• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Geospasial Untuk Menentukan Indeks Ancaman Puting Beliung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Geospasial Untuk Menentukan Indeks Ancaman Puting Beliung"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 ANALISIS GEOSPASIAL UNTUK MENENTUKAN INDEKS ANCAMAN

PUTING BELIUNG

Faizal Rizal*, Dr. Paharuddin, M.Si, Prof. Dr. H. Halmar Halide, S.Si, M.Si *Alamat korespondensie-mail : marveyfaizalrizal@gmail.com

Jurusan Fisika Program Studi Geofisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRAK

Puting beliung adalah suatu fenomena meteorologis berskala lokal dan terjadi dalam waktu singkat. Meskipun fenomena ini berlangsung secara singkat, namun dampaknya dapat menimbulkan kerusakan dan kerugian yang cukup besar hingga jatuh korban jiwa. Penelitian ini dilakukan guna memodelkan kondisi-kondisi meteorologis yang dapat menyebabkan kejadian puting beliung. Dalam pemodelan yang dimaksud dibuatkan 2 model dari analisis diskriminan yang dimasukkan 3 parameter iklim yang dibandingkan. Data ini berasal dari pengamatan 12 jam sebelum terjadi puting beliung. Dari 2 pemodelan yang dibuat mendapatkan tingkat persentase keakuratan yang berbeda, dimana Model H-12 70,6 %, Model dan H-Slope 81 %. Model yang baik harus memiliki tingkat persentase keakuratan yang tinggi dimana dalam penelitian ini Model H-Slope yang telah dibuat mampu memiliki tingkat akurasi hingga 81 %.

Kata kunci : Puting beliung, Unsur Iklim, Analsis Diskriminan. PENDAHULUAN

Angin puting beliung adalah angin yang berputar dengan kecepatan lebih dari 63 km/jam yang bergerak secara garis lurus dengan lama kejadian maksimu 5 menit. Angin putig beliung merupakan salah satu ancaman bagi beberapa negara di dunia termasuk Indonesia dimana terdapat musim pancaroba dan peralihan yang memiliki banyak

pengaruh besar tehadap keadaan atmosfer di Indonesia yang dapat beresiko menimbukan bencana alam. Indonesia salah satu dari 160 negara yang telah meratifikasi HFA (Hyogo Framework for Action) dan menuangkan dalam bentuk UU nomer 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana (Peraturan Kepala BNPB no. 3 tahun 2012). UU

(2)

2 tersebut diatas ditindak lanjuti

dengan penyusunan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014 yang mencakup 4 (empat) hal yakni; ancaman, kerentanan, dan kapasitas serta resiko bencana. Selanjutnya, BNPB mengeluarkan PERKA (Peraturan Kepala) BNPB nomor 2 tahun 2012 yang lebih spesifik tentang strategi gempa bumi, cuaca ekstrim (Puting beliung) hingga konflik social.

Salah satu wilayah di Indonesia yang sering mengalami bencana angin puting beliung adalah di kepulauan Sulawesi. Dimana sulawesi terbagi atas beberapa wilayah yakni sulawesi selatan, barat, utara, tengah dan tenggara yang masin-masing mengalami tingkat ancaman puting beliung yang berbeda.

Indeks ancaman bencana berikut klasifikasinya (rendah, sedang,dan tinggi) untuk masing-masing bencana telah dihitung berdasarkan indicator spesifiknya. Indeks ancaman puting beliung ditentukan melalui kombinasi 3 buah indicator beserta pembobotannya mengunakan tekhnik AHP. Ketiga indikaor tersebut adalah; kemiringan, keterbukan, dan curah hujan tahunan suatu lahan. Indeks ancaman tersebut selanjutnya akan dipadukan dengan peta kerentananan peta kapasitas menghasilkan suatu peta resiko bencana PB. Karena perannya yang strategis dalam penaggulangan bencana, peta ancaman PB tersebut haruslah akurat dan handal (Paharuddin dkk. 2014).

