• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN Volume 5 Nomor 1, Mei 2020 E-ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL LENTERA AKUNTANSI P-ISSN Volume 5 Nomor 1, Mei 2020 E-ISSN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

44

PENGARUH KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL DAN

LEVERAGE

TERHADAP PENGHINDARAN PAJAK PADA SEKTOR INDUSTRI

DASAR DAN KIMIA YANG TERDAFTAR

DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2017 – 2019

Oleh: Nurhayati

Program Studi Komputerisasi Akuntansi, Politeknik LP3I Jakarta Gedung Sentra Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450

Telp. 021-31904598 Fax. 021-31904599 Email: nurhayatilpi325@gmail.com ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemilikan institusional dan leverage terhadap penghindaran pajak pada sektor industri dasar dan kimia yang terdaftar di BEI periode 2017 sampai dengan 2019 secara partial terhadap masing-masing variabel. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif atau analisis data statistik. Penelitian ini bersifat asosiatif. Dilakukan dengan cara menghubungkan variabel satu dengan variabel lain agar dapat mengetahui, menjelaskan, dan memprediksi tingkat ketergantungan variabel independen adalah kepemilikan institusional dan leverage

terhadap variabel dependen yaitu penghindaran pajak. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik non random sampling yaitu

purposive sampling. Jumlah perusahaan dari sektor industri dasar dan kimia selama

periode 2017 sampai dengan 2019 berjumlah 75 perusahaan. Dari populasi yang terdapat dalam penelitian ini, hanya terdapat 12 yang memenuhi kriteria. Proses dan hasil analisis data menggunakan Partial Least Squares dengan menggunakan program WarpPLS5 7.0. Pertama-tama peneliti menguji outer model yang dilakukan dengan 3 (tiga) kriteria yaitu. validitas konvergen. validitas diskriminan dan reliabilitas, dan hasil yang didapatkan atas uji validitas konvergen korelasi terhadap setiap variabel menunjukkan bahwa semua

combined loading dan cross-loading memiliki nilai di atas 0.30. pengujian validitas

diskriminan menunjukkan hasil variabel (X1) memiliki akar AVE 1.000; korelasinya dengan variabel lain yaitu 0.542. 0.286 dan variabel (X2) memilki akar AVE 1.000; korelasinya dengan variabel lain yaitu 0.687. serta variabel (Y) memiliki akar AVE 1.000; tidak memiliki korelasi dengan variabel lain dan variabel Y memenuhi validitas diskriminan.uji reliabilitas menunjukan nilai composite reliability coefficients untuk variabel Kepemilikan Institusional (X1) sebesar 1.000. variabel Leverage (X2) sebesar 1.000. variabel Penghindaran Pajak (Y) sebesar 1.000. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh variabel reliabel karena telah memenuhi composite reliability coefficients di atas 0.70. dan dari hasil uji ineer modek untuk mengetahui Goodness of Fit dari variabel adalah nilai dari Average Adjusted R-Squared (AARS) dengan hasil penelitian sebesar 0.279. (P=0.049) maka dapat dikatakan baik karena sesuai dengan kriteria fit. Pengujian hipotesis pada analisis WarpPLS menggunakan uji t. pengujian hipotesis dilakukan dengan metode

resampling bootstrap. Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap Penghindaran

Pajak menunjukkan nilai koefisien path sebesar 0.38 dan P-value kurang dari 0.04. maka dapat dikatakan bahwa Kepemilikan Institusional berpengaruh signifikan secara positif terhadap penghindaran pajak dan DER berpengaruh terhadap Penghindaran Pajak

(2)

45

menunjukkan nilai koefisien path sebesar 0.48 dan P-value kurang dari 0.01. maka dapat dikatakan bahwa DER signifikan secara positif terhadap penghindaran pajak.

Kata kunci : Kepemilikan Institusional, Leverage, Penghindaran pajak ABSTRACT

This study aims to determine the effect of institutional ownership and leverage on tax avoidance in the basic and chemical industry sectors listed on the IDX for the period 2017 to 2019 partially for each variable. This type of research used in this research is a quantitative approach or statistical data analysis. This research is associative. This is done by connecting one variable to another in order to know, explain, and predict the level of dependence of the independent variable, namely institutional ownership and leverage on the dependent variable, namely tax avoidance. Sampling in this study was conducted using non-random sampling technique, namely purposive sampling. The number of companies from the basic industry and chemical sectors during the 2017 to 2019 period totaled 75 companies. Of the population in this study, only 12 met the criteria. The process and results of data analysis using Partial Least Squares using the WarpPLS5 7.0 program. First, the researcher tested the outer model with 3 (three) criteria, namely. convergent validity. Discriminant validity and reliability, and the results obtained from the convergent validity test of correlations for each variable show that all combined loading and cross-loading have values above 0.30. The discriminant validity test shows that the variable (X1) has an AVE root of 1,000; the correlation with other variables is 0.542. 0.286 and variable (X2) has AVE root of 1,000; the correlation with other variables is 0.687. and variable (Y) has the root AVE 1.000; has no correlation with other variables and variable Y fulfills the discriminant validity. The reliability test shows the value of the composite reliability coefficients for the Institutional Ownership variable (X1) of 1,000. Leverage variable (X2) of 1,000. Tax Avoidance variable (Y) of 1,000. This shows that all variables are reliable because they have met the composite reliability coefficients above 0.70. and from the results of the ineer modek test to determine the Goodness of Fit of the variable is the value of the Average Adjusted R-Squared (AARS) with the research result of 0.279. (P = 0.049) it can be said to be good because it fits the fit criteria. Hypothesis testing in the WarpPLS analysis uses the t test. Hypothesis testing is done by using the bootstrap resampling method. Institutional ownership has an effect on tax avoidance showing the path coefficient value of 0.38 and the P-value less than 0.04. it can be said that Institutional Ownership has a significant positive effect on tax avoidance and DER has an effect on Tax Avoidance showing the path coefficient value of 0.48 and the P-value is less than 0.01. it can be said that DER is positively significant towards tax avoidance.

Keywords: institutional ownership, leverage and tax avoidance

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia yang berstatus sebagai Negara berkembang masih sangat membutuhkan banyak dana dalam membangun berbagai infrastruktur maupun dalam sektor pembangunan lainnya. Tujuan hal tersebut adalah untuk

mensejahterakan masyarakat Indonesia di berbagai sektor kehidupan. Oleh karena itu, pajak digunakan untuk melaksanakan pembangunan nasional dalam rangka mencapai kesejahteraan umum di berbagai sektor kehidupan.

Wajib pajak di Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan.

(3)

46

Bagi wajib pajak, pajak diumpamakan sebagai perwujudan pengabdian dan peran untuk berkontribusi dalam pembangunan nasional yang bersifat memaksa, dan pemungutannya dilakukan berdasarkan undang-undang (Darmawan dan Sukartha, 2014).

Berdasarkan fungsinya pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah, serta berfungsi sebagai alat ukur untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (Wijayanti dan Merkusiwati, 2017).

Pembebanan pajak yang diberikan oleh pemerintah kepada wajib pajak pada hakikatnya adalah pelaksanaan dari pengabdian kewajiban dan partisipasi wajib pajak untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan pembangunan negara (Asri dan Suardana, 2016). Namun, pajak bukanlah merupakan iuran yang sifatnya sukarela tetapi iuran yang dapat memberatkan wajib pajak yang bersangkutan terutama pada perusahaan.

Dalam prakteknya beberapa perusahaan berusaha untuk mengurangi beban pajak yang akan dikeluarkan. Dalam upaya untuk mengurangi beban pajak, pihak manajemen dapat melakukan berbagai macam cara seperti penghindaran pajak (tax avoidance). Penghindaran pajak didefinisikan sebagai setiap usaha yang dilakukan untuk mengurangi beban pajak. Penghindaran pajak salah satu cara untuk memperbesar keuntungan perusahaan yang dilakukan oleh pemegang saham dan dilaksanakan oleh manajer (Puspita dan Harto, 2014).

Penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan ini dikatakan tidak bertentangan dengan peraturan undang-undang perpajakan karena dianggap praktik yang berhubungan dengan penghindaran pajak ini lebih memanfaatkan celah-celah dalam undang-undang perpajakan tersebut yang akan mempengaruhi Negara dari sektor

pajak (Ni Nyoman dan I Ketut, 2014 dalam Deddy Dyas Cahyono dkk, 2016). Penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan tentu saja melalui kebijakan yang diambil oleh pemimpin perusahaan itu sendiri.

Fenomena penghindaran pajak di Indonesia dapat dilihat dari rasio pajak Negara Indonesia. Rasio pajak menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pendapatan pajak atau menyerap kembali PDB dari masyarakat dalam bentuk pajak. Semakin tinggi rasio pajak suatu Negara, maka semakin baik kinerja pemungutan pajak Negara tersebut. Rasio pajak menunjukkan bahwa pendapatan Negara Indonesia yang berasal dari pajak belum optimal, mengingat Indonesia kini termasuk dalam kategori Negara pendapatan menengah kebawah (Handayani, 2018)

Fenomena yang terjadi pada tahun 2015 bahwa Dirjen pajak mengundurkan diri dari jabatannya dikarenakan penerimaan pajak tidak mencapai target yang telah ditentukan (www.pajak.go.id). Berita ini merupakan berita yang mengejutkan dimana banyak kabar terjadinya tindakan korupsi di Indonesia, namun untuk berita ini adalah pejabat mengundurkan diri bukan karena korupsi melainkan merasa gagal menjabat sebagai Dirjen Pajak. Padahal Dirjen pajak gagal mencapai target yang ditentukan belum tentu karna faktor internal dalam memimpin, namun bisa dikarenakan faktor eksternal diantaranya adalah penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan (Aditama, 2016).

Beberapa penelitian menemukan bahwa penghindaran pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang pertama yaitu kepemilikan institusional. Dengan adanya kepemilikan institusional kepemilikan saham perusahaan oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri dan institusi lainnya di suatu perusahaan seharusnya

(4)

47

memainkan peranan penting dalam memantau, mendisiplinkan dan mempengaruhi manajer. Sehingga semakin besar kepemilikan institusional yang dimiliki pihak institusi akan menyebabkan semakin besar tekanan yang diperoleh pihak manajemen perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak agar dapat memaksimalkan laba perusahaan (Zahirah, 2017).

Faktor yang dapat mempengaruhi perusahaan melakukan penghindaran pajak salah satunya yaitu kepemilikan institusional. Kepemilikan institusional memiliki peran yang sangat penting dalam mempengaruhi perilaku manajer, dengan kepemilikan isntitusi yang besar (lebih dari 5%) mengidentifikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen lebih besar. Adanya kepemilikan institusional di suatu perusahaan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Pihak institusional yang menguasai lebih besar daripada pemegang saham lainnya dapat melakukan pengawasan terhadap kebijakan manajemen yang lebih besar juga sehingga manajemen dapat menghindari perilaku yang merugikan para pemegang saham. (Merslythahalia dan Lasmana, 2016).

Di Indonesia terdapat dua jenis kepemilikan dalam perusahaan yaitu perusahaan dengan kepemilikan menyebar dan perusahaan dengan kepemilikan terkonsentrasi. Perusahaan dengan kepemilikan terkonsentrasi memiliki dua kelompok pemegang saham, yaitu controlling shareholders

dan minority shareholders.

Agency theory ini muncul ketika

terjadi sebuah kontrak antara manajer

(agent) dengan pemilik perusahaan

(principle). Seorang manajer tentu lebih

mengetahui keadaan perusahaannya dibandingkan dengan pemilik perusahaan. Untuk itu, manajer berkewajiban untuk memberikan

informasi kepada pemilik perusahaan. Akan tetapi, informasi yang disampaikan terkadang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya yang terjadi diperusahaan

(asymmetric information). Sehingga

konflik kepentingan antara manajer

(agent) dengan pemilik perusahaan

(principle) akan menimbulkan adanya

biaya keagenan (agency cost). (Irwan dan Pramuka, 2018). Kepemilikan institusional memiliki hak suara di dalam perusahaan, sehingga kepemilikan institusional dapat memaksa manajer untuk fokus pada kinerja ekonomi dan menghindari peluang untuk mementingkan diri sendiri (Cahyani, 2018).

Perusahaan yang memiliki kepemilikan Institusional yang tinggi akan semakin agresif dalam meminimalisir pelaporan perpajakannya, karena kepemilikan institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal sehingga mempengaruhi perusahaan dalam melakukan tax avoidance (Ariawan dan Setiawan, 2017). Pernyataan di atas selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Pramuka dan Prasetyo (2018) menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak, dikarenakan perusahaan dalam rangka mengurangi problem agency dan mencapai keuntungan bottom line

performance yang lebih tinggi serta

menjamin investasi berkelanjutan maka beban pajak perusahaan harus diminimalisir melalui perencanaan pajak agresif yang didorong oleh para pemilik institusional.

Penelitian yang dilakukan oleh Arianandini dan Ramantha (2018) menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap kepemilikan institusional, hal ini disebabkan oleh kurangnya kualitas sumber daya dari pemilik institusional sehingga mereka tidak mampu melakukan pengawasan dan kontrol

(5)

48

dengan benar terhadap keputusan yang diambil oleh manajer.

Faktor kedua perusahaan melakukan penghindaran pajak setelah kepemilikan institusional yaitu leverage. Rasio leverage menunjukkan pembiayaan suatu perusahaan dari utang yang mencerminkan semakin tingginya nilai perusahaan. Dalam kaitannya dengan pajak, apabila perusahaan memiliki kewajiban pajak tinggi maka perusahaan akan memiliki utang yang tinggi pula, oleh sebab itu, perusahaan akan berusaha melakukan penghindaran pajak (Rizal, 2018). Perusahaan besar lebih cenderung memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya daripada menggunakan pembiayaan yang berasal dari utang. Perusahaan besar akan menjadi sorotan pemerintah, sehingga akan menimbulkan kecenderungan bagi para manajer perusahaan untuk berlaku agresif atau patuh (Maria dan Tommy, 2013).

Semakin besar ukuran perusahaan, maka perusahaan akan lebih mempertimbangkan risiko dalam hal mengelola beban pajaknya. Perusahaan yang termasuk dalam perusahaan besar cenderung memiliki sumber daya yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang memiliki skala lebih kecil untuk melakukan pengelolaan pajak. Sumber daya manusia yang ahli dalam perpajakan diperlukan agar dalam pengelolaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan dapat maksimal untuk menekan beban pajak perusahaan. Perusahaan berskala kecil tidak dapat optimal dalam mengelola beban pajaknya dikarenakan kekurangan ahli dalam perpajakan (Handayani, 2018).

Debt to equity ratio (DER)

merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan ekuitas yang dimiliki. Semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total hutang (jangka pendek dan jangka panjang) semakin besar dibanding

dengan total modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur).

Perusahaan yang melakukan pembiayaan dengan utang maka akan adanya biaya bunga yang harus dibayarkan, semakin besar hutang maka semakin besar juga biaya bunga yang ditanggung perusahaan. Biaya bunga yang besar akan memberikan pengaruh berkurangnya beban pajak (Surya, 2016).

Pernyataan diatas mendukung penelitian yang dilakukan oleh Oktamawati (2017) yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif signifikan terhadap penghindaran pajak, ini artinya semakin tinggi leverage maka semakin tinggi penghindaran pajak.

Leverage berpengaruh postif terhadap

penghindaran pajak karena utang yang mengakibatkan munculnya beban bunga dapat menjadi pengurang laba kena pajak, sedangkan dividen yang berasal dari laba ditahan tidak dapat menjadi pengurang laba.

Dalam agency theory, aktivitas penghindaran pajak dapat memfasilitasi

managerial opportunism, seperti

manipulasi laba atau penempatan sumber daya yang tidak sesuai (Rifki, 2017). Aktivitas penghindaran pajak menciptakan kesempatan bagi manajer dalam melakukan aktivitas yang ditujukan untuk menyesatkan investor. Sederhananya dengan mengurangi kewajiban perusahaan, manajer melakukan manipulasi laba yang mengakibatkan turunnya kandungan informasi pada laporan keuangan perusahaan.

