Reni Pratiwi Nurdiyanti Elisabeth Christiana S.Pd., M.Pd
Bimbingan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya tiwi_enduts@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian ini di lakukan untuk mengetahui perbandingan motivasi belajar siswa yang di ukur melalui tingkatan keharmonisan keluarga dan ditinjau dari perbedaan jenis kelamin siswa di SMA. Subjek penelitian ialah siswa kelas XII SMA NU 2 Gresik. Subjek penelitian ini diperoleh dari populasi yang berjumlah 96 siswa. Penelitian ini merupakan penelitian komparatif, dimana untuk mengetahui perbandingan 3 variabel. Analisis data yang digunakan ialah analisis varian (anava) 2 jalan dengan metode pengumpulan data yang digunakan ialah metode angket, untuk mengetahui tingkat keharmonisan keluarga dan skor motivasi belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh tingkat keharmonisan keluarga terhadap motivasi belajar siswa, terdapat perbedaan motivasi belajar antara siswa laki-laki dan perempuan, namun tidak adanya perbedaan pada motivasi belajar jika ditinjau secara bersamaan baik dari segi tingkat keharmonisan keluarga maupun dari jenis kelamin siswa.
Abstract: This study is conducted to explore the influence of family harmony with student learning motivation in terms
of gender differences in 12th grade students in SMA. The population of this research is all of students in SMA NU 2 Gresik as much 96 student. This studyis comparative research, which are to know the comparation of 3 variable. The data is analyzed with ANAVA two-lines with data accumulate method which used is questionnaire, to know harmony OHYHO DQG VWXGHQW OHDUQLQJ PRWLYDWLRQ VFRU 7KH UHVHDUFK¶V VKRZV that difference influences family harmony level to student motivation learning, there isb difference in between students learning motivation of male and female, but no difference between students learning motivation of male and female when simultaneously distinguished from family harmony level.
PENDAHULUAN
³%HODMDU DGDODK VXDWX SURVHV DNWLI yang dimaksud aktif disini adalah bukan hanya aktifitas yang nampak seperti gerakan-gerakan badan, akan tetapi juga aktifitas mental, seperti proses berpikir, mengingat,
GDQ VHEDJDLQ\D´ 3HQGDSDW WHUVHEXW
dikemukakan oleh Gestalt (dalam Mustaqim, 1991:61).
Proses belajar membutuhkan
dukungan penuh dari lingkungan sekitar. baik lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah, dan lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga merupakan pendukung paling penting karena lingkungan keluarga yang paling sering berinteraksi dengan anak. Bahkan sejak si anak masih bayi hingga kini, lingkungan keluarga merupakan lingkungan
yang dapat mempengaruhi kondisi psikis anak yang pada akhirnya dapat mempengaruhi motivasi belajar anak.
Motivasi belajar merupakan
pendorong dalam diri anak/siswa untuk mencapai tujuan belajar yang ingin dicapai. Motivasi belajar yang dimiliki oleh setiap siswa bertujuan untuk menumbuhkan gairah belajar serta mencapai hasil belajar yang efektif dan maksimal. Pencapaian hasil belajar efektif dan maksimal harus ditunjang dengan berbagai sarana-prasarana yang memadai seperti perlengkapan alat-alat belajar dan kesiapan jiwa (batin) anak/siswa.
Motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat dicapai, yang tentunya dengan dukungan dan dorongan dari lingkungan keluarga. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi pendidikan anak. Karena sejak kecil, anak hidup, tumbuh dan
berkembang di dalam keluarga, serta keluarga itu pula yang mengisi pribasi anak. Dengan demikian, dapat disadari pentingnya peranan
keluarga sebagai dasar pembentukan
kepribadian anak.
Untuk mendapatkan keluarga yang harmonis, dapat dilakukan dengan membina hubungan yang baik antara ayah, ibu, dan anak-anak dalam kehidupan sehari-hari. Apabila usaha tersebut terwujud, maka dalam keluarga akan tercipta suasana kerukunan, kasih sayang, saling pengertian, dan perasaan-perasaan lain yang menyenangkan seperti dinyatakan oleh William J. Goede bahwa anak yang dibesarkan dalam keluarga atau rumah tangga yang bahagia lebih banyak kemungkinan tumbuh bahagia sehat secara psikologis (Goede, 1991).
