TINJAUAN HUKU
“NGLANGKA
Di Ds. Sumber Tl
Diajukan unt
guna Mempero
JURUSAN A
FAKU
INSTITUT AGAMA
KUM ISLAM TERHADAP TRADISI
GKAHI” DALAM PERNIKAHAN
Tlaseh Kec. Dander Kab. Bojonegoro
SKRIPSI
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
peroleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh:
Siti Nur Aini
NIM : 21111030
AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
AKULTAS SYARI’AH
A ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
SALATIGA
2015
v
MOTTO
TIDAK SEMUA MASALAH
HARUS DITEMUKAN SOLUSINYA, TERKADANG
PERSEMBAHAN
SKRIPSI INI AKU PERSEMBAHKAN TERUNTUK
AYAHANDA, IBUNDA, KAKAK TERCINTA YANG SANGAT AKU SAYANGI
UNTUK ALMAMATER TERCINTA
TEMAN-TEMAN SEPERJUANGAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
UNTUK SAHABAT-SAHABATKU BIK SURTI, RINA, ROSA, MBAK PIPI DAN JUGA MBK
OELYA BUSROEM
UNTUK ADIK-ADIK KOST VIRGI, DEWI, LULU, APRIL
DAN BUAT TRI SUSANTO MAKASIH TELAH MEMBERIKANKU MOTIFASI
FAKULTAS SYARIAH
vii
PERSEMBAHAN
SKRIPSI INI AKU PERSEMBAHKAN TERUNTUK
AYAHANDA, IBUNDA, KAKAK TERCINTA YANG SANGAT AKU SAYANGI
UNTUK ALMAMATER TERCINTA
TEMAN-TEMAN SEPERJUANGAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
UNTUK SAHABAT-SAHABATKU BIK SURTI, RINA, ROSA, MBAK PIPI DAN JUGA MBK
OELYA BUSROEM
UNTUK ADIK-ADIK KOST VIRGI, DEWI, LULU, APRIL
DAN BUAT TRI SUSANTO MAKASIH TELAH MEMBERIKANKU MOTIFASI
FAKULTAS SYARIAH
ABSTRAK
Siti Nur Aini. 211 11 030.PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI NGLANGKAHI DALAM PERNIKAHAN DI DESA SUMBER TLASEH KECAMATAN DANDER KABUPATEN BOJONEGORO. Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah. Intitut Agama Islam Negeri. Dosen Pembimbing. Drs. Badwan M.Ag
Kata Kunci: Hukum Islam Dalam Memandang Tradisi Nglangkahi Manten Peneliti ini bertujuan untuk mengetahui; (1) Apa yang di maksud dengan tradisi nglangkahi?(2) Bagaimana masyarakat menyakini tradisi nglangkahi? (3) Bagaimana pandangan hukum Islam tentang tradisinglangkahi?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metodelogi penelitian kualitatif. Metedo pengumpulan datanya penyusun menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Peneliti juga menggunakan pendekatan historis untuk memperoleh data yang akurat (benar dan jelas).
Data yang diperoleh peneliti dari beberapa informan di desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro ini adalah tradisi“nglangkahi” tidak wajib dilaksanakan, tetapi dianjurkan untuk melaksanakan tradisi tersebut, karena untuk menghindarkan kakak yang dilangkahi tesebut dari bahaya susah atau yang tidak baik untuk kedepannya.
Dalam kaidah fiqh yaitu al-adatul muhakkamah yang artinya adat bisa dijadikan sebagai salah satu sumber hukum islam. Kaidah ini bisa dijadikan
pijakan untuk mencetuskan hukum ketika tidak da dalil dari syari’ tetapi tidak
semua adat bisa dijadikan pijakan hukum. Tradisi nglangkahi di lihat dari sudut pandang hukum islam tidak mengenal istilah nglangkahi, di dalam islam hanya memerintahkan kepada mereka yang telah siap atau mampu menikah agar menyegerakan tanpa melihat dianglangkahiataupun tidak.
Tradisi “nglangkahi” ini termasuk Urf shahih yakni urf
yang baik dan dapat diterima karena tidak bertentangan dengan syara’. Atau
kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (ayat Al-Qur’an atau hadits), tidak menghilangkan kemaslahatan
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LOGO... i
PENGESAHAN... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv
MOTTO... v
PERSEMBAHAN... vi
KATA PENGANTAR... vii
ABSTRAK... ix
DAFTAR ISI... x
BAB 1: PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian... 6
D. Kegunaan Penelitian... 6
E. Penegasan Istilah... 7
F. Metode Penelitian... 7
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 7
2. Kehadiran Peneliti... 8
3. Lokasi Penelitian... 8
5. Prosedur Pengumpulan Data... 9
6. Analisis Data... 10
7. Pengecekan Keabsahan Data... 10
G. Sistematika Penulisan... 11
BAB II: KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian pernikahan... 13
B. Macam-macamUrf... 15
C. Dasar Hukum Perkawinan... 17
D. Rukun dan Syarat Perkawinan... 22
E. Tujuan dan Hikmah Perkawinan... 32
F. Riview Studi Terdahulu... 36
BAB III: GAMBARAN DESA A. Profil desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro... 39
1. Letak Daerah... 39
2. Keadaan Tanah... 40
3. Demografi Desa... 40
B. Penyebab Masyarakat Desa Sumber Tlaseh Meyakini Adanya TradisiNglangkahidalam Pernikahan... 52
C. Prosesi Upacara TradisiNglangkahidalam Pernikahan... 59
BAB IV: ANALISIS HASIL PENEMUAN A. Analisis terhadap TradisiNglangkahidalam Pernikahan... 64
xi
C. Analisis TradisiNglangkahidi Desa Sumber Tlaseh Kecamatan
Dander Kabupaten Bojonegoro... 67
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 74
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Hampir semua manusia mengalami suatu tahap kehidupan yang
namanya perkawinan. Perkawinan merupakan sebuah upacara penyatuan dua
jiwa menjadi sebuah keluarga melalui akad perjanjian yang diatur oleh
agama. Oleh karena itu, perkawinan menjadi agung, luhur dan sakral.
Sebagaimana termaktub dalam firman allah SWT :
ًةَﺪَﻔَﺣَو َﻦﯿِﻨَﺑ ْﻢُﻜِﺟاَوْزَأ ْﻦِﻣ ْﻢُﻜَﻟ َﻞَﻌَﺟَو ﺎًﺟاَوْزَأ ْﻢُﻜِﺴُﻔْﻧَأ ْﻦِﻣ ْﻢُﻜَﻟ َﻞَﻌَﺟ ُﮫﱠﻠﻟاَو
Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah.
An-nahl (16: 72)
Untuk membahas penciptaan manusia, masa hidupnya hingga mati dan
keterangan pembagian rezeki oleh Allah SWT, ayat diatas menyinggung
masalah pembentukan keluarga dan menjelaskan bahwa Allah SWT adalah
Zat yang memberi kamu seorang pasangan, kemudian menganugerahkan
kasih sayang melalui anak dan cucu.
Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah. Menurut hukum Islam
perkawinan adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan
13
kebahagiaan hidup keluarga, yang diliputi rasa ketentraman serta kasih
sayang dengan cara yang diridhoi Allah (Basyir, 1996: 11). Dengan
perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan menjadi terhormat,
oleh karena itu islam memberikan wadah untuk merealisasikan keinginan
tersebut dalam serangkaian aturan hukum.
Di dalam Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
dengan jelas menyebutkan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir bathin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Oleh karena itu perkawinan harus
dipertahankan oleh kedua belah pihak supaya tercapainya tujuan tersebut.
Tidak terlepas dari semuanya, seseorang untuk menjalani kehidupan
berumah tangga tidak kalah pentingnya dengan kemampuan seseorang
menempatkan diri dalam suatu masyarakat yang ditempatinya, yang tentunya
akan terikat dengan ketentuan atau tatanan sosial budaya yang berlaku.