Dilansir dari (forum pajak.org) yang menunjukkan hasil penelitian UNCTAD (The United Nation

Conference on Trade and Development),

perusahaan memiliki andil besar dalam menggerus penerimaan pajak terutama pada Negara berkembang. Hasil penelitian tersebut menujukkan bahwa negara berkembang kehilangan lebih dari

(6)

49

100 Miliar dollar per tahun akibat pengindaran pajak. Penghindaran pajak banyak dilakukan dengan mengalihkan laba (profit-shifting) ke Negara-negara

haven. Selain mengalihkan laba,

penghindaran pajak berdampak pada

Gross Domestic Product (GDP) suatu

negara. Penghindaran pajak umumnya dilakukan oleh perusahaan yang bergerak pada sektor manufaktur dan pengolahan bahan baku (bisnis.com, 2015).

Motivasi Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti menguraikan beberapa motivasi penelitian ini sebagai berikut:

a. Banyaknya perusahaan yang melakukan penghindaran pajak menyebabkan kerugian bagi negara, karena pajak yang diterima oleh negara semakin kecil;

b. Perusahaan mengecilkan atau memanipulasi laba untuk mengurangi beban pajak yang harus dibayarkan; c. Penghindaran pajak merupakan usaha

untuk mengurangi hutang pajak yang bersifat legal, kegiatan ini memunculkan risiko bagi perusahaan antara lain denda, sanksi pajak dan buruknya reputasi perusahaan dimata publik serta mengurangi Kas Negara; d. Adanya anggapan bahwa pajak ialah

beban biaya yang dapat mengurangi laba perusahaan serta tidak memberi manfaat untuk kemajuan perusahaan secara langsung.

Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut: a. Apakah kepemilikan institusional

berpengaruh terhadap penghindaran pajak?

b. Apakah leverage berpengaruh terhadap penghindaran pajak?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui dan menguji pengaruh kepemilikan institusional terhadap penghindaran pajak.

b. Untuk mengetahui dan menguji pengaruh leverage terhadap penghindaran pajak.

KERANGKA TEORITIS DAN

PENGEMBANGAN HIPOTESIS Landasan Teori

Teori yang digunakan untuk mendasari serta mendukung penelitian ini adalah teori Agency. Jensen and Meckling (1976) menggambarkan hubungan agensi sebagai suatu kontrak dibawah satu atau lebih (principal) yang melibatkan orang lain (agen) untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melibatkan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Jensen and Meckling (1976) menyatakan permasalahan tersebut sebagai:

a. Moral Hazard, yaitu permasalahan

yang muncul jika agent tidak melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dengan kontrak kerja.

b. Adverse Selection, yaitu suatu keadaan

dimana principal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil agent didasarkan pada informasi yang telah diperoleh, atau terjadi sebagai kelalalian dalam tugas.

Agency theory menjelaskan

hubungan antara principal dan manajemen perusahaan. Pemegang saham tidak terlibat langsung di dalam aktivitas operasional perusahaan, karena aktivitas operasional perusahaan dijalankan oleh pihak manajemen. Namun pada kenyataannya manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan

(7)

50

kepentingan pemegang saham karena manajemen pasti memiliki kepentingan pribadi (Brian dan Martani, 2017). Ketidakseimbangan dalam pendistribusian informasi yang diterima oleh agen dan principal menyebabkan asimetri informasi sehingga dapat menimbulkan masalah keagenan. Masalah keagenan sendiri terbagi menjadi dua bentuk, yaitu: (1) Agency

Conflict antara pemegang saham dan

manajer. Penyebab konflik antar manajer dengan pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh tersebut diinvestasikan. (2) Agency

Conflict antara pemegang saham dan

kreditor.

Untuk mengawasi dan menghalangi perilaku oportunitis manajer maka pemegang saham harus bersedia mengeluarkan biaya pengawasan tersebut, biaya ini disebut dengan biaya keagenan (agency cost). Untuk mengurangi agency cost dapat dilakukan dengan meningkatkan kepemilikkan manajerial yaitu memberikan kesempatan pada manajer untuk terlibat dalam kepemilikkan saham dengan tujuan untuk menyetarakan kepentingan dengan pemegang saham. Karena akan menjadi suatu ancaman bagi pemegang saham jika manajer akan menjadi suatu ancaman bagi pemegang saham jika manajer akan bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya konflik kepentingan.

Dalam implementasinya, manajer melakukan perencanaan pajak yang membuat penghematan pembayaran pajak dengan tidak melanggar peraturan perpajakan yang ada. Perencanaan pajak ini adalah tindak lanjut dari praktek teori badan. Dimana manajer ditugaskan oleh pemilik untuk menghindari aturan pajak yang diperbolehkan, sehingga dalam

akhir jumlah laba bersih yang dibayarkan ke dalam pajak tidak terlalu besar dengan menjanjikan bonus jika pengembalian keuntungan atau laba yang diperoleh CEO.

Kepemilikan institusional merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengurangi agency

conflict. Semakin tinggi tingkat

kepemilikan institusional maka semakin kuat tingkat pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan untuk menekan perilaku oportunis manajemen.

Investor institusional biasanya menguasai sejumlah besar saham sehingga dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Melalui proporsi kepemilikan institusional yang besar pemilik dapat mengarahkan tindakan manajemen untuk menerapkan prinsip akuntansi konservatif dengan tujuan untuk menghindarkan tindakan oportunis manajemen dalam memanipulasi kinerja perusahaan (Sari dan Larasdiputra, 2019). Terdapat perbedaan antara pemegang saham dengan pihak manajemen dalam mengambil kebijakan seperti dalam menentukan pembiayaan perusahaan dalam bentuk utang yang akan memberikan efek signifikan terhadap penghindaran pajak, salah satunya seperti leverage.

Leverage pada perusahaan adalah tingkat dukungan modal perusahaan yang diperoleh dari pihak luar perusahaan. Semakin besar tingkat modal perusahaan maka akan semakin tinggi risiko yang akan dihadapi perusahaan seperti kebangkrutan dan biaya keagenan yang tinggi. Berdasarkan teori agensi, kontrak efisien dalam hubungan keagenan tidak dapat terjadi apabila kepentingan prinsipal dan agen yang bertentangan (Dewi dan Noviari, 2017).

Diperlukan pengawasan dari pihak luar perusahaan untuk mengawasi pihak agen. Pengawasan tersebut dapat memengaruhi sikap agen perusahaan, karena semakin banyak pengawasan

(8)

51

dalam perusahaan maka agen akan lebih berhati-hati untuk setiap keputusan yang akan ditetapkan. Namun dengan adanya utang jangka panjang atau leverage pada perusahaan akan menimbulkan beban tetap yaitu adanya bunga yang harus dibayar.

Tinjauan Literatur a. Pajak

Menurut Pohan (2017), pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public

saving yang merupakan sumber utama

untuk membiayai public investment. Pajak merupakan unsur pengurangan laba yang tersedia baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun diinvestasikan kembali (Suandy, 2016).

Menurut Budi (2016:67) agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemunguttan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1) Pemungutan Pajak Harus Adil (Syarat Keadilan)

Keadilan dalam prinsip perundang-undangan pajak maupun dalam pelaksanaannya harus dipegang teguh, walaupun keadilan itu sangat relatif. Adil diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

2) Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Undang-Undang Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

3) Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan,

sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

4) Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finansial)

Sesuai dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5) Sistem Pajak Yang Sederhana Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan tidak meyulitkan wajib pajak.

Terdapat dua fungsi utama dari pajak, yaitu fungsi penerimaan

(budgetair) dan fungsi pengaturan

(regulerend). Budgetair berfungsi

sebagai penghimpun dana dari masyarakat ke dalam kas negara. Sedangkan regulerend sebagai alat ukur untuk mengatur struktur pendapatan di tengah masyarakat dan struktur kekayaan antar para pelaku ekonomi (Sumarsan, 2015 hal 4).