Yusuf dan Juntika (2009:78)
menjelaskan bahwa keharmonisan interaksi antar anggota keluarga akan memperlancar penataan kehidupan pribadu dan sosial
ketidakharmonisan, broken home, atau konflik berkepanjangan antara suami-istri atau orangtua-anak, maka keluarga tersebut menjadi sumber stress bagi keluarga, terutama bagi anak.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilaksanakan pada hari Senin, 9 Januari 2012, terdapat beberapa siswa yang memiliki keluara kurang harmonis dan kurang memiliki motivasi belajar yang baik, sehingga berdampak pada hasil belajar yang kurang maksimal. Keluarga kurang harmonis yang
dimaksud disini ialah dengan
berpisah/bercerainya kedua orangtua dengan anak ikut salah satu orang tua atau tidak sama sekali (anak ikut anggota keluarga yang lain selain ayah dan ibu), orangtua yang sering bertengkar, orangtua yang tinggal terpisah meskipun masih dalam lingkup 1 kota, orangtua yang memiliki banyak hutang sehingga kebutuhan pendidikan siswa tersebut kurang tercukupi, orangtua yang kurang terbuka dengan anak, dan orangtua yang
kurang memperhatikan hubungan antar orangtua, antara orangtua dengan anak, dan antara anak dengan anak.
Kurangnya motivasi belajar dapat dilihat dari kurang antusiasnya siswa dalam mengikuti pelajaran, seringnya membolos atau tidak masuk sekolah, siswa mengantuk atau keluar kelas saat jam pelajaran berlangsung. Motivasi belajar yang kurang baik berdampak pada hasil belajar yang kurang maksimal disebabkan oleh bermacam-macam alasan. Namun yang paling mendasar ialah dorongan belajar dan perhatian dari orangtua serta tingkat keharmonisan keluarga dinilai kurang dalam penilaian si anak. Jadi besar pengaruh keharmonisan keluarga terhadap motivasi belajar siswa. Dengan kurangnya dukungan dan dorongan belajar dari orangtua siswa, maka siswa menjadi kurang termotivasi untuk belajar dengan baik dan maksimal.
Selain faktor keharmonisan keluarga, faktor jenis kelamin juga berpengaruh
terhadap motivasi belajar siswa. Karena siswa perempuan memiliki keinginan dan keuletan belajar lebih tinggi daripada siswa laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa siswa perempuan memiliki motivasi belajar yang baik dibandingkan siswa laki-laki, namun bukan berarti siswa laki-laki tidak memiliki motivasi belajar.
Berdasarkan permasalahan dan
informasi diatas, maka penulis ingin mengetahui pengaruh tingkat keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar siswa jika ditinjau dari jenis kelamin siswa di SMA NU 2 Gresik.
Tingkat Keharmonisan dalam Keluarga Menurut K.H.N. Yunan Nasution yang dikutip oleh Achmad Sanusi (1996:26), terciptanya keluarga yang harmonis adalah dengan adanya sikap saling menghormati dan menyayangi antara ayah dan ibu, antara orangtua dan anak serta anak dengan anak.
Menurut Gunarsa dan Gunarsa
(2000:209) menjelaskan bahwa keluarga harmonis ialah jika seluruh anggota keluarga
merasa bahagia yang ditandai oleh
berkurangnya ketegangan, kekecewaan, dan
puas terhadap seluruh keadaan dan
keberadaan dirinya (eksistensi atau aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial.
Dalam bukunya yang lain, Gunarsa menjelaskan agar setiap anggota merasa aman dan damai dalam keluarga perlu ada hubungan serasi antara suami dan istri, perlu kesatuan, keseragaman sistem dan sikap penilaian ayah-ibu terhadap tindak-tanduk
anak, kesinambungan anak dalam
berkomunikasi dengan orangtua dan tata cara hidup yang mantap dan konsisten akan memberi rasa yang aman pada anak dalam keteraturan keluarga (2002:13).
