• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Pengetahuan Petani Melalui Pelatihan Teknologi Budidaya Kedelai sebagai Tanaman Sela Diantara Tanaman Karet Belum Menghasilkan Di Sumatera Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peningkatan Pengetahuan Petani Melalui Pelatihan Teknologi Budidaya Kedelai sebagai Tanaman Sela Diantara Tanaman Karet Belum Menghasilkan Di Sumatera Selatan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Peningkatan Pengetahuan Petani Melalui Pelatihan

Teknologi Budidaya Kedelai sebagai Tanaman Sela

Diantara Tanaman Karet Belum Menghasilkan

Di Sumatera Selatan

Tumarlan Thamrin

1a)

, Mahdalena

1b)

dan Dedeh Hadiyanti

1C)

1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan

Corresponding author

:

a)tumarlan thamrin @yahoo.co.id

ABSTRAK

Pemanfaatan lahan perkebunan karet melalui penanaman kedelai sebagai tanaman sela merupakan salah satu upaya mendukung pencapaian swasembada kedelai tahun 2020. Di Sumatera Selatan, potensi lahan ini mencapai 1,433 juta ha. Namun potensi ini belum optimal dimanfaatkan, terutama lahan yang diremajakan atau lahan-lahan dengan pertanaman karet belum menghasilkan/TBM (umur < 4 tahun). Optimalisasi pemanfaatan lahan-lahan sebagai sumber produksi kedelai perlu dilaksanakan, terutama untuk mengatasi kendala rendahnya pendapatan petani akibat harga karet yang terus menurun. Pengetahuan petani berkaitan dengan teknologi budidaya kedelai diantara lahan karet masih terbatas sehingga perlu dilakukan pelatihan melalui kegiatan kajian paket teknologi budidaya kedelai sebagai tanaman sela diantara tanaman karet belum menghasilkan di Sumatera Selatan. Paralel dengan ini dilaksanakan kajian peningkatan pengetahuan petani setelah pelaksanaan pelatihan. Kajian dilaksanakan di BPP Talang Ubi Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten PALI. Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan kuesioner terhadap 34 orang peserta pelatihan (responden) sebelum pelatihan (pretest) dan sesudah pelatihan (posttest). Data diuji dengan uji t berpasangan untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata aspek pengetahuan sebelum dan sesudah pelatihan. Hasil uji menunjukkan bahwa pvalue <0,05. Hasil ini mengidentifikasikan bahwa pengetahuan petani tentang budidaya kedelai diantara tanaman karet meningkat setelah mengikuti pelatihan.

Kata Kunci: kedelai, tanaman sela karet, peningkatan, pengetahuan

Abstract

Supporting soybean self-sufficiency in 2020 programme, government has considered to utilize immature rubber plantation area for soybean intercropping cultivation. South Sumatera potency reaches 1.433 million ha that has not been optimally utilized, especially replanting rubber smallholdings areas and immature rubber plant (rubber age less than 4 years). Land optimation for soybean production needs to be carried out especially to overcome the low income of rubber smallholders due to the decline of rubber prices. However farmers’ knowledge for intercropping cultivation technology of soybean and immature rubber plant is limited, hence it is important to conduct training. Parallel with this is carried out a study on the impact of farmer’s training to farmers’s knowledge. The study was carried out at BB Talang Ubi, District of PALI. Data was collected by means of questionnaire for 34 trainees (respondents) before training (pretest) and after trianing (posttest). Data was analyzed by paired t-test to determine the difference the average value of knowledge aspects before and after training. The test results show that p value <0.05. These results identify that farmers' knowledge on intercropping cultivation technology of soybean and immature rubber plant increased after attending training.

(2)

PENDAHULUAN

Indonesia mencanangkan pencapaian swasembada kedelai tahun 2020 dengan sasaran produksi 2,961 juta ton [3],[6]. Untuk mencapai sasaran tersebut diperlukan areal tanam sekitar 1,433 juta ha sehingga upaya perluasan areal tanam perlu dilakukan[6]. Tambahan luas tanam yang diperlukan sampai swasembada tercapai (2017-2020) adalah 645.527 ha. Perluasan areal tanam kedelai akan dilaksanakankan pada lahan-lahan yang pemanfaatannya belum optimal diluar pulau Jawa, antara lain di Propinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Saat ini, faktor-faktor pendukung pencapaian swasembada telah tersedia, antara lain sumberdaya lahan (lahan diantara tanaman perkebunan karet) dan paket teknologi budidaya kedelai tahan naungan.