Penghindaran Pajak

Penghindaran pajak merupakan salah satu upaya meminimalisasi beban pajak yang sering dilakukan oleh perusahaan, karena masih berada dalam bingkai peraturan perpajakan yang berlaku. Meski penghindaran pajak bersifat legal, dari pihak pemerintah tetap tidak menginginkan hal tersebut. Fenomena penghindaran pajak di Indonesia dapat dilihat dari rasio pajak

(tax ratio) negara Indonesia. Rasio pajak

menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pendapatan pajak atau menyerap kembali PDB dari masyarakat dalam bentuk pajak. Semakin tinggi rasio pajak suatu negara, maka semakin baik kinerja pemungutan pajak negara tersebut (Darmawan dan Sukartha, 2014).

Penghindaran pajak yaitu pengurangan pajak eksplisit yang

(9)

52

mempresentasikan serangkaian strategi perencanaan pajak mulai dari manajemen pajak (tax management), perencanaan pajak (tax planning), pajak agresif (tax

aggresive), tax evasion dan tax sheltering

(Cahyono dkk, 2016).

Richardson, Taylor dan Lanis, 2015 menyatakan bahwa dalam penilaian pendapatan pajak yang dikumpulkan selama krisis periode keuangan the international monetary fund (IMF) menekankan bahwa perusahaan yang dibatasi dalam hal kredit mungkin tergoda untuk terlibat dalam penghindaran pajak sebagai mekanisme penting untuk membiayai operasi bisnis mereka.

Terdapat dua perspektif mengenai hubungan antara penghindaran pajak dengan nilai perusahaan. Salah satunya adalah perspektif tradisional. Perspektif tradisional penghindaran pajak. Perspektif tradisional penghindaran pajak secara implisit mengasumsikan bahwa pengaruh masalah yang timbul dari pemisahan kepemilikan dan manajemen adalah sedikit atau tidak ada. Perspektif ini memandang penghindaran pajak sebagai pengalihan sumber daya dari pemerintah kepada pemegang saham yang berakibat meningkatkan nilai perusahaan. (Lee Mi-Bo dan Paek Wonsun, 2019).

Penghindaran Pajak melibatkan sebuah organisasi dalam mempertahankan sumber daya kas dalam perusahaan yang seharusnya masuk ke dalam kas pemerintah. Pengurangan dalam ETR Perusahaan yang disediakan oleh penghindaran pajak berpotensi sinyal positif kepada investor, sehingga mengurangi biaya modal ekuitas. Manfaat ini memberikan insentif yang kuat bagi perusahaan untuk terlibat dalam penghindaran pajak (McClure, R. Lanis, R. Wells, P. dan Govendir, B. 2017). Oleh karena itu, penghindaran pajak perusahaan membuka peluang bagi manajer untuk bersikap oportunis dengan melakukan penghindaran pajak untuk

tujuan keuntungan jangka pendek, tidak untuk keuntungan jangka panjang yang diharapkan oleh pemegang saham. Di sinilah peran tata kelola perusahaan yang diharapkan dapat mengendalikan akibat dari masalah agensi tersebut terhadap penghindaran pajak.

Aditama dan Purwaningsih (2014) menjelaskan bahwa ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak untuk meminimalkan beban pajak, di antaranya yaitu:

1) Pergeseran pajak (tax shifting) adalah pemindahan atau mentransfer beban pajak dari subjek pajak kepada pihak lainnya. Dengan demikian, orang atau badan yang dikenakan pajak dimungkinkan sekali tidak menanggung beban pajaknya. 2) Kapitalisasi adalah pengurangan

harga objek pajak sama dengan jumlah pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh pihak pembeli. 3) Transformasi adalah cara

pengelakan pajak yang dilakukan oleh perusahaan dengan cara menanggung beban pajak yang dikenakan terhadapnya.

4) Penggelapan pajak (tax evasion) adalah penghindaran pajak yang dilakukan secara sengaja oleh wajib pajak dengan melanggar ketentuan perpajakan yang berlaku. Penggelapan pajak (tax evasion) dilakukan dengan cara memanipulasi secara ilegal.

Tax avoidance dapat diukur dengan

beberapa pengukuran, menggunakan current ETR untuk mengukur seberapa besar kemungkinan perusahaan melakukan tax avoidance yang merupakan bagian dari manajemen pajak, yang bertujuan untuk memisahkan beban pajak kini dengan laba sebelum pajak. Dengan adanya beban pajak kini dimungkinkan untuk melakukan pemilihan kebijakan-kebijakan yang

(10)

53

terkait dengan perpajakan dengan akuntansi. (Pratama dkk, 2017).

Dalam penelitian ini penghindaran pajak (tax avoidance) dapat diukur dengan menggunakan rumus Cash ETR sebagai berikut :

Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional memiliki peran penting dalam memantau, mendisiplinkan, dan mempengaruhi perilaku manajer kepemilikan institusional merupakan pihak yang memonitor perusahaan dengan kepemilikan institusi yang besar (lebih dari 5%) mengidentifikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen lebih besar. Adanya kepemilikan institusional di suatu perusahaan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen.

Kepemilikan institusonal merupakan lembaga yang memiliki kepentingan besar terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham. Sehingga biasanya institusi menyerahkan tanggung jawab kepada divisi tertentu untuk mengelola investasi perusahaan. Keberadaan institusi yang memantau secara professional perkembangan investasinya menyebabkan pengendalian terhadap tindakan manajemen sangat tinggi sehingga potensi ditekan (Cahyono dkk, 2016).

Kepemilikan institusional merupakan proporsi kepemilikan saham oleh institusi pendiri perusahaan yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh investor intern (Vidiyanti, 2017).

Pihak institusional yang menguasai saham lebih besar daripada pemegang saham lainnya dapat melakukan pengawasan terhadap kebijakan

manajemen yang lebih besar juga sehingga manajemen dapat menghindari perilaku yang merugikan para pemegang saham.

Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan dan rata-rata total aktiva. Semakin besar ukuran perusahaannya, maka transaksi yang dilakukan semakin kompleks, sehingga memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan celah-celah atau kelemahan yang ada pada ketentuan perundang-undangan untuk melakukan tindakan tax avoidance. (Merslythalia dan Lasmana, 2017). Dalam penelitian ini kepemilikan institusional diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Leverage

Leverage adalah salah satu faktor

penting yang mempengaruhi profitabilitas karena leverage bisa digunakan perusahaan untuk meningkatkan modal perusahaan dalam rangka meningkatkan keuntungan. Penggunaan hutang dalam kegiatan pendanaan perusahaan tidak hanya memberikan dampak yang baik bagi perusahaan. Jika proporsi leverage tidak diperhatikan perusahaan hal tersebut akan menyebabkan turunnya profitabilitas karena penggunaan hutang menimbulkan beban bunga yang bersifat tetap (Putra dan Badjra, 2015).

Leverage adalah kemampuan

perusahaan dalam menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap (hutang atau saham istimewa) dalam mewujudkan suatu tujuan, perusahaan dapat memaksimalkan kekayaan pemilik perusahaan. Leverage dapat menanggung sejumlah beban atau biaya, baik biaya tetap operasi maupun biaya finansial. Biaya tetap operasi merupakan beban

(11)

54

atau biaya tetap yang harus diperhitungkan sebagai akibat dari fungsi pelaksanaan investasi, sedangkan biaya finansial merupakan beban atau biaya yang harus diperhitungkan sebagai akibat dari pelaksanaan fungsi pendanaan (Hasty dan Herawaty, 2017).

Leverage adalah tingkat hutang

yang digunakan perusahaan dalam melakukan pembiayaan. Leverage

menggambarkan tingkat resiko dari perusahaan yang diukur dengan membandingkan total kewajiban perusahaan dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan (Alviyani, 2016).

Perusahaan yang menggunakan hutang akan menimbulkan adanya bunga yang harus dibayar. Pada peraturan perpajakan, yaitu Pasal 6 Ayat 1 UU nomor 36 tahun 2008 tentang PPh, bunga pinjaman merupakan biaya yang dapat dikurangkan (deductible expense)

terhadap penghasilan kena pajak. Beban bunga yang bersifat deductible akan menyebabkan laba kena pajak perusahaan menjadi berkurang. Laba kena pajak yang berkurang pada akhirnya akan mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan (Alviyani, 2016).