Gunarsa menggambarkan komunikasi dan hubungan timbal balik dalam keluarga sebagai berikut: a. hubungan suami istri
berdasarkan cinta kasih, baik diungkapkan secara lisan maupun perbuatan, b. hubungan orangtua dengan anak didasarkan kasih sayang, baik diungkapkan dalam ucapan maupun perbuatan, c. hubungan orangtua dengan anak remaja berdasarkan kasih sabar, yang diungkapkan dengan kesabaran dalam menghadapi anak-anaknya baik secara lisan maupun perbuatan, d. hubungan antar anak didasarkan kasih sesama, baik diungkapkan dalam ucapan maupun perbuatan, e. komunikasi dalam keluarga berlandaskan kasih, dengan adanya interaksi timbal bail antar anggota keluarga.
Terdapat beberapa faktor penyebab keharmonisan keluarga, yaitu: a) komunikasi interpersonal, tanpa adanya komunikasi, kemungkinan besar dapat menyebabkan terjadinya kesalahpahaman, b) tingkat ekonomi keluarga, apabila berada pada taraf yang sangat rendah, taraf ekonomi dapat menyebabkan konflik dalam keluarga, c) sikap orangtua, akan berpengaruh dalam
hubungan orangtua dengan anak-anaknya, d) ukuran keluarga, keluarga dengan ukuran kecil, memungkinkan kedekatan hubungan antara orangtua dengan anak.
Motivasi Belajar Siswa
Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang
menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatab belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2010:75)
Menurut Sardiman, terdapat 2 jenis motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik, merupakan motif-motif yang fungsinya tidak perlu adanya rangsangan dari luar diri individu, atau dapat dikatakan motif-motif yang berasal dari dalam diri individu tersebut. Sedangkan motivasi ekstrinsik, merupakan
mendapatkan rangsangan dari luar diri individu.
Terdapat beberapa ciri-ciri dari motivasi belajar, yaitu: 1) tekun menghadapi tugas, 2) mandiri menghadapi kesulitan, tidak perlu mengandalkan oranglain 3) minat dalam belajar, ingin memiliki pengetahuan yang tidak dibatasi waktu, tempat, maupun gender,
4) kemampuan berpendapat dan
mempertahankannya.
Fungsi dari motivasi belajar, yaitu: a. memberi semangat seorang pembelajar dalam kegiatan belajarnya, b. menentukan arah perbuatan seseorang, c. menyeleksi perbuatan yang ingin dilakukan oleh seseorang.
Menurut Sardiman (2010:91-95), mengatakan ada beberapa cara dan bentuk dalam menumbuhkan motivasi belajar di sekolah, yaitu memberi angka, pemberian hadiah, saingan atau kompetisi, ego-involvement, memberi ulangan, mengetahui hasil, pujian, hukuman, hasrat untuk belajar, minat, dan tujuan yang diakui.
Perbedaan Jenis Kelamin
Salah satu kategori paling mendasar dalam kehidupan sosial dalam masyarakat ialah jenis kelamin. Sebagian besar kultur mendefinisikan sekumpulan besar minat, sifat NHSULEDGLDQ GDQ SHULODNX VHEDJDL ³IHPLQLQH´ DWDX ³PDVNXOLQ´
Penggolongan jenis kelamin memiliki beberapa komponen, yaitu: a) identitas jenis
kelamin, merupakan kesadaran dan
penerimaan akan sifat biologis dasar individu sebagai laki-laki dan perempuan, b) identitas peran jenis kelamin, merupakan persepsi atau keyakinan individu bahwa dirinya maskulin atau feminine, c) pemakaian peran jenis
kelamin, merupakan pengambilan
karakteristik kepribadian dan tingkah laku yang didefinisikan oleh kultur seseorang sesuai dengan satu jenis kelamin atau jenis kelamin lainnya.
Jadi, identitas peran jenis kelamin memberikan definisi pribadi anak mengenai
diri, sedangkan pemakaian peran jenis
kelamin mengacu pada karakteristik
psikologis yang dianggap sesuai dengan suatu jenis kelamin.