Sistem sosial budaya mempunyai suatu tatanan yang berbeda-beda,
realitas tata tertib adat Perkawinan antara masyarakat adat yang satu dengan
yang lain, antara suku satu dengan yang lain, antara beragama Islam satu
dengan yang lain, begitu juga terdapat perbedaan adat Perkawinan kota dan
desa. Adat istiadat yang sudah menjadi sutau hukum adat akan lebih sulit dan
kuat karena pelanggaran terhadapnya akan menemui suatu sangsi sesuai
peraturan yang diberlakukan dan dipatuhi didalam masyarakat tersebut.
adik dilarang mendahului kakaknya menikah, meskipun adik telah siap lahir
bathin untuk melakukan pernikahan. Hal ini tidak diperbolehkan, karena jika
hal demikian terjadi menurut kepercayaan yang berlaku dan diyakini akan
timbul bencana terhadap rumah tangga yang akan dibina maupun keluarga
khususnya kakaknya yang dilangkahinya (Hadikusuma, 1990: 12).
Keyakinan itu muncul dan disepakati menjadi sebuah adat dan apabila
perkawinan tersebut masih dilakukan ditempuh dengan beberapa cara
walaupun kenyataanya tetap mengalami suatu kendala atas rumah tangganya.
Agar tidak membawa masalah, lebih jelasnya adiknya yang mendahului
nikah tidak tertimpa sial maka harus ditempuh beberapa jalan diantaranya:
lalu putus lawe: dengan disaksikan oleh adiknya (pengantin perempuan),
sang kakak memotong benang lawe yang masing-masing ujungnya dipegang
oleh para sesepuh. pemotongan dilakukan dengan menggunakan keris (jika
kakaknya laki-laki), gunting (jika kakaknya perempuan) dengan cara ini
melambangkan bahwa dengan ikhlas mengijinkan adiknya mendahului nikah
Sungkeman: sang kakak yang dilangkahi telah siap dikamar pengantin
menggunakan busana jawa, kemudian masuklah sang adik yang akan nikah
dengan diantar para sesepuh. Calon pengantin (adiknya) kemudian
menyebutkan kata-kata seperti berikut : “kang mas, saya akan kawin dahulu,
untuk itu saya minta izin mendahului kang mas, serta mohon doa restu agar
rumah tangga yang saya bangun selamat dan bahagia selamanya. Saya juga
mendoakan agar kang mas dapat segera mendapat jodoh yang diinginkan”.
15
semoga rumah tanggamu tentram, bahagia, sejahtera. Terimakasih atas
doamu semoga saya mendapat jodoh juga”.
Sabetan: kakak yang dilangkahi mengambil lidi sebanyak tujuh batang
yang telah diikat dengan lima benang lawe kemudian lidi tersebut disabetkan
ke pundak calon pengantin (adiknya) sebanyak tiga kali sebagai lambang
pemberian maaf kakaknya yang akan di langkahi. Lidi tujuh batang
melambangkan hari-hari biasa dan benanglawelima helai hari-hari (pasaran)
jawa.
Kemudian adiknya memberikan sesuatu kepada kakaknya sesuai dengan
kemampuan. Biasanya penganggon sapengadeg (busana lengkap) seperti :
baju, sarung, sepatu atau sandal.
Ketaan dan keharusan tersebut ditinjau dari segi tujuan dalam perkawinan
agar tercapai keluarga yang sakinah mawadah warahmah, tidak merasakan
was-was dan keganjalan dan sebagainya.
Hukum Perkawinan adat merupakan hukum masyarakat yang
mengatur tentang Perkawinan yang tidak tertulis di dalam
Perundang-undangan negara. Jika terjadi pelanggaran maka yang akan mengadili ialah
musyawaroh masyarakat adat setempat. Meskipun masyarakat di Desa
Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro mayoritas
beragama islam bahkan tergolong taat, mereka tetep yakin dan percaya
sehingga mereka mengikuti tradisi yang sudah turun temurun, dan juga
merupakan petuah orang-orang tua yang tidak mungkin untuk dilanggar
Di dalam Islam tidak diatur atau tidak dibahas secara jelas karena ini
hanya tradisi suatu daerah. Islam sendiri hanya mengatur tentang hukum
nikah, peminangan, rukun akad nikah, syarat nikah, macam-macam akad
nikah, wanita-wanita yang diharamkan dan pengaruh akad nikah
dilangsungkan dengan walimahan untuk wujud bersyukur.
Adanya fenomena-fenomena yang telah diuraikan diatas telah menarik
penyusun untuk meneliti tentang gambaran tradisi “nglangkahi”, Penyebab
masyarakat meyakini Tradisi “nglangkahi“, pandangan hukum Islam
terhadap Tradisi “nglangkahi“ dalam pernikahan di Desa Sumber Tlaseh
Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro.
Penyusun bermaksud meneliti masalah tersebut ke dalam sebuah skripsi
yang berjudulTinjauan Hukum Islam terhadapTradisi “Nglangkahi Manten” dalam Pernikahan di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, penyusun membatasi dan merumuskan
beberapa pokok masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut :
1. Bagaimana tradisi “nglangkahi” dalam perkawinan di Desa Sumber
Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro?
2. Apa yang menyebabkan masyarakat meyakini Tradisi “nglangkahi“
dalam perkawinan di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander
17
3. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap Tradisi “nglangkahi“
dalam perkawinan di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander
Kabupaten Bojonegoro?
C. Tujuan Penelitian
Dengan memperhatikan latar belakang dari permasalahan di atas,
penyusun bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tentang Tradisinglangkahi.
2. Untuk mengetahui tentang apa saja yang menyebabkan masyarakat
menyakininya.
3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam tentang Tradisi
tersebut.
D. Kegunaan penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini, sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana baru tentang
masalah Tradisi “nglangkahi” dalam pernikahan dalam tinjauan hukum
Islam dan juga menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam
2. Secara Praktis
a. Sebagai sumbangan pemikiran dalam melestarikan adat budaya yang
ada di masyarakat.
b. Sebagai tambahan pengetahuan untuk umat dalam memperkaya
pengetahuan keagamaan khususnya dalam bidang perkawinan dan
hukum islam.
c. Sebagai bahan kajian penelitian lebih lanjut bagi siapa saja yang
membaca skripsi ini dalam rangka memperkaya hasanah ilmu
pengetahuan hukum islam.
E. Penegasan Istilah
Untuk mendapatkan kejelasan judul diatas, penyusun perlu
memberikan penegasan istilah-istilah yang ada. Istilah-istilah tersebut adalah:
1. Tradisi nglangkahi manten : upacara tradisi jawa yang dilakukan oleh
seorang calon pengantin (adiknya) yang mempunyai kakak belum
menikah (calon pengantin yang masih muda memohon izin dan do’a restu
kepada kakaknya untuk menikah lebih dulu) (Hariwijaya, 2005: 132).
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan penyusun adalah pendekatan historis.
Karena dengan pendekatan ini bisa mengetahui asal mula keyakinan
masyarakat tentang tradisi “nglangkahi”. Hal ini bisa terungkap dengan
19
dibahas (Muhktar, 2007: 79), sehingga data diperoleh dengan akurat dan
terpercaya lebih lengkap.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu
penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan
prosedur analisis statistik atau cara kuantitatif lainya (Moleong, 2008: 6).
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, penyusun akan mengumpulkan data-data
sehingga menjadi data yang akurat dan terpercaya, yang digunakan
penyusun adalah alat perekam, alat tulis, serta alat dokumentasi, Peneliti
disini membaur dengan obyek penelitian. Kehadiran penyusun sebagai
peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan
Dander Kabupaten Bojonegoro. Karena para masyarakat didesa ini
percaya akan tradisi“nglangkahi”. Dan sampai saat ini pun mereka masih
melaksanakan tradisi yang sudah mereka percayai itu.
4. Sumber Data
a. Data Primer
Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya
b. Data Sekunder
Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari
dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek
penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi dan peraturan
perundang-undangan (Ali, 2009: 106).
5. Prosedur Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi yaitu tekhnik pengumpulan data yang dilakukan
melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan
terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran (Fathoni, 2011: 104),
Penyusun menggunakan observasi langsung ke Desa Sumber Tlaseh
Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro. Di sini peneliti mengamati
prosesi Tradisi“nglangkahi”.
b. Wawancara
Wawancara yaitu tekhnik pengumpulan data melalui tanya
jawab lisan, dimana pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai
dan jawaban diberikan oleh yang diwawancara (Fathoni, 2011: 105).