Ketersediaan lahan diantara tanaman perkebunan di Sumatera Selatan tahun 2015 mencapai 1.340.324 ha [7]. Dari luasan tersebut, seluas 1.600 ha karet rakyat diremajakan pada tahun 2017. Peremajaan dilaksanakan di Kabupaten Ogan Komering Ilir 200 ha, Banyuasin 100 ha, Ogan Ilir 150 ha, Musi Rawas Utara 100 ha, Musi Banyuasin 150 ha, OKU 100 ha, Muara Enim 200 ha dan Penukal Abab Lematang Ilir (Pali) 200 ha. Selama pertanaman karet belum menghasilkan atau berumur <4 tahun (Susanto dan Sundari, 2011), lahan yang diremajakan tersebut berpotensi sebagai sumber produksi kedelai dan sebagai sumber pendapatan tambahan bagi petani. Dengan demikian dampak penurunan harga karet terhadap berkurangnya pendapatan petani dapat diminimalisir dengan adanya tambahan pendapatan dari usahatani kedelai.

Upaya lainnya yang dapat dilaksanakan untuk mendukung peningkatan produksi dan pencapaian swasembada kedelai adalah melalui peningkatan produktivitas[1],[9]. Produktivitas kedelai akan maksimal apabila paket teknologinya diterapkan secara tepat. Salah satu paket teknologi andalan adalah penggunaan varietas tahan naungan [13], [14], [8], [12]. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) melalui Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi) telah menghasilkan paket teknologi budidaya kedelai di lahan perkebunan/budidaya kedelai tahan naungan. [14] melaporkan, produktivitas kedelai dapat mencapai 2,0-2,5 t/ha melalui penerapan paket teknologi budidaya secara tepat. Dengan produktivitas tersebut, apabila 50% (800 ha) dari luas lahan karet yang akan diremajakan ditanami kedelai, maka kontribusinya terhadap produksi kedelai di Sumsel mencapai 1.600-2.000 ton/tahun.

Peningkatan produktivitas kedelai sangat ditentukan oleh tingkat pengetahuan petani dalam mengimplementasikan paket teknologi. Di Propinsi Sumsel, implementasi teknologi budidaya kedelai oleh petani, terutama di lahan antara pertanaman karet masih terbatas. Oleh karena itu, alih teknologi (diseminasi) kepada petani dan peningkatan pengetahuan petani melalui pelatihan petani perlu dilaksanakan. Salah satu tujuan dari pada kegiatan pelatihan petani adalah untuk meningkatkan pengetahuan petani, sehingga dengan bertambahnya pengetahuan atau wawasan akan mendorong terjadinya perubahan perilaku dan sikap petani terhadap inovasi teknologi [11]

METODE PENELITIAN

Kegiatan pengkajian paket teknologi budidaya kedelai sebagai tanaman sela diantara tanaman karet belum menghasilkan di Sumatera Selatan dilaksanakan di Desa Simpang Tais, Kecamatan Talang Ubi, Kabupatn Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) pada bulan Januari-Desember 2018. Lokasi kegiatan di lahan perkebunan karet rakyat belum menghasilkan (umur 3 tahun) pada areal seluas 3 ha. Pelaksana kegiatan adalah Kelompok Tani (Poktan) Taruna Tani Bangkit (anggota Gapoktan Sari Tani). Salah satu dari sub kegiatan dalam pengkajian ini adalah Pelatihan Petani.

Kajian Peningkatan Pengetahuan Petani dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan Pelatihan Petani. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 20 Juli 2018. Teknik pengumpulan data adalah dengan menggunakan kuesioner terhadap 34 orang responden peserta pelatihan. Pengisian kuesioner pretest oleh responden dilakukan sebelum pelatihan dimulai dan pengisian kuesioner posttest dilakukan setelah pelatihan selesai dilaksanakan. Data selanjutnya dianalisis dengan uji t berpasangan untuk mengetahui perbedaan antara sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata aspek pengetahuan sebelum dan setelah dilakukan kegiatan pelatihan.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Wilayah

Desa Simpang Tais Kecamatan Talang Ubi Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) memiliki luas lahan 3.200 ha. Pemanfaatan lahan ini didominasi oleh sub sektor perkebunan (85,31%) yaitu kelapa sawit (1.800 ha) dan karet (930 ha). Desa Simpang Tais merupakan pemekaran Desa Talang Bulan pada tahun 2008. Desa ini berbatasan dengan Desa Talang Bulang di Sebelah Utara, dengan Desa Simpang Raja di sebelah Selatan, dengan Desa Pagar Jati di sebelah Barat dan dengan Desa Benuang di Timur. Musim hujan pada bulan Oktober-Maret dan musim kemarau pada bulan April-September dengan kisaran suhu 29oC-33oC, dan curah hujan 1.651 mm/bulan.