Menurut pandangan umum, bayi laki-laki cenderung dilukiskan sebagai sosok yang kokoh, kasar, nakal dan kuat. Sedangkan bayi perempuan dilukiskan sebagai sosok yang lembut, manis, dan jelita. Pandangan masyarakat terhadap perbedaan jenis kelamin tidak hanya sampai disitu saja, namun berlaku pula pada sisi yang lainnya. Dari segi psikologis, seorang perempuan dipandang lebih emosional daripada laki-laki. Perempuan dipandang sebagai sosok yang
mudah murung dan cemas, lebih
mengutamakan perasaannya daripada
pikirannya.
Begitu pula pada aktivitas intelegensi antara anak laki-laki dan perempuan. Anak perempuan lebih mudah untuk menghafal pelajaran, sedangkan anak laki-laki lebih mudah memberikan respon terhadap sesuatu
yang dimaksud dari tujuan pelajaran tersebut. Kaum laki-laki berperan sebagai pembuat atau penentu keputusan yang sangat mempengaruhi oranglain. Dalam keluarga pun, laki-laki menempati status yang lebih tinggi yang secara formal dinamakan sebagai kepala keluarga.
Hipotesis
Berdasarkan uraian kajian pustaka diatas, maka dapat disimpulkan hipotesisnya ialah: 1) terdapat perbedaan motivasi belajar antara siswa dengan keharmonisan tinggi, sedang, dan rendah pada siswa kelas XII SMA NU 2 Gresik, 2) terdapat perbedaan motivasi belajar antara siswa laki-laki dan siswa perempuan kelas XII SMA NU 2 Gresik, 3) terdapat perbedaan motivasi belajar yang dipengaruhi oleh interaksi keharmonisan keluarga dan jenis kelamin siswa kelas XII SMA NU 2 Gresik.
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, ,maka penelitian yang digunakan ialah
penelitian komparatif. Yang mana
dimaksudkan untuk mengetahui ada
perbandingan 2 variabel atau lebih.Metode pengumpul data yang digunakan ialah angket. Dalam penelitian ini menggunakan 2 macam angket yakni angket keharmonisan keluarga dan angket motivasi belajar. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi product moment dari Karl Pearson. Sedangkan untuk menghitung reliabilitas instrument dengan rumus spearman brown. Teknik analisis data yang digunakan ialah teknik analisis varian (anava) 2 jalan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk menguji diterima atau
ditolaknya hipotesis yang diajukan, maka
berikut disajikan analisis dengan
menggunakan analisis varian (anava) 2 jalan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan
analisis menggunakan anava 2 jalan, diketahui bahwa adanya perbedaan motivasi belajar jika dilihat dari tingkat keharmonisan dalam keluarga. Simpulan ini didukung dengan temuan penelitian yaitu didapatkan harga FA 9,273 lebih besar dari Ftabel baik
pada taraf 5% maupun 1%. Diketahui pula adanya perbedaan motivasi belajar jika ditinjau dari jenis kelamin siswa. Simpulan ini didukung dengan temuan penelitian yaitu didapatkan harga FB 15,043 lebih besar dari
Ftabel baik pada taraf 5% maupun 1%.
Namun, juga diketahui bahwa tidak adanya perbedaan pada motivasi belajar jika ditinjau secara bersamaan baik dari segi keharmonisan keluarga maupun jenis kelamin siswa. Simpulan ini didukung dengan temuan penelitian yaitu didapatkan harga FAB 2,968
lebih kecil dari Ftabel baik pada taraf 5%
maupun 1%.
Maka masalah penelitian ini telah
terjawab bahwa tidak ada pengaruh
belajar siswa jika dibedakan berdasarkan jenis kelamin secara bersamaan pada siswa SMA NU 2 Gresik.
Menurut Gunarsa (2000:58), suasana hubungan antara orangtua dengan anak
seringkali menjadi sumber yang
mempengaruhi motivasi dan dorongan untuk berprestasi pada anak. Benturan nilai antara orangtua dan anak bias menimbulkan ketegangan yang berlarut-larut yang mengganggu pula konsentrasi belajar si anak.
Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai.