Wawancara ini dilakukan dengan acuan catatan-catatan mengenai
pokok masalah yang akan ditanyakan. Sasaran wawancara adalah
tokoh adat untuk mendapat info tentang prosesi adat Tradisi
“nglangkahi”, pelaku yaitu kakak dari adik yang mendahului nikah
21
c. Dokumentasi
Mencari data mengenai beberapa hal, baik yang berupa catatan
dan data dari pemuka adat. Metode ini digunakan sebagai salah satu
pelengkap dalam memperoleh data.
6. Analisa Data
Setelah seluruh data terkumpul barulah penyusun menentukan
bentuk analisa terhadap data-data tersebut, antara lain dengan metode :
a. Deduktif
Yaitu analisa yang bertitik tolak dari suatu kaidah yang umum
menuju suatu kesimpulan yang bersifat khusus, artinya
ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam nash dijadikan sebagai pedoman
untuk menganalisis pandangan hukum islam tentang Tradisi adat
“nglangkahi” dalam perkawinan di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan
Dander Kabupaten Bojonegoro.
b. Kualitatif
Yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati (Moleong, 2008: 4).
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam menguji keabsahan data penyusun menggunakan teknik
trianggulasi, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
pembanding terhadap data tersebut, dan teknik trianggulasi yang paling
banyak digunakan adalah dengan pemeriksaan melalui sumber yang lainya
(Moleong, 2007: 330).
Ada empat macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.
Trianggulasi dilakukan melalui wawancara, observasi langsung dan
observasi tidak langsung, observasi tidak langsung ini dimaksudkan dalam
bentuk pengamatan atas beberapa kelakuan dan kejadian yang kemudian
dari hasil pengamatan tersebut diambil kesimpulan yang menghubungkan
di antara keduanya (Moleong, 2007: 330).
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka sistematika
pembahasanya dibagi menjadi lima bab, yang berisi hal-hal pokok yang dapat
dijadikan pijakan dalam memahami pembahasan ini. Adapun perincianya
adalah sebagai berikut yaitu :
BAB Pertama mencakup Pendahuluan yang berisi tentang Latar Belakang
masalah, Fokus penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Riview
Studi Terdahulu, Penegasan Istilah, Metode Penelitian dan Sistematika
Penulisan.
BAB Kedua meliputi Kajian Pustaka yang berisi uraian tentang
Pernikahan, Pernikahan menurut Hukum Islam, Pernikahan menurut
23
Tentang Tradisi “nglangkahi” Menurut Hukum Adat, Dasar Hukum
Pernikahan, Rukun dan Syarat Pernikahan, Tujuan dan Hikmah Pernikahan.
BAB Ketiga Paparan Data dan Temuan Penelitian berisi tentang diskripsi
wilayah pada masyarakat Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten
Bojonegoro.
BAB Keempat adalah Pembahasan berisi tentang analisis hal-hal
mengenai Tradisi“nglangkahi”dalam Perkawinan, analisis tentang penyebab
masyarakat meyakini Tradisi “nglangkahi“, pandangan hukum islam
terhadap Tradisi “nglangkahi“ di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander
Kabupaten Bojonegoro.
BAB Kelima Penutup berisi tentang kesimpulan dari seluruh hasil
penelitian, saran-saran ataupun rekomendasi dalam rangka meningkatkan
pengetahuan tentang hukum-hukum Islam khususnya hukum Tradisi
“nglangkahi” dalam perkawinan adat di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Pernikahan
Dalam Bahasa Indonesia, Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang
menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis;
melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. (Dep dikbud, 1994: 456).
Perkawinan disebut juga “pernikahan”, berasal dari kata nikah yang
menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukan, dan
digunakan untuk arti bersetubuh (wathi) (Kahlaniy, 1988: 246). kata
“nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga
untuk arti akad nikah (Al-Zuhaili, 1989: 29).
Menurut Hukum Islam, terdapat beberapa definisi, diantaranya adalah:
ِﻟ ُعِرﺎﱠﺸﻟا ُﮫَﻌَﺿَو ُﺪْﻘَﻋ َﻮُھ ًﺎﻋْﺮﺷ ُجاَوﱠﺰﻟا
ﱠﻞِﺣو ِةَأﺮَﻤْﻟﺎﺑ ِﻞُﺟﱠﺮﻟا ِع ﺎﺘْﻤِﺘْﺳا َﻚْﻠِﻣ َﺪْﯿِﻔُﯿ
ِﻞ ُﺟ ﱠﺮ ﻟ ﺎ ِﺑ ِة أ ْﺮ َﻤ ْﻟ ا ِع ﺎ َﺘ ْﻤ ِﺘ ْﺳ ا
.
Artinya:25
Abu Yahya Zakaria Al-Anshary mendefenisikan :
ِهِﻮْﺤَﻧْوَا ٍحﺎَﻜْﻧِا ِﻆْﻔﻠِﺑ ٍﺊْﻃو َﺔَﺣَﺎﺑا ُﻦﱠﻤَﻀَﺘَﯾ ُﺪْﻘَﻋ َﻮُھ ًﺎﻋْﺮﺷ ُحَﺎﻜﱢﻨﻟا
.
Artinya :
Nikah menurut istilah syara’ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau dengan kata-kata yang semakna denganya(Al-Anshary, juz 2: 30).
Definisi yang dikutip Zakiah Darajat :
ﻔﻠِﺑ ٍﺊْﻃو َﺔَﺣَﺎﺑا ُﻦﱠﻤَﻀَﺘَﯾ ُﺪْﻘَﻋ
ٍﻆا
ِﻟ
ﺎَﻨْﻌَﻣْوَأ ِﺞْﯾِوْﺰﱠﺘﻟاِوأ ٍحﺎَﻜْﻨ
ﺎَﻤُھ
Artinya :
Akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau tazwij atau semakna dengan keduanya(Darajat, 1995: 37).
Pengertian-pengertian diatas dibuat hanya melihat dari satu segi saja, yaitu
kebolehan hukum dalam hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan yang
semula dilarang menjadi diperbolehkan (Ghazaly, 2006: 9).
Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang No.1 tahun 1974, bahwa
perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (Rumah Tangga)
Dalam Kompilasi Hukum Islam bab II dasar-dasar perkawinan pasal 2 pengertian
Perkawinan yaitu:
Pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzhan untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakanya merupakan ibadah (Ghazaly, 2006:
10).
Pernikahan menurut Hukum Adat ialah salah satu peristiwa yang sangat
penting dalam kehidupan masyarakat adat, sebab perkawinan bukan hanya
menyangkut kedua mempelai, tetapi juga menyangkut kedua belah pihak orang
tua, saudara-saudaranya, bahkan keluarga mereka masing-masing. Dalam hukum
adat perkawinan bukan hanya merupakan peristiwa penting bagi mereka yang
masih hidup saja, tetapi perkawinan juga merupakan peristiwa yang sangat berarti
serta yang sepenuhnya mendapat perhatian dan diikuti oleh arwah-arwah para
leluhur kedua belah pihak.
Perkawinan menurut Hazairin merupakan rentetan perbuatan-perbuatan
magis, yang bertujuan untuk menjamin ketenangan, kebahagiaan dan kesuburan.
Perkawinan menurut A. Van Gennep adalah sebagai suatu upacara
peralihan status kedua mempelai.
Perkawinan menurut Djojodegoeno adalah merupakan suatu paguyupan
atau somah (keluarga) dan bukan merupakan suatu hubungan perikatan atas dasar
perjanjian. Hubungan suami istri sebegitu eratnya sebagai suatu ketunggalan
(Jaza’iri, A.B.J, 2003:688).
Tradisi “nglangkahi”: Langkahan ini lazim dilakukan dalam tradisi jawa
27
Menikah lebih dulu dari Kakaknya) dalam pernikahan itu (Martha, 2010: 24).
B. Macam-Macam Al-Urf
Dari segi keabsahanya dari pandangan syara’, uruf terbagi dua
yaitu al-urf al-shahih (kebiasaan yang dianggap sah) dan al-urf al fasid
(kebiasaan yang dianggap rusak).