Toporgafi di wilayah ini umumnya bergelombang dan sebagian kecil dengan tanah yang datar. Rata-rata kemiringan 15-30% dengan ketinggian rata-rata 40 m diatas permukaan laut.

Jumlah penduduk di Desa Simpang Tais sebanyak 3.050 jiwa yang terdiri dari 1.064 jiwa laki-laki dan 1.986 jiwa perempuan atausex ratiosebesar 0,53 (tiap 100 wanita terdapat 53 laki-laki). Jumlah ini termasuk dalam 673 kepala keluarga. Dengan demikian dalam satu kepala keluarga memiliki anggota berkisar 4-5 orang.

Berdasarkan jumlah penduduk yang bekerja dengan jumlah 983 orang. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 536 orang, pedagang 350 orang, pertukangan 30 orang, karyawan BUMN/wasta 25 orang, jasa 25 orang dan sisanya dengan jenis pekerjaan lain seperti pegawai negeri sipil, ABRI, paramedis, dan pensiunan 17 orang.

Untuk mempermudah pembinaan terhadap para petani dan memperkuat keberadaan anggotanya, di Desa Simpang Tais sudah dibentuk Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sari Tani. Jumlah kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan ini adalah 5 kelompok. Meskipun beberapa kegiatan dapat diupahkan untuk pengerjaannya, namun pada umumnya masih terdapat aktivitas bersama yang dilakukan secara gotong royong dalam kelompok seperti: berburuh babi, tanam padi (istilah setempatpelarianartinya gotong royong tanam padi),ngekas (buat sekat api) dan panen padi.

Hasil dan Efektivitas Pelatihan

Peserta merespon positif pelaksanaan kegiatan pelatihani. Hal ini tercermin dari partisipasi yang cukup aktif dalam kegiatan diskusi yang dilakukan dan seluruh peserta mengikuti jalannya pelatihan dari awal hingga berakhirnya kegiatan.

Penilaian efektivitas pelatihan dilakukan terhadap pengetahuan dan sikap petani peserta pelatihan sebelum maupun sesudah mengikuti pelatihan. Indikatornya adalah perubahan sikap dan pengetahuan petani mengenai materi dan teknologi yang disampaikan. Efektivitas pelatihan diuji dengan menggunakan pendekatan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk menghasilkan model pelatihan keterampilan yang efektif sebagai upaya pemberdayaan sehingga kemampuan petani dapat berkembang [10] (Fraenkel dan Wallen, 1993).

Pengujian keefektifan model dilakukan terhadap model konseptual yang dikembangkan sehingga dapat menghasilkan model empirik. Pemilihan design ini dilakukan dengan membandingkan hasilpretestdanposttestdari petani peserta pelatihan sebagai responden. Teknik pengumpulan data adalah dengan menggunakan kuesioner tertutup terhadap 34 orang responden peserta pelatihan. Pengisian kuesioner pretest oleh responden dilakukan sebelum pelatihan dimulai dan pengisian kuesionerposttestdilakukan setelah pelatihan selesai dilaksanakan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui proporsi jenis kelamin peserta pelatihan terdiri dari 28 orang laki-laki (82%) dan 6 orang perempuan (18%). Dari segi usia, seluruh peserta pelatihan berada pada rentang usia produktif antara 22-63 tahun, dimana rentang usia paling banyak berada pada usia 30-39 tahun (24%) dan usia 40-49 tahun (35%). Dari segi pendidikan, peserta pelatihan telah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas (47%) dan sekolah menengah pertama (21%). [16] mengemukakkan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kualifikasi petani, Menurut [2], tingkat pendidikan sangat berpengarugh terhadap teknologi yang diberikan. Tingkat pendidikan mempengaruhi cara berpikir terhadap respon-respon inovatif dan perubahan-perubahan yang dianjurkan. Dalam menerima inovasi baru, responden tergolong dalam kelompok yang mudah menerima inovasi baru. Mayoritas peserta pelatihan belum memiliki pengalaman dalam budidaya kedelai baik secara monokultur maupun terintegrasi dengan tanaman karet belum menghasilkan. Hal ini disebabkan karena mayoritas peserta merupakan petani yang berpengalaman dalam perkebunan karet rakyat. Karakteristik responden disajikan pada Tabel 1.