Dalam penelitian ini menggunakan 3 parameter data yang merupakan data 12 jam sebelum kejadian dengan

menggunakan metode diskriminan dimana dari gabungan ketiga data tersebut akan menghasilkan 1 output. Data yang dimaksud tersebut yakni Suhu (X1), Titik Embun (X2), Dan Kelembaban (X3) yang merupakan data independen, kemudian outputnya merupakan “0” dan “1”, dimana jika tidak ada kejadian puting beliung maka angka “0”, sedang apabila terjadi maka angka “1”. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi penelitian ini adalah kepulauan Sulawesi.

Peta Lokasi Penelitian

Langkah awal penelitian adalah pengumpulan data yang mencakup beberapa data yakni :

Data Kejadian

Data kejadian Puting Beliung di wilayah kepulauan Sulawesi diperoleh dari situs Online Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Data Iklim

Data iklim diperoleh dari situs data online Nasional Oceanic and

(3)

3 Atmospheric Administration’s

(NOAA), yaitu data suhu, titik embun, dan kelembaban.

Analisis Data Dengan SPSS

Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS dengan menggunakan metode Analisis Diskriminan.

Pembuatan Model

Untuk pembuatan model diperlukan data suhu, titik embun, dan kelembaban yang kemudian akan dipetakan dan akan dilakukan proses overlay guna untuk pembuatan model.

Model H-12

Setelah melakukan proses analisis akan dibuatkan model H-12 dari data 12 jam sebelum kejadian yang kemudian akan dipetakan.

Model H-Slope

Setelah melakukan proses analisis akan dibuatkan model H-Slope dari data 12 jam sebelum kejadian dan dihitung nilai slopenya yang kemudian akan dipetakan

Membandingkan Model H-12 dan H-Slope

Setalah melakukan proses analisis diskriminan pada kedua model maka akan menghasilkan output. Output tersebut yang akan digunakan dalam membandingkan antara model H-12 dan H-Slope.

Verifikasi Menggunakan Matrix Confusion

Dari 2 model dan observasi kejadian Puting Beliung juga dilakukan proses verifikasi. Dalam proses verifikasi ini dibutuhkan table contingency atau matrix confusion, dapat dilihat pada table II.5.

Pembuatan Layout

Setelah diperoleh model Predik Puting Beliung dari ketiga model H-12 dan Model H-Slope. dengan menggunakan program Arcgis 10.1 akan dibuatkan layoutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Diskriminan

Pada penelitian ini menggunakan 3 parameter data yang merupakan data 12 jam sebelum kejadian. Dalam penelitian ini digunakan metode diskriminan dimana dari gabungan ketiga data tersebut akan menghasilkan 1 output. Data yang dimaksud tersebut yakni Suhu (X1), Titik Embun (X2), Dan Kelembaban (X3) yang merupakan data independen, kemudian outputnya merupakan “0” dan “1”, dimana jika tidak ada kejadian puting beliung maka angka “0”, sedang apabila terjadi maka angka “1”.

Setelah melakukan analisis diskriminan, selanjutnya akan diperoleh koefisien bobot dan nilai konstan. Kemudian dari kofisien dan nilai konstan yang diperoleh tersebut akan dimasukan dalam fungsi diskriminan dapat dilihat tabel berikut;

Tabel Masukan Koefisien dalam Fungsi Diskriminan.

(4)

4 Model Fungsi Diskriminan 0 1 H-12 D = 0.497*T+0.09 4*DP+0.021* RH-17.478 0.69 -0.69 H-Slope D = 3.907*T+1.89 4*DP+(- 0.138*RH)-0.696 0.71 1 -0.711

Dari 58 data kejadian puting beliung di wilayah Sulawesi yang telah dianalisis menggunakan metode diskriminan dengan mengunakan 3 parameter iklim yaitu suhu, titik embun, dan kelembaban dapat dilihat perbedaan keadaan atau kondisi suhu pada 12 jam sebelum kejadian, dapat dilihat pada gambar 4.1

Gambar 4.1. Peta Kondisi Suhu Kejadian Puting Beliung pada H dan H-12

dimana menunjukkan kondisi suhu pada 12 jam sebelum kejadian lebih tinggi dibandingkan pada saat kejadian, Sebagai contoh pada kejadian “1” suhu pada rata-rata 12 jam sebelum kejadian mencapai