1. Al-urf al-shahih
Kebiasaan yang berlaku di tenggah-tengah masyarakat yang tidak
bertentangan dengan nash (ayat atau hadist), tidak menghilangkan
kemaslahatan mereka dan tidak membawa madlarat bagi mereka.
Misalnya dalam masa pertunangan pihak laki-laki memberikan hadiah
kepada pihak wanita dan hadiah ini tidak dianggap sebagai mas awin.
2. Al-urf al-fasid
Kebiasaan yang bertentangan dengan dalil-dalil syara’ dan kaidah
-kaidah dasar yang ada dalam syara’. Misalnya kebiasaan yang berlaku
di dalam kalangan pedagang dalam menghalalkan riba seperti
peminjam uang antara sesama pedagang. Uang yang dipinjam sebesar
sepuluh juta rupiah dalam tempo satu bulan harus dibayar sebanyak
sebelas juta rupiah apabila jatuh tempo dengan perhitungan unganya
10%. Dilihat dari segi keuntungan yang di raih peminjam penambahan
utang sebesar 10% tidaklah memberatkan karena keuntungan yang
diraih sepuluh juga rupiah tersebut mungkin melebihi bunganya yang
10%. Akan tetapi praktek seperti ini bukanlah kebisaan yang bersifat
yang sejenis menurut syara’ tidak boleh saling melebihi. Selain itu
praktik seperti ini adalah praktik peminjaman yang berlaku di zaman
Jahiliyyah yang dikenal dengan sebutan riba al-nasi’ah (riba yang
muncul dari utang piutang). Oleh sebab itu kebiasaan seperti ini
termasuk dalam kategorial-urf al-fasid(Umam dkk, 1998: 163)
C. Dasar Hukum Perkawinan
Dari makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT
berpasang-pasangan inilah Allah SWT menciptakan manusia menjadi berkembang
biak dan berlangsung dari generasi ke generasi berikutnya, sebagaimana
tercantum dalam surat An-nisa’ ayat 1 :
ىِﺬَﻟا ُﻢُﻜُﺑَراْﻮُﻘﱠﺘﻟا ُسﺎﱠﻨﻟاﺎَﮭﱡﯾاﺄَﯾ
Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Hal inipun disebutkan dalam surat An-Nahl ayat 72 :
َﻦْﯿِﻨَﺑ ْﻢُﻜِﺟاَوْزأ ْﻦّﻣ ْﻢُﻜَﻟ َﻞَﻌَﺟﱠو ﺎًﺟاَوْزأ ْﻢُﻜِﺴُﻔْﻧأ ْﻦﱢﻣ ْﻢُﻜَﻟ َﻞَﻌَﺟ ُﷲااَو
ًة َﺪ ْﻔ َﺣ َو
.
Artinya :
Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu.
Allah mengatur Manusia dalam hidup berjodoh-jodohan itu melalui
jenjang Perkawinan yang ketentuanya dirumuskan dalam wujud aturan-aturan.
29
Segologan fuqoha’, yakni jumhur ulama berpendapat bahwa nikah itu
hukumnya sunnat. Golongan Zhahiriyyah berpendapat bahwa nikah itu wajib.
Para ulama Malikiyyah mutaakhirin berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk
sebagian orang, sunnat untuk sebagian lainya dan mubah untuk segolongan yang
lain. Itu menurut mereka ditinjau berdasarkan kekhawatiran (kesusahan) dirinya
(Ghazaly, 2006: 16).
Perbedaan pendapat ini kata Ibnu Rusyd disebabkan adanya penafsiran
apakah bentuk kalimat perintah dalam ayat dan hadist-hadist yang berkenaan
dengan masalah ini, harus diartikan wajib, sunnat, ataukah mungkin mubah.
Seperti ayat An-nisa: 3
َﻦ ِﻣ ْﻢ ُﻜ َﻟ َب َﺎ ﻃ ﺎ َﻣ ا ْﻮ ُﺤ ِﻜ ْﻧ ﺎ َﻓ
ع ﺎ َﺑ ُر َو َث َﻼ ُﺛ َو ﻰ َﻨ ﺜ َﻣ ِء ﺂ ﺴ ﱢﻨ ﻟ ا
Artinya :
Diantara hadist yang berkenaan dengan nikah adalah:
ُﻢ َﻣ ﻷ ا ُﻢ ُﻜ ِﺑ ٌﺮ ِﺛ ﺎ َﻜ ُﻣ ٍﻰ ّﻧ ِﺎ َﻓ ا ْﻮ ُﺤ َﻛ ﺎ َﻨ َﺗ
.
Artinya :
Nikahilah kamu, karena sesungguhnya dengan kamu kawin, aku akan berlomba-lomba dengan umat-umat yang lain (Hadist Shohih Riwayat Ibnu Hibban, Hakim, Ibnu Majah).
Al-Jaziry mengatakan bahwa sesuai dengan keadaan orang yang
melakukan perkawinan, hukum nikah berlaku untuk hukum-hukum syara’ yang
lima, adakalanya wajib, haram, makruh, sunnatullah dan adakalanya Mubah
(Al-Jaziry, jilid ke-7: 4).
Ulama Syafi’iyyah mengatakan bahwa hukum asal Nikah adalah Mubah,
di samping ada yang sunnat, wajib, haram dan yang makruh. (Al-Jaziry jilid ke-7:
6).
Di Indonesia umumnya masyarakat memandang bahwa Hukum asal
melakukan Perkawinan ialah Mubah. Hal ini banyak dipengaruhi pendapat Ulama
Syafi’iyyah.
Terlepas dari pedapat imam-imam mahzab, berdasarkan nash-nash, baik
Al-Qur’an maupun As-Sunnah , Islam sangat menganjurkan kaum Muslimin yang
mampu untuk melangsungkn perkawinan. Namun demikian kalau dilihat dari segi
kondisi orang yang melakukan Perkawinan itu dapat dikenakan hukum wajib,
sunnat, haram, makruh ataupun mubah (Al-Zuhaily, 1989: 31-33).
1. Wajib
Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk
31
tidak kawin maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut
adalah wajib. Hal ini didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap
muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang terlarang. Jika
penjagaan diri itu harus dengan melakukan perkawinan, sedang menjaga
diri itu wajib, maka hukum melakukan perkawinan itupun wajib sesuai
dengan Kaidah :
ٌﺐِﺟاَو َﻮُﮭَﻓ ِﮫِﺑ ﱠﻻا ُﺐِﺟاﻮﻟا ﱡﻢِﺘَﯾ ًﻻﺎَﻣ
Artinya :Sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali denganya, maka sesuatu itu hukumnya wajib juga.
Kaidah lain mengatakan :
ِﺪ ِﺻ ﺎ َﻘ ُﻤ ﻟ ا ُﻢ ْﻜ ُﺣ ِﻞ ِﺋ ﺎ َﺳ َﻮ ﻠ ِﻟ
Artinya :
Sarana itu hukumnya sama dengan hukum yang dituju.
Hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut merupakan hukum
sarana sama dengan hukum pokok yakni menjaga diri dari perbuatan maksiat.
2. Sunnat
Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk
melangsungkan Perkawinan, tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan
akan berbuat zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang
tersebut adalah Sunnat. Menurut Jumhur Fuqoha kondisi seseorang yang
berada pada posisi seperti ini lebih utama baginya melakukan perkawinan
daripada menunda demi ibadah yang bersifat Sunnat.
3. Haram
kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila melangsungkan
perkawinan akan terlantarlah dirinya dan istrinya, maka hukum melakukan
perkawinan bagi orang tersebut adalah Haram. Al-Qur’an Surat Al
-Baqarah ayat 195 melarang orang melakukan hal yang akan mendatangkan
kerusakan :
ﺔَﻜُﻠْﮭّﺘﻟا ﻰَﻟِا ْﻢُﻜْﯾِﺪْﯾَﺎِﺑ اْﻮُﻘْﻠَﺗ َﻻَو
Artinya :
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan
Termasuk juga hukumnya haram perkawinan bila seseorang kawin dengan
maksud untuk menelantarkan orang lain, masalah wanita yang dikawini itu
tidak diurus hanya agar wanita itu tidak dapat kawin dengan orang lain
33
4. Makruh
Bagi orang yang mempunyai kemampuan dan kemauan untuk
melakukan Perkawinan dan cukup untuk bisa menahan diri sehingga tidak
memungkinkan dirinya terjerumus berbuat zina sekiranya tidak kawin.