(4)

Tabel 1. Karakteristik peserta pelatihan

Usia Jlh. % Jenis Kelamin Jlh. % Pendidikan Jlh. %

22 – 29 6 18 Perempuan 28 82 SD 2 6 30 – 39 8 24 Laki-laki 6 18 SMP 7 21 40 – 49 12 35 SMA 16 47 50 – 59 5 15 D1 2 6 60 – 64 3 9 D3 2 6 S1 5 5 Jumlah 34 100 34 100 34 100

Sumber: data primer

Data selanjutnya dianalisis dengan uji t berpasangan untuk mengetahui perbedaan antara sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata aspek pengetahuan sebelum dan setelah dilakukan kegiatan pelatihan. Hasil pengisian kuesioner pretest dan posttest disajikan pada Tabel 3,sedangkan hasil analisis uji t disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasilpretestdanposttestpeserta pelatihan

No Pretest Posttest 1 0,73 0,93 2 0,6 0,93 3 0,2 0,36 4 0,6 0,73 5 0,6 0,93 6 0,6 0,93 7 0,6 0,87 8 0,67 0,93 9 0,73 1,53 10 0,67 0,67 11 0,53 1 12 0,6 0,67 13 0,67 0,73 14 0,87 0,79 15 0,8 1 16 0,87 1 17 0,4 0,47 18 0,67 0,8 19 0,13 0,33 20 0,47 0,87 21 0,33 0,47 22 0,67 0,6 23 0,6 0,87 24 0,8 1 25 0,67 0,73

(5)

No Pretest Posttest 26 0,67 0,93 27 0,8 0,73 28 0,67 0,87 29 0,4 0,53 30 0,6 0,67 31 0,87 0,93 32 0,67 0,93 33 0,47 0,53 34 0,8 0,87 Jumlah 21,03 27,13 Rata-rata 0,62 0,80

Sumber: data primer

Tabel 3. Hasil analisis uji t berpasangan

0,73 0,93 Mean 0,615151515 0,793939 Variance 0,031394508 0,053843 Observations 33 33 Pearson Correlation 0,6701061 Hypothesized Mean Difference 0 Df 32 t Stat -5,916329418 P(T<=t) one-tail 6,91536E-07 t Critical one-tail 1,693888703 P(T<=t) two-tail 1,38307E-06 t Critical two-tail 2,036933334 Sumber: data primer diolah

Pada Tabel 2 dan tabel 3 terlihat nilai rata-rata pretest peserta pelatihan adalah 0,62 dan nilai rata-rata posttestpeserta pelatihan adalah 0,80. Pada Tabel 3 terlihat bahwap value<0,05 yang mengindikasikan perubahan nilai rata-rata antara pretest dan posttest 34 peserta pelatihan adalah signifikan atau ada perbedaan pengetahuan peserta pelatihan sebelum dan setelah mengikuti pelatihan. Hal ini disebabkan karena peserta pelatihan yang terdiri dari petani dan petugas lapang memang belum banyak pengalaman dalam teknologi budidaya kedelai, terutama budidaya kedelai yang terintegrasi dengan perkebunan karet belum menghasilkan.

Nilai rata-rata posttest yang lebih tinggi dibandingkan dengan pretest belum menunjukkan peningkatan keterampilan petani terhadap teknologi budidaya kedelai yang terintegrasi dengan perkebunan karet yang belum menghasilkan, karena petani baru mengenal teknologi tersebut dan belum memahami penerapannya di lapangan. Untuk menyempurnakan pemahaman peserta pelatihan, dilakukan pembuatan demplot teknologi budidaya kedelai diantara tanaman karet belum menghasilkan. Pada demplot seluas 3 Ha ini dikenalkan beberapa teknologi diantaranya varietas unggul baru kedelai yang toleran terhadap naungan tanaman karet, teknologi pemupukan berdasarkan rekomendasi PUTK, pengendalian OPT berdasarkan PHT, serta teknologi penanaman kedelai

(6)

KESIMPULAN

Pelatihan teknologi budidaya kedelai sebagai tanaman sela diantara tanaman karet belum menghasilkan sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan petani. Peningkatan pengetahuan petani mencakup: teknologi cara penyiapan lahan, cara tanam, pengenalan vareitas berlabel, dosis dan cara pemupukan, pengendalian gulma, dan cara pengendalian OPT.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Dr. Ir. Yustisia, MSi dan Kepala BPTP Sumatera Selatan yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan makalah ini dan dukungan dana kepada kegiatan ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdurachman, A., A. Mulyani, dan Irawan. 2013. Sumber Daya Lahan untuk Kedelai di Indonesia. Hal. 168-184. DalamSumarnoet al. (Penyunting). Kedelai Teknik Produksi dan Pengembangan. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.

2. Bandolan Y, Abd. Aziz, dan Sumang. 2008. Tingkat Adopsi petani Terhadap Teknologi Budidaya Rambutan di Desa Romangloe Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa. Jurnal Agrisistem, Desember 2008, Vol. 4 No.2.