Penggunaan rasio leverage bagi perusahaan memberikan banyak manfaat yang dapat dipetik, baik rasio rendah maupun rasio tinggi. Menurut Fred Wetson rasio leverage memiliki beberapa implikasi sebagai berikut:

1. Kreditor mengharapkan ekuitas (dana yang disediakan pemilik) sebagai margin keamanan. Artinya jika pemilik memiliki dana yang kecil sebagai modal, risiko bisnis terbesar akan ditanggung oleh kreditor.

2. Dengan pengadaan dana melalui utang, pemilik memperoleh manfaat berupa dapat dipertahankannya penguasaan atau pengendalian perusahaan.

3. Bila perusahaan mendapat penghasilan lebih dari dana yang dipinjamkannya dibandingkan

dengan bunga yang harus dibayarnya, pengembalian kepada pemilik.

Dalam penelitian ini jenis rasio

leverage yang digunakan adalah Debt to

Equity Ratio (DER). Debt to Equity Ratio

(DER) adalah rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancer dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang (Rizal, 2019). Rumus Debt

to Equity Ratio (DER) adalah sebagai

berikut:

Keterangan :

DER : Debt to equity ratio Total Liability : Total Kewajiban Total Equity : Total Ekuitas Skor :

DER > 0 < 100%= Kondisi keuangan aman DER > 100% = Kondisi keuangan memburuk

Pengembangan Hipotesis

Kepemilikan Institusional

Berpengaruh Terhadap Penghindaran Pajak.

H1: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap Penghindaran Pajak.

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh pihak di luar perusahaan yang dimiliki oleh institusi sebagai pemerintah, perusahaan investasi, bank dan investor luar negeri dapat membantu pihak prinsipal untuk mengontrol perilaku agen

(12)

55

dalam perusahaan sehingga penghindaran pajak dapat diminimalisir.

Biasanya institusi menyerahkan tanggung jawab kepada divisi tertentu untuk mengelola investasi perusahaan. Keberadaan institusi yang memantau secara profesional perkembangan investasinya menyebabkan tingkat pengendalian terhadap tindakan manajemen sangat tinggi sehingga potensi dapat ditekan. Kepemilikan institusional berperan penting dalam mengawasi kinerja manajemen agar lebih optimal dalam menajalankan perusahaan karena dianggap mampu memonitor setiap keputusan yang diambil manajer secara efektif (Diantari dan Ulupi, 2016). Adanya tanggung jawab perusahaan kepada fidusia, maka pemilik institusional memiliki insentif untuk memastikan bahwa manajemen perusahaan membuat keputusan yang akan memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Kepemilikan institusional diukur dengan proporsi saham yang dimiliki institusi pada akhir tahun yang dinyatakan dalam presentase (Damayanti dan Susanto, 2015).

Besar kecilnya konsentrasi kepemilikan institusional maka akan mempengaruhi kebijakan pajak agresif oleh perusahaan, dan semakin kecil kepemilikan institusional akan meningkatkan kebijakan pajak agresif, tetapi semakin besar kepemilikan institusional maka akan semakin mengurangi tindakan 27 kebijakan pajak yang agresif.

Pemilik institusional memainkan peran penting dalam memantau, mendisiplinkan dan mempengaruhi manajemen. (Meslythalia dan Lasmana, 2016). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cahyono dan Raharjo (2016) menyebutkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap tax avoidance.

Leverage Berpengaruh Terhadap

Penghindaran Pajak.

H2: Leverage berpengaruh terhadap

Penghindaran Pajak

Rasio leverage yang tinggi menunjukkan besarnya jumlah pendanaan perusahaan yang bersumber dari utang, sehingga akan menimbulkan jumlah beban bunga yang tinggi yang dapat mengurangi laba sehingga akan menurunkan beban pajak penghasilan.

Leverage ini menjadi sumber pendanaan

perusahaan dari eksternal melalui hutang. Semakin besar penggunaan utang oleh perusahaan maka semakin banyak pihak eksternal yang terlibat dalam pendanaan kegiatan perusahaan, sehingga dapat meningkatkan fungsi pengawasan terhadap manajemen perusahaan (Aprianto dan Dwimulyani, 2019). Penelitian terkait leverage pernah dilakukan oleh Marfirah dan Syam (2016) yang menemukan bahwa leverage

berpengaruh negatif terhadap tax

avoidance. Dalam penelitian yang

dilakukan Praditasari dan Setiawan (2017) menunjukkan bahwa leverage

berpengaruh terhadap tax avoidance, penelitian tersebut didukung oleh penelitian dari Nursari dan Edi (2017) yang menyebutkan bahwa leverage

berpengaruh terhadap tax avoidance.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif atau analisis data statistik. Pendekatan kuantitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Penelitian ini bersifat asosiatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dua variabel atau lebih dan bersifat sebab akibat. Dilakukan dengan cara

(13)

56

menghubungkan variabel satu dengan variabel lain agar dapat mengetahui, menjelaskan, dan memprediksi tingkat ketergantungan variabel independen adalah kepemilikan institusional dan

leverage terhadap variabel dependen

yaitu penghindaran pajak.

1. Populasi, Sample dan

Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan pada sektor industri dasar dan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2017 – 2019, dengan mengunduh annual report yang diakses melalui situs www.idx.co.id. Data dalam penelitian ini meliputi data perusahaan industri dasar dan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2017 sampai dengan 2019. Sektor industri dasar dan kimia dipilih karena memiliki jumlah perusahaan yang

listing paling banyak dibandingkan

dengan sektor manufaktur yang lain, dan menurut peneliti perusahaan-perusahaan tersebut memiliki tingkat

financial risk yang beragam sehingga

penting untuk diteliti.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik non random

sampling yaitu purposive sampling.

Wijaya dan Juniandari (2019) mengatakan bahwa purposive

sampling merupakan teknik

pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Jumlah perusahaan dari sektor industri dasar dan kimia selama periode 2017 sampai dengan 2019 berjumlah 75 perusahaan. Dari populasi yang terdapat dalam penelitian ini, hanya terdapat 12 perusahaan saja yang dapat memenuhi kriteria sebagai sampel dalam penelitian ini. Berdasarkan metode tersebut maka kriteria penentuan sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Perusahaan industri dasar dan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017 sampai dengan 2019.

2) Perusahaan industri dasar dan kimia yang menyediakan informasi keuangan secara lengkap selama periode 2017 sampai dengan 2019.

3) Perusahaan industri dasar dan kimia selama periode penelitian 2017 sampai dengan 2019 tidak mengalami delisting dari Bursa Efek Indonesia.

4) Data perusahaan industri dasar dan kimia berupa annual report

yang terdapat laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen.

Berikut ini adalah sub sektor yang terdapat dalam industri dasar dan kimia diantaranya yaitu:

Tabel 1

Tabel 2

Tabel 3

(14)

57

Tabel 5

Tabel 6

Tabel 7

Model Penelitian Berbasis Warp-Pls

Sumber: data diolah, WarpPLS 7.0 Gambar 1.

Model Penelitian Berbasis Warp-PLS

Keterangan :

KEP-INST : Kepemilikan Institusi DER : Debt Equity Ratio

ETR : Effective Tax Rate Pengukuran Variabel

Tabel 8

Tabel Operasional Variabel

HASIL DAN DISKUSI

Proses dan hasil analisis data menggunakan Partial Least Squares

dengan menggunakan program

WarpPLS5 7.0 untuk menjelaskan pola

hubungan antar variabel dengan tujuan mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung dari seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen). Model penelitian adalah seperti gambar 2 sebagai berikut:

Sumber: data diolah, WarpPLS 7.0 Gambar 2 Model Penelitian

Objek dalam penelitian ini merupakan perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2017 – 2019 dan telah memenuhi kriteria yang berlaku bagi penerapan operasional variabel dengan

purposive sampling yang dibutuhkan

dalam penelitian ini.

Tabel 9

Hasil Tabulasi Penghindaran Pajak

Pada tabel 9 diketahui bahwa di Tahun 2017 PT Mulia industrindo Tbk (MLIA) memiliki nilai CETR maksimum sebesar 0.30608 dan di Tahun 2018 sampai dengan Tahun 2019

(15)

58

PT Semen Baturaja (Persero) TBK (SMBR) dua tahun berturut-turut memiliki nilai CETR maksimum. Pada tahun 2018 nilai CETR maksimum sebesar 0.47663, tahun 2019 nilai CETR maksimum sebesar 0.65262. Nilai maksimum dari penghindaran pajak diperoleh karena pajak yang dibayarkan perusahaan cenderung lebih tinggi dibandingkan laba sebelum pajak perusahaan tersebut.

