• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Bibit Satu Mata Tunas Yang Berasal Dari Nomor Mata Tunas Berbeda Pada Tanaman Tebu ( Saccaharum Officinarum L. ) Varietas Bululawang Dan Ps862

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pertumbuhan Bibit Satu Mata Tunas Yang Berasal Dari Nomor Mata Tunas Berbeda Pada Tanaman Tebu ( Saccaharum Officinarum L. ) Varietas Bululawang Dan Ps862"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN: 2527-8452

PERTUMBUHAN BIBIT SATU MATA TUNAS YANG BERASAL DARI NOMOR

MATA TUNAS BERBEDA PADA TANAMAN TEBU

(

Saccaharum officinarum

L. ) VARIETAS BULULAWANG DAN PS862

THE GROWTH OF SINGLE BUD PLANTING USING DIFFERENT NUMBER OF

BUD ON THE BULULAWANG AND PS862

(

Saccharum offcinarum

L. ) VARIETIES

Devina Cinantya Anindita*), Sri Winarsih2), Husni Thamrin Sebayang1), dan Setyono Yudo

Tyasmoro1)

1)Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

Jl. Veteran, Malang 65145 Jawa Timur, Indonesia

2)Pusat Percobaan Perkebunan Gula Indonesia

Jl. Pahlawan No. 25 Pasuruan, Jawa Timur, Indonesia

*)E-mail : devina.cinantya@gmail.com

ABSTRAK

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas tebu dan rendemen adalah kualitas bibit tebu yang kurang baik. Alternatif untuk meningkatkan kualitas bibit dengan sistem single bud planting. Salah satu metode dari single bud planting yaitu bud chip. Single Bud Planting merupakan perbanyakan bibit tebu yang menggunakan satu mata tunas yang dipindahkan ke kebun pada umur 2,5 ± 3 bulan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan interaksi nyata antara letak mata tunas dengan dua varietas tebu (Saccharum officinarum L.), dan memperoleh letak mata tunas terbaik pada setiap varietas. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2015 di kebun percobaan P3GI, Pasuruan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi dengan faktor pertama varietas dan faktor kedua letak mata tunas. Hasil penelitian menunjukkan adanya interaksi antara perlakuan varietas dengan letak mata tunas pada pembibitan tebu. Varietas Bululwang nomor mata tunas 7, 8, 9 dan Varietas PS862 nomor mata tunas 7, 8, 9, 10 dan 11 pada parameter bobot kering total tanaman menunjukkan interaksi nyata terhadap perlakuan lainnya. Nomor mata tunas terbaik pada varietas Bululawang ialah 7, 8, 9 dan Varietas PS862 terdapat

pada nomor mata tunas yang sama yaitu 7, 8, 9, 10 dan 11 pada parameter bobot kering total tanaman

.

Kata kunci: Single Bud Planting, Tebu, Varietas, Letak Mata Tunas.

ABSTRACT

One of the causes that decreasing the productivity of sugarcane is a low quality seedling. Alternative to increase quality of seed with single bud planting system. Method for single but planting are bud chip. Single Bud Planting are sugarcane multiplication of seeds using the buds and were moved to the garden at the age of 2.5 - 3 months. The purpose of the resarch are getting an interaction between variety with number of bud and getting the best number of bud f on each variety. The research was conducted in January until April 2015 on P3GI experimental garden, Pasuruan. The method used split plot method with the first factor is variety and second factor is number of bud. The result of research showed an interaction between variety and number of bud. On the varieties of Bululawang at the number of bud 7th, 8th, and 9th and PS862

variety number of bud 7th, 8th, 9th, 10th and

11th at the number of bud on the parameter

of dry weight plant total showed that there were significant interaction. The best number of bud for Bululawang are 7th, 8th,

(2)

9th and PS862 bud number 7th, 8th, 9th, 10th

and 11th.