29,01 C⁰ sedang pada saat kejadian suhu mencapai 23,26 C⁰

sedangkan kondisi rata-rata pada titik embun pada 12 jam sebelum kejadian lebih rendah dibandingkan pada saat kejadian

dan kondisi rata-rata kelembaban 12 jam sebelum kejadian lebih rendah yaitu 62,32% sedangkan pada saat kejadian mencapai 87,79%. 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 1 5 9 131721252933374145495357 T ( ⁰C)

Kondisi Suhu H-12 dan H

H-12 H Kejadian 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 22.00 24.00 26.00 28.00 1 5 9 131721252933374145495357 D W (⁰C)

Kondisi Titik Embun H-12 dan H

H-12 H

(5)

5 Perbandingan Model

Dari proses analisis menggunakan metode Diskriminan menggunakan SPSS diperoleh koefisien dari model H-12, dan H-Slope. setelah memasukkan koefisien yang diperoleh dari analisis diskriminan dari 58 data kejadian dari masing-masing model dapat dilihat yang memiliki nilai keakuratan yang lebih tinggi dari kedua model tersebut, dimana tingkat keakuratan Model H-12 yaitu 70, 6 %, dan H-Slope 81 %. Hasilnya dapat dilihat pada lampiran 3 hasil keluaran SPSS. Sebagai contoh dapat dilihat pada tabel 4.2,

Gambar 4.2. Kondisi Titik Embun Kejadian Puting Beliung pada H dan H-12

pada Model H-12 pada event “6” pada kolom “Predik” pada kolom H-12 yang pada obesrvasi “0” tapi pada saat diprediksi menghasilkan “1”, yang mana pada kolom prediksi ini merupakan hasil dari fungsi diskriminan yang telah dimasukkan koifisien yang didapatkan dan kemudian dilakukan fungsi group dimana jika menghasilkan “1” maka terjadi dan “0” tidak terjadi, Kemudian kita lihat Model H-12 slope dalam contoh kejadian yang sama atau event “6” dapat dilihat pada kolom “Predik” H-Slope pada event “6” pada saat observasi “0” dan pada saat dilakukan prediksi menghasilkan “0”. Maka dengan contoh pada Event “6” tersebut dapat dilihat dari kedua model yang telah dibuat bahwa Pediksi Model H-Slope lebih akurat dari Model H-12.

Pembuatan Layout

Setelah melakukan analisis dengan menggunakan metode Analisis Diskriminan dari kedua model yang telah dibuat yaitu; Model H-12, dan H-Slope kemudian untuk dapat menyajikan secara lebih jelas perbedaan dan keadaan atau kondisi model yang telah dibuat yaitu Model H-12, dan Model H- Slope dibuatkan Peta seperti pada Gambar 4.7.

Dari gambar 4.7 dapat dilihat pada Model H-12 saat dilakukan analisis menggunakan metode analisis diskriminan dan melakukan prediksi pada 58 titik kejadian ada 8 titik yang berwarna merah atau prediksi tidak tepat, dan pada Model H-Slope dapat dilihat setelah dilakukan analisis dengan menggunakan anaisis diskriminan dari 58 data kejadian 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 110.00 1 5 9131721252933374145495357 R H ( % )

Kondisi Kelembaban H-12 dan H

H-12 H

(6)

6 dan melakukan prediksi semua titik

berwarna hijau atau terprediksi dengan tepat. Dari gambar 4.7 dapat dilihat dengan jelas penyajian dan perbandingan peta dari kedua model yang telah dibuat yaitu Model H-12, dan Model H-Slope dengan 58 titik kejadian tiap masing-masing model. Dari gambar 4.7 terlihat bahwa dari 58 data titik kejadian pada masing-masing model yang pada saat observasi titik berwarna hijau tetapi setelah melakukan analisis menggunakan metode diskriminan dan dipetakan dapat kita lihat akurasi model prediksi yang telah dibuat. Gambar 4.7. Peta Akurasi Ancaman Bencana

Puting Beliung di Sulawesi Periode Tahun 2011-2015

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dengan menggunakan metode Diskriminan pada 58 kasus bencana alam angin puting beliung di wilayah sulawesi periode tahun 2011-2015 dalam penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulkan bahwa ; 1. Dari kedua model yang telah

dibuat yaitu model H-12 dan model H-Slope, maka dapat disimpulan bahwa model yang memiliki tingkat persentase ketepatan yang lebih tinggi adalah Model H-Slope yaitu dengan tingkat ketepatan 81 % dan Model H-12 yaitu 70,6 %.