Untuk nilai CETR minimum pada tahun 2017 sebesar 0.06698 dengan rata-rata 0.24728 terdapat pada PT Indo Acitama Tbk (SRSN). Pada tahun 2018 nilai CETR minimum sebesar 0.21415 dengan rata-rata 0.27297 yang terdapat pada PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) dan pada tahun 2019 nilai CETR minimum sebesar 0.18452 dengan rata-rata 0.29017 terdapat pada PT Wijaya Karya Beton. Hal ini berbanding terbalik dari nilai maksimum. yaitu pajak yang dibayarkan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan laba sebelum pajak perusahaan tersebut. Dengan pengukuran CETR ini tingkat penghindaran pajak suatu perusahaan akan terlihat dengan jelas.

Tabel 9

Hasil Kepemilikan Institusional

Berdasarkan tabel 9 tahun 2017 PT PT Semen Baturaja (Persero) TBK

(SMBR) memiliki nilai INST maksimum dengan nilai sebesar 0.99770. Pada tahun 2018 PT Charoen Pokpard Indonesia (CPIN) memiliki nilai INST maksimum sebesar 0.99550 dan pada tahun 2019 Fajar Surya Wisesa Tbk (FASW) memiliki nilai INST maksimum sebesar 0.99954. Nilai maksimum ini diperoleh karena tingkat saham yang dimiliki institusi lebih tinggi dibanding jumlah saham beredar pada perusahaan tersebut.

Pada tahun 2017 PT Indo Acitama Tbk. (SRSN) memiliki nilai INST minimum sebesar 0.37310. Tahun 2017 PT Panca Budi Idaman Tbk (PBID) memiliki nilai INST minimum sebesar 0.00769 dan pada tahun 2019 PT Indo Acitama Tbk. (SRSN) memiliki nilai minimum sebesar 0.44140. Nilai minimum diperoleh karena jumlah saham beredar dalam perusahaan lebih tinggi dibandingkan tingkat saham institusi yang dimiliki perusahaan tersebut. Hal ini berarti tingkat kepemilikan institusional yang tinggi mampu mengawasi kinerja manajemen dalam menjalankan perusahaan.

Tabel 10 Hasil Tabulasi Leverage

Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa pada tahun 2017 PT Tembaga Mulia Semanan Tbk (TBMS) memliki DER maksimum sebesar 3.51341. Pada

(16)

59

tahun 2018 sampai dengan 2019 PT Indal Aluminium Tbk berturut-urut memiliki nilai DER maksimum sebesar 3.61000 pada 2018 dan 2.79898 pada tahun 2019. Nilai maksimum ini diperoleh karena tingkat hutang yang dimiliki institusi lebih tinggi dibanding jumlah ekuitas pada perusahaan tersebut.

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa pada tahun 2017 PT Panca Budi Idaman Tbk (PBID) memliki DER minimum sebesar 0.12790. Pada tahun 2018 Fajar Surya Wisesa Tbk (FASW) memiliki nilai DER minimum sebesar 0.10000 dan pada tahun 2019 PT Emdeki Utama Tbk memiliki nilai minimum sebesar 0.11000. Nilai minimum diperoleh karena jumlah ekuitas dalam perusahaan lebih tinggi dibandingkan tingkat hutang institusi yang dimiliki perusahaan tersebut. Hal ini berarti tingkat utang yang tinggi mampu mengurangi beban pajak.

Uji Outer Model

Pengujian outer model dilakukan dengan 3 (tiga) kriteria yaitu. validitas konvergen. validitas diskriminan dan reliabilitas.

Validitas Konvergen

Validitas konvergen dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi antara skor indikator reflektif dengan skor variabel latennya. Dengan kata lain validitas konvergen bertujuan untuk mengkonfirmasi pengukuran konstruk. Jika nilai muatan faktor lebih besar sama dengan 0.5 sampai dengan 0.6 maka dianggap cukup memenuhi kriteria validitas konvergen. Solimun. dkk (2017:115) menjelaskan rule of thumb

muatan faktor yang dianggap bermakna jika lebih besar sama dengan 0.30. Dan jika muatan faktor dapat dikatakan signifikan apabila P-value lebih kecil dari P<0.001. Berikut hasil validitas konvergen yang diperoleh:

Tabel 11

Combined loadings and cross-loadings

Berdasarkan tabel 11 nilai outer

model atau korelasi antar konstruk

setiap variabel baik X1. X2. Y menunjukkan bahwa semua combined

loading dan cross-loading memiliki nilai

di atas 0.30, yaitu sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Semua faktor menunjukkan signifikan P-value <0.001. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap pengukuran variabel dikatakan valid dan signifikan terhadap konstruknya.

Validitas Diskriminan

Validitas diskriminan dapat dilihat dari nilai loading dan cross-loading. Jika nilai loading setiap indikator pada variabel bersangkutan lebih besar dibanding dengan cross-loading pada variabel latennya maka dikatakan memenuhi validitas diskriminan (Solimun. dkk. 2017). Apabila akar AVE (pada diagonal utama) melebihi atau lebih besar dari korelasi variabel yang bersangkutan. maka validitas diskriminan terpenuhi. Berikut hasil pengujian validitas diskriminan yang diperoleh:

Tabel 12

(17)

60

Dari tabel 12 di atas. pengujian validitas diskriminan menunjukkan hasil variabel Kepemilikan Institusional (X1) memiliki akar AVE 1.000; korelasinya dengan variabel lain yaitu 0.542. 0.286 maka dari itu. variabel X1 memenuhi validitas diskriminan. Variabel Leverage

(X2) memilki akar AVE 1.000; korelasinya dengan variabel lain yaitu 0.687. maka dari itu. variabel X2 memenuhi validitas diskriminan. Variabel Penghindaran Pajak (Y) memiliki akar AVE 1.000; tidak memiliki korelasi dengan variabel lain dan variabel Y memenuhi validitas diskriminan.

Reliabilitas

Kriteria reliabilitas dapat dilihat dari nilai composite reliability

coefficients dan cronbach’s alpha

coefficients dari masing-masing konstruk.

Composite reliability coefficient

terpenuhi jika lebih besar dari 0.70 sedangkan cronbach’s alpha coefficients

terpenuhi jika lebih besar dari 0.60 (Solimun. dkk. 2017).

Tabel 12

Composite Reliability Coefficient dan Cronbach’ AlphaCoefficient

Berdasarkan tabel 12 di atas. nilai

composite reliability coefficients untuk

variabel Kepemilikan Institusional (X1) sebesar 1.000. variabel Leverage (X2) sebesar 1.000. variabel Penghindaran Pajak (Y) sebesar 1.000. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh variabel reliabel karena telah memenuhi

composite reliability coefficients di atas

0.70.

Untuk nilai cronbach’s alpha

coefficients. variabel Kepemilikan

Institusional (X1) sebesar 1.000.

Leverage (X2) sebesar 1.000. variabel

Penghindaran Pajak (Y) sebesar 1.000. Hal ini menunjukkan seluruh variabel reliabel karena telah memenuhi

cronbach’s alpha coefficients di atas

0.60. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel memenuhi composite reliability

coefficients dan cronbach’s alpha

coefficients sesuai standar yang telah

ditetapkan.

Uji Inner Model

Sebelum dilakukan interpretasi terhadap hasil pengujian hipotesis. model seharusnya memiliki Goodness of Fit

yang baik. Goodness of Fit pada WarpPLS 5.0 yang dimaksud adalah indeks dan ukuran baiknya hubungan antara variabel laten (inner model)

terkait juga dengan asumsi-asumsinya. Kriteria yang tercantum bersifat rule of

thumb. atau tidak berlaku secara kaku

dan mutlak. Bilamana terdapat satu atau dua indikator Model Fit and Quality

Indices tentunya model masih bisa

digunakan (Solimun. dkk.2017).