Keywords: Single Bud Planting, Sugarcane, Varieties, Number of Bud

PENDAHULUAN

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penghasil gula terbesar yang termasuk ke dalam famili Gramineae. Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi penduduk Indonesia yang selalu meningkat terus dari tahun ke tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Peningkatan konsumsi ini tidak dapat dipenuhi dari produksi gula dalam negeri, sehingga harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Tahun 2009 diperkirakan luas areal penanaman tebu di Indonesia sekitar 422 ribu ha, dengan tingkat produksi gula hablur sebesar ± 2.6 juta ton, sedangkan kebutuhan gula Indonesia diperkirakan mencapai 4.6 juta ton per tahun dengan tingkat konsumsi gula sebesar 18 kg/orang/tahun.

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas tebu dan rendemen adalah kualitas bibit tebu yang kurang baik. Alternatif untuk meningkatkan kualitas bibit yang akan ditanam ialah dengan sistem penanaman bibit satu mata tunas atau single bud planting (SBP). Sistem Single Bud Planting (SBP) yakni sistem perbanyakan bibit tebu dari batang tebu dalam bentuk stek satu mata, dengan panjang stek 5 cm dan posisi mata terletak di tengah-tengah dari panjang stek. Keuntungan dari sistem ini antara lain, seleksi bibit semakin baik, proses pembibitan lebih singkat (2 - 2,5 bulan), dan pengurangan areal pembibitan sehingga menghemat tempat, serta pertumbuhan anakan serempak. Penyediaan bibit dengan menggunakan sistem konvensional (bagal) seringkali terkendala oleh rendahnya produksi bibit dari penangkar, disamping kesehatan dan kemurnian bibit kurang terjamin (Basuki, 2013). Penanaman bibit asal SBP tidak mengenal musim kategori bibit terutama kebun bibit induk (KBI) dan kebun bibit datar (KBD), umur dan ukuran

bibit yang akan ditanam seragam sehingga dapat ditanam serempak, taksasi produksi semakin nyata dan tidak bias karena mutu bibit yang terjamin.

Bibit yang digunakan pada teknik satu mata tunas ialah benih bud chip. Kondisi pertumbuhan tanaman tebu sangat diperlukan mata tunas yang pertumbuhannya seragam. Mata tunas yang terletak pada ruas yang masih muda dan belum berwarna akan berkecambah lebih cepat daripada yang lebih tua. Akan tetapi semakin ke atas kandungan air yang dimiliki masih tinggi dan makin ke bawah akan makin lama perkecambahannya, hal ini dikarenakan pada ruas bagian bawah tebu terdapat gula sucrose yang tinggi sehingga akan mengakibatkan lamanya perkecambahan (Andayanie, 2013). Setiap varietas memiliki kecepatan berkecambah yang berbeda. Tebu varietas Bululawang memiliki perkecambahan yang lambat, diameter batangnya sedang sampai besar dan tingkat kemasakannya lambat. Sedangkan varietas PS862 memiliki daya perkecambahan yang baik, diameter batangnya besar, pertunasannya serempak. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk memperoleh interaksi nyata antara letak mata tunas dengan dua varietas tebu (Saccharum officinarum L.), dan memperoleh letak mata tunas terbaik pada setiap varietas.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2015 sampai April 2015 di kebun percobaan P3GI, Pasuruan, Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan rancangan petak terbagi (RPT). Dalam percobaan ini terdapat 2 faktor, faktor 1 ialah varietas (V) yang terdiri dari 2 macam yaitu : (V1) Varietas Bululawang, (V2) Varietas PS862. Sedangkan faktor 2 ialah letak mata tunas (M) yang terdiri dari sepuluh nomor mata tunas antara lain : letak mata tunas 7 (M7), (M8), (M9), (M10), (M11), (M12), (M13), (M14), (M15) dan (M16).

Pengamatan dilakukan secara non destruktif dan destruktif. Pengamatan non destruktif dilaksanakan pada umur 30, 60 dan 90 HST antara lain : Persentase