Hanya saja orang tersebut tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk
dapat memenuhi kewajiban Suami Istri dengan baik (Ghazaly, 2006: 21).
5. Mubah
Orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukanya, tetapi
apabila tidak melakukanya tidak dikhawatirkan berbuat zina dan apabila
melakukanya juga tidak akan menelantarkan Istri. Perkawinan tersebut
hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan
menjaga kehormatan Agamanya dan membina keluarga sejahtera. Hukum
mubah ini ditunjukan bagi orang yang antara pendorong dan
penghambatnya untuk kawin itu sama, sehingga menimbulkan keraguan
orang yang akan melakukanya. Seperti mempunyai keinginan tetapi tidak
mempunyai kemampuan, mempunyai kemampuan untuk melakukan tetapi
belum mempunyai kemauan yang kuat (Ghazaly, 2006: 22).
D. Rukun dan Syarat Pernikahan 1. Pengertian Rukun dan Syarat
Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam
takbirotul ikhram untuk shalat (Hakim, 1976: 9) atau adanya calon
pengantin Laki-laki/Perempuan dalam Perkawinan.
Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk
dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat untuk shalat.
Atau menurut Islam, Calon Pengantin Laki-laki/Perempuan itu harus
Beragama Islam (Al-Zuhaily, 1989: 36).
Sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan
syarat.
2. Rukun Perkawinan.
Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri atas:
a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan
perkawinan.
b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.
Akad Nikah akan dianggap sah apabila ada seseorang
wali atau wakilnya yang akan menikahinya, berdasarkan sabda
Nabi SAW.
Dalam Hadist lain Nabi SAW bersabda :
ُة أ ْﺮ َﻤ ْﻟ ا ِج ﱢو َﺰ ُﺗ َﻻ َو ُة أ ْﺮ َﻤ ﻟ ا ِج ّو َﺰ ُﺗ َﻻ
ﺎَﮭَﺴْﻔَﻧ
) .
ﻰﻄﻗراﺪﻟاو ﮫﺟ ﺎﻣ ﻦﺑا هاور
35
Artinya :
Janganlah seorang Perempuan menikahkan Perempuan lainya, dan janganlah seorang Perempuan menikahkan dirinya sendiri.
c. Adanya dua orang saksi.
Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang
saksi yang menyaksikan akad nikah tersebut, berdasarkan
sabda Nabi SAW:
a) Wali dari pihak perempuan,
b) Calon pengantin perempuan,
c) Wali,
d) Dua orang saksi,
e) Shigat akad nikah (Al-Zuhaily, 1989: 72).
Dan menurut Ulama Hanafiyah, rukun nikah itu hanya ijab dan
Qabul saja (yaitu akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan
dan calon Pengantin Laki-laki). Sedangkan menurut segolongan
yang lain rukun nikah itu ada empat macam yaitu:
a) Sighat (ijab qabul),
b) Calon pengantin perempuan,
c) Calon pengantin laki-laki,
d) Wali dari pihak calon pengantin perempuan (Al-Zuhaily,
1989: 36).
Pendapat yang mengatakan bahwa rukun nikah itu ada
empat, karena calon pengantin laki-laki dan calon pengantin
perempuan digabung menjadi satu rukun, seperti:
Rukun Perkawinan:
a) Dua orang yang saling melakukan akad perkawinan yakni
mempelai laki-laki dan mempelai perempuan.
b) Adaya wali
c) Adanya dua rang saksi
d) Dilakukan dengan sighat tertentu (Al-zuhaily, 1989: 38).
37
Syarat-syarat perkawian merupakan dasar bagi sahnya
perkawinan. Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu
sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai
Suami-Istri. Syarat sahnya perkawinan itu ada dua:
a) Calon mempelai perempuanya halal dikawin oleh Laki-laki
yang ingin menjadikanya istri. Jadi perempuanya itu bukan
merupakan orang yang haram dinikahi, baik karena haram
dinikahi untuk sementara maupun untuk selama-lamanya.
b) Akad nikahnya dihadiri para saksi
Syarat-syarat pengantin pria:
a) Calon suami beragama Islam
b) Jelas bahwa calon suami itu benar-benar laki-laki
c) Baligh
d) Berakal
e) Jelas orangnya
f) Dapat memberikan persetujuan
g) Tidak terdapat halangan perkawinan, seperti tidak dalam
keadaan ihram dan umrah
Syarat-syarat calon pengantin perempuan:
a) Beragama Islam
b) Perempuan
d) Halal bagi calon suami
e) Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam ‘iddah
f) Tidak dipaksa
g) Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah (Daradjat, 1989: 41).
Syarat- syarat wali nikah :
a) Baligh
b) Berakal
c) Laki-laki
d) Seorang muslim
e) Tidak sedang ihram
f) Harus Adil (Rafiq, 1998: 71).
Syarat-syarat saksi :
a) Baligh
b) Berakal
c) Merdeka bukan budak
d) Islam
e) Kedua orang saksi itu mendengar
f) Ingatanya baik
g) Bersih dari tuduhan (Sahrani, 2009: 111).
Dapat disimpulkan bahwa saksi adalah orang yang memberikan keterangan dan
mempertanggung jawabkan atas apa adanya, seperti firman Allah Surat An-Nisa’
ayat 135
39
“Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri ataupun bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatanya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (Kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan” (Qs. An-Nisa’:135)
Dalam undang-undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 2 ayat 1
dinyatakan : “Perkawinan sah apabila dilakukan menurut Hukum Masing-msing
agamanya dan kepercayaan itu”
Dalam pasal lain Undang-undang perkawinan menetapkan beberapa syarat
Dalam pasal 6
a) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon
mempelai
b) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai
umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua
c) Dalam hal salah seorang dari kedua orang telah meninggal dunia
atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka
izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua
yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan
kehendaknya
d) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam hal
tidak mampu untuk menyatakan dari kehendak maka izin diperoleh
dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai
hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka
masih hidup dalam keadaan dapat menyatakan kehendak
e) Dalam hal ini ada beberapa perbedaan antara orang-orang yang
disebut dalam pasal (2), (3), (4) pasal ini, atau salah seorang atau
lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka
pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan
melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat
memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang
tersebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini.
41
pihak pria berumur 19 thun dan pihak wanita berusia 16 tahun .
Berhubungan dengan syarat dan rukun perkawinan perlu diperhatikan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dala Kompilasi Hukum Islam.
(Departemen Agama, 1992: 18).
Bagian kesatu dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 14 tentang rukun
Pernikahan, yang mana melaksanakan harus ada :
a) Calon Suami
b) Calon Istri
c) Wali Nikah
d) Dua orang saksi
e) Ijab dan Qabul
Selanjutnya dalam KHI BAB II pasal 5 dan pasal 6 yang berisikan tentang
Dasar-dasar perkawinan adalah sebagai berikut :
Pasal 5
a) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap
perkawinan harus dicatat
b) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat 1 dilakukan oleh
Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 6
a) Untuk memenuhi dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsugkan
dihadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah
b) Perkawinan yang dilakukan diluar Pegawai Pencatat Nikah tidak
mempunyai kekuatan hukum
Bagian kedua dalam pasal 15 tentang calon mempelai
a) Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga pernikahan hanya boleh
dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang telah
ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 16 tahun
b) Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus
mendapat izin sebagaimana dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5)
Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Bagian ketiga dalam pasal 19 tentang wali nikah
Wali nikah dalam pernikahan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi
calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahinya. Dalam pasal 20
dikatakan:
1. Yang bertindak sebagai wali nikah adalah seorang laki-laki yang
memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, akil dan baligh
43
a) Wali Nasab
Wali nasab adalah wali nikah yang ada hubungan nasab
dengan wanita yang akan melangsungkan pernikahan, tentang
wali nasab terdapat perbedaan diantara ulama fiqh (Al-Zuhaily,
1989: 21).
b) Wali Hakim
Wali hakim adalah seorang yang ditunjuk sebagai wali
Hakim dengan persetujuan dari kedua belah pihak, bisa di Kantor
Urusan Agama atau wali yang diangkat oleh calon suami dan
calon istri selama itu sudah disetujui oleh kedua belah pihak
(Gazali, 2003: 50).
c) Wali Mujbir
Wali mujbir adalah ayah kakak dan seterusnya menurut
patrilineal dari perempuan yang dinikahkan itu, adapun wali
majbur adalah yang dapat memaksa anaknya untuk menikah
(Rafiq, 1998: 71).