2. Dari proses analisis menggunakan metode diskrimanan dari data 12 jam sebelum kejadian dan melakukan prediksi maka dapat dibuatkan layout dari Model 12, Model 12r, dan Model H-Slope.

DAFTAR PUSTAKA Amdgroup, 2010 Tornado.

https://amdgroup.wordpress.co m. Diakses pada tanggal 18 November 2015.

Aronoff, 1989. Sistem Informasi Geografis.

https://id.wikipedia.org/wiki/Sist em_informasi_geografis. Diakses pada tanggal 7 pril 2016.

Awaliah, 2011. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kelembaban,.

http://awalyah.blogspot.com. Diakses 5 Maret 2016.

(7)

7

Berry Richard, 1988. Sistem Informasi Geografis.

https://id.wikipedia.org/wiki/Sist em_informasi_geografis. Diakses pada ytanggal 7 pril 2016. BMKG, 2014. Karakteristik Angin Putting Beliung. http://bmkg.go.id/BMKG_Pusat/ Publikasi/Artikel/MITIGASI_BE NCANA_ALAM_MUSIM_PERA LIHAN-PANCAROBA.bmkg. Diakses 5 maret 2016.

BNPB. 2014. Mitigasi bencana alam musim peralihan (pancaroba).

http://www.bmkg.go.id. Diakses pada tanggal 24 Desember 2015.

BNPB, 2014. Perbandingan Jumlah Kejadian Bencana Perjenis Bnecana Periode Th. 1815-2014 di Wilayah Indonesia. http://bmkg.go.id/BMKG_Pusat/ Publikasi/Artikel/MITIGASI_BE NCANA_ALAM_MUSIM_PERA LIHAN-PANCAROBA.bmkg. Diakses 5 maret 2016. BNPB, 2014. Perbandingan Jumlah Kejadian Bencana Per Jenis Bencana Th.1815-2014. http://dibi.bnpb.go.id/DesInvent ar/dashboard.jsp?countrycode= id&continue=y&lang=ID (diakses 5 Maret 2016).

Burrough, 1986. Sistem Informasi Geografis.

https://id.wikipedia.org/wiki/Sist em_informasi_geografis. Diakses pada ytanggal 7 pril 2016.

Chrisman Nicholas. 1977. Sistem Informasi Geografis.

https://id.wikipedia.org/wiki/Sist em_informasi_geografis.

Diakses pada tanggal 7 pril 2016.

Fahmi rosdiana, 2013. Puting beliung rencana regional dengan sebaran nasional,

http://a.academia-assets.com. Diakses pada tanggal 18 januari 2016.

Gistut, 1994. Sistem Informasi Geografis.

https://id.wikipedia.org/wiki/Sist em_informasi_geografis. Diakses pada ytanggal 7 pril 2016.

Gitoyo, Y., 2013. Segala Hal Tentang angin puting beliung,

http://pustakadigitalindonesia.bl ogspot.com. Diakses pada tanggal 18 januari 2015.

Halide, H., 2013. Penanggulangan bencana cuaca ekstrim di Indonesia. Seminar nasional riset kebencanaan. Mataram.

Handoko, 1994. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelembaban udara.

http://ans29.blogspot.co.id/2014

/04/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html. Diakses pada tanggal 5 maret 2016.

Kurniawan Nova, 2011. Temperature Dew Point Saturation

https://www.wordpress.com. Diakses pada tanggal 25 Mei 2016.

Marbel et al, 1983. Sistem Informasi Geografis.

https://id.wikipedia.org/wiki/Sist em_informasi_geografis. Diakses pada ytanggal 7 pril 2016.