(3)

perkecambahan, panjang tanaman, jumlah daun, luas daun, diameter batang, sedangkan pengamatan destruktif antara lain : bobot segar dan bobot kering akar, batang, daun serta bobot segar dan bobot kering total tanaman. Data hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5% yang bertujuan untuk mengetahui nyata atau tidak nyata pengaruh dari perlakuan. Apabila terdapat pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji BNJ dengan taraf 5% untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang nyata antar perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan tanaman adalah pertambahan ukuran yang dapat diketahui dengan adanya pertambahan panjang, diameter. Untuk mencapai pertumbuhan tanaman yang optimal diperlukan dukungan antara 2 faktor yang mempengarui pertumbuhan yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi gen, benih/bibit, respirasi, sedangkan faktor eksternal meliputi kandungan unsur hara, iklim, cahaya, air, organisme pengganggu tanaman ( OPT ). Kondisi pertumbuhan tanaman tebu sangat diperlukan mata tunas yang pertumbuhannya seragam. Mata tunas yang terletak pada ruas yang masih muda dan belum berwarna akan berkecambah lebih cepat daripada yang lebih tua. Akan tetapi semakin ke atas kandungan air yang dimiliki masih tinggi dan makin ke bawah akan makin lama perkecambahannya, hal ini dikarenakan pada ruas bagian bawah tebu terdapat gula sucrose yang tinggi sehingga akan mengakibatkan lamanya perkecambahan (Andayanie, 2013)

.

Bobot Kering Total Tanaman

Berdasarkan hasil penelitian, parameter bobot kering total tanaman (tabel.1) menunjukkan interaksi nyata terhadap perlakuan varietas dengn nomor mata tunas. Varietas Bululawang dengan nomor mata tunas 9 memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering total tanaman dan dapat meningkatkan bobot kering total tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan

varietas Bululawang nomor mata tunas 10,11, 14, 16 dan varietas PS862 nomor mata tunas 12, 13, 14, 15 dan 16, namun tidak memberikan pengaruh nyata pada varietas Bululawang nomor mata tunas 7, 8, 12, 13, 15 dan varietas PS862 nomor mata tunas 7, 8, 9, 10 dan 11. Hasil berat kering tanaman adalah keseimbangan antara pengambilan CO2 (fotosintesis) dan pengeluaran CO2 (respirasi). Fotosintesis mengakibatkan meningkatnya berat kering tanaman karena pengambilan CO2, sedangkan respirasi menyebabkan pengeluaran CO2 dan mengurangi berat kering. ( khristyana, et al, 2005 ).

Bobot Segar Total Tanaman

Bobot segar total tanaman menunjukkan berbeda nyata pada umur pengamaan 90 HST (tabel 2.). Varietas Bululawang nomor mata tunas 7 memberikan pengaruh nyata terhadap berat segar total tanaman dan dapat meningkatkan berat segar lebih tinggi dibandingkan varietas Bululawang nomor mata tunas 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16 dan varietas PS862 nomor mata tunas 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 dan 16 namun tidak memberikan pengaruh nyata pada varietas Bululawang nomor mata tunas 8 dan 9. Perhitungan bobot segar tanaman dilakukan untuk mengetahui hasil produksi pada tanaman tebu.

Persentase Perkecambahan

Perkecambahan dimulai dengan membengkaknya mata tunas lalu pecah dan tumbuh kuncup, kuncup memanjang bersamaan munculnya akar stek, kuncup menjadi daun dan mekar (Khuluq dan Ruly, 2014). Perkecambahan ditekankan pada terjadinya perkembangan tubuh atau organ yang terdapat di bagal atau batang tebu, yaitu mata yang merupakan suatu miniatur batang dengan titik tumbuhnya dan primordia daun dan akar, menjadi tunas atau tanaman baru (Pawirosemadi, 2011). Hasil pengamatan pada persentase perkecambahan menunjukkan berbeda nyata pada faktor mata tunas. Nomor mata tunas 8 berpengaruh nyata dan dapat

(4)

Tabel 1 Rerata Bobot Kering Total Tanaman (gram) Pada Dua Varietas Tanaman Tebu dan Sepuluh Nomor Mata Tunas Pada Umur 90 HST

Interaksi Bobot Kering Total Tanaman Tebu

Varietas Nomor Mata Tunas

7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

V1 (BL) 18.95 efg 18.1 efg 20.97 g 16.12 ef 16.13 ef 20.06 efg 18.58 efg 14.96 d 17.11 efg 14.33 b V2

(PS862) 20.45 fg 19.49 efg 20.44 fg 16.63 efg 18.43 efg 14.2 b 14.84 c 15.02 d 15.55 e 12.56 a

BNJ 5 % 4.56

Keterangan : Bilangan pada kolom dan baris yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5% ; HST : Hari Setelah Tanam.