E. Tujuan dan Hikmah Pernikahan 1. Tujuan Pernikahan
Tujuan Perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi
petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis,
sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban
anggota keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan bathin
timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antara anggota keluarga
(Gazali, 2003: 50).
Tujuan perkawinan dapat dikembangkan menjadi 5 yaitu :
a) Mendapatkan dan melangsungkan keturunan
b) Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan
menumpahkan kasih sayangnya
c) Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan
d) Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima
hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh
harta kekayaan yang halal
e) Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang
tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.
Dalam Kompilasi Hukum Islam tujuan Pernikahan yaitu untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan
warahmah. Sedangkan dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 bahwa
tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan ketentuan Yang Maha Esa.
2. Hikmah Perkawinan
Menurut ali ahmad al-jurjawi hikmah-hikmah perkawinan itu
banyak antara lain :
a) Dengan pernikahan maka banyaklah keturunan. Ketika keturunan
45
karena suatu perbuatan yang harus dikerjakan Bersama-sama akan
sulit jika dilakukan secara individual. Dengan demikian
keberlangsunga keturunan dan jumlahnya harus terus dilestarikan
sampai benar-benar makmur (Ghazaly, 2006: 65).
b) Keadaan hidup manusia tidak akan tenteram kecuali jika keadaan
rumah tangga teratur. kehidupanya tidak akan tenang kecuali
dengan adanya ketertiban rumah tangga. Ketertiban tersebut tidak
mungkin terwujud kecuali harus ada perempuan yang mengatur
rumah tangga itu. Dengan alasan itulah maka Nikah disyariatkan,
sehingga keadaan kaum Laki-laki menjadi tenteram dan dunia
semakin makmur (Ghazaly, 2006: 65).
c) Laki-laki dan Perempuan adalah dua sekutu yang berfungsi
memakmurkan dunia masing-masing dengan ciri khasnya berbuat
dengan berbagai macam pekerjaan (Ghazaly, 2006: 66).
d) Sesuai dengan tabiatnya Manusia itu cenderung mengasihi Orang
yang dikasihi. Adanya istri akan bisa menghilangkan kesedihan dan
ketakutan. Istri berfungsi sebagai teman dalam suka dan penolong
dalam mengatur kehidupan. Istri berfungsi untuk mengatur Rumah
Tangga yang merupakan sendi penting bagi kesejahteraanya
(Ghazaly, 2006: 66).
Allah berfirman :
Artinya :
Dia (Allah) yang menciptakan istrinya, agar dia merasa tenang kepadanya. (Al-A’raf : 189)
e) Manusia diciptakan dengan memiliki rasa ghirah atau kecemburuan
untuk menjaga kehormatan dan kemuliaanya. Pernikahan akan
menjaga pandangan yang penuh syahwat terhadap apa yang tidak
dihalalkan untuknya. Apabila keutamaan dilanggar, maka akan
datang bahaya dari dua sisi yaitu melakukan kehinaan dan
timbulnya permusuhan dikalangan pelakunya dengan melakukan
perzinaan dan kefasikan. Adanya tindakan seperti itu, tanpa
diragukan lagi, akan merusak peraturan alam. Rasalullah SAW
bersabda :
ِﺮَﺧﻷاﺮّﻄﱠﺸﻟا ﻰِﻓ َﷲا ِﻖﱠﺘَﯿْﻠَﻓ ِﮫِﻨْﯾِد َﺮْﻄَﺷ َزَﺮْﺣَا ْﺪَﻘَﻓ َجٌوَﺰَﺗ ْﻦَﻣ
Artinya :Barang siapa Menikah berarti telah menjaga separuh Agamanya, maka hendaklah dia takut kepada Allah akan sebagian yang lain.
f) Perkawinan akan memelihara keturunan serta menjaganya. di
dalamnya terdapat faedah yang banyak antara lain memelihara
hak-hak dalam warisan. Seseorang laki-laki yang tidak mempunyai istri
tidak mungkin mendapatkan anak, tidak pula mengetahui
pokok-pokok serta cabangnya diantara sesama manusia. hal semacam ini
47
g) Berbuat baik yang banyak lebih baik daripada berbuat baik sedikit.
pernikahan pada umumnya akan menghasilkan keturunan yang
banyak (Ghazaly, 2006: 68).
Dalam hal kaitan ini Nabi SAW bersabda :
ﺔَﻣﺎَﯿِﻘْﻟا َمْﻮَﯾ َﻢَﻣَﻷا ُﻢُﻜِﺑ ٍهﺎَﺒُﻣ ِﻰّﻧِﺄَﻓاوُﺮْﺘَﻜَﺗ اﻮُﻠَﺳﺎَﻨَﺗ اﻮُﺤَﻛﺎَﻨَﺗ
Artinya :
Menikahlah, niscaya kamu sekalian akan beranak pinak dan berbanyak-banyaklah kamu sekalian, maka sesungguhnya aku membanggakan dengan kalian akan adanya umat yang banyak pada Hari Kiamat
h) Manusia itu jika sudah mati terputuslah seluruh amal perbuatanya
yang mendatangkan rahmat dan pahala kepadanya. Namun apabila
masih meninggalkan anak dan istri mereka akan mendo’akanya
dengan kebaikan hingga amalnya tidak terputus dan pahalanya pun
tidak ditolak. Anak yang shaleh merupakan amalnya yang tetap
yang masih tertinggal meskipun dia telah mati (Ghazaly, 2006: 69)
Sabda Nabi SAW :
Apabila manusia telah meninggal dunia, putuslah semu amalnya, kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah atau ilmu yang dimanfaatkan atau anak yang shaleh yang mendo’akanya.
Kajian tentang adat kebiasaan dalam budaya Indonesia mengenai
adat-adat dalam perkawinan telah banyak tertuang dalam tulisan-tulisan
dan buku-buku yang mewarnai kepustakaan.
Skripsi yang ada kaitanya dengan adat nglangkahi dalam
pernikahan, diantaranya ialah TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG
UANG PELANGKAH DALAM PERKAWINAN ADAT BETAWI,
(studi kasus di Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebun Jeruk) oleh :
Muhammad Fahmi (2010).
Skripsi ini membahas tentang upacara perkawinan adat Betawi
yang berada di daerah Kelurahan Duri Dupa Kecamatan Kebun Jeruk di
daerah ini cukup patut untuk dilestarikan untuk menunjang Kebudayaan
Nasional. Karena terdapat berbagai acara diantaranya uang pelangkah,
acara pemberianya dilaksanakan sebelum acara pernikahanya berlangsung.
Acara pemberian dilakukan karena sebagai tanda hormat terhadap
kakak kandung yang dilangkahi.
Skripsi yang berjudul TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG
LARANGAN PERNIKAHAN ADU POJOK, (di dusun kebongsungu
Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul) oleh : Ahmad Masruri (2011). Di
dalam skripsi tersebut Muhammad Masruri mencermati tentang adat
perkawinan yang dilarang pernikahan adu pojok, adu pojok yaitu tempat
tinggal calon pegantin wanita dan pria dalam suatu pedusunan berada di
49
Skripsi yang berjudul RESPON MASYARAKAT KELURAHAN
PASIR PUTIH KECAMATAN SAWANGAN KOTA DEPOK
TERHADAP NIKAH MELANGKAHI KAKAK KANDUNG, Oleh:
Ahmad Fauji (2010).
Skripsi Ahmad Fauji membahas tentang respon masyarakat
Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok tentang
pernikahan melangkahi kakak kandung. Menurut mereka pernikahan
tersebut dilarang karena kakak yang akan dilangkahi dikhawatirkan akan
tidak baik dala kehidupan kedepannya.