Hasil analisis WarpPLS 5.0 Model

Fit and Quality Indices dalam penelitian

ini terdapat beberapa ukuran yang disajikan dalam tabel 13 berikut:

(18)

61

Tabel 13

Model Fit and Quality Indices

Berdasarkan tabel 13 Model Fit

and Quality Indices pada penelitian ini

terdiri dari: Average Path Coefficient

(APC) dengan hasil penelitian sebesar 0.429. (P=0.009) maka dapat dikatakan baik karena sesuai dengan kriteria fit.

Average R-Squared (ARS) dengan hasil

penelitian sebesar 0.375. (P=0.018) maka dapat dikatakan baik karena sesuai dengan kriteria fit. Average Adjusted

R-Squared (AARS) dengan hasil penelitian

sebesar 0.279. (P=0.049) maka dapat dikatakan baik karena sesuai dengan kriteria fit. Average Block VIF (AVIF) dengan hasil penelitian sebesar 1.000 maka dapat dikatakan baik karena sesuai dengan kriteria fit. Average Full

Collinearity (AFVIF) dengan hasil

penelitian sebesar 1.000 maka dapat dikatakan baik karena sesuai dengan kriteria fit. Tenenhaus GoF (GoF) dengan hasil penelitian sebesar 0.551 dengan kategori besar. dapat dikatakan baik karena sesuai dengan kriteria fit.

Sympson Paradox Ratio (SPR) dengan

hasil penelitian sebesar 1.000 maka dikatakan baik karena sesuai dengan kriteria fit. R-Squared Contribution

Ratio (RSCR) dengan hasil penelitian

sebesar 1.000 maka dikatakan baik

karena sesuai dengan kriteria fit.

Statistical Suppression Ratio (SSR)

dengan hasil penelitian sebesar 1.000 maka dikatakan baik karena sesuai dengan kriteria fit. Nonlinear Bivariate

Causality Direction Ratio (NLBCDR)

dengan hasil penelitian sebesar 0.500 maka dapat dikatakan baik karena sesuai dengan kriteria fit.

Maka dapat disimpulkan bahwa hasil analisis penelitian ini memiliki Model Fit yang baik. karena kriteria yang tercantum pada tabel 4.10 pada dasarnya bersifat rule of thumb atau tidak berlaku secara kaku dan mutlak (Solimun dkk. 2017).

Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis pada analisis WarpPLS menggunakan uji t. pengujian hipotesis dilakukan dengan metode

resampling bootstrap yang

dikembangkan oleh Geisser dan Stone (Solimun. dkk. 2017). Penerapan metode

resampling memungkinkan berlakunya

data terbatas dari asumsi distribusi. atau tidak memerlukan asumsi distribusi normal. dan tidak memerlukan sampel yang besar. Pengujian dilakukan dengan

t-test. apabila diperoleh p-value <0.10

(alpha 10%) maka dikatakan weakly

significant. jika p-value <0.05 (alpha 5%)

maka dikatakan significant. dan jika

p-value <0.01 (alpha 1%) maka dikatakan

high significant. Berikut model struktural

pengujian hipotesis dan tabel pengujian hipotesis yang disajikan dalam gambar 3 dan tabel 14 sebagai berikut:

Gambar 3

(19)

62

Tabel 14

Hasil Pengujian Hiipotesis

Berikut penjelasan dari hasil pengujian hipotesis berdasarkan tabel di atas: 1) Kepemilikan Institusional

berpengaruh terhadap Penghindaran Pajak. Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode resampling

booststrap menunjukkan nilai

koefisien path sebesar 0.38 dan

P-value kurang dari 0.04. maka dapat

dikatakan bahwa Kepemilikan Institusional berpengaruh signifikan secara positif terhadap penghindaran pajak.

2) DER berpengaruh terhadap Penghindaran Pajak Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan metode resampling booststrap

menunjukkan nilai koefisien path sebesar 0.48 dan P-value kurang dari 0.01. maka dapat dikatakan bahwa DER signifikan secara positif terhadap penghindaran pajak

Dari hasil uji hipotesis yang diperoleh. maka dapat disimpulkan bahwa:

H1 : Kepemilikan Institusional berpengaruh signifikan secara positif terhadap Penghindaran pajak.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis bahwa nilai koefisien path pada kepemilikan institusional koefisien path

sebesar 0.38 dan P-value kurang dari 0.04. maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh signifikan secara positif terhadap penghindaran pajak.

Untuk mengawasi dan menghalangi perilaku oportunitis manajer maka pemegang saham harus

bersedia mengeluarkan biaya pengawasan tersebut. biaya ini disebut dengan biaya keagenan (agency cost). Untuk mengurangi agency cost dapat dilakukan dengan meningkatkan kepemilikkan manajerial yaitu memberikan kesempatan pada manajer untuk terlibat dalam kepemilikkan saham dengan tujuan untuk menyetarakan kepentingan dengan pemegang saham. Karena akan menjadi suatu ancaman bagi pemegang saham jika manajer akan menjadi suatu ancaman bagi pemegang saham jika manajer akan bertindak untuk kepentingannya sendiri. bukan untuk kepentingan pemegang saham. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam

agency theory yaitu adanya konflik

kepentingan.

Dalam implementasinya. manajer melakukan perencanaan pajak yang membuat penghematan pembayaran pajak dengan tidak melanggar peraturan perpajakan yang ada. Perencanaan pajak ini adalah tindak lanjut dari praktek teori badan. Dimana manajer ditugaskan oleh pemilik untuk menghindari aturan pajak yang diperbolehkan. sehingga dalam akhir jumlah laba bersih yang dibayarkan ke dalam pajak tidak terlalu besar dengan menjanjikan bonus jika pengembalian keuntungan atau laba yang diperoleh CEO.

Masalah keagenan lainnya yang terjadi dalam perusahaan dengan konsentrasi kepemilikan institusional seperti ini adalah konflik antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas. Apabila dikaitkan dengan penelitian ini. dapat digambarkan bagaimana investor institusi selaku pemegang saham mayoritas menggunakan kendalinya untuk mempengaruhi kebijakan konservatisme akuntansi perusahaan. Secara singkat kepemilikan institusional berarti kepemilikan saham oleh pihak institusi lain.

Hasil penelitian membuktikan bahwa Kepemilikan institusional

(20)

63

merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengurangi agency

conflict. Semakin tinggi tingkat

kepemilikan institusional maka semakin kuat tingkat pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan untuk menekan perilaku oportunis manajemen. Oleh karena itu kepemilikan institusional merupakan tindakan yang dapat meningkatkan atau menurunkan tingkat penghindaran pajak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fedila Malisa (2017). yang menyatakan bahwa dengan keberadaan pihak institusional dalam suatu perusahaan dapat mendorong manajemen untuk melakukan penghindaran pajak. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan dari pihak institusional kepada manajemen perusahaan untuk menekan pembayaran pajak untuk meningkatkan laba. Dengan demikian. manajemen memiliki kebijakan dan strategi perpajakan yang tepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. sehingga kepemilikan institusional dapat mempengaruhi tindakan penghindaran pajak pada perusahaan.

Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Faizah dan Adipana (2017). bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak (tax avoidance)

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015. Pemilik institusional berdasarkan besar dan hak suara yang dimiliki memiliki insentif untuk memastikan bahwa manajemen membuat keputusan yang dapat memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham institusional sehingga hanya berfokus pada manajemen laba oleh karena itu menunjukkan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional perusahaan menurunkan tindakan penghindaran pajak (tax avoidance).

H2 : Leverage berpengaruh signifikan secara positif terhadap Penghindaran Pajak.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis bahwa nilai koefisien path pada kepemilikan institusional koefisien path

sebesar 0.48 dan P-value kurang dari 0.01. maka dapat disimpulkan bahwa DER berpengaruh signifikan secara positif terhadap penghindaran pajak.

Terdapat perbedaan antara pemegang saham dengan pihak manajemen dalam mengambil kebijakan seperti dalam menentukan pembiayaan perusahaan dalam bentuk utang yang akan memberikan efek signifikan terhadap penghindaran pajak. salah satunya seperti leverage.

Leverage pada perusahaan adalah tingkat dukungan modal perusahaan yang diperoleh dari pihak luar perusahaan. Semakin besar tingkat modal perusahaan maka akan semakin tinggi risiko yang akan dihadapi perusahaan seperti kebangkrutan dan biaya keagenan yang tinggi. Berdasarkan teori agensi. kontrak efisien dalam hubungan keagenan tidak dapat terjadi apabila kepentingan prinsipal dan agen yang bertentangan (Dewi dan Noviari. 2017).