Tabel 2 Rerata Bobot Segar Total Tanaman (gram) Pada Dua Varietas Tanaman Tebu

dan Sepuluh Nomor Mata Tunas Pada Umur 90 HST

Interaksi Bobot Segar Total Tanaman Tebu

Varietas Nomor Mata Tunas

7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

V1 (BL) 92.18 h 85.85 gh 87.91 gh 69.3 cde 69.75 cde 81.02 fg 73.53 def 61.57 b 76.2 ef 61.60 b V2

(PS862) 73.51 def 71.86 cde 68.38 cde 65.04 cd 69.01 cde 65.06 cd 61.93 b 65.25 a 57.51 a 63.25 c

BNJ 5 % 8.92

Keterangan: Bilangan pada kolom dan baris yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5% ; HST : Hari Setelah Tanam.

Tabel 3 Panjang Tanaman (cm) Pada Dua Varietas Tanaman Tebu dan Sepuluh Nomor Mata

Tunas Pada Umur Pengamatan 90 HST

Interaksi Panjang Tanaman Tebu

Varietas Nomor Mata Tunas

7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 V1 (BL) 134 d 130.5 cd 127.5 bcd 120.33 bcd 115.33 abc 114.67 b 119 bcd 109.67 a 115.25 bc 116 bc V2 (PS862) 118.5 bcd 118 abc 118.5 bcd 114.5 b 112.33 b 118.bc 117 bc 117 bc 115 bc 119.5 bcd BNJ 5 % 15.75

Keterangan: Bilangan pada kolom dan baris yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5% ; HST : Hari SetelahTanam.

meningkatkan perkecambahan lebih tinggi dibandingkan nomor mata tunas 13, 14 dan 16, namun tidak berpengaruh nyata pada nomor mata tunas 7, 9, 10, 11, 12 dan 15.

Panjang Tanaman

Pada parameter pengamatan panjang tanaman umur 30 dan 60 HST tidak menunjukkan adanya interaksi , sedangkan pada umur pengamatan 90 HST menunjukkan adanya interaksi antara nomor mata tunas dengan varietas (tabel 3.). Pada umur pengamatan 30 HST varietas PS 862 memberikan pengaruh nyata terhadap panjang tanaman dan dapat meningkatkan panjang tanaman lebih panjang dibandingkan dengan varietas bululawang. Varietas PS 862 memiliki rata-rata panjang tanaman yang lebih tinggi

dibandingkan dengan varietas Bululawang. Sedangkan pada faktor nomor mata tunas, nomor mata tunas 7 dan 8 dapat meningkatkan panjang tanaman lebih panjang dibandingkan dengan nomor mata tunas 11, 12, 13, 14, 15 dan 16 namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nomor mata tunas 9 dan 10.

Pada umur pengamatan 60 HST varietas PS 862 berpengaruh nyata dengan varietas bululawang. Varietas PS 862 memiliki rata-rata panjang tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas bululawang. Sedangkan pada faktor nomor mata tunas, nomor mata tunas 7 dan 8 berpengaruh nyata dapat meningkatkan panjang tanaman lebih panjang dibandingkan dengan nomor mata tunas 11, 12, 13, 14, 15 dan 16, namun tidak

(5)

berpengaruh nyata dalam meningkatkan panjang tanaman pada nomor mata tunas 9 dan 10.

Pada umur pengamatan 90 HST. Varietas Bululawang dengan nomor mata tunas 7 memberikan pengaruh nyata terhadap panjang tanaman dan dapat meningkatkan panjang tanaman lebih panjang dibandingkan dengan nomor mata tunas 11, 12, 14, 15, 16, varietas PS 862 nomor mata tunas 8, 10, 11, 12, 13, 14 dan 15, namun tidak memberikan pengaruh nyata pada varietas bululawang nomor mata 8, 9, 10, 13, varietas PS 862 nomor mata tunas 7, 9 dan 16.