Dari beberapa riview diatas sudah jelas ada perbedaanya dengan
skripsi yang penulis tulis, didalam skripsi yang penulis teliti adalah
mengenai pandangan hukum Islam tentang adat tradisi “nglangkahi”
dalam pernikahan. Yang menarik di skripsi ini ialah tentang tradisi “medot
bulah” yang tidak di bahas di skripsi terdahulu. Yang membedakan
dengan skripsi terdahulu yaitu Skripsi terdahulu hanya membahas tentang
uang pelangkah, beda tempat yang jauh dan hanya membahas tentang
BAB III GAMBARAN DESA
A. Profil Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro
Daerah penelitian yang dijadikan penulis sebagai obyek untuk
penulisan skripsi ini adalah kabupaten Bojonegoro. Yaitu, desa
Sumbertlaseh kecamatan Dander yang berada pada 11,5 km sebelah
selatan kabupaten Bojonegoro propinsi Jawa Timur.
Sedangkan secara rinci propinsi daerah ini adalah sebagai berikut :
1. Letak Daerah
Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander merupakan salah satu daerah
di Bojonegoro bagian selatan yang memiliki luas daerah 433.120 Ha,
mempunyai ketinggian 4 meter diatas permukaan laut. Secara geografis
Desa Sumber Tlaseh dibatasi oleh desa-desa di sekitarnya yaitu:
a. Sebelah timur : Desa Ngumpak Dalem
b. Sebelah selatan : Desa Panggang
c. Sebelah barat daya : Desa Balung Sumber
d. Sebelah barat : Desa Ngulanan
51
2. Keadaan Tanah
Menurut data yang diperoleh dari kantor desa keadaan tanahnya subur
dan produktif untuk pertanian. Yang mana tanah didesa ini terbagi dalam
dua kategori yaitu :
a. Tanah sawah sederhana 135.040 Ha
b. Tanah kering, pekarangan, bangunan dan lain-lain 308.080 Ha.
3. Demografi Desa
Jumlah penduduk Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten
Bojonegoro ini adalah berjumlah 6.336 Jiwa yang terdiri dari 3.187
laki-laki dan 3.149 perempuan. Secara struktural wilayah Desa Sumber Tlaseh
Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro dibagi menjadi 6 (enam) dusun
8 (delapan) rukun warga (RW) dan 29(dua puluh sembilan) rukun tetangga
(RT).
TABEL I
JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN UMUR
NO UMUR
LAKI-LAKI
1
Sumber : Kantor Desa Sumber Tlaseh.
Di lihat dari jumlah penduduk di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan
Dander Kabupaten Bojonegoro berdasarkan angka yang paling tinggi yaitu
berusia 0-4 tahun dan 5-9 tahun, pada umumnya di Desa Sumber Tlaseh
Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro usia perkawinannya sekitar
15-18 tahun.
Untuk mengetahui jumlah penduduk di pandang dari tingkat
pendidikan yang dimiliki oleh warga, dirasa penulis juga perlu menyajikan
tabel warga berdasar tingkat pendidikan, seperti berikut :
53
No Tingkat Pendidikan Laki-laki Wanita Jumlah
1
Sumber : Dokumen Desa Sumber Tlaseh
Di lihat dari tabel penduduk di desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander
Kabupaten Bojonegoro warga disini kebanyakan masih berpendidikan SLTP dan
pada warga sini tidak ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi kebanyakan
TABEL III
JUMLAH SARANA PENDIDIKAN
Sarana pendidikan yang ada didesa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander
Kabupaten Bojonegoro sebagaimana yang terlihat pada tabel dibawah ini :
NO JENIS SARANA JUMLAH
Sumber : Dokumen Desa Sumber Tlaseh
Untuk mengetahui sarana di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander
Kabupaten Bojonegoro yang mempunyai angka tertinggi yaitu sarana TK
Al-Qur’an.
Sedang untuk mengetahui jumlah penduduk atau warga desa Sumber
Tlaseh berdasar kelompok pekerjaan diatas usia 15 tahun, penulis juga perlu untuk
55
SUMBER : Desa Sumber Tlaseh
Dilihat dari segi pendidikan di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander
Kabupaten Bojonegoro nilai yang tertinggi yaitu lain-lain yang mempunyai arti
selain yang tertera di dalam tabel di atas sekitar 851 orang.
Untuk mengetahui jumlah penduduk desa Sumber Tlaseh berdasakan
TABEL V
JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN PEMELUK AGAMA
NO AGAMA JUMLAH
1 Islam 6. 332
2 Kristen 4
3 Katholik _
4 Hindu _
5 Budha _
JUMLAH 6. 336
Sumber : dokumen desa Sumber Tlaseh
Dilihat dari penduduk Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten
Bojonegoro hampir semuanya beragama Islam hanya sedikit yang beragama non
Islam sekitar 4 orang.
Sedangkan untuk mengetahui banyak jumlah tempat peribadatan yang ada
di desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
TABEL VI
JUMLAH SARANA PERIBADATAN
NO JENIS SARANA JUMLAH
1 Masjid 26 Buah
2 Musholla 4 Buah
3 Gereja _
4 Pura _
57
JUMLAH 30 Buah
Sumber : Desa Sumber Tlaseh
Dilihat dari sarana beribadatan karena daerah sini hampir semuanya
beragama Islam maka peribadatan agama islamlah yang lebih besar nilai
angkanya.
Struktur jabatan yang ada di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Kabupaten
Bojonegoro, termasuk golongan struktur yang “sehat”. karena nama-nama
perangkat desa tidak hanya sekedar nama, namun mereka memahami dengan
sebenarnya akan arti tanggung jawab dari sebuah jabatan.
Dalam mengemban amanat warga para perangkat biasanya dalam
melaksanakan tugas selalu saling “gandeng” (bekerjasama) antara jabatan yang
terkait. Dan yag lebih diutamakan dalam melaksanakan tugas tidak lupa selalu
saling menghormati antara posisi jabatan yang berada diatas dengan posisi
STRUKTUR ORGANISASI DESA SUMBER TLASEH
KECAMATAN DANDER KABUPATEN BOJONEGORO
Keterangan :
LMD : Lembaga Musyawaroh Daerah
KU. Pemert : Kepala Urusan Pemerintahan
KU. Pemb : Kepala Urusan Pembangunan
KU. Keung : Kepala Urusan Keuangan
Kepala Desa
Kepala Dusun
Kadus II Kadus I
KU. PEMB
KU. Keung KEUNG
KP. Kaur II KU. Umum KU. Kesr KU. Pemerintahan
L M D
59
KU. Mum : Kepala Urusan Umum
KU. Kesr : Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat
KP : Kepala
KAUR : Kepala Urusan
KADUS : Kepala Dusun
Nama-nama pengurus organisasi pemerintah desa dengan kedudukan jabatanya
masnig-masing :
1. Kepala Desa : Moch Ihsan
2. Sekretaris Desa : H. Moh. Amien Mustofa
3. Kaur Pemerintah : A. Zainuri
4. Kaur Keuangan : Imam Syathori
5. Kaur Pembangunan : Hariyanto
6. Kaur Umum : Abdul Salim
7. Kaur Kesra : H. Abdul Ghofur
8. Kepala Kaur I : Ahmad Basuni
9. Kepala Kaur II : Mukayat
10. Kepala Dusun I : Romadlon
11. Kepala Dusun II : H. Masduki
Biodata penganten yang sudah menikah menggunakan tradisi “nglangkahi”
Di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro sebagai
berikut :
Nama : Moch Andrian
Alamat : Bojonegoro, 10 Februari 1994
Umur : 21 Tahun
Pekerjaan : Wirausaha
Agama : Islam
Biodata kakak penganten yang dilangkahi Di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan
Dander Kabupaten Bojonegoro.
Nama : Moch Jauharul Ma’arif
Alamat : Bojonegoro, 10 Januari 1992
Umur : 23 Tahun
Pekerjaan : Wirausaha
61
A. Penyebab Masyarakat Desa Sumber Tlaseh Meyakini adanya tradisi nglangkahi dalam Perkawinan
Tradisi nglangkahi dalam pernikahan adalah suatu sistem adat
pernikahan yang masih diterapkan di daerah Jawa Timur tepatnya di Desa
Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro.
