikasa Hokkaido Japan, Soils Science and Plant Nutrition (2007) 53, 198-205

Holden, J. 2005. Peatland Hydrology and Carbon Release:Why Small-scale Process Matters. University of Leeds, UK.

Hooijer A., Silvius M., Wosten H. dan Page. 2006. Assessment of CO2 Emission from Drained Peatlands in SE Asia. Delft Hydraulics. Irawan, A. 2009. Hubungan Iklim Mikro

dan Bahan Organik Tanah dengan Emisi CO2 dari Permukaan Tanah. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jauhiainen, J. , Limin, S. dan Vasander, H.

2005. Safeguard the Tropical Peat Carbon. CIMTROP

Gambar

Gambar 12. Profil fluks CO 2  plot Control pada September 2008 hingga Juli 2009  Tabel 1
Gambar 13. Penururan permukaan tanah tiap plot pada September 2008 hingga Ju Tabel 2. Rata-rata
Gambar 14. Profil suhu tanah kedalaman 10 cm plot Root Cut pada September 2008 hingga Juli  2009
Gambar 17. Profil kelembaban tanah (%) plot Control pada September 2008 hingga Juli 2009  Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sumberdaya peternakan di kabupaten Tasikmalaya untuk komoditas ternak ruminansia pada jenis ternak sapi potong dan kerbau populasinya menyebar di wilayah selatan sebagai

Kalman Filter bekerja dengan cara memisahkan noise dari data asli dan dari segi teori Kalman Filter lebih baik dalam menangani eror dari output sensor sehingga

telah memberitahukan dan menyerahkan kontra memori banding yang diajukan Pembanding dalam perkara Nomor ...yang diterima oleh Kepaniteraan Pengadilan Agama Sumenep pada

Jika ada pasangan yang kawin sesuku berada di daerah perantauan, tetap peraturan adat di tegakkan, karena selagi dia masih berdarah Minang maka adat larangan kawin

Gejala dari penyakit mulut dapat berupa rasa sakit, infeksi dan terganggunya fungsi mengunyah yang dapat menurunkan kualitas hidup pada lansia (Carranza, 2009). Tindakan awal yang

Menurut Goldstone (2009, p14), Unity3D membuat produksi game menjadi lebih mudah dengan memberikan beberapa logika untuk membangun skenario game yang sudah

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersama- kan dengan itu. 2) Memberikan kredit

Implementasi awal EduApp yaitu pada fase Discovery (penamaan fase berdasarkan teori Octalysis Framework level 2 [8]), di mana siswa baru memasuki sistem aplikasi dan