Luas Daun

Pengamatan pada luas daun didasarkan atas fungsinya sebagai alat fotosintesis. Hal ini karena laju fotosintesis per satuan tanaman ditentukan sebagian besar oleh luas daun. Oleh karena itu pengamatan pada luas daun sangat diperlukan sebagai indikator pertumbuhan juga sebagai data penunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi (Sitompul dan Guritno, 1995). Luas daun berbanding lurus dengan laju fotosintesis, semakin besar luas daun, maka fotosintesis yang dilakukan akan semakin besar. Pada parameter luas daun menunjukkan adanya interaksi antara nomor mata tunas dengan varietas.

Pada umur pengamatan 30 HST, varietas Bululawang nomor mata tunas 7, 9 dan 15 memberikan pengaruh nyata terhadap luas daun dan dapat meningkatkan luas daun lebih tinggi dibandingkan nomor mata 13 dan varietas PS862 dengan nomor mata tunas 7, 10, 11, 12, 13, 14, 15 dan 16, namun varietas Bululawang nomor mata tunas 7, 9 dan 15 tidak memberikan pengaruh nyata pada varietas Bululawang nomor mata tunas 8, 10,11, 12, 14, 16 dan varietas PS862 nomor mata tunas 8 dan 9.

Pada umur pengamatan 60 HST, varietas Bululawang dengan nomor mata tunas 11 dan varietas PS862 dengan nomor mata tunas 8, 9, 12 dan 13 memberikan pengaruh nyata terhadap luas daun dan dapat meningkatkan luas daun lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Bululawang

nomor mata tunas 12, 13, 14, 15, 16 dan varietas PS862 nomor mata tunas 14, namun tidak memberikan pengaruh nyata pada varietas Bululawang nomor mata tunas 7, 8, 9, 10 dan varietas PS862 nomor 7, 10, 11, 15 dan 16.

Pada umur pegamatan 90 HST, varietas Bululawang dengan nomor mata tunas 11 dan varietas PS862 dengan nomor mata tunas 8, 9, 12 dan 13 memberikan pengaruh nyata terhadap luas daun dan dapat meningkatkan luas daun lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Bululawang nomor mata tunas 12, 13, 14, 15, 16 dan varietas PS862 nomor mata tunas 14, namun tidak berbeda nyata pada varietas Bululawang nomor mata tunas 7, 8, 9, 10 dan varietas PS 862 nomor 7, 10, 11, 15 dan 16.

Jumlah Daun

Daun merupakan organ tanaman yang memiliki fungsi untuk melakukan proses fotosintesis. Meningkatnya jumlah daun tidak terlepas dari adanya aktifitas pemanjangan sel yang merangsang terbentuknya daun sebagai organ fotosintesis. Daun secara umum dipandang sebagai organ produsen fotosintat utama. Pengamatan variabel daun sangat diperlukan, yaitu sebagai indikator pertumbuhan dan data penunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi, misalnya pada pembentukan biomassa (Sitompul dan Guritno, 1995). Jumlah daun tidak mempengaruhi luas daun. Pada jumlah daun yang sedikit kemungkinan untuk ternaungi sangat kecil sehingga daun dapat menyerap sinar matahari secara optimum dan proses fotosintesis dapat berlangsung dengan sempurna tanpa adanya hambatan. Apabila proses fotosintesis berjalan dengan baik maka fotosintat yang dihasilkan juga semakin meningkat untuk ditranslokasikan pada bagian tanaman yang lain (Putri et al., 2013).

Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi antara varietas dengan nomor mata tunas pada umur 30, 60, dan 90 HST pada parameter pengamatan jumlah daun (tabel 5). Pada umur pengamatan 90 HST, varietas PS 862

(6)

nomor mata tunas 10 dan 12 memberikan pengaruh nyata terhadap nomor mata tunas 8, 13, 14, 15 dan varietas Bululawang nomor mata tunas 7, 8, 9, 13, 16, namun tidak berbeda nyata dengan varietas PS 862 nomor mata tunas 7, 9, 13, 14, 15, varietas Bululawang nomor mata tunas 10, 11, 12, 14 dan 15. Pada umur pengamatan 60 HST, varietas PS 862 nomor mata tunas 12 memberikan pengaruh nyata sehingga dapat meningkatkan jumlah daun dibandingkan dengan varietas bululawang nomor mata tunas 16, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata dengan varietas bululawang nomor mata tunas 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 dan varietas PS 862 nomor mata tunas 7, 8, 9, 10,11, 13, 14, 15 dan 16.