Perkawinan dengan cara nglangkahi ini dilakukan untuk
menghindarkan diri dari berbagai macam kemaksiatan dan hal yang tidak
di inginkan meskipun dengan resiko nglangkahi kakak kandung.
Dalam sub bab ini peneliti hanya akan mendeskripsikan hasil dari
wawancara peneliti pada tanggal 23-24 Agustus 2015 di Desa Sumber
Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro.
1. Bapak Abdul Salim
Bapak Abdul Salim adalah asli masyarakat Desa Sumber Tlaseh
sekaligus sebagai Staff Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander
Kabupaten Bojonegoro yang beragama Islam.
Menurut bapak abdul salim nglangkahi kakak kandung ialah
pernikahan yang sebenarnya lebih tua dahulu baru yang muda menyusul
akan tetapi nglangkahi yaitu yang lebih muda terdahulu baru yang lebih
tua karna sudah lebih siap dan dapat jodoh yang muda.
Bapak Abdul Salim mengungkapkan bahwa pernikahan nglangkahi
kakak kandung tersebut sebenarnya dilarang karena kita harus
menghormati yang tua menikah terlebih dahulu, namun jika sang adik
menikah terlebih dahulu sang adik harus pamit atau meminta izin menikah
lebih dahulu kepada kakaknya dan pandangan masyarakat di desa sumber
talseh baik-baik saja tidak ada masalah karena jodoh itu pemberian dari
yang Maha Kuasa tidak ada satupun orang yang bisa merubahnya.
Masyarakat dalam hal ini tidak mempermasalahkan selama masih dalam
norma-norma agama dan tidak melanggar aturan-aturan yang sudah
dijelaskan dalam agama. Tidak ada salahnya jika sang adik mendahului
menikah namun harus ada kesepakatan keluarga. Masyarakat juga
meyakini pernikahan tersebut dikarenakan memang dahulunya itu
tinggalan dari nenek moyang kita dan dijadikan sebagai kebiasaan di
dalam masyarakat dan akhirnya menjadi suatu adat. Faktor yang
menyebabkan adik mendahului menikah yaitu karna memang sudah
adanya jodoh yang cocok dan dari pihak keluarga juga sudah setuju mau
nunggu apalagi kalau tidak langsung dinikahkan takutnya akan terjadinya
sesuatu yang tidak diinginkan, disebabkan karena situasi dan kondisi suatu
masyarakat atau memang biasanya adat didalam desa sini kecil-kecil
sudah di nikahkan. Tidak ada sangsi apapun bagi adik yang melangkahi
kakaknya karena melangkahi dalam pernikahan bukan suatu kesalahan
yang harus dikenakan sangsi.
Bapak Abdul Salim mengungkapkan tentang pemberian sesuatu atau
barang kepada kakak yang akan di langkahi pada wawancara tanggal 23
Agustus 2015
63
tidak memberatkan bagi si adik. Akan tetapi kembali lagi kepada keluarganya haruskah ada pemberian atau cuman tradisi dalam masyarakat
saja dan tidak ada patokan pemberian tersebut.”
Menurut Abdul Salim tentang diwajibkanya atau tidak memakai tradisi
tersebut dalam hal perkawinan. Menurut beliau bahwa Masyarakat di Desa
Sumber Tlaseh masih kental adat jawanya jadi masih memakai tradisi
tersebut. Akan Tetapi semuanya juga tergantung keluarga yang akan
melangsungkan pernikahan tersebut.
2. Kang dar
Kang dar adalah bapak dari seseorang yang melangsungkan perkawinan
tradisi nglangkahi, di dalam keluarganya masih berpegang teguh dengan
tradisi adat masalah pernikahan.
Menurut kang dar tradisi nglangkahi manten tersebut seorang kakak
kandung memberi izin kepada adiknya untuk menikah lebih dahulu
dikarenakan sudah mempunyai jodoh terlebih dahulu dibanding sang
kakak yang dilangkahi. Beliau mengungkapkan faktor terjadinya tradisi
langkahan dikarenakan adiknya yang mau nglangkahi sudah ada jodohnya
dan sudah siap untuk menikah, diselenggarakanlah pernikahan meskipun
resikonya harus melangkahi sang kakak.
Kang dar berpendapat bahwa Memang di dalam adat jawa ada semacam
pemberian sesuatu entah itu barang atau uang untuk sang kakak tetapi di
dalam musyawarah keluarga kang dar cukup dengan tradisi medot bulah
pada saat manten dipertemukan saja.
tanggal 23 Agustus 2015 sebagai berikut :
“Tradisi medot bulah ialah kakak kandung memegang gunting atau alat pemotong yang lain lalu benang dipegang oleh sang adik kemudian sang
kakak memotong benang tersebut”
Dengan tradisi tersebut biar sang kakak tidak susah mendapatkan
jodohnya. Pandangan hukum islam terhadap tradisi tersebut menurut Kang
Dar ialah belum ada hukumnya karena tradisi di sini cuman berupa
tinggalan nenek moyang yang dibiasakan dan akhirnya menjadi sebuat
adat dalam daerah. di dalam daerah tersebut diwajbkan karena memang
sudah menjadi adat daerahnya tetapi masih dalam permusyawaratan
keluarga. Tergantung juga mengikuti adat kental jawa apa mengikuti adat
dalam musyawarah keluarga.
3. Muhammad Jauharul Ma’arif
Muhammad Jauharul Maarif ialah seorang kakak yang dilangkahi adiknya
menikah terlebih dahulu. Pernikahan nglangkahi yaitu pernikahan yang
menurut kepercayaan banyak orang kurang baik atau bisa jadi dilarang
akan tetapi kata “nikah” itu harus disegerakan kalau sudah ketemu
dengan jodohnya dan cocok (siap lahir bathin), tidak boleh menghalangi
rencana baik karena pernikahan itu sunnah rosul.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya tradisi nglangkahi menurut
Muhammad Jauharul Ma’arif yaitu pacaran sudah lama dan suka sama
suka untuk lebih memantapkan ke dalam hubungan serius, kalau tidak
diselenggarakan takut terjadinya banyak kemaksiatan walaupun resikonya
65
Di dalam adat jawa kental jika ingin melangkahi kakak kandung
memang ada tradisi memberi entah itu uang ataupun barang untuk bentuk
rasa terimakasih telah memberikan izin menikah terlebih dahulu. Jika
sang adik menikah tanpa memberikan sesuatu kepada sang kakak, apakah
sang kakak berhak membatalkan pernikahanya? Dan apabila sang adik
menikah tanpa memberikan sesuatu, bagaimana menurut sang kakak
sebagai kakak kandung.
MuhamadJauharul Ma’arif menjawab dari pertanyaan diatas yaitu
“ bahwa Saya rasa tidak, menghalangi pernikahan adalah dosa. Niat ittiba’
rosul tidak boleh atau kurang baik kalau dihalangi, saya rasa pemberian hadiah atau apa dari adik itu bukan suatu masalah dan Itu sudah menjadi hak adik saya, memang kebanyakan orang bahkan dalam adat jawa disebutkan jika ingin melangkahi kakak kandung dalam masalah pernikahan ada pemberian sesuatu entah itu barang ataupun apa sebagai bentuk terimakasih sudah merestui adik untuk menikah lebih dulu, akan tetapi juga ada sebagian masyarakat termasuk didesa saya menggunakan tradisi“medot bulah”(memutus benang).”
Tradisi “medot bulah”yaitu kakak kandung memegang gunting atau alat
pemotong yang lain lalu benang dipegang oleh sang adik kemudian sang
kakak memotong benang tersebut dan waktunya ketika kedua mempelai
mulai memasuki janur kuning. Tradisi tersebut menurut Muhammad
Jauharul Ma’arif boleh-boleh saja, karna sudah tradisi dari nenek moyang
seperti terdapat didalam kitab qowaidul fiqhiyyah yaitu al-adatul
mukhakkamah, tradisi (kebiasaan) itu dapat ditetapkan. Pandangan
masyarakat terhadap keluarganya yang menyelenggarakan tradisi
nglangkahi positif dalam artian tidak ada masalah, masyarakat