Martin, 1996. Sistem Informasi Geografis.

(8)

http://aji-8 pangestu.blogspot.co.id/2013/04

/sistem-informasi-geografis.html. Diakses pada tanggal 7 april 2016.

Murlina, E., 2013. Prediksi puting beliung di kabupaten maros.

Skripsi geofisika, unhas, makassar.

Nivi Okstrifiani, 2013. Prediksi puting beliung di kabupaten toraja

utara, skripsi geofiika unhas,

makassar.

Paharuddin dkk, 2014. Verifikasi Peta ancaman Putting Beliung. https://www.researchgate.net/pu blication/278682882_Verifikasi _Peta_Indeks_Bencana_Puting_ Beliung. Di akses pada 5 maret 2016

Petrasawancana, 2011. Konsep pemetaan resiko bencana. http://pentrasawacana.wordpres s.com. Diakses pada tanggal 17 januari 2016.

Rais, 2005. Sistem informasi Geografis.

http://anitagis.blogspot.co.id/20 12/10/informasi-geografis-sistem-informasi.html. Diakses pada tanggal 7 April 2016.

UNISDR, 2013. Implementation of the Hyogo Framework for Action - Summary of reports 2007-2013.

https://www.unisdr.org/we/infor m. Diakses pada tanggal 17 januari 2016.

Waluya, 2009. Suhu Udara.

https://ghozaliq.com/2015/07/09 /suhu-udara-temperatur/. Diakses pada 6 maret 2016.

Wikipedia, 2014. Sulawesi.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/S ulawesi.Diakses 5 Maret 2016.

Wilks, D. S., 2011 : Statistical Methods In The Atmospheric Sciences, Academic Press USA, pp 676.

WMO, 1980. Skala Metereologi Analisa Cuaca. http://bmkg.go.id/bmkg_pusat/la in_lain/artikel/MENGENALI_C UACA_DENGAN_TANDA_TAN DA__ALAM_.bmkg. Diakses Pada 5 maret 2016.

Zakir, 2008. Skala Metereologi Analisas Cuaca. http://bmkg.go.id/bmkg_pusat/la in_lain/artikel/MENGENALI_C UACA_DENGAN_TANDA_TAN DA__ALAM_.bmkg. Diakses pada 5 Maret 2016

Gambar

Gambar 4.1. Peta Kondisi Suhu Kejadian Puting  Beliung pada H dan H-12
Gambar 4.2. Kondisi Titik Embun Kejadian  Puting Beliung pada H dan H-12

Referensi

Dokumen terkait

gridlines. Kemudian, dari gambar tersebut.. dilakukan pengolahan data nilai piksel dengan mengubahnya menjadi biner, dan melakukan perhitungan nilai dengan metode

Jika dilihat dari aspek sejarah dakwah Rasulullah s.a.w suatu ketika dahulu, golongan mualaf atau saudara baru yang memeluk Islam telah mendapat sokongan dan jaminan daripada

Setelah dilakukan serangkaian anailisis statistika pada data pesepsi ten- tang tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan konsumen terhadap produk obat sakit kepala ayng beredar

Dismutase (SOD), TNF-alfa, dan IL-1 beta pada Sputum dan Serum Iin Noor Chozin, dr, SpP DPP 18 Hubungan Antara Kadar Vitamin D Dengan Ekspresi Cytokin Sel Th 17 Pada.. Pasien

Untuk menghitung kadar dalam cuplikan digunakan metode komparatif, untuk itu diperlukan cuplikan standar yang mengandung unsur yang akan ditentukan, yang jumlah dan komposisi

Kesimpulannya adalah perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku membeli dan menggunakan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memiliki kencenderungan

Jackson (2004) pada salah satu penampang seismik di Cekungan Selat Makassar menunjukkan nilai kecepatan yang naik, kemudian turun pada kedalaman ~300 m dari dasar laut

Mengklem selang kateter sesuai dengan program selama 1 jam yang memungkinkan kandung kemih terisi urine dan otot destrusor berkontraksi, supaya meningkatkan volume