Pada umur pengamatan 30 HST, varietas PS862 dengan nomor mata tunas 7, 10, 11,12 dan 13 memberikan pengaruh nyata sehingga dapat meningkatkan jumlah daun lebih banyak dibandingkan dengan nomor mata 14, 16 dan varietas Bululawang nomor mata tunas 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 dan 16, namun tidak memberikan pengaruh nyata dengan varietas PS862 nomor mata tunas 8, 9 dan 15. Jumlah daun dan kadar klorofil yang tinggi dapat meningkatkan hasil, karena proses fotosintesis berjalan dengan baik. Produktivitas tebu terutama ditentukan oleh proses fotosintesis, mengingat bahwa akumulasi kerangka karbon (gula) terdapat pada bagian batang dan ukurannya sebanding dengan aktivitas fotosistesis selama siklus tanaman berjalan (Endres et al,. 2010).

Diameter Batang

Hasil analisis ragam tidak menunjukkan adanya interaksi berbeda nyata antara varietas dengan nomor mata tunas pada parameter pengamatan diameter. Pada faktor varietas tidak memberikan pengaruh nyata sama halnya dengan faktor mata tunas tidak memberikan pengaruh nyata ( tabel 4.). Dari hasil analisis ragam diatas pada beberapa parameter pengamatan menunjukkan hasil yang tidak stabil pada nomor mata tunas. Hal ini dimungkin karena faktor umur benih yang berbeda. Umur benih yang digunakan

pada sistem pembibitan satu mata tunas berumur 6-7 bulan, namun dimungkin pada beberapa benih tebu berasal pada umur benih tebu lebih dari 6-7 bulan. Pada umur benih tebu yang masih muda, kandungan glukosanya lebih tinggi dan belum terakumulasi menjadi sukrosa sehingga pertumbuhan benih baik dan serempak. Sedangkan pada benih tebu yang berumur lebih dari 7 bulan kandungan sukrosanya lebih tinggi sehingga mengakibatkan pertumbuhan benih tebu tidak seragam/serempak. Hal ini yang menyebabkan pada beberapa parameter, nomor mata tunas 14, 15 dan 16 memiliki pertumbuhan yang baik dan seragam dibandingkan dengan nomor mata tunas 11, 12 dan 13.

Nomor mata tunas 7, 8, 9 dan 10 merupakan nomor mata tunas yang memiliki pertumbuhan yang baik, pada parameter bobot kering di antara nomor mata tunas lainnya pada varietas bululawang dan PS862. Bobot kering tanaman mencerminkan pola tanaman mengakumulasikan produk dari proses fotosintesis.

Tabel 4 Rerata Diamter batang

Perlakuan Rerata Diameter Batang ( cm ) Varietas 90 HST V1(BL) 1.14 V2 (PS862) 1.12 BNJ 5 % tn No Mata 90 HST M7 1.20 M8 1.12 M9 1.10 M10 1.12 M11 1.10 M12 1.17 M13 1.13 M14 1.12 M15 1.08 M16 1.12 BNJ 5 % tn

(7)

Tabel 5Rerata Jumlah Daun (Helai) Pada Dua varietas Tanaman Tebu dan Sepuluh Nomor Mata Tunas

Umur Perlakuan Interaksi Varietas dan Nomor Mata

No Mata 30 HST 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 V1 ( BL ) 7.67 e 7 de 5.33 d 5.67 d 6.33 de 4.67 c 5 c 3.33 a 4 b 3.33 a V2 (PS862) 12.67 g 12 fg 11.33 fg 13 g 12.7 g 12.33 g 12.33 g 10.33 f 11.33 fg 10.33 f BNJ 5 % 1.97