Diperlukan pengawasan dari pihak luar perusahaan untuk mengawasi pihak agen. Pengawasan tersebut dapat memengaruhi sikap agen perusahaan. karena semakin banyak pengawasan dalam perusahaan maka agen akan lebih berhati-hati untuk setiap keputusan yang akan ditetapkan. Namun dengan adanya utang jangka panjang atau leverage pada perusahaan akan menimbulkan beban tetap yaitu adanya bunga yang harus dibayar.

Karena dengan adanya utang jangka panjang atau leverage pada perusahaan akan menimbulkan beban tetap yaitu adanya bunga yang harus dibayar.

(21)

64

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alam (2019). yang menyatakan bahwa Leverage berpengaruh terhadap penghindaran pajak dan sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan. Hasil yang positif menandakan bahwa hubungan leverage dengan penghindaran pajak searah. Semakin tinggi utang perusahaan dalam mendapatkan pinjaman untuk kegiatan operasionalnya. sehingga beban bunga yang akan ditanggung juga besar. sehingga beban bunga ini akan berpengaruh terhadap beban pajaknya yang ditanggung oleh perusahaan. Pengaruhnya adalah beban pajak yang ditanggung menjadi semakin berkurang. Sehingga perusahaan akan lebih memilih untuk menggunakan pendanaan yang berasal dari utang agar beban pajak yang dibayarkan tidak terlalu banyak mengurangi keuntungan yang didapatkan.

Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan menurut Cahyono dkk (2016). Leverage (DER) tidak berpengaruh terhadap Tax

Avoidance (CETR). Dengan demikian

tidak sesuai dengan penelitian yang penulis lakukan.

PENUTUP Kesimpulan

Agency theory menjadi faktor

terbentuknya sifat-sifat yang dijabarkan secara rinci di dalam fraud model. Penelitian ini hanya mengguji indikator dari kepemilikan institusional dan DER terhadap ETR. Besarnya Path Coefficient Kepemilikan Institusional sebesar 0,376 yang berarti pengaruh kepemilikan institusional terhadap ETR adalah positif, artinya jika kepemilikan institusional mengalami kenaikan satu satuan maka ETR akan naik sebesar 0,376 dan sebaliknya (ceteris paribus). Nilai p< 0,001 atau dengan kata lain Ho ditolak (Ha diterima) yang artinya

terdapat pengaruh yang signifikan antara Kepemilikan Institusional terhadap ETR karena memiliki nilai probabilitas < 0,05. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin kuat kendali yang dilakukan oleh pihak external terhadap perusahaan. Besar kecilnya konsetrasi kepemilikan institusional maka akan mempengaruhi kebijakan pajak agresif oleh perusahaan, dan semakin besar kepemilikan institusioinal maka akan meningkatkan tindakan 27 kebijakan pajak agresif.

Path Coefficient kepemilikan asing sebesar 0,252 dan nilai p = 0,009 atau dengan kata lain Ho ditolak (Ha diterima) yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara DER terhadap ETR karena memiliki nilai probabilitas < 0,05.

Hasil yang positif menandakan bahwa hubungan leverage dengan penghindaran pajak searah. Semakin tinggi utang perusahaan dalam mendapatkan pinjaman untuk kegiatan operasionalnya. sehingga beban bunga yang akan ditanggung juga besar. sehingga beban bunga ini akan berpengaruh terhadap beban pajaknya yang ditanggung oleh perusahaan.

Daftar Pustaka

Albrecht, W. S., C. Albrecht, dan C. C. Albrecht. (2008). Current Trends in Fraud and its Detection. Information Security Journal: A

Global Perspective, Vol. Volume

17 Issue 1, January 2008 No., hlm: 2-12.

Armstrong, C.S., J.L. Blouin, A.D. Jagolinzer, and D.F. Larcker, (2015), Corporate Governance, Incentives, and Tax Avoidance,

Journal of Accounting and

(22)

65

Balter, Harry Graham (1955) The net worth decisions: Proof of tax evasion by inference, American

Bar Association Journal, Vol. 41,

No.6, June pp 512-516. Barton, W. H. (2004). Bridging juvenile

justice and positive youth

development. In S. F. Hamilton &

M. A. Hamilton (Eds.), The Youth

Development Handbook: Coming of Age in American Communities (pp.77-102). Thousand Oaks, CA: Sage Publications Choo, F., dan K. Tan. (2007). “An

American Dream” Theory of

corporate exectutive Fraud.

Accounting forum, Vol. 31, No., hlm: 203-2015.

Cressey, D. R. (1953). Other people’s

money: a study in the social

psychology of embezzlement.

Glencoe, IL: The Free Press. Donaldson, L. & Davis, J.H. (1991).

Stewardship Theory or Agency Theory: CEO Governance and Shareholder Returns. Australian

Journal of Management, 1(June):

49-65.

Edwards, et.al (2013). Financial Contraints and Incentive for Tax

Planning, ESS Rotman

Conference.

Featy Octaviany. (2017). Pengaruh Asimetri Informasi, Tingkat Leverage, dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Lentera Akuntansi Vol. 1 (1), hlm: 21-37. Politeknik LP3I Jakarta. Friese, S. L. & Mayer, S. (2008).

Taxation and corporate

governance –the state of the art; in Schon, W (Ed.), Tax and Corporate

Governance, Munich; Springer.

Hanlon, M., dan S. Heitzman. (2010). Review of tax research. Journal of

Accounting and Economics, Vol.

50, No., hlm: 127-178.

Jensen, M.C. dan W.H. Meckling. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behaviour, Agency Cost, and Ownership Structure.

Journal of Financial Economic,

Vol. 3.

Kim, K. A., dan P. Limpaphayom. (1998). Taxes and Firm Size in Pacific-Basin Emerging Economies. Journal of International Accounting, Auditing & Taxation, Vol. 7 (1), No., hlm: 47-68.

Kurniasih dan Sari. (2013). Pengaruh Return on Asset, Leverage, Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan Kompensasi Rugi Fiskal Terhadap Tax Avoidance. Bali: Universitas Udayana

Lou dan Wang. (2009). Fraud Risk Factor of Fraud Triangle Assesing The Likelihood of Fraudulent Financial Reporting. Journal of

Business & Economic Research,

Vol. 7 (2), No., hlm: 61-78.

Marks, Jonathan, 2012. The Mind Behind

The Fraudsters Crime: Key

Behavioral And Environmental

Gambar

Tabel 10  Hasil Tabulasi Leverage

Referensi

Dokumen terkait

Kelebihan model pendidikan Al Wustho Islamic Digital Boarding College adalah: masa pendidikan yang singkat dan penekanan pada pendidikan keterampilan dan jiwa

Berbeda yang dilaporkan [4], bahwa pemahaman siswa kelas X SMA Negeri 10 Malang Tahun Ajaran 2012/2013 pada materi penentuan rumus empiris dan rumus molekul

Jurnal Konseling Andi Matappa Volume 4 Nomor 1 Februari 2020 Hal 28 34 p ISSN 2549 1857; e ISSN 2549 4279 (Diterima Oktober 2019; direvisi Desember 2019; dipublikasikan Februari 2020)

 BOPDT minta proposal untuk Entrepeneur center, Dengan festival ini kami juga ingin menunjukkan, apa yang bisa dilakukan hanya dari sumber daya sendiri..  Kedelapan siswa

Nama Jurnal, Tahun terbit, Volume, Nomor,

Teknik analisis data menggunakan Structural Equation Model (SEM). Sumber data merupakan pendapat dan persepsi dari setiap personil dalam Organisasi Perangkat Daerah OPD yang

Dengan demikian temuan penelitian pada kinerja pegawai ketika memasuki masa purnabakti ternyata masih memiliki kinerja yang dibaik karena ditunjang dengan budaya kerja yang

Perubahan revolusi industri ini sudah merubah cara kerja manusia yang otomatis/digitalisasi melalui inovasi yang telah dikembangkan (Suwardana, 2018). Sehingga sekarang ini