Karena motivasi belajar memiliki faktor intern (diri sendiri) dan ekstern (lingkungan) yang mana faktor ekstern biasa didapat dari lingkungan keluarga, maka dari itu keluarga sangat berpengaruh dalam proses belajarnya. Terutama pada keharmonisan dalam suatu keluarga.
Menurut pandangan umum, bayi laki-laki cenderung dilukiskan sebagai sosok yang kokoh, kasar, nakal dan kuat. Sedangkan bayi perempuan dilukiskan sebagai sosok yang lembuut, manis, dan jelita. Pandangan masyarakat terhadap perbedaan jenis kelamin tidak hanya sampai disitu saja, namun berlaku pula pada sisi yang lainnya. Dari segi psikologis, seorang perempuan dipandang lebih emosional daripada laki-laki. Perempuan dipandang sebagai sosok yang
mudah murung dan cemas, lebih
mengutamakan perasaannya dari pada
pikirannya. Keadaan psikologis ini akan membedakan pendekatan seks antara laki-laki
dan perempuan. Perasaan seks bagi
perempuan disertai oleh rasa cinta, sementara laki-laki kurang disertai perasaan cinta (Dagun, 1992:75).
Begitu pula pada aktivitas intelegensi antara anak laki-laki dan perempuan. Anak perempuan lebih mudah untuk menghafal pelajaran, sedangkan anak laki-laki lebih
mudah memberikan respon terhadap sesuatu yang dimaksud dari tujuan pelajaran tersebut. Kaum laki-laki berperan sebagai pembuat atau penentu keputusan yang sangat mempengaruhi orang lain. Dalam keluarga pun, laki-laki menempati status yang lebih tinggi yang secara formal dinamakan sebagai kepala keluarga.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan dengan menggunakan analisis varian (anava) 2 jalan, dapat disimpulkan bahwa, terdapat perbedaan motivasi belajar antara siswa dengan keharmonisan tinggi, sedang, dan rendah pada siswa kelas XII SMA NU 2 Gresik, terdapat perbedaan motivasi belajar antara siswa laki-laki dan
siswa perempuan kelas XII SMA NU 2 Gresik, serta tidak terdapat perbedaan motivasi belajar yang dipengaruhi oleh keharmonisan keluarga berdasarkan jenis kelamin siswa kelas XII SMA NU 2 Gresik. Saran
Saran diberikan kepada konselor sekolah dan peneliti lain. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan pada pihak yang dapat digunakan sebagai pertimbangan pemberian layanan informasi dan bimbingan kelompok sehingga dapat memaksimalkan pelayanan BK di Sekolah. Sedangkan bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan acuan dan dan dikembangkan lagi oleh peneliti lain yang memiliki keinginan untuk
meneliti faktor-faktor lain yang
mempengaruhi motivasi belajar siswa di sekolah.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dagun, Save M. 1992 Maskulin dan feminin: Perbedaan Pria-Wanita dalam Fisiologi, Psikologi, Seksual, Karier
Goode, William J. 1991. Sosiologi Keluarga cet.3 Jakarta: Rineka Cipta.
Gunarsa, Singgih D. 1992. Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.
Gunarsa, Singgih D. 2002. Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Gunarsa, Singgih D., dan bY. Singgih D. Gunarsa. 2000. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga cet.5. Jakarta: Gunung Mulia.
Maria, Ulfah. 2007. Peran Persepsi
Keharmonisan Keluarga dan konsep Diri Terhadap Kecenderungan
Kenakalan Remaja
(http://www.damandiri.or.id/detailphp?i d-534, diakses 10 April 2011)
Mustaqim dan Absul Wahib. 1991. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sanusi, Achmad. 1996. Membina Keluarga Bahagia. Jakarta: Pustaka Antara.
Sardiman, A.M. 2010. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Silalahi, Gabriel Amin. 2003. Metodologi Penelitian dan Studi Kasus. Sidoarjo: CV Citra.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: Rineka Cipta.
Walgito, Bimo. 1982. Kenakalan Anak (Juvenile Deliquency). Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
Winarsunu, Tulus. 2007. Statistik: Dalam Penelitian Psikologi, dan Pendidikan. Edisi Revisi Cet. 4. Malang: UMM Press.