Umur Perlakuan Interaksi Varietas dan Nomor Mata

No Mata 60 HST 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 V1 ( BL ) 17.33 ab 17.33 ab 16.67 ab 17 ab 16.67 ab 16 ab 17.33 ab 17.33 ab 16.33 ab 14.33 a V2 (PS862) 16 ab 16.67 ab 17 ab 16.33 ab 16.33 ab 17.67 b 17 ab 16.67 ab 17 ab 17.33 ab BNJ 5 % 3.22

Umur Perlakuan Interaksi Varietas dan Nomor Mata

No Mata

90 HST

7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

V1( BL ) 15.33 ab 15 a 14.67 a 15.67abc 17 abc 16 abc 14.67 a 16 abc 16 abc 15 a

V2

( PS862) 16 abc 15.33 ab 16.67 abc 18.33 c 18 bc 18.33 c 15.33 ab 15.33 ab 15 a 16 abc

BNJ 5 % 2.82

Keterangan: Bilangan pada kolom dan baris yang diikuti huru yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5% ; HST : Hari Setelah Tanam.

(8)

Hasil berat kering tanaman adalah keseimbangan antara pengambilan CO2 (fotosintesis) dan pengeluaran CO2 (respirasi). Fotosintesis mengakibatkan meningkatnya berat kering tanaman karena pengambilan CO2,sedangkan respirasi menyebabkan pengeluaran CO2 dan mengurangi berat kering. ( khristyana, et al, 2005 ).

Benih tebu dengan nomor mata 7, 8, 9 dan 10 termasuk dalam batang bagian atas. Nomor mata tunas 11, 12 dan 13 termasuk nomor mata tunas pada batang bagian tengah. Sedangkan nomor mata tunas 14, 15 dan 16 termasuk pada bagian bawah batang tanaman tebu. Batang pada bagian atas memiliki pertumbuhan yang baik, hal ini dikarenakan pada bagian atas memiliki tunas yang lebih muda, kandungan auksin yang lebih banyak. Auksin pada batang atas tebu berfungsi untuk memacu pemanjangan dan pembesaran sel. Nomor mata tunas bagian batang bawah menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan pada nomor mata tunas batang atas. Hal ini selain kandungan auksin pada batang bawah yang lebih sedikit dibandingkan batang atas, nomor mata tunas pada batang bawah memiliki kandungan sukrosa yang lebih tinggi. Kandungan sukrosa yang tinggi akan menghambat mata tunas untuk berkecambah, hal ini dikarenakan sukrosa harus terlebih dahulu dirombak menjadi gula sederhana yaitu glukosa. Glukosa berfungsi sebagai cadangan makan pada proses perkecambahan

.

Pada batang atas yang masih muda mengandung karbohidrat sederhana seperti glukosa dan fruktosa yang sangat berperan dalam proses perkecambahan. Glukosa diubah dalam proses respirasi menjadi energi (ATP) dan senyawa-senyawa asam amino yang berfungsi membentuk sel-sel baru sehingga akar pada benih tebu tumbuh (Abayomi et al, 1990). Bahan tanam yang berasal dari bagian batang tebu berbeda secara signifikan berpengaruh pada persentase perkecambahan tanaman tebu (Sime, 2013), oleh karena itu, pemilihan varietas dan jenis bahan tanam dalam budidaya tebu perlu dipertimbangkan agar

tercapai produksi tebu yang maksimal dengan kualitas yang baik.

KESIMPULAN

Nomor mata tunas 7, 8, 9, 10 dan 11 memberikan pengaruh nyata pada parameter bobot kering total tanaman. Nomor mata tunas terbaik pada varietas Bululawang ialah 7, 8, 9 dan Varietas PS862 terdapat pada nomor mata tunas yang sama yaitu 7, 8, 9, 10 dan 11 pada parameter bobot kering total tanaman. Terdapat Interaksi antara varietas Bululwang nomor mata tunas 7, 8, 9 dan Varietas PS862 nomor mata tunas 7, 8, 9, 10 dan 11 pada parameter bobot kering total tanaman.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, Pasuruan, Jawa Timur yang telah memberikan sarana dalam pelaksanaan percobaan.

DAFTAR PUSTAKA

Abayomi, Y.A, Etejere, E.O and

Fadayomi, O. 1990. Effect of Stalk Section, Coverage Depth and Date of First Irrigation on Seedcane Germination of Two Comercial Sugarcane Cultivars in Nigeria. Turrialba 40 (1): 58-62.

Andayanie, W. R. 2013. Penggunaan

Nomor Mata Tunas dan Jenis Herbisida Pada Pertumbuhan Awal Tanaman Tebu (Sacharum officinarum L.) Fakultas Pertanian Universitas Merdeka, Madiun. Agritek 14 (1) : 1-6.

Basuki. 2013. Pengaruh Cendawan

Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Karakteristik Agronomi Tanaman Tebu Sistem Tanam Bagal Satu. J. Menara Perkebunan. 81 (2) : 49-53.

Endres, L., Silva, J.V., Ferreira, V.M. and

Barbosa. 2010. Photosynthesis and

Water Relations in Brazilian Sugarcane. The Open Agriculture Journal. 4 (1): 31-37.

(9)

Khuluq, A. D. dan Ruly H. 2014.

Peningkatan Produktivitas dan Rendemen Melalui Rekayasa Fisiologis Pertunasan. J. Presfektif. 1 (13) : 13-24.

Khristyana, et al, 2005 . Pertumbuhan,

Kadar Saponin dan Nitrogen Jaringan Tanaman Daun Sendok (Plantago major L.) pada Pemberian Asam Giberelat (GA3). Biofarmasi 3 (1): 11-15.

Pawirosemadi, M. 2011. Dasar-Dasar

Teknologi Budidaya Tebu dan Pengolahan Hasilnya. Universitas Negeri Malang. Malang: UM Press. pp 39-545.

Putri, A. D., Sudiarso dan T. Islami. 2013.

Pengaruh Komposisi Media Tanam Pada Teknik Bud Chip Tiga Varietas Tebu (Saccharum officinarum L.). J. Produksi Tanaman. 1 (1) : 16 ± 23.

R. Sodo Adisewojo, 1971. Bercocok

Tanam Tebu. Penerbit Sumur Bandung. Bandung.

Sime, M. 2013. The Effect of Different Cane

Portion on Sprouting, Growth and Yield of Sugarcane (Saccharum spp. L.). International Journal of Scientific and Research Publications. 3 (1): 1-3.

Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995.

Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: UGM Press.

Gambar

Tabel 4 Rerata Diamter batang
Tabel 5 Rerata Jumlah Daun (Helai) Pada Dua varietas Tanaman Tebu dan Sepuluh Nomor Mata Tunas

Referensi

Dokumen terkait

Skop kajian ini menumpukan kepada tiga aspek iaitu tahap pengetahuan pentadbir dan ahli jawatankuasa terhadap pengurusan masjid dalam Islam, bentuk pengurusan yang dijalankan dan

Dengan hormat, mohon kepada Bapak/ Ibu ... untuk dapat kami wawancara tentang: “Kematangan Beragama dalam Pembinaan Akhlaq Anak”. Informasi yang Bapak/ Ibu berikan

Kesimpulan : Terdapat perbedaan pada jumlah eosinofil sputum maupun VEP 1 % yang bermakna, dan neutrofil sputum yang tidak bermakna sebelum dan sesudah pemberian

Rinitis medicamentosa adalah obstruksi nasal yang terjadi pada pasien yang menggunakan vasokonstriktor intranasal secara kronis. Belum diketahui dengan jelas penyebabnya,

Berdasarkan temuan-temuan dan pengolahan data yang telah dikemukakan, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa penerapan model kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat

Lingkungan rumah yang digunakan untuk bekerja sangat menentukan kinerja bagi karyawan yang sedang melakukan kerja dari rumah, seperti tingkat kebisingan dan

- Yield Strength (Sy) = 180 MPa - Ultimate Strength (Su) = 300 MPa.. Penjabaran desain frame yang rinci sudah tertulis dengan rapi di 2016 Formula SAE Rule bagian T3. Rule ini

HASIL KAJIAN DAN PERBINCANGAN Latar Belakang Informan Hasil Kajian Faktor yang Menyumbang kepada Kebergantungan Remaja terhadap Telefon Bimbit Telefon Bimbit Teman Setia dan Jiwa