3. Balitbangtan. 2016. Rencana Strategis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20152019 (Edisi Revisi). Jakarta. 160 hal.

4. Balitbangtan. 2016. Grand Design Lumbung Pangan Dunia (Roadmap Pengembangan Komoditas Kedelai 2016-2045). Raker Badan Litbang Pertanian. Bogor, 27-29 November 2016.

5. Balitkabi. 2015. Teknologi Budidaya Kedelai Pada Berbagai Agroekologi. Balitkabi.

6. Dirjen Tanaman Pangan. 2016. Percepatan Peningkatan Produksi Kedelai Tahun 2015-2045. Raker Badan Litbang Pertanian. Bogor, 27-29 November 2016.

7. Disbun Sumsel. 2017. Program dan Kegiatan Pembangunan Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2017. Dinas Perkebunan Sumsel.

8. Kuswantoro, H., L. Maghfiro, Respatijarti, G.W.A. Susanto, dan R. Artari. 2016. Respons beberapa genotipe kedelai terhadap naungan. Hal. 58-65.DalamA.A. Rahmiannaet al(penyunting). Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang, 19 Mei 2015. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.

9. Rachman, A., I.G.M. Subiksa, dan Wahyunto. 2013. Perluasan areal tanaman kedelai ke lahan suboptimal. Hal. 185-2014. Dalam Sumarno et al. (Penyunting). Kedelai Teknik Produksi dan Pengembangan. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.

10. Sudirman. 2007. Model Pelathan Keterampilan Usaha Terpadu bagi Petani sebagai Upaya Alih Komoditas Studi pada Petani Penggarap Lahan Perhutani di Desa Suntenjaya Kabupaten Bandung. Disertasi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

11. Suharyanto, Rubiyo, Rinaldi J. 2006. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Petani Terhadap Hama pengerek Buah kakao (Pbk) Conocomorpa cramerella Snellen di Kabupaten Tabanan Bali. Dalam. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Petani dalam Menggunakan Pestisida Nabati pada Tanaman Cabai di Kota Maros. Prosiding Temu Teknis Jabatan Fungsional Non Peneliti. Jakarta. 6-7 September 2017

12. Sundari, T dan S. Wahyuningsih. 2016. Keragaan agronomis galur F6 kedelai toleran naungan. Hal. 86-95. DalamA.A. Rahmianna (penyunting). Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang, 19 Mei 2015. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.

13. Susanto, G.W.A dan T. Sundari. 2011. Penampilan varietas unggul kedelai di lingkungan naungan buatan. Hal. 57-63.DalamM.M. Adieet al(penyunting). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang, 29 Juni 2010. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.

14. Wahyu, G dan T. Sundari. 2009. Teknologi Budidaya Kedelai di Lahan Hutan Jati. Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Malang.

(7)

15. Wahyu, G.A.S dan T. Sundari. 2015. Sifat fenotipik galur kedelai pada kondisi naungan. Hal. 89-99DalamA. Kasno et al (penyunting). Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang, 5 Juni 2014. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.

Gambar

Tabel 2. Hasil pretest dan posttest peserta pelatihan
Tabel 3. Hasil analisis uji t berpasangan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan teori Belajar Sosial ( Social Learning Theory ) yang menjelaskan dalam proses belajar sosial, individu selalu mengumpulkan informasi dan

Tahun 1991 masyarakat Rawang Jaya hidup sebagai Petani Jagung, Ubi Kayu, Cabe, dan juga menanam padi, membuat masyarakat mengalami kerugiaan bahkan ada yang gagal panen,

persoalan rumit yang harus dihadapi dalam hidup kesehariannya, guru tetaplah sosok penting dan cukup menentukan dalam proses pembelajaran. Keberadaan guru bagi

Penelitian yang dilakukan oleh Mustika (2017) hasil penelitiannya menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti fisik, keandalan, daya tanggap,

Tujuan studi ini adalah mengevaluasi aspek fungsi tanaman dan efektifitasnya sebagai pereduksi polusi udara, peredam kebisingan, dan sebagai pembatas fisik (barrier), serta

Ilmu merupakan suatu alat atau media untuk mengetahui segala sesuatu. Tanpa mengetahui apa itu ilmu, maka seseorang tidak akan mengetahui dari mana ilmu berasal, bagaimana

Asosiasi insulin dengan antibodi anti- insulin menyebabkan hiperglikemia dan disosiasi kompleks insulin-insulin antibodi yang menyebabkan hipoglikemia pada SAI pasca